Near Drowning
Near Drowning
PENDAHULUAN
dari 20 kematian yang terjadi di air. Sebagian besar kasus tenggelam terjadi di air, 90 % di air
tawar (sungai, danau, dan kolam renang) dan 10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan
yang bukan di air sering terjadi dalam kecelakaan industri. WHO mencatat 0,7% penyebab
kematian di dunia atau lebih dari 500 ribu kematian setiap tahunnya diakibatkan oleh
tenggelam, sedangkan CDC melaporkan 5,700 orang dirawat karena near-drowning antara
tahun 2005-2009 di USA, 50% memerlukan perawatan khusus dan menjadi penyebab
Korban terbanyak biasanya anak-anak, namun tenggelam dapat terjadi pada semua
umur. Di dunia merupakan penyebab kematian utama pada anak usia 5-14 tahun. Jumlah
near drowning diperkirakan 20 sampai 500 kali jumlah tenggelam (drowning). Negara
kepulauan seperti Jepang dan Indonesia memiliki risiko lebih tinggi kasus tenggelam. Near
drowning seringkali menyebabkan pneumonia aspirasi dengan komplikasi sepsis dan abses
otak.2
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah
peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban
masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi,
drowning) mungkin dapat berakibat fatal.9,12 Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai proses
2. ETIOLOGI
Loksi tenggelam juga berbeda sesuai umur, diperkirakan 40% balita tenggelam di
bathub sedangkan pada anak pra-sekolah umur 0-4 tahun 50-90% kasus tenggelam terjadi
di kolam renang.6 Near drowning terjadi ketika korban tidak dapat bernafas dalam air
dalam periode waktu tertentu. Selama tenggelam, intake oksigen akan mengalami
penurunan dan sistem utama tubuh dapat berhenti akibat kekurangan oksigen. Dalam
2
beberapa kasus terutama yang terjadi pada anak, hal ini dapat terjadi dalam hitungan detik
sedangkan pada dewasa terjadi lebih lama. Sangat penting untuk diingat bahwa selalu ada
cukup lama.2
f. Bunuh diri
3. MANIFESTASI KLINIS
tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang dianggap bermanfaat
untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan
status neurologis dan sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.6
3
4. FAKTOR RESIKO
a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24
tahun
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
5. KLASIFIKASI
a. Typical Drawning, keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban
b. Atypical Drawning
i. Dry Drowning, keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang
ii. Immersion Syndrom, terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke
dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang
iii. Submersion of the Unconscious, sering terjadi pada korban yang menderita
4
iv. Delayed Dead, keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24
1) Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak
sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya
bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi
tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.
2) Air laut
6. PATOFISIOLOGI
Korban yang tenggelam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara
panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). 10-12% korban tenggelam dapat
langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai aspirasi air di dalam
paru. Mereka meninggal akibat asfiksia waktu tenggelam yang disebabkan spasme laring.
Spasme laring tersebut akan diikuti asfiksia dan penurunan kesadaran serta secara pasif air
masuk ke jalan napas dan paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang
disertai aspirasi cairan dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini lebih banyak
terjadi, yakni 80 sampai 90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam,
tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi.
Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap hipoksemia dan
5
kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan mengalami disfungsi sistem organ
Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut
bersifat hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang
dipenuhi cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt intra
pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan cepat diserap
ke dalam sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan
permukaan surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap
berjalan. Ini menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu,
aspirasi air tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap
Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat
dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain
yang juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum.
perifer yang intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian
apakah aktivitas mekanik jantung terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving
fisiologis pada air dingin, sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi
atau peninggian kadar katekolamin. Aspirasi air yang masuk ke paru dapat menyebabkan
vagotonia, vasokonstriksi paru dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus
Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi,
oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa
menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang
6
adekuat. Edem cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang disebabkan
oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang
bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi apnoe dan hipoksia.
Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini
memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam beberapa detik setelah orang
tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal
tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan
tindakan resusitasi. Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas
metabolik akibat peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini
normal atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena
kerusakan jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh. Pasien hampir tenggelam setelah
dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb uria, oliguria, dan anuria
Hipotonik Hipertonik
Hipervolemik Hipovolemik
Hemodilusi Hemokonsentrasi
7
Tenggelam dalam air tawar
inhalasi air tawar
↓
alveolus paru-paru
↓
absorbsi dalam jumlah besar
↓
hipervolemi ← hemodilusi hebat (±72%) →
hemolisis
↓ ↓
tekanan sistole menurun perubahan biokimiawi
↓ ↓
fibrilasi ventrikel K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun
↓ ↓
anoksia cerebri → MENINGGAL ← anoksia myocardium
Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi hemodilusi
yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolysis, oleh karena terjadi
perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium dalam plasma meningkat dan Natrium
berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium. Hemodilusi menyebabkan
cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan
systole, dan dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrike. Jantung untuk beberapa
saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat, hal ini yang
8
Tenggelam dalam Air Asin
inhalasi air asin
↓
alveolus paru-paru
↓
hemokonsentrasi
↓
hipovolemi ← cairan sirkulasi berdifusi keluar → hematokrit meningkat
↓ ↓
viskositas darah meningkat K+ menurun, Na+ dan Cl- meningkat
↓ ↓
payah jantung K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun
↓
MENINGGAL
Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai sekitar 42
persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru sehingga terjadi edema pulmonum yang
hebat dalam waktu relatif singkat. Pertukaran elekrolit dari air asin ke dalam darah
ventrikel tidak terjadi, namun terjadi anoksia pada myocardium dan disertai peningkatan
viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah jantung. Tidak terjadi hemolisis,
7. TATALAKSANA
Pada prinsipnya, tata laksana kasus hampir tenggelam adalah mengatasi gangguan
sistim saraf pusat yang lanjut. Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi
jantung paru. Oksigen harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke
9
rumah sakit. Setiap menit yang dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat
menurunkan secara dramatis kesempatan luaran yang baik. Semua korban hampir
tenggelam harus dirawat di rumah sakit, bagaimanapun kondisi pasien.9 Pasien yang
tidak bergejala harus diobservasi, minimal selama 24 jam di rumah sakit. Kematian yang
lambat dapat terjadi akibat atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal thrusts tidak
dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya benda asing,
manuver chest compression atau back blows lebih dianjurkan.9 Bila pasien dapat
masker. Jika korban tidak bernapas, ventilasi darurat segera dilakukan, setelah
pemeriksaan analisis gas darah arteri.9,12 Spina servikal dijaga bila terdapat kemungkinan
dada, dan penilaian oksigenisasi melalui AGD atau oksimetri perifer harus dilakukan
pada semua korban tenggelam. Pemeriksaan lainnya bergantung kondisi klinis dan
tempat kejadian. Pada korban yang asimptomatik atau gejala minimal, hampir
setengahnya perburukan atau hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam.9
Pemantauan suhu inti tubuh merupakan hal penting, pengukuran terbaik dilakukan pada
membrane timpani karena berkorelasi kuat dengan suhu otak. Alat untuk menghangatkan
Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi
meski awalnya penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal.
10
Sebaliknya, kebanyakan anak dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi
X-ray dada biasanya didapatkan gambaran edema antar sel atau edema alveolar.
Sebagian besar menunjukkan adanya infiltrate nodular yang berkonfluensi pada 1/3
Menurut Model dan kawan-kawan, 70% kasus mengalami asidosis metabolik. Bila
pasien menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan pemberian natrium
bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika pemeriksaan analisis gas
Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada korban
hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan sangat besar. Oleh
karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai pipa nasogastrik.12
Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2, PaCO2, dan pH darah.
PaCO2 lebih dari 60 mmHg merupakan indikasi untuk melakukan bantuan pernapasan.
Bila terjadi kegagalan oksigenisasi meskipun telah diberikan oksigen, perlu dilakukan
cm H2O, dapat di naikkan bertahap hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih belum
takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) 29% dan bradikardi 16%. Defibrilasi elektrik
atau kardioversi diperlukan pada korban dengan VF atau VT tanpa nadi. Obat-obatan
ventilasi yang adekuat merupakan syarat memperbaiki fungsi miokard. Resusitasi cairan
dan inotropik seringkali dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan perfusi
11
perifer, namun pada keadaan disfungsi miokard pemberian cairan yang agresif mungkin
merupakan pilihan utama pada penderita dengan disfungsi jantung atau hipotensi setelah
hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada saat awal tidak dianjurkan, meskipun
seringkali air yang diaspirasi mengalami kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan
kultur darah, kultur sputum, jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik
dilakukan berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak
dianjurkan karena tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi adalah akibat dari keadaan hipoksia, aspirasi air ke dalam
a) Ensefalopati Hipoksik : suatu keadaan di mana bagian otak tertentu yang mengalami
hipoksia saat tenggelam tidak dapat kembali ke fungsi normal atau telah terjadi
b) Pneumonia aspirasi : merupakan kompliasi yang paling sering terjadi akibat masuknya
air ke dalam paru atau terhirupnya air saat pasien berusaha untuk meyelamatkan diri.
Bakteri maupun mikrorganisme lain yang ada di air akan berkembang biak di dalam paru
12
c) Gagal Ginjal : Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya
dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat
terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
9. PROGNOSIS
Penentuan prognosis yang terbaik pada korban hampir tenggelam adalah dengan
melakukan evaluasi awal status hemodinamiknya. Sembilan puluh dua persen korban
hampir tenggelam akan pulih seperti semula. Penelitian terhadap 93 korban hampir
tenggelam dengan usia rata-rata 31 bulan menyatakan, bahwa pasien yang tidak
mengalami koma saat datang ke ICU atau datang ke IGD dengan nadi teraba dan tekanan
darah terukur, tidak mengalami kerusakan neurologis permanen. Akan tetapi mereka
yang datang dengan pemeriksaan awal nadi tidak teraba atau dalam keadaan koma,
biasanya meninggal atau mengalami kerusakan otak yang parah.9,10Luaran yang buruk
dihubungkan dengan adanya asistol, tenggelam > 15 menit, tidak mendapat resusitasi di
tempat kejadian, lama resusitasi > 30 menit, mendapat epinefrin, asidosis metabolik, dan
suhu inti tubuh rendah.11Nilai pH < 7,1; Glagow Coma Scale (GCS) < 5; pupil yang
terfiksasi dan berdilatasi saat masuk rumah sakit menandakan prognosis buruk, tetapi
bukan berarti indikasi kontra untuk melakukan resusitasi. Akan tetapi, bila asidosis dan
sistem neurologis seperti semula akan sulit. Anderson dkk, mendapatkan faktor prediktor
luaran neurologis adalah pH ≤7,1, rasio PaO2/PAO2 ≤ 0,35 dan anion gap ≥ 15 mEq,
masing-masing nilai skor 1, bila skor ≥ 2, maka luarannya buruk yaitu gejala sisa
permanen atau kematian.7 Bila setelah 24-48 jam terapi resusitasi yang adekuat tidak
terdapat perbaikan klinis, kemungkinan besar kematian otak atau kerusakan berat pada
13
Korban hampir tenggelam memiliki prognosis yang buruk jika :
a) Terendam di dalam air > 10 menit
b) Mendapat pertolongan pertama (basic life support) > 10 menit
c) Suhu tubuh < 33˚C
d) Nilai GCS < 5
e) Adanya apnea persisten
f) Ph darah <7,1
g) Suhu air saat tenggelam lebih dari 10˚C
sembuh sebesar 90%, sedangkan bila skor > 3 maka kesempatan untuk sembuh sebesar
5%.6
14
BAB III
KESIMPULAN
Korban dikatakan hampir tenggelam apabila korban dapat bertahan hidup dalam 24
jam pertama. Apabila tidak dilakukan penanganan segera maka sebagian besar pasien
mengalami kerusakan organ yang multipel dimana otak merupakan organ yang sangat peka
Patofisiologi korban hampir tenggelam sangat tergantung kepada jumlah dan sifat
cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Oleh sebab itu, tindakan di luar rumah
sakit atau di tempat kejadian tenggelam menentukan hasil tindakan di rumah sakit dan
prognosa selanjutnya.
jantung dasar dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi,
dahulu kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi yang
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Onyekwelu E. (2008). Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health 8(2).
2. Hassan R. tenggelam dan hampir tenggelam. Dalam: Rusepno H, Arjatmo T, Ed.
Pengobatan Intensiva pada anak. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2010; 72-81.
3. John M. Field, Part 1 : executive summary: 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation
2010;122;S640-S656.
4. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta. 2007
5. Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-177.
6. Ganda J.I. Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Downing). Pediatri
Gawat Darurat. IDAI. Jakarta. 2015
10. Habib DM, Tecklenburg F, Sally A, Anas N, Perkin R. Prediction of childhood drowning
and near-drowning morbidity and mortality. . Pediatr Emerg Care 1996;12(4):55-8.
11. . Leroy p, Smismans A, Seute T. Invasive pulmonary and central nervous system
aspergillosis after near-drowning of a child: Case report and review of the literature.
Pediatrics 2006. 118;e509.
12. Kallas H. Drowning and near drowning. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007.
h. 321-30.
16