Anda di halaman 1dari 17

I.

Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini maka mahasiswa akan mempunyai
kemahiran spesifik meliputi :
a. Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan cara-cara pemberian
obat terhadap kecepatan absorpsinya, menggunakan data farmakologi
sebagai tolok ukurnya.
b. Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan pengaruh dosis
pemberian obat terhadap efek farmakologi.
c. Membuat rancangan untuk percobaan menggunakan hewan utuh dengan
pengamatan efek spesifik berdasarkan rute pemberian.
d. Mengetahui kondisi eksperimen yang harus dikontrol meliputi kondisi
hewan uji (fisiologi, patologi, kualitas hewan uji).
e. Kemampuan membuat larutan stok, menghitung dosis dan volume yang
sesuai untuk masing-masing hewan uji.
f. Memahami tentang protokol eksperimental dan hubungannya dengan
waktu untuk menjamin reprodusibel hasil.
g. Mampu mengkuantifikasi hasil yang didapatkan dan menyajikan dengan
jelas dalam grafikm
h. Analisis statistika dengan benar.

II.1. Tinjauan Pustaka

Menurut Noviani dan Nurillawati (2017), rute pemberian obat terutama


ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat sehingga dapat
memberikan efek terapi yang tepat. Terdapat 2 rute pemberian obat yang
utama,

a. Enternal, adalah rute pemberian obat yang nantinya akan melalui


saluran cerna
1. Oral : memberikan suatu obat melalui mulut adalah cara pemberian
obat yang paling umum tetapi paling bervariasi dan memerlukan
jalan yang paling rumit untuk mencapai jaringan.
2. Sublingual : penempatan di bawah lidah memungkinkan obat
tersebut berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan karena itu secara
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
3. Rektal : 50% aliran darah dari bagian rektum memintas sirkulasi
portal
b. Parenteral, digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui
saluran cerna
1. Intravena (IV) : dengan pemberian IV, obat menghindari saluran
cerna karena menghindari metabolisme first pass oleh hati.
2. Intramuskular (IM) : setah vehikulum berdifusi keluar dari otot,
obat tersebut mengendap pqda tempat suntikan
3. Subkutan : suntikan subkutan mengurangi resiko yang
berhubungan dengan suntikan intravaskular

Mekanisme yang mendasari peningkatan efek farmakologis dari


fenobarbital pada tikus dalam percobaan inj kanula bedah dimasukkan ke
ventrikel lateral tikus untuk infus fenobarbital, dan induksi ARF dilakukan
dengan pemberian gliserol 50% intramuskuler. Waktu onset anestesi oleh
fenobarbital ditentukan dengan metode flick. Selain itu, mikrosom serebral
dibuat dari korteks serebral yang di eksisi dari tikus dengan ARF, dan
ekspresi seberal dari asam am-aninobutyric (GABA) reseptor dan dua
transporter kation-klorida, KCC2 dan NKCC4, dievaluasi oleh Western
blotting seperti fungsinua terlibat dalam efek anestesi fenobarbital (Okada,
2018).

Cara pemberian obat pada tikus rute oral yaitu cairan obat diberikan dengan
menggunakan sonde oral. Sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut
atas tikus, kemudian perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan
cairan obat dimasukkan. Cara pemberian intraperitonial yaitu pada saat
penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan
dengan sudut sekitar 10° dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi
dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai kandung kemih.
Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tinggi untuk mengindari terjadinya
penyuntikan pada hati (Stevani, 2016).

II.2 Spesifikasi Hewan Uji

Spesifikasi Persyaratan
1) TIkus Putih (Rattus norvegicus) BB : 200 gr (Standar)
(it is.com) Jenis Kelamin : Jantan
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

II.3 Uraian Bahan

1 Aquadest (FI edisi III, 1979 ; 96)


Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Aquadest/air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,


tidak berasa
Kelarutan : -
Khasiat : zat tambahan
Kegunaan : sebagai pelarut
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : -
2 Alkohol (FI edisi III, 1979 ; 65)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol/alcohol
RM/BM : C2H6O/76,07
Rumus Struktur :

Pemerian : cairan tidak berwarna,jernih, midah


menguap, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar, dengan membentuk nyala biru
yang tidak berasap.
Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam kloroform p,
dan dalam eter p.
Khasiat : zat tambahan
Kegunaan : sebagai pelarut
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari cahaya
api.
Persyaratan kadar : mengandung tidakkurang dari 94,7% atau
92,0% dan tidak lebih dari 92,7% C2H6O

2 Na-CMC (FI EDISI III. 1979; 401)


Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium Karboksimetilselulosa
RM/BM : -
Rumus Struktur :

Pemerian : serbuk atau butiran, putih atau putih kuning


gading, tidak berbau, higroskopik

Kelarutan : mudah mendispersi dalam air, membentuk


suspense koloidal, tidak larut dalam ethanol
(95%)P
Khasiat : zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pendispersi obat dalam pelarut air
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat,

Persyaratan kadar : mengandung tidakkurang dari 6,5% dan


tidak lebih dari 9,5% Na, dihitung terhadap
zat yang lebih dikeringkan.
II.4 Spesifikasi Obat

1. NaCl Fisiologis
Golongan Obat : Infus Rehidrasi
Indikasi : Pengganti cairan plasma isotonic yang hilang,
pengganti cairan pada lemolisis alkalosis
hiperkloramit
Dosis : Dosis bersifat individual. Dosis lazim
1000mg/70kgbb/hari dengan kecepatan infus
sampai dengan 7,7 ml/kg
Efek Samping : Domain, abses, nekrosis jaringan atau infokasi
Farmakokinetik : Injeksi NaCl langsung ke dalam pembuluh darah,
setelah diinjeksi NaCl akan terdistribusi cepat ke
dalam jaringan melalui pembuluh darah serta di
eliminasi melalui urin
Mekanisme Kerja : Sebagai sumber air dan elektrolit dalam tubuh serta
meningkatkan diuresis
Kelas Terapi : Larutan elektrolit

2. Fenitoin
Golongan Obat : Antikonvulsan
Indikasi : Status konvulsi, epilepsy, neuralgia trigerminal,
aritmia jantung
Dosis : Dosis dewasa : Dosis awal 200-300mg/hari,
diberikan dalam dosis tunggal atau dosis terbagi.
Dosis Anak : Dosis awal 15mg/kgbb/hari dalam 2
dosis terbagi
Efek Samping : Hipertrofi gusi, hisotisme, atksia, diplopia, ruam,
anoreksia, mual, neuropati perifer, disfungsi
seksual, disfungsi serebellar, penurunan absorpsi
kalium dalam usus , anemia, lupus syndrome
Farmakokinetik : Jika diberikan peroral, onset fenitoin lambat dan
bervariasisesuai dengan formulasinya.
Dimetabolisme di hati dan diekskreesikan dalam
bentuk urin
Mekanisme Kerja : Menstabilkan membrane sel saraf terhadap
depolarisaasi dengan cara mengurangi ion natrium
dalam neuron pada keadaan isttirahat atau selama
depolarisasi. Mengurangi influx ion kalsium
selama depolarisasi dan menekan perangsangan sel
saraf berulang
III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

1. Kanula/sonde oral
2. Neraca
3. Labu ukur
4. Gelas kimia
5. Erlenmeyer
6. Pengaduk
7. Pipet volume
8. Stopwatch

III.1.2 Bahan

1. Etanol
2. Aquades
3. Na-CMC
4. Dispo

III.1.3 Sampel

1. Fenintoin
2. NaCl fisiologis

III.1.4 Hewan Uji

1. Tikus putih (Rattus norvegicus)


III.2 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Dibuat suspensi Na-CMC, suspensi Na-CMC + fenintoin 100 mg, suspensi
Na-CMC + fenintoin 200 mg, larutan NaCl fisiologis, serta larutan NaCl
fisiologis + fenintoin 100 mg
3. Disiapkan 5 kelompok hewan uji, masing-masing kelompok terdiri dari 3
ekor hewan uji tikus putih.
4. Ditimbang masing-masing hewan uji, kemudian dihitung volume
pemberian masinh-masinh hewan secara peroral dan intraperitoneal
5. Diberikan suspensi Na-CMC pada kelompok hewan 1 secara oral, diamati
dan dicatat onset dan durasinya.
6. Diberikan suspensi Na-CMC + fenintoin 100mg pada kelompok hewan II
secara oral, diamati dan dicatat onset dan durasinya
7. Diberikan suspensi Na-CMC + fenintoin 200mg pada kelompok hewan III
secara oral, diamati dan dicatat onset dan durasinya
8. Diberikan larutan NaCl fisiologis pada kelompok hewan IV secara
intraperitoneal, diamati dan dicatat onset dan durasinya
9. Diberikan larutan NaCl fisiologis + fenintoim 100mg pada kelompok
hewan V secara intraperitoneal, diamati dan dicatat onset serta durasinya
10. Dihitung onset dan durasi rata-rata lalu dibuat dalam bentuk grafik
11. Disimpulkan hasil yang diperoleh
III.3 Skema Kerja

Alat + Bahan

Klp1 (oral) Klp 2 (oral) Klp 3 (oral) Klp 4 (Ip) Klp 5 (Ip)

Na-Cmc Na-Cmc Na-Cmc


NaCl
Na-Cmc + + +
Fisiologi
Fenitorn 100 mg Fenitorn Fenitorn 100
200 mg mg

Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus


1 6 11 16 21
2 7 12 17 22
3 8 13 18 23

Amati

Onset dan Durasi

Catat

Kurva
IV.1 Hasil

IV.1 .1 Tabel Hasil Pengamatan

No Kelompok Perlakuan Obat Onset Durasi


1 1 menit 26 2 menit 11
detik detik
1 menit 8
I Oral Na-Cmc 34 detik
detik
2 menit 2
40 detik
detik
1 menit 32 1 menit 8
Rata - Rata
detik detik
2 4 menit 34 2 menit 37
Na-Cmc detik detik
+ 2 menit 43 2 menit 41
II Oral
Fenintorin detik detik
100 mg 2 menit 5 1 menit 41
detik detik
3 menit 14 2 menit 51
Rata - Rata
detik detik
3 1 menit 26 17 menit 39
Na-Cmc detik detik
+ 1 menit 32 4 menit 30
III Oral
Fenintorin detik detik
200 mg 7 menit 34 1 menit 36
detik detik
5 menit 44 7 menit 8
Rata - Rata
detik detik
4 3 menit 5 4 menit 4
detik detik
NaCl 3 menit 17
IV Interperitoneal 53 detik
Fisologis detik
2 menit 45
49 detik
detik
3 menit 2 1 menit 33
Rata - Rata
detik detik
5 NaCl 15 menit 1 menit
Fisiologis 3 menit 4 1 menit 12
V Interperitoneal + detik detik
Fenintorin 15 menit 2
8 menit
100 mg detik
11 menit 2 3 menit 24
Rata - Rata
detik detik
IV.1.2 Grafik

Onset Obat Rute Pemberian Oral Durasi Obat Rute Pemberian Oral
400 400

Waktu (detik)
Waktu (detik)

300 300

200 200 Duras


onset
i
100 100

0 0
I II III I II III
Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan

Onset Obat Rute Pemberian IP Durasi Obat Rute Pemberian IP


700 200
600
Waktu (detik)

Waktu (detik)

500 150
400
300 onset 100 Duras
i
200
50
100
0 0
I II I II
Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan
IV.2 Pembahasan

Absorbsi adalah proses perpindahan obat dari tempat pemberiannya ke


dalam pembuluh darah. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan
dan besarnya dosis obat yang diabsorpsi, diantaranya adalah rute pemberian.
Secara garis besar obat dapat diberikan melalui dua rute pemberian yaitu
internal dan parenteral. Kecepatan timbulnya efek suatu obat dikenal
sebagai onset obat dan lamanya suatu obat berefek dikenal sebagai durasi
obat(Stevani.2016)

Tujuan pada praktikum ini yaitu untuk mengetahui cara mengenal,


membandingkan dan mempraktekkan cara-cara pemberian obat terhadap
kecepatan absorpsi nya menggunakan data farmakologi sebagai tolok
ukurnya serta pengaruh dosis pemberian obat terhadap efek farmakologi ;
mengetahui cara membuat rancangan untuk percobaan menggunakan hewan
utuh dengan pengamatan efek spesifik berdasarkan rute pemberian ;
mengetahui kondisi eksperimen yang harus dikontrol meliputi kondisi
hewan uji ; mengetahui cara membuat larutan stok, menghitung dosis dan
volume yang sesuai untuk masing-masing hewan uji ; mengetahui protokol
eksperimental dan hubungannya dengan waktu untuk menjamin
reproduksibel hasil ; mengetahui cara mengkuantifikasi hasil yang
didapatkan dan menyajikan dengan jelas dalam grafik ; serta mengetahui
analisis statistika dengan benar.

Alasan perlakuan diberikan secara 2 rute yaitu rute oral dan rute
intraperitoneal yaitu agar dapat membandingkan onset dan durasi antar rute.
Alasan pada kelompok I diberi NaCMC dan kelompok hewan IV diberi
NaCl fisiologis yaitu sebagai kelompok kontrol negatif yang mana hewan
diberikan agen pembawa saja tanpa obat untuk melihat reaksi fisiologis
tanpa pengaruh obat dan ada tidaknya pengaruh agen pembawa. Alasan
pada kelompok II dan III diberi dosis fenitoin yang berbeda adalah untuk
mengamati pengaruh dosis terhadap efek farmakologis. Alasan penggunaan
Na-CMC sebagai agen pembawa rute oral yaitu karena fenitoin tidak larut
dalam air dan bisa terdispersi dalam air. Penggunaan NaCl fisiologis pada
rute oral adalah agar tidak terjadi lisis atau krenasi karena NaCl fisiologi
isotonis terhadap sel-sel tubuh.

Hasil yang diperoleh untuk rute pemberian secara oral yaitu kelompok
perlakuan I (NaCMC) rata-rata onset 1 menit 32 detik dan durasi rata-rata 1
menit 8 detik. Kelompok perlakuan II (Na-CMC + fenitoin 100 mg) onset
rata-rata 3 menit 14 detik dan durasi rata-rata 2 menit 31 detik. Pada
kelompok perlakuan III (Na-CMC + fenitoin 200 mg) rata-rata onset 3
menit 44 detik dan rata-rata durasi 7 menit 8 detik. Sehingga dapat dilihat
jika dosis yang diberikan makin tinggi, maka onset semakin lama dan durasi
yang ditimbulkan semakin lama seperti grafik yang makin naik. Pada rute
pemberian intraperitoneal, kelompok IV (NaCl fisiologis) onset rata-rata 3
menit 2 detik dan durasi rata-rata 1 menit 55 detik. Kelompok perlakuan V
(NaCl + fenitoin 100mg) rata-rata onset 11 menit 2 detik dan rata-rata
durasinya 3 menit 24 detik hal ini menunjukkan bahwa kelompok V
onsetnya lama yang mengakibatkan durasinya lama pula dengan ditandai
grafik naik karena pemberian injeksi.

Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur Fitrianingsih dkk (2014)


peningkatan onset disebabkan oleh kenaikan dosis. Di saat onset meningkat,
durasi akan ikut meningkat pula. Hasil yang paling bagus menurut saya
adalah pada kelompok hewan uji V, di mana rute pemberian melalui injeksi
Intraperitoneal dengan dosis obat 100 mg. Dilihat dari onset yang lama
menciptakan durasi kerja obat yang lama pula. Pemberian melalui injeksi
memang bertujuan agar kerja obat cepat dan bereaksi lama dan seringkali
diberikan kepada pasien yang tidak dapat menerima pemberian obat per oral
(Noviani&Norilawati,2017).
Pemberian oral pada hewan uji akan memberikan bioavailabilitas yang
beragam dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi obat sebelum
mengenai pembuluh darah. Hal ini menyebabkan kecepatan dan jumlah
dosis yang mencapai pembuluh darah beragam, akibatnya efek obat juga
akan memberikan onset dan durasi yang beragam pula. Sedangkan pada
pemberian dengan cara parenteral terutama intravena maka obat langsung
dimasukkan dalam pembuluh darah vena sehingga tidak terjadi proses
absorpsi, akibatnya jumlah obat yang ada dalam pembuluh darah akan sama
dengan jumlah obat yang diberikan. Tetapi rute pemberian parenteral lain
tetap melalui proses absorbsi karena letak injeksi diberikan di luar
pembuluh darah, seperti injeksi intramuskular yang diberikan melalui otot,
atau injeksi lainnya sehingga pada pemberian tersebut tetap terjadi proses
absorbsi (Stevani, 2016)

Contoh obat yang digunakan secara oral antara lain luminal, Alprazolam,
Paracetamol, Asam Mefenamat, Ibuprofen, dll (ISO. 2017).
Contoh obat yang diberikan secara injeksi antara lain Magnesium sulfat
40% inj, magnesium sulfat 20% inj, Meylon 84-Bp, Ceftriaxone inj,
Dekstrose (Rusli, 2018), Stretozotocin (Stevani, 2016), vaksin BCG (ISO,
2017) dll. Dimana untuk pemberian melalui rute intraperitoneal contoh
obatnya Strelotobacin.

Aplikasi dari praktikum ini adalah agar mahasiswa Farmasi memahami


pengaruh rute pemberian dan dosis obat terhadap efek farmakologi obat
yang tercipta.
V. 1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat disimpulkan :

1. Onset adalah mula kerja obat memberikan efek sedangkan durasi obat
merupakan lamanya obat memberikan efek hingga tidak berefek.
2. Rute pemberian obat oral adalah rute pembelian melalui rongga mulut
dan masuk ke dalam organ pencernaan. Rute pemberian intraperitoneal
adalah rute pemberian pada rongga perut berhadapan dengan paha dalam
hewan uji dan 1 cm diatas kemaluan.
3. Onset dan durasi terbaik yaitu pada hewan uji dengan pemberian ip 100
mg fenitoin.

V.2 Saran

Diharapkan kepada seluruh praktikan agar datang lebih awal ketika


praktikum akan dimulai sehingga waktu yang digunakan lebih efisien.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :


KEMENKES RI

Fitrianingsih, Sri Peni, dkk. 2014. Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun


Nangka (Artrocarpus beterophyllus L.) dan Daun Sirsak Terhadap Mencit
Jantan. Bandung : Prodi Farmasi FMIPA Universitas Islam Bandung

Ikatan Apoteker Indonesia. 2017. ISO: Informasi Spesialik Obat. Jakarta : ISFI
Penerbitan

Noviani, Nita dan Vitri Nurilawati. 2017. Farmakologi. Jakarta : KEMENKES RI

Okada, Atsuyoshi, dkk. 2018. In Vivo Study on Mechanism Underlying Increased


Pharmacological Effects of Phenobarbital in Rats with Glycerol – Induced
Acute Renal Failure. Okayama : Okayama University

Rusli. 2018. Farmasi Klinik. Jakarta : KEMENKES RI

Sadgala, Yuliandra. 2010. Merawat Hamster si Imut yang Menggemaskan.


Jakarta Agromeda Pustaka

Stevani, Hendra. 2016. Praktikum Farmakologi. Jakarta : KEMENKES RI


LABORATORIUM FARMAKOLOGI

PRAKRIKUM METODE FARMAKOLOGI

UNIVERSITAS TADULAKO

PERCOBAAN II

“PENGARUH RUTE DAN DOSIS PEMBERIAN


TERHADAP EFEK FARMAKOLOGI”

DISUSUN OLEH :
KELAS A 2017

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

2019

Anda mungkin juga menyukai