Anda di halaman 1dari 68

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyusun laporan yang membahas
tentang Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan Gedung Perkantoran 10
Lantai. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Ibu Yulisa
Fitrianingsih ST, MT selaku dosen penanggung jawab Tugas Terstruktur
Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan sekaligus dosen pembimbing
kami yang telah memberikan dan membimbing kami dalam menyelesaikan
Tugas Terstruktur Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi Tugas Terstruktur Perencanaan
Sistem Plambing dan Perpompaan yang diberikan kepada kami, mahasiswa
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, selain itu dengan
adanya tugas ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa dalam penyelesaian
Tugas Terstruktur Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi susunan dan tata bahasa yang kami gunakan
untuk menyusun laporan ini. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
atau usulan demi perbaikan untuk penyelesaian tugas selanjutnya.
Semoga hasil Tugas Terstruktur Perencanaan Sistem Plambing dan
Perpompaan ini dapat dipahami bagi pihak yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bukan
hanya untuk kami tetapi bagi semua pihak yang membacanya. Sebelumnya,
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dan kami memohon
kritik yang membangun sebagai pembelajaran di masa yang akan datang.

Pontianak, Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2.Tujuan .......................................................................................................... 2
1.3 Ruang Lingkup ............................................................................................ 2
BAB II KRITERIA PERENCANAAN ............................................................... 3
2.1 Gambaran Umum Gedung Perencanaan .................................................. 3
2.2 Kriteria Perencanaan Air Bersih ............................................................... 5
2.3 Kriteria Perencanaan Air Buangan dan Vent ........................................ 16
2.4 Kriteria Perencanaan Fire Hydrant ........................................................ 30
BAB III PERHITUNGAN .................................................................................. 36
3.1. Sistem Plambing untuk Air Bersih ......................................................... 36
BAB IV PERENCANAAN DETAIL DAN ISOMETRI.................................. 51
4.1 Perhitungan Dimensi Perpipaan Air Bersih ........................................... 51
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 66

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Plambing adalah seni dan teknologi pemipaan dan peralatan untuk
menyediakan air, baik dalam hal kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang
memenuhi syarat dan pembuang air bekas atau air kotor dari tempat-tempat
tertentu tanpa mencemari bagian penting lainnya untuk mencapai kondisi
higienis dan kenyamanan yang diinginkan. Plambing berhubungan dengan
pelaksanaan, pemeliharaan, dan perbaikan alat plambing dan pipa serta
peralatanya di dalam atau di luar gedung dengan sistem drainase saniter, ven,
air minum.
Pompa adalah alat yang digunakan untuk memindahkan fluida dari elevasi
rendah menuju elevasi tinggi. Fungsi pompa adalah memindahkan cairan dari
satu tempat ke tempat lainnya seperti air dari aquifer bawah tanah ke tangki
penyimpan air, serta mensirkulasikan cairan di sekitar sistem misalnya air
pendingin atau pelumas yang melewati mesin-mesin dan peralatan.
Pompa berkaitan erat dengan sistem plumbing. Pompa dan Sistem
plumbing adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bangunan gedung,
oleh karena itu perencanaan sistem plambing haruslah dilakukan bersamaan
dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan gedung itu sendiri, dalam
rangka penyediaan air bersih baik dari kualitas dan kuantitas serta kontinuitas
maupun penyaluran air bekas pakai atau air kotor dari peralatan saniter ke
tempat yang ditentukan agar tidak mencemari bagian-bagian lain dalam gedung
atau lingkungan sekitarnya. Setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal
perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan
pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin.
Perencanaan sistem plambing dalam suatu gedung, guna memenuhi
kebutuhan air bersih sesuai jumlah penghuni dan penyaluran air kotor secara
efesien dan efektif (drainase), sehingga tidak terjadi kerancuan dan
pencemaran yang senantiasa terjadi ketika saluran mengalami gangguan.
Dilihat dari jumlah lantainya gedung ini terdiri dari 8 lantai. Demi mendukung
fungsi dari gedung ini maka harus disediakan air bersih, pembuangan air kotor
dan sistem untuk air panas. Dan untuk keamanannya harus tersedia sistem
untuk pencegahan kebakaran. Semua itu bertujuan untuk memberi kenyamanan
penghuni gedung serta memberikan kehidupan yang sehat penghuninya selama
menempati gedung tersebut.

1
1.2. Tujuan
Tujuan dari system perencanan plambing ini yaitu:
1. Melakukan perencangan instalasi air bersih dan air buangan serta system
distribusi air yang digunakan sesuai dengan perhitungan kebutuhan air
bersih dan air buangan pada suatu bangunan.
2. Melakukan analisa perhitungan pompa transfer yang akan digunakan
untuk mengalirkan air.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam tugas system perencanaan plambing ini yaitu:

1. Perencanaan System Plambing Air Bersih


2. Perencanaan System Plambing Air Buangan
3. Perencanaan System Plambing Untuk Hidran Kebakaran

2
BAB II

KRITERIA PERENCANAAN

2.1 Gambaran Umum Gedung Perencanaan


Pembangunan gedung bertingkat, dibutuhkan perencanaan matang dari
berbagai aspek. Selain perencanaan sistem elektrikal dan perancangan gedung
itu sendiri, dibutuhkan pula perencanaan sistem mekanikal gedung yang
meliputi sistem ventilasi mekanis, sistem proteksi kebakaran dan sistem
plambing yang layak sehingga penghuni dapat merasakan kenyamanan ketika
berada pada sebuah bangunan gedung (Sunarno,2005).
Sistem plambing merupakan semua pekerjaan yang berhubungan atau
berkaitan dengan instalasi pemipaan untuk menyalurkan air. Sistem plambing
meliputi sistem pembuangan limbah atau air buangan, sistem venting, air
hujan dan air bersih serta hidran kebakaran bagi sebuah Gedung. Sistem
plambing pada perencanaan ini direncanakan untuk sebuah Gedung kantor
yang memiliki 10 lantai dengan 2 tipe ruang saniter yaitu ruang saniter tipe X
dan ruang saniter tipe Z. Kedua tipe ruang saniter memiliki susunan dan
jumlah alat plambing yang berbeda.

2.1.1 Denah Gedung Perencanaan


Gedung kantor memiliki 10 lantai dengan letak ruang saniter pada
setiap lantai sama. Denah gedung dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Denah Gedung Kantor

3
Gedung tersebut memiliki Panjang 80 m dan lebar 50 m dengan
ruang saniter di bagian kiri gedung adalah tipe Z dan ruang saniter di
bagian kanan Gedung adalah tipe X.

2.1.2 Denah Ruang Saniter


Ruang Saniter yang digunakan untuk perencanaan gedung kantor
ini adalah ruang saniter tipe Y dan ruang sanier Tipe Z. Ruang Saniter
tipe X dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ruang Saniter Tipe X

Ruang saniter tipe Y memiliki 2 bagian yaitu ruang saniter


perempuan dan laki – laki. Ruang saniter perempuan terdiri dari dua
jenis alat plambing, yaitu 3 unit Water Closet (WC) dan 3 unit
Lavatory. Sedangkan ruang saniter laki – laki terdiri dari tiga jenis alat
plambing, yaitu 2 unit Water Closet (WC), 3 unit Urinoir, dan 2 unit
Lavatory.

Sedangkan Ruang saniter Tipe Z dapat dilihat pada Gambar 2.3

4
Gambar 2.3 Ruang Saniter Tipe Z

Ruang saniter Tipe Z memiliki 2 bagian ruang yaitu ruang saniter


perempuan dan laki-laki. Ruang saniter perempuan memiliki 3 Water
Closet (Wc), dan 3 Lavatory. Sedangkan ruang saniter laki – laki
memiliki 2 Water Closet (Wc), 4 Urinoir, dan tidak memiliki Lavatory.

Ruang Saniter Tipe X dan tipe Zmemiliki perbedaan yaitu pada


ruang saniter perempuan letak Wc dan lavatory berbeda sedangkan pada
ruang saniter laki-laki memiliki jumlah saniter yang berbeda.

2.2 Kriteria Perencanaan Air Bersih

2.2.1 Sistem Penyediaan Air Bersih


Sistem penyediaan air bersih yang banyak digunakan dapat
dikelompokan sebagai berikut:
a. Sistem sambungan langsung
b. Sistem tangki atas
c. Sistem tangki bawah
Sistem untuk penyediaan air bersih yang digunakan dalam
perencanaan gedung ini yaitu sistem tangki atas (Roof Tank). Dalam
sistem ini, air ditampung lebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang
pada lantai terendah bangunan atau di bawah permukaan tanah),
kemudian dipompakan ke suatu tangki atas yang biasanya dipasang di
atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan.

5
Sistem tangki atas ini seringkali diterapkan karena memiliki alasan
sebagai berikut:
a. Selama airnya digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada alat
plambing hampir tidak berarti. Perubahan tekanan ini hanyalah
akibat perubahan muka air dalam tangki atap.
b. Sistem pompa yang menaikkan air ke tangki atap bekerja secara
otomatis dengan cara yang sangat sederhana sehingga kecil sekali
kemungkinan timbulnya kesulitan. Pompa biasanya dijalankan dan
dimatikan oleh alat yang mendeteksi muka dalam tangki atap.
c. Perawatan tangki atap sangat sederhana dibandingkan dengan tangki
tekan.
Pada setiap tangki bawah dan tangki atas harus dipasang alarm
yang memberikan tanda suara untuk muka air rendah dan air penuh.
Tanda suara (alarm) ini biasanya dipasang di ruang kontrol atau ruang
pengawas instalasi bangunan.

2.2.1.1 Metode Berdasarkan Jenis dan Jumlah Alat Plambing


Metode ini digunakan apabila kondisi pemakaian air diketahui.
Harus diketahui pula jumlah dari setiap jenis alat plambing yang
digunakan dalam gedung tersebut. Dalam metode ini juga diperkirakan
adanya faktor pemakaian serentak daripada alat-alat plumbing yang
dipakai secara bersamaan, karena apabila ada saat tertentu alat-alat
plambing pada suatu gedung dipakai secara bersamaan maka debit air
yang dikeluarkan semakin besar, apabila alat-alat itu tidak dipakai secara
bersama agar suplai air yang dibutuhkan oleh para pemakai alat plambing
dapat terpenuhi. Oleh karena itu, adapun tabel yang memuat prasentase
pemakaian air serentak alat plambing. Setiap jenis alat plambing memiliki
faktor pemakaian serentak yang tertera pada Tabel 2.1 sebagai berikut :
Jumlah 1 2 4 8 12 16 24 32 40 50 70 100
Alat plambing
Jenis
Alat plambing

6
Kloset, dengan katup 1 50 50 40 30 27 23 19 17 15 12 10
gelontor 1 2 3 4 5 6 7 7 8 9 10

Alat plambing biasa 1 100 75 55 48 45 42 40 39 38 35 33


2 3 5 6 7 10 13 16 19 25 33

Tabel 2.1 Faktor Pemakaian Serentak Alat Plambing


Adapun pemakaian air setiap alat plambing memiliki aturan atau rujukan
dalam penggunaannya. Penggunaan pemakaian air disetiap alat plambing tertera
pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

No. Nama Alat Pemakaian air Penggunaan Laju aliran Waktu


Plambing untuk per jam (liter/menit) untuk
penggunaan pengisian
satu kali (liter) (detik)

1. Kloset 13,5-16,5 6-12 110-180 8,2-10


(dengan katup
gelontor)
2. Kloset 13-15 6-12 15 60
(dengan tangki
gelontor)
3. Peturasan 5 12-20 30 10
(dengan katup
gelontor)

4. Peturasan 2-4 9-18 12 1,8-3,6 300


orang (dengan
tangki
gelontor)
5. Peturasan 5-7 22,5-31,5 12 4,5-6,3 300
orang (dengan
tangki
gelontor)
6. Bak cuci 3 12-20 10 18
tangan kecil

7. Bak cuci 10 6-12 15 40


tangan biasa
(lavatory)

7
8. Bak cuci 15 6-12 15 60
tangan (sink)
dengan keran
13 mm
9. Bak cuci 25 6-12 25 60
tangan (sink)
dengan keran
20 mm
10. Bak mandi 125 3 30 250
rendam (bath
tub)

11. Pancuran 24-60 3 12 120-300


mandi
(shower)
12. Bak mandi Tergantung 30 20
gaya jepang ukurannya

Tabel 2.2 Pemakaian Air Setiap Alat Plambing

2.2.2 Sistem Pipa Air Bersih


Pada dasarnya ada dua sistem pipa penyediaan air dalam gedung,
yaitu sistem pengaliran ke atas dan sistem pengaliran ke bawah. Dalam
sistem pengaliran ke atas, pipa utama dipasang dari tangki atas ke
tangki bawah sampai langit-langit terbawah dari gedung, kemudian
bercabang-cabang tegak ke atas untuk melayani lantai-lantai di atasnya.
Sistem perpipaan air bersih harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga memenuhi syarat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air
bersih. Perencanaan plambing air bersih harus dibuat secara cermat,
terutama untuk menghindari terjadinya cross conection ,yaitu
bercampurnya air bersih dengan air buangan sehingga air tidak
memenuhi syarat sebagai air bersih. Hal itu dapat terjadi misalnya
karena ada kesalahan dalam pemasangan pipa. 3 hal yang penting yang
perlu dipertimbangkan dalam konsep plambing air bersih adalah :
1. Jumlah lantai bangunan
2. Tekanan yang tersedia
3. Besar aliran yang dapat diperoleh

8
Sistem pengaliran ke bawah pipa utama dari tangki atas
dipasang mendatar dalam langit-langit lantai teratas dari gedung dan
dari pipa mendatar ini dibuat cabang-cabang tegak ke bawah untuk
melayani lantai dibawahnya. Perencanaan sistem pipa air bersih untuk
gedung kantor menggunakan sistem pengaliran atas.

Gambar 2.4 Sistem Distribusi Ke Atas

Gambar 2.5 Sistem Distribusi Ke Bawah


Suatu sistem di mana digunakan pipa hantar dari pompa tangki air
bawah ke tangki atas terpisah dari pipa air untuk melayani lantai-lantai
gedung, dinamakan sistem dua pipa atau sistem pipa ganda. Apabila
kedua fungsi tersebut dilayani oleh satu pipa maka dinamakan sistem
satu pipa atau sistem pipa tunggal.
Dalam sistem pipa ganda, tekanan air pada peralatan plambing
tidak banyak berubah karena hanya terpengaruh oleh tinggi rendahnya
muka air dalam tangki atas. Sedangkan dalam sistem pipa tunggal,
tekanan air pada peralatan plambing akan bertambah pada waktu pompa
bekerja mengisi tangki.

9
Dalam sistem ini ukuran pipa ditentukan oleh pengairan air dari
tangki atas ke peralatan plambing. Beberapa hal yang perlu di
perhatikan dalam perancangan sistem pipa :
a) Pipa harus dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga udara
maupun air dapat dibuang atau dikeluarkan dengan mudah.
b) Pipa mendatar pada sistem pengaliran ke atas sebaiknya dibuat agak
miring atas dan sebaiknya pada sistem pengaliran ke bawah dengan
kemiringan 1/300.
c) Perpipaan yang tidak merata, melengkung harus dihindarkan.
d) Harus dihindarkan membalikkan arah aliran.

2.2.3 Jenis Pipa Air Bersih


Dalam pemilihan jenis pipa untuk penyaluran air bersih tergantung
pada beberapa faktor antara lain :
a. Daya tahan pipa terhadap gaya luar dan gaya dalam
b. Karakteristik tanah seperti kesamaan dan korositas
c. Standar panjang pipa
d. Diameter pipa, hal ini menyangkut kapasitas air yang dialirkan
e. Kemudian dalam pelaksanaan
Pada sistem perpipaan penyediaan air bersih, jenis pipa yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Cost Iron Pipe
Pipa jenis ini dibuat dari grey cost iron dan merapatkan logam yang
kuat dan tahan terhadap erosi, tidak mudah bocor, tidak menyerap
air. Sedangkan kerugiannya adalah berat.
b. Galvanized Steel Pipe
Terbuat dari mild carbon. Keuntungannya adalah kuat, murah, tidak
rusak akibat pengangkutan kasar, serta tahan terhadap shock dan
stress. Kerugiannya adalah proses penyambungan agak lama
sehingga ongkos buruh tinggi.
c. HDPE (High Density Polyethylene)
Pipa HDPE adalah pipa dengan daya lentur yang tinggi pada luar
dan dalam permukaan pipa, serta dapat digunakan di daerah

10
berbukit, rawan gempa, dan daerah rawa. Kelebihan Pipa HDPE
adalah sebagai berikut :
1. Tahan terhadap retak, karena Pipa HDPE terbuat polyethlene
yang memiliki sifat crack resistance yang tinggi.
2. Tahan terhadap karat, karena pipa ini dari material
polyethleneyang bersifat non corrosive. - Tahan terhadap bahan
kimia, karena pipa HDPE mempunyai daya tahan yang istimewa
terhadap berbagai bahan kimia, baik dalam kondisi asam maupun
basa kuat.
3. Ketahanan masa pakai, pipa HDPE memiliki daya tahan sampai
dengan kurang lebih 50 tahun lamanya.
4. Tahan terhadap segala cuaca, pipa ini memiliki ketahanan
terhadap cuaca yang ekstrim.
5. Tahan abrasi dan sedimentasi karena sifat permukaan dalam pipa
HDPE yang licin, sehingga tidak memungkinkan terjadinya abrasi
dan sedimentasi.
6. Tidak beracun dan aman digunakan untuk instalasi air bersih.
7. Tahan terhadap suhu rendah karena pipa ini memiliki brittleness
point(titik rapuh) yang jauh di bawah 0˚ C, sehingga tidak ada
masalah dalam pemasangan atau penggunaan pada suhu rendah.
8. Pipa HDPE mempunyai bobot yang ringan, jauh melebihi pipa
besi sehingga dalam proses transportasi lebih murah
d. PVC (Poly Vinyl Chloride)
Pipa PVC merupakan pipa yang terbuat dari plastik dan dengan
kombinasi vinyl lainnya mempunai karakteristik pipa yang tahan
lama dan mudah perawatannya. Pipa PVC juga tidak berkarat atau
membusuk. Di samping itu, pipa PVC ini sering digunakan dalam
sistem irigasi atau perairan dan pelindung kabel. Di Indonesia
standar ukuran yang dipakai untuk sistem perairan rumah tangga
atau lainnya adalah standar JIS (Japanese Industrial Standard).
Keuntungan pipa PVC yaitu sebagai berikut :
1. Tidak berkarat

11
2. Permukaan licin
3. Elastisitas tinggi
4. Beratnya hanya 1/5 kali berat pipa galvanis
5. Tahan terhadap zat kimia
6. Mudah dibongkar
7. Dapat sebagai isolasi yang baik
Kerugian pipa PVC yaitu sebagai berikut :
1. Mudah pecah
2. Tidak tahan panas
3. Pipa yang mudah dibentuk sulit untuk diubah
Jenis pipa yang digunakan untuk perencanaan pipa air bersih
yaitu pipa air PVC. Pipa PVC merupakan jenis pipa yang sering
digunakan untuk mengalirkan air bersih, air bekas, drainase dan air
hujan. Pipa PVC memiliki warna yang beragam dan warna putih yang
banyak dipilih orang. Namun, tidak jarang menggunakan warna lain
pada pipa bersih untuk membedakan fungsi pipa.

2.2.4 Cara Penentuan Dimensi Pipa Air Bersih


Pipa yang digunakan dalam perencanaa instalasi plambing harus
memiliki diameter yang tepat agar mampu menyalurkan air dengan
kecepatan yang sesuai. Jika memiliki diameter yang terlalu kecil maka
kecepatan akan terlampau besar yang dapat menimbulkan pukulan air,
suara berisik pada pipa dan terkikisnya permukaan dalam pipa (Putra
dkk., 2015). Biasanya digunakan standar kecapatan 0,9 sampai 2,0
m/detik, dan batas maksimumnya berkisar anatara 1,5 sampai 2,0
m/detik. (Noerbambang dan Morimura, 1991).
Menentukan diameter pipa yang akan digunakan terlebih dahulu
pembuatan jalur pipa air bersih harus diselesaikan agar mengetahui
berapa alat plambing yang harus dilayani dan apa saja alat plambing
yang digunakan. Setelah pembuatan jalur pipa air bersih selesai untuk
mempermudah dalam menentukan diameter pipa maka pemberian tanda
untuk setiap alat plambing yang digunakan dan pada setiap cabang pipa
diberian tanda, Penentuan jalur pipa akan dilakukan berdasarkan denah

12
yang didapatkan dari data lapangan dan pada shaft pipa yang telah
tersedia. Jalur yang di rencanakan adalah dengan sistem terpisah,
dimana jalur pipa air bersih kelas satu terpisah dengan jalur pipa air
bersih kelas dua. Perhitungan diameter pipa dilakukan dengan
menghitung akumulasi beban alatp lambing yang akan dilayani
berdasarkan SNI 03-7065-2005. Setelah mengakumulasikan beban alat
plambing, akan di dapatkan diameter pipa.
Dasar perhitungan menggunakan standar acuan American National
Standards Institute (ANSI), dimana satuan unit alat plumbing
menggunanakan satuan WSFU (The Water Supply Fixture Units), yaitu
satuan suplai air berdasarkan jenis alat plumbing yang digunakan.
Satuan WSFU ini merupakan kode umum yang digunakan untuk alat
alat plumbing, dimana 1 WSFU = 1 GPM = 3.79 liter/minute.
Berikut ini tabel Water Supply Fixture Units (WSFU) yang
didefinisikan oleh the Uniform Plumbing Code (UPC).
Tabel 2.3 . Water Supply Fixture Units (WSFU)

13
Penentuan diameter pipa yang akan digunakan untuk distribusi air
bersih ditinjau satu persatu dimulai dari alat plambing yang terjauh dari
setiap lantai dan selanjutnya diteruskan mencari diameter pipa yang
dibutuhkan dan mengalirkan air yang cukup untuk suatu alat plambing
sesuai dengan ketentuan masing-masing alat.
Tabel 2.4 Unit Peralatan Plumbing

Diameter pipa untuk distribusi air bersih dapat dihitung


berdasarkan kecepatan aliran air dengan rumus utama :
Q = V. A
dimana :
Q = Laju aliran air yang dibutuhkan (m3/s)

14
V = Kecepatan aliran air yang melalui pipa (m/s)
A = Luas penampang pipa (m2)
alat plambing kecepatan air dibatasi tidak melebihi 2,4 m/s. Apabila
kecepatan air lebih dari 2,4 m/s maka akan timbul suara pluit dan suara
berisik pada sambungan pipa, interval kecepatan air (1,8 sd 2,4) m/s.

Ukuran dari pipa pelayanan dalam bangunan gedung dapat


ditentukan sebagai berikut:
a) Tentukan tekanan yang tersedia pada meter air
b) Tambahkan atau kurangi tekanan dengan melihat perubahan elevasi.
Untuk perubahan tekanan sebesar ½ psi (0.35 m) adalah untuk setiap
perubahan perbedaan tinggi sebesar 0.305 m antara tinggi air di
meteran air dengan tinggi air yang keluar di gedung.
c) Pilih rentan tekanan yang diinginkan pada table
d) Pilih panjang pipa sesuai yang dibutuhkan
e) Tentukan nilai UBAP sama atau melebihi jumlah unit perlengkapan
plambing yang dibutuhkan.
f) Setelah mendapatkan butir e maka jumlah UBAP yang tepat dapat
digunakan untuk menentukan panjang pipa, diameter pipa, dan meter
air. Tidak ada pipa layanan bangunan gedung berdiameter kurang
dari ¾ inci (20 mm)
Adapun Tabel untuk menentukan ukuran pipa:

15
Tabel 2.5 Ukuran Pipa Air

2.3 Kriteria Perencanaan Air Buangan dan Vent

2.3.1 Sistem Penyaluran Air Buangan


Dalam perencanaan sistem plambing gedung perkantoran yang
memiliki 10 lantai ini sistem pengaliran air buangan menggunakan sistem
pembuangan air kotor dan air bekas dikumpulkan dan dialirkan ke dalam
saluran yang sama. Pengaliran air buangan ini juga diusahakan agar dialirkan
secara gravitasi dengan mengatur letak dan kemiringan pipa.

Sistem penyaluran air buangan adalah suatu rangkaian bangunan air


yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air buangan dari
suatu kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga, perkanturan maupun
kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran
tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air buangan
tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran utama atau
saluran drainase. "alam perencanaan sistem plambing gedung perkantoran
yang berlantai 7 ini, sistem pengaliran air buangan menggunakan sistem
pembuangan air kotor dan air bekas dikumpulkan dan dialirkan ke dalam
saluran yang sama. Pengaliran air buangan ini juga diusahakan agar dialirkan
secara gravitasi dengan mengatur letak dan kemiringan pipa. Sistem
penyaluran air buangan ini pada prinsipnya terdiri dari dua macam yaitu:

1. Sistem penyaluran terpisah

16
Sistem penyaluran terpisah adalah system yang memisahkan aliran air
buangan dengan limpasan air hujan.
2. Sistem penyaluran campuran
Sistem penyaluran tercampur menggabungkan aliran buangan dan
limpasan air hujan.
Sanitasi tepat guna dalam bidang pembuangan air buangan terdiri 2 sistem,
yaitu :
1. Sistem pembuangan setempat (on-site system)
Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas sanitasi yang berada
di dalam daerah persil (batas tanah yang dimiliki). Sarana sistem
pembuangan setempat dapat dibagi 2 (dua) yaitu:

 Sistem individual: tangki septic, cubluk


 Sistem komunal: MCK
2. Sistem pembuangan terpusat (off-site system)
Sistem pembuangan terpusat adalah fasilitas sanitasi yang berada
di luar persil. Contoh sistem sanitasi ini adalah sistem penyaluran air
limbah yang kemudian dibuangke suatu tempat pembuangan (disposal
site) yang aman dan sehat, dengan atau tanpa pengolahan sesuai dengan
kriteria baku mutu dan besarnya limpahan.

Pembuangan air kotor dan air bekas secara setempat (on-site) di


Negara berkembang biasanya lebih murah daripada sistem terpusat (off-
site). Namun ada hal-hal/keadaan tertentu, dimana kondisi tanah tidak
memungkinkan untuk diterapkannya sistem setempat,sehingga dalam
keadaan seperti ini maka penanganan air limbah dengan sistem terpusat
mutlak diperlukan dengan pilihan teknologi yang lebih murah
dibandingkan konvensional sewerage yaitu small bore sewer dan shallow
sewer . Shallow sewer merupakan sewerage kecil yang terpisah dan
dipasang secara dangkal dengan kemiringan yang lebih landai
dibandingkan sewerage konvensional dan bergantung pada pembilasan air
limbah untuk mengangkut benda padat. Prinsip shallow sewer adalah
sebagai berikut:

17
 Mengalirkan air saja/campuran antara air dan padatan (tinja)
 Menggunakan jaringan pipa berdiameter kecil ( 100-200 mm)
 Jaringan saluran terdiri dari : pipa persil, pipa servis, pipa lateral.
 Ditanam di tanah, dangkal dari permukaan tanah.
 Bahan Pipa dapat dari bahan tanah liat, PVC dll.
 Cocok digunakan untuk daerah kecil, misalnya tingkat RW,
kelurahan, dll. Dengankepadatan menengah sampai tinggi, 300-500
orang/Ha.
 Digunakan untuk penduduk yang sudah sebagian besar mempunyai
sambungan air limbah dan jamban/kakus pribadi dengan sistem
pembuangan yang memadai
 Pemilihan Lokasi :
a. Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 4 %
b. Daerah tersebut belum mendapat program, misalnya Program
Perbaikan Kampung Sedangkan ketentuan teknis untuk shallow
sewer adalah sebagai berikut.
c. Aliran maksimum (hanya lokal) = 3 x Aliran rata-rata;
d. Diameter pipa minimum 100 mm;
e. Kecepatan minimum 0,50 m/detik;
f. Faktor gesekan pipa (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay
Pipe = 0,06)
g. Kemiringan > 2 %

Small bore sewer (SBS) merupakan suatu sistem penyaluran air


limbah dengandiameter kecil, karena zat padat sudah ditampung pada suatu
tangki interceptor. Secaraumum sistem SBS ini adalah sebagai berikut:
Merupakan system saluran air limbah berkecil ( 100-200 mm)

1. Untuk menerima limbah cair, limbah dari tangki septic yang bebas dari
benda padat
2. Melayani air limbah yang berasal dari :
 Pipa persil;
 Pipa servis menuju ke lokasi pembuangan akhir (IPAL).

18
3. Sistem ini dilengkapi dengan IPAL
4. Pemilihan lokasi:
 Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 1 %;
 Cocok untuk daerah dengan kepadatan menengah sampai tinggi, 300-
500 orang/Ha;
 Daerah tersebut sebagian besar sudah memiliki tangki septik, tapi
fasilitas initidak efektif bila permiabilitas tanahnya buruk, tidak ada
lahan untuk bidangresapan dan air tanahnya tinggiSedangkan
ketentuan teknis pada sistem Small Bore Sewer adalah sebagai berikut.
 Aliran maksimum = 1 x Aliran rata-rata;
 Pipa minimum;
5. Sambungan rumah 50 mm;
6. Sewer 100 mm.
 Kecepatan minimum tidak ada batas;
 Faktor gesekan pipa, ks : Pipa PVC 0,03, Pipa Beton = 0,15; Fiber
Reinforced Pipe (FRP)= 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay Pipe) =
0,06;
 Kemiringan > 2%
Air buangan atau sering pula disebut air limbah adalah semua cairan
yang dibuang, baik yang mengandung kotoran manusia, hewan, bekas
tumbuh-tumbuhan, maupun yang mengandung sisa-sisa proses dari
industri.
Air buangan dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Air kotor : air buangan yang berasal dari kloset, peturas, bidet, dan
air buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat
plambing lainnya.
2. Air bekas : air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya
seperti bak mandi, bak cuci tangan, bak dapur.
3. Air hujan : dari atap, halaman.
4. Air buangan khusus : yang mengandung gas, racun, atau bahan-
bahan berbahaya seperti yang berasal dari pabrik, air buangan dari
laboratorium, tempat pengobatan, tempat pemeriksaan di rumah

19
sakit, rumah pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif
atau mengandung bahan radioaktif.
Langkah – langkah perencanaan system penyaluran air buangan
adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan penghuni Gedung, penghuni Gedung ditentukan
berdasarkan luas lantai yang ada.
b. Perhitungan kuantitas air Bungan, berdasarkan jumlah penghuni
dapat dihitung kuantitas air buangan yang dihasilkan yaitu sekitar
80% dari kebutuhan air bersih (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
c. Penentuan jalur pipa air buangan, berdasarkan lokasi alat plumbing
di setiap lantai ditentukan jalur pipa air buangan yang akan dialirkan
menuui ke shaft pipa tegak. Dari pipa tegak kemudian dialirkan
menuju tengki pengolahan limbah di lantai dasar.
d. Penentuan jumlah unit beban alat plambing, nilai beban masing –
masing unit alat plambing dapat dilihat Tabel 2.6 Jumlah Unit
Beban, digunakan untuk menentukan laju aliran dan diameter pipa
air buangan.
Tabel 2.6 Unit Beban Alat Plambing untuk Air Buangan
Unit Alat Plambing
No. Jenis Alat Plambing
(UAP)
1 Kloset 4
2 Lavatory 1
3 Sink 4
4 Floor Drain 0,5
Sumber: Morimura dan Noerbambang (2000)

e. Penentuan diameter pipa, pipa dari masing – masing alat plambing


tersebut dialirkan ke pipa air buangan mendatar dan pipa tegak.
Penentuan ukuran pipa air buangan mendatar dilakukan berdasarkan
beban maksimum pipa mendatar dan pipa tegak air buangan, dimana
diameter pipa tersebut harus sama atau lebih besar dari diameter pipa
minimum alat plambing.

20
 Ukuran minimum pipa cabang mendatar, pipa cabang mendatar
sekurang-kurangnya harus sama dengan diameter terbesar dari
perangkap alat plambing yang dilayani.
 Kemiringan pipa, kemiringan (slope) untuk pipa air buangan
mendatar ditentukan berdasarkan diameter pipa air buangan.
 Ukuran pipa tegak minimum, pipa tegak harus mempunyai ukran
yang sekurang-kurangnya sama dengan diameter terbesar cabang
mendatar yang disambungkan ke pipa tegak tersebut.

f. Pembuangan lemak, sarana pembuangan lemak (Grease trap)


berfungsi untuk menangkap minyak dan lemak yang terdapat pada
air buangan sebelum dialirkan menuju unit pengolahan, untuk
mencegah pengendapatan minyak yang dapat menyumbat saluran air
buangan dan memastikan agar aliran bebas setiap saat (American
Society of Plumbing Engineers, 2012). Kapasitas grease trap
ditentukan berdasarkan laju aliran air buangan alat plambing dan
estimasi jumlah lemak yang disisihkan.
g. Unit pengolahan limbah, unit pengolahan limbah menampung
seluruh limbah dari pipa saluran air buangan. Air limbah yang
dihasilkan dihitung berdasarkan 80% kebutuhan air (Mara, 2004).
Efluen yang dihasilkan diharapkan telah memenuhi baku mutu air
limbah domestik.

2.3.2 Jenis Pipa Buangan


Berikut ini merupakan jenis-jenis pipa yang umumnya menjadi
bagian dari sistem pembuangan, yaitu antara lain :
1. Pipa Pembuangan Alat Plambing
Pipa pembuangan yang menghubungkan perangkap pada alat
plambing dengan pipa pembuangan lainnya. Pipa ini biasanya
dipasang tegak dan ukurannya harus sama atau lebih besar dari
lubang keluar perangkap pada alat plambing.
2. Pipa Cabang Mendatar

21
Pipa pembuangan yang dipasang mendatar dan menghubungkan pipa
pembuangan dari alat plambing dengan pipa tegak air buangan.
3. Pipa Tegak Air Buangan
Pipa pembuangan yang dipasang tegak untuk mengalirkan air
buangan dari pipa-pipa cabang mendatar.
4. Pipa Tegak Air Kotor
Pipa pembuangan yang dipasang tegak untuk mengalirkan air kotor
dari pipa-pipa cabang mendatar.
5. Pipa atau Saluran Pembuangan Gedung
Pipa pembuangan yang mengumpulkan air kotor maupun air bekas
dari pipa-pipa tegak. Di dalam sistem pembuangan air dalam
gedung, pipa pembuangan gedung ini umumnya dibatasi hingga
jarak satu meter ke arah luar dari dinding terluar gedung.
6. Riol Gedung
Pipa di halaman gedung yang menghubungkan pipa pembuangan
gedung dengan riol umum ataupun instalasi pengolahan.

2.3.3 Cara Penentuan Dimensi Pipa Buangan


Ukuran pipa pembuangan ditentukan berdasarkan jumlah beban unit
alat plambing maksimum yang diizinkan untuk setiap diameter pipa.
Ukuran pipa offset ditentukan sebagai berikut.
1. Pipa offset 45o atau kurang
Pipa offset dengan sudut 45o atau kurang terhadap garis tegak
ditentukan ukurannya seperti menentukan ukuran pipa tegak. Jika
ada pipa pengering alat plambing atau cabang mendatar
disambungkan dalam jara 600 mm di atas atau di bawah pipa
offset, sebaiknya dipasang ven Pelepas pada pipa tegak.
2. Pipa offset lebih dari 45o
Pipa offset ini ditentukan ukurannya seperti untuk popa
pembuangan Gedung. Bagian pipa tegak di atas offset harus
ditentukan ukurannya seperti pipa tegak biasa, berdasarkan jumlah
beban unit alat plambing di atas offset tersebut, bagian pipa tegak
di bawah offset minimal sama dengan ukuran offset dan diperiksa.

22
Ven Pelepas untuk offset perlu dipasang, kecuali jika offset
tersebut berada di bawah cabang mendatar terendah.

Langkah-langkah penentuan dimensi pipa air buangan adalah


sebagai berikut :
1. Menentukan daerah atau jalur tiap sistem pada ruang saniter. Jalur
setiap sistem tersebut ditentukan karena penentuan dimensi pipa air
buangan dilakukan berdasarkan unit alat plambing kumulatif.
2. Menentukan besarnya beban unit alat plambing dari alat plambing
pada setiap jalur yang telah ditetapkan. Nilai beban UAP ini dapat
dilihat pada Tabel 2.7 di bawah ini :

Tabel 2.7 Nilai Unit Alat Plambing untuk Tiap Alat


Sumber : Soufyan Moh. Noerbambang dan Takeo Morimur

23
3. Menentukan diameter perangkap minimum untuk mesing-masing
alat plambing sesuai Tabel 2.8 di bawah ini :
Tabel 2.8 Diameter Minimum untuk Perangkap dan Pipa Buangan
Alat Plambing

Sumber : “Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing”


Noerbambang dan Takeo Morimura
Catatan :
1. Ada dua macam perangkap dan pipa buangan, sesuai dengan tipe
peturasan.
2. Tidak selalu tersedia di toko.
3. Pipa buangan 32 mm boleh digunakan, tetapi karena pipa ven
mudah rusak lebih disukai system ven dengan lup. Dianjurkan
menggunakan pipa buangan 40 mm untuk menjamin ventilasi dan
mengatasi kemungkinan mengendapnya sabun atau bahan lainnya
pada dinding dalam pipa.

24
4. Bak cuci tangan kecil ini biasanya tanpa lubang peluap, dan
digunakan dalam kakus atau kamar mandi rumah atau apartement.
Pipa pembuangan alat plambing harus berukuran 32 mm.
4. Menentukan nilai beban UAP kumulatif dari setiap alat plambing
sampai pada alat plambing yang paling dekat dengan pipa tegak
dari setiap jalur.
5. Menentukan diameter pipa alat plambing berdasarkan UAP
maksimum dari tabel 2.10 Apabila diameter pipa air buangan lebih
kecil dari diameter perangkap minimumnya maka diambil nilai dari
diameter perangkap minimum sesuai standar untuk setiap alat
plambing. Selain itu, harus diingat bahwa tidak pernah terdapat
perkecilan pipa pada ssitem air buangan dan hanya kloset yang
terletak pada ujuang sistem yang boleh memakai diameter pipa 75
mm (kloset kedua dan seterusnya dari ujung diameter pipanya 100
mm)
Tabel 2.9 Beban Maksimum UAP yang Ditentukan Untuk Cabang
Horizontal dan Pipa Tegak Buangan

Sumber : “Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing”


Noerbambang dan Takeo Morimura
Catatan :
1. Tidak termasuk cabang buangan gedung.

25
2. NATIONAL PLUMBING CODE, American Standart, ASA
40,8-1955.
3. Tidak lebih dari dua kloset.
4. Tidak lebih dari 3 kloset.
*1. Unit alat plambing praktis diterapkan kalau setiap alat
plambing melayani 20-30 penghuni gedung, dan digunakan sistem
ven dengan lup.
*2. Unit alat plambing dari NPC diterapkan kalau setiap alat
plambing melayani 10-15 penghuni gedung. Dan digunakan sistem
ven individu.
6. Menyesuaikan diameter pipa yang terpasang dengan diameter pipa
yang ada di pasaran
7. Menentukan slope yang akan digunakan pada pipa air buangan
masing-masing alat plambing yang akan menuju pipa tegak
8. Menentukan diameter pipa pembuangan gedung bedasarkan tabel
2.6 di atas.
9. Mengumpulkan semua data yang telah didapat pada tabel sistem air
buangan.

2.3.4 Sistem Vent


Sistem vent merupakan sistem instalasi untuk mengeluarkan
udara yang terjebak didalam instalasi pipa air buanga Karena fungsi
utama dari sistem vent adalah menjaga agar perangkap tetap
mempunyai sekat air, maka pipa ven harus dipasang sedemikian
rupa agar mencegah hilangnya sekat air tersebut. Kedalaman
minimum sekat air adalah 50 mm. Pipa pembuangan dan ven
harus dirancang dan dipasang agar mampu menjaga kedalaman
tersebut. Adapun tujuan dari sistem Vent adalah sebagai berikut :
1. Menjaga sekat perangkap dari efek sifon atau tekanan
2. Menjaga aliran yang lancar dari pipa pembuangan
3. Mensirkulasikan udara dalam pipa pembuangan
Adapun faktor - faktor hilangnya sekat air sehingga
diperlukannya sistem vent adalah sebagai berikut :

26
1. Efek Sifon-Sendiri
Timbul apabila seluruh perangkap dan pipa pengering alat plambing
terisi penuh dengan air buangan pada akhir proses pembuangan,
sehingga air perangkap juga akan ikut mengalir ke dalam pipa
pengering.
2. Efek Hisapan
Terjadi pada air perangkap alat plambing yang dipasang dekat
dengan pipa tegak, dan dalam pipa tegak tersebut tiba-tiba ada aliran
air buangan yang cukup besar yang masuk dari cabang mendatar
dibawahnya. Akibatnya, dalam perangkap alat plambing dapat
timbul tekanan vakum yang akan menghisap air dalam perangkap.
3. Efek Tiupan Keluar (Blow-Out)
Terjadi pada air perangkap alat plambing yang dipasang
dekat dengan pipa tegak, dan dalam pipa tegak tersebut tiba-
tiba ada aliran air buangan yang cukup besar yang masuk dari
cabang mendatar di atasnya. Akibatnya, dalam perangkap alat
plambing dapat timbul tekanan positif yang akan mendorong air
dalam perangkap bahkan keluar dari alat plambing.
4. Efek Kapiler
Efek ini terjadi kalau ada rambut atau benang yang tersangkut
dalam perangkap dan menjurai ke dalam pipa pengering alat
plambing. Akibatnya air perangkap lama-kelamaan akan habis
terbuang.
5. Penguapan
Penguapan terjadi jika alat plambing tidak dipergunakan untuk
waktu yang cukup lama. Lubang pembuangan lantai yang
sekarang ini banyak digunakan, mempunyai kedalaman sekat air
yang kurang dari 50 mm, dan sering terjadi dalam waktu yang
tidak terlalu lama sudah banyak airnya yang menguap, sehingga air
sebagai sekat tidak cukup lagi. Faktor menghilangnya sekat air
6. Efek Momentum

27
Efek ini jarang terjadi dan terjadi jika ada pembuangan air
mendadak atau terjadi perubahan tekanan yang cepat dalam pipa
pembuangan.

2.3.5 Jenis Pipa Vent


Jenis pipa vent adalah sebagai berikut:
a) Vent tunggal
Pipa vent ini dipasang untuk melayani satu alat plambing dan
disambungkan kepada sistem vent lainnya atau langsung terbuka ke
udara luar.
b) Vent lup
Pipa vent ini melayani dua atau lebih perangkap alat plambing, dan
disambungkan kepada vent pipa tegak.
c) Vent pipa tegak
Pipa ini merupakan perpanjangan dari pipa tegak air buangan, di atas
cabang mendatar pipa air buangan tertinggi.
d) Vent bersama
Pipa vent ini adalah satu pipa vent yang melayani perangkap dari
dua alat plambing yang dipasang bertolak belakang atau sejajar dan
dipasang pada tempat dimana kedua pipa pengering alat plambing
tersebut disambungkan bersama.
e) Vent basah
Pipa vent basah adalah pipa vent yang juga menerima air buangan
berasal dari alat plambing selain kloset.
f) Vent pelepas
Pipa vent ini adalah pipa vent untuk melepas tekanan udara dalam
pipa pembuangan.
g) Pipa vent balik
Pipa vent balik adalah bagian pipa vent tunggal yang membelok ke
bawah, setelah bagian tegak ke atas ampai lebih tinggi dari muka air
banjir alat plambing, dan yang kemudian disambungkan kepada pipa
tegak vent setelah dipasang mendatar kebwah lantai.
h) Pipa vent yoke

28
Pipa vent ini suatu vent pelepas, yang menghubungkan pipa tegak air
buangan kepada pipa tegak vent, untuk mencegah perubahan tekanan
dalam pipa tegak air buangan yang bersangkutan.

2.3.6 Cara Penentuan Dimensi Pipa Vent


Dalam penggunaan pipa vent, ukuran diameter pipa harus
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga penggunanya lebih efektif.
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pipa
vent, yakni diantaranya:
a. Ukuran pipa vent lup, pipa vent pelepasan dan pipa vent tunggal
ukuran minimum yang dipakai adalah 32 mm dan tidak boleh kurang
dari setengah cabang pipa air buangan yang dilayani atau pipa tegak
ven yang disambung.
b. Ukuran pipa ven tegak dan pelepas offset
Minimal sama dengan pipa tegak air buangan yang dilayani dan
tidak boleh diperkecil saampai ujung pipa tertinggi.
c. Ukuran pipa untuk bak penampung
Minimal ukuran yang digunakan adalah 50 mm dalam keadaan
apapun. Ukuran pipa vent didasarkan pada nilai unit beban alat
plambing dari pipa air buangan yang dilayani dan panjang pipa vent
tersebut. Bagian pipa vent mendatar, tidak termasuk pipa vent di
bagian bawah lantai, tidak boleh dari 20% dari total panjangnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat ditentukan ukuran diameter
pipa vent yang sesuai. Ukuran dan panjang pipa vent dapat dilihat
pada Tabel 2.10 di bawah ini.

29
Tabel 2.10 Ukuran dan Panjang Pipa Vent
Sumber : “Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing” Soufyan
Moh. Noerbambang dan Takeo Morimura
Sedangkan ukuran untuk pipa cabang horizontal dengan vent lup
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.11 Ukuran Pipa Cabang Horizontal Ven dengan Lup

Sumber : “Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing”


Noerbambang dan Takeo Morimura

2.4 Kriteria Perencanaan Fire Hydrant

2.4.1 Perencanaan Sistem


Fire hydrant adalah sebuah sistem pemadaman kebakaran yang
menghubungkan langsung dengan sumber air. Sistem ini pada
umumnya terdiri dari beberapa komponen yang digabungkan sehingga
bisa digunakan untuk mengalirkan air dari satu lokasi dengan tujuan
mempercepat proses pemadaman kebakaran. Melalui proses distribusi
inilah air akan ditransfer ke lokasi pemadaman Tentunya alat ini juga
mempunyai sistem yang telah terintegrasi dengan komponen

30
pendukung, kurang lebih seperti rumah pompa, pipa tekanan, dan pipa
utama sebagai pengalir air.

Sistem pemadam kebakaran mutlak harus ada terutama pada


gedung-gedung dan fasilitas-fasilitas umum. Sistem ini merupakan
sistem perpipaan didalam dan halaman gedung yang berfungsi untuk
melindungi gedung beserta fasilitas yang berada didalam dan diluar dan
pemakaiannya dari bahaya kebakaran.
Air untuk memadamkan api didalam gedung dapat disuplai dari
pipa tegak dengan house connecfon, automatic, sprinklers, storage tank,
atau pompa cara-cara tersebut dapat saling melengkapi, dimana
tambahan air sering diperlukan. Air tersebut dapat diambil dari public
suplay maupun sumber lainnya seperti sungai dan laut.
Penempatan fire hydrant perlu diperhatikan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
 Mudah dicapai dan terlihat dari arah manapun
 Mampu menjangkau setiap sudut gedung
 Mudah mendapatkan suplai udara
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan penyediaan air
untuk pemadam kebakaran antara lain:
Ada 3 hal yang perlu untuk diperhatikan antara lain :
 Mudah dicapai dan terlihat dari arah manapun
 Mampu menjangkau setiap sudut gedung
 Mudah mendapatkan suplai udara
a. Kebutuhan air
Harus tersedia air yang cukup bila sewaktu-waktu terjadi kebakaran
cukup besar. Untuk keperluan ini biasanya air disimpan dan selalu
tersedia dalam ground reservoar. Dengan demikian menjadi lebih
aman dari pada bila mengandalkan air dari pipa dinas (PDAM) saja.
b. Tekanan air
Tekanan air yang dibutuhkan untuk alat pemadam kebakaran cukup
besar. Hal ini disebabkan oleh karena fire hydrant harus mampu
mensuplay air dengan debit besar, dengan pancaran kuat. Harga sisa

31
air yang biasanya diambil dalam perancangan sistem fire hydrant
adalah sebesar 10 mkolam air (1 kg/cm2) .
c. Stasiun fire hydrant
Jarak antara fire hydrant untuk pipa 2,5 inch tidak boleh lebih dari
100 ft.

2.4.2 Jenis Fire Hydrant


Penggolongan fire hydrant menurut lokasinya adalah sebagai berikut :
 Fire hydrant diluar gedung
- Flush hydrant yaitu tipe hydrant yang diletakkan didalam kotak
besi dan ditanamkan didalam tanh dengan tinggi permukaan kotak
rata-rata dengan muka tanah.
- Post hydrant yaitu tipe hydrant yang mempunyai ketinggian
sekitar 1 meter dari muka tanah.
 Fire hydrant di dalam gedung
- Sprinkler yaitu jenis fire hydrant yang terletak diatas tiap lantai
dalam bentuk jaring-jaring dimana tiap outletnya ditutup dengan
material tertentu, yang tidak tahan api, sehingga bila ada
percikan api (kebakaran), tutup tersebut akan pecah dan air akan
menyemprot dari outlet temperatur fushible plug berfariasi, ada
yang meleleh pada 160˚C dan 1360˚C. Open had sistem yang
digunakan untuk perlindungan gedung dioperasikan dengan
automatic value yang dikontrol dengan termosfat yang di
distribusikan keseluruh gedung. Open had sprinkler sistem ini
dapat menyuplai sejumlah air untuk melindungi bangunan luas
dari api yang berasal dari gedung-gedung disampingnya atau
ledakan api yang lain.
Kerugian penggunaan sprinkler yaitu :
1. Kemungkinan rusak karena adanya kebocoran
2. Bahaya adanya pembekuan / ledakan
3. Fushible plug yang meleleh, yang akan melepaskan air
panas, akibatnya alat tersebut tidak mampu untuk

32
memadamkan api karena adanya kondensasi pada
lingkungan.
- Perencanaan Sprinkler
Berdasarkan SNI 03-3989-2000, perencana merencanakan
sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan sprinkler
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Arah pancaran kebawah, karena kepala sprinkler diletakkan
pada atap ruangan
2. Kepekaan terhadap suhu, warna cairan dalam tabung gelas
berwarna jingga pada suhu 50oC
3. Sprinkler yang dipakai ukuran 1/2” dengan kapasitas (Q) =
80 liter/menit
4. Jarak maksimum antar titik sprinkler untuk tingkat kebakaran
ringan 4,6 meter
5. Jarak maksimum sprinkler dari dinding tembok 1,7 meter
6. Daerah yang lindungi adalah semua ruangan kecuali kamar
mandi, toilet, dan tangga yang diperkirakan tidak mempunya
potensi terjadinya kebakaran
7. Sprinkler overlap ¼ bagian
 Fire house
Fire house yaitu tipe fire hydrant yang terdiri dari suatu model
dari pipa elastis (misalnya rubber lined cotton pipe) yang
ditempatkan dalam suatu kotak yang ditempelkan ditembok,
biasanya tiap balok kaca akan dilengkapi dengan martil untuk
memecah kaca jika terjadi kebakaran, fire house stasion ini
harus terlihat dari jarak manapun, dekat dengan pipa utama dan
tidak boleh lebih dari 6 ft diatas lantai. First aid house harus
disambungkan dengan pipa tegak yang secara konsisten harus
terisi air. First aid house ini diletakkan diruang (koridor) dan
dihubungkan dengan cabang melalui dinding ke pipa tegak. Fire
house dapat direncanakan secara semi automatic/one man hose
rack yang memungkinkan seseorang seperti yang telah

33
disebutkan diatas untuk menarik nozzle dan menyemprotkannya
ke sumber api setelah dia membuka hourse velve. Hourse velve
ini terletak didekat pipa suplay air dan antar pipa tersebut
dengan hourse.

2.4.3 Cara Penentuan Dimensi Pipa Hydrant


Perencanaan diameter pipa air sistem hydrant
dilakukan dengan perhitungan mundur dari alat sistem hydrant
menuju ke induk-induk percabangan, dengan cara membagi-bagi tiap
section meliputi :
1. Pipa service pada unit beban alat dari sistem hydrant
2. Pipa distribusi atau pipa utama
Perhitungan diameter pipa perlu diperhatikan akan kecepatan
aliran di dalam pipa, yang mana dalam standar NFPA 24 kecepatan
aliran yang diijinkan 10 ft/sec (3 m/s). Sedangkan dalam pemilihan
material pipa sistem hydrant yang sesuai dengan NFPA 15 adalah
ASTM A 53 grade A (Bl ack Steel Pipe Schedule 40), dimana yield
strengthnya adalah 30 Ksi (30000psi). Penentuan diameter pipa pada
sistem hydrant harus sesuai dengan NFPA 14 dan NFPA 15, dimana
kapasitas kebutuhan unit dari tiap unit beban diketahui.

2.4.4 Cara Penentuan Kebutuhan Air untuk Post Hydrant


Pada penentuan kebutuhan air untuk post hydrant, pertama-tama
langkah yang dilakukan adalah menentukan jumlah post hydrant yang
akan dipasang. Kemudian menentukan debit untuk tiap post hydrant.
Sehingga total kebutuhan air untuk post hydrant dapat ditentukan.
1. Sistem pompa otomatis
Pompa kebakaran harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga
mudah dicapai dalam gedung atau ditempatkan di dalam bangunan
tahan api di luar gedung. Pompa kebakaran tidak boleh digunakan
untuk keperluan lain di luar keperluan kebakaran. Diajurkan
pemasangan pompa kebakaran terpisah untuk keperluan instalasi
kebakaran.
2. Karakteristik Pompa Kebakaran

34
Karakteristik pompa kebakaran yang disyaratkan harus ditentukan
dengan tabel dibawah ini.

Tabel 2.12 Karakteristik Pompa Kebakaran

35
BAB III

PERHITUNGAN

3.1. Sistem Plambing untuk Air Bersih


Plambing merupakan perpaduan antara seni dan teknologi pemipaan serta
peralatan pendukungnya untuk menyediakan air bersih ke tempat yang
diinginkan; baik dalam bentuk kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas dengan
memenuhi syarat yang berlaku, serta membuang air kotor atau air bekas dari
tempat-tempat tertentu tanpa mencemari bagian penting lainnya untuk
menciptakan kondisi yang nyaman dan higienis sesuai dengan standar yang
berlaku. (Morimura dan Noerbambang, 2000). Di Indonesia telah diterbitkan
peraturan dan standar tentang perencanaan dan pemeliharaan sistem instalasi air
bersih sejak tahun 1979. Usaha ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya
kegagalan maupun kerusakan yang terjadi pada sistem plambing.

3.1.1 Perhitungan Kebutuhan Air Bersih


a. Penaksiran Berdasarkan Luas Bangunan/Jumlah Penghuni

Metode jumlah penghuni atau luas lantai adalah dengan menghitung


jumlah penghuni dan jumlah lantai gedung tersebut. Jenis gedung adalah
perkantoran. (Sofyan & Morimura)

36
Gambar 3.1 Denah Gedung type 3
Bangunan type 3 dengan jumlah 10 lantai memiliki luas sebagai berikut :

 Luas Bangunan : L. Daerah I = P x L


= 30 m x 10 m
= 300 m2
L. Daerah II = S x S
= 20 m x 15 m
=300 m2
 Luas Bangunan = Luas - (L. Daerah I + L. Daerah II)
= 80 m x 50 m – (300 m2 + 300 m2)
= 3400 m2
 Luas Total Bangunan = Luas Bangunan x Jumlah Lantai
= 3400 m2 x 10 Tingkat
= 34000 m2
Luas efektif memiliki range antara 55%-80%, pada perencanaan ini saya
memakai luas efektifnya sebesar 80%, berikut perhitungannya:
 Luas Efektif = 80 % x Luas Total
=80 % x 34000 m2
= 27200 m2
Jumlah penghuuni atau jumlah orang dihitung dengan menggunakan
kepadatan sebesar 5-10 m2/orang dan pada perencanaan ini saya menggunakan
asumsi kepadatan sebesar 5 m2/orang.
Luas Efektif
 Jumlah Orang = kepadatan

27200 m2
= 5m2/orang

= 5.440 orang
Jumlah kebutuhan air detiap orang/ hari diasumsikan sebesar 100
liter/orang/hari, maka:
 Qd = Jumlah Orang × Kebutuhan Air
= 5.440 orang x 100 liter/hari
= 544.000 liter/hari
= 544 m3/hari

37
Berikut merupakan jumlah kebutuhan air selama jangka waktu pemakaian
8 jam setiap harinya:
8
 Qh = Qd × 24

8
= 544 m3/hari × 24

= 181,3 m3/8 jam = 181.300 L


Faktor kebocoran dengan asumsi sebesar 20% dari debit kebutuhan air
selama pemakaian 8 jam/hari, maka didapat:
 Q kebocoran = 20% × 181.300 L x 20 %
= 36.260 L

Setelah didapat jumlah Q kebocoran dan Qh maka total kebutuhan air


selama pemakaian 8 jam sebesar:

 Total Kebutuhan Air = Qh + Q kebocoran


= 181.300 L + 36.260 L
= 217.560 L
= 217,56 m3/hari

b. Penaksiran Berdasarkan Jenis dan Jumlah Alat Plambing

Bangunan kantor setiap lantainya memiliki 2 ruang saniter yang berisi


alat-alat plambing dengan type yang berbeda. Tipe ruang saniter yang
digunakan yaitu tipe x dan tipe z, dimana pada tipe x berisi 5 buah water
closet (WC) dengan katup gelontor, 3 buah urinoir (UR) dengan katup
gelontor, dan 5 buah lavatory (LV) dengan jenis keran. Sedangkan untuk
tipe z berisi 5 buah water closet (WC) dengan katup gelontor, 4 buah
urinoir (UR) dengan katup gelontor, dan 3 buah lavatory (LV) dengan
jenis keran. Setiap jenis alat plambing memiliki faktor pemakaian serentak
yang tertera pada Tabel 3.1, untuk tabel Jumlah Kebutuhan alat plambing
berdasarkan jenis dan Tipe Tabel 3.2, Sedangkan untuk tabel Jumlah
Kebutuhan alat plambing berdasarkan jenis dan Tipe z dapat dilihat pada
Tabel 3.3
Tabel 3.1 Faktor Pemakaian Serentak Alat Plambing

38
Jumlah 1 2 4 8 12 16 24 32 40 50 70 100
Alat plambing
Jenis
Alat plambing
Kloset, dengan 1 50 50 40 30 27 23 19 17 15 12 10
katup gelontor 1 2 3 4 5 6 7 7 8 9 10
Alat plambing 1 100 75 55 48 45 42 40 39 38 35 33
biasa 2 3 5 6 7 10 13 16 19 25 33

Tabel 3.2 Pemakaian Air Setiap Alat Plambing

No. Nama Alat Pemakaian air Penggunaan Laju aliran Waktu


Plambing untuk per jam (liter/menit) untuk
penggunaan pengisian
satu kali (liter) (detik)
1. Kloset 13,5-16,5 6-12 110-180 8,2-10
(dengan katup
gelontor)
2. Kloset 13-15 6-12 15 60
(dengan tangki
gelontor)
3. Peturasan 5 12-20 30 10
(dengan katup
gelontor)
4. Peturasan 2-4 9-18 12 1,8-3,6 300
orang (dengan
tangki
gelontor)
5. Peturasan 5-7 22,5-31,5 12 4,5-6,3 300
orang (dengan
tangki
gelontor)

39
6. Bak cuci 3 12-20 10 18
tangan kecil
7. Bak cuci 10 6-12 15 40
tangan biasa
(lavatory)
8. Bak cuci 15 6-12 15 60
tangan (sink)
dengan keran
13 mm
9. Bak cuci 25 6-12 25 60
tangan (sink)
dengan keran
20 mm
10. Bak mandi 125 3 30 250
rendam (bath
tub)
11. Pancuran 24-60 3 12 120-300
mandi
(shower)
12. Bak mandi Tergantung 30 20
gaya jepang ukurannya

Tabel 3.3 Jumlah Alat Plambing Berdasarkan Tipe Saniter dan Jumlah Lantai
Tipe X Tipe Z Jumlah Jumlah
Alat plumbing Alat 1 Alat 10
Pria Wanita Pria Wanita Lantai Lantai
Kloset katup gelontor 2 3 2 3 10 100

Lavatory keran - 3 2 3 8 80

Urinoir katup
4 - 3 - 7 70
gelontor

Tabel 3.4 Total Kebutuhan Air Berdasarkan Tipe Saniter dan Jumlah Lantai

40
Jumlah Debit Air Debit /
Pemakaian Penggunaan
Alat Alat 10 Sekali Pakai Jam
Air/Alat / jam
plumbing Lantai (c) (e)
(b) (d)
(a) (c=axb) ( e =c x d )
Kloset katup
100 15 L 1.500 L 10 15.000 L
gelontor
Lavatory
80 10 L 800 L 10 8000 L
keran
Urinoir katup
70 5L 350 L 15 5250 L
gelontor

Tabel 3.5 Perhitungan Penggunaan Air dengan Faktor Serentak

Faktor
Debit / Jam Laju Aliran
Alat plumbing Pemakaian
(e) (exf)
(f)
10 %
Kloset katup gelontor 15.000 L 1.500 L/jam
(Tabel 3.1)
Lavatory keran 8000 L 34,33 % 2.747 L/jam
35 %
Urinoir katup gelontor 5250 L 1.838 L/jam
(Tabel 3.1)
Total 6.084 L/jam
Pemakaian per hari rata-rata 8 jam 48.672 L/jam
Pemakaian pada jam puncak 12.168 L/jam

Pada Tabel 3.3 akan didapat total kebutuhan air berdasarkan Tipe Saniter dan
Jumlah Lantai
 Total Kebutuhan Air WC dengan Katup Gelontor
= 100 buah x 15 L
= 1.500 L
 Total Kebutuhan Air UR dengan Katup Gelontor
= 80 buah x 10 L
= 800 L
 Total Kebutuhan Air LV dengan Alat Plambing Biasa
= 70 buah x 5 L
= 350 L

41
Setelah didapat total kebutuhan air maka dapat dicari debit air perjam
berdasarkan data total pemakaian perjam pada setiap alat plambing sebagai
berikut:
 WC dengan Katup Gelontor
= 1.500 L x 10 kali/jam
= 15.000 L/jam
 UR dengan Katup Gelontor
= 800 L x 10 kali/jam
= 8.000 L/jam
 LV dengan Alat Plambing Biasa
= 350 L x 15 kali/jam
= 5250 L/jam
Setelah didapat Debit Total Kebutuhan Air pejam, maka dapat dihitung pula
faktor pemakaian serentaknya dengan melihat Tabel 3.1 berdasarkan jumlah alat
plambingnya. Untuk faktor pemakaian serentak dengan jumlah alat plambing
yang tidak terdapat di tabel, dapat dicari dengan mengguakan Interpolasi, berikut
perhitungan % Faktor pemakaian serentak dengan interpolasi dan Debit
Pemakaian Seretak :
 Faktor Serentak pada 100 buah WC dengan Katup Gelontor
= 10% (berdasarkan Tabel 3.1)
 Faktor Serentak pada Lavatory
100−80 33−x
= 100−70 = 33−35
20 33−x
=
30 −2
-40 = 990 – 30x
30x = 1.030
x = 34,33 %

 Faktor Serentak pada 70 buah Urinoir


= 35% (berdasarkan Tabel 3.1)

Berikut merupakan perhitungan Laju Aliran dengan rumus Qh × Fak.


Pemakaian Serentak :
 QWC = 15.000 L × 10%

42
= 1.500 L/jam
 QUR = 5250 L /jam × 35 %
= 1.838 L/jam
 QLV = 8000 L × 34,33 %
= 1.838 L/jam
 Jumlah (Qh) = QWC + QUR + QLV
= 1.260 L/jam + 1.117,2 L/jam + 631,68 L/jam
= 3.008,88 L/jam
Pemakaian /hari rata-rata selama 8 jam, maka:

 Qd = Qh x T
= 6.084 L/jam x 8 jam/hari
= 48.672 L/hari
= 48,67 m3/hari
Pemakaian air pada jam puncak

 Qh-max = C1 x Qh
= 2 x 6.084 L/jam
= 12.168 L/jam
Pemakaian air pada menit puncak

Qh
 Qh-max = C2 x 60
6.084 L/jam
=4x 60

= 405,6 L/menit

3.1.2 Desain Roof Tank


 Perhitungan Roof Tank

 Diketahui :
Q jam puncak = 12.168 L/jam = 202,8 l/menit (Qmax)
Q menit puncak = 405,6 L/menit (Qpuncak)
Qpu = Q jam puncak
Tp = 30 menit ( diasumsikan )
Tpu = 10 menit ( diasumsikan )

43
 Perhitungan :
VE = (Qp – Qmax) Tp – (Qpu x Tpu)
= (405,6 – 202,8 ) 30 – 202,8 x 10
= 6084 – 2028
= 4020 liter = 4,02 m3
 Waktu pengisian tangki lantai atap
V
t = Qmaks
4,02 m3
= 12,168 m3/jam

= 0,3303 jam
Jadi, volume Roof Tank yaitu sebesar 4,02 m3 dengan waktu pengisian
selama 0,3303 jam.
 Dimensi roof tank:
Bentuk = Persegi Panjang
Dimensi =P:L=2:1
H = 1,5 (asumsi)
A = V/h = 4,02/1,5 = 2,68 m2
A =PxL
2,68 = 2L2
L2 = 1,34
L = 1,157 m
P = 2L
= 2 x 1,157
= 2,314 m
Jadi, dimensi roof tank : P = 2,314 m, L = 1,157 m, H = 1,5

3.1.3 Perhitungan Pompa Air Bersih


Dalam ketentuan umum sistem penyediaan air minum atau air bersih
antara lain yaitu kecepatan aliran di dalam pipa maksimal 2 m/detik (SNI
03-7065-2005). Jadi kecepatan aliran dalam pipa diasumsikan nilai ν = 2

44
m/detik dengan debit = 0,00338 m3/det. Maka diameter pipa akan dapat
diketahui dengan Persamaan:
 Luas Penampang
Q
A =V
0,00338 m3/det
= = 0,00169 m2
2 m/det

 Diameter Pipa
A×4
D2 = π
0,00169 × 4
=
3,14

= 0.04 m = 2 inch
nilai D = 2 inch dapat diketahui nilai nominal diameter luar dan dalam
pada schedule 40. Didapat dari tabel nilai diameter luar yaitu 2,375 inch
dan diameter dalam 2,067 inch.

Tabel 3.4 Faktor Kecepatan Untuk Berbagai Jenis Pipa

Sumber : Morimura dan Noerbambang, 2000


Tabel 3.5 Ketebalan Dinding (Untuk Alat Penyambung dan Pipa)

45
Sumber : Raswari, 1987
Tabel 3.6 Sifat-sifat fisik air (Air dibawah 1 atm dan air jenuh di atas

100°)
Sumber : Tahara H., Sularso, 2000
Head kerugian pada pompa adalah kerugian yang terjadi pada suatu
instalasi pipa seperti belokan, katup, dan sebagainya, yang di dalam

46
instalasi pipa tersebut terdapat aliran fluida cair ataupun gas. Untuk
menghitung kerugian gesek di dalam pipa kita perlu mengetahui aliran
yang terjadi apakah termasuk aliran laminer atau aliran terbulen. Maka
untuk mengetahui jenis aliran di dalam pipa dengan memakai bilangan
Reynolds (Tahara dan Sularso, 2000: 28)
v×D
Re = υ

Re = Bilangan Reynold
V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa (m/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
 = Viskositas kinematik zat cair (m²/detik)
 Air = pada suhu 20°C = 1,004 x 10-6 m²/detik
= v×D
Re υ
2 x 0,05
= 1,004 x 10−6

= 99.601
Karena nilai yang diperoleh lebih dari 4000, Jadi termasuk aliran turbulen.
Maka dalam perhitungan ini rumus yang akan digunakan yaitu rumus
Hazen-Williams, karena pada umumnya rumus ini dipakai untuk
menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang
 Head Kerugian Gesek Dalam Pipa (Major Losses)
10,666 x Q1,85
hf 1 = xL
C1,85 x D4,85

10,666 x 0,0031,85
= x 12
1301,85 x 0,054,85

= 0,6 m

 Kerugian pipe fitting (Minor Losses)


f = koefisien kerugian 0,06
Q
v =A
0,00338 m3/det
= 0,00169 m2

= 2 m/det

47
v2
hf =f x 2xg

22
= 0,06 x 2 x 9,81

= 0,012 m

 Koefisien kerugian pada belokan pipa


Pada belokan pipa ada dua macam belokan, yaitu belokan lengkung dan
belokan patah (miter atau multipiece bend). Yang akan digunakan pada
perancangan ini yaitu belokan lengkung. Untuk mengetahui nilai f pada
belokan (elbow) dapat diketahui dengan menggunakan tabel 3.6
Tabel 3.7 Koofisoen kerugian belokan pipa

Sumber : Tahara H., Sularso, 2000


a. Kerugian pada satu belokan 90º
Dengan D/R = 1
D ɵ
f = 0,131 + 1,874 x (2 R)3,5 x (90)0,5
1 90
= 0,131 + 1,874 x (2 )3,5 x (90)0,5 = 0,3 m
v2
hf 2 =f x 2xg

22
= 0,3 x 2 x 9,81

= 0,06 m

b. Koefisien kerugian pada keluar f = 1,0


v2
hf 3 =f x 2xg

22
= 1 x 2 x 9,81

= 0,2 m

c. Kerugian head pada katup


fv = 1,97 + ( 1,97 – 1,191 )

48
= 2,03
v2
hv = fv x 2 x g

22
= 2,03 x 2 x 9,81

= 0,4 m

Jadi hL = kerugian hf1 + hf2 + hf3 + hv

= 0,3 + 0,06 + 0,2 + 0,4

= 0,96 m

Head total pompa yang dibutuhkan untuk mengalirkan air bersih sesuai
yang dirancang yaitu (Tahara dan Sularso, 2000: 43):

v2
H = ha + Δhp + hL + 2 x g

22
= 12 + 0 + 0,96 + 2 x 9,81

= 13,2 m

Daya pompa
P =ρxgxQxH
= 1000 x 9,81 x 0,003 x 13,2
= 388,4 watt
= 0,3884 kwh

Karena debit dari dua tipe gedung sama yaitu 0,003 m3/detik maka dilakukan
perhitungan satu kali mewakili dua gedung. Dengan daya pompa sebesar 0,3884
kwh dan debit sebebsar 0,003 m3/detik maka dipilih pompa berdasarkan tabel
dibawah ini :

49
Tabel 3.7 Pemilihan Tipe Pompa Suplai

Sumber : Grundfos JP Basic, 2016

SPECIFICATIONS
Merk : Grundfos
Tipe : NS Basic 13-18 M
Kategori : Pompa Sentrifugal Cast Iron 1 phase
Daya Listrik : 750 watt 1 phase
Daya Start Listrik : 1500 watt
Daya Hisap : 6 m (max)
Debit : 240/200/120 l/menit
Total Head : 10/12/14 m

50
BAB IV
PERENCANAAN DETAIL DAN ISOMETRI

4.1 Perhitungan Dimensi Perpipaan Air Bersih


Perencanaan plambing gedung kantor ini menggunakan 2 sistem ruang
saniter. Sistem pertama adalah dari ruang saniter waniya. Pada ruang saniter 2
yaitu toilet pria. Tinggi lantai yang diberikan pada gedung 10 lantai adalah 5
meter setiap lantainya kecuali lantai ke-10 memiliki tinggi 6,5 lantai mencapai
reservoir. Panjang pipa utama yang direncanakan adalah perjumlahan semua dari
atas dan bawah. Koefisien k yang ditetapkan adalah 3, maka didapatkan kerugian
gesek yang diizinkan (R) dengan persamaan sebagai berikut.

(H−H1 )
R = 1000 ∗ ….(1)
K (L+l)

Dimana

R : Kerugian gesek yang diizinkan (mm/m)

H : Head statik pada alat plambing (m)

H1 : Head standar pada alat plambing (m)

K : Koefisien sistem pipa (2-3)

L : Panjang pipa lurus, pipa utama (m)

l : Panjang pipa lurus, pipa cabang (m)

Untuk perhitungan beban unit alat plambing, ditetapkan bahwa beban unit
dari penyediaan air bersih untuk lavatory bernilai 2, urinoir bernilai 5, dan water
closet bernilai 10, maka didapatkan beban unit dari setiap sistem dengan cara
penjumlahan setiap unit plambing yang digunakan sesuai alatnya. Dengan adanya
unit beban alat plambing, untuk memperoleh laju aliran, digunakan grafik
hubungan antara unit beban alat plambing dengan laju aliran yang dapat dilihat
pada gambar dibawah.

51
Gambar 4.1 Grafik hubungan unit beban alat plambing dengan laju aliran
Tabel 4.1 Saniter Tiap Lantai Tipe X (Pria)
SISTEM I JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Water Closet 2 10 20
SISTEM II JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Lavatory 2 2 4
Urinoir 3 5 15
TOTAL 39

Tabel 4.2 Saniter Tiap Lantai Tipe X (Wanita)


SISTEM I JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Water Closet 3 10 30
SISTEM II JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Lavatory 3 2 6
Urinoir - - -
TOTAL 36

Tabel 4.3 Saniter Tiap Lantai Tipe Z (Pria)

52
SISTEM I JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Water Closet 2 10 20
SISTEM II JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Lavatory - - -
Urinoir 4 5 20
TOTAL 40

Tabel 4.4 Saniter Tiap Lantai Tipe Z (Pria)


SISTEM I JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Water Closet 3 10 30
SISTEM II JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Lavatory 3 2 6
Urinoir - - -
TOTAL 36
Setelah diketahui laju aliran dan kerugian gesek (R), maka dapat
ditentukan diameter pipa dengan kecepatan pipa dari grafik kerugian gesek pipa
PVC dibawah ini.

Gambar 4.2 Kerugian gesek dalam pipa pvc

53
Perhitungan dibagi bersadarkan tipe ruang saniter dan sistem masing-
masing. Hasil perhitungan untuk ruang saniter tipe X dan Y dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.5 Perhitungan isometri ruang saniter tipe X (pria)
Laju Alir R v D
Lantai Daerah BUAP
(l/mnt) (mm/m) (m/s) (mm)
A-
39x10=390 460 154 2,8 60
B(Utama)
SISTEM I
B – a10 39 180 85 1,8 45
a10 – b10 10 100 96 1,7 36
10 SISTEM II
b10 – c10 19 125 78 1,7 40
c10 – d10 5 80 101 1,6 32
d10 – e10 5 80 101 1,6 32
e10 – f10 4 70 79 1,4 32
f10 – g10 2 50 94 1,4 28
B-
39 x9= 351 440 200 3,2 54
C(Utama)
SISTEM I
C – a9 39 180 98 1,9 44
a9 – b9 10 100 112 1,8 35
9 SISTEM II
b9 – c9 19 125 88 1,7 36
c9 – d9 5 80 119 1,7 32
d9 – e9 5 80 119 1,7 32
e9 – f9 4 70 90 1,5 31
f9 – g9 2 50 110 1,5 27
C-
39 x8= 312 410 200 3,1 53
D(Utama)
SISTEM I
D – a8 39 180 98 1,9 44
8
a8 – b8 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
b8 – c8 19 125 88 1,7 36
c8 – d8 5 80 119 1,7 32

54
d8 – e8 5 80 119 1,7 32
e8 – f8 4 70 90 1,5 31
f8 – g8 2 50 110 1,5 27
D-
39 x7= 273 380 200 3 50
E(Utama)
SISTEM I
E – a7 39 180 98 1,9 44
a7 – b7 10 100 112 1,8 35
7 SISTEM II
b7 – c7 19 125 88 1,7 36
c7 – d7 5 80 119 1,7 32
d7 – e7 5 80 119 1,7 32
e7 – f7 4 70 90 1,5 31
f7 – g7 2 50 110 1,5 27
E-F(Utama) 39 x6= 234 370 200 3 50
SISTEM I
F – a6 39 180 98 1,9 44
a6 – b6 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
6 b6 – c6 19 125 88 1,7 36
c6 – d6 5 80 119 1,7 32
d6 – e6 5 80 119 1,7 32
e6 – f6 4 70 90 1,5 31
f6 – g6 2 50 110 1,5 27
F-G
39 x5= 195 340 200 2,9 49
(Utama)
SISTEM I
G – a5 39 180 98 1,9 44
a5 – b5 10 100 112 1,8 35
5 SISTEM II
b5 – c5 19 125 88 1,7 36
c5 – d5 5 80 119 1,7 32
d5 – e5 5 80 119 1,7 32
e5 – f5 4 70 90 1,5 31
f5 – g5 2 50 110 1,5 27
4 G-H 39 x5= 156 310 200 2,9 48

55
(Utama)
SISTEM I
H – a4 39 180 98 1,9 44
a4 – b4 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
b4 – c4 19 125 88 1,7 36
c4 – d4 5 80 119 1,7 32
d4 – e4 5 80 119 1,7 32
e4 – f4 4 70 90 1,5 31
f4 – g4 2 50 110 1,5 27
H-I
39 x3= 117 275 200 2,8 45
(Utama)
SISTEM I
I – a3 39 180 98 1,9 44
a3 – b3 10 100 112 1,8 35
3 SISTEM II
b3 – c3 19 125 88 1,7 36
c3 – d3 5 80 119 1,7 32
d3 – e3 5 80 119 1,7 32
e3 – f3 4 70 90 1,5 31
f3 – g3 2 50 110 1,5 27
I-J (Utama) 39 x 2 = 78 230 200 2,7 44
SISTEM I
J – a2 39 180 98 1,9 44
a2 – b2 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
2 b2 – c2 19 125 88 1,7 36
c2 – d2 5 80 119 1,7 32
d2 – e2 5 80 119 1,7 32
e2 – f2 4 70 90 1,5 31
f2 – g2 2 50 110 1,5 27
J-K(Utama) 39 x 1 = 39 180 200 2,6 38
SISTEM I
K – a1 39 180 112 2,5 40
1
a1 – b1 10 100 88 1,6 37
SISTEM II
b1 – c1 19 125 119 1,8 37

56
c1 – d1 5 80 119 1,7 32
d1 – e1 5 80 119 1,7 32
e1 – f1 4 70 90 1,5 31
f1 – g1 2 50 110 1,4 24

Tabel 4.6 Perhitungan isometri ruang saniter tipe X (wanita)


Laju Alir R v D
Lantai Daerah BUAP
(l/mnt) (mm/m) (m/s) (mm)
A-
36x10=360 450 154 2,9 57
B(Utama)
SISTEM I
B – h10 36 170 85 1,8 45
h10 – i10 10 100 96 1,7 36
10
i10 - j10 10 100 96 1,7 36
SISTEM II
j10 – k10 6 85 78 1,5 33
k10 – l10 2 50 105 1,4 27
l10 – m10 2 50 105 1,4 27
B-
36 x9= 324 420 200 3,2 52
C(Utama)
SISTEM I
C – h9 36 170 98 1,9 44
h9 – i9 10 100 112 1,8 35
9
i9 – j9 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j9 – k9 6 85 88 1,6 34
k9 – l9 2 50 125 1,6 26
l9 – m9 2 50 125 1,6 26
C-
36 x8= 288 390 200 3,1 50
D(Utama)
SISTEM I
D – h8 36 170 98 1,9 44
8
h8 – i8 10 100 112 1,8 35
i8 – j8 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j8 – k8 6 85 88 1,6 34

57
k8 – l8 2 50 125 1,6 26
l8 – m8 2 50 125 1,6 26
D-
36 x7= 252 380 200 3 50
E(Utama)
SISTEM I
E – h7 36 170 98 1,9 44
h7 – i7 10 100 112 1,8 35
7
i7 – j7 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j7 – k7 6 85 88 1,6 34
k7 – l7 2 50 125 1,6 26
l7 – m7 2 50 125 1,6 26
E-F(Utama) 36 x6= 216 360 200 3 49
SISTEM I
F – h6 36 170 98 1,9 44
h6 – i6 10 100 112 1,8 35
6 i6 – j6 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j6 – k6 6 85 88 1,6 34
k6 – l6 2 50 125 1,6 26
l6 – m6 2 50 125 1,6 26
F-G
36 x5= 180 330 200 2,9 48
(Utama)
SISTEM I
G – h5 36 170 98 1,9 44
h5 – i5 10 100 112 1,8 35
5
i5 – j5 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j5 – k5 6 85 88 1,6 34
k5 – l5 2 50 125 1,6 26
l5 – m5 2 50 125 1,6 26
G-H
36 x4= 144 290 200 2,9 46
(Utama)
4 SISTEM I
H – h4 36 170 98 1,9 44
h4 – i4 10 100 112 1,8 35

58
i4 – j4 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j4 – k4 6 85 88 1,6 34
k4 – l4 2 50 125 1,6 26
l4 – m4 2 50 125 1,6 26
H-I
36 x3= 108 260 200 2,8 45
(Utama)
SISTEM I
I – h3 36 170 98 1,9 44
h3 – i3 10 100 112 1,8 35
3
i3 – j3 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j3 – k3 6 85 88 1,6 34
k3 – l3 2 50 125 1,6 26
l3 – m3 2 50 125 1,6 26
I-J (Utama) 36 x 2 = 72 225 200 2,7 43
SISTEM I
J – h2 36 170 98 1,9 44
h2 – i2 10 100 112 1,8 35
2 i2 – j2 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j2 – k2 6 85 88 1,6 34
k2 – l2 2 50 125 1,6 26
l2– m2 2 50 125 1,6 26
J-K(Utama) 36 x 1 = 36 170 200 2,5 38
SISTEM I
K – h1 36 170 98 1,9 44
h1 – i1 10 100 112 1,8 35
1 i1 - j1 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j1 – k1 6 85 88 1,6 34
k1 – l1 2 50 125 1,6 26
l1 – m1 2 50 125 1,6 26

Tabel 4.7 Perhitungan isometri ruang saniter tipe Y (pria)


Lantai Daerah BUAP Laju Alir R v D

59
(l/mnt) (mm/m) (m/s) (mm)
A-B
40x10=400 480 154 2,9 59
(Utama)
SISTEM I
B – a10 40 90 85 1,55 35
a10 – b10 10 100 96 1,7 36
10
SISTEM II
b10 – c10 20 130 78 1,6 40
c10 – d10 5 80 101 1,7 32
d10 – e10 5 80 101 1,7 32
e10 – f10 5 80 101 1,7 32
B-
40x9=360 450 200 3,2 55
C(Utama)
SISTEM I
C – a9 40 90 98 1,7 34
a9 – b9 10 100 112 1,75 35
9
SISTEM II
b9 – c9 20 130 88 2,1 55
c9 – d9 5 80 119 1,75 31
d9 – e9 5 80 119 1,75 31
e9 – f9 5 80 119 1,75 31
C-D
40x8 = 320 420 200 3,15 53
(Utama)
SISTEM I
D – a8 40 90 98 1,7 34
a8 – b8 10 100 112 1,75 35
8
SISTEM II
b8 – c8 20 130 88 2,1 55
c8 – d8 5 80 119 1,75 31
d8 – e8 5 80 119 1,75 31
e8 – f8 5 80 119 1,75 31
D-E
4 x 7 = 280 400 200 3,1 52
(Utama)
SISTEM I
7
E – a7 40 90 98 1,7 34
a7 – b7 10 100 112 1,75 35
SISTEM II

60
b7 – c7 20 130 88 2,1 55
c7 – d7 5 80 119 1,75 31
d7 – e7 5 80 119 1,75 31
e7 – f7 5 80 119 1,75 31
E-F(Utama) 40 x6 =240 380 200 3 50
SISTEM I
F – a6 40 90 98 1,7 34
a6 – b6 10 100 112 1,75 35
6 SISTEM II
b6 – c6 20 130 88 2,1 55
c6 – d6 5 80 119 1,75 31
d6 – e6 5 80 119 1,75 31
e6 – f6 5 80 119 1,75 31
F-G
40 x5= 200 350 200 2,95 49
(Utama)
SISTEM I
G – a5 40 90 98 1,7 34
a5 – b5 10 100 112 1,75 35
5
SISTEM II
b5 – c5 20 130 88 2,1 55
c5 – d5 5 80 119 1,75 31
d5 – e5 5 80 119 1,75 31
e5 – f5 5 80 119 1,75 31
G-H
40 x4=160 310 200 2,9 48
(Utama)
SISTEM I
H – a4 40 90 98 1,7 34
a4 – b4 10 100 112 1,75 35
4
SISTEM II
b4 – c4 20 130 88 2,1 55
c4 – d4 5 80 119 1,75 31
d4 – e4 5 80 119 1,75 31
e4 – f4 5 80 119 1,75 31
H-I(Utama) 40 x3= 120 280 200 2,8 46
3 SISTEM I
I – a3 40 90 98 1,7 34

61
a3 – b3 10 100 112 1,75 35
SISTEM II
b3 – c3 20 130 88 2,1 55
c3 – d3 5 80 119 1,75 31
d3 – e3 5 80 119 1,75 31
e3 – f3 5 80 119 1,75 31
I-J (Utama) 40x2=80 240 200 2,7 44
SISTEM I
J – a2 40 90 98 1,7 34
a2 – b2 10 100 112 1,75 35
2 SISTEM II
b2 – c2 20 130 88 2,1 55
c2 – d2 5 80 119 1,75 31
d2 – e2 5 80 119 1,75 31
e2 – f2 5 80 119 1,75 31
J-K(Utama) 4x1=40 90 200 2,6 40
SISTEM I
K – a1 40 90 98 1,7 34
a1 – b1 10 100 112 1,75 35
1 SISTEM II
b1 – c1 20 130 88 2,1 55
c1 – d1 5 80 119 1,75 31
d1 – e1 5 80 119 1,75 31
e1 – f1 5 80 119 1,75 31

Tabel 4.8 Perhitungan isometri ruang saniter tipe Y (wanita)


Laju Alir R v D
Lantai Daerah BUAP
(l/mnt) (mm/m) (m/s) (mm)
A-B(Utama 36x10=360 450 154 2,9 57
SISTEM I
B – h10 36 170 85 1,8 45
h10 – i10 10 100 96 1,7 36
10
i10 - j10 10 100 96 1,7 36
SISTEM II
j10 – k10 6 85 78 1,5 33
k10 – l10 2 50 105 1,4 27

62
l10 – m10 2 50 105 1,4 27
B-
36 x9= 324 420 200 3,2 52
C(Utama)
SISTEM I
C – h9 36 170 98 1,9 44
h9 – i9 10 100 112 1,8 35
9
i9 – j9 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j9 – k9 6 85 88 1,6 34
k9 – l9 2 50 125 1,6 26
l9 – m9 2 50 125 1,6 26
C-D 36 x 8 =
390 200 3,1 50
(Utama) 288
SISTEM I
D – h8 36 170 98 1,9 44
h8 – i8 10 100 112 1,8 35
8
i8 – j8 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j8 – k8 6 85 88 1,6 34
k8 – l8 2 50 125 1,6 26
l8 – m8 2 50 125 1,6 26
D-
36 x7= 252 380 200 3 50
E(Utama)
SISTEM I
E – h7 36 170 98 1,9 44
h7 – i7 10 100 112 1,8 35
7
i7 – j7 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j7 – k7 6 85 88 1,6 34
k7 – l7 2 50 125 1,6 26
l7 – m7 2 50 125 1,6 26
E-
36 x6= 216 360 200 3 49
F(Utama)
6 SISTEM I
F – h6 36 170 98 1,9 44
h6 – i6 10 100 112 1,8 35

63
i6 – j6 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j6 – k6 6 85 88 1,6 34
k6 – l6 2 50 125 1,6 26
l6 – m6 2 50 125 1,6 26
F-
36 x5= 180 330 200 2,9 48
G(Utama)
SISTEM I
G – h5 36 170 98 1,9 44
h5 – i5 10 100 112 1,8 35
5
i5 – j5 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j5 – k5 6 85 88 1,6 34
k5 – l5 2 50 125 1,6 26
l5 – m5 2 50 125 1,6 26
G-H(Utama 36 x4= 144 290 200 2,9 46
SISTEM I
H – h4 36 170 98 1,9 44
h4 – i4 10 100 112 1,8 35
4 i4 – j4 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j4 – k4 6 85 88 1,6 34
k4 – l4 2 50 125 1,6 26
l4 – m4 2 50 125 1,6 26
H-I
36 x3= 108 260 200 2,8 45
(Utama)
SISTEM I
I – h3 36 170 98 1,9 44
h3 – i3 10 100 112 1,8 35
3
i3 – j3 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j3 – k3 6 85 88 1,6 34
k3 – l3 2 50 125 1,6 26
l3 – m3 2 50 125 1,6 26
I-J (Utama) 36 x 2 = 72 225 200 2,7 43
2 SISTEM I
J – h2 36 170 98 1,9 44

64
h2 – i2 10 100 112 1,8 35
i2 – j2 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j2 – k2 6 85 88 1,6 34
k2 – l2 2 50 125 1,6 26
l2– m2 2 50 125 1,6 26
J-K(Utama) 36 x 1 = 36 170 200 2,5 38
SISTEM I
K – h1 36 170 98 1,9 44
h1 – i1 10 100 112 1,8 35
1 i1 - j1 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j1 – k1 6 85 88 1,6 34
k1 – l1 2 50 125 1,6 26
l1 – m1 2 50 125 1,6 26

65
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Plumbing Engineers. 2012. Volume 4 Plumbing Engineering


Design Handbook.
Mara,D. 2004. Domestic Wastewater Treatment in Developing Countries. First
Published by Earthscan in the UK and USA.
Noerbambang, Soufyan Moh. Takeo Morimura. 2000. Perancangan
dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta : Pradnya Paramita.
Raswari. 1987. Perencanaan dan Penggambaran Sistem Perpipaan. Jakarta :
Universitas Indonesia (UI Press)
Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-6481-2000. Sistem Plumbing.
Standar Nasional Indonesia. 2005. SNI 03-7063-2005. Tata Cara Perencanaan
Sistem Plambing
Sunarno Ir.2005. Mekanikal Elektrikal Gedung. Yogyakarta:Andi.
Tahara H., Sularso. 2000. Pompa dan Kompresor. Jakarta: PT Pradnya Paramitha

66

Anda mungkin juga menyukai