Anda di halaman 1dari 17

Nama : Made Krismantara Putra Adi Taruna

NIM : 1701521015

Prodi : Sastra Bali

Matkul : Teori Semantik

‘Khazanah Keperkututan dalam Lontar Carcan Paksi Titiran : Pendefinisian

Logis’

1. Latar Belakang

Studi kemaknaan dalam ilmu bahasa pada awalnya tidak dianggap sebagai

bagian dari ilmu linguistik. Sebagai ilmu yang menjelaskan bahasa menggunakan

bahasa (meta-bahasa), studi semantik (kemaknaan) dianggap sebagai hal yang tidak

ada kaitannya dengan studi bahasa. Breal (dalam Chaer :13) menggunakan istilah

semantik dan menyatakan bahwa itu merupakan suatu bidang ilmu yang baru

namun juga menyatakan bahwa studi ini masih di luar ilmu-ilmu bahasa itu sendiri.

Saussure (dalam Chaer: 14) meyatakan seharusnya difokuskan pada kurun waktu

yang berkaitan dengan kala itu. Dalam pandangan itulah, studi semantik menjadi

studi yang sinkronis, meskipun studi tentang perubahan makna, yang artinya secara

historis, masih diperhatikan.

1
Studi semantik selanjutnya berkembang dengan hadirnya para tokoh yang ikut

menyumbangkan buah pikirannya. Leonard Bloomfield (dalam Chaer : 15)

menerbitkan buku yang berjudul Language pada tahun 1933 menjelaskan bahwa

dalam mendefinisikan arti dengan tepat, harus berhubungan dengan hal-hal yang

diketahui secara ilmiah. Gleason (dalam Chaer: 16) dalam bukunya yang berjudul

An Introduction to Descriptive Linguistics pada tahun 1995 menyebut bahwa

bahasa terdiri atas dua komponen yang hubungannya sangat erat. Dari kedua

pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa studi kemaknaan, khususnya dalam

pendefinisian harus dilakukan dengan adanya pengamatan terhadap suatu objek.

Perkembangan studi kemaknaan dalam linguistik akhirnya menjadi ilmu baru

dan masuk ke dalam bagian dari linguistik, bahkan, menempati hirearki yang tinggi

dalam studi linguistik. Adapun hirearkinya adalah : fonologi, morfologi, sintaksi,

dan semantik. Salah satu dari studi tersebut adalah penamaan dan pendefinisian.

Proses tersebut meliputi pemberian lambang suatu referen yang berada di luar

bahasa.

Penamaan dan pendefinisian berusaha menjelaskan suatu referen yang

belum/tidak memiliki suatu penyebutan sehingga dapat dikenali secara bahasa oleh

manusia. Proses penamaan tergantung dari model-model yang diambil dari sebuah

referen yang ingin dinamai. Proses tersebut boleh memakai cara peniruan bunyi

(onomatope), penyebutan bagian (sinekdoke : pars pro toto dan totem pro parte),

penyebutan sifat khas, penemu, tempat asal, bahan, keserupaan, pemendekan,

2
penamaan baru. Pada bagian pengistilahan, dapat dilakukan dengan cara

menggunakan sinonim suatu referen, namun pendefinisian dengan cara tersebut

akan menyebabkan adanya sirkumlokasi atau makna yang berputar-putar.

Pendefinisian selanjutnya adalah mendefinisikan sebuah referen dengan ciri-ciri

yang nampak dan bisa diamati. Pendefinisian model ini memiliki tingkat

keakuratan yang sangat tinggi sehingga hampir tidak terjadi sirkumlokasi.

Selanjutnya, pendefinisian yang paling lengkap adalah definisi ensiklopedis, yang

mana meliputi keseluruhan hal yang berkaitan dengan referen tersebut, bahkan

sampai ke sejarah, hingga perkembangan dari sebuah definisi tersebut.

Model pendefinisian logis adalah model yang dapat digunakan oleh siapapun

dalam mendefinisikan suatu referen, karena prosesnya adalah dengan cara

melakukan pengamatan terhadap suatu objek yang ada di depan mata dan melihat

ciri-ciri yang ditonjolkannya, serta menambahkan fungsi jika referen tersebut

merupakan sebuah alat atau sesuatu yang bisa dipakai oleh manusia, maupun

mahluk hidup lainnya. Tentu saja, model pendefinisian ini akan melibatkan kata-

kata lain yang bisa saja merupakan definisi suatu refren yang lain.

Pendefinisian logis dapat ditemukan di dalam lontar-lontar yang merupakan

bagian dari Kepustakaan Bali, yang disebut dengan carcan. Informasi yang

dikandung dalam naskah carcan, berisi tentang jenis-jenis, ciri-ciri, maupun cara

merawat suatu objek / referen. Pustakan Lontar Carcan merupakan suatu bukti,

selain dari sisi kekayaan ilmu kepustakaan di Bali, juga merupakan bukti dari

3
usaha-usaha leluhur di Bali untuk mendefinisikan suatu objek secara logis dan

diabadikan dengan merekamnya di dalam naskah lontar.

Naskah Lontar Carcan Paksi Titiran memuat informasi mengenai perburung

titiran (perkutut) atau dengan nama ilmiah ‘Geopelia Sriata’. Naskah Lontar Paksi

Titiran memuat tentang informasi penglasifikasian burung perkutut yang terdapat

di Bali.

2. Deskripsi Naskah

Nama Naskah : Carcan Paksi Titiran

Kode Naskah : A-348

Asal Naskah : Grya Ulah Sidemen

Tempat Disimpan : Dinas Kebudayaan Provinsi Bali

Dialih Aksarakan Oleh : I Ketut Warkadea

Waktu Pengalihan : 25 Mei 1989

Genre Naskah : Carcan

Media Naskah : Rontal

Detail Naskah :

 Ukuran : 30 x 5 cm

 Jumlah Halaman : 17 halaman.

4
Di awali dengan : ‘Ong Awighanamastu, Hana paksi maswara ping telu,

kalaning wengi, sandikala, tengah wengi, das rahina, nga. , rahayu manuk

mangkana, suka sugih denya, anikep manuk ika,…’(1.b)

Di akhiri dengan : ‘Puput asurat kala dina, Co., Wa., Wara Kulantir,

Titi, Pang., Ping, 12, Sasih, Kapat…’ (26.a).

3. Lontar Carcan Paksi Titiran (Burung Perkutut)

Lontar Carcan Paksi Titiran memuat tentang penglasifikasian tentang jenis-

jenis burung perkutut. Mulai dari ciri-ciri suaranya, tanda-tanda yang terdapat

di dalam bagian tubuhnya, hingga pada jenis-jenis burung perkutut berdasarkan

waktu datangnya. Lontar Carcan Paksi Titiran ini merupakan naskah minor dan

turunan langsung dari Lontar Carcan Paksi. Lontar ini secara mengkhusus

hanya membahas tentang burung perkutut.

4. Jenis-jenis Burung Perkutut dalam Lontar Carcan Paksi Titiran

Jenis-jenis burung perkutut dalam Lontar Carcan Paksi Titiran memiliki

konten yang sangat menarik didefinisikan secara logis. Lalu dalam isinya

sendiri terdapat hubungan psikologis antara burung perkutut dengan empunya,

karena kecocokan itu maka dalam naskah Lontar Carcan Paksa Titiran ini

5
mengungkap tingkat keberhasilan tuah dari burung perkutut selain ciri-cirinya

ialah kecocokan dari pemilik dengan burungnya. Berikut jenis-jenis burung

perkutut sesuai dengan ciri-cirinya :

a. Jenis-jenis burung perkutut berdasarkan suaranya :

 “Hana paksi maswara ping telu, kalaning wengi, sandikala, tengah

wengi, das rahina , nga., rahayu manuk mangkana, suka sugih denya,

anikep manuk ika, laba kita mageng” (1.b)

Artinya : “Ada burung yang bersuara tiga kali, disaat malam, disaat sore, tengah

malam, maka das rahina namanya, burung tersebut membawa keselamatan,

mendatangkan kebahagiaan olehnya, dan dapat berguna untuk mengusir

kesialan yang amat besar…”

b. Jenis-jenis burung perkutut berdasarkan ciri di tubuhnya :

 “Hana paksi mabulu ring sisiknya, ayu makweh asih ring sang adruwe

ya, ngaran paksi ika, Masamaya” (2.a)

Artinya : “Ada burung berbulu di pinggangnya, maka dapat menyebabkan si

empunya merasa penuh cinta, masamaya nama jenis burung itu”

6
 “Hana paksi socanya aswat-swat put kuning, asemu ijo bulunya,

dahating rahayu, pancoran mas, ngaran paksi ika, sugih /

ratnakanecana, mwah kisanihaning Hyang, mwang Sang Prabu asih

ring sang adruwe ya.” (2.a) dan (2.b)

Artinya : “Ada burung yang kukunya bersekat-sekat berwarna kuning dengan

degradasi hijau di bulunya, sangatlah baik burung itu, maka sangatlah cocok

dijuluki pancoran mas burung ini dapat mendatangkan kendaran emas, dikasihi

Tuhan dan Pemerintah sang empunya.”

 “Hana paksi asemu kulawu bulunya, petak dadanya hana rukti rupanya,

mas tan kurang sugih kojarnya, ngaran paksi ika ayu dadi wredi

pomahta denya laba sugih rendah.” (2.b)

Artinya : “Ada burung yang berdegradasi abu-abu, dadanya berwarna putih,

dan rupanya sangat tajam, mas tan kurang sugih kojarnya adalah jenis burung

ini, menyebabkan keselamatan, dan kekayaan serta rendah hati.”

7
 “Hana paksi putih bulunya salmbar ring kiwa, sandang bekel, ngaran

paksi ika, wang adagang ngigu paksi ika, Srimandel, palanya.” (3.a)

Artinya : “Jika ada burung yang berwarna putih selembar di kiri, maka sangat

baik jika burung itu dijadikan bekal, karena cocok dipakai oleh pedagang, maka

kesejahteraan yang diperolehnya.”

 “Brahmakanda ngaraning paksi, bang dadanya, mwang bulunya,

manuk ing Bhatara Brahmaika, katatwanira, Pande Besi wenang,

magugu dana manuk ika, olih prih ika, mwah kanugrahan de Sang

Prabhu, wekasan manuk mareng pada Bhatara Brahma” (8.b)

Artinya : “Bagian dari Brahma paksi itu, apabila terdapat warna merah di

dadanya, karena burung itu ialah burung dari Bhatara Brahma, pada

hakekatnya Sang Pandai Besilah yang dapat menghasilkan dari burung itu,

oleh kasihnya dan anugrah para pemimpin, maka lama-kelamaan burung ini

ialah burung Bhatara Brahma.

8
 “Hana paksi bang sukunya, putih nakanya, walakangnya, kadi sunti ,

ageng waninya, ika wekasing manuk Bhatara Guru, asing manuka ya

wenang, polih amrih palanya, arta laba, nga.” (9.b)

Artinya : “Ada burung merah kakinya hingga lututnya, pinggangnya ibarat

sunti ageng waninya, itu ialah burung dari Bhatara Guru, karena burung ini

mendatangkan murah rejeki, dan harta yang melimpah.”

 “Hana paksi ageng kukunya, ageng npuguh waninya, makweh wah

palanya tur bisa pinaka papikat.” (10.a)

Artinya : “Ada burung yang besar cakarnya, besar punggunya maka akan

mendapatkan banyak pahala dan sebagai pemikat lawan jenis”

 “Hana titiran putih salembar helaring bawunya ring kiwa, sandang

bekel, nga., ika wang tani wenang madruwe ya, suka magng wirya sang

nangingu paksi ika, Sri mandel laksananya”. (11.b) dan (12.a)

9
Artinya : “Ada burung titiran putih yang lebar bahunya dikiri dapat dibawa

sebagai bekal oleh orang bertani, karena kesuburan burung ini amatlah

besar, dan handal sekali dibuatnya”

c. Jenis-jenis burung perkutut berdasarkan waktu kedatangannya

 “Hana paksi maswara ping telu, kalaning wengi, sandikala, tengah

wengi, das rahina , nga., rahayu manuk mangkana, suka sugih denya,

anikep manuk ika, laba kita mageng” (1.b)

Artinya : “Ada burung yang bersuara tiga kali, disaat malam, disaat sore,

tengah malam, maka das rahina namanya, burung tersebut membawa

keselamatan, mendatangkan kebahagiaan olehnya, dan dapat berguna untuk

mengusir kesialan yang amat besar…”

 “Kahanantya cintamani, nga., mamunyi ring wengi napkala, moga ika

ngajaraken teka, mwang boga enjangnya,nga., sing madruwe ya

wenang.” (19.a)

Artinya : “Semuanya cintamani namanya, bersuara di malam hari sesekali,

semoga itu yang dapat mendatangkan makanan dikeesokan harinya, dan

semua dapat memilikinya.”

10
 “Hana paksi maswara sawengi, sandekala, madyaning latri, rahina

panes kantang, manukira Bhatara Mahisora, suka mageng sadu kang

sadruwe paksi ika.” (21.a) dan (21.b)

Artinya : “Ada burung yang bersuara setiap malam saja, di sore hari

tengah malam, dan di hari yang terik, itulah burung Hyang Mahisora,

suka beradu suara dengan burung sejenisnya.”

d. Jenis-jenis burung perkutut berdasarkan tingkah lakunya

 “Mwah rehing paksi laksananya, tan paksi corahing netra, ageng

patuknya, panjang gulunya, awaknya agung apanjang, apetak ing

mastakanya, dadanya klawu, laksananya ayu, manuk Bhatara Iswara

ika becik.” (21.a)

Artinya : “Dan jika ditelusuri tingkah laku burung, yang matanya tanpa

cacad, paruhnya besar, glambirnya panjang, dan badannya besar

memanjang, dan putih di dadanya, berwarna abu-abu. Itulah sesungguh

burung Bhatara Iswara, sangatlah baik.”

11
5. Pendefinisian Logis Lontar Carcan Paksi Titiran

Dari definisi pendefinisian logis yang telah dijelaskan, maka dapat jenis-jenis kuda

dalam Lontar Carcan Paksi Titiran, dapat didefinisikan secara logis, mengingat Lontar

Carcan Paksi Titiran memiliki beberapa syarat untuk dapat didefinisikan secara logis,

seperti :

1. Lontar Paksi Titiran merupakan sebuah kepustakaan Bali yang berisi khazanah

tenntang burung perkutut Bali dengan ciri-cirinya masing-masing

2. Informasi-informasi berkaitan dengan burung perkutut Bali yang terkandung di

dalam naskah lontar Carcan Paksi Titiran dijelaskan menggunakan model

pendefinisian logis, mulai dari suaranya, warna bulunya, ciri khas yang terdapat

di bulunya, tingkah lakunya, hingga Bhatara yang merepresentasikan burung

tersebut.

3. Kepustakaan berupa Carcan Paksi Titiran ini sangat mungkin untuk diteliti

lebih lanjut menggunakan pendekatan-pendekatan yang beragam. Terlebih lagi

jika naskah ini sudah dialih-bahasakan ke Bahasa Indonesia, meskipun tidak

akan mengurangi kualitas naskah aslinya.

4. Informasi yang tidak kalah menarik yang terkandung di dalam naskah Carcan

ini adalah beberapa dari kehadiran burung perkutut tersebut dipercaya sebagai

pertanda yang akan membawa kebahagiaan, keselamatan, maupun kejayaan.

12
Komponen yang
Kutipan di Lontar Cacan Paksi
Merepresentasikan Definisi Logis
No Titiran
Definisi Logis

Burung yang

dapat

mendatangkan
“Hana paksi socanya aswat-swat put
keberuntungan,
kuning, asemu ijo bulunya, dahating
dan kekayaan
rahayu, pancoran mas, ngaran paksi
ialah Burung
ika, sugih / ratnakanecana, mwah ‘Pancoran Mas =
1 yang memiliki
kisanihaning Hyang, mwang Sang Pancuran Mas”
ciri-ciri kuku
Prabu asih ring sang adruwe ya.”
yang bersekat-
(2.a) dan (2.b)
sekat berwarna

kuning, dan

dijuluki

Pancoran Mas

“Hana paksi mabulu ring sisiknya, Burung yang


‘Makweh Asih’ =
ayu makweh asih ring sang adruwe memiliki
memberikan
2 ya, ngaran paksi ika, Masamaya” banyak bulu di
banyak kasih
(2.a) pingganya
sayang
ialah burung

13
yang dengan

ciri dapat setia

dengan

tuannya, maka

dijuluki

‘Masemaya’

Burung yang

memiliki warna
“Brahmakanda ngaraning paksi, bang
dominan agak
dadanya, mwang bulunya, manuk ing
merah di
Bhatara Brahmaika, katatwanira,
‘Brahmakanda = dadanya ialah
Pande Besi wenang, magugu dana
3 bagian dari burung yang
manuk ika, olih prih ika, mwah
Brahma’ dipunyai oleh
kanugrahan de Sang Prabhu, wekasan
Bhatara
manuk mareng pada Bhatara Brahma”
Brahma yang
(8.b)
disebut

‘Brahmakanda’

“Hana paksi maswara ping telu, Jika ada burung

kalaning wengi, sandikala, tengah ‘Maswara Ping yang berbunyi


4
wengi, das rahina , nga., rahayu Telu’ di tiga waku,

manuk mangkana, suka sugih denya, malam, tengah

14
anikep manuk ika, laba kita mageng” malam, hingga

(1.b) senja. Maka

dapat

mendatangkan

keberuntungan.

Jika ada burung

“Hana paksi maswara sawengi, yang bersuara

sandekala, madyaning latri, rahina di malam hari,

panes kantang, manukira Bhatara ‘Maswara tengah malam,


5
Mahisora, suka mageng sadu kang Sawengi’ dan senja hari

sadruwe paksi ika.” (21.a) dan (21.b) itulah burung

dari Bhatara

Mahisora.

15
SIMPULAN

Lontar Carcan Paksi Titiran adalah pustaka Bali yang mengandung banyak

pengetahuan tentang klasifikasi burung titiran. Dalam penglasifikasian ini dijelaskan

dengan dengan Bahasa Bali-Kawi. Kehadiran Lontar Carcan Paksi Titiran, dan juga

beberapa Lontar Carcan yang lainnya, seperti : Carcan Mina, Carcan Siap, Carcan

Janma, Carcan Paksi, dan yang lainnya, telah membuktikan adanya usaha-usaha para

leluhur di Bali dalam mendefinisikan mahluk yang hidup di lingkungan natah Bali.

Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah, aktivitas pendefinisian yang merupakan

bagian dari semantik, masih merupakan ilmu yang baru, namun leluhur kita memiliki

pengetahuan yang sangat tinggi untuk bias menerapkan sistem keilmuan ini, meski

dengan cara yang sedikit berbeda.

Adanya alih media dan Bahasa dari Lontar Carcan Paksi Titiran, dapat membantu

peternak ataupun penghobi burung titiran dapat dengan maksimal dalam memelihara

burung titirannya, selain itu, terdapat kemungkinan yang sangat tinggi bagi naskah-

naskah kepustakaan yang lain untuk mendapat perhatian lebih sehingga tidak akan

terancam punah akibat keminiman literasi budaya dan pustaka bali kuna saat ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

___UPT. Pusat Dokumentasi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. 1989. Alih Aksara

Lontar Carcan Paksi Titiran. Denpasar.

Yasa, Putu Eka Guna. Teori Semantik. Disampaikan dalam Mata Kuliah Semantik

(PPT), pada hari Senin, 16 September 2019. Sastra Bali. Universitas Udayana.

17

Anda mungkin juga menyukai