Anda di halaman 1dari 29

TEHNIK PEMIJAHAN IKAN CUPANG (Betta sp) YANG

DIBERI PAKAN CACING TUBIFEX sp

Oleh

RIZKI SAPUTRA
164310135

FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN PERIKANAN PRODI BUDIDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2018

ii
TEHNIK PEMIJAHAN IKAN CUPANG (Betta sp) YANG
DIBERI PAKAN CACING TUBIFEX sp

OLEH

RIZKI SAPUTRA
164310135

Mengetahui

Dosen Pengasuh Asisten

Ir. T. Iskandar Johan, M.Si Hisra Melati, S.Pi

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
saya rahmat dan karunianya sehingga laporan budidaya ikan hias yang berjudul
“Tehnik Pemijahan Ikan Cupang (Betta sp) Yang Diberi Cacing Tubifex sp” dapat
terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih kepada dosen


beserta asisten pembimbing yang telah banyak membantu saya memberikan
arahan-arahan, saran, bimbingan serta petunjuk selama praktikum dilaksanakan.

Saya telah berupaya memaksimalkan tenaga, waktu dan pikiran saya untuk
membuat kesempurnaan laporan ini. Namun tidak tertutup kemungkinan banyak
kesalahan yang tidak sengaja dalam penulisan laporan ini. Kritik dan saran dari
para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan pada masa yang akan
datang.

Sebagai penutup, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua


pihak yang telah membantu saya dalam penulisan laporan ini. Semoga tugas yang
sederhana ini bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, Desember 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

ISI Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan dan Manfaat .......................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2


2.1 Biologi dan Morfologi Ikan Cupang (Betta sp) ................................. 2
2.2 Ekologi ............................................................................................... 3
2.3 Seleksi Induk ...................................................................................... 4
2.4 Teknik Pemijahan ............................................................................... 5
2.5 Pemeliharaan Larva ............................................................................ 5
2.6 Pakan .................................................................................................. 7
2.7 Kualitas Air ........................................................................................ 8

III. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 9


3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................. 9
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................... 9
3.3 Prosedur Praktikum ............................................................................ 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 11


4.1 Seleksi Induk ...................................................................................... 11
4.2 Teknik Pemijahan ............................................................................... 11
4.3 Pemeliharaan Larva ............................................................................ 13
4.4 Pakan .................................................................................................. 14
4.5 Kualitas Air ........................................................................................ 15

V. PENUTUP ............................................................................................... 16
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 16
5.2 Saran ................................................................................................... 16

iii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... 19

iv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Bahan dan Alat Serta Kegunaannya ................................................ 9

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gambar Ikan Cupang Jenis Halfmoon ........................................ 2

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Dokumentasi Alat-Alat praktikum ........................................... 20

Lampiran 2. Dokuemntasi Bahan-Bahan Praktikum .................................... 20

Lampiran 3. Dokumentasi Praktikum ........................................................... 20

vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Cupang (Betta sp.) adalah ikan air tawar yang habitat asalnya adalah

beberapa negara di Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand,Malaysia,

dan Vietnam. Ikan ini mempunyai bentuk dan karakter yang unik dan cenderung

agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Di kalangan penggemar, ikan cupang

umumnya terbagi atas tiga golongan, yaitu cupang hias, cupang aduan, dan

cupang liar. Di Indonesia terdapat cupang asli,salah satunya adalah Betta

channoides yang ditemukan di Pampang, Kalimantan Timur. Ikan cupang adalah

salah satu ikan yang kuat bertahan hidup dalam waktu lama sehingga apabila ikan

tersebut ditempatkan di wadah dengan volume air sedikit dan tanpa adanya alat

sirkulasi udara (aerator), ikan ini masih dapat bertahan hidup. Walaupun termasuk

ikan yang sangat agresif dan cenderung mempertahankan daerah teroterialnya,

tetapi keindahannya cupang hias bisa dinikmati tanpa harus menyiksa dan

membuatnya bertarung, seperti yang harus dilakukan terhadap ikan cupang jenis

adu.

1.2 Tujuan dan Manfaat


Adapun tujuan serta manfaat pada penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami teknik budidaya ikan Cupang (Betta sp)

2. Mengetahui tahapan kegiatan dalam melakukan praktek budidaya atau

pemijahan ikan cupang (Betta sp).

3. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Budiaya Ikan Hias

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi dan Morfologi Ikan Cupang (Betta sp)


Ikan cupang (Betta sp.) terkenal karena sifatnya yang agresif dan

kebiasaan hidupnya berkelahi dengan sesama jenis, sehingga dinamakan fighting

fish. Warna tubuh ikan ini berwarna-warni, sehingga menjadi daya tarik para

penggemar dan penghobi untuk mengoleksinya. Warna-warna klasik seperti

merah, hijau, biru, abu-abu, dan kombinasinya banyak dijumpai. Warna-

warna baru juga bermunculan dari kuning, putih, jingga, hingga warna-warna

metalik seperti tembaga, platinum, emas, dan kombinasinya (Perkasa 2001).

Gambar 1. Ikan Cupang Jenis Halfmoon

Taksonomi atau klasifikasi ikan cupang menurut Sugandy (2001), yaitu :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Order : Perciformes

Family : Osphronemidae

Genus : Betta

Species : Betta sp.

2
Ikan cupang (Betta sp.) merupakan ikan yang memiliki banyak bentuk

(Polymorphisme), seperti ekor bertipe mahkota/serit (crown tail), ekor setengah

bulan/lingkaran (half moon), ekor pendek (plakat) dan ekor tipe lilin/selendang

(slayer) dengan sirip panjang dan berwarna-warni. Keindahan bentuk sirip dan

warna sangat menentukan nilai estetika dan nilai komersial ikan hias

cupang (Dewantoro,2001)

Penampakan warna pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis

kelamin, kematangan gonad, genetik dan faktor geografi. Cupang jantan

dapat dibedakan dari warnanya yang cerah dan menarik, bentuk perut

ramping, serta sirip ekor dan sirip anal panjang. Sementara cupang betina

berwarna kurang menarik, bentuk perut gemuk serta sirip ekor dan sirip anal

pendek. Akibatnya, ikan cupang jantan memiliki nilai komersial tinggi karena

sangat disukai dan diburu oleh pecinta ikan hias, Sehingga akan lebih efektif

dan menguntungkan bila hanya diproduksi dan dipelihara jantannya saja (Agus,

2010). Ikan jantan sangat agresif dan memiliki kebiasaan saling menyerang

apabila ditempatkan dalam satu wadah.

2.2 Ekologi

Meskipun cupang sudah mendunia (ada dimana-mana), dan bahkan markas

IBC (International Betta Congress) berada di Amerika, tetapi asal muasal ikan

cupang tidak dari Amerika, Inggris, Perancis atau negara Eropa lainnya. Cupang

asli berasal dari perairan Asia Tenggara seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia

dan Vietnam. Oleh karena itu, habitat atau lingkungan hidupnya yang cocok, baik

dan ideal semestinya seperti di perairan tropis. Suhunya tidak ekstrim, dingin atau

3
panas sekali. Ikan cupang akan menemui masalah hidup (fisiologis) bila

ditempatkan di dalam air yang suhunya di luar toleransi 24-30oC.

Habitat alam ikan cupang di perairan rawa, persawahan dan sungai

dangkal. Ikan cupang dikenal dengan sifat agresifnya terhadap ikan lainnya.

Karenanya, ikan cupang (dewasa) biasanya diperlihara secara soliter. Seekor ikan

cupang dipelihara di dalam satu wadah (akuarium). Akan tetapi, di perairan alam

ikan cupang ternyata suka hidup berkelompok. Tidak soliter.

Mereka hidup di perairan dangkal yang terlindung dari sengatan sinar

matahari secara langsung. Tentu saja perairan yang demikian itu banyak terdapat

tanaman air atau yang diteduhi oleh pepohonan di atas perairannya. Selain di

perairan dangkal dan terlindung dari paparan sinar matahari, ikan cupang di habitat

alamnya ternyata suka di perairan yang tenang sekalipun sedikit kandungan

oksigennya. Sebab ikan cupang mampu hidup di air yang sedikit oksigen Karena,

ikankcupang memiliki seperangkat alat pernapasan labirin yang mampu

mengambil oksigen langsung dari udara, seperti paru-paru pada

manusia. Adapun derajat keasaman (pH) air yang cocok bagi ikan cupang

antara 6,5 sampai dengan 7,2. (Atmajaja,2008)

2.3 Seleksi Induk

Seleksi induk untuk pemijahan akan menentukan hasil panen. Seleksi

induk dapat di lakukan dengan cara memilih calon induk yang berkualitas, yaitu

ikan yang memiliki ketahanan fisik dan mental yang baik, Pangkal ekor tebal dan

lebar, sehat, gerakan lincah dan tidak cacat. Respon musuh, respon terhadap

pakan, matang, dan umur diatas tujuh bulan (George,2009).

4
Ciri-ciri khas yang dimiliki oleh ikan cupang hias jantan adalah selain

warnanya yang indah, siripnyapun panjang dan menyerupai sisir serit, sehingga

sering disebut cupang serit. Sedangkan ikan betinawarnanya tidak menarik

(kusam) dan bentuk siripnya lebih pendek dari ikan jantan.

Ciri ikan jantan untuk dipijahkan :

1. Umur ± 4 bulan

2. Bentuk badan dan siripnya panjang dan berwarna indah.

3. Gerakannya agresif dan lincah

4. Kondisi badan sehat (tidak terjangkit penyakit)

Ciri-ciri ikan betina :

1. Umur telah mencapai +- 4 bulan

2. Bentuk badan membulat menandakan siap kawin

3. Gerakannya lambat

4. Sirip pendek dan warnanya tidak menarik

5. kondisi badan sehat.

2.4 Teknik Pemijahan

Cupang akan mulai memijah setelah matang gonad pada usia tujuh sampai

delapan bulan (Atmajaja, 2008). Pemijahan akan terjadi dengan perbandingan

jantan dan betina adalah 1:1. Pemijahan akan berlangsung selama dua sampai tiga

hari, setelah itu telur di letakkan di substrat oleh indukan. Setelah 24 jam telur

akan menetas dan menjadi larva. Larva mulai diberi makan setelah tiga hari dari

penetasan karena kuning telur sudah mulai habis dan membutuhkan makan untuk

tumbuh. Setelah umur tujuh bulan, Cupang akan matang gonad.

5
Pada umumnya wadah pemeliharaannya adalah bak semen atau akuarium

yang ukurannya tidak perlu besar yaitu cukup 1 x 2 m atau akuarium 100 x 40 x

50 cm, sedang wadah perkawinannya lebih kecil dari wadah pembesaran, yang

bisa digunakan antara lain : baskom, akuarium kecil atau ember dapat dipakai

untuk memijahkan ikan.

2.5 Pemeliharaan Larva

Pemeliharaan larva merupakan salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan suatu kegiatan usaha budidaya perikanan khususnya dalam

pencapaian target produksi, dalam hal ini pemberian pakan adalah faktor yang

sangat perlu diperhatikan (Yurisman et al., 2010). Pertumbuhan adalah

pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pakan berperan penting sebagai

makanan yang sangat dibutuhkan oleh ikan. Untuk menghasilkan pertumbuhan,

makanan akan diproses terlebih dahulu di dalam tubuh sehingga diperoleh

sejumlah energi. Jumlah energi yang digunakan untuk pertumbuhan tergantung

pada jenis ikan, umur, kondisi lingkungan, dan komposisi makanan.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, hormon,

dan lingkungan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan oleh ikan untuk

metabolisme basal, dan sisanya digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan

reproduksi (Fujaya, 2004).

Dalam Pemeliharaan larva ini setelah habis masa kuning telur atau cadangan

makanan pakan yang diberikan harus lah tepat dan sesuai dengan bukaan

mulutnya, mengingat bukaan mulut larva ikan cupang yang baru berumur 3 – 5

hari belum bisa berenang hanya bergerak secara horizintal dalam jarak tertentu,

maka pakan yang tepat mempengaruhi lama nya pertumbuhan.

6
2.6 Pakan

Sejumlah besar organisme membutuhkan penyediaan materi dan energi

yang berasal dari molekul organik yang dimakannya. Ikan dapat tumbuh jika

memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan gizi yang seimbang

(Mudjiman, 2004). Dalam kenyataan sehari-hari terdapat 2 golongan pakan ikan,

yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan buatan merupakan makanan ikan yang

dibuat dari campuran bahan-bahan alami atau bahan olahan yang selanjutnya

dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam bentuk tertentu, sedangkan pakan

alami adalah pakan makanan ikan yang tumbuh di alam tanpa campur tangan

manusia secara langsung (Susanto, 1991). Makanan alami ikan terdiri dari

organisme renik berukuran mikro dan organisme makro yang sangat jelas bila

dilihat secara kasat mata (Mudjiman, 2004).

Ikan cupang memerlukan protein untuk kekuatan dan pembentukan tubuh,

juga memerlukan vitamin dan mineral penting lainnya untuk aktivitas dan

menjaga daya tahan tubuhnya. Jenis pakan alami yang cocok bagi pertumbuhan

dan perkembangan untuk ikan cupang antara lain cacing Tubifex sp., jentik

nyamuk, dan kutu air. Jika ditinjau dari segi ekonomi, pemberian cacing Tubifex

sp. sebagai pakan ikan terutama ikan hias turut mengurangi biaya produksi. Selain

biaya pengkulturannya yang relatif murah dan sederhana juga dapat memenuhi

nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Jentik nyamuk dapat dibudidaya sendiri dengan

cara cukup menyediakan wadah yang diisi dengan air dan di biarkan terbuka dan

setelah dibiarkan beberapa hari muncul jentik-jentik nyamuk yang siap diberikan

untuk ikan cupang. Penggunaan jentik nyamuk sebagai pakan ikan cupang dapat

mengurangi populasi nyamuk sehingga bisa dikatakan sebagai upaya pencegahan

7
penyakit demam berdarah maupun malaria yang dapat menjangkit siapa saja dan

kapan saja

2.7 Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan.

Seperti pemeliharaan ikan hias pada umumnya, kualitas air yang digunakan dalam

pemeliharaan ikan cupang harus disesuaikan dengan syarat hidupnya sehingga

pertumbuhan dan perkembangannya akan berjalan secara optimal.

Proses metabolisme di perairan, salah satunya dipengaruhi oleh suhu. Setiap

jenis ikan membutuhkan suhu yang optimal untuk pertumbuhannya. Kisaran

suhu air yang ideal untuk pemeliharaan ikan cupang agar mendapatkan

pertumbuhan dan perkembangan yang optimal berkisar antara 24-30 ºC (Regan,

1908).

Hubungan pH dengan kehidupan ikan sangat erat. Titik kematian ikan

biasanya terjadi pada pH 4 atau asam dan pH 11 atau basa. Dihabitat asalnya, ikan

cupang sangat cocok berkembang dengan kondisi air yang memiliki pH sebesar

6.5 – 7.5 (Atmadjaja dan Sitanggang, 2008). Apabiila derajat keasaman air

yang akan digunakan dalam pemeliharaan ikan cupang memiliki pH diatas

normal, para pehobi dan pembudidaya menggunakan daun ketapang untuk

mencapai pH ideal. Ketidakidealan pH air yang dipakai untuk budidaya ikan

cupang akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan dan

perkembangannya. Indikasi awal yang dapat dijadikan pedoman berkaitan dengan

ketidakidealan pH air dapat dilihat dari tingkah laku ikan cupang diantaranya

yaitu tidak memiliki nafsu makan, cara berenangnya tidak stabil, dan

pertumbuhannya menjadi terhambat

8
III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum parasit dan penyakit ikan ini dilaksanakan pada tanggal 27

September – 05 November 2018. Tempat praktikum ini dilakukan di laboratorium

Balai Benih Ikan jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Islam

Riau.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum parasiit dan penyakit ikan

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Bahan dan alat serta kegunaannya


No Nama Bahan dan Alat Ketetangan

1 Ikan Cupang 1 Pasang Bahan praktikum


2 Air Secukupnya Bahan praktikum
3 Daun Ketapang Bahan praktikum
4 Aerator Alat pompa Oksigen
5 Toples Wadah budidaya
6. Selang dan batu Aerasi Alat Penyalur oksigen

3.3 Prosedur Praktikum


1. Setelah indukan ikan cupang hias dipersiapkan begitu pula dengan

wadahnya maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pemijahan :

2. Persiapkan wadah baskom/akuarium kecil dan bersih.

3. Isi wadah dengan air bersih dengan ketinggian 15 - 30 Cm.

4. Masukkan indukan ikan cupang jantan lebih dahulu selama 1 hari.

5. Tutup wadah dengan penutup wadah apa saja.

9
6. Sehari kemudian (sore hari) indukan betina telah matang telur dimasukan

ke dalam wadah pemijahan.

7. Biasanya pada pagi harinya ikan cupang sudah bertelur dan menempel

disarang berupa busa yang dipersiapkan oleh indukan jantan.

8. Indukan betina segera dipindahkan dan jantannya dibiarkan untuk merawat

telur sampai menetas

10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Seleksi Induk

Dalam pemilihan induk cupang haruslah yang berkualitas yang harus

dilakukan sebelum budidaya dimulai adalah menentukan warna,gurat

tulangan,ukuran tubuh,faktor genetik dan persentase kecacatan. Sebaiknya dipilih

ikan yang benar-benar mampu melahirkan benih yang bisa tumbuh besar seperti

induknya, tidak hanya yang cacat atau rejected, berumur muda,gerakannya aktif

dan memiliki warna yang cerah.

Ciri-ciri Betina siap kawain adalah dilihat dari besarnya perut betina.

Apabila sudah terlihat membesar maka ikan tersebut sudah siap dikawinkan.

Sedangkan Kematangan gonad dari ikan cupang Jantan dilihat dari banyaknya

bintik hitam yang terdapat pada sirip punggung jantan.

Umur cupang yang siap untuk melakukan pemijahan adalah 6-7 bulan.

Menurut George (2009), seleksi induk untuk pemijahan akan menentukan

hasil panen. Seleksi induk dapat dilakukan dengan cara memilih calon induk yang

berkualitas, yaitu :

o Ikan yang memiliki ketahanan fisik dan mental yang baik,

o Pangkal ekor tebal dan lebar, sehat,

o Gerakan lincah dan tidak cacat.

o Respon musuh, respon terhadap pakan, matang,

o Umur diatas tujuh bulan.

4.2 Teknik Pemijahan

Sebagaimana hewan lainnya, proses pemijahan dilakukan dengan jalan salah

satu pasangan menarik perhatian lawan jenisnya. Dalam kasus ini, cupang jantan

11
merupakan pihak yang melakukan aksi menarik perhatian tersebut. Cupang jantan

akan berlagak memamerkan “ketampanannya” di depan sang betina sambil

mengembangkan sirip-siripnya. Dengan keindahan warna tubuhnya pula, cupang

jantan akan mendekati sang betina dan berputar-putar. Setelah sang betina tertarik,

cupang jantan akan menelikung tubuh betina. Sementara cupang betina

membiarkan tubuhnya melayang dalam “dekapan” sang jantan. Jika selesai

memijah, cupang jantan akan melepaskan tubuh betina. Dari tubuh betina pun

akan terlihat telur yang keluar dan berjatuhan ke dasar media pemeliharaan.

Selanjutnya, tugas cupang jantanlah yang merawat telur hingga menetas.

Dalam hal ini, terdapat dua tipe pemijahan yang terjadi pada ikan cupang, yaitu

bubble nest breed dan mouth brooder. Di antara keduanya terdapat perbedaan

prinsip dalam hal menetaskan telur (Paul, 2004)

1. Bubble nest breed

Secara alami, cupang jantan yang siap memijah pada tipe ini akan terlihat

membuat sarang busa. Sarang busa yang dibuat berbentuk gelembung-gelembung

kecil udara yang ditempatkan sang jantan di permukaan air. Biasanya, sarang busa

ini ditempelkan pada dedaunan atau tanaman air (Paul, 2004).

Setelah selesai membuat sarang busa, cupang jantan akan menggiring cupang

betina untuk melakukan perkawinan di bawah sarang busa yang telah dibuat.

Cupang jantan akan menangkap telur yang berjatuhan dan menyimpan dalam

mulutnya. Selanjutnya, telur tersebut disemburkan ke sarang busa agar melekat.

Telur yang jatuh akan diambil dan disemburkan kembali hingga benar-benar

melekat. Sejak saat itu, cupang jantan dengan setia menjaga telurnya dari

gangguan ikan lain. Selain itu, sang jantan akan mengipasi telur dengan sirip-

12
siripnya agar suplai oksigen untuk telur tetap terjaga. Selama itu pula, induk

jantan akan merenovasi sarang busa yang rusak dengan membuat sarang baru.

Setelah menetas, anak cupang akan tetap berada dalam sarang busa sampai

mereka mampu menembus atau melepaskan diri dari sarangnya. Jika telah

terlepas, anak cupang sudah mampu menghirup udara langsung dari udara.

Adapun jenis ikan cupang yang termasuk dalam bubble nest breed yaitu Betta

akarensis, Betta coccina, Betta bellica, Betta tasyaee, Betta smaragdina, Betta

imbellis, dan Betta splendens (Paul, 2004).

2. Mouth brooder

Pada kelompok ini, cupang jantan akan memunguti telur yang sudah

terbuahi dan memasukkan serta mengeraminya dalam mulut hingga menetas.

Selama mengerami telur tersebut cupang jantan berpuasa dan menghindari kontak

fisik dengan jantan lain. Setelah menetas, anak cupang akan dikeluarkan dari

mulut induk jantan ke permukaan air. Selanjutnya, induk jantan akan tetap

melindungi anaknya dengan cara memasukkan kembali anaknya ke dalam mulut

jika ada bahaya. Hal tersebut dilakukan hingga anak cupang berumur satu minggu

dan bisa mencari makan sendiri. Selanjutnya, induk jantan tidak lagi melindungi

anaknya dengan cara memasukkan ke dalam mulut, tetapi sekedar berjaga-jaga di

dekatnya. Hal tersebut dilakukan karena ukuran anak cupang yang sudah mulai

membesar.

4.3 Pemeliharaan Larva

Pada umumnya pemberian makanan pada anakan yang berumur kurang dari

5 hari bisa dihilangkan, karena anakan yang berumur kurang dari 5 hari tersebut

masih mempunyai cadangan makanan yang dihasilkan oleh kuning telur yang

13
melindunginya. jadi mulai umur 5-10 hari anakan baru mulai diberi makanan

berupa: roteria, infusaria, kuning telor mentah, dan setelah tahap kedua terlewati

dengan lancar, masuklah ke dalam tahap ke 3 dimana anakan berumur 10-17 hari,

anakan ini bisa diberi makanan berupa: Kutu air yang disaring. Dan tahap terakhir

bagi anakan yang berumur lebih dari 17 hari, bisa diberi makanan berupa Kutu air,

Cuk, Cacing sutra .

4.4 Pakan

Pakan yang biasa diberikan pada ikan cupang adalah jentik nyamuk, cacing

sutera dan kutu air. kemudian dicuci dengan menggunakan air bersih. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Bambang (2001), pakan yang umum dimakan ikan

cupang yaitu berupa jentik nyamuk yang diambil dari alam namun tidak dapat

langsung diberikan kepada ikan dalam keadaan masih kotor, sering diantara jentik

terdapat ulat berwarna kelabu hitam apabila ulat termakan oleh ikan maka ulat

tersebut tidak mudah dicerna oleh perut ikan sehingga ikan dapat membuang

kotoran dan perutnya membesar sehingga munculah penyakit perut kembung.

selokan–selokan. Pakan sebaiknya diberikan sesering mungkin, misalnya 3-4 kali

sehari. Semakin sering frekuensinya semakin baik. Lebih baik sedikit-sedikit tapi

sering dari pada sekaligus banyak. Hal ini untuk mengurangi resiko penumpukan

sisa pakan yang bisa mengakibatkan berkembangnya penyakit. Sedangkan untuk

kutu air bisa didapatkan di selokan-selokan yang tergenang, atau membelinya dari

toko akuarium. Kalau tidak memungkinkan, kita bisa membudidayakan kutu air

sendiri.

14
4.4 Kualitas Air

Ikan cupang relatif tahan banting. Bisa dipelihara dalam akuarium tanpa

menggunakan aerator. Ikan ini tahan terhadap kondisi air yang minim oksigen.

Walaupun begitu, disarankan untuk tetap menjaga kualitas air dengan

memberinya aerasi dan filter pembersih. Agar ikan bisa berkembang sempurna

dan selalu dalam kondisi bugar.

Pergantian air yang terdapat dalam wadah secara berkala. Lihat apakah ada

penumpukan kotoran dan sisa pakan pada dasar wadah. Penumpukan tersebut bisa

menimbulkan penyakit bahkan kematian pada ikan karena pencemaran air,

pembersihkan ini dilakukan dengan cara menghisap selang dan menurunkan air

dan mengarahkan ke dasar wadah untuk menyedot sisa buangan. Sebab dengan

meningkatnya pH yang tinggi antara 9 sampai 11 dalam air wadah juga akan

menghambat pertumbuhan ikan. Ikan pada akhirnya akan mati ketika tingkat pH

naik di atas 11 (Effendie. 1997).

15
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. cupang jantanlah yang merawat telur hingga menetas. Dalam hal ini,

terdapat dua tipe pemijahan yang terjadi pada ikan cupang, yaitu bubble nest

breed dan mouth brooder.

2. Betina siap kawain adalah dilihat dari besarnya perut betina Sedangkan

Kematangan gonad dari ikan cupang Jantan dilihat dari banyaknya bintik hitam

yang terdapat pada sirip punggung jantan. Umur cupang yang siap untuk

melakukan pemijahan adalah 6-7 bulan.

3. Mulai umur 5-10 hari anakan baru mulai diberi makanan berupa: roteria,

infusaria, kuning telor mentah.

5.2 Saran

Dalam Pemijahan Ikan Cupang, Sebaiknya digunakan didalam aquarium

agar proses pemantauan saat memijah dapat dengan jelas terlihat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus. M, Yusufi, dan B. Nafi. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Alami

Daphnia sp. Jentik Nyamuk dan Cacing Sutera terhadap

Pertumbuhan Ikan Cupang Hias (Betta spendens). Pena Akuatika

Volume 2 No 1. Hal 1-5.

Atmajaja. J. 2008. Panduan Lengkap Memelihara Cupang Hias dan Cupang Adu.

Penebar Swadaya. Jakarta

Bambang M. 2001. Pembenihan Dan Pembesaran Cupang Hias. Kanisius,

Yogyakarta.

Dewantoro, G. 2001. Fekunditas dan Produksi Larva Pada Ikan Cupang (Betta

Spendens Regan) yang Berbeda Umur dan Pakan Alalminya.

Jurnal Iktiologi Indonesia. Vol 1. No2. Th 2001 : 49-52. ISSN

1693. 0229. Fakultas Biologi. Universitas Nasional Jakarta

Daelami, D. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Effendie. 1997. Manajemen Kualitas Air. Yayasan Pustaka Nusatama:

Yogyakarta. 163 hal.

Fujaya, 2004. Buku Pintar Budidaya Kan Hias Air Tawar. Gramedia, Jakarta

George, T., A. J. M, A. Nontji, and M. K. Moosa. 2009. The Ecology of the

Indonesian Seas, Part One and Two. Singapore. Periplus Editions HK

Ltd.

Mudjiman, M.J. 2004. Sex Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan Atau

Betina. Penerbit Swadaya, Jakarta

Paul. 2004. Budidaya Cupang Hias dan Adu. Penebar Swadaya, Jakarta

17
Regan 1908 dalam Sudrajad 2003. Pembenihan Dan Pembesaran Cupang Hias.

Kanisius, Yogyakarta.

Susanto, H. 1991. Memelihara Cupang. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Susanto dan Lingga, P. 1997. Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya, Jakarta.

Regan 1908 dalam Sudrajad 2003. Pembenihan Dan Pembesaran Cupang Hias.

Kanisius, Yogyakarta.

Sugandy, I. 2001. Budidaya Cupang Hias. Argo Media Pustaka, Jakarta.

18
LAMPIRAN

19
Lampiran 1. Dokumentasi Alat-Alat Praktikum

Lampiran 2. Dokumentasi Bahan-Bahan Praktikum

Lampiran 3. Dokumentasi Praktikum

20

Anda mungkin juga menyukai