Anda di halaman 1dari 13

M.

K PISIKOLOGI PENDIDIKAN

LAPORAN MINI RESERCH

DOSEN PENGAMPU :
ARMITA SARI, M.Pd

DISUSUN OLEH : Anita Mayasari (5181144006)


: Fatimah Yani (5183344008)
: Lolita Patasya Ritonga (5182144010)
: Silvia Ananda (5183344015)

PRODI/KELAS : PENDIDIKAN TATA RIAS/REGULAR A

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


FAKULTAS TEKNIK
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada saya sehingga mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus ini. Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dan selalu memberi dukungan, mereka adalah
Ibuk Armita Sari,M.Pd., selaku dosen mata kuliah pisikologi pendidikan dengan materi
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang telah memberikan bimbingan serta arahan
dalam mengerjakan makalah ini. Segenap guru dan siswa SLB perguruan al-azhar Medan.
Jlan pintu air IV no 214 Medan. yang telah berpartisipasi pada observasi ini, memberikan
dukungan dan bantuan moral serta materiil.
Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
material sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini. Semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan laporan ini. Saya sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Yang
Maha Sempurna, tetapi usaha maksimal telah saya lakukan dalam penulisan dan penyusunan
Laporan Observasi ini. Kritik dan saran akan saya terima dengan tangan terbuka. Saya
berharap, semoga Laporan Observasi ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita
semua. Serta dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran
kepada pembaca khususnya mahasiswa Pendidikan tata rias UNIVERSITAS NEGERI
MEDAN.
DARTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan tentang anak sudah lama dikenal. Pada zaman Romawi dan Yunani sudah
ada para ahli yang memperhatikan pendidikan anak walaupun pada saat itu anak belum
dipandang sebagai bentuk manusia tersendiri. Penelitian terhadap anak dan buku-buku
mengenai perkembangan jiwa anak pada zaman dahulu masih sangat minim bahkan belum
ada. Namun kemudian studi sistematis tentang perkembangan anak mengalami
perkembangan yang cukup signifikan pada awal abad ke-20. Penelitian-penelitian yang
dilakukan pada zaman ini bersifat deskriptif dan dititikberatkan pada ciri-ciri khas yang
terdapat secara umum, golongan-golongan umur, serta masa-masa perkembangan
tertentu. Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa perkembangan anak bersifat diskriptif
sesuai dengan golongan umurnya, namun ada kondisi dimana anak memerlukan perhatian
khusus. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi SDM. Upaya
peningkatan mutu pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas
manusia, baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab

sebagai warga masyarakat bahkan untuk anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi
memiliki fungsi untuk memfasilitasi anak berkebutuhan khusus dalam ikut serta mengenyam
pendidikan berdasarkan UUD ’45 pasal 31 ayat 1 yang berisi “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran”. Tujuan dari pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus
untuk mengoptimalkan kemampuan fisik, psikis, dan emosional dalam proses pembelajaran
agar kelak dapat ikut berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat seperti anak normal
lainnya.

Dilatar belakang pemaparan di atas, penyusun pun melakukan sebuah observasi terhadap
anak-anak berkebutuhan khusus, dan penyusun memfokuskan kepada anak penderita Debil.

1.2 Tujuan Observasi

Tujuan dibuatnya laporan ini selain sebagai tugas mini riset pada mata kuliah psikologi
pendidikan dan juga agar pembaca mengetahui tentang apa saja karakteristik anak debil dan
bagaimana proses belajar-mengajar anak penderita debil dan apa saja masalah-masalah yang
muncul pada dirinya.
BAB II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


A. Waktu Observasi
Observasi dilaksanakan pada sabtu, 15 april 2019, Pukul 09.00 – 11:00 WITA.

B. Tempat Pelaksanaan Observasi


Observasi ini dilakasanakan di sekolah luar biasa perguruan al-azhar Medan. Jlan pintu air IV
no 214 Medan.

C. Metodelogi pengamatan
Observasi ini dilakukan secara berkelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6
orang mahasiswa. kelompok memasuki kelas yang ada di SLB tersebut, dan kelompok saya
berada di kelas tempat anak-anak penderita gangguan debil. Dalam Observasi ini dilakukan
dua tahap metode wawancara yaitu wawancara anak penderita debil dan wawancara wali
kelas.

D. Profil Anak
Adapun profil anak penderita debil
yang kami amati sebagai berikut :
Nama : Rajesta sembiring
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Jenis kelainan : debil (tuna grahita)
Kelas : kelas 4 SD Gambar 1.1: rajesta saat belajar
Alamat : Jalan pintu air Iv no
214 Medan
IV. Hasil Pengamatan

Fisik penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar


Pada masa pertumbuhannya dia tidak mampu mengurus dirinya
Terlambat dalam perkembangan bicara dan bahasa
Cuek terhadap lingkungan
Koordinasi gerakan kurang
Sering keluar ludah dari mulut (ngeces).
Penglihatan Menurut pengematan observer anak yang menderita tuna grahita atau
debil memiliki penglihatan yang kurang baik, ini disebabkan karena
kecacatan fisik seperti mata kero atau juling .
Pendengaran Debil atau sering disebut tuna grahita juga memiliki pendengaran yang
cukup buruk akan tetapi tidak tuli , hal ini disebabkan karena IQ yang
terlalu rendah , sehingga ia mendengar namun sulit di diterima dan di
cerna oleh otak, akibatnya ia menjadi tidak banyak respon oleh
perkataan orang .
intelektual Tunagrahita atau debil mengacu pada fungsi intelek umum yang nyata
berada di bawah rata-rata bersamaan dengan kekurangan dalam
adaptasi tingkah laku misalnya memiliki kecerdasan yang sangat rendah
dan yang seringkali disebut bodoh, dungu, tolol dll, hal ini disebabkan
karena terlalu rendah nya IQ.
Bahasa Bahasa mereka sehari hari juga sering menggunakan gerakan gerakan
isyarat, bukan berarti bisu namun mereka sulit untuk berbicara sesuai
dengan apa yang di pikirkannya.
Social emosional Tingkat emosional anak penderita debil atau tuna grahita ini juga
tergolong rendah , dikarenakan mereka cenderung pendiam dan kurang
lincah.
Perilaku Prilaku anak berkebutuhan khusus tuna grahita atau debil ini juga
tergolong seperti pendiam atau kurang lincah tidak seperti anak anak
lainnya, dia cenderung ingin berdiam diri seperti hanya ingin
memperhatikan teman temannya dibandingkan harus bermain bersama.
Ada satu tingkah laku yang diluar dugaan saya saat mengamati rajesta, saat saya dan
teman-teman sedang asik berbicara dengan guru rajesta, saat jam istirahat rajesta keluar kelas
melihat teman-temannya bermain tapi dia hanya tersenyum melihat temannya bermain, dan
saat temannya duduk di pinggil kelas ia mendatangi temannya dan ikut bercanda tawa, tak
lama ia menyuruh temannya untuk masuk ke kelas masing-masing. Hal ini membuktikan
bahwa anak-anak penderita debil seperti rajesta memang gemar cenderung pendiam. rajesta
awalnya tidak bersekolah di SLB, awalnya Ibu rajesta menyekolahkan ia di SD tempat
Ibunya bekerja. Namun di sana rajesta tidak bisa berkembang dengan baik, keadaannya
malah bertambah parah dan menjadi Temper Tantrum karena di sekolah normal tidak ada
yang bisa memahaminya. Karena masih menjadi murid baru pihak sekolah belum mengetahui
bakat apa yang menonjol dari diri rajesta.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 PENGERTIAN TUNA GRAHITA (DEBIL)


Disini saya akan menjelaskan dan memberikan spekulasi tentang apa itu tunagrahita
(debil). Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi
dibawah intelegensi normal dengan skor IQ (Intelligence Quotient atau nilai kecerdasan
seseorang) sama atau lebih rendah dari 70. Intelegensi yang di bawah rata-rata anak normal,
jelas ini akan menghambat segala aktivitas kehidupannya sehari-hari, dalam bersosialisasi,
komunikasi dan yang lebih menonjol adalah ketidakmampuannya dalam menerima pelajaran
yang bersifat akademik sebagaimana anak anak sebayanya. Kemampuan anak tunagrahita
berbeda satu dengan yang lainnya tergantung tingkat intelegensinya dan inilah yang menjadi
masalah dalam pelayanan pembelajarannya, sebab mengakibatkan kebutuhan anak
tunagrahita juga menjadi heterogen. Artinya pelayanan pendidikan pada setiap individu anak
tunagrahita akan berbeda, baik kedalam materi yang dibutuhkan maupun metode dalam
penyajiannya.

3.2 KARAKTERISTIK TUNA GRAHITA(DEBIL)

Karakteristik anak tunagrahita

1. Lamban dalam mempelajari hal hal yang baru


2. Kesulitan dalam menggenerelisasi dan mempelajari hal hal yang baru
3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita berat
4. Cacat fisik dan perkembangan gerak
5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri
6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim
7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus

Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka
masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada usia 16 tahun
atau lebih mereka dapat mempelajari bahan yang tingkat kesukarannya sama dengan
kelas 3 dan kelas 5 SD. Kematangan belajar membaca baru dicapainya pada umur 9
tahun dan 12 tahun sesuai dengan berat dan ringannya kelainan.
Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga per empat
kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Perbendaharaan katanya
terbatas, tetapi penguasaan bahasanya memadai dalam situasi tertentu. Mereka dapat
bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled . Sesudah
dewasa banyak di antara mereka yang mampu berdiri sendiri. Pada usia dewasa
kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun.

3.3 PENYEBAB TUNA GRAHITA (DEBIL)

Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

1. Generik, kerusakan atau kelainan Biokimiawi, Abnormalitas Kromosomal


2. Sebelum lahir (pre-natal), infeksi rubella (cacar) dan faktor rhesus (Rh)
3. Kelahiran (pre-natal) yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kelahiran
4. Setelah lahir (post-natal) akibat infeksi misalnya, meningitis (peradangan pada selaput
otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi seperti kekurangan protein
5. Faktor sosio-kultural atau sosial budaya lingkungan
6. Gangguan metabolisme/nutrisi

Penyebab tunagrahita secara umum sebagai berikut:

1. Infeksi dan intoxikasi


2. Redupaksa
3. Gangguan metabolisme
4. Penyakit otak yang nyata
5. Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir
6. Akibat kelainan kromosomal
7. Gangguan waktu kehamilan
8. Gangguan pasca-psikiatrik atau gangguan jiwa berat
9. Pengaruh lingkungan
10. Kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan
3.4 CARA BELAJAR PENDERITA TUNA GRAHITA (DEBIL)

Model Pelayanan Pendidikan untuk Anak Tunagrahita

Implikasi pendidikan bagi anak tunagrahita

1. Occupational therapy (terapi gerak)


2. Play therapy (terapi bermain)
3. Activity daily living atau kemampuan merawat diri
4. Life skill (ketrampilan hidup)
5. Vocational therapy (terapi bekerja)

Pelayanan pendidik bagi anak tunagrahita dapat diberikan pada:

1. Kelas transisi

Kelas transisi merupana kelas bagi anak tunagrahita yang berada di sekolah reguler sebagai
persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai
kebutuhan anak tunagrahita.

2. Sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa)

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita yang diberikan pada Sekolah Luar Biasa (SLB).
Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari dikelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan
dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1

3. Pendidikan terpadu

Anak tunagrahita belajar bersama sama dengan anak regular di kelas yang sama dengan
bimbingan guru regular pada sekolah regular. Jika anak tunagrahita mempunyai kesulitan
akan mendapat bimbingan dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat.

4. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pendidikan di
sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya sakit.
5. Pendidikan inklusif

Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah regular. Anak tunagrahita belajar
bersama sama dengan anak regular, pada kelas dan guru atau pembimbing yang sama.

6. Panti (Griya) rehabilitasi

Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai
kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti
penglihatan, pendengaran, atau motorik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuna grahita merupakan keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum dibawah usia
kronologisnya secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki 3 hal, yaitu keterhambatan fungsi
kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai ketidakmampuan adaptif, dan terjadi
selama periode perkembangan (sampai usia 18 tahun). Tunagrahita dapat disebabkan oleh
factor keturunan dan bukan keturunan. Faktor keturunan kerusakan pada sel keturunan,
seperti kerusakan kromosom, gen, dan salah satu atau kedua orang tua menderita kelainan
atau hanya sebagai pembawa sifat. Faktor di luar sel keturunan, diantaranya karena factor
kekurangan gizi, kecelakaan (trauma kepala), dan gangguan metabolisme :
Tunagrahita ringan -skor IQ 50 hingga 75 2.

Tunagrahita sedang-skor IQ 30 hingga 50 3.

Tunagrahita serius- skor IQ 30 ke bawah Anak tunagrahita memang memiliki kemampuan


terbatas, namun mereka masih memiliki harapan dengan melalui pelatihan dan
bimbingan juga kesempatan dan dukungan agar mereka mengembangkan potensi-
potensinya sehingga mampu membantu dirinya sendiri dan memiliki harga diri seperti orang-
orang normal lainnya. Intinya adalah agar anak dapat memfungsikan potensi-potensi yang
masih ada dalam dirinya terutama agar dia bisa menjalani hidup yang bermartabat. Selain itu,
untuk penanganan anak-anak berkebutuhan khusus seperti tunagrahita sebaiknya
dikembangkan pendidikan inklusif di setiap sekolah. Pendidikan inklusif sesungguhnya
memiliki tujuan mulia antara lain memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social, potensi kecerdasan
serta bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya dan juga untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang
menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
B. SARAN
.

Bagi SLB perguruan al-azhar Medan


Lebih mengembangkan kualitas Tenaga Pendidik melalui partisipasi dalam workshop
dan pelatihan – pelatihan. Selain itu juga dalam melaksanakn pembelajaran disesuaikan
dengan ketunaan masing – masing peserta didik dan guru tidak merangkap kelas, artinya
satu guru satu kelas sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal.

Bagi Pemerintah
Diharapkan Pemerintah bisa lebih mendukung dan memberikan perhatian bagi
penyelenggaraan layanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Seperti pemberiaan
fasilitas pendukung, alat terapi, serta Tenaga Pendidikan Luar Biasa.

Bagi Observer
Sebagai calon guru, sudah sepantasya kita peduli dengan anak- anak disekeliling kita.
Berikan hak-hak anak-anak berkebutuhan khusus semaksimal mungkin seperti halnya anak
normal. Bersama-sama dengan orang tua hendaknya kita Memberikan perhatian khusus
kepada anak berkebutuhan khusus agar membantu mereka untuk mengoptimalkan
kemampuan yang dimilikinya dengan mendukung kegiatan yang positif bagi anak ABK

Anda mungkin juga menyukai