Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyusun laporan yang membahas
tentang Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan Gedung Perkantoran 10
Lantai. Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Ibu Yulisa
Fitrianingsih ST, MT selaku dosen penanggung jawab Tugas Terstruktur
Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan sekaligus dosen pembimbing
kami yang telah memberikan dan membimbing kami dalam menyelesaikan
Tugas Terstruktur Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan.
Laporan ini dibuat untuk memenuhi Tugas Terstruktur Perencanaan
Sistem Plambing dan Perpompaan yang diberikan kepada kami, mahasiswa
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, selain itu dengan
adanya tugas ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa dalam penyelesaian
Tugas Terstruktur Perencanaan Sistem Plambing dan Perpompaan ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi susunan dan tata bahasa yang kami gunakan
untuk menyusun laporan ini. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
atau usulan demi perbaikan untuk penyelesaian tugas selanjutnya.
Semoga hasil Tugas Terstruktur Perencanaan Sistem Plambing dan
Perpompaan ini dapat dipahami bagi pihak yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bukan
hanya untuk kami tetapi bagi semua pihak yang membacanya. Sebelumnya,
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata dan kami memohon
kritik yang membangun sebagai pembelajaran di masa yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
Tujuan dari system perencanan plambing ini yaitu:
1. Melakukan perencangan instalasi air bersih dan air buangan serta system
distribusi air yang digunakan sesuai dengan perhitungan kebutuhan air
bersih dan air buangan pada suatu bangunan.
2. Melakukan analisa perhitungan pompa transfer yang akan digunakan
untuk mengalirkan air.
2
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN
3
Gedung tersebut memiliki Panjang 80 m dan lebar 50 m dengan
ruang saniter di bagian kiri gedung adalah tipe Z dan ruang saniter di
bagian kanan Gedung adalah tipe X.
4
Gambar 2.3 Ruang Saniter Tipe Z
5
Sistem tangki atas ini seringkali diterapkan karena memiliki alasan
sebagai berikut:
a. Selama airnya digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada alat
plambing hampir tidak berarti. Perubahan tekanan ini hanyalah
akibat perubahan muka air dalam tangki atap.
b. Sistem pompa yang menaikkan air ke tangki atap bekerja secara
otomatis dengan cara yang sangat sederhana sehingga kecil sekali
kemungkinan timbulnya kesulitan. Pompa biasanya dijalankan dan
dimatikan oleh alat yang mendeteksi muka dalam tangki atap.
c. Perawatan tangki atap sangat sederhana dibandingkan dengan tangki
tekan.
Pada setiap tangki bawah dan tangki atas harus dipasang alarm
yang memberikan tanda suara untuk muka air rendah dan air penuh.
Tanda suara (alarm) ini biasanya dipasang di ruang kontrol atau ruang
pengawas instalasi bangunan.
6
Kloset, dengan katup 1 50 50 40 30 27 23 19 17 15 12 10
gelontor 1 2 3 4 5 6 7 7 8 9 10
7
8. Bak cuci 15 6-12 15 60
tangan (sink)
dengan keran
13 mm
9. Bak cuci 25 6-12 25 60
tangan (sink)
dengan keran
20 mm
10. Bak mandi 125 3 30 250
rendam (bath
tub)
8
Sistem pengaliran ke bawah pipa utama dari tangki atas
dipasang mendatar dalam langit-langit lantai teratas dari gedung dan
dari pipa mendatar ini dibuat cabang-cabang tegak ke bawah untuk
melayani lantai dibawahnya. Perencanaan sistem pipa air bersih untuk
gedung kantor menggunakan sistem pengaliran atas.
9
Dalam sistem ini ukuran pipa ditentukan oleh pengairan air dari
tangki atas ke peralatan plambing. Beberapa hal yang perlu di
perhatikan dalam perancangan sistem pipa :
a) Pipa harus dirancang dan dipasang sedemikian rupa sehingga udara
maupun air dapat dibuang atau dikeluarkan dengan mudah.
b) Pipa mendatar pada sistem pengaliran ke atas sebaiknya dibuat agak
miring atas dan sebaiknya pada sistem pengaliran ke bawah dengan
kemiringan 1/300.
c) Perpipaan yang tidak merata, melengkung harus dihindarkan.
d) Harus dihindarkan membalikkan arah aliran.
10
berbukit, rawan gempa, dan daerah rawa. Kelebihan Pipa HDPE
adalah sebagai berikut :
1. Tahan terhadap retak, karena Pipa HDPE terbuat polyethlene
yang memiliki sifat crack resistance yang tinggi.
2. Tahan terhadap karat, karena pipa ini dari material
polyethleneyang bersifat non corrosive. - Tahan terhadap bahan
kimia, karena pipa HDPE mempunyai daya tahan yang istimewa
terhadap berbagai bahan kimia, baik dalam kondisi asam maupun
basa kuat.
3. Ketahanan masa pakai, pipa HDPE memiliki daya tahan sampai
dengan kurang lebih 50 tahun lamanya.
4. Tahan terhadap segala cuaca, pipa ini memiliki ketahanan
terhadap cuaca yang ekstrim.
5. Tahan abrasi dan sedimentasi karena sifat permukaan dalam pipa
HDPE yang licin, sehingga tidak memungkinkan terjadinya abrasi
dan sedimentasi.
6. Tidak beracun dan aman digunakan untuk instalasi air bersih.
7. Tahan terhadap suhu rendah karena pipa ini memiliki brittleness
point(titik rapuh) yang jauh di bawah 0˚ C, sehingga tidak ada
masalah dalam pemasangan atau penggunaan pada suhu rendah.
8. Pipa HDPE mempunyai bobot yang ringan, jauh melebihi pipa
besi sehingga dalam proses transportasi lebih murah
d. PVC (Poly Vinyl Chloride)
Pipa PVC merupakan pipa yang terbuat dari plastik dan dengan
kombinasi vinyl lainnya mempunai karakteristik pipa yang tahan
lama dan mudah perawatannya. Pipa PVC juga tidak berkarat atau
membusuk. Di samping itu, pipa PVC ini sering digunakan dalam
sistem irigasi atau perairan dan pelindung kabel. Di Indonesia
standar ukuran yang dipakai untuk sistem perairan rumah tangga
atau lainnya adalah standar JIS (Japanese Industrial Standard).
Keuntungan pipa PVC yaitu sebagai berikut :
1. Tidak berkarat
11
2. Permukaan licin
3. Elastisitas tinggi
4. Beratnya hanya 1/5 kali berat pipa galvanis
5. Tahan terhadap zat kimia
6. Mudah dibongkar
7. Dapat sebagai isolasi yang baik
Kerugian pipa PVC yaitu sebagai berikut :
1. Mudah pecah
2. Tidak tahan panas
3. Pipa yang mudah dibentuk sulit untuk diubah
Jenis pipa yang digunakan untuk perencanaan pipa air bersih
yaitu pipa air PVC. Pipa PVC merupakan jenis pipa yang sering
digunakan untuk mengalirkan air bersih, air bekas, drainase dan air
hujan. Pipa PVC memiliki warna yang beragam dan warna putih yang
banyak dipilih orang. Namun, tidak jarang menggunakan warna lain
pada pipa bersih untuk membedakan fungsi pipa.
12
yang didapatkan dari data lapangan dan pada shaft pipa yang telah
tersedia. Jalur yang di rencanakan adalah dengan sistem terpisah,
dimana jalur pipa air bersih kelas satu terpisah dengan jalur pipa air
bersih kelas dua. Perhitungan diameter pipa dilakukan dengan
menghitung akumulasi beban alatp lambing yang akan dilayani
berdasarkan SNI 03-7065-2005. Setelah mengakumulasikan beban alat
plambing, akan di dapatkan diameter pipa.
Dasar perhitungan menggunakan standar acuan American National
Standards Institute (ANSI), dimana satuan unit alat plumbing
menggunanakan satuan WSFU (The Water Supply Fixture Units), yaitu
satuan suplai air berdasarkan jenis alat plumbing yang digunakan.
Satuan WSFU ini merupakan kode umum yang digunakan untuk alat
alat plumbing, dimana 1 WSFU = 1 GPM = 3.79 liter/minute.
Berikut ini tabel Water Supply Fixture Units (WSFU) yang
didefinisikan oleh the Uniform Plumbing Code (UPC).
Tabel 2.3 . Water Supply Fixture Units (WSFU)
13
Penentuan diameter pipa yang akan digunakan untuk distribusi air
bersih ditinjau satu persatu dimulai dari alat plambing yang terjauh dari
setiap lantai dan selanjutnya diteruskan mencari diameter pipa yang
dibutuhkan dan mengalirkan air yang cukup untuk suatu alat plambing
sesuai dengan ketentuan masing-masing alat.
Tabel 2.4 Unit Peralatan Plumbing
14
V = Kecepatan aliran air yang melalui pipa (m/s)
A = Luas penampang pipa (m2)
alat plambing kecepatan air dibatasi tidak melebihi 2,4 m/s. Apabila
kecepatan air lebih dari 2,4 m/s maka akan timbul suara pluit dan suara
berisik pada sambungan pipa, interval kecepatan air (1,8 sd 2,4) m/s.
15
Tabel 2.5 Ukuran Pipa Air
16
Sistem penyaluran terpisah adalah system yang memisahkan aliran air
buangan dengan limpasan air hujan.
2. Sistem penyaluran campuran
Sistem penyaluran tercampur menggabungkan aliran buangan dan
limpasan air hujan.
Sanitasi tepat guna dalam bidang pembuangan air buangan terdiri 2 sistem,
yaitu :
1. Sistem pembuangan setempat (on-site system)
Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas sanitasi yang berada
di dalam daerah persil (batas tanah yang dimiliki). Sarana sistem
pembuangan setempat dapat dibagi 2 (dua) yaitu:
17
Mengalirkan air saja/campuran antara air dan padatan (tinja)
Menggunakan jaringan pipa berdiameter kecil ( 100-200 mm)
Jaringan saluran terdiri dari : pipa persil, pipa servis, pipa lateral.
Ditanam di tanah, dangkal dari permukaan tanah.
Bahan Pipa dapat dari bahan tanah liat, PVC dll.
Cocok digunakan untuk daerah kecil, misalnya tingkat RW,
kelurahan, dll. Dengankepadatan menengah sampai tinggi, 300-500
orang/Ha.
Digunakan untuk penduduk yang sudah sebagian besar mempunyai
sambungan air limbah dan jamban/kakus pribadi dengan sistem
pembuangan yang memadai
Pemilihan Lokasi :
a. Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 4 %
b. Daerah tersebut belum mendapat program, misalnya Program
Perbaikan Kampung Sedangkan ketentuan teknis untuk shallow
sewer adalah sebagai berikut.
c. Aliran maksimum (hanya lokal) = 3 x Aliran rata-rata;
d. Diameter pipa minimum 100 mm;
e. Kecepatan minimum 0,50 m/detik;
f. Faktor gesekan pipa (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay
Pipe = 0,06)
g. Kemiringan > 2 %
1. Untuk menerima limbah cair, limbah dari tangki septic yang bebas dari
benda padat
2. Melayani air limbah yang berasal dari :
Pipa persil;
Pipa servis menuju ke lokasi pembuangan akhir (IPAL).
18
3. Sistem ini dilengkapi dengan IPAL
4. Pemilihan lokasi:
Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 1 %;
Cocok untuk daerah dengan kepadatan menengah sampai tinggi, 300-
500 orang/Ha;
Daerah tersebut sebagian besar sudah memiliki tangki septik, tapi
fasilitas initidak efektif bila permiabilitas tanahnya buruk, tidak ada
lahan untuk bidangresapan dan air tanahnya tinggiSedangkan
ketentuan teknis pada sistem Small Bore Sewer adalah sebagai berikut.
Aliran maksimum = 1 x Aliran rata-rata;
Pipa minimum;
5. Sambungan rumah 50 mm;
6. Sewer 100 mm.
Kecepatan minimum tidak ada batas;
Faktor gesekan pipa, ks : Pipa PVC 0,03, Pipa Beton = 0,15; Fiber
Reinforced Pipe (FRP)= 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay Pipe) =
0,06;
Kemiringan > 2%
Air buangan atau sering pula disebut air limbah adalah semua cairan
yang dibuang, baik yang mengandung kotoran manusia, hewan, bekas
tumbuh-tumbuhan, maupun yang mengandung sisa-sisa proses dari
industri.
Air buangan dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Air kotor : air buangan yang berasal dari kloset, peturas, bidet, dan
air buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat
plambing lainnya.
2. Air bekas : air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya
seperti bak mandi, bak cuci tangan, bak dapur.
3. Air hujan : dari atap, halaman.
4. Air buangan khusus : yang mengandung gas, racun, atau bahan-
bahan berbahaya seperti yang berasal dari pabrik, air buangan dari
laboratorium, tempat pengobatan, tempat pemeriksaan di rumah
19
sakit, rumah pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif
atau mengandung bahan radioaktif.
Langkah – langkah perencanaan system penyaluran air buangan
adalah sebagai berikut:
a. Perhitungan penghuni Gedung, penghuni Gedung ditentukan
berdasarkan luas lantai yang ada.
b. Perhitungan kuantitas air Bungan, berdasarkan jumlah penghuni
dapat dihitung kuantitas air buangan yang dihasilkan yaitu sekitar
80% dari kebutuhan air bersih (Badan Standarisasi Nasional, 2006).
c. Penentuan jalur pipa air buangan, berdasarkan lokasi alat plumbing
di setiap lantai ditentukan jalur pipa air buangan yang akan dialirkan
menuui ke shaft pipa tegak. Dari pipa tegak kemudian dialirkan
menuju tengki pengolahan limbah di lantai dasar.
d. Penentuan jumlah unit beban alat plambing, nilai beban masing –
masing unit alat plambing dapat dilihat Tabel 2.6 Jumlah Unit
Beban, digunakan untuk menentukan laju aliran dan diameter pipa
air buangan.
Tabel 2.6 Unit Beban Alat Plambing untuk Air Buangan
Unit Alat Plambing
No. Jenis Alat Plambing
(UAP)
1 Kloset 4
2 Lavatory 1
3 Sink 4
4 Floor Drain 0,5
Sumber: Morimura dan Noerbambang (2000)
20
Ukuran minimum pipa cabang mendatar, pipa cabang mendatar
sekurang-kurangnya harus sama dengan diameter terbesar dari
perangkap alat plambing yang dilayani.
Kemiringan pipa, kemiringan (slope) untuk pipa air buangan
mendatar ditentukan berdasarkan diameter pipa air buangan.
Ukuran pipa tegak minimum, pipa tegak harus mempunyai ukran
yang sekurang-kurangnya sama dengan diameter terbesar cabang
mendatar yang disambungkan ke pipa tegak tersebut.
21
Pipa pembuangan yang dipasang mendatar dan menghubungkan pipa
pembuangan dari alat plambing dengan pipa tegak air buangan.
3. Pipa Tegak Air Buangan
Pipa pembuangan yang dipasang tegak untuk mengalirkan air
buangan dari pipa-pipa cabang mendatar.
4. Pipa Tegak Air Kotor
Pipa pembuangan yang dipasang tegak untuk mengalirkan air kotor
dari pipa-pipa cabang mendatar.
5. Pipa atau Saluran Pembuangan Gedung
Pipa pembuangan yang mengumpulkan air kotor maupun air bekas
dari pipa-pipa tegak. Di dalam sistem pembuangan air dalam
gedung, pipa pembuangan gedung ini umumnya dibatasi hingga
jarak satu meter ke arah luar dari dinding terluar gedung.
6. Riol Gedung
Pipa di halaman gedung yang menghubungkan pipa pembuangan
gedung dengan riol umum ataupun instalasi pengolahan.
22
Ven Pelepas untuk offset perlu dipasang, kecuali jika offset
tersebut berada di bawah cabang mendatar terendah.
23
3. Menentukan diameter perangkap minimum untuk mesing-masing
alat plambing sesuai Tabel 2.8 di bawah ini :
Tabel 2.8 Diameter Minimum untuk Perangkap dan Pipa Buangan
Alat Plambing
24
4. Bak cuci tangan kecil ini biasanya tanpa lubang peluap, dan
digunakan dalam kakus atau kamar mandi rumah atau apartement.
Pipa pembuangan alat plambing harus berukuran 32 mm.
4. Menentukan nilai beban UAP kumulatif dari setiap alat plambing
sampai pada alat plambing yang paling dekat dengan pipa tegak
dari setiap jalur.
5. Menentukan diameter pipa alat plambing berdasarkan UAP
maksimum dari tabel 2.10 Apabila diameter pipa air buangan lebih
kecil dari diameter perangkap minimumnya maka diambil nilai dari
diameter perangkap minimum sesuai standar untuk setiap alat
plambing. Selain itu, harus diingat bahwa tidak pernah terdapat
perkecilan pipa pada ssitem air buangan dan hanya kloset yang
terletak pada ujuang sistem yang boleh memakai diameter pipa 75
mm (kloset kedua dan seterusnya dari ujung diameter pipanya 100
mm)
Tabel 2.9 Beban Maksimum UAP yang Ditentukan Untuk Cabang
Horizontal dan Pipa Tegak Buangan
25
2. NATIONAL PLUMBING CODE, American Standart, ASA
40,8-1955.
3. Tidak lebih dari dua kloset.
4. Tidak lebih dari 3 kloset.
*1. Unit alat plambing praktis diterapkan kalau setiap alat
plambing melayani 20-30 penghuni gedung, dan digunakan sistem
ven dengan lup.
*2. Unit alat plambing dari NPC diterapkan kalau setiap alat
plambing melayani 10-15 penghuni gedung. Dan digunakan sistem
ven individu.
6. Menyesuaikan diameter pipa yang terpasang dengan diameter pipa
yang ada di pasaran
7. Menentukan slope yang akan digunakan pada pipa air buangan
masing-masing alat plambing yang akan menuju pipa tegak
8. Menentukan diameter pipa pembuangan gedung bedasarkan tabel
2.6 di atas.
9. Mengumpulkan semua data yang telah didapat pada tabel sistem air
buangan.
26
1. Efek Sifon-Sendiri
Timbul apabila seluruh perangkap dan pipa pengering alat plambing
terisi penuh dengan air buangan pada akhir proses pembuangan,
sehingga air perangkap juga akan ikut mengalir ke dalam pipa
pengering.
2. Efek Hisapan
Terjadi pada air perangkap alat plambing yang dipasang dekat
dengan pipa tegak, dan dalam pipa tegak tersebut tiba-tiba ada aliran
air buangan yang cukup besar yang masuk dari cabang mendatar
dibawahnya. Akibatnya, dalam perangkap alat plambing dapat
timbul tekanan vakum yang akan menghisap air dalam perangkap.
3. Efek Tiupan Keluar (Blow-Out)
Terjadi pada air perangkap alat plambing yang dipasang
dekat dengan pipa tegak, dan dalam pipa tegak tersebut tiba-
tiba ada aliran air buangan yang cukup besar yang masuk dari
cabang mendatar di atasnya. Akibatnya, dalam perangkap alat
plambing dapat timbul tekanan positif yang akan mendorong air
dalam perangkap bahkan keluar dari alat plambing.
4. Efek Kapiler
Efek ini terjadi kalau ada rambut atau benang yang tersangkut
dalam perangkap dan menjurai ke dalam pipa pengering alat
plambing. Akibatnya air perangkap lama-kelamaan akan habis
terbuang.
5. Penguapan
Penguapan terjadi jika alat plambing tidak dipergunakan untuk
waktu yang cukup lama. Lubang pembuangan lantai yang
sekarang ini banyak digunakan, mempunyai kedalaman sekat air
yang kurang dari 50 mm, dan sering terjadi dalam waktu yang
tidak terlalu lama sudah banyak airnya yang menguap, sehingga air
sebagai sekat tidak cukup lagi. Faktor menghilangnya sekat air
6. Efek Momentum
27
Efek ini jarang terjadi dan terjadi jika ada pembuangan air
mendadak atau terjadi perubahan tekanan yang cepat dalam pipa
pembuangan.
28
Pipa vent ini suatu vent pelepas, yang menghubungkan pipa tegak air
buangan kepada pipa tegak vent, untuk mencegah perubahan tekanan
dalam pipa tegak air buangan yang bersangkutan.
29
Tabel 2.10 Ukuran dan Panjang Pipa Vent
Sumber : “Perancangan dan pemeliharaan sistem plambing” Soufyan
Moh. Noerbambang dan Takeo Morimura
Sedangkan ukuran untuk pipa cabang horizontal dengan vent lup
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.11 Ukuran Pipa Cabang Horizontal Ven dengan Lup
30
pendukung, kurang lebih seperti rumah pompa, pipa tekanan, dan pipa
utama sebagai pengalir air.
31
air yang biasanya diambil dalam perancangan sistem fire hydrant
adalah sebesar 10 mkolam air (1 kg/cm2) .
c. Stasiun fire hydrant
Jarak antara fire hydrant untuk pipa 2,5 inch tidak boleh lebih dari
100 ft.
32
memadamkan api karena adanya kondensasi pada
lingkungan.
- Perencanaan Sprinkler
Berdasarkan SNI 03-3989-2000, perencana merencanakan
sistem pemadam kebakaran dengan menggunakan sprinkler
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Arah pancaran kebawah, karena kepala sprinkler diletakkan
pada atap ruangan
2. Kepekaan terhadap suhu, warna cairan dalam tabung gelas
berwarna jingga pada suhu 50oC
3. Sprinkler yang dipakai ukuran 1/2” dengan kapasitas (Q) =
80 liter/menit
4. Jarak maksimum antar titik sprinkler untuk tingkat kebakaran
ringan 4,6 meter
5. Jarak maksimum sprinkler dari dinding tembok 1,7 meter
6. Daerah yang lindungi adalah semua ruangan kecuali kamar
mandi, toilet, dan tangga yang diperkirakan tidak mempunya
potensi terjadinya kebakaran
7. Sprinkler overlap ¼ bagian
Fire house
Fire house yaitu tipe fire hydrant yang terdiri dari suatu model
dari pipa elastis (misalnya rubber lined cotton pipe) yang
ditempatkan dalam suatu kotak yang ditempelkan ditembok,
biasanya tiap balok kaca akan dilengkapi dengan martil untuk
memecah kaca jika terjadi kebakaran, fire house stasion ini
harus terlihat dari jarak manapun, dekat dengan pipa utama dan
tidak boleh lebih dari 6 ft diatas lantai. First aid house harus
disambungkan dengan pipa tegak yang secara konsisten harus
terisi air. First aid house ini diletakkan diruang (koridor) dan
dihubungkan dengan cabang melalui dinding ke pipa tegak. Fire
house dapat direncanakan secara semi automatic/one man hose
rack yang memungkinkan seseorang seperti yang telah
33
disebutkan diatas untuk menarik nozzle dan menyemprotkannya
ke sumber api setelah dia membuka hourse velve. Hourse velve
ini terletak didekat pipa suplay air dan antar pipa tersebut
dengan hourse.
34
Karakteristik pompa kebakaran yang disyaratkan harus ditentukan
dengan tabel dibawah ini.
35
BAB III
PERHITUNGAN
36
Gambar 3.1 Denah Gedung type 3
Bangunan type 3 dengan jumlah 10 lantai memiliki luas sebagai berikut :
27200 m2
= 5m2/orang
= 5.440 orang
Jumlah kebutuhan air detiap orang/ hari diasumsikan sebesar 100
liter/orang/hari, maka:
Qd = Jumlah Orang × Kebutuhan Air
= 5.440 orang x 100 liter/hari
= 544.000 liter/hari
= 544 m3/hari
37
Berikut merupakan jumlah kebutuhan air selama jangka waktu pemakaian
8 jam setiap harinya:
8
Qh = Qd × 24
8
= 544 m3/hari × 24
38
Jumlah 1 2 4 8 12 16 24 32 40 50 70 100
Alat plambing
Jenis
Alat plambing
Kloset, dengan 1 50 50 40 30 27 23 19 17 15 12 10
katup gelontor 1 2 3 4 5 6 7 7 8 9 10
Alat plambing 1 100 75 55 48 45 42 40 39 38 35 33
biasa 2 3 5 6 7 10 13 16 19 25 33
39
6. Bak cuci 3 12-20 10 18
tangan kecil
7. Bak cuci 10 6-12 15 40
tangan biasa
(lavatory)
8. Bak cuci 15 6-12 15 60
tangan (sink)
dengan keran
13 mm
9. Bak cuci 25 6-12 25 60
tangan (sink)
dengan keran
20 mm
10. Bak mandi 125 3 30 250
rendam (bath
tub)
11. Pancuran 24-60 3 12 120-300
mandi
(shower)
12. Bak mandi Tergantung 30 20
gaya jepang ukurannya
Tabel 3.3 Jumlah Alat Plambing Berdasarkan Tipe Saniter dan Jumlah Lantai
Tipe X Tipe Z Jumlah Jumlah
Alat plumbing Alat 1 Alat 10
Pria Wanita Pria Wanita Lantai Lantai
Kloset katup gelontor 2 3 2 3 10 100
Lavatory keran - 3 2 3 8 80
Urinoir katup
4 - 3 - 7 70
gelontor
Tabel 3.4 Total Kebutuhan Air Berdasarkan Tipe Saniter dan Jumlah Lantai
40
Jumlah Debit Air Debit /
Pemakaian Penggunaan
Alat Alat 10 Sekali Pakai Jam
Air/Alat / jam
plumbing Lantai (c) (e)
(b) (d)
(a) (c=axb) ( e =c x d )
Kloset katup
100 15 L 1.500 L 10 15.000 L
gelontor
Lavatory
80 10 L 800 L 10 8000 L
keran
Urinoir katup
70 5L 350 L 15 5250 L
gelontor
Faktor
Debit / Jam Laju Aliran
Alat plumbing Pemakaian
(e) (exf)
(f)
10 %
Kloset katup gelontor 15.000 L 1.500 L/jam
(Tabel 3.1)
Lavatory keran 8000 L 34,33 % 2.747 L/jam
35 %
Urinoir katup gelontor 5250 L 1.838 L/jam
(Tabel 3.1)
Total 6.084 L/jam
Pemakaian per hari rata-rata 8 jam 48.672 L/jam
Pemakaian pada jam puncak 12.168 L/jam
Pada Tabel 3.3 akan didapat total kebutuhan air berdasarkan Tipe Saniter dan
Jumlah Lantai
Total Kebutuhan Air WC dengan Katup Gelontor
= 100 buah x 15 L
= 1.500 L
Total Kebutuhan Air UR dengan Katup Gelontor
= 80 buah x 10 L
= 800 L
Total Kebutuhan Air LV dengan Alat Plambing Biasa
= 70 buah x 5 L
= 350 L
41
Setelah didapat total kebutuhan air maka dapat dicari debit air perjam
berdasarkan data total pemakaian perjam pada setiap alat plambing sebagai
berikut:
WC dengan Katup Gelontor
= 1.500 L x 10 kali/jam
= 15.000 L/jam
UR dengan Katup Gelontor
= 800 L x 10 kali/jam
= 8.000 L/jam
LV dengan Alat Plambing Biasa
= 350 L x 15 kali/jam
= 5250 L/jam
Setelah didapat Debit Total Kebutuhan Air pejam, maka dapat dihitung pula
faktor pemakaian serentaknya dengan melihat Tabel 3.1 berdasarkan jumlah alat
plambingnya. Untuk faktor pemakaian serentak dengan jumlah alat plambing
yang tidak terdapat di tabel, dapat dicari dengan mengguakan Interpolasi, berikut
perhitungan % Faktor pemakaian serentak dengan interpolasi dan Debit
Pemakaian Seretak :
Faktor Serentak pada 100 buah WC dengan Katup Gelontor
= 10% (berdasarkan Tabel 3.1)
Faktor Serentak pada Lavatory
100−80 33−x
= 100−70 = 33−35
20 33−x
=
30 −2
-40 = 990 – 30x
30x = 1.030
x = 34,33 %
42
= 1.500 L/jam
QUR = 5250 L /jam × 35 %
= 1.838 L/jam
QLV = 8000 L × 34,33 %
= 1.838 L/jam
Jumlah (Qh) = QWC + QUR + QLV
= 1.260 L/jam + 1.117,2 L/jam + 631,68 L/jam
= 3.008,88 L/jam
Pemakaian /hari rata-rata selama 8 jam, maka:
Qd = Qh x T
= 6.084 L/jam x 8 jam/hari
= 48.672 L/hari
= 48,67 m3/hari
Pemakaian air pada jam puncak
Qh-max = C1 x Qh
= 2 x 6.084 L/jam
= 12.168 L/jam
Pemakaian air pada menit puncak
Qh
Qh-max = C2 x 60
6.084 L/jam
=4x 60
= 405,6 L/menit
Diketahui :
Q jam puncak = 12.168 L/jam = 202,8 l/menit (Qmax)
Q menit puncak = 405,6 L/menit (Qpuncak)
Qpu = Q jam puncak
Tp = 30 menit ( diasumsikan )
Tpu = 10 menit ( diasumsikan )
43
Perhitungan :
VE = (Qp – Qmax) Tp – (Qpu x Tpu)
= (405,6 – 202,8 ) 30 – 202,8 x 10
= 6084 – 2028
= 4020 liter = 4,02 m3
Waktu pengisian tangki lantai atap
V
t = Qmaks
4,02 m3
= 12,168 m3/jam
= 0,3303 jam
Jadi, volume Roof Tank yaitu sebesar 4,02 m3 dengan waktu pengisian
selama 0,3303 jam.
Dimensi roof tank:
Bentuk = Persegi Panjang
Dimensi =P:L=2:1
H = 1,5 (asumsi)
A = V/h = 4,02/1,5 = 2,68 m2
A =PxL
2,68 = 2L2
L2 = 1,34
L = 1,157 m
P = 2L
= 2 x 1,157
= 2,314 m
Jadi, dimensi roof tank : P = 2,314 m, L = 1,157 m, H = 1,5
44
m/detik dengan debit = 0,00338 m3/det. Maka diameter pipa akan dapat
diketahui dengan Persamaan:
Luas Penampang
Q
A =V
0,00338 m3/det
= = 0,00169 m2
2 m/det
Diameter Pipa
A×4
D2 = π
0,00169 × 4
=
3,14
= 0.04 m = 2 inch
nilai D = 2 inch dapat diketahui nilai nominal diameter luar dan dalam
pada schedule 40. Didapat dari tabel nilai diameter luar yaitu 2,375 inch
dan diameter dalam 2,067 inch.
45
Sumber : Raswari, 1987
Tabel 3.6 Sifat-sifat fisik air (Air dibawah 1 atm dan air jenuh di atas
100°)
Sumber : Tahara H., Sularso, 2000
Head kerugian pada pompa adalah kerugian yang terjadi pada suatu
instalasi pipa seperti belokan, katup, dan sebagainya, yang di dalam
46
instalasi pipa tersebut terdapat aliran fluida cair ataupun gas. Untuk
menghitung kerugian gesek di dalam pipa kita perlu mengetahui aliran
yang terjadi apakah termasuk aliran laminer atau aliran terbulen. Maka
untuk mengetahui jenis aliran di dalam pipa dengan memakai bilangan
Reynolds (Tahara dan Sularso, 2000: 28)
v×D
Re = υ
Re = Bilangan Reynold
V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa (m/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
= Viskositas kinematik zat cair (m²/detik)
Air = pada suhu 20°C = 1,004 x 10-6 m²/detik
= v×D
Re υ
2 x 0,05
= 1,004 x 10−6
= 99.601
Karena nilai yang diperoleh lebih dari 4000, Jadi termasuk aliran turbulen.
Maka dalam perhitungan ini rumus yang akan digunakan yaitu rumus
Hazen-Williams, karena pada umumnya rumus ini dipakai untuk
menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang
Head Kerugian Gesek Dalam Pipa (Major Losses)
10,666 x Q1,85
hf 1 = xL
C1,85 x D4,85
10,666 x 0,0031,85
= x 12
1301,85 x 0,054,85
= 0,6 m
= 2 m/det
47
v2
hf =f x 2xg
22
= 0,06 x 2 x 9,81
= 0,012 m
22
= 0,3 x 2 x 9,81
= 0,06 m
22
= 1 x 2 x 9,81
= 0,2 m
48
= 2,03
v2
hv = fv x 2 x g
22
= 2,03 x 2 x 9,81
= 0,4 m
= 0,96 m
Head total pompa yang dibutuhkan untuk mengalirkan air bersih sesuai
yang dirancang yaitu (Tahara dan Sularso, 2000: 43):
v2
H = ha + Δhp + hL + 2 x g
22
= 12 + 0 + 0,96 + 2 x 9,81
= 13,2 m
Daya pompa
P =ρxgxQxH
= 1000 x 9,81 x 0,003 x 13,2
= 388,4 watt
= 0,3884 kwh
Karena debit dari dua tipe gedung sama yaitu 0,003 m3/detik maka dilakukan
perhitungan satu kali mewakili dua gedung. Dengan daya pompa sebesar 0,3884
kwh dan debit sebebsar 0,003 m3/detik maka dipilih pompa berdasarkan tabel
dibawah ini :
49
Tabel 3.7 Pemilihan Tipe Pompa Suplai
SPECIFICATIONS
Merk : Grundfos
Tipe : NS Basic 13-18 M
Kategori : Pompa Sentrifugal Cast Iron 1 phase
Daya Listrik : 750 watt 1 phase
Daya Start Listrik : 1500 watt
Daya Hisap : 6 m (max)
Debit : 240/200/120 l/menit
Total Head : 10/12/14 m
50
BAB IV
PERENCANAAN DETAIL DAN ISOMETRI
(H−H1 )
R = 1000 ∗ ….(1)
K (L+l)
Dimana
Untuk perhitungan beban unit alat plambing, ditetapkan bahwa beban unit
dari penyediaan air bersih untuk lavatory bernilai 2, urinoir bernilai 5, dan water
closet bernilai 10, maka didapatkan beban unit dari setiap sistem dengan cara
penjumlahan setiap unit plambing yang digunakan sesuai alatnya. Dengan adanya
unit beban alat plambing, untuk memperoleh laju aliran, digunakan grafik
hubungan antara unit beban alat plambing dengan laju aliran yang dapat dilihat
pada gambar dibawah.
51
Gambar 4.1 Grafik hubungan unit beban alat plambing dengan laju aliran
Tabel 4.1 Saniter Tiap Lantai Tipe X (Pria)
SISTEM I JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Water Closet 2 10 20
SISTEM II JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Lavatory 2 2 4
Urinoir 3 5 15
TOTAL 39
52
SISTEM I JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Water Closet 2 10 20
SISTEM II JUMLAH UNIT BEBAN TOTAL
Lavatory - - -
Urinoir 4 5 20
TOTAL 40
53
Perhitungan dibagi bersadarkan tipe ruang saniter dan sistem masing-
masing. Hasil perhitungan untuk ruang saniter tipe X dan Y dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 4.5 Perhitungan isometri ruang saniter tipe X (pria)
Laju Alir R v D
Lantai Daerah BUAP
(l/mnt) (mm/m) (m/s) (mm)
A-
39x10=390 460 154 2,8 60
B(Utama)
SISTEM I
B – a10 39 180 85 1,8 45
a10 – b10 10 100 96 1,7 36
10 SISTEM II
b10 – c10 19 125 78 1,7 40
c10 – d10 5 80 101 1,6 32
d10 – e10 5 80 101 1,6 32
e10 – f10 4 70 79 1,4 32
f10 – g10 2 50 94 1,4 28
B-
39 x9= 351 440 200 3,2 54
C(Utama)
SISTEM I
C – a9 39 180 98 1,9 44
a9 – b9 10 100 112 1,8 35
9 SISTEM II
b9 – c9 19 125 88 1,7 36
c9 – d9 5 80 119 1,7 32
d9 – e9 5 80 119 1,7 32
e9 – f9 4 70 90 1,5 31
f9 – g9 2 50 110 1,5 27
C-
39 x8= 312 410 200 3,1 53
D(Utama)
SISTEM I
D – a8 39 180 98 1,9 44
8
a8 – b8 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
b8 – c8 19 125 88 1,7 36
c8 – d8 5 80 119 1,7 32
54
d8 – e8 5 80 119 1,7 32
e8 – f8 4 70 90 1,5 31
f8 – g8 2 50 110 1,5 27
D-
39 x7= 273 380 200 3 50
E(Utama)
SISTEM I
E – a7 39 180 98 1,9 44
a7 – b7 10 100 112 1,8 35
7 SISTEM II
b7 – c7 19 125 88 1,7 36
c7 – d7 5 80 119 1,7 32
d7 – e7 5 80 119 1,7 32
e7 – f7 4 70 90 1,5 31
f7 – g7 2 50 110 1,5 27
E-F(Utama) 39 x6= 234 370 200 3 50
SISTEM I
F – a6 39 180 98 1,9 44
a6 – b6 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
6 b6 – c6 19 125 88 1,7 36
c6 – d6 5 80 119 1,7 32
d6 – e6 5 80 119 1,7 32
e6 – f6 4 70 90 1,5 31
f6 – g6 2 50 110 1,5 27
F-G
39 x5= 195 340 200 2,9 49
(Utama)
SISTEM I
G – a5 39 180 98 1,9 44
a5 – b5 10 100 112 1,8 35
5 SISTEM II
b5 – c5 19 125 88 1,7 36
c5 – d5 5 80 119 1,7 32
d5 – e5 5 80 119 1,7 32
e5 – f5 4 70 90 1,5 31
f5 – g5 2 50 110 1,5 27
4 G-H 39 x5= 156 310 200 2,9 48
55
(Utama)
SISTEM I
H – a4 39 180 98 1,9 44
a4 – b4 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
b4 – c4 19 125 88 1,7 36
c4 – d4 5 80 119 1,7 32
d4 – e4 5 80 119 1,7 32
e4 – f4 4 70 90 1,5 31
f4 – g4 2 50 110 1,5 27
H-I
39 x3= 117 275 200 2,8 45
(Utama)
SISTEM I
I – a3 39 180 98 1,9 44
a3 – b3 10 100 112 1,8 35
3 SISTEM II
b3 – c3 19 125 88 1,7 36
c3 – d3 5 80 119 1,7 32
d3 – e3 5 80 119 1,7 32
e3 – f3 4 70 90 1,5 31
f3 – g3 2 50 110 1,5 27
I-J (Utama) 39 x 2 = 78 230 200 2,7 44
SISTEM I
J – a2 39 180 98 1,9 44
a2 – b2 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
2 b2 – c2 19 125 88 1,7 36
c2 – d2 5 80 119 1,7 32
d2 – e2 5 80 119 1,7 32
e2 – f2 4 70 90 1,5 31
f2 – g2 2 50 110 1,5 27
J-K(Utama) 39 x 1 = 39 180 200 2,6 38
SISTEM I
K – a1 39 180 112 2,5 40
1
a1 – b1 10 100 88 1,6 37
SISTEM II
b1 – c1 19 125 119 1,8 37
56
c1 – d1 5 80 119 1,7 32
d1 – e1 5 80 119 1,7 32
e1 – f1 4 70 90 1,5 31
f1 – g1 2 50 110 1,4 24
57
k8 – l8 2 50 125 1,6 26
l8 – m8 2 50 125 1,6 26
D-
36 x7= 252 380 200 3 50
E(Utama)
SISTEM I
E – h7 36 170 98 1,9 44
h7 – i7 10 100 112 1,8 35
7
i7 – j7 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j7 – k7 6 85 88 1,6 34
k7 – l7 2 50 125 1,6 26
l7 – m7 2 50 125 1,6 26
E-F(Utama) 36 x6= 216 360 200 3 49
SISTEM I
F – h6 36 170 98 1,9 44
h6 – i6 10 100 112 1,8 35
6 i6 – j6 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j6 – k6 6 85 88 1,6 34
k6 – l6 2 50 125 1,6 26
l6 – m6 2 50 125 1,6 26
F-G
36 x5= 180 330 200 2,9 48
(Utama)
SISTEM I
G – h5 36 170 98 1,9 44
h5 – i5 10 100 112 1,8 35
5
i5 – j5 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j5 – k5 6 85 88 1,6 34
k5 – l5 2 50 125 1,6 26
l5 – m5 2 50 125 1,6 26
G-H
36 x4= 144 290 200 2,9 46
(Utama)
4 SISTEM I
H – h4 36 170 98 1,9 44
h4 – i4 10 100 112 1,8 35
58
i4 – j4 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j4 – k4 6 85 88 1,6 34
k4 – l4 2 50 125 1,6 26
l4 – m4 2 50 125 1,6 26
H-I
36 x3= 108 260 200 2,8 45
(Utama)
SISTEM I
I – h3 36 170 98 1,9 44
h3 – i3 10 100 112 1,8 35
3
i3 – j3 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j3 – k3 6 85 88 1,6 34
k3 – l3 2 50 125 1,6 26
l3 – m3 2 50 125 1,6 26
I-J (Utama) 36 x 2 = 72 225 200 2,7 43
SISTEM I
J – h2 36 170 98 1,9 44
h2 – i2 10 100 112 1,8 35
2 i2 – j2 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j2 – k2 6 85 88 1,6 34
k2 – l2 2 50 125 1,6 26
l2– m2 2 50 125 1,6 26
J-K(Utama) 36 x 1 = 36 170 200 2,5 38
SISTEM I
K – h1 36 170 98 1,9 44
h1 – i1 10 100 112 1,8 35
1 i1 - j1 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j1 – k1 6 85 88 1,6 34
k1 – l1 2 50 125 1,6 26
l1 – m1 2 50 125 1,6 26
59
(l/mnt) (mm/m) (m/s) (mm)
A-B
40x10=400 480 154 2,9 59
(Utama)
SISTEM I
B – a10 40 90 85 1,55 35
a10 – b10 10 100 96 1,7 36
10
SISTEM II
b10 – c10 20 130 78 1,6 40
c10 – d10 5 80 101 1,7 32
d10 – e10 5 80 101 1,7 32
e10 – f10 5 80 101 1,7 32
B-
40x9=360 450 200 3,2 55
C(Utama)
SISTEM I
C – a9 40 90 98 1,7 34
a9 – b9 10 100 112 1,75 35
9
SISTEM II
b9 – c9 20 130 88 2,1 55
c9 – d9 5 80 119 1,75 31
d9 – e9 5 80 119 1,75 31
e9 – f9 5 80 119 1,75 31
C-D
40x8 = 320 420 200 3,15 53
(Utama)
SISTEM I
D – a8 40 90 98 1,7 34
a8 – b8 10 100 112 1,75 35
8
SISTEM II
b8 – c8 20 130 88 2,1 55
c8 – d8 5 80 119 1,75 31
d8 – e8 5 80 119 1,75 31
e8 – f8 5 80 119 1,75 31
D-E
4 x 7 = 280 400 200 3,1 52
(Utama)
SISTEM I
7
E – a7 40 90 98 1,7 34
a7 – b7 10 100 112 1,75 35
SISTEM II
60
b7 – c7 20 130 88 2,1 55
c7 – d7 5 80 119 1,75 31
d7 – e7 5 80 119 1,75 31
e7 – f7 5 80 119 1,75 31
E-F(Utama) 40 x6 =240 380 200 3 50
SISTEM I
F – a6 40 90 98 1,7 34
a6 – b6 10 100 112 1,75 35
6 SISTEM II
b6 – c6 20 130 88 2,1 55
c6 – d6 5 80 119 1,75 31
d6 – e6 5 80 119 1,75 31
e6 – f6 5 80 119 1,75 31
F-G
40 x5= 200 350 200 2,95 49
(Utama)
SISTEM I
G – a5 40 90 98 1,7 34
a5 – b5 10 100 112 1,75 35
5
SISTEM II
b5 – c5 20 130 88 2,1 55
c5 – d5 5 80 119 1,75 31
d5 – e5 5 80 119 1,75 31
e5 – f5 5 80 119 1,75 31
G-H
40 x4=160 310 200 2,9 48
(Utama)
SISTEM I
H – a4 40 90 98 1,7 34
a4 – b4 10 100 112 1,75 35
4
SISTEM II
b4 – c4 20 130 88 2,1 55
c4 – d4 5 80 119 1,75 31
d4 – e4 5 80 119 1,75 31
e4 – f4 5 80 119 1,75 31
H-I(Utama) 40 x3= 120 280 200 2,8 46
3 SISTEM I
I – a3 40 90 98 1,7 34
61
a3 – b3 10 100 112 1,75 35
SISTEM II
b3 – c3 20 130 88 2,1 55
c3 – d3 5 80 119 1,75 31
d3 – e3 5 80 119 1,75 31
e3 – f3 5 80 119 1,75 31
I-J (Utama) 40x2=80 240 200 2,7 44
SISTEM I
J – a2 40 90 98 1,7 34
a2 – b2 10 100 112 1,75 35
2 SISTEM II
b2 – c2 20 130 88 2,1 55
c2 – d2 5 80 119 1,75 31
d2 – e2 5 80 119 1,75 31
e2 – f2 5 80 119 1,75 31
J-K(Utama) 4x1=40 90 200 2,6 40
SISTEM I
K – a1 40 90 98 1,7 34
a1 – b1 10 100 112 1,75 35
1 SISTEM II
b1 – c1 20 130 88 2,1 55
c1 – d1 5 80 119 1,75 31
d1 – e1 5 80 119 1,75 31
e1 – f1 5 80 119 1,75 31
62
l10 – m10 2 50 105 1,4 27
B-
36 x9= 324 420 200 3,2 52
C(Utama)
SISTEM I
C – h9 36 170 98 1,9 44
h9 – i9 10 100 112 1,8 35
9
i9 – j9 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j9 – k9 6 85 88 1,6 34
k9 – l9 2 50 125 1,6 26
l9 – m9 2 50 125 1,6 26
C-D 36 x 8 =
390 200 3,1 50
(Utama) 288
SISTEM I
D – h8 36 170 98 1,9 44
h8 – i8 10 100 112 1,8 35
8
i8 – j8 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j8 – k8 6 85 88 1,6 34
k8 – l8 2 50 125 1,6 26
l8 – m8 2 50 125 1,6 26
D-
36 x7= 252 380 200 3 50
E(Utama)
SISTEM I
E – h7 36 170 98 1,9 44
h7 – i7 10 100 112 1,8 35
7
i7 – j7 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j7 – k7 6 85 88 1,6 34
k7 – l7 2 50 125 1,6 26
l7 – m7 2 50 125 1,6 26
E-
36 x6= 216 360 200 3 49
F(Utama)
6 SISTEM I
F – h6 36 170 98 1,9 44
h6 – i6 10 100 112 1,8 35
63
i6 – j6 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j6 – k6 6 85 88 1,6 34
k6 – l6 2 50 125 1,6 26
l6 – m6 2 50 125 1,6 26
F-
36 x5= 180 330 200 2,9 48
G(Utama)
SISTEM I
G – h5 36 170 98 1,9 44
h5 – i5 10 100 112 1,8 35
5
i5 – j5 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j5 – k5 6 85 88 1,6 34
k5 – l5 2 50 125 1,6 26
l5 – m5 2 50 125 1,6 26
G-H(Utama 36 x4= 144 290 200 2,9 46
SISTEM I
H – h4 36 170 98 1,9 44
h4 – i4 10 100 112 1,8 35
4 i4 – j4 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j4 – k4 6 85 88 1,6 34
k4 – l4 2 50 125 1,6 26
l4 – m4 2 50 125 1,6 26
H-I
36 x3= 108 260 200 2,8 45
(Utama)
SISTEM I
I – h3 36 170 98 1,9 44
h3 – i3 10 100 112 1,8 35
3
i3 – j3 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j3 – k3 6 85 88 1,6 34
k3 – l3 2 50 125 1,6 26
l3 – m3 2 50 125 1,6 26
I-J (Utama) 36 x 2 = 72 225 200 2,7 43
2 SISTEM I
J – h2 36 170 98 1,9 44
64
h2 – i2 10 100 112 1,8 35
i2 – j2 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j2 – k2 6 85 88 1,6 34
k2 – l2 2 50 125 1,6 26
l2– m2 2 50 125 1,6 26
J-K(Utama) 36 x 1 = 36 170 200 2,5 38
SISTEM I
K – h1 36 170 98 1,9 44
h1 – i1 10 100 112 1,8 35
1 i1 - j1 10 100 112 1,8 35
SISTEM II
j1 – k1 6 85 88 1,6 34
k1 – l1 2 50 125 1,6 26
l1 – m1 2 50 125 1,6 26
65
DAFTAR PUSTAKA
66