Anda di halaman 1dari 8

1.

Penerapan teknologi informasi bagi layanan pemberian asuhan


keperawatan.
Banyak masyarakat mengeluh dengan pelayanan kesehatan yang diterimanya dari
perawat. Untuk itu kinerja perawat perlu ditingkatkan sehingga kualitas pelayanan
asuhan keperawatan bisa diberikan dengan baik. Salah satu ukuran berkualitas atau
tidaknya suatu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat adalah
tingkat kepuasan bagi masyarakat penerima jasa pelayanan itu sendiri (Maria,
2009).

Pelayanan keperawatan di dalam lingkungan rumah sakit merupakan salah satu


pelayanan di bidang kesehatan yang mempunyai peranan penting dalam
menentukan keberhasilan pelayanan yang diberikan di rumah sakit. Dengan jumlah
tenaga perawat yang paling besar di lingkungan rumah sakit, keberadaan pelayanan
keperawatan harus mampu dimanej dengan baik untuk menghasilkan kualitas mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan. Peningkatan kualitas sistem informasi
keperawatan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan. Tidak dipungkiri bahwa selama ini perkembangan sistem informasi
keperawatan di negeri ini belum berjalan dengan baik.

Penggunaan sistem berbasis paper dibandingkan dengan sistem perekaman berbasis


komputer meskipun transisi dari manual ke dokumentasi elektronik telah
berlangsung selama 15 tahun terakhir. Hal ini mencerminkan sangat lambat proses
adaptasi komputer dalam dokumentasi keperawatan, sehingga perlunya penyegaran
dalam penerapan sistem informasi keperawatan untuk kelengkapan dokumentasi
keperawatan.

Jasa pelayanan kesehatan sebagai bentuk industri pelayanan kesehatan akan


menimbulkan persaingan dalam memberikan jasa pelayanan perawatan di setiap
pelayanan kesehatan. Rumah sakitpun sebagai organisasi bergerak dibidang jasa
pelayanan kesehatan dituntut untuk menyiapkan diri menghadapi persaingan dari
teknologi yang dimilikinya. Sistem informasi berbasis internet dan teknologi sangat
penting bagi keberhasilan bisnis dan organisasi karena dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas proses bisnis, dan dapat memfasilitasi pengambilan
keputusan manajemen, sehingga dapat memperkuat posisi kompetitif dalam pasar
yang cepat sekali berubah termasuk pelayanan rumah sakit (O’Brien, 2005).

Kesehatan pada masyarakat tidak terlepas dari peran petugas dalam hal ini tenaga
perawat untuk memberikan layanan secara optimal pada rumah sakit atau
puskesmas. Menurut UU RI NO 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, mendefinisikan
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan.

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan


tindakkan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan. Tugas perawat bukan hanya semata-mata pada proses
layanan kepada masyarakat namun juga berkewajiban melakukan proses asuhan
keperawatan dengan standar NANDA, bukan hanya pada kegiatan layanan tetapi
juga dokumentasi ketika memberikan penanganan pasien di Puskesmas ataupun
Rumah Sakit. Tingginya layanan kepada pasien berdampak tidak sepenuhnya
dokumentasi dapat dilakukan oleh petugas perawat secara maksimal apalagi
dokumentasi/pencatatan tersebut dilakukan secara manual atau tulis tangan.
Kurangnya penguasaan standar NANDA oleh petugas perawat juga berdampak
pada tidak tepatnya dalam melakukan analisa hasil pengkajian pasien berdampak
pada kesalahan dalam melakukan rencana tindakan.

Standar pengetahuan perawat yang harus dimiliki diantaranya ilmu


biomedis, farmakologi, hukum, manajemen dan yang lainnya,. Sehingga di
lapangan perawat akhirnya harus memiliki kemampuan melakukan analisa
kebutuhan pasien dengan analisa keilmuan yang tepat dan benar. Perawat
melakukan interaksi di rumah sakit selama 24 jam, sehingga tahu pada setiap
perubahan respon pasien. Kebutuhan pengobatan yang dilakukan oleh dokter akan
memberikan respon terhadap pasien, sehingga perawat melakukan
fungsi advocacy pasien sehubungan dengan pengobatan yang diberikan oleh
dokter.

Sistem informasi adalah sistem komputer yang mengumpulkan, menyimpan,


memproses, memperoleh kembali, menunjukkan, dan mengkomunikasikan
informasi yang dibutuhkan dalam praktik, pendidikan, administrasi dan penelitian
(Malliarou et al., 2007 dalam Malliarou & Zega, 2009). Banyak manfaat yang
didapatkan dalam penggunaan system informasi. Manfaat tersebut tidak hanya
mengurangi kesalahan dan meningkatkan kecepatan serta keakuratan dalam
perawatan, tetapi tetapi juga menurunkan biaya kesehatan dengan koordinasi dan
peningkatan kualitas pelayanan.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah seperangkat tatanan yang meliputi


data, informasi, indikator, prosedur, perangkat, teknologi, dan sumber daya
manusia yang saling berkaitan dan dikelola secara terpadu yang menyediakan
dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan, perencanaan program
kesehatan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi di setiap jenjang administrasi
kesehatan.

SIK bertujuan untuk mengatasi terfragmentasinya data kesehatan, mengurangi


redudansi dan inkonsistensi, mempercepat proses pengolahan data,
serta memperbaiki mekanisme pelaporan, kelengkapan dan integrasi data pada
tingkat administrasi yang lebih tinggi.

Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi


dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses
pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan asuhan keperawatan (Callie, 2010).
Sedangkan menurut ANA (Mcline, 2005) dalam Callie (2010) system informasi
keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data,
informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi, komunikasi, mendukung
proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan
pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan
keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang
diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada
keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan
menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan
untuk suatu organisasi.

System informasi ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam


mencapai standar mutu pelayanan. Indikator klinik mutu pelayanan antara lain:
pengukuran angka pasien jatuh,angka decubitus, pneumonia nosokomial, infeksi
nosokomial, dan angka kejadian medical error (Lewis, 2003).

System informasi berbasis computer ini akan mengidentifikasi berbagai macam


kebutuhan pasien, mulai dari dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi
pengobatan, sampai perhitungan keuangan yang harus dibayar oleh pasien terhadap
perawatan yang telah diterima (Callie, 2010).

Di luar negeri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian
tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju,
seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan
keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Sistem ini sering dikenal dengan
Sistem Informasi Manjemen.

Dokumentasi yang cukup banyak mulai dari pencatatan data pasien, asuhan
keperawatan, administrasi keuangan, catatan medis, catatan data penunjang akan
terasa ringan jika dikomputerisasikan. Model komputerisasi yang digunakan saat
ini sudah mulai berkembang dengan kegiatan yang meminimalkan kerja perawat
dalam mencatat manual dan memaksimalkan upaya yang dilakukan untuk
melakukan pelayanan keperawatan anak dengan memperhatikan prinsip-prinsip
perawatan anak. Modal awal untuk memulai kegiatan mungkin cukup besar antara
lain dengan persiapan software computer dan program yang dikerjakan bersama
teman-teman dari teknologi informatika; pelatihan SDM perawat yang akan
melakukan kegiatan, pihak manajerial sebagai pemegang keputusan akan sangat
menentukan keberhasilan program. Namun untuk kebutuhan jangka panjang akan
sangat murah yaitu dengan kegiatan yang lebih banyak bisa dilakukan untuk pasien,
waktu dan tenaga perawat dapat lebih di hemat.

Upaya penerapan model-model pendokumentasian terkomputerisasi tentu saja bisa


dilakukan di Indonesia tergantung dari pengetahuan perawat, kemampuan perawat
setelah mengetahui, dan kemauan perawat untuk sama-sama bekerja keras
mensukseskan program. Perawat-perawat anak yang terjerat di dalam rutinitas
umumnya sulit untuk diajak berkembang, dan keadaan ini harus diimbangi dengan
upaya managerial untuk mensupport terlaksananya program melalui program
pelatihan, reward and punishment, keterlibatan aktif manager, dan program
evaluasi periodik. Teknologi sistem informasi keperawatan yang digunakan
hendaknya selalu dievaluasi untuk merevisi yang kurang dan mengembangkan yang
sudah ada sesuai kebutuhan program dan pengguna (Larry,2003).

2. Manfaat Sistem Informasi Keperawatan

Manfaat penerapan sistem informasi keperawatan di lingkungan rumah sakit salah


satunya adalah membantu perawat dalam melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan. Asuhan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan dasar pasien
diberikan oleh perawat diberbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan
menggunakan proses keperawatan.

Perawat menggunakan sistem informasi keperawatan dengan tujuan untuk


mengkaji pasien secara jelas, menyiapkan rencana keperawatan,
mendokumentasikan asuhan keperawatan, dan untuk mengontrol kualitas asuhan
keperawatan. Perawat dapat memiliki pandangan terhadap data secara terintegrasi
(misalnya integrasi antara perawat dan dokter dalam rencana perawatan pasien).
Dengan memanfaatkan sistem informasi keperawatan tersebut perawat dapat
menghemat waktu untuk melakukan pencatatan dibandingkan bila dilakukan
pencatatan secara manual. Di samping itu, data yang tercatat dengan menggunakan
sistem informasi keperawatan akan lebih terjamin keberadaannya. Resiko data yang
dicatat akan hilang sangat kecil. Berbeda dengan pencatatan yang berdasarkan
paper base, dimana kemungkinan untuk hilangnya data sangat mungkin untuk
terjadi. Selain itu keberadaan sistem informasi keperawatan juga akan
meningkatkan keefektifan dan efisien kerja dari tenaga keperawatan (Cheryl, 2007).

Manfaat yang diperoleh bila rumah sakit menggunakan sistem informasi


keperawatan, yaitu:
1) Manajemen lebih efisien,
2) Penggunaan sumber biaya lebih efektif,
3) Meningkatkan program perencanaan,
4) Meningkatkan pendayagunaan perawat (Cornelia, 2007).

Manfaat sistem informasi dalam keperawatan (Malliarou & zyga, 2009):


1) Lebih banyak waktu dengan pasien dan lebih sedikit waktu di nurse station
2) Mengurangi penggunaan kertas
3) Dokumentasi keperawatan secara automatis
4) Standar yang sama dalam perawatan (proses keperawatan)
5) Mengurangi biaya
6) Kualitas pelayanan keperawatan dapat di ukur

Menurut American Association of Nurse Executive (1993) dalam Saba &


McCormick (2001) mengemukakan manfaat penting dalam penggunaan informasi
teknologi, yaitu:
1) Meningkatkan pemanfaatan sumber daya staf perawat,
2) Meningkatkan pelayanan dalam memonitoring pasien,
3) Meningkatkan dokumentasi,
4) Meningkatkan komunikasi,
5) Meningkatkan perencanaan,
6) Meningkatkan standar praktik keperawatan,
7) Kemampuan menetapkan masalah,
8) Meningkatkan evaluasi keperawatan, dan
9) Mendukung organisasi yang dinamik.

Sebenarnya untuk menerapkan sistem informasi keperawatan di lingkungan rumah


sakit tidaklah terlalu sulit untuk diterapkan, tinggal komitmen untuk
menerapkannya saja yang diperlukan. Dalam masa serba teknologi seperti saat ini,
kiranya hampir semua perawat dapat mengoperasikan komputer sebagai sebuah
perangkat dalam penerapan sistem informasi keperawatan. Ini merupakan sebuah
modal yang sangat besar yang sangat mendukung penerapan sistem informasi
keperawatan. Tinggal masalahnya sekarang adalah bagaimana komitmen kita
bersama, mulai dari manajemen level atas sampai dengan manajemen level paling
bawah untuk memperjuangkan penerapan sistem informasi keperawatan di setiap
unit pelayanan keperawatan. Alasan kurangnya ketersediaan dana untuk
mengembangkan sistem informasi keperawatan merupakan sebuah alasan klasik
yang tidak boleh ada lagi. Apalagi melihat akan pentingnya sistem informasi
keperawatan bagi peningkatan kualitas pelayanan keperawatan khususnya dan
pelayanan kesehatan pada umumnya (Cornelia, 2007).

Pendapat diatas didukung juga oleh hasil penelitian Laurie (2008) yang mengatakan
penerapan sistem informasi manajemen terkomputerisasi atau ORMIS (of an or
management information system) memerlukan signifikan komitmen sumber daya
manusia. Kemampuan perawat dituntut untuk bisa menggunakan keahliannya
secara efektif untuk menggunakan teknologi dimana mengubah bentuk data
informasi ke dalam pengetahuan untuk praktek klinis, riset, dan pendidikan.
Keinginan dalam membuat sistem informasi di rumah sakit sangat diharapkan oleh
tenaga profesional untuk membantu pemecahan masalah yang ada.

Pelaksanaan sistem informasi keperawatan di rumah sakit, yakni


mengkombinasikan ilmu komputer, ilmu informasi, dan ilmu keperawatan yang
didesain untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan data, informasi,
dan pengetahuan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Davis,
2002). Sistem informasi keperawatan sedang dikembangkan secara terus menerus
dimasa depan ilmu keperawatan akan bersandar pada kemampuan sistem informasi
untuk memudahkan hasil diagnosa, manajemen, riset, pendidikan, pertukaran
informasi, dan kerja sama/kolaborasi.

Saba dan McCormick (2001), mengatakan bahwa integrasi ilmu keperawatan, ilmu
komputer dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, memproses,
mengatur data dan informasi untuk menyokong praktek keperawatan, administrasi,
pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu keperawatan. Kebutuhan akan
sistem informasi manajemen mendukung perawat dalam membantu pengambilan
keputusan. Kemajuan teknologi di rumah sakit memungkinkan perawat
menggunakan sistem informasi manajemen untuk mendukung dalam pemberian
asuhan keperawatan, sehingga tercapainya mutu asuhan keperawatan yang lebih
baik.

Menurut Anita (2008) yang melakukan penelitian difokuskan pada


eksplorasi Computerized Provider Order Entry (CPOE) dan dampaknya
terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh perawat. Hasilnya CPOE adalah teknologi
yang dirancang mengganti paperbased proses order entry, komunikasi, dan
koordinasi dengan metode otomatis, salah satunya dalam implementasi kolaborasi
untuk pemberian resep obat di perawatan akut. CPOE terbukti dapat meningkatkan
efisiensi komunikasi dan mengurangi kesalahan transkripsi obat-obatan serta
mengurangi waktu perawatan pada pasien, sehingga angka kesakitan dan kematian
pasien menurun.

Menurut Cheryl (2007) penggunaan proses perbaikan yang berkelanjutan untuk


memastikan program pendidikan dokumentasi yang akurat untuk pengembangan
pengetahuan dan profesional staf keperawatan. Proses empat tahap sebagai berikut:
(1) mulai sebuah tim dan identifikasi masalah;
(2) menganalisis proses saat ini dan menentukan lingkup dan akar penyebab,
(3) meningkatkan proses, mencari alternatif, merancang dan menerapkan solusi;
dan
(4) mengukur dampak dan mempertahankan hasilnya.
Implementasi yang diinputkan oleh perawat dalam dokumen asuhan keperawatan
langsung diintegrasikan dengan Billing System Rumah Sakit, sehingga tidak ada
double entry dalam keuangan pasien. Masing masing tindakan perawat telah
memiliki harga sendiri sendiri yang telah disahkan oleh rumah sakit, dan perawat
tinggal mendokumentasikan dalam SI Keperawatan. Artinya penulisan
implementasinya juga dibakukan sehingga perawat yang bertugas mengetik sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Evaluasi kriteria, skala, dan target. Setelah perawat
menentukan kriteria, skala dan target pada hari pertama, maka pada hari berikutnya
tinggal memilih skala yang sesuai dengan kondisi pasien, antara 1 – 5, disesuaikan
dengan kondisi pasien.

Pendokumentasian sangat penting untuk dilakukan oleh seluruh tenaga


kesehatan yang langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan
pasien. Beberapa alternative penyelesaian masalah yang berhubungan
dengan dokumentasi yang kurang efektif adalah dengan mengembangkan system
informasi dan pendokumentasi secara elektronik, sehingga memudahkan dan
informasi terhadap mutlidisiplin terutama dengan melakukan control terhadap
pemberian obat terhadap pasien, dimana perawata melakukan fungsi advocacy
terhadap resiko medical error dengan menuliskan rekomendasi dalam catatan
pasien di computer.
Hasil yang diharapkan dengan system informasi dapat meningkatkan
mutu pelayanan di rumah sakit, sehingga medical error dapat dihindari.

3. Penerapan Sistem Informasi Dalam Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Dokumentasi perawatan merupakan bagian penting dari dokumentasi klinis.


Namun, dokumentasi proses keperawatan sering kurang berkualitas. Untuk
meningkatkan dokumentasi asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat maka
perlu diterapkan sistem infomasi keperawatan dalam pendokumentasian asuhan
keperawatan. Ada harapan tinggi bahwa komputer dapat mendukung dalam
dokumentasi keperawatan akan membantu meningkatkan kualitas dokumentasi.
Namun dengan diterapkannya komputerisasi di rumah sakit juga perlu diimbangi
oleh kemampuan perawat dalam mengoperasionalkan komputer.

Untuk meningkatkan kemampuan perawat dalam penggunaan komputer maka


perawat telah menyoroti kebutuhan untuk pelatihan dalam penggunaan teknologi
informasi, dan penilaian kritis penting untuk profesional perawat. (Docker, et
all.,2003)

Dokumentasi keperawatan yang ada sekarang ini adalah dokumentasi keperawtan


yang berbasis kertas. Namun pada kenyataannya sering ditemukan bahwa proses
tersebut tidak terintegrasi ke dalam dokumentasi keperawatan.Sering kita
menemukan dokumentasi yang kurang lengkap, alasannya antara lain perlu waktu
yang banyak, kualitas catatan berbasis kertas masih rendah dan pemanfaatan
dokumentasi masih terbatas dari proses keperawatan. Masalah-masalah ini
menyebabkan upaya untuk mendukung proses keperawatan dengan sistem berbasis
komputer untuk mengurangi beban perawat dalam dokumentasi.Penerapan sistem
informasi keperawatan dalam dokumentasi asuhan keperawatan bertujuan untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas dokumentasi asuhan keperawatan.
Dokumentasi yang berbasis komputer selain meningkatkan kualitas juga
memungkinkan penggunaan kembali data keperawatan untuk manajemen
keperawatan dan penelitian keperawatan. Hal ini seperti yang terdapat dalam hasil
penelitian dari Mueller, et all.2006 yang menyatakan bahwa kualitas dokumentasi
keperawatan semakin meningkat dengan diterapkannya Quality of Nursing
Diagnoses, Interventions, and Outcomes (Q-DIO).Penelitian ini mendukung
penggunaan Q-DIO dalam mengevaluasi dokumentasi keperawatan diagnosis,
intervensi, dan hasil asuhan keperawatan. Berdasarkan hal tersebut maka untuk
meningkatkan kualitas dokumentasi, perawat membutuhkan dukungan melalui
pendidikan agar mengetahui langkah-langkah untuk menghubungkan diagnosa
dengan intervensi, spesifik ke etiologi diidentifikasi,dan untuk mengidentifikasi
hasil asuhan keperawatan. Adanya peningkatan dokumentasi tersebut membuktikan
bahwa dengan diterapkannya Q-DIO dapat berguna sebagai alat audit dokumentasi
keperawatan dan harus dikembangkan sebagai fitur terintegrasi secara elektronik.
(Mueller, et all.2006).
Daftar Pustaka

Hamzah. 2016. Rancang Bangun Sistem Informasi Asuhan Keperawatan Bagi


Penderita Pneumonia. Yogyakarta : Jurnal Sistem Informasi (JSI), VOL. 8, NO. 1

Zubaidah. 2011. Peran Sistem Informasi Manajemen Keperawatan Terhadap


Patient Safety dalam Keperawatan Anak. Jakarta

Lestari, Endah Sri, dkk. 2016. Evaluasi Sistem Informasi Kesehatan di Provinsi
Jawa Tengah Dalam Rangka Penguatan Sistem Informasi Kesehatan Nasional.
Semarang: Jurnal
Manajemen Kesehatan Indonesia, Volume 4 No. 3

Solikhah, Umi. Kebutuhan Penerapan Teknologi Informasi Keperawatan Di Ruang


Rawat Anak. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai