Anda di halaman 1dari 18

Cara penilaian konsumsi pangan :

1. FOOD FREQUENCY QUESTIONNAIRE (METODE FREKUENSI


PANGAN)

Metode frekuensi makan (Food Frequency Questionnaire) adalah metode


yang difokuskan pada kekerapan konsumsi makanan pada subjek. Kekerapan
konsumsi akan memberikan informasi banyaknya ulangan pada beberapa jenis
makanan dalam periode waktu tertentu. Ulangan (repetition), diartikan sebagai
banyaknya paparan konsumsi makanan pada subjek yang akhirnya akan
berkorelasi positif dengan status asupan gizi subjek dan risiko kesehatan yang
menyertainya.
Metode frekuensi makan dapat dilakukan di rumah tangga dan juga
rumah sakit. Metode ini, terutama dipilih saat sebuah kasus penyakit diduga
disebabkan oleh asupan makanan tertentu dalam periode waktu yang lama.
Asupan makanan khususnya yang berhubungan dengan kandungan gizi
makanan, secara teoritis hanya akan berdampak pada subjek jika dikonsumsi
dalam jumlah banyak dan frekuensi yang sering. Jika dikonsumsi dalam jumlah
sedikit dan frekuensi rendah, maka efek fisiologis dan patologisnya adalah
sangat kecil.
Metode frekuensi makan tidak dapat dilakukan untuk tujuan mengetahui
tingkat asupan gizi. Informasi yang dikumpulkan meliputi makanan yang
paling sering dikonsumsi. Metode inimemerlukan persiapan yang matang.
Persiapan yang baik meliputi survei awal makanan dan minuman yang berada
di lokasi survei. Metode frekuensi makan, tidak dibandingkan dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) sehingga itulah sebabnya metode ini tidak digunakan
untuk menilai persentase asupan gizi. Informasi akhir yang diperoleh dari
metode ini adalah sebuah penyakit berhubungan atau tidak berhubungan
dengan frekuensi makan makanan tertentu atau tidak.

Metode semifrekuensi makan (Food Frequency Questionnaire) adalah


metode yang difokuskan pada kekerapan konsumsi makanan pada subjek
ditambah dengan informasi kuantitatif jumlah makanan yang dikonsumsi setiap
porsi makan. Kekerapan konsumsi akan memberikan informasi banyaknya
ulangan pada beberapa jenis makanan dalam periode waktu tertentu. Informasi
tambahan adalah takaran saji atau porsi yang biasa digunakan untuk setiap
jenis makanan. Pada metode ini ulangan (repetisi), diartikan tidak hanya
sebagai ragam jenisnya (kualitatif) tetapi banyaknya (kuantitatif) paparan
konsumsi makanan pada subjek yang akhirnya akan berkorelasi positif dengan
status asupan gizi subjek dan risiko kesehatan yang menyertainya (Slater et al.
2003).
Metode ini biasanya digunakan untuk studi awal fortifikasi zat gizi
tertentu pada bahan makanan yang potensial sebagai wahana (vehicle). Hanya
dengan metode ini dapat dilakukan estimasi yang tepat terhadap dosis
fortifikan. Contoh di Indonesia metode ini pernah dipakai saat melakukan
fortifikasi provitamin A pada minyak goreng. Dilakukan studi konsumsi
pangan dengan metode Semi FFQ untuk mengetahui berapa konsumsi minyak
goreng dan seberapa sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Informasi yang
dibutuhkan adalah kekerapan konsumsi dan dosis konsumsi, sebagai dasar
menghitung banyaknya vitamin A yang akan dimasukkan ke dalam menyak
goreng agar memberikan efek positif terhadap pengurangan defisiensi vitamin
A di Indonesia.
Metode ini tidak cocok dilakukan di skala individu, selain kurang efektif
juga fortifikasi jarang dilakukan untuk skala individu. Metode ini unit
analisisnya adalah individu akan tetapi hasilnya adalah untuk populasi. Jika
metode ini dilakukan pada tingkat individu maka informasi yang diperoleh
sebatas untuk individu dimaksud. Misalnya seorang pasien DM rawat jalan
dilakukan metode semi FFQ untuk mengetahui selisih gula murni yang dapat
dikonsumsi setiap hari agar kenaikan gula darahnya terkontrol. Pada kasus ini
semi FFQ dapat memberikan informasi kuantitatif rerata asupan gula setiap
kali makan dan informasi pada bahan makanan apa saja gula itu disuplai.
Informasi ini berguna untuk anjuran dan terapi gizi yang bersangkutan, tetapi
tidak dapat digunakan untuk jumlah dan jenis yang sama pada pasien lain.

A. Kelebihan Metode Ffq


Salah satu pertimbangan dalam memilih metode survei konsumsi pangan
adalah memertimbangkan kelebihannya. Kelebihan metode FFQ sesuai
dengan tujuannya adalah untuk mengdentifikasi faktor risiko malutritrisi
kronik pada subjek. Malnutrisi adalah disebabkan asupan makanan
berlebihan atau kekurangan makanan dalam jangka panjang. Aspek durasi
waktu yang panjang berkorelasi dengan kekhususan dalam assosiasi
hubungan sebab akibat yang signifikan. Hal ini berarti bahwa kekerapan
konsumsi signifikan berefek pada kondisi fisiologis subjek. Kondisi
fisiologis akan menyesuaikan diri dengan fakta asupan zat gizi dimasa yang
telah berlalu.
Kelebihan metode FFQ dari aspek sasaran adalah dapat digunakan pada
kelompk literasi rendah. Kemudahan ini disebabkan pada proses
pengumpulan datanya adalah menggunakan metode wawancara langsung
(direct interview), bukan wawancara tidak langsung (indirect interview).
Wawancara tidak langsung contohnya adalah wawancara menggunakan
telepon (telephon interview). Sasaran dengan kemampuan baca tulis dan
pemahaman yang rendah dapat diinvestigasi konsumsi pangannya dengan
baik. Salah satu syaratnya adalah dilakukan oleh interviewer yang terlatih.
Kelebihan metode FFQ adalah ketepatan dalam membuat daftar bahan
makanan atau minuman pada formulir FFQ. Metode ini sangat sistematis
karena semua bahan makanan dan minuman sudah dibuat daftar namanya
dan sudah diverifikasi sesuai dengan kebiasaan makan subjek. Bentuk
pertanyaan tertutup adalah lebih banyak digunakan sehingga waktu untuk
interview adalah sama untuk setiap subjek. Cara ini dapat mengurangi over
plat syndrome atau menaksir konsumsi terlalu tinggi dari fakta yang
sesungguhnya.
Kelebihan metode FFQ dibanding dengan metode SKP yang lain adalah
mewakili kebiasaan makan subjek sedangkan metode yang lain seperti pada
metode recall konsumsi 24 jam (Food Recall 24 jam), penimbangan
makanan (Food Weighing), adalah mendeskripsikan asupan aktual sehari.
Jika metode SKP tingkat individu yang lain akan digunakan untuk
menderskripsikan konsumsi mingguan atau bulanan dan bermaksud melihat
variasi antar hari maka pengumpulannya harus berulang. Pada metode FFQ
tidak ditemukan pengumpulan berulang ulang.
Kelebihan lain metode FFQ dibanding metode metode ingatan makanan
(Food Recall 24 Jam) adalah tidak memaksa konsumen untuk mengingat
seluruh makanan dan minuman yang sudah dikonsumsinya dalam 24 jam
terakhir. Ingatan dalam metode FFQ adalah ingatanjangka panjang yang
memang dengan mudah dilakukan. Ingatan hanya difokuskan pada
kekerapan konsumsi, bukan pada jumlah yang dikonsumsi seperti pada
metode Food Recall 24 Jam. Kemampuan mengingat jumlah dan jenis
makanan dan minuman pada metode Food Recall 24 jam adalah kunci
pokok, namun tidak demikian dengan metode FFQ, karena pertanyaan jenis
makanan dan minuman adalah pertanyaan tertutup (Charlebois 2011).
Metode FFQ memiliki kelebihan dapat dilakukan disemua setting lokasi
survei baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat dan rumah sakit
atau instansi. Metode ini sangat memungkinkan untuk dilakukan pada
kondisi khusus dimana metode lain tidak dapat digunakan. Salah satu
contohnya adalah untuk kepentingan skreening faktor risiko individu
terhadap penduga malnutrisi dimasa yang akan datang, menurut data
kekerapan konsumsi saat ini. Secara konseptual gizi salah (malnutrition)
adalah sebuah proses yang progresif dari kondisi awal asupan gizi yang
salah. Jika kondisi awal asupan gizi salah maka secara progresif akan
memberikan dampak malnutrisi. Fakta ini memberikan peluang kepada
setiap subjek untuk merubah dan menintervensi pola makan sebelum
munculnya risiko kesehatan (Vuholm et al. 2014), (Weaver et al. 2014).
Metode FFQ tidak memerlukan alat bantu kecuali instrumen. Pada
metodel lain memerlukan alat bantu seprtu photo makanan (food recall 24
jam), timbangan makanan (food weighing). Pada pelaksanaannya metode ini
sangat sederhana dibanding metode lain pada aspek penggunaan alat bantu.
Beberapa metode SKP tidak dapat dilakukan ditingkat komunitas akan
tetapi metode FFQ adalah dapat digunakan ditingkat komunitas karena
metode ini juga mampu digunakan untuk mengestimasi trend pola konsumsi
komunitas sesuai dengan hasil studi pendahuluan di pasar pasar setempat.
Kelebihan metode ini dibanding metode penimbangan makanan adalah
metode ini tidak memerlukan prosedur yang rumit seperti kalibrasi
timbangan makanan. Proses pengumpulan data lebih singkat karena dapat
dilakukan disetiap pertemuan dengan subjek. Metode penimbangan harus
menunggu waktu makan subjek, karena dilakukan penimbangan sebelum
dan setelah makan.
Metode FFQ tidak harus terhubungan langsung dengan penyelenggara
atau penyedia layanan makanan. Pada metode penimbangan misalnya
sebaiknya dilakukan pada instalasi pelayanan makanan subjek seperti
instalasi gizi dan asrama untuk memudahkan administrasi pencatatan dan
penimbangan makanan di pusat produksi dan penimbangan akhir di tempat
kediaman subjek. Metode FFQ tidak memerlukan kondisi khusus seperti
diatas.
Kelebihan lain adalah metode FFQ tidak merepotkan subjek dengan
persiapan yang rumit, karena dapat dilakukan pada waktu yang disepakati
antar keduanya. Subjek tidak memiliki beban yang rumit seperti pada
metode pencatatan dimana subjek diminta untuk aktif mencatat makanan
dan minuman yang dikonsumsinya setiap hari (Cheng et al. 2012).

Metode ini memiliki konsisten instrumen yang sangat baik, karena


pertanyaannya adalah pertanyaan tertutup. Pencacatan hanya dapat
dilakukan oleh subjek yang diukur dan tidak dapat dilakukan oleh orang
lain, karena alasan tidak efisien (Roy et al. 1997).
Metode FFQ dapat dilakukan pada subjek yang tidak menetap ditempat
tinggal sedangkan pada metode pencatatan makanan tidak dapat dilakukan
pada subjek yang tidak memiliki tempat tinggal menetap dalam periode
waktu tertentu. Alasannya adalah karena informasi makanan dan minuman
yang dikonsumsi harus dapat dicatat dalam periode waktu. Kondisi sakit
pada subjek jika masih mampu berkomunikasi maka metode FFQ dapat
dilakukan sedangkan pada metode pencatatan makanan ini tidak dapat
dilakukan pada subjek sakit dihentikan karena alasan subjek sakit (Aang
Sutrisna, Marieke Vossenaar, Dody Izwardy 2017).
Metode FFQ dapat merefresentasi kebiasaan makan subjek. Bukti telusur
atas kebiasaan makan subjek adalah tercermin dari kekerapan konsumsi
makanan dan minuman.. Kekerapan konsumsi makanan dan minuman
selalui dapat dipraktikkan oleh subjek dalam waktu satu minggu,
memberikan penjelasan atas pengaruh musim yang biasanya bersifat
anomlai pola makan.
Metode FFQ tidak perlu menelusuri cara persiapan dan pengolahan
makanan seperti pada metode riwayat makanan. Metode ini. Informasi yang
diperoleh adalah untuk menilai kebiasan makan subjek menurut
kecenderungan jangka panjang. Kecenderungan jangka panjang adalah
refleksi kebiasan yang konsisten dilakukan. Inilah fokus yang harus digali
pada metiode FFQ.

B. Kelemahan Metode Ffq


Kelamahan metode FFQ dibanding dengan banyak metode survei
konsumsi pangan yang lain adalah:
1. Butuh Persiapan yang lebih rumit
2. Tidak dapat menggambarkan konsumsi aktual
3. Tidak dapat mengukur kuantitas makanan yang dimakan saat ini
4. Tidak dapat mengukur pemenuhan kebutuhan gizi
a. Butuh Persiapan yang Lebih rumit
Persiapan yang rumit adalah persiapan dalam rangka membuat studi
pendahuluan daftar bahan makanan yang akan dimasukkan kedalam
Formulir FFQ. Studi pendahuluan ini harus mencerminkan makanan dan
minuman yang memang nyata ditemukan di pasar lokal setempat. Kalau
tidak dilakukan studi pendahuluan maka daftar makanan dan minuman
yang dimasukkan dalam formulir FFQ menjadi faktor penghalang untuk
kenyamanan wawancara akibat terlalu banyak makanan dan minuman
yang tidakpernah dikonsumsi subjek. Ini tidak efektif untuk metode FFQ.
FFQ harus menanyakan semua makanan dan minuman yang ada dalam
daftar, bukan pertanyaan terbuka.
b. Tidak menggambarkan Konsumsi Aktual.
Konsumsi aktual adalah konsumsi makanan dan minuman hari ini.
Metode FFQ tidak dapat digunakan untuk menanyakan asupan makanan
hari ini, karena metode ini adalah metode untuk mengukur kebiasaan
makan masa lalu dan masih berlangsung hingga hari ini. Jika ingin
menilai asupan gizi aktual hari ini metode FFQ tidak dapat digunakan,
karena tidak ada ukuran jumlah yang dikonsumsi. Atas alasan inilah
maka muncul metode Semi FFQ untuk menentukan asupan zat gizi. Akan
tetapi metode Semi FFQ memiliki kelemahan karena Porsi makan yang
digunakan adalah porsi rerata bukan porsi aktual. Porsi rerata adalah
ukuran yang paling sering digunakan subjek jika mengonsumsi makanan
tertentu (Slater et al. 2003).
c. Tidak dapat mengukur Jumlah Makanan yang dikonsumsi
Metode FFQ tidak dapat mengukur jumlah bahan makanan yang
terdistribusi dalam rumah tangga dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi setiap individu. Metode ini hanya mengukur keragaman
tetapi tidak mengukur jumlah seperti pada Metode Jumlah Makanan
(food Account). Konsekwensinya kurang peka untuk mendeteksi
ketahanan pangan rumah tangga (Puckett 2004).
d. Tidak dapat mengukur asupan zat gizi
Metode ini tidak dapat menguukur asupan zat gizi. Asupan zat gizi
dapat dihitung, jika kita memiliki data berat bahan makanan. Pada
metode ini tidak ada data tentang berat bahan makanan yang dikonsumsi
setiap subjek sehingga tidak secara tepat digunakan untuk mengetahui
asupan individu ataupun keluarga. Metode ini tidak dapat
mendeskripsikan secara utuh ketersediaan pangan dari sisi kuantitasnya
seperti pada metode NBM (Androniiki 2009),(Purwaningsih 2008; Fao
2002).

2. DIETARY HISTORY (METODE RIWAYAT MAKANAN)

Metode Riwayat Makanan adalah metode yang difokuskan pada


penelusuran informasi riwayat makan subjek. Riwayat makanan meliputi
kebiasaan makan subjek. Bukti telusur atas kebiasaan makan subjek adalah
selalu dapat diketahui setelah pengamatan selama satu bulan. Semakin lama
pengamatan maka akan semakin jelas terlihat kebiasaan makan subjek.

Pengamatan yang dilakukan dalam waktu singkat akan mengurangi


ketepatan metode ini. Mengapa demikian?. Kebiasaan makan tidak melalui
dapat dipraktikkan oleh subjek dalam waktu satu minggu yang disebabkan oleh
banyak faktor di antaranya ketersediaan makanan karena pengaruh musim atau
karena subjek tidak berada di habitatnya yang asli.
Metode riwayat makanan dapat dilakukan di rumah tangga dan di rumah
sakit. Informasi yang diperoleh adalah berhubungan dengan cara individu
membeli bahan, mengolah dan mengonsumsi makanan dari kebiasaan sehari
hari. Pencatatan riwayat makanan di rumah sakit (pasien) biasanya untuk
mengetahui kebiasaan makan yang berhubungan dengan penyakit pasien.
Metode riwayat makanan dapat dilakukan pada semua situasi baik rumah
tangga maupun di masyarakat. Persiapan relatif lebih mudah dilakukan
sehingga memungkinkan untuk dilakukan secara cepat dan tepat. Informasi
yang diperoleh adalah untuk menilai kebiasaan makan subjek menurut
kecenderungan jangka panjang. Kecenderungan jangka panjang adalah refleksi
kebiasaan yang konsisten dilakukan. Inilah fokus yang harus digali pada
metiode pencatatan ini.

Prinsip umum dalam DH adalah pencatatan riwayat makan dari aspek


keteraturan waktu, komposisi gizi, kecukupan asupan gizi. Kepatuhan diet, dan
makanan pantangan. Riwayat ditelusuri dengan dua pendekatan yaitu frekuensi
konsumsi makanan dan porsi makan setiap hari selama beberapa hari.
Berdasarkan pertimbangan ini maka beberapa prinsip DH adalah sebagai
berikut:
1. Waktu Makan
2. Nama Hidangan
3. Bahan Hidangan
4. Porsi acuan
5. Porsi konsumsi
6. Hari konsumsi
7. Catatan Diet
8. Pantangan
9. Deskripsi DH
10. Interpretasi DH

A. Kelebihan Metode Dh
Salah satu pertimbangan dalam memilih metode survei konsumsi pangan
adalah memertimbangkan kelebihannya. Kelebihan metode DH sesuai
dengan tujuannya adalah untuk mengidentifikasi riwayat makan pada
subjek. Status gizi tidak lain adalah luaran dari riwayat makan subjek.
Malnutrisi adalah disebabkan asupan makanan berlebihan atau kekurangan
makanan dalam jangka panjang. Aspek durasi waktu yang panjang
berkorelasi dengan kekhususan dalam assosiasi hubungan sebab akibat yang
signifikan. Hal ini berarti bahwa kekerapan konsumsi signifikan berefek
pada kondisi fisiologis subjek. Kondisi fisiologis akan menyesuaikan diri
dengan fakta asupan zat gizi dimasa yang telah berlalu.
Kelebihan metode DH dari aspek sasaran adalah dapat digunakan pada
kelompok literasi rendah sama halnya dengan metode FFQ. Kemudahan ini
disebabkan pada proses pengumpulan datanya adalah menggunakan metode
wawancara langsung (direct interview), bukan wawancara tidak langsung
(indirect interview). Wawancara tidak langsung contohnya adalah
wawancara menggunakan telepon (telephon interview). Sasaran dengan
kemampuan baca tulis dan pemahaman yang rendah dapat diinvestigasi
konsumsi pangannya dengan baik. Salah satu syaratnya adalah dilakukan
oleh interviewer yang terlatih.
Kelebihan metode DH adalah ketepatan dalam membuat daftar bahan
makanan atau minuman pada formulir DH dan akurasi porsi. Metode ini
sangat sistematis karena semua bahan makanan dan minuman adalah yang
nyata dikonsumsi sesuai bukti catatan harian. Bentuk pertanyaan terbuka
dan terus bertambah setiap ada item makanan atau hidangan baru untuk
setiap subjek. Cara ini dapat mengurangi over plat syndrome atau menaksir
konsumsi terlalu tinggi dari fakta yang sesungguhnya. Daftar ini berbeda
dengan daftar pada FFQ, karena pada FFQ daftar dapat saja tidak ada yang
memilihnya saat sudah dilakukan survei, tetapi DH adalah selalu ada yang
memilih item setiap makan, karena ia dibuat berdasarkan daftar makanan
aktual subjek.
Kelebihan metode DH dibanding dengan metode SKP yang lain adalah
mewakili riwayat makan aktual subjek sedangkan metode yang lain seperti
pada metode recall konsumsi 24 jam (Food Recall 24 Jam), penimbangan
makanan (Food Weighing), adalah mendeskripsikan asupan aktual sehari.
Jika metode SKP tingkat individu yang lain akan digunakan untuk
menderskripsikan konsumsi mingguan atau bulanan dan bermaksud melihat
variasi antar hari maka pengumpulannya harus berulang.
Kelebihan lain metode DH dibanding metode metode ingatan makanan
(Food Recall 24 Jam) adalah tidak memaksa konsumen untuk mengingat
seluruh makanan dan minuman yangsudah dikonsumsinya dalam 24 jam
terakhir. Ingatan dalam metode DH adalah selalu dikoreksi setiap hari.
Ingatan hanya difokuskan pada jenis hidangan saja, diawal pelaksanaan, dan
jumlah yang dikonsumsi seperti pada metode Food Recall 24 Jam
(Charlebois 2011),
Metode DH memiliki kelebihan dapat dilakukan disemua setting lokasi
survei baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat dan rumah sakit
atau instansi. Metode ini sangat memungkinkan untuk dilakukan pada
kondisi khusus dimana metode lain tidak dapat digunakan. Salah satu
contohnya adalah untuk melaukan analisis korelasi antara asupan zat gizi
tertentu dengan status gizi. Secara konseptual gizi salah (malnutrition)
adalah sebuah proses yang progresif dari kondisi awal asupan gizi yang
salah. Jika kondisi awal asupan gizi salah maka secara progresif akan
memberikan dampak gizi salah. Fakta ini memberikan peluang kepada
setiap subjek untuk merubah dan mengintervensi pola makan sebelum
munculnya risiko kesehatan (Vuholm et al. 2014), (Weaver et al. 2014).
Metode DH juga memerlukan alat bantu yang sederhana seperti photo
dan instrumen sama dengan metode lain. Kelebihan metode ini dibanding
metode penimbangan makanan adalah metode ini tidak memerlukan
prosedur yang rumit seperti kalibrasi timbangan makanan. Metode
penimbangan tidak harus menunggu waktu makan subjek, karena dilakukan
penimbangan setelah makan menggunakan reflikasi bahan makanan.
Metode DH tidak harus terhubungan langsung dengan penyelenggara
atau penyedia layanan makanan. Pada metode penimbangan misalnya
sebaiknya dilakukan pada instalasi pelayanan makanan subjek seperti
instalasi gizi dan asrama untuk memudahkan administrasi pencatatan dan
penimbangan makanan di pusat produksi dan penimbangan akhir di tempat
kediaman subjek. Metode DH tidak memerlukan kondisi khusus seperti
diatas.
Kelebihan lain adalah metode DH tidak merepotkan subjek dengan
persiapan yang rumit, karena dapat dilakukan pada waktu yang disepakati
antar keduanya. Subjek tidak memiliki beban yang rumit seperti pada
metode pencatatan dimana subjek diminta untuk aktif mencatat makanan
dan minuman yang dikonsumsinya setiap hari (Cheng et al. 2012).
Metode ini memiliki konsisten instrumen yang sangat baik, karena
pertanyaannya adalah pertanyaan tertutup. Pencacatan hanya dapat
dilakukan oleh subjek yang diukur dan tidak dapat dilakukan oleh orang
lain, karena alasan tidak efisien (Roy et al. 1997).
Metode DH juga dapat dilakukan pada subjek yang tidak menetap
ditempat tinggal sedangkan pada metode pencatatan makanan tidak dapat
dilakukan pada subjek yang tidak memiliki tempat tinggal menetap dalam
periode waktu tertentu. Alasannya adalah karena informasi makanan dan
minuman yang dikonsumsi harus dapat dicatat dalam periode waktu.
Kondisi sakit pada subjek jika masih mampu berkomunikasi maka metode
FFQ dapat dilakukan sedangkan pada metode pencatatan makanan ini tidak
dapat dilakukan pada subjek sakit dihentikan karena alasan subjek sakit
(Aang Sutrisna, Marieke Vossenaar, Dody Izwardy 2017). Metode DH juga
dapat merefresentasi kebiasaan makan subjek. Bukti telusur atas kebiasaan
makan subjek adalah tercermin dari kekerapan konsumsi makanan dan
minuman. Kekerapan konsumsi makanan dan minuman selalui dapat
dipraktikkan oleh subjek dalam waktu satu minggu, memberikan penjelasan
atas pengaruh musim yang biasanya bersifat anomlai pola makan.
Metode DH perlu menelusuri cara persiapan dan pengolahan makanan
seperti pada metode riwayat makanan. Informasi yang diperoleh adalah
untuk menilai kebiasan makan subjek menurut kecenderungan jangka
panjang. Kecenderungan jangka panjang adalah refleksi kebiasan yang
konsisten dilakukan. Inilah fokus yang harus digali pada metiode DH.
B. Kelemahan Motode Dh
Kelamahan metode DH dibanding dengan banyak metode survei
konsumsi pangan yang lain adalah:
1. Pelaksanaan memerlukan waktu lama
2. Memerlukan enumerator yang banyak, jika survei pada populasi
3. Memerlukan tenaga pengumpul data yang sangat terlatih
a. Pelaksanaan memerlukan waktu lama
Pelaksanaan metode DH adalah pelaksanaan metode yang paling
lama diantara semua jenis metode penilaian konsumsi makanan. Hal
ini disebabkan karena metode ini salah satu cirinya adalah
mendeskripsikan secara multidimensi riwayat makan subjek. Analisis
dan telaahan yang multi dimensi inilah menjadi salah satu kendala
terutama jika survei dilakukan pada populasi yang besar atau pada
penelitian dengan jumlah sampel yang besar.
b. Tenaga Pengumpul Data yang banyak
Jika metode ini digunakan, pada jumlah subjek yang banyak, maka
dipastikan tenaga pengumpul data harus berjumlah banyak. Jumlah
yang banyak pada satu sisi akan mempercepat periode pengumpulan
data, akan tetapi di sisi lain kemampuan pengumpul data hendaknyna
homogen dan sudah mendapatkan pelatihan yang cocok dengan survei
konsumsi metode DH. Standarisasi petugas pengumpul data sangat
diperlukan sehingga biaya pelaksanaannya lebih mahal dibanding
dengan metode lain.
c. Hanya dapat dilakukan oleh tenaga sangat terlatih
Menggali riwayat makan, tidak semata mata fokus pada instrumen
DH semata mata. Tenaga terlatih yang memahami dengan baik budaya
makan setempat dan memahami proses penyiapan, pengolahan dan
distribusi makanan. Pemahaman ini bukan saja mencakup aspek
individu tetapi sistem sosial masyarakat setempat yang berhubungan
dengan budaya makan.

3. METODE RECALL 24 JAM

Metode ingatan makanan (Food Recall 24 Jam) adalah metode SKP yang
fokusnya pada kemampuan mengingat subjek terhadap seluruh makanan dan
minuman yang telah dikonsumsinya selama 24 jam terakhir. Kemampuan
mengingat adalah menjadi kunci pokok pada metode ini, Subjek dengan
kemampuan mengingat lemah sebaiknya tidak menggunakan metode ini,
karena hasilnya tidak akan menggambarkan konsumsi aktualnya. Subjek
dengan kemampuan mengingat lemah antara lain adalah lanjut usia, dan anak
di bawah umur. Khusus untuk lanjut usia sebaiknya dihindari penggunaan
metode ini pada mereka yang memasuki phase amnesia karena faktor usia
sedangkan pada anak di bawah umur biasanya di bawah 8 tahun atau di bawah
13 tahun. Usia antara 9-13 tahun sebaiknya metode ini harus didampingi orang
ibunya (Charlebois 2011).
Metode ingatan makanan (food recal 24 hours) adalah dapat dilakukan di
semua setting lokasi survei baik di tingkat rumah tangga maupun masyarakat
dan rumah sakit atau instansi. Metode ini sangat memungkinkan untuk
dilakukan setiap saat apabila dibutuhkan informasi yang bersifat segera.
Metode ini juga dilakukan untuk tujuan penapisan (skrining) asupan gizi
individu.
Metode ini dilakukan dengan alat bantu minimal yaitu hanya
menggunakan foto makanan sudah dapat digunakan. Secara institusi ataupun
secara individu. Beberapa metode SKP tidak dapat dilakukan ditingkat
komunitas tetapi dengan metode ini keterbatasan itu dapat diatasi karena
metode ini sangat luwes. Kesederhanaan metode ini memerlukan cara yang
tepat untuk mengurangi kesalahan. Cara yang dianggap paling baik adalah
mengikuti metode lima langkah dalam recall konsumsi makanan atau yang
dikenal dengan istilah Five Steps Multi Pass Method. Metode lima langkah ini
adalah metode yang paling seringdigunakan pada berbagai penelitian konsumsi
pangan. Metode lima langkah ini diawali dengan daftar singkat menu makanan
yang akan dikonsumsi. Daftar singkat inilah yang kemudian dielaborasi untuk
menguraikan jenis bahan makanan yang dikonsumsi oleh subjek. Berikut
contoh formulir daftar singkat (quick list).
Formulir Quick List Food Recall 24 Jam
Nama :
Umur :
Jenis Kelamain :
Apa makanan dan minuman yang bapak/ibu/saudara (i) konsumsi
dalam 24 jam yang lalu
1)..............................
2)..............................
3)..............................
4)..............................
5)..............................
6)..............................
7).............................
8)..............................
9)..............................
dan seterusnya
Gambar 1.2. Contoh Formulir Quick List pada Metode Food Recall 24
Jam
berbagai alat bantu yang digunakan untuk meningkatkan akurasi hasil
pengukuran konsumsi pangan tersebut adalah:
1. Bahan pangan sesungguhnya (riil).
2. Food model tiga dimensi.
3. Model ukuran dan bentuk tiga dimensi.
4. Buku foto atau gambar.
5. Alat makan dan minum.
6. Alat penggaris.
A. SUMBER KESALAHAN
1. Kesalahan pada subyek atau responden
Kesalahan terkait penggunaan metode food recall 24 jam dapat terjadi
pada subyek atau responden termasuk kejujuran responden, daya ingat
responden, dan the flat slope syndrome.
a. Kejujuran Responden
Seringkali responden atau subyek melaporkan identitas maupun
pangan yang dikonsumsi secara berlebih atau sedikit atau sama sekali
tidak dilaporkan. Contoh data tentang pendapatan dan umur responden
sering dilaporkan secara berlebih. Saat ditanya ‘berapa usia ibu’? Ia
akan menjawab, ah….sudah tua karena sudah mempunyai cucu dua.
Responden tsb merasa lebih tua dari pewawancara dan menyebut
hampir empat puluhan. Padahal kenyataannya usia baru 35 tahun. Hal
ini dapat mempengaruh hasil analisis tingkat kecukupan konsumsi
pangan karena menyangkut kesalahan mengitung kebutuhan energy
dan zat gizi subyek tsb. Makanan seperti snack dan fast food serta
rokok dan alcohol sering tidak dilaporkan.
b. Daya Ingat Responden
Kesalahan ini hanya terjadi pada survei konsumsi pangan dengan
metode food recall 24 jam. Untuk mengatasi hal ini, pewawancara
harus dilatih cara ‘probing’ dan menanyakan pangan yang dikonsumsi
dari waktu yang terdekat waktu survei, terus mundur kebelakang
sampai mencakup periode 24 jam yang lalu. Dapat juga pertanyaan
dimulai dari kebiasaan waktu makan, misal bangun tidur, sarapan,
snack pagi, makan siang, snack sore, makan malam, makan atau
minum sebelum tidur, makan atau minum saat terbangun tengah
malam, dst.
c. The flat slope syndrome
The flat slope syndrome sering ditemui pada penggunaan metode ini
yang berkaitan dengan kejujuran responden atau subyek. Pengertian
The flat slope syndrome adalah suatu kecenderungan ‘overestimate’
bagi responden yang ‘low intake’ dan kecenderungan
‘underestimate’ bagi responden yang ‘high intake’. Artinya bahwa
orang gemuk cenderung sedikit konsumsi pangan yang dilaporkan,
sementara orang kurus cenderung melaporkan secara berlebih pangan
yang dikonsumsi.
2. Kesalahan pada Pewawancara atau Enumerator
Kesalahan pewawanacara atau enumerator mencakup:
a. Intensitas mengabaikan pertanyaan tertentu.
Misalnya pertanyaan tentang porsi bakso dianggap tidak penting dan
tidak ditanyakan dengan anggapan besar porsi adalah sama untuk
semangkok bakso dimanapun.
b. Tidak menanyakan apakah subyek mengkonsumsi suplemen atau
tidak.
c. Kurang benar dalam mencatat respon atau jawaban responden, seperti
responden menjawab pisang ambon tetapi hanya dicatat pisang.
d. Kesalahan dalam estimasi.
Contoh kesalahan ini adalah salah dalam ukuran jumlah yang
dikonsumsi. Misal deskripsi ukuran sendok yang digunakan tidak
dijelaskan apakah sendok makan atau sendok teh. Skripsi ukuran porsi
(serving size) tidak standar, misalnya donat Dunkin dengan donat
kampung akan berbeda ukuran. Asumsi pewawancara bahwa jawaban
responden adalah seperti rata-rata serving size akan memberikan hasil
yang berbeda, contohnya semangkok bakso ada yang lengkap (bakso
malang: mie, bakso besar, pangsit, tahu), dan ada yang hanya bakso
saja dengan ukuran bakso kecil-kecil. Jenis bakso juga sangat
bervariasi baik ukuran maupun bahan bakso, sehingga harus detil
dalam menanyakan dan mencatat hasil recall agar hasil survei akurat.
e. Kesalahan dalam koding dan perhitungan.
Kesalahan ini terjadi saat memberi kode pada pangan yang
dikonsumsi responden. Misal pisang ambon diberi kode sama dengan
pisang tanduk, susu full cream diberi kode samadengan susu skim,
maka hasil perhitungan akan bias karena lemak dalam fullcream tidak
terhitung yang disebabkan kesalahan kode. Perhitungan juga akan
salah bila perkiraan besar porsi dari URT (ukuran rumah tangga)
kedalam berat gram tidak tepat.
3. Konsumsi Suplemen
Konsumsi suplemen sering diabaikan oleh pewawancara maupun oleh
subyek. Bila konsumsi suplemen lupa ditanyakan oleh pewawancara, maka
subyekpun tidak akan ingat apalagi melaporkan sehingga tidak dicatat. Hal
ini akan mempengaruhi hasil ketika dihitung asupan zat gizi subyek. Jenis
suplemen dapat berupa makanan, minuman, tablet/kapsul/sirup yang
mengandung vitamin dan mineral. Agar hasil recall akurat maka harus
ditanyakan jenis suplemen, kandungan zat gizi dan merek serta harganya.
B. Minimalisasi Kesalahan
Berbagai kesalahan dalam survei konsumsi pangan metode food recall
24 jam mungkin dapat saja terjadi di lapang dan tidak dapat dihindarkan.
Agar data hasil survei konsumsi pangan akurat, maka latar belakang
pendidikan dan pengalaman pewawancara harus disesuaikan dengan tujuan
dan sasaran survei. Sumber kesalahan tersebut harus dicegah atau
diminimalisasi dengan cara: training enumerator, uji-coba di lapang, dan
survei pasar setempat.
1. Training enumerator
Tujuan training agar enumerator mempunyai persepsi dan pemahaman
yang sama, serta trampil dan cekatan dalam menggunakan metode food
recall 24 jam di lapang. Sebagai pewawancara atau enumerator harus
mampu menjalin hubungan baik, ramah dan empati dengan responden.
Pewawancara harus menjelaskan bahwa wawancara akan meliputi
makanan dan minuman yang dikonsumsi kemarin selama 24 jam yang
lalu (dari waktu tengah malam sampai dengan waktu tengah malam lagi)
seakurat mungkin (untuk memperoleh hasil yang standar antar responden
dianjurkan mulai dari bangun tidur hingga sebelum tidur). Apabila di
tengah waktu tidur subjek terbangun dan mengkonsumsi makanan
maupun minuman, maka harus dicatat juga. Perlu dijelaskan bahwa
seluruh informasi yang disampaikan akan dijaga kerahasiaannya.
Pewawancara tidak boleh menunjukkan keheranan, kesetujuan atau
sebalikya terhadap jawaban subyek (jangan menghakimi subyek).
Subyek atau Responden jangan diberitahu sebelumnya tentang konsumsi
hari apa yang akan ditanyakan agar tidak terjadi perubahan konsumsi
subyek.
2. Tray-out (uji coba instrument di lapang)
Tujuan try-out agar enumerator mengenal lapangan dan terlatih dalam
menggunakan instrument survei konsumsi pangan. Tujuan lain adalah
mengidentifikasi periode waktu wawancara, kemungkinan kendala yang
muncul di lapang, untuk mendapatkan masukan dan perbaikan
instrument.
3. Survei pasar local
Survei pasar local merupakan survei pendahuluan yang sangat penting
yang harus dilakukan sebelum survei konsumsi pangan dilakukan.
Tujuannya agar enumerator mengenal jenis dan harga pangan setempat,
standar porsi dan standar resep sehingga memudahkan dalam wawancara
karena mempunyai persepsi yang sama terhadap pangan yang
dikonsumsi. Tujuan lain adalah agar dapat menilai kandungan energi dan
zat gizi pangan yang tersedia di pasar lokal tersebut.

Kegunaan : untuk mengukur rata-rata kebiasaan konsumsi pada


populasi yang besar, dengan syarat jumlah sampel dan jumlah hari
pengawatan representatif. Metode ini murah, mudah dan cepat sehingga
respon responden biasanya baik. Dapat mengcover sampel dalam jumlah
banyak dan dapat digunakan pada masyarakat yang buta huruf.
Keterbatasan : sangat tergantung pada kemampuan mengingat
responden sehingga tidak direkomendasikan digunakan untuk kelompok
manula dan anak-anak.

4. WEIGHING METHOD (METODE PENIMBANGAN)

Metode penimbangan makanan adalah metode SKP yang fokusnya pada


penimbangan makanan dan minuman terhadap subjek, yang akan dan sisa yang
telah dikonsumsi dalam sekali makan. Penimbangan makanan dan minuman
adalah dalam bentuk makanan siap konsumsi. Makanan yang ditimbang adalah
makanan yang akan dimakan dan juga sisa makanan yang masih tersisa.
Jumlah makanan yang dikonsumsi adalah selisih antara berat makanan awal
dikurangi berat makanan sisa.
Metode penimbangan makanan, dapat dilakukan pada instalasi
penyelenggara makanan yang terintegrasi dengan pelayanan makanan.
Pelayanan makanan yang terintegrasi adalah pelayanan makanan yang
memadukan distribusi makanan dan ruang makan, seperti di rumah sakit.
Makanan di produksi di instalasi gizi dan distribusikan ke seluruh pasien dalam
satu unit pengelola. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalamprosedur
penimbangan makanan. Jika makanan diproduksi dari luar dan dikonsumsi
dalam rumah sakit maka, akan sulit untuk melakukan penimbangan makanan.
Kondisi dimana ruang distribusi dan konsumsi agak terpisah maka
penimbangan sulit dilakukan. Penimbangan dilakukan.
Metode penimbangan makanan tidak dapat dilakukan di masyarakat,
dengan alasan waktu makan dapat tidak seragam antar rumah tangga. Kesulitan
yang dialami oleh enumerator adalah dalam hal pengumpulan data secara
efektif. Metode ini memerlukan persiapan yang sempurna dengan subjek.

Prinsip dari food weighing adalah ahli gizi atau petugas pengumpul data
melakukan penimbangan makanan yang akan dikonsumsi dan menimbang sisa
makanan yang tidak dikonsumsi oleh seseorang. Hasil penimbangan adalah
penimbangan makanan sebelum dikonsumsi dikurangi dengan makanan sisa
yang tidak dikonsumsi. Penimbangan makanan dilakukan dengan
menggunakan timbangan makanan dan dicatat dalam satuan gram dengan
tujuan mengetahui bobot makanan yang dikonsumsi.
Untuk mendapatkan hasil penimbangan dengan akurasi dan presisi tinggi,
sebaiknya menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 1 gram. Ketelitian
yang tinggi dapat mendeteksi perubahan berat makanan yang tidak terlalu
besar. Jika tidak tersedia timbangan digital, masih dimungkinkan untuk
menggunakan timbangan lain seperti timbangan jarum. Sebaiknya gunakan
timbangan jarum yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi. Namun,
penggunaan timbangan jarum mempunyai sedikit kelemahan yaitu adanya
kesulitan dalam membaca hasil timbangan. Saat pembacaan hasil timbangan
posisi mata harus sejajar dengan jarum timbangan agar menghasilkan
pembacaan yang akurat. Jika posisi mata berada di sebelah kanan atau kiri
jarum timbangan, akan bisa menghasilkan pembacaan hasil yang berbeda
dengan sebenarnya.
Metode penimbangan merupakan metode survei konsumsi pangan yang
paling akurat dalam memperkirakan asupan makanan dan zat gizi yang biasa
dikonsumsi oleh individu. Jumlah konsumsi lebih akurat karena jumlah
makanan yang dikonsumsi oleh responden ditimbang secara langsung. Hal ini
akan mengurangi kemungkinan terjadinya bias yang disebabkan oleh kesalahan
estimasi porsi oleh responden dan juga oleh pengumpul data. Selain itu metode
penimbangan juga dapat mengurangi bias yang disebabkan keterbatasan
ingatan responden. Namun metode ini membutuhkan tingkat kerja sama yang
lebih tinggi dengan responden. Metode penimbangan dikhawatirkan juga dapat
mengubah asupan makanan dari responden. Selain itu metode penimbangan
membutuhkan biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan metode lainnya
karena membutuhkan alat timbang yang cukup mahal. Penimbangan makanan
sebaiknya dilakukan dalam setiap kali waktu makan selama periode yang
ditentukan. Penimbangan makanan dilakukan untuk setiap jenis makanan yakni
bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan.
Langkah-langkah dalam melakukan metode penimbangan.
1. Menimbang makanan yang akan dikonsumsi dan mencatat dalam formulir
yang telah disediakan.
2. Setelah responden mengkonsumsi makanannya, lakukan kembali
penimbangan sisa makanan yang tidak dikonsumsi oleh responden.
3. Jumlah makanan yang dikonsumsi adalah berat makanan sebelum
dikonsumsi dikurangi dengan sisa makanan yang tidak dikonsumsi.
4. Tentukan jenis bahan makanan dari makanan yang dikonsumsi oleh
responden.
5. Tentukan faktor konversi matang-mentah untuk setiap bahan makanan.
6. Tentukan berat mentah dari bahan makanan.
7. Lakukan analisa nilai gizi dari makanan yang dikonsumsi oleh responden.
Setiap metode survei konsumsi pangan mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Demikian juga dengan metode penimbangan
ini. Di samping mempunyai beberapa kelebihan, metode ini juga mempunyai
kelemahan yang harus diperhatikan oleh peneliti dalam menentukan pilihan
metode survei konsumsi pangan.
Kelebihan dari metode penimbangan antara lain seperti yang dijabarkan
di bawah ini:
1. Metode penimbangan merupakan metode yang dapat dijadikan gold standar
dalam survei konsumsi pangan.
2. Hasil dari metode penimbangan paling akurat dibandingkan dengan metode
lainnya.
3. Dapat mengurangi bias yang berasal dari keterbatasan ingatan responden
karena metode ini tidak tergantung kepada daya ingat responden.
4. Dapat mengurangi bias yang berasal dari keterbatasan responden dalam
menjelaskan ukuran porsi makanan yang dikonsumsi.
5. Dapat mengurangi bias yang berasal dari keterbatasan pewawancara atau
pengumpul data dalam melakukan estimasi ukuran porsi yang dikonsumsi
oleh responden.
6. Dapat mengurangi bias yang disebabkan perbedaan persepsi antara
responden dengan pewawancara atau pengumpul data.
7. Dapat digunakan untuk mendukung interpretasi data laboratorium, data
antropometri dan data klinis.
8. Pengukuran yang dilakukan selama beberapa hari dapat menggambarkan
asupan sehari-hari responden.
9. Lebih tepat dilakukan untuk tempat khusus seperti institusi tempat kerja,
perusahaan, panti sosial, lembaga kemasyarakatan dimana seseorang tinggal
bersama-sama.
Demikian beberapa keunggulan dari metode penimbangan yang dapat
dijadikan pertimbangan oleh peneliti dalam memilih metode ini untuk
mengukur asupan responden. Namun, di samping kelebihan, metode ini juga
mempunyai kelemahan seperti yang diuraikan di bawah ini.
1. Memerlukan waktu untuk pengumpulan data yang lebih lama, karena semua
makanan yang dikonsumsi oleh responden dan makanan sisa yang tidak
dikonsumsi oleh responden harus dilakukan penimbangan sesaat sebelum
dikonsumsi dan sesaat sesudah responden mengkonsumsi makanannya.
2. Memerlukan tenaga yang lebih banyak untuk melakukan metode ini karena
harus melakukan penimbangan makanan responden.
3. Memerlukan alat khusus yang harus disediakan oleh peneliti atau pengumpul
data seperti timbangan makanan, formulir penimbangan, alat tulis dan
beberapa peralatan lainnya.
4. Responden dapat merubah kebiasaan makan sehari-hari, terutama pada
penimbangan yang dilakukan selama beberapa hari.
5. Kurang cocok diterapkan pada masyarakat luas.

5. FOOD RECORDS

Metode pencatatan makanan (Food Record) adalah metode yang


difokuskan pada proses pencatatan aktif oleh subjek terhadap seluruh makanan
dan minuman yang telah dikonsumsi selama periode waktu tertentu. Pencatatan
adalah fokus yang harus menjadi perhatian karena sumber kesalahannya juga
adalah pada proses pencatatan yang tidak sempurna. Jika pencatatan dilakukan
dengan sempurna maka hasil metode ini adalah sangat baik (Cheng et al.
2012).
Metode pencatatan ini dapat dilakukan di rumah tangga ataupun di
institusi. Syarat umum pencacatan adalah literasi subjek harus baik.
Konsistensi dalam proses pencatatan juga menjadi aspek yang harus
ditekankan agar informasi terhadap makanan dan minuman akurat dan dapat
memberikan informasi jumlah makanan yang dikonsumsi secara tepat. Literasi
merupakan syarat utama sehingga pada subjek dengan kemampuan baca tulis
tidak ada tidak dapat dilakukan. Pencacatan hanya dapat dilakukan oleh subjek
yang diukur dan tidak dapat dilakukan oleh orang lain, karena alasan tidak
efisien (Roy et al. 1997).
Metode pencatatan makanan tidak dapat dilakukan pada subjek yang
tidak memiliki tempat tinggal menetap dalam periode waktu tertentu.
Alasannya adalah karena informasi makanan dan minuman yang dikonsumsi
harus dapat dicatat dalam periode waktu. Periode waktu yang dimaksud adalah
lima dan tujuh hari. Jika pada periode tersebut tidak dapat dilakukan pencatatan
maka metode ini tidak dapat digunakan. Selain itu kondisi subjek dalam
periode waktu tersebut harus konsisten sehat. Jika pada periode pencatatan
subjek sakit maka pencatatan dapat dihentikan karena alasan subjek sakit
(Aang Sutrisna, Marieke Vossenaar, Dody Izwardy 2017).

Berikut ini diuraikan langkah-langkah dalam melakukan food record.


1. Peneliti atau penumpul data menjelaskan cara-cara pengisian formulir food
record dan menjelaskan tentang ukuran rumah tangga yang akan digunakan
dalam memperkirakan porsi makanan.
2. Responden mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi
termasuk makanan selingan dan jajanan, baik yang dikonsumsi di dalam
rumah maupun diluar rumah selama periode penelitian.
3. Responden diminta juga menuliskan waktu makan, bahan-bahan dari
makanan yang dikonsumsi, cara pengolahan dan keterangan lain jika
diperlukan (seperti merek atau harga dari makanan, tempat mengkonsumsi
makanan tersebut dan kesempatan dalam mengkonsumsi makanan tersebut,
misalnya dikonsumsi pada saat menonton televisi, dikonsumsi saat
menghadiri pesta pernikahan dan keterangan lain yang dapat membantu
peneliti dalam menerjemahkan ukuran rumah tangga ke dalam ukuran berat
(gram) dan menganalisa zat gizi dari makanan yang dikonsumsi responden.
4. Setelah data dari responden terkumpul, peneliti atau pengumpul data
menerjemahkan ukuran porsi yang dikonsumsi respoden dari ukuran rumah
tangga ke dalam ukuran berat (gram).
5. Peneliti atau pengumpul data menganalisis bahan makanan untuk
mengetahui jumlah konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar
komposisi bahan makanan atau menggunakan software untuk analisa
konsumsi zat gizi.

Biasanya food record ini dilakukan selama 3 hari dengan menggunakan 2


hari weekday dan 1 hari weekend. Namun, untuk mendapatkan data konsumsi
makanan yang dapat menggambarkan kebiasaan konsumsi responden, metode
food record idealnya dilakukan selama 7 hari. Pada kondisi tertentu jumlah hari
yang digunakan dapat lebih sedikit. Jumlah hari dapat dikurangi jika disparitas
konsumsi antara individu tidak terlalu tinggi atau tingkat kerja sama responden
sangat rendah.
Sebagaimana metode survei konsumsi pangan yang lain, metode food
record juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan
dari metode ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti dalam
melakukan servei konsumsi pangan.
Kelebihan dari metode food record antara lain seperti yang diuraikan di
bawah ini
1. Metode food record dapat menyediakan data secara kuantitatif sehingga
jumlah asupan zat gizi responden dalam sehari dapat diketahui.
2. Data yang dihasilkan dari metode food record cukup detail seperti waktu
malam, jenis bahan makanan, metode pengolahan yang digunakan dan
jumlah atau porsi dari makanan yang dikonsumsi responden.
3. Dapat mengurangi bias yang disebabkan karena keterbatasan ingatan
responden, karena dalam metode food record responden langsung
menuliskan makanan yang dikonsumsi.
4. Dapat digunakan untuk mengumpulkan data konsumsi makanan pada jumlah
responden yang cukup besar.
5. Hasil yang diperoleh cukup akurat jika responden menuliskan data konsumsi
makanan dengan teliti.
Di samping mempunyai kelebihan, metode food record juga mempunyai
kelemahan. Beberapa kelemahan dari metode food record ini adalah seperti
yang diuraikan pada paragraf berikut ini.
1. Penggunaan metode food record membutuhkan tingkat kerja sama yang
tinggi dengan responden dan membutuhkan komitmen responden untuk
bersedia melakukan pencatatan makanan.
2. Metode food record sangat membebani responden karena responden harus
menuliskan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama periode
penelitian.
3. Keakuratan data konsumsi makanan tergantung kemampuan responden
dalam menuliskan bahan makanan, metode pengolahan makanan dan
perkiraan atau estimasi jumlah makanan yang dikonsumsi.
4. Keakuratan data dari metode food record ini juga sangat tergantung dari
kejujuran responden dalam melaporkan semua makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Sebagian responden mungkin tidak melaporkan beberapa
konsumsi makanan karena beberapa alasan, seperti lupa menuliskan
makanan yang dikonsumsi, makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit
sehingga responden beranggapan tidak perlu melaporkannya, responden
malu atau tidak mau melaporkan makanan tertentu karena dianggap kurang
baik atau kurang sehat.
5. Metode ini tidak cocok digunakan untuk responden yang buta huruf.
6. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pengumpulan data.

Anda mungkin juga menyukai