Sindrom-Respon-Inflamasi-Sistemik Yuni
Sindrom-Respon-Inflamasi-Sistemik Yuni
REFERAT
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
GUNUNG JATI
CIREBON
2011
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.2.3. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Janotha, 2002)
II.4. Etiologi
Respon radang memiliki banyak pemain, yaitu sel dan protein plasma
dalam sirkulasi, sel dinding pembuluh darah, dan sel serta matriks
ekstraselular jaringan ikat di sekitarnya.
hemokoagulasi
plasma
(Janotha, 2002)
9
b. Endotel
Sifat antitrombosis
- Efek antitrombosit
Suatu endotel utuh mencegah bertemunya tombosit dengan ECM
endotel yang sangat trombogenik. Trombosit inaktif tidak
menempel pada endotel, suatu perangkat intrinsik pada membran
plasma endotel. Selain itu, jika terjadi cedera endotel, trombosit
tersebut dihambat oleh prostasiklin endotel dan nitrit oksida agar
tidak menempel pada endotel di sekelilingnya yang tidak cedera.
- Sifat antikoagulan
Sifat ini diperantarai oleh molekul mirip heparin yang mempunyai
membran, dan trombomodulin, yaitu suatu reseptor trombin yang
spesifik. Molekul ini bekerjasebagai kofaktor yang
memungkinkan anti-trombin III untuk menginaktivasi trombin,
faktor Xa, dan beberapa faktor pembekuan lainnya.
11
- Sifat fibrinolisis
Sel endotel mensintesis t-PA, yang meningkatkan aktivitas
fibrinolisis untuk membersihkan deposit fibrin dari permukaan
endotel.
Sifat protrombosis
- Neutrofil
Granulosit yang pertama kali timbul dalam jumlah besar pada
eksudat adalah neutrofil. Jika sel-sel ini dilepas ke dalam sirkulasi
darah, maka waktu paruhnya di dalam sirkulasi adalah sekitar 6
jam. Neutrofil membunuh antigen hidup dengan berbagai cara,
termasuk mengubah pH intraselular setelah fagositosis, melepas
zat-zat antibakteri ke dalam vakuola fagositik, dan menghasilkan
zat-zat antibakteri seperti hidrogen peroksida. Dalam keadaan
tertentu, enzim-enzim pencernaan dan metabolit-metabolit
oksigen pada neutrofil dapat dilepaskan ke dalam jaringan pejamu
bukannya ke dalam fagolisosom intraselular. Jika hal ini terjadi,
maka neutrofil menjadi agen yang poten pada cedera jaringan .
- Eosinofil
Eosinofil merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan
dalam eksudat peradangan, walaupun biasanya dalam jumlah
yang relatif sedikit. Eosinofil berespon terhadap rangsang
kemotaktik; eosinofil memfagositosis berbagai jenis partikel; dan
bahkan membunuh mikroorganisme tertentu. Akan tetapi, hal
yang berbeda adalah bahwa eosinofil berespon terhadap stimulus
kemotaktik khas yang timbul selama reaksi-reaksi alergik dan
14
e. Komplemen
II.7. Patogenesis
a) Peran sitokin :
c) Pengaruh genetik
d) Kerusakan jaringan
g) Apoptosis
a. Gangguan kardiovaskular
b. Disfungsi respirasi
c. Disfungsi ginjal
e. Disfungsi neurologis
II.9. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana suportif
- Oksigenasi
Terapi ini terutama diberikan apabila ditemukan tanda-tanda
pasien mengalami hipoksemia dan hipoksia berat. Dalam
tatalaksana hipoksemia dan hipoksia semua faktor yang
mempengaruhi baik ventilasi, perfusi, delivery dan penggunaan
oksigen perlu mendapat perhatian dan dikoreksi. Pada keadaan
hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik perlu
segera dilakukan.
- Terapi cairan
Hipovolemia pada SIRS perlu segera diatasi dengan pemberian
cairan baik kristaloid (NaCL 0,9 % maupun ringer laktat) maupun
koloid. Kristaloid merupakan pilihan terapi awal karena mudah
didapatkan, tetapi perlu diberikan dalam jumlah banyak. Volume
cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak
kurang ataupun berlebih. Pada keadaan albumin < 2 gr/dl koreksi
31
- Nutrisi
Pada SIRS, kecukupan nutrisi berupa kalori, protein (asam
amino), asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan
sedini mungkin, diutamakan pemberian secara enteral dan bila
tidak memungkinkan baru diberikan secara parenteral.
Pengendalian kadar glukosa darah juga perlu dilakukan oleh
karena berbagai penelitian menunjukkan manfaatnya terhadap
proses inflamasi dan penurunan mortalitas.
- Kortikosteroid
Beberapa penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa dengan
pemberian kortikosteroid dengan dosis fisiologis didapatkan
perbaikan syok dan disfungsi organ (Bone, 1992).
b. Kontrol Kausa
- Antibiotik
Usaha mencari pathogen penyebab infeksi harus dilakukan
maksimal, termasuk kultur darah dan cairan badan, pemeriksaan
serologi dan aspirasi perkutan. Pemberian antimikroba yang tepat
pada awal perjalanan penyakit infeksi akan memperbaiki
prognosis dan bersama-sama dengan pencegahan infeksi sekunder
serta penyakit nosokomial akan menurunkan insiden MODS.
- Pembedahan
Umumnya dilakukan pada tatalaksana SIRS yang disebabkan oleh
trauma. Sumber dari respon inflamasi tidak selalu jelas, kadang-
kadang diperlukan pembedahan eksplorasi terutama bila dicurigai
sumber inflamasi berasal dari intra-abdomen.
33
c. Terapi inovatif
- Modulasi imun
Penelitian berskala besar dengan pemberian antibodi monoklonal
serta obat-obatan lain yang bertujuan untuk memanipulasi sistem
imun menunjukkan tidak adanya penurunan presentasi mortalitas
pasien-pasien Sepsis.
- Inhibitor NO
Dari penelitian terbukti pemberian inhibitor NOS bahkan
meningkatkan mortalitas. Di masa mendatang mungkin inhibitor
yang selektif terhadap iNOS mempunyai peranan dalam
tatalaksana MODS
- Filtrasi darah
Hemofiltrasi volume tinggi (2-6 filtrasi/jam) mungkin dapat
menyaring sitokin-sitokin dan mediator inflamasi lainnya dan
mengeluarkannya dari jaringan.
- Manipulasi kaskade pembekuan darah
Pemberian terapi ini menghasilkan penurunan mortalitas pada
pasien sebesar 6% (Bone, 1992).
34
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
III.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Bone RC. Definition for Sepsis and Organ Failure and Guidelines for The Use of
Innovative Therapies in SIRS. The ACCP/SCCM consensus conference
comittee. Chest 1992; 101: 1644-55.
George HF., George JH. Biologi Edisi 2 Vol 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2006.
Hotchkiss RS. The Pathophysiology and Treatment of Sepsis. N Engl J Med.
2003; 348 : 138.
Janotha J. 2002. SIRS and MODS (On-line). Praha.http://www.lf1.cuni.cz/patf.
Diunduh pada 5 November 2011.
Kumar V., Cotran R., Robbins S. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Vol 1. Jakarta. EGC.
2007.
Lumb PD. Multiple Organ Failure in Critically Ill patients. Medical Progress
2002; July : 27-35.
Sylvia AP., Lorraine MW. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6 Vol
1. Jakarta. EGC. 2006.
Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid I. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 2009.
Stephen JM., William FG. Patofisiologi Penyakit Edisi 5 Vol 1. Jakarta. EGC.
2007.
Sjamsuhidajat R., Wim DJ. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 Volume1. Jakarta.
EGC. 2005.
Shulman ST. Pengenalan Penyakit Infeksi. Dalam: Dasar Klinis dan Penyakit
Infeksi Edisi IV (terjemahan). Gajah Mada University Press; 1994.h.1-5.
Samra JS., Summers LKM., Frayn KN. Sepsis and Fat Metabolism. Br J Surg
1996; 83 : 1186-96.
36