PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Didalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berhadapan dengan yang namanya “pelayanan”
(service). Kita ke SPBU, misalnya, kita tidak pernah mengisi bensin sendiri,bukan? Jika
tidak berarti ada orang lain yang memberikan uluran tangannya untuk kita. Begitu juga
pasien ke Rumah Sakit, klien tidak pernah menangani sendiri “proses” pemeriksaan
kesehatan sampai klien memperoleh obat atau dirawat di ruang rawat i nap. Klien pasti
mendapat pelayanan dari sejumlah orang, mulai dari satpam, petugas parkir, petugas
kartu, perawat, dokter, sampai dengan tukang masak, bahkan, pengelola kantin, petugas
kebersihan, dan sejumlah petugas lainnya.
Jika demikian, kalau klien berobat ke rumah sakit berarti cukup banyak orang (petugas)
yang seharusnya mengulurkan tangannya untuk memberikan pelayanan kepada
mereka (pasien). Jika tidak, maka tingkat pelayanan Rumah Sakit itu sering dikatakan
kurang baik bahkan tidak baik.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara (Menpan) No. 81 Tahun 1993,
pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah, termasuk Rumah Sakit, merupakan bentuk
pelayanan pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan “kesehatan” bagi masyarakat,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kepmenpan No. 81 Tahun 1993).
1
Dalam perawatan diajarkan tentang Komunikasi Therapeutik, bahkan dalam setiap
interaksi/setiap akan melakukan tindakan selalu ada aturan untuk melakukan Pra
Interaksi. Menyampaikan salam, memperkenalkan diri, menanyai identitas pasien adalah
ritual yang mesti harus dilakukan oleh perawat sebelum melakukan tindakan.
Dalam protap-protap yang dimiliki perawat, juga banyak yang mendukung tentang
pelayanan prima ini. Sebagai contoh, pada pasien baru masuk ke rumah sakit ada
prosedur tetap Admision Care. Dalam protap itu banyak sekali aktivitas yang dilakukan
oleh perawat diantaranya:
Menyediakan privasi untuk klien dan keluarga Mengorientasikan klien dan keluarga pada
lingkungan sekitar Mengorientasikan klien dan keluarga pada fasilitas yang lain Melakukan
pengkajian riwayat
Melakukan pengkajian keuangan awal dengan cara yang tepat Melakukan pengkajian
psikososial awal dengan tepat Melakukan pengkajian religius awal dengan tepat
Demikianpun pada saat pasien dirawat j uga ada protap tentang Pendidikan Kesehatan,
Protap Discharge Planning, Protap Konseling juga Protap Persiapan Pasien Pulang.Apabila
itu dilakukan semua dengan baik, maka Pelayanan Prima di Rumah Sakit oleh perawat telah
teraplikasikan dengan baik.
2
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT PENULISAN
Penulisan makalah ini dapat digunakan sebagai masukan proses pendidikan untuk
membentuk pola pelayanan prima (service excellence) yang dapat diterapkan kepada peserta
didik sejak dini dan peserta didik mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya pelayanan
prima yang harus dimiliki oleh seorang perawat. Sehinggah pada akhinya dapat menentukan
strategi pengolahan sumber daya manusia keperawatan dalam mengembangkan dan
meningkatkan mutu
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pelayanan prima (Excellent Service) menurut pengertian “pelayanan” yang berarti “usaha
melayani kebutuhan orang lain” atau dari pengertian “melayani” yang berarti “membantu
menyiapkan apa yang diperlukan seseorang” (kamus bahasa Indonesia). Dengan prima
atau excellent yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan.
Menurut para ahli, pelayanan yang diberikan oleh petugas Rumah Sakit kepada konsumen
bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki oleh penerima pelayanan (Daviddow dan
Uttal,
Pelayanan yang tidak berwujud, dimaksudkan adalah pelayanan itu hanya dirasakan oleh
4
Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, karena bukan berbentuk benda dan beda sifatnya
dengan barang.
Pelayanan, kenyataannya terdiri dari tindakan dan berbentuk pengaruh yang s ifatnya
tindakan sosial.
Produksi dan konsumsi pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umunya
terjadi
Yun, Yong, and Loh (1998), menyatakan bahwa pelayanan adalah penghubung pertama
mata rantai aktivitas untuk system Total Quality Manajemen (TQM). Sejalan dengan itu,
Christopher (1992) menyatakan bahwa pelayanan dapat diartikan sebagai suatu system
manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinambungan
antara waktu pemesanan dan waktu barang/jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan/harapan konsumen dalam jangka panjang.
Pelayanan dapat bermakna suatu bentuk aktivitas yang menggambarkan perhati an,
bantuan, dan penghargaan kepada konsumen yang dapat memberikan kepuasan bagi mereka.
Melalui pelayanan yang baik (prima) akan melahirkan kedekatan antara produsen
dan konsumen, menimbulkan kesan menyenangkan, sebagai kenangan yg sulit dilupakan.
Pelayanan yang baik (prima), khususnya menyangkut pelayanan Rumah Sakit, juga akan
5
B. Tujuan Service Excellent
Tujuan dari pelayan prima adalah memberika n kepuasan kepada konsumen (masyarakat)
sesuai dengan keinginan mereka. Untuk mencapai tingkat kepuasan itu, diperlukan
kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan konsumen, Zeithami at al.
(1990).
Unsur-unsur melayani prima, sesuai keputusan Menpan No. 81/1993, yaitu: Kesederhanaan
Kehandalan (Reliability)
Kepercayaan (Assurance)
Pengetahuan dan keramahan dari staf serta kemampuan untuk menumbuhkan kepercayaan
Penampilan (Tangible)
Empati (Empathy)
Ketanggapan (Responsiveness)
Kemauan untuk menolong customer dan memberikan service yang teppat waktu
Proses pelayanan di Rumah sakit bukan saja meliputi kegiatan- kegiatan pada saat pasien
bertatap muka secara langsung dengan petugas pelayanan (perawat dan dokter).
Pelayanan prima adalah pelayanan paripurna, sebelum petugas bertatap muka dengan
pasien mereka harus mempersiapkan banyak hal, seperti menata ruangan, me nyiapkan
bahan.
6
dan peralatan, menyiapkan arsip/record pasien. Setelah selesai tatap muka dengan pelanggan,
petugas masih harus berbenah, merekam data pelayanan, menyusun laporan, menyimpan
arsip, mengganti peralatan, dll.
Dengan demikian, berdasarkan tahapan pelayanan, pelayanan di Rumah Sakit dapat dibagi
Pelayanan saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat tatap muka dengan dokter/pera wat;
Pelayanan Pasca Transaksi: kegiatan pelayanan sesudah tatap muka dengan dokter/perawat.
Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan
citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan.
Bentuk bentuk pelayanan prima yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang
berjumlah puluhan/bahkan ratusan orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis berbeda
satu sama lain. Dari sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung sebagai
pelayanan prima, karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
Pelanggan (pasien), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit.
Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah ada, dan pelanggan memiliki kekuat an
untuk menghentikan atau meneruskan pelayanan itu. Mengutamakan Pelanggan diartikan
sebagai berikut:
Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada prosedur
yang berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external harus
diutamakan dari pada pelanggan internal.
Jika pelayanan memiliki pelanggan tak langsung selain langsung, maka dipersiapkan jenis
-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya. Pelayanan bagi pelayan tak langsung perlu lebih
diutamakan.
7
Sistem yang Efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan yg
memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika
perpaduan itu cukup baik, pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah
berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design pengembangan, setiap
pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat
mencapai batas maximum.
Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah
tatanan yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu
melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri, nilai, sikap dan
perilaku. Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses pelayanan sebagai “soft
system” harus berjalan efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada
diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan.
Ketika kita melayani orang lain sebenarnya kita sedang melayani para utusan Tuhan
yang dikirimkan secara khusus ke rumah sakit kita. Kita akan melayani mereka dengan penuh
cinta kasih bila kita merasa sebagai hamba yang dikasihiNya, tanpa merasa kita sebagai
hamba yang dikasihi Allah maka mustahil kita mampu mengasihi orang lain
Ketika melayani, kita harus memberikannya secara tulus. Jangan melayani karena ada
motif - motif tertentu. Memperoleh keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau keinginan
menonjolkan diri. Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan sesuatu, kita
berusaha melayani orang tersebut dengan penuh keikhlasan sebisa kita, bukan semau kita.
Pelayanan yang baik diberikan untuk semua orang tanpa memanda ng tingkat ekonomi,
jabatan, suku, agama atau jenis kelamin. Kita juga diharapkan tidak pilih-pilih terhadap
pelayanan yang
8
kita lakukan. Meski pelayanan itu bukan yang disukai tetapi kita tetap mengerjakannya
dengan senang hati.
Semangat memberi
Melayani berarti memberikan sesuatu bukan mendapatkan sesuatu. Jangan pernah berpikir,
kita akan mendapat apa dari pelayanan yang kita berikan lebih-lebih berharap
keuntungan. Sebab jika demikian yang terjadi, kita hanyalah pedagang, yang selalu
menghitung untung d an rugi.
Perbaikan Berkelanjutan
Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan
petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin baik mutu
pelayanan yang diberikan, kadang -kadang akan menghasilkan konsumen yang semakin
sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan meluas.
Memberdayakan Pelanggan
Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis -jenis layanan yang dapat digunakan
sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan
hidupnya sehari-hari. Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam
menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan.
Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan pelanggan
memang tidak mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan pengembangan
dengan menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya saja pengembanga
n itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang optimum. Pelayanan memiliki
tingkat - tingkat prioritas pengembangan sebagai berikut:
Pelayanan utama
Jenis pelayanan yang memiliki prioritas tertinggi, yaitu yang langsung berkaitan dengan upaya
pencapaian visi dan misi organisasi. Sebagai contoh fungsi ruang inap Rumah Sakit,
jenis pelayanan utamanya adalah menyediakan kamar-kamar inap untuk pasien rawat inap.
9
Pelayanan pendukung
Jenis pelayanan prioritas kedua, yaitu yang dibutuhkan ketika sedang memanfaatkan
pelayanan utama. Di Rumah Sakit pelayanan semacam ini meliputi kantin/cafe, saluran
telepon, internet. Peranan pelayanan pendukung ini dirasakan sangat penting, karena
pelayanan utama tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa pelayanan pendukung .
Pelayanan tambahan
Jenis pelayanan yang memiliki prioritas paling rendah, yaitu yang mungkin
dibutuhkan pelanggan pada saat mereka sedang memanfaatkan pelayanan utama atau
pendukung. Pelayanan ini meliputi mushalla, kios surat kabar/majalah, kios buah-buahan, dan
sebagainya. Tanpa adanya pelayanan tambahan, pelayanan utama/pendukung masih dapat
berjalan dengan baik, namun dengan adanya pelayanan tambahan akan menjadi nilai tambah
bagi kondisi pelayanan secara umum
1.Mengupayakan paparan yang jelas melalui papan informasi atau petunjuk yang mudah
dipahami dan diperoleh pada setiap tempat / lokasi pelayanan sesuai dengan kepentingannya
menyangkut prosedur / tata cara pelayanan, pendaftaran, pengambilan sample atau hasil
pemeriksaan, biaya / tarif pelayanan serta jadwal / waktu pelayanan.
2.Setiap aturan tentang prosedur / tata cara / petunjuk seperti yang tersebut diatas harus
dilaksanakan secara tepat, konsisten, konsekuen sesuai dengan peraturan perundang – undangan
yang berlaku.
3. Hak dan kewajiban pemberi atau penerima pelayanan diatur secara jelas setiap persyaratan
yang diwajibkan dalam rangka menerima pelayanan harus mudah diperoleh dan berkaitan
langsung dengan kepentingan pelayanan serta tidak menambah beban masyarakat penerima
pelayanan.
4.Tersedia loket informasi dan kotak saran bagi penerima pelayanan yang mudah dilihat /
dijumpai pada setiap tempat pelayanan. Saran yang masuk harus selalu dipantau dan dievaluasi,
bila perlu diberi tanggapan atau tindak lanjut dalam rangka upaya perbaikan dan peningkatan
mutu pelayanan.
10
5. Penanganan proses pelayanan sedapat mungkin dilakukan oleh petugas yang berwenang atau
kompeten, mampu terampil dan professional sesuai spesifikasi tugasnya. Setiap pelaksanaan
pemberian pelayanan dan hasilnya harus dapat menjamin perlindungan hukum dan dapat
dijadikan alat bukti yang sah.
6. Selalu diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan yang tepat sesuai dengan sifat dan
jenis pelayanan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas dalam
pelaksanaannya.
7.Biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhitungkan
kemampuan masyarakat. Hendaknya diupayakan untuk mengatur mekanisme pungutan biaya
yang memudahkan pembayarannya dan tidak menimbulkan biaya tinggi. Pengendalian dan
pengawasan pelaksanaannya harus dilaksanakan dengan cermat, sehingga tidak terdapat titipan
pungutan oleh instansi lain.
8. Pemberian pelayanan dilakukan secara tertib, teratur dan adil, tidak membedakan status social
masyarakat. Cakupan / jangkauan pelayanan diupayakan seluas mungkin dengan distribusi yang
merata.
9. Kebersihan dan sanitasi lingkungan tempat dan fasilitas pelayanan harus selalu dijamin
melalui pelaksanaan pembersihan secara rutin dan penyediaan fasilitas pembuangan sampah /
kotoran secukupnya sesuai dengan kepentingannya.
10. Selalu diupayakan agar petugas memberikan pelayanan dengan sikap ramah dan sopan serta
berupaya meningkatkan kinerja pelayanan secara optimal dengan kemampuan pelayanan yang
tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup.
Menurut Burhanuddin Gamrin, SKM dan M. Joeharno, SKM, dimensi pelayanan kesehatan
adalah sebagai berikut:
1. Jumlah Petugas
Jumlah petugas merupakan salah satu aspek yang menunjang pelayanan kepada pasien di rumah
sakit. Keadaan petugas yang kurang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan
tidak maksimal dan kurang memenuhi kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Selain itu,
petugas sendiri akan mengalami kewalahan dalam menjalankan tugasnya yang pada nantinya
akan menurunkan tingkat kemampuan kerja yang diberikan petugas kepada pasien di rumah
sakit.
11
2. Ketanggapan petugas (Responsiveness)
Ketanggapan petugas berhubungan dengan aspek kesigapan dari petugas dalam memenuhi
kebutuhan pasien akan pelayanan yang dinginkan. Tingkat kesigapan dari petugass kesehatan
dalam memberikan pelayanan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian pasien
atas mutu pelayanan yang diselenggarakan.
Kehandalan berhubungan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki petugas
dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Tingkat
kemampuan dan keterampilan yang kurang dari tenaga kesehatan tentunya akan memberikan
pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan pasien sebagai standar penilaian terhadap mutu
pelayanan.
Fasilitas merupakan sarana bantu bagi instansi dan tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan
pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Keadaan fasilitas yang memadai akan membantu
terhadap penyelenggaraan pelayanan kepada pasien.
Bentuk bentuk pelayanan prima yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang berjumlah
puluhan/bahkan ratusan orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis berbeda satu sama
lain. Dari sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung sebagai pelayanan prima,
karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
Pelanggan (pasien), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit.
Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah ada, dan pelanggan memiliki kekuatan untuk
menghentikan atau meneruskan pelayanan itu.
Prosedur pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan (pasien),
bukan untuk memperlancar pekerjaan petugas Rumah Sakit.
Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada prosedur yang
berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external harus diutamakan dari pada
pelanggan internal.
12
Jika pelayanan memiliki pelanggan tak langsung selain langsung, maka dipersiapkan jenis-jenis
layanan yang sesuai untuk keduanya. Pelayanan bagi pelayan tak langsung perlu lebih
diutamakan.
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan yg memadukan
hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika perpaduan itu cukup baik,
pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah berhadapan dengan beberapa unit yang
berbeda. Dari segi design pengembangan, setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang
memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat mencapai batas maximum.
Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah tatanan
yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu melibatkan
sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri, nilai, sikap dan perilaku.
Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses pelayanan sebagai “soft system” harus berjalan
efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada diri petugas dan membentuk
citra positif di mata pelanggan.
Ketika kita melayani orang lain sebenarnya kita sedang melayani para utusan Tuhan yang
dikirimkan secara khusus ke rumah sakit kita. Kita akan melayani mereka dengan penuh cinta
kasih bila kita merasa sebagai hamba yang dikasihiNya, tanpa merasa kita sebagai hamba yang
dikasihi Allah maka mustahil kita mampu mengasihi orang lain
Semangattanpa pamrih.
Ketika melayani, kita harus memberikannya secara tulus. Jangan melayani karena ada motif-
motif tertentu. Memperoleh keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau keinginan
menonjolkan diri. Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan sesuatu, kita berusaha
melayani orang tersebut dengan penuh keikhlasan sebisa kita, bukan semau kita.
Pelayanan yang baik diberikan untuk semua orang tanpa memandang tingkat ekonomi, jabatan,
suku, agama atau jenis kelamin. Kita juga diharapkan tidak pilih-pilih terhadap pelayanan yang
kita lakukan. Meski pelayanan itu bukan yang disukai tetapi kita tetap mengerjakannya dengan
senang hati.
Semangat memberi
13
Melayani berarti memberikan sesuatu bukan mendapatkan sesuatu. Jangan pernah berpikir, kita
akan mendapat apa dari pelayanan yang kita berikan lebih-lebih berharap keuntungan. Sebab jika
demikian yang terjadi, kita hanyalah pedagang, yang selalu menghitung untung dan rugi.
4. Perbaikan Berkelanjutan
Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses pelayanan
petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin baik mutu pelayanan
yang diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen yang semakin sulit untuk
dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan meluas.
5. Memberdayakan Pelanggan
Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan pelanggan memang
tidak mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan pengembangan dengan
menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya saja pengembangan itu perlu
terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang optimum. Pelayanan memiliki tingkat-tingkat
prioritas pengembangan sebagai berikut:
1. Self Esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri. Dengan pandai menghargai dirinya sendiri,
akan berpikiran dan bertindak positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai
pelanggan (pasien) dengan baik.
3. Ricovery (pembenahan) : Adanya keluhan pelanggan jangan dianggap sebagai suatu beban
masalah namun suatu peluang untuk memperbaiki atau meningkatkan diri. Apa masalahnya,
dengarkan pelanggan, kumpulkan data, bagaimana pemenuhan standarnya.
4. Vision (visi) : Pelayanan yang prime berkaitan erat dengan visi organisasi. Dengan budaya
kerja atau budaya organisasi (Corporate Culture) atau Budaya mutu (Quality Culture) dalam
pelayanan prima, visi, impian akan dapat diwujudkan sepenuhnya seperti yang diharapkan.
14
5. Improve (Perbaikan atau peningkatan) : Peningkatan mutu pelayanan secara terus menerus
(Continous Improvement) dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan agar tidak
ditinggalkan. Karena para pesaing ingin berusaha meningkatkan diri untuk menarik hati
pelanggan. Meningkatkan diri dapat dengan pendidikan dan latihan sebagai modal, membuat
standar pelayanan lebih tinggi, menyesuaikan tuntutan lingkungan dan pelnggan, dan
merencanakan pelayanan yang baik bersama karyawan sejak awal.
6.Care (perhatian) : Perhatian atau perlakuan terhadap pelanggan dengan baik dan tulus.
Memenuhi kebutuhannya, memperlakukannya dengan baik, menjaga dan memenuhi standar
mutu sesuai dengan standar ukuran yang diharapkan.
1. Faktor pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Dimana
15
pengetahuan manusia umumnya diperoleh diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo,
2003). Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi
materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang ingin diukur disesuaikan dengan tingkatan
pengetahuan dalam kognitif (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan
penjaminan mutu pelayanan keperawatan merupakan kegiatan penilai, memantau atau mengatur
pelayanan yang berorientasi pada klien (Nurachmah, 2001).
Adapun tujuan dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk meningkatkan asuhan
keperawatan kepada pasien atau konsumen, menghasilkan keuntungan atau pendapat institusi,
mempertahankan eksistensi institusi, meningkatkan kepuasan kerja sumber daya yang ada,
meningkatkan kepercayaan konsumen atau pelanggan serta menjalankan kegiatan sesuai aturan
atau standar yang berlaku. Pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika
pelaksanaan asuhan keperawatan dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki perawat
dalam mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai
dengan standar dan etik profesi perawat yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan
pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan yang diberikan
(Nuracmah,2001). Pengetahuan perawat tentang penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak
terrlepas dari standar praktik keperawatan yang telah ditetapkan oleh PPNI (2000) yang mengacu
dalam tahapan proses keperawatan yakni : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
Bekera adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Dan aktifitas
ini melibatkan baik fisik maupun mental (As’ad, 2001). Beban kerja merupakan suatu kondisi
atau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk melakukan suatu aktifitas.
Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan tuntutan institusi kerja dalam pencapaian
kualitas bermutu, jumlah tenaga yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu
pelayanan yang diharapkan (Kusdijanto, 2000). Untuk itu perlu adanya pengorganisasian kerja
perawat yang tepat dan jelas (Swansburg, 2000).
Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Pembagian tugas terdiri dari tiga aspek yaitu :
pengembangan tugas, keterlibatan dalam tugas, dan rotasi tugas (Nursalam, 2000). Dalam upaya
untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah dengan cara menjaga kesinambungan
antara beban kera perawat dan jumlah tenaga perawat yang tersedia
3. Faktor komunikasi
16
Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara
yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam, 2000). Komunikasi
dalam praktik keperawatan professional merupakan unsur utama bagi perawat dalam
melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain :
a. Pendidikan
Merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan informasi untuk
meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003). Makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi dan makin baik pengetahuan yang dimiliki sehingga menggunakan
komunikasi terapeutik secara efektif akan dapat dilakukannya.
b. Lama bekerja
Merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin lama seseorang bekera
makin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan makin baik cara berkomunikasinya
(Alimul, 2003)
c. Pengetahuan
Merupakan proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap
objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Notoadmojo, 2003).
Menurut Bloom dan Kartwalk (1998) membagi pengetahuan dalam enam tingkatan diantaranya
tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
d. Sikap
Sikap dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan efektif atau tidak.
Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator. Sikap
yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai,
rendah diri dan menjadi pendengar yang baik. Kesemuanya dapat mendukung komunikasi yang
terapeutik.
e. Kondisi psikologi
Pada komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan melalui komunikasi
terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi psikologis yang baik untuk menjadikan
komunikasi sebagai terapeutik. Kondisi psikologis seorang pendengar dapat dipengaruhi oleh
rangsangan emosi yang disebabkan oleh pembicaraan itu sendiri. Indikator dalam melaksanakan
komunikasi terapeutik (Nursalam, 2003) mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangan
dan perasaannya, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap komunikasi serta
memanggil pasien sesuai dengan identitasnya.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
18
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu,
kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan
lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan
pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat
dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan
demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam
setiap transaksi.
B. SARAN
Perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu
meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung martabat
kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien,
beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten,
etik, dan aman (CAN,2001).
1. Mengutamakan pelanggan
C. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2000), Perilaku Pelayanan Prima, Diklat Pelayanan Prima, LAN RI, Jakarta.
Anonim, (2000), Management Kualitas Pelayanan Prima, PT Pinter Konsultama, Jakarta. De
Vyre, C. (1994), Good Service, Good Business, Practice Hall, Sydney.
19
Foster, Timothy R. V. (1999), “Customers Care”, Kogan Page, New York.
Gaspersz, Vincent (1997), Edisi Bahasa Indonesia, Manajemen Kualitas dalam Industri
Hardjosoekarto, S. (1994), “Beberapa Perspektif Pelayanan Prima”, Bisni s & Birokrasi, No. 3,
Vol. IV,1994. Jkt
Hopson, Barrie & Scally Mike (1991) “12 Steps to Success Through Service”, Lifeskills Inc.
Ltd. New York.
Sutopo, Drs,MPA, Suryanto, Adi, Drs,M.Si, 2003, Pelayanan Prima Bahan Ajar Diklat
Prajabatan Golongan III (Edisi Revisi I), Jakrata : Lembaga Administrasi Negara RI
http://idibalikpapankaltim.blogspot.co.id/2011/09/pelayanan-prima-service-excellent-di.html
http://seaparadisee.blogspot.co.id/2014/05/pelayanan-prima-rumah-sakit.html
20