Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya yang berjudul “Perencanaan Program Intervensi Perubahan Perilaku di Sekolah”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi nilai tugas untuk mata kuliah Promosi
Kesehatan Intermediet. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.
Harapan kami, makalah ini dapat menambah informasi dan wawasan bagi para pembaca
terkait Perencanaan Program Intervensi Perubahan Perilaku di Sekolah.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Millennium Development Goals atau disingkat dalam MDGs yang merupakan hasil
kesepakatan kepala Negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) telah dijalankan mulai September 2000, dan memiliki beberapa sasaran, salah satunya
yaitu tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015.
Pencapaian kesejahteraan rakyat didukung oleh kesehatan masyarakat salah satunya meliputi
kesehatan anak-anak. Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals,
disingkat MDGs), pada 2015 agenda pembangunan global ini resmi berakhir. Sebagai
gantinya, 193 negara, termasuk Indonesia, bersepakat mengadopsi agenda pembangunan
global baru yang dikenal dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan.
Di Indonesia, dari tahun ke tahun, sentral pembangunan tidak terlepas dari
pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Kesehatan yang merupakan salah satu
dimensi pembangunan manusia juga termasuk dalam agenda prioritas pembangunan 2015-
2019 (Nawa Cita Presiden). Sebagaimana diketahui bahwa kesehatan yang baik merupakan
dasar terciptanya sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.
Promosi kesehatan menjadi langkah strategis dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Tidak hanya di lingkup masyarakat, promosi kesehatan di sekolah menjadi
wadah yang baik dalam komunikasi, informasi dan edukasi kesehatan pada anak dan remaja.
Promosi kesehatan melalui komunitas sekolah cukup efektif untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat. Promosi kesehatan di
sekolah merupakan suatu upaya menciptakan sekolah menjadi suatu komunitas yang mampu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekolah melalui 3 kegiatan utama, yakni
penciptaan lingkungan sekolah yang sehat, pemeliharaan dan pelayanan di sekolah, dan
upaya pendidikan yang berkesinambungan. Ketiga kegiatan tersebut di kenal dengan Trias
UKS. Sebagai suatu institusi pendidikan, sekolah mempunyai peranan dan kedudukan
strategis dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar anak usia
5-19 tahun terpajan dengan dunia pendidikan dalam jangka waktu yang cukup lama. Jumlah
usia 7-12 tahun berjumlah 25.409 jiwa dan sebanyak 25.267.914 anak (99.44%) aktif dalam
proses belajar. Untuk anak kelompok 13-15 tahun berjumlah 12.070.200 jiwa dan sebanyak
10.438.667 anak (86.5 %) aktif dalam sekolah (Depdiknas, 2007). Dari segi populasi promosi
kesehatan di sekolah dapat menjangkau 2 jenis populasi yaitu populasi anak sekolah dan
masyarakat umum/keluarga. Promosi kesehatan di sekolah membantu meningkatkan
kesehatan siswa, guru, karyawan, keluarga serta masyarakat sekitar, sehingga belajar
mengajar berlangsung lebih produktif.
Setiap anak usia sekolah dan remaja harus diberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan anak usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud ditujukan agar setiap anak
memiliki kemampuan berperilaku hidup bersih dan sehat, memiliki keterampilan hidup sehat,
dan keterampilan sosial yang baik sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara
harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pelayanan kesehatan
anak usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dilakukan paling sedikit melalui usaha
kesehatan sekolah (UKS) dan pelayanan kesehatan peduli remaja. Pelayanan kesehatan pada
anak sekolah dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan melibatkan guru pembina UKS, guru
bimbingan dan konseling, kader kesehatan sekolah dan konselor sebaya. Usaha kesehatan
sekolah meliputi kegiatan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan
lingkungan sekolah sehat. UKS dilaksanakan melalui koordinasi dengan lintas program dan
lintas sektor. Pelayanan kesehatan melalui UKS dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Komunikasi, informasi dan edukasi diberikan kepada semua anak usia sekolah dan
remaja yang dapat disampaikan oleh tenaga kesehatan, guru usaha kesehatan sekolah, guru
pembimbing dan konseling serta konselor sebaya. Komunikasi, informasi dan edukasi dapat
dilakukan dengan ceramah tanya jawab, kelompok diskusi terarah dan diskusi interaktif
dengan menggunakan sarana dan media komunikasi, informasi dan edukasi. Materi
pemberian komunikasi, informasi dan edukasi dapat meliputi, perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), tumbuh kembang anak usia sekolah dan remaja (Anemia), kesehatan reproduksi,
imunisasi, Keswa dan NAPZA, Gizi, Penyakit menular termasuk HIV/AIDS dan lain-lain.
Dewasa ini, Indonesia sedang mengangkat isu nasional terkait kesehatan yakni
“Stunting” atau kondisi gagal tumbuh pada anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan
gizi kronis yang tentu akan berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia Indonesia ke
depan. Proporsi stunting di Indonesia, diketahui sebesar 29.9% (Riskesdas, 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Salah satu penyebab
stunting adalah ibu hamil yang mengalami anemia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
Indonesia tahun 2018 (Riskesdas) proporsi anemia pada ibu hamil sebesar 48.9% yang
meningkat dibanding data Riskesdas tahun 2013 yakni sebesar 37.1%. Jika dilihat
berdasarkan umur, kasus anemia tertinggi berada di rentang umur remaja yakni 15 hingga 24
tahun, yaitu sebesar 84.6%. Menjelang bonus demografi, menjadi keuntungan bagi Indonesia
jika mempersiapkan kaum muda berkualitas. Remaja putri yang merupakan calon ibu akan
melahirkan generasi penerus bangsa. Tidak hanya berdampak panjang terhadap kualitas
generasi di masa mendatang, kejadian anemia pada remaja berdampak pada proses belajar di
sekolah yang menjadi tidak maksimal. Faktor-faktor terkait kasus kehamilan remaja yang
meningkat serta pola makan yang tidak seimbang dan perilaku diet yang buruk karena
mengikuti tren menjadi batu sandungan bagi kesehatan ibu dan anak di masa mendatang,
sehingga penting untuk melakukan intervensi kesehatan dimulai saat remaja untuk memutus
siklus masalah gizi.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, penting untuk melakukan
perencanaan program intervensi perubahan perilaku di sekolah dalam rangka pencegahan
anemia pada remaja putri usia sekolah.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari perencanaan program intervensi kesehatan di sekolah
adalah tersedianya metode intervensi yang tepat dalam upaya perubahan perilaku pada
remaja sehingga meningkatkan kesehatannya dan terhindar dari anemia.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan anemia pada remaja
b. Menimbulkan kesadaran untuk menjaga kesehatan dan gizi
c. Menciptakan perubahan perilaku remaja
C. Manfaat
1. Jangkauan kegiatan intervensi promosi kesehatan jelas dan terorganisir dengan baik
2. Memusatkan perhatian pada tujuan promosi kesehatan yang ingin dicapai.
3. Menjadi dasar bagi pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan penilaian upaya promosi
kesehatan di sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Promosi Kesehatan
1. Pengertian Promosi Kesehatan
Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan adalah segala bentuk
kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan
organisasi, yang direncanakan untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor
utama yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap
seseorang;
b. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas
yang mendukung terjadinya perubahan perilaku;
c. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk
mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan-peraturan
dan surat keputusan.
Beberapa model telah dikembangkan untuk membantu para praktisi membuat konsep dan
melakukan perencanaan intervensi promosi kesehatan. Model tersebut memecah proses perencanaan
menjadi sejumlah tugas yang saling tergantung. Beberapa model yang paling umum digunakan
diantaranya:
A. PRECEDE-PROCEED
• Diusulkan oleh Green dan Kreuter (2005), model PRECEDE-PROCEED membedakan antara
tahap perencanaan dan tahap implementasi intervensi.
• PRECEDE adalah sebuaha akronim yang digunakan untuk menggambarkan tahap
perencanaan dan pengembangan model, yaitu Predisposing, Reinforcing, dan Constructs
yang memungkinkan dalam diagnosis dan evaluasi Ekologis.
• PROCEED adalah akronim yang digunakan untuk menggambarkan implementasi strategi dan
tahapan evaluasi, yaitu Policy, Regulatory, and Organizational Constructs in Educational
and Environmental Development. (Kebijakan, Peraturan, dan Konstruksi Organisasi dalam
Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan.)
• Model PRECEDE-PROCEED menekankan bahwa, agar intervensi efektif, faktor penentu
penyebab perilaku kesehatan harus diidentifikasi sebelum intervensi dirancang. Dengan
demikian, terdapat tiga kategori faktor yang dapat berkontribusi terhadap perilaku kesehatan
diantaranya :
1. Faktor predisposisi, yang memotivasi individu atau kelompok untuk mengambil
tindakan, seperti pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai, dan norma budaya;
2. Faktor-faktor yang memungkinkan, yang mewakili keterampilan pribadi dan sumber
daya yang tersedia yang diperlukan untuk melakukan perilaku; dan
3. Memperkuat faktor, memberikan insentif untuk perilaku kesehatan dan hasil yang
harus dipertahankan.
B. PABCAR
Model PABCAR adalah alat praktis untuk melakukan perencanaan program kesehatan yang
dikembangkan oleh Maycock et al. (2001). PABCAR adalah akronim dari lima langkah kunci yang
diusulkan oleh model yaitu
Kerangka Perencanaan untuk Praktik Kesehatan Masyarakat (NPHP, 2000) adalah alat untuk
meningkatkan perencanaan dan manajemen dalam kesehatan masyarakat, mengambil dari elemen-
elemen umum dalam proses perencanaan yang ada dalam kesehatan masyarakat untuk dapat
menghasilkan ketelitian dan konsistensi dalam perencanaan intervensi. Kerangka kerja ini mencakup
enam langkah diantaranya :
• Identifikasi faktor penentu masalah kesehatan, konteks di mana mereka beroperasi, dan
kelompok populasi yang terkena dampak;
• Menilai risiko dan manfaat yang ditimbulkan oleh masing-masing penentu untuk
mengidentifikasi apa yang harus ditangani;
• Identifikasi opsi intervensi dan menaksirnya, termasuk tingkat bukti untuk efektivitasnya;
• Tentukan portofolio intervensi yang dapat mengatasi masalah;
• Menerapkan portofolio;
• Mengevaluasi portofolio.
C.ASTOR
ASTOR adalah cara mengingat lima dimensi yang perlu didefinisikan sebagai bagian dari
perencanaan semua intervensi promosi kesehatan. Dimensi tersebut adalah Aim, Setting, Target,
Objectives, and Resources (Tujuan, Pengaturan, Target, Tujuan, dan Sumber Daya). Intervensi dapat
direncanakan dengan memulai salah satu dari lima dimensi. Pertanyaan yang membantu menentukan
dimensi ini, menggunakan titik awal yang berbeda, diantaranya :
Menentukan Tujuan
Tujuan adalah pernyataan luas tentang perubahan apa yang ingin dicapai oleh suatu
intervensi. Tujuan promosi kesehatan secara keseluruhan biasanya luas dan dapat dicapai
hanya melalui beberapa pelengkap intervensi yang dikelompokkan bersama menjadi satu
program, bukan oleh satu intervensi saja. Setiap intervensi perlu memiliki tujuan yang jelas
yang berkontribusi pada program. Misalnya, tujuan keseluruhan dari program makan sehat
mungkin untuk mengurangi obesitas pada anak-anak. Tujuan dari proyek yang merupakan
salah satu elemen dari program ini, seperti proyek pendidikan gizi berbasis sekolah, mungkin
untuk meningkatkan pengetahuan kaum muda tentang makan sehat. Suatu proyek mungkin
memiliki lebih dari satu tujuan.
Menentukan Sasaran
Ketika memutuskan tujuan intervensi promotor kesehatan harus menentukan
sasarannya. sasaran menggambarkan bagaimana kita akan mencapai tujuan. Cara berpikir
sederhana tentang sasaran yang jelas adalah model SMART. Ini singkatan untuk :
● Spesifik : Dengan output yang jelas dan terdefinisi
● Measurable (Dapat diukur): Kita akan dapat mengetahui kapan kita telah mencapai hasil
ini
● Agreed (Setuju) : Output disepakati sebelumnya
● Realistis : Keluaran tidak bergantung pada faktor-faktor lain yang tidak
mungkin terjadi
● Time-Limited (Terbatas waktu) : output akan terjadi dalam waktu yang ditentukan
.
Menentukan metode berdasrkan Teori Promosi kesehatan
Ketika memutuskan suatu metode yang akan digunakan dalam promosi kesehatan,
promotor kesehatan harus menentukan teori yang mendukung asumsi bahwa metode yang
digunakan akan mencapai tujuan. Teori dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang
terorganisasi secara sistematis yang dapat diterapkan dalam berbagai keadaan yang relatif
luas yang dirancang untuk menganalisis, memprediksi, atau menjelaskan dengan bijak sifat
atau perilaku serangkaian fenomena tertentu yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
tindakan (Van Ryn dan Heany, 1992). Karena banyak teori yang digunakan dalam promosi
kesehatan belum diuji secara ketat dibandingkan dengan, misalnya, teori yang digunakan
dalam ilmu fisika, mereka menyebutnya sebagai 'model'.
Tabel 2.1 Teori yang mendukung Promosi Kesehatan
Area Perubahan Teori atau Model
- Tindakan sosial
- Pengembangan masyarakat
• Difusi inovasi
Model yang menjelaskan pengembangan dan • Kerangka kerja untuk kebijakan publik
implementasi kebijakan publik yang sehat yang sehat - kesehatan dalam semua
kebijakan
• Penilaian dampak kesehatan
e. Penelitian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian
program promosi kesehatan. Bagi sektor terkait, penelitian merupakan akses untuk
masuk dalam mengembangkan promosi kesehatan di sekolah baik secara nasional
maupun regional, disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa
sekolah.
Tabel 1. Batas Normal Kadar Hemoglobin Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Program penanggulangan anemia yang selama ini lebih terfokus pada ibu hamil,
padahal remaja putri adalah calon ibu yang harus sehat agar melahirkan bayi sehat
sehingga akan tumbuh dan berkembang menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan
berkualitas dengan harapan. Program yang ditargetkan kepada wanita usia reproduktif
merupakan intervensi yang sangat strategis dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia Indonesia. Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat diamati dari
besarnya angka kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan dan
kematian janin, serta peningkatan resiko terjadinya berat badan lahir rendah. Secara
khusus, kontrol anemia pada wanita usia subur sangat penting untuk mencegah bayi lahir
rendah berat badan dan kematian perinatal dan ibu, serta prevalensi penyakit di kemudian
hari. Anemia saling terkait dengan lima global lainnya target gizi (stunting, berat badan
lahir rendah, masa kanak-kanak, kelebihan berat badan, pemberian ASI eksklusif dan
wasting). Oleh karena itu dalam pembuat kebijakan untuk melakukan investasi yang
diperlukan pada anemia sekarang sebagai sarana untuk mempromosikan modal manusia
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara mereka dan jangka panjang kesehatan,
kekayaan dan kesejahteraan.
2. Kebiasaan Merokok
Tembakau adalah penyebab utama kematian yang dapat dicegah dan lebih dari
lima juta orang meninggal secara global akibat dampak tembakau setiap tahun, lebih
banyak daripada HIV / AIDS, malaria, dan TBC. Setiap delapan detik seseorang, di suatu
tempat di dunia, meninggal sebagai akibatnya penggunaan tembakau.
a. Dilaporkan bahwa pada tahun 2030, jumlah kematian kemungkinan akan melebihi
delapan juta per tahun.
b. Hal ini juga menimbulkan kembali masalah kesehatan utama di India juga.
c. Telah dilaporkan bahwa ada kecenderungan peningkatan kebiasaan merokok di
antara para layanan kesehatan siswa yang meneliti pendidikan kesehatan, seperti anak
muda lainnya. Sedikit perhatian telah diberikan pada konteks kapan dan bagaimana
layanan kesehatan siswa mengalami perubahan sikap dan perilaku sehubungan
dengan kebiasaan merokok mereka sendiri dan konsumsi alcohol.
d. Terlebih lagi, profesional kesehatan, yang kebetulan adalah promotor kesehatan /
pendidik & peran model kesehatan untuk masyarakat di masa depan dapat memiliki
dampak negatif di masyarakat jika mereka sendiri terlibat dalam praktek konsumsi
tembakau.
Meskipun sebagian besar masyarakat mengetahui bahaya merokok, karena papan
iklan rokokpun menyampaikan hal tersebut, namun kebiasaan merokok tetap banyak
dilakukan di masyarakat. Yang lebih menyedihkan dari fenomena merokok adalah bahwa
kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa namun telah merambah ke remaja
bahkan siswa sekolah. Tidak hanya siswa SMA atau SMU, tetapi sudah merambah ke
siswa SMP bahkan siswa SD. Hasil penelitian yang dilakukan oleh karang taruna
Kelurahan Mojosongo, diketahui bahwa sebanyak 60% siswa SD di Mojosongo
menyatakan pernah merokok (Septiyaning, 2013). Berdasarkan hasil survey di SD
Sabrang Lor Mojosongo diketahui sebanyak 7 siswa SD kelas V dan VI pernah merokok.
Meskipun sebagian orang pertama kali merokok hanya untuk coba-coba atau ikut-ikutan
teman, namun selanjutnya dapat menjadi kebiasaan yang sulit dihentikan. Hal ini
disebabkan karena nikotin yang ada dalam rokok akan menyebabkan efek kecanduan.
Kenyataan adanya siswa SD yang telah merokok tentu membuat keprihatinan,
hal ini disebabkan karena rokok mempunyai sifat membuat orang kecanduan. Pada hal
usia SD merupakan usia yang masih belia, mereka adalah anak-anak bangsa yang
diharapkan kelak menjadi generasi penerus bangsa yang di pundak mereka nasib bangsa
ini akan ditentukan. Jika sejak kecil mereka sudah diracuni oleh rokok, maka hal ini akan
berpengaruh tidak hanya pada fisik mereka tetapi juga mental mereka. Jika anak-anak
sudah kecanduan rokok sejak kecil maka akan lebih sulit untuk dihentikan. Oleh karena
itu perlu dilakukan upaya untuk menghentikan kebiasaan ini pada anak SD yang sudah
pernah merokok dan mencegah terjadinya kebiasaan merokok pada siswa yang belum
pernah merokok. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan
pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang bahaya merokok.
Dengan demikian diharapkan mereka dapat menghentikan kebiasaan merokok dan
menghindari rokok bagi yang belum pernah mengkonsumsinya. Berdasarkan hasil
penelitian Puryanto, (2012) diketahui bahwa ada pengaruh yang signifikan antara sebelum
dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap siswa
tentang bahaya merokok. Penelitian lain juga membuktikan bahwa pendidikan kesehatan
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan siswa tentang bahaya merokok di SMAN 1
Manado (Tumigolung, 2013).
Perokok reguler di antara anak laki-laki berusia 15 sampai 19 tahun meningkat
dari 36,8% pada tahun 1997) menjadi 42,6% pada tahun 2000 (WHO, 2003). Data dari
survei tembakau pada anak sekolah usia 13 – 15 tahun Global Youth Tobacco Survey
(GYTS) yang dilakukan di 50 sekolah menunjukkan prevalensi pelajar yang pernah
merokok sebesar 33%, sedangkan prevalensi perokok saat ini (perokok tiap hari dan
kadang-kadang) diantara pelajar adalah 22% 4 . Data dari Susenas 2001 menunjukkan
bahwa persentase merokok pada usia 10 tahun ke atas di Jawa Barat adalah sebesar 31%,
dimana angka tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional (27.7%). Masih dari
hasil Susenas 2001, persentase usia mulai merokok tertinggi di Jawa Barat adalah pada
kelompok usia 15 – 19 tahun (62.9%), sedangkan persentase untuk usia mulai merokok
lebih muda, 10 – 14 tahun adalah 5.6%. Sementara data dari GYTStahun 2009
menunjukkan proporsi pernah merokok pada laki-laki usia 13 -15 tahun adalah sebesar
57.8% di populasi anak sekolah di Jawa dan Sumatra (Gambar 1).
Gambar 1. Proporsi (%) Perilaku Konsumsi Tembakau Anak Sekolah Usia 13-15 Tahun
3. Aktifitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor penting dalam memelihara kesehatan yang baik
secara keseluruhan. Menjadi aktif secara fisik memiliki manfaat kesehatan yang
signifikan, termasuk mengurangi resiko berbagai penyakit kronik, membantu mengontrol
berat badan dan mengembangkan kesehatan mental. Beberapa bentuk aktivitas fisik juga
bisa membantu memanajemen kondisi jangka panjang, seperti artritis dan diabetes tipe 2,
dengan mereduksi efek dari kondisi tersebut dan meningkatkan kualitas hidup
penderitanya (Healey, 2013).
Obesitas pada anak dan remaja telah menjadi masalah gizi yang makin menonjol
di Indonesia. Obesitas memiliki banyak konsekuensi dalam menyumbangkan berbagai
penyakit, termasuk diabetes mellitus, hipertensi, stroke, dan penyakit kardiovaskuler.
Kasus obesitas pada remaja lebih tinggi dan lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%)
dibanding laki-laki (3,1%). Pola perilaku makan dan aktivitas fisik diduga menjadi pemicu
utama tingginya prevalensi tersebut.
Factor diet dan pola aktivitas fisik mempunyai pengaruh kuat terhadap
keseimbangan energi. Diet tinggi lemak dan kalori, serta pola hidup kurang gerak
(sedentary lifestyles) berkaitan erat dengan peningkatan prevalensi obesitas. Pola perilaku
sedentary ini telah membawa konsekuensi berkurangnya aktivitas remaja saat ini.
4. Hygine dan Sanitasi Individu
Higiene adalah usaha kesehatan yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan
terhadap kesehatan manusia, mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh kondisi
lingkungan terhadap kesehatan manusia, mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
faktor lingkungan (Fathonah, 2006).
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subyeknya (Depkes RI, 2004). Misalnya menyediakan air
yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk
mewadai sampah agar tidak dibuang sembarangan. Higiene dan sanitasi mempunyai
hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Higiene dan
sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit pada manusia.
Faktor yang mempengaruhi higiene sanitasi adalah personal higiene atau
kesehatan perorangan adalah sikap bersih perilaku petugas penjamah makanan, agar
makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas penjamah makanan. Menurut
(Nurlaela, 2011) sikap bersih inilah yang harus disadari oleh para petugas penjamah
makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan orang banyak.
Higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan tradisional menunjukkan
bahwa sebesar 47,8% responden higiene perorangannya tidak baik, didapatkan 65,2%
responden memiliki sanitasi yang tidak baik dari peralatan yang digunakan oleh pedagang
makanan jajanan tradisional tersebut sehingga makanan yang dijual akan lebih mudah
terkontaminasi mikrorganisme (Agustina, 2009).
Kualitas makanan jajanan yang tidak memenuhi standar gizi termasuk sanitasi,
dapat menyebabkan berbagai penyakit menular, serta dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penyakit tidak menular, seperti kanker dan beberapa penyakit degenaratif
lainnya.
Kondisi higiene sanitasi akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap
pembelian makanan dan jajanan akan tetapi ada kalangan konsumen yang tidak
memperhatikan kondisi higiene sanitasi tersebut karena kurangnya pengetahuan dan sikap
konsumen tentang arti kesehatan dan kebersihan.
5. Kesehatan Mental
Beberapa masalah gangguan kesehatan jiwa di usia dini atau usia sekolah dasar
di Jakarta Timur adalah gagap, neurosis fungsional, gangguan tidur, gangguan tingkah
laku agresif tak berkelompok, kecemasan, retardasi mental ringan, fungsi intelektual
ambang, problem hubungan orang tua-anak, problema dalam keluarga, dan problem
situasi keluarga spesifik lainnya. Beberapa upaya yang selama ini sudah dikembangkan
oleh pemerintah adalah adanya program Upaya Kesehatan Sekolah di tingkat SMP dan
SMA yang dikoordinir oleh Puskesmas setempat. Akan tetapi tidak semua SMP dan SMA
mempunyai kegiatan UKS yang aktif dan rutin . Untuk lebih meningkatkan efektifitas
program kesehatan usia remaja dan meningkatkan status kesehatan anak sekolah
khususnya tingkat SMP dan SMA, maka penting untuk mengembangkan suatu strategi
yang tepat untuk pengendalian beberapa perilaku berisiko yang menjadi masalah di usia
remaja melalui strategi promosi kesehatan berbasis sekolah.
Kesehatan pada usia sekolah menjadi penting karena adanya keterkaitan antara
kesehatan dan fungsi akademik karena periode ini merupakan periode belajar,
pertumbuhan dan perkembangan. Indikator kesehatan yang berkaitan dengan fungsi
akademik dapat dikategorikan dalam indikator sosial psikologikal dan fisik:
a. Kondisi fisik yang baik mempunyai dampak positif terhadap kemampuan akademik
murid sekolah,
b. Disamping itu, kemampuan akademik murid sekolah juga berkaitan dengan
dukungan sosial, proses belajar dan kesehatan, serta pengalaman di masa lalu.
6. NAPZA
Faktor risiko perilaku lainnya yang juga berperan dalam status kesehatan usia
remaja adalah pemakaian obat-obatan terlarang atau penyalahgunaan zat dan konsumsi
minuman beralkohol. Penyalahgunaan obat terlarang masih merupakan salah satu masalah
remaja di Indonesia, yang diketahui erat kaitannya dengan masalah sosial seperti
kejahatan, pengangguran, kesehatan, dan juga masalah ekonomi. Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Jakarta, selama bulan Oktober dan
Desember 2000 menunjukkan bahwa psikopatologi mempunyai hubungan yang bermakna
dengan keparahan penggunaan zat diantara remaja. Hasil SDKI (2012) menunjukkan
bahwa perilaku konsumsi minuman beralkohol cukup tinggi dikalangan remaja remaja
laki-laki usia 15 – 24 tahun (15.6%) untuk pernah minum akohol kadang-kadang dimana
angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional Riskesdas 2007 yaitu
sebesar 5.5% . Meskipun masing-masing survey menggunakan instrumen yang berbeda
dan definisi operasional yang berbeda untuk pernah minum alkohol kadang-kadang. Pada
data Riskesdas 2007 , peminum alkohol dalam 12 bulan terakhir, sementara pada SDKI
2012 peminum alkohol kadang-kadang termasuk individu yang minum alkohol saat ini
atau minum alkohol dalam tiga bulan terakhir tetapi tidak tiap hari. Data dari Riskesdas
2007, kemungkinan kurang dapat menggambarkan permasalahan konsumsi minuman
beralkohol pada remaja laki-laki karena periode waktu yang sudah lebih lama sementara
data SDKI lebih menggambarkan periode waktu yang relative lebih baru. Disamping itu
data Riskesdas lebih menggambarkan kebiasaan yang berjangka lebih panjang (satu
tahun) atau riwayat dalam satu tahun terkahir, sementara data SDKI menggambarkan
kebiasaan saat ini atau kondisi dalam periode waktu yang lebih pendek (3 bulan).
Persentase minum minuman beralkohol masih sangat rendah pada remaja
perempuan, yaitu sebesar 1% untuk peminum kadang-kadang. Secara nasional, kebiasaan
minum alkohol belum menjadi masalah di Indonesia, meskipun demikian, masalah minum
minuman beralkohol cenderung lebih tinggi di wilayah Indonesia bagian timur. Riskesdas
2007 menunjukkan prevalensi yang tertinggi untuk pernah minum alkohol dalam 12 bulan
terakhir pada usia 10 tahun ke atas di Nusa Tenggara Timur (17.7%), di Sulawesi Utara
(17.4%) dan Gorontalo (12.3%).
7. Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi juga masih merupakan salah satu masalah kesehatan di
usia remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Suwandono, dkk di Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Bali, menunjukkan bahwa 65% orang tua remaja, 83.3% guru sekolah, dan
77.3% remaja mempunyai pengetahuan yang kurang, dalam hal perkembangan reproduksi
remaja, perubahan psikologis dan emosional remaja, penyakit menular seksual dan
abortus. Gangguan kesehatan jiwa mendapat perhatian khusus pada usia remaja seiring
dengan masalah krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
C. Usaha Kesehatan Sekolah
UKS adalah usaha yang di lakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah
pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan mulai dari TK sampai SMA/SMK/MA (Tim
pembina UKS, 2010). UKS adalah usaha kesehatan masyarakat yang di jalankan di sekolah–
sekolah, dengan sasaran utama adalah anak-anak sekolah dan lingkunganya (Soenarjo,2002:
1). Usaha kesehatan sekolah adalah salah satu wahana untuk meningkatkan kemampuan
hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin, selanjutnya di sebutkan UKS
harus sudah mendapat tempat dan perhatian yang baik di dalam lingkungan pendidikan.
Secara garis besar UKS dapat dikelompokan dalam tiga bidang atau di sebut dengan 3
program UKS atau yang dikenal sebagai Trias UKS yaitu: pendidikan kesehatan,
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan, dan kehidupan lingkungan yang sehat. Usaha ini
dijalankan mulai dari Sekolah Dasar sampai sekolah lanjutan, sekarang pelaksanaanya
diutamakan di Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan karena Sekolah merupakan komunitas
(kelompok) yang sangat besar, rentan terhadap berbagai penyakit, dan merupakan dasar bagi
pendidikan selanjutnya. Meskipun demikian bukan berarti mengabaikan pelaksanaan
selanjutnya di sekolah sekolah lanjutan (Mu’rifah,1991).
Dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan UKS adalah usaha kesehatan
sekolah yang di dalam lingkungan sekolah maupun yang di sekitar lingkungan sekolah, yang
sasaranya adalah peserta didik beserta masyarakat sekolah yang lainya yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar,
tumbuh dan berkembang secara harmonis serta optimal, menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas. 2. Sasaran Usaha Kesehatan Sekolah UKS ialah upaya pelayanan kesehatan yang
terdapat di sekolah yang bertujuan menangani anak didik yang mengalami kecelakaan ringan,
melayani kesehatan dasar bagi anak didik selama sekolah (pemberian imunisasi), memantau
pertumbuhan dan status gizi anak didik (Drajat Martianto, 2005 : 1). Sasaran pembinaan dan
pengembangan UKS meliputi peserta didik sebagai sasaran primer, guru pamong
belajar/tutor orang tua, pengelola pendidikan dan pengelola kesehatan serta TP UKS di setiap
jenjang sebagai sasaran sekunder. Sedangkan sasaran tertier adalah lembaga pendidikan
mulai dari tingkat pra sekolah/TK sampai SLTA, termasuk satuan pendidikan luar sekolah
dan perguruan tinggi agama serta pondok pesantren beserta lingkungannya (Depkes, 2008).
Sasaran lainnya adalah sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan.
sasaran tertier lainnya adalah lingkungan yang meliputi lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat sekitar sekolah. Sekolah sebagai lembaga (institusi) pendidikan merupakan
media yang penting untuk menyalurkan segala bentuk pembaharuan tata cara dan kebiasaan
hidup sehat, agar lebih mudah tertanam pada anak-anak. Dengan demikian, akan dapat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan keluarga, masyarakat sekitarnya, bahkan
masyarakat yang lebih luas lagi. Anak didik dikemudian hari diharapkan akan memiliki sikap
dan kebiasaan hidup dangan norma-norma kesehatan. Pendidikan kesehatan di sekolah dasar
melalui program UKS mempunyai peranan yang sangat efektif sebab Sekolah Dasar, sebagai
lembaga pendidikan yang tersebar luas di daerah pelosok tanah air, dari pedesaan hingga
kota-kota besar. Di pandang dari segi pembiayaan pemerintah dan harapan untuk masa
depan, pelaksanaan UKS di sekolah dasar adalah ekonomis. Apalagi untuk kepentingan ini
masyarakat (orang tua murid) selalu dilibatkan dalam berbagai bentuk, melalui PGOM
(persatuan guru dan orang tua murid). Menurut Depkes RI (1982) bahwa peserta didik dari
tingkat sekolah dasar sampai tingkat menengah termasuk perguruan tinggi beserta
lingkungannya merupakan sasaran utama dari pembinaan UKS. Didalam pembangunan
nasional, perhatian terhadap dunia anak-anak tidak dapat diabaikan. Anak-anak merupakan
penerus dalam bidang tenaga kerja, sehingga pembinaan terhadap golongan ini perlu dimulai
sedini mungkin. Sehubungan dengan ini bidang pendidikan dan kesehatan mempunyai
peranan yang besar karena secara organisasai sekolah berada dibawah departemen
pendidikan nasional, Secara fungsional departemen kesehatan bertanggung jawab atas
kesehatan anak didik. Mengingat hal tersebut, UKS dijalankan atas dasar titik tolak
pemikiran bahwa:
Menurut Suliha dkk (2002: 36) Tujuan UKS secara umum adalah untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin
serta menciptakan lingkungan sekolah yang sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia
indonesia yang berkualitas. Menurut Suliha dkk (2002: 57-58) Secara khusus tujuan usaha
kesehatan sekolah adalah untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat
kesehatan peserta didik yang mencakup memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk
melaksanakan prinsip hidup sehat, serta berpartisipasi aktif di dalam usaha peningkatan
kesehatan. Sehat fisik, mental, sosial maupun lingkungan, serta memiliki daya hayat dan daya
tangkal terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan narkoba, alkohol dan kebiasaan merokok
serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah pornografi dan masalah sosial lainnya Jadi
tujuan UKS yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan hidup sehat peserta
didik agar dapat menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memiliki pengetahuan, sikap
dan keterampilan untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, baik fisik, mental, maupun sosial
serta memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan
narkoba dan sebagainya.
Menurut Abdulah Idi (2011: 83) pergaulan adalah kontak langsung antara individu
yang satu dengan individu yang lainnya. Pergaulan seharihari yang dilakukan individu satu
dengan yang lainnya adakalanya setingkat usianya, pengetahuannya, pengalamannya, dan
jika dilakukan dalam jangka waktu tertentu akan membentuk jalinan persahabatan atau
pertemanan. Dari pergaulan yang dilakukan oleh siswa, maka siswa mulai mengenal berbagai
pihak yang terdapat dalam lingkungan pergaulan tersebut. Salah satunya adalah teman
sebaya. Menurut Santrock (2012: 109) teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tikat
kedewasaan yang kurang lebih sama. Ahzami (2006: 164) berpendapat bahwa sebaya adalah
mereka yang lahir pada waktu yang sama dan memiliki usia yang sama. Teman sebaya
menurut Zainal Madon dan Mohd. Ahmad (2004: 49) adalah kelompok anak-anak atau
remaja yang sama umur atau peringkat perkembangannya. Teman sebaya pada umumnya
adalah teman sekolah dan atau teman bermain di luar sekolah (Izzaty, dkk., 2008: 114).
Menurut Horton dan Hunt dalam Damsar (2011: 74) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kelompok teman sebaya (peer group) adalah suatu kelompok dari orang
orang yang seusia dan memiliki status sama, dengan siapa seseorang umumnya berhubungan
atau bergaul.Lingkungan teman sebaya merupakan suatu interaksi dengan orang-orang yang
mempunyai kesamaan dalam usia, status sosial, hobi dan pemikiran yang sama, dalam
berinteraksi mereka akan mempertimbangkan dan lebih memilih bergabung dengan orang-
orang yang mempunyai kesamaan dalam hal-hal tersebut (Robert E.Slavin, 2011: 114).
Dalam kelompok teman sebaya individu akan merasakan adanya persamaan satu dengan
yang baik usia, status sosial, kebutuhan, dan tujuan untuk memperkuat kelompok itu,
sehingga individu didalam kelompok tersebut akan merasa menemukan dirinya dan akan
mengembangkan rasa sosialnya seiring dengan perkembangan kepribadiannya (Slamet
Santosa, 2009: 77).
Dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya adalah kelompok sosial yang
terbentuk karena individu satu dengan lainnya mempunyai persamaan usia, status sosial,
jenis kelamin, kebutuhan serta minat yang membuat individu yang bergabung di dalam
kelompok tersebut menjadi nyaman. Jadi pergaulan kelompok teman sebaya adalah
hubungan interaksi sosial yang timbul karena individu-individu yang berkumpul dan
membentuk suatu kelompok yang didasarkan pada persamaan usia, status sosial, kebutuhan
serta minat yang seiring berjalannya waktu akan membentuk pertemanan atau persahabatan.
Teman sebaya yang dipilih biasanya adalah teman yang memiliki kesamaan status sosial
dengan dirinya. Misalnya siswa yang duduk di bangku SMP kebanyakan temannya juga
sesama siswa, baik yang satu sekolah maupun berbeda sekolah. Jarang ditemui seorang siswa
SMP berteman akrab dengan orang yang berbeda status sosial dengan dirinya. Teman sebaya
tersebut merupakan orang yang sering terlibat dalam melakukan tindakan secara bersama-
sama dalam pergaulan.
Pada prinsipnya hubungan lingkungan teman sebaya mempunyai arti sangat penting
bagi remaja. Menurut Jean Piaget dan Harry Stack S dalam Desmita (2013: 220) menekankan
bahwa melalui teman sebaya anak dan remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang
sistematis.
Berikut merupakan 6 fungsi positif dari teman sebaya menurut Kelly dan Hansen (1987)
dalam Desmita (2013: 220-221), yaitu:
Jadi dapat disimpulkan bahwa teman sebaya sangat berfungsi bagi tercapainya
interaksi sesama manusia, karena dari teman sebaya kita dapat memperoleh informasi-
informasi, mengajarkan kebudayaan, mengajarkan mobilitas sosial, membantu peranan
sosial yang baru, mengajarkan moral dan nilai-nilai, serta meningkatkan
keterampilanketerampilan sosial. Tetapi teman sebaya juga memiliki fungsi negatif salah
satunya adalah dapat menimbulkan permusuhan bahkan persaingan dikala timbulknya rasa
iri antar kelompok teman sebaya.
a. Kesamaan usia lebih memungkinkan anak untuk memiliki minatminat dan tema-
tema pembicaraan atau kegiatan yang sama sehingga mendorong terjalinnya
hubungan pertemanan dengan teman sebaya ini;
b. Situasi Faktor situasi berpengaruh di saat berjumlah banyak anak-anak akan
cenderung memilih permainan yang kompetitif dari pada permainan yang
kooperatif;
c. Keakraban Kolaborasi ketika pemecahan masalah lebih baik dan efisien bila
dilakukan oleh anak di antara teman sebaya yang akrab. Keakraban ini juga
mendorong munculnya perilaku yang kondusif bagi terbentukknya persahabatan;
d. Ukuran kelompok Apabila jumlah anak dalam kelompok hanya sedikit, maka
interaksi yang terjadi cenderung lebih baik, lebih kohesif, lebih berfokus, dan
lebih berpengaruh;
e. Perkembangan kognisi Anak yang kemampuan kognisinya meningkat, pergaulan
dengan teman sebayanya juga meningkat.
E. Literature Review
Tabel 2. Literature Review
6. Effect of health 2009 Shakouri et al. Above results indicate positive effect of
education program educational intervention program base
base on precede on PRECEDE model and main
model in controlling components (predisposing, enabling,
iron-deficiency reinforcing factors) in improving of
anemia among high iron deficiency anemia preventive
school girl students behaviors in the study population.
in talesh
8. Impact of education 2012 Hossein et al. The present study indicated that an
based on precede educational intervention program
model on based on the PRECEDE model and
knowledge, attitude main components (predisposing,
and behavior of enabling, and reinforcing factors) have
grade two guidance a positive effect in improving iron
school girls deficiency anemia preventive
regarding iron behaviors in the study population.
deficiency anemia
(ida) in isfahan, iran
9. Low anemia 2007 Muthayya et al. The current low anemia prevalence in
prevalence in bangalore could be due to the impact
school-aged of school-based intervention programs
children in that have been in place since 2003.
bangalore, south
india: possible effect
of school health
initiatives
10. Effect of nutritional 2013 Morteza et al. The finding shows that education
education based on based on HBM model can affect on
hbm model on students knowledge and attitude
anemia in golestan toward anemia. Therefore we suggest
girl guidance school implementing an educational plan for
students student in large scale about anemia
based on HBM model.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Promosi kesehatan di sekolah merupakan suatu upaya untuk menciptakan sekolah menjadi
suatu komunitas yang mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekolah melalui
3 kegiatan utama :
(a) penciptaan lingkungan sekolah yang sehat
(b) pemeliharaan dan pelayanan di sekolah, dan
(c) upaya pendidikan yang berkesinambungan
Ketiga kegiatan tersebut dikenal dengan istilah TRIAS UKS. Sekolah menyelengarakan
Strategi promosi kesehatan menurut WHO :
a. Advokasi
b. Kerjasama
c. Penguatan kapasitas
d. Penelitian
Program promosi kesehatan Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat ( healthful school
living) Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek, yakni sosial (non-fisik) dan
fisik.
1. Pendidikan kesehatan ( Health Education )
2. Pemeliharaan Pelayanan Kesehatan disekolah ( Health Service in School)
Beberapa jenis kegiatan yang dapat di lakukan pada Program Promosi Kesehatan Sekolah,
adalah:
o Penyuluhan kelompok di kelas
o Penyuluhan perorangan (penyuluhan antar teman/peer group education)
o Pemutaran film/video
o Penyuluhan dengan media panggung boneka
o Penyuluhan dengan metode demonstrasi, Pemasangan poster, Pembagian leaflet
Promosi kesehatan membantu meningkatkan kesehatan siswa, guru, karyawan
sekitar, sehingga proses belajar mengajar berlangsung lebih produktif
Pada kegiatan ini kelompok mendapatkan data bahwa masih tinggingnya persentase
remaja putri yang mengalami anemi di sekolah. Tingkat asupan zat besi remaja putri
termasuk dalam kelompok kurang jika dibandingkan dengan angka kecukupan gizi dan
jumlah remaja putri yang tidak mengalami anemia dan anemia hampir sama. Dengan
memaksimalkan kegitan promosi kesehatan diharapkan dapat meneka angka kejadian anemia
remaja putrid di sekolah, tentunya kegiatan ini bukan hanya dilakukan oleh pihak sekolah
dan Puskesmas saja, butuh komitmen yang kuat antara remaja putrid dan keluarga.
4.2 Saran
1. Memperbaiki pola makan dengan meningkatkan konsumsi pangan lauk hewani dalam
menu sehari. Apabila mengkonsumsi lauk nabati dianjurkan untuk mengimbangi
dengan buah yang mengandung vitamin C.
2. Menghindari minum teh atau susu setelah makan. Apabila ingin minum teh atau susu
diberi jeda minimal 1 jam setelah makan.
1. Mengadakan kegiatan edukasi kesehatan terutama mengenai gizi dan anemia kepada
seluruh siswa secara rutin dan berkala.
2. Berkoordinasi dengan pihak Puskesmas melalui guru UKS untuk mengadakan
pemeriksaan kadar hemoglobin secara rutin dan berkala maupun pada acara tertentu.
3. Dapat mengembangkan Duta Remaja Putri Tanpa Anemia
4. Melaksanakan kerja sama yang berkesinambungan dengan Puskesmas, orang tua
dalam intervensi anemia pada anak sekolah
1. Mengadakan kegiatan edukasi kepada wali murid tentang gizi dan anemia agar wali
murid dapat menyiapkan makanan dengan pola gizi seimbang untuk membantu
putrinya terhindar dari anemia.
2. Memberikan tablet tambah darah bagi siswi yang mengalami anemia.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan
Brown JF, Isaacs JS, Krinke UB, Murtaugh MA, Stang J, Wooldridge NH. Nutriton Through
the life cycle. second edition. Thomson Wadsworth. USA. 2004
Suryani D, dkk. 2015. Analisis Pola Makan dan Anemia Gizi Besi pada Remaja Putri Kota
Bengkulu
Singh I, et al. 2014. Prevalence Of Tobacco Habits Among Health Care Students in Jaipur
Wong, D.L. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik Wong (Edisi 6, Vol.1) (Agus Sutarna,
Neti Jurniati, Kuncara., Penerjemah). Jakarta: EGC.
Zaviera, F. 2008. Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak, Yogyakarta: Kata
Hati
Hermien Nugraheni, Sofwan Indarjo, dan Suhat Buku Ajar Promosi Kesehatan Berbasis
Sekolah
Notoatmodjo S. 2003. Ilmu kesehatan masyarakat prinsip - prinsip dasar. Rineka cipta :
Jakarta.
Notoatmodjo S. 2005. Promosi kesehatan teori dan aplikasinya. Rineka cipta : Jakarta.
Notoatmodjo S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Rineka cipta : Jakarta.
Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Brunner & Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan Suzanne
C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 8. Penerbit Buku. Kedokteran EGC
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 180-. 195.
Soenarjo R.J. 2002. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Bandung: PT. Remaja. Rosdakarya.
Drajat Martianto. (2005). Menjadikan UKS sebagai upaya promosi tumbuh kembang anak
didik. Jakarta
Sunaryo. (2002). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku. Kedokteran EGC.
Abdullah, Idi (2011). Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers.
Santrock, John W. 2002. Life-span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi. 5 jilid
2, Jakarta : Erlangga.
Ahzami, Samiun Jali. 2006. Kehidupan dalam Pandangan Al-Quran. Jakarta: Gema Insani
Press.
Mohd Sharani Ahmad (2004) Psikologi kanak-kanak Bentong: PTS Publications &
Distributors Sdn Bhd
Slavin Robert E. 2015. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa
Media.
Rita Eka Izzaty, Dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
Arumsari. Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan
danPenanggulangan Anemia Gizi Besi di Kota Bekasi. IPB: Bogor; 2008.
Almatsier. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama; 2001.
Martini. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN
1Metro. Kesehatan Metro Sai Wawai.VIII:1.