Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PSIKOLOGI KONSELING

BASIC SKILL KONSELING

Dosen pengajar:

Husnul Khotimah, S.Psi., M.A.

Oleh Kelompok VI:

1. Yasinta E. Kurnianti (18090000096)


2. Charis Iola Mattaenda (18090000105)
3. Fahrur Rozi (18090000108)
4. Shofi Royani (18090000109)
5. M. Hafid Arie T. (18090000129)

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

FAKULTAS PSIKOLOGI

18 November 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan
kuasa-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Basic Skill Konseling” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa yang saja dasar-dasar dari konseling
beserta bagaimana cara melakukannya. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah ini.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Kami mohon adanya usulan, kritik, dan saran yang
membangun untuk kebaikan kami bersama.

Malang, 15 November 2019

Kelompok VII

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................... 1
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Melayani (attending) ............................................................................. 3


2.2. Empati (empathy) .................................................................................. 4
2.3. Refleksi (reflection) .............................................................................. 4
2.4. Eksplorasi (exploration)........................................................................ 6
2.5. Menangkap Pesan Utama (paraphrasing) ............................................ 7
2.6. Bertanya Terbuka (open question) ........................................................ 7
2.7. Bertanya Tertutup (closed question) ..................................................... 8
2.8. Dorongan Minimal (minimal encouragement) ..................................... 8
2.9. Interpretasi ............................................................................................ 9
2.10. Mengarahkan (directing) ...................................................................... 9
2.11. Menyimpulkan Sementara (summarizing) .......................................... 10
2.12. Memimpin (leading) ........................................................................... 10
2.13. Konfrontasi ......................................................................................... 11
2.14. Menjernihkan (clarifying) ................................................................... 11
2.15. Memudahkan (facilitating) ................................................................. 12
2.16. Diam (silent) ....................................................................................... 12
2.17. Mengambil Inisiatif ............................................................................. 12
2.18. Memberi Nasihat ................................................................................. 13
2.19. Memberikan informasi ........................................................................ 13
2.20. Merencanakan ..................................................................................... 13

ii
2.21. Menyimpulkan .................................................................................... 14
BAB III : PENUTUP

3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 15


3.2. Saran ................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Konseling merupakan suatu proses komunikasi antara konselor dan
klien. Sebagai suatu proses komunikasi, konseling melibatkan keterampilan
konselor dalam menangkap atau merespon pernyataan klien dan
mengkomunikasikannya kembali kepada klien. Agar proses komunikasi
tersebut efektif dan efisien, maka konselor hendaknya memiliki kemampuan
dalam memberikan bantuan terhadap klien. Kemampuan tersebut yaitu
keterampilan dan teknik-teknik berkomunikasi dengan klien. Dalam
berkomunikasi dengan klien, konselor hendaknya menggunakan respon-
respon yang fasilitatif untuk tercapainya tujuan konseling.
Proses konseling membutuhkan teknik yang tidak mudah.
Diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam teknik yang ada, supaya
konselor mahir dalam kerja praktiknya. Di samping itu, keberanian dalam
mempraktikan macam-macam teknik yang ada, supaya ada pengalaman dari
berbagai teknik. Selain konselor harus menguasai teknik juga harus paham
tentang prosedur-prosedur dalam proses konseling.
Terkadang ada konselor yang sudah merasa nyaman dengan satu
teknik, sehingga tidak mau untuk mencoba teknik yang lainnya. Diperlukan
eksperimentasi dan observasi yang terus-menerus untuk mengambangkan
teknik konseling sebagai jawaban terhadap kompleksitas suatu problem.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah yaitu:
1) Apa saja teknik-teknik dasar yang harus dimiliki oleh seorang
konselor?
1.3.Tujuan Penulisan

1
1) Untuk mengetahui apa saja teknik-teknik dasar yang harus dimiliki
oleh seorang konselor.
1.4.Manfaat Penulisan
Kami berharap semoga dengan makalah ini kami beserta pembaca bisa
menambah wawasan tentang apa saja teknik-teknik dasar konselor serta
hal-hal apa saja yang berkaitan dengannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut sebagai basic


skill dalam praktik konseling. Bagi seorang konselor, mengasah
keterampilan dasar konseling adalah hal yang mutlak diperlukan. Sebab,
dalam proses konseling penguasaan teknik merupakan kunci keberhasilan
untuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus
mampu merespon klien dengan terknik yang benar, sesuai dengan keadaan
klien saat ini.

2.1.Melayani (Attending)
Carkhuff (1983) menyatakan bahwa melayani klien secara pribadi
merupakan upaya yang dilakukan konselor dalam memberikan perhatian
secara total kepada klien. Hal ini ditampulkan melalui sikap tubuh dan
ekspresi wajah.
Berikut ini dikemukakan sikap melayani (attending) yang baik, yakni:
1) Kepala : Melakukan anggukan jika setuju.
2) Ekspresi wajah : Tenang, ceria, dan senyum.
3) Posisi tubuh : Agak condong ke arah klien, jarak dekat
dengan klien, duduk berhadapan /
berdampingan.
4) Tangan : Variasi gerakan tangan / lengan berubah-ubah,
sebagai isyarat untuk menekankan ucapan.
5) Mendengar aktif : Penuh perhatian, menunggu ucapan klien
hingga selesai, perhatian terarah pada lawan
bicara.

Attending yang baik dibutuhkan untuk :

a) Meningkatkan harga diri klien


b) Menciptakan suasana yang aman

3
c) Mempermudah ekspresi perasaan klien yang bebas
Berikut perilaku melayani (attending) yang tidak baik dilakukan, yakni:
1) Kepala : Kaku.
2) Muka : Kaku, ekspresi melamun, mengalihkan
pandangan, tidak melihat saat klien sedang
bicara, mata melotot.
3) Posisi Tubuh : Tegak kaku, bersandar, miring, jarak duduk
dengan klien menjauh, duduk kurang akrab,
dan berpaling.
4) Memutuskan Berbicara terus tanpa ada teknik diam untuk
Pembicaraan : memberi kesempatan klien berpikir dan
berbicara.
5) Perhatian : Terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

2.2.Empati (Empathy)
Empati dapat diartikan sebagai kemampuan konselor untuk dapat
merasakan dan menempatkan dirinya di posisi klien. Pertama konselor
harus mengobservasi tingkah lakunya. Terutama konselor harus
memerhatikan postur klien dan ekspresi wajahnya. Konselor harus
mendengarkan secara hati-hati apa yang dikatakan oleh klien. Dan yang
paling penting adalah konselor harus dapat memahami perasaan yang
diekspresikan oleh klien.
Contoh:
Klien : “Saya merasa sedih sekali karena setiap pria yang
menikahi saya sellau memutuskan untuk menceraikan saya”
Konselor : “ehmm...Saya dapat memahami perasaan Anda saat ini...”
2.3.Refleksi (Reflection)
Refleksi didefinisikan sebagai upaya konselor dalam memperoleh informasi
lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien dengan cara
memantulkan kembali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Dalam hal
ini, seorang konselor dituntut untuk menjadi pendengar yang aktif. Dalam

4
proses mendengarkan terdapat unsur menyimak, yang berarti konselor harus
memerhatikan sugguh-sungguh pesan yang disampaikan oleh klien.
Ada tiga jenis refleksi, yaitu:
1) Reflecting feeling (Merefleksi perasaan)
Pada refleksi perasaan, konselor mencerminkan kembali perasaan yang
disampaikan oleh klien.
Contoh:
Klien : “Saya begitu yakin akan menamatkan sekolah pada usia
sekarang. Tetapi saya gagal menyelesaikannya. Saya
merasa bodoh.”
Konselor : “Jadi, kegagalan itu yang menyebabkan Anda merasa
bodoh?”
2) Reflecting Meanings (Refleksi Makna)
Refleksi makna yakni apabila perasaan dan fakta dicampurkan dalam
suatu respons yang akurat.
Contoh:
Klien : “Pacar saya terus menerus bertanya saya sedang apa,
dimana, sama siapa, dan selalu mencurigai saya”
Konselor : “Anda merasa jengkel karena dia tidak percaya dengan
Anda.”
3) Summative Reflection (Refleksi Sumatif)
Mengungkapkan kembali secara singkat tema dan perasaan utama yang
diekspresikan pembicara selama durasi percakapan yang lebih lama dari
pada yang terliput oleh bentuk refleksi lainnya.
Menurut Bolton (2002), kalimat berikut dapat digunakan untuk memulai
refleksi sumatif:
“Tema yang selalu Anda ulangi seperti adalah.....”
“Marilah kita melakukan rekapitulasi dari apa yang sudah kita
bicarakan sejauh ini....”
“Saya memikirkan apa yang Anda katakan. Saya melihat suatu pola dan
saya ingin mengeceknya. Anda.....”

5
Ciri-ciri respons refleksi:
a. Tidak menilai (nonjudgmental)
b. Refleksi akurat dari apa yang dialami oleh pihak yang lain
c. Ringkas
d. Kadang lebih banyak kata-kata yang terucap
2.4.Eksplorasi (Eksploration)
Eksplorasi adalah suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan,
pengalaman, dan pikiran klien. Hal ini penting, karena kebanyakan klien
menyimpan rahasia batin, menutup menutup diri, dan tidak mampu
mengemukakan pendapatnya dengan terus terang.
Jenis refleksi eksplorasi :
1) Eksplorasi perasaan
Yaitu keterampilan untuk menggali perasaan klien yang tersimpan.
Konselor dapat menggunakan kalimat-kalimat berikut ini untuk memulai
keterampilan eksplorasi perasaan.
“Bisakah Saudara menjelaskan bagaimana perasaan bingung yang Anda
maksudkan?”
“Saya kira, rasa sedih Anda begitu dalam pada peristiwa tersebut.
Dapatkah Anda kemukakan perasaan Anda lebh jauh?”
2) Eksplorasi pengalaman
Yaitu keterampilan konselor untuk menggali pengalaman yang dialami
oleh klien.
Contoh:
“Saya terkesan dengan pengalaman yang Andaa lalui. Namun Saya ingin
memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya
terhadap pendidikan Anda.”
3) Eksplorasi pikiran
Adalah keterampilan konselor untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat
klien. Dalam mengoperasikan keterampilan ini konselor dapat
menggunakan kalimat berikut.
“Saya yakin Anda dapat menjelaskan lebih jauh tentang apa pendapat
Anda tentang hadirnya ibu tiri dalam rumah Anda”

6
“Saya kira, pendapat Anda mengenai hal itu sangat baik sekali, dapatkah
Anda menguraikannya lebih lanjut?”
2.5.Menangkap Pesan Utama (Paraphrasing)
Adakalanya klien mengalami kesulitan untuk menyampaikna
permasalahannya secara jelas dan terus terang kepada konselor. Untuk
itulah diperlukan kemampuan konselor untuk dapat menangkap pesan
utama yang disampaikan oleh klien. Hal ini sangat penting dan diperlukan
karena terkadang klien mengemukakan perasaan, pikiran, dan
pengalamannya,secara berbelit-belit, berputar-putar, atau terlalu panjang.
Intinya adalah konselor dapat menyampaikan kembali inti pernyataan klien
secara lebih sederhana. Menangkap pesan utama (paraphrasing) yang baik
adalah dengan teliti mendengarkan pesan utama klien, nyatakan kembali
dengan ringkas, amati respon klien terhadap konselor.
Pada dasarnya, ada empat tujuan utama dari teknik paraphrasing, yaitu:
1) Untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia,
dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien .
2) Mengendapkan apa yang dikemukakan klien secara lebih ringkas.
3) Memberikan arah wawancara konseling.
4) Pengecekan kembali persepsi konselor tentang apa yang dikemukakan
klien.
Contoh:
Klien : “Biasanya dia selalu menanyakan bagaimana hari-hari
saya setiap harinya, apa saja yang terjadi hari ini, namun
sudah tiga hari ini dia tidak menanyakan hal tersebut. Dia
juga tidak mengirim pesan apapun kepada saya.”
Konselor : “Adakah yang akan anda katakan bahwa perilakunya dia
berubah?”
2.6.Bertanya terbuka (Open Question)
Pertanyaan terbuka sangat diperlukan untuk memunculkan pernyataan-
pernyataan baru dari klien. Untuk memulai bertanya sebaiknya jangan
menggunakan kata “mengapa” dan “apa sebabnya”. Sebaiknya gunakanlah

7
kata-kata berikut untuk mengawali pertanyaan, yaitu: apakah, bagaimana,
adakah, bolehkah, dan dapatkah.

Contoh:
“Bagaimana perasaan Ibu ketika melihat dia benar-benar kecanduan obat
terlarang itu?”
“Usaha apa yang telah Ibu lakukan untuk mengatasi ketergantungan pada
obat terlarang itu?”
2.7.Bertanya tertutup (Closed Question)
Yaitu bentuk-bentuk pertanyaan yang sering dijawab dengan singkat oleh
klien seperti “ya” atau “tidak”.
Adapun tujuan dari pertanyaan tertutup, yakni:
 Untuk mengumpulkan informasi
 Untuk memperjelas sesuatu
 Untuk menghentikan omongan klien yang melantur atau menyimpang
jauh.
Contoh:
Konselor : Apakah Anda memutuskan dia saat itu juga?
Klien : Ya.
Konselor : Apakah Anda masih mencintainya?
Klien : Ya.
Konselor :Lantas, kenapa Anda memutuskan dia?
Klien : Saya kecewa.
2.8.Dorongan minimal (Minimal Encouragement)
Adalah suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah
dikatakan klien. Upaya utama seorang konselor adalah agar klien selalu
terlibat dalam pembicaraan dan membuka dirinya pada konselor. Dorongan
ini diucapkan dengan kata-kata singkat seperti oh…ya…terus…dan… Hal
ini bertujuan membuat klien semakin semangat untuk menyampaikan
masalahnya dan mengarahkan pembicaraan agar mencapai sasaran dan
tujuan konseling.
Contoh:

8
Klien : “Sehabis putus dengannya Saya merasa Kehilangan
seseorang yang berarti dalam hidup saya”
Konselor : “Oh..”
Klien : “Saya ingin kembali bersama dia”
Konselor : “Terus..”
Klien : “Tapi saya tidak yakin dia bakal nerima Saya lagi”
Konselor : “Coba dulu...”

2.9.Interpretasi
Seorang konselor harus menggunakan teori-teori konseling dan
menyesuaikannya dengan permasalahan klien. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya subjektivitas dalam hubungan konseling. Adapun
tujuan teknik ini adalah untuk memberikan rujukan dan pandangan atas
perilaku klien agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman dan
hasil rujukan baru tersebut.
Contoh:
Klien : “Saya pikir lebih baik saya mati saja. Tidak ada gunanya
lagi saya hidup. Semua orang mengucilkan saya.”
Konselor : “Hidup ini membutuhkan keberanian kita untuk
menjalaninya. Kalau Anda berpikir bahwa hidup Anda telah
dikucilkan oleh semua orang, itu tidak benar. Anda
sendirilah yang membuat Anda terkucil melalui pemikiran
Anda yang seperti itu. Jika saja Anda berani menghadapi
kenyataan bahwa Anda menyesal atas perbuatan Anda, dan
Anda yakin Anda ingin berubah lebih baik, inilah saatnya
Anda membuktikannya pada semua orang. Bukankah
begitu?”
2.10.Mengarahkan (Directing)
Adalah suatu keterampilan yang mengatakan kepada klien agar dia berbuat
sesuatu, atau dengan kata lain mengarahkannya agar melakukan sesuatu.
Konselor harus memiliki kemampuan mengarahkan agar dapat mengajak
klien berpartisipasi secara penuh dalam proses konseling. Tujuannya agar

9
klien bersedia melakukan sesuatu, misalnya menyuruh klien untuk bermain
peran dengan konselor, atau mengkhayalkan sesuatu.
Contoh:
Klien : “Suami saya sering mengucapkan kata-kata yang kasar
dan kotor pada saya. Itu membuat saya tersakiti.”
Konselor : “Bisakah Anda memperagakannya di hadapan saya terkait
bagaimana cara suami Anda ketika dia memarahi Anda.”
2.11.Menyimpulkan sementara (Summarizing)
Hasil percakapan antara konselor dan klien hendaknya disimpulkan
sementara oleh konselor, tujuannya adalah untuk memberikan gambaran
kilas balik (feedback) atas hal-hal yang telah dibicarakan, menyimpulkan
kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, untuk meningkatkan kualitas
diskusi, serta mempertajam atau memperjelas fokus pada wawancara
konseling.
Contoh:
Konselor: “Setelah kita berdiskusi beberapa waktu, alangkah baiknya jika
kita simpulkan dahulu agar jelas hasil pembicaraan yang telah kita lalui.
Berdasarkan pembicaraan yang telah kita lakukan, kita sudah sampai
kepada dua hal: Pertama, tekad Anda untuk bekerja sambil kuliah makin
jelas; Kedua, namun hambatan yang akan Anda hadapi, seperti yang Anda
bilang tadi, ada beberapa hal, yaitu: sikap orangtua yang menginginkan
Anda segera menyelesaikan studi, dan waktu bekerja yang penuh
sebagaimana yang dituntut oleh perusahaan yang Anda masuki. Benarkah
demikian?”
2.12.Memimpin (Leading)
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa adakalanya klien
terlalu berbelit-belit menyammpaikan permasalahannya bahkan melantur
dari inti permasalahan, dalam hal ini seorang konselor diharapkan
memiliki keterampilan untuk memimpin percakapan agar klien tidak
menyimpang dari fokus pembicaraan, agar arah pembicaraan lurus kepada
tujuan konseling sehingga tujuan konseling yang utama dapat tercapai
sesuai sasarannya.

10
Contoh:
Klien : “Saya memang tidak lagi menyukainya. Itu mungkin
salah…tapi bagaimana bila saya bekerja di tempat yang
jauh? Yah..walapun sebenarnya saya juga ingin menikah
dalam waktu dekat.”
Konselor : “Bagaimana bila kita membicarakannya satu persatu
dahulu. Tadi Anda katakan bahwa Anda tidak lagi
mencintainya. Bagaimana Anda tidak menyukainya lagi?”
2.13.Konfrontasi
Adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya
diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dan bahasa badan
(perbuatan) ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan
dan sebagainya.
Adapun tujuan dari konfrontasi adalah:
 Mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur
 Meningkatkan potensi klien
 Membawa klien kepada kesadaran adanya diskrepansi, konflik, atau
kontradiksi dalam diri.

Contoh:

Klien : “sebenarnya dia tidak menyakiti saya (wajah murung,


tangan digenggam, ekspresi sedih).”

Konselor : “Anda mengatakan bahwa dia tidak menyakiti Anda, tapi


mengapa saya melihat wajah Anda begitu sedih ketika
mengatakan hal tersebut?”

2.14.Menjernihkan (Clarifying)
Ketika klien menyampaikan permasalahannya dengan kurang jelas atau
samar-samar bahkan dengan keraguan, maka tugas konselor adalah
melakukan klarifikasi untuk memperjelas apa sebenarnya yang ingin
disampaikan oleh klien. Konselor harus melakukannya dengan bahasa dan
alasan yang rasional sehingga mudah dipahami oleh klien.
Contoh:

11
Klien : “ Saya tidak mengerti mana yang harus saya ikuti? Ego
saya apa hati saya?”
Konselor : “Bisakah Anda sampaikan kepada saya, diantara kedua
hal tersebut mana yang bisa membuat anda menjadi lebih
lega?”
2.15.Memudahkan (Facilitating)
Adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan
mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan
pengalamannya secara bebas. Sehingga komunikasi dan partisipasi
meningkat dan proses konseling berjalan efektif.
Contoh:
Konselor : “Silahkan Anda akan berbicara apa yang ingin anda
bicarakan, saya akan mendengarkan dengan sebaik –
baiknya.”
2.16.Diam (Silent)
Dalam proses konseling, adakalanya seorang konselor perlu untuk
bersikap diam. Adapun alasan konselor melakukan hal ini dapat
dikarenakan konselor yang menunggu klien berpikir, bentuk protes karena
klien bicara dengan berbelit-belit atau menunjang perilaku attending dan
empati sehingga klien bebas bicara. Diam disini bukan berarti tidak ada
komunikasi, melainkan melalui nonverbal.
Contoh:
Klien : “Saya tidak akan menemuinya lagi…dan saya akan
berusaha untuk melupakannya”
Konselor : “…”(diam)
Klien : “Saya…saya harus bagaimana…apa yang harus saya
lakukan...saya tidak tahu…”
Konselor : “……”(diam).
2.17.Mengambil inisiatif
Konselor harus dapat mengambil inisiatif apabila klien kurang
bersemangat untuk berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif.
Konselor mengucapkan kata-kata yang mengajak klien untuk berinisiatif

12
dalam menuntaskan diskusi. Selain itu, inisiatif juga diperlukan apabila
klien kehilangan arah pembicaraannya.
Contoh:
Konselor: “ Bukankah sebelumnya Anda mengatakan ingin segera
menyelesaikan masalah Anda. Tetapi mengapa sekarang Anda lebih
banyak diam?”
2.18.Memberi nasihat
Pemberian nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Meskipun
demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya, apakah pantas
untuk memberi nasihat atau tidak.
Contoh:
Konselor : “Seperti yang kita ketahui, Anda adalah orang yang paling
mengetahui bagaimana bersikap lebih baik kepada suami
Anda sendiri. Menurut Anda apakah saya pantas untuk
memberikan pandangan kepada Anda?”
2.19.Memberikan informasi
Pemberian informasi dalam hal ini perlu keterbukaan dan kejujuran , bila
konselor mengetahui informasi ataukah tidak sebaiknya tidak melayani
klien tetapi diarahkan ketempat yang lebih sesuai / ke sumber informasi
tersebut agar lebih jelas.
Contoh:
Konselor : “Sebelumnya saya mohon maaf, kalau Anda menanyakan
tentang cara mengatasi pengobatan diabetes, saya sama
sekali tidak mengetahui obatnya. Bagaimana bila Anda
menanyakan langsung kepada Dokter saja.”
2.20.Merencanakan
Tahap perencanaan disini maksudnya adalah membicarakan kepada klien
hal-hal apa yang akan menjadi program atau aksi nyata dari hasil
konseling. Tujuannya adalah menjadikan klien produktif bagi kemajuan
dirinya setelah mengikuti konseling.
Contoh:

13
“Proses konseling ini telah berakhir, lalu rencana apakah yang akan Anda
lakukan setelah ini...”
2.21.Menyimpulkan
Bersamaan dengan berakhirnya sesi konseling, maka sebaiknya konselor
membantu klien untuk menyimpulkan hasil pembicaraan secara
keseluruhan yang menyangkut tentang bagaimana keadaan/perasaan klien
terutama mengenai kecemasan sebelum dan sesudah mengikuti proses
konseling. Selain itu, bantulah klien untuk memantapkan rencana-rencana
yang telah disusunnya.
Contoh:
“Saya rasa Anda telah mengalami beberapa kemajuan yang berarti, oleh
karenanya bisakah kita buat kesimpulan akhir dari pembicaraan kita
ini?.”

Kemampuan dasar konseling tersebut diatas merupakan panduan bagi para


konselor dalam melakukan proses konseling. Oleh karenanya, kemampuan dasar
tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja oleh konselor. Kemampuan dasar tersebut
tidak bersifat mengikat dan baku, sehingga konselor dapat memvariasikannya
dengan kemampuan dasar lain jika diperlukan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan pembahasan diatas, dapat kami simpulkan


bahwasannya dalam Proses konseling seorang konselor harus memiliki
berbagai keterampilan atau teknik-teknik konseling guna menciptakan
respon yang lebih reflektif yang digunakan dalam proses konseling.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor antara lain yaitu: Sikap
Attending, Empati, Refleksi, Eksplorasi, Menangkap Pesan Utama
(Paraphrasing), Pertanyaan Terbuka (Opened Question), Pertanyaan
tertutup (Closed Question), Dorongan minimal (Minimal Encouragement),
Interpretasi, Mengarahkan (Directing), Menyimpulkan sementara
(Summarizing), Memimpin (Leading), Konfrontasi, Menjernihkan
(Clarifying), Memudahkan (Facilitating), Diam, Mengambil inisiatif,
Memberi nasehat, Pemberian informasi, Merencanakan, dan
Menyimpulkan.

Teknik-teknik tersebut tidak bersifat mengikat dan baku, sehingga


konselor dapat memvariasikannya dengan teknik-teknik lain jika
diperlukan.

3.2.Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, Teknik-teknik dalam proses
konseling sangat penting untuk dipelajari dan dipahami oleh seorang
konselor di karenakan dengan mengetahui dan mempelajari teknik-teknik
tersebut, konselor mampu berpikir dengan baik dalam mengambil sebuah
keputusan dengan bijak sehingga cara ataupun metode yang digunakan
dalam menyelesaikan permasalahan dapat membantu, dan dapat
mengarahkan klien agar menyadari dan mengembangkan potensi-potensi
dirinya supaya bisa menentukan tujuan hidup.

15
DAFTAR PUSTAKA

Latipun. (2015). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press.


Lumongga, Namora Lubis. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling.
Jakarta: Kencana.

16

Anda mungkin juga menyukai