Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perpindahan yang dramatis dari paradigma transaksi menjadi paradigma
hubungan relasional (relationship) telah terjadi di pemasaran. Masalahnya,
walaupun banyak perusahaan mengetahui arti penting dari pengembangan
hubungan relasional yang baik dengan pelanggan, akan tetapi tidak selalu jelas
bagaimana cara untuk mengkreasikan dan melanggengkan hubungan relasional
tersebut. Jenis hubungan relasional seperti apa yang harus diimplementasikan oleh
perusahaan serta pola hubungan relasional apa yang diinginkan oleh pelanggan
juga menjadi masalah yang belum mendapatkan jawaban yang tegas.
Padahal, pada waktu proses pengadopsian suatu produk (barang/jasa),
terjadi interaksi antara pembeli dengan contact employees (disebut juga sebagai
karyawan). Interaksi tersebut merupakan sebuah “moment of truth” yang mungkin
bisa mempengaruhi persepsi terhadap kualitas jasa.
Interaksi personal antara pelanggan dengan karyawan merupakan
“jantung” dari hampir semua service experience. Hal tersebut terjadi karena
ketrampilan, motivasi, dan tools yang digunakan oleh karyawan serta ekspektasi
maupun perilaku pelanggan secara bersama-sama akan meng-kreasi service
delivery process. Konsekuensinya, sikap dan perilaku dari karyawanselama
berinteraksi dengan pelanggan bisa mempengaruhi perceived service quality
pelanggan serta kepuasan pelanggan.
Oleh karena itu tidak mengherankan apabila riset dan praktek pemasaran
jasa terkini memberi perhatian yang besar pada peran dari karyawan di service
encounter. Karyawan memainkan peran penting di service encounter dalam
meningkatkan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Akibatnya, service
encounter diyakini sebagai sebuah “senjata” untuk membawa organisasi agar
tidak saja tetap survive, tetapi juga bertahan lama.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang penulis paparkan diatas, maka penulis mengambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari titik temu jasa (service encounter)?
2. Apa saja indikator-indikator didalam service encounter?
3. Apafaktor-faktor yang mempengaruhi didalam service encounter?
4. Bagaimana konsep segitiga pertemuan jasa (service encounter triad)?
5. Apa dimensi-dimensi yang ada didalam service encounter?
6. Bagaimana caramengelola service encounter?
7. Bagaimana caramenghindari kegagalan didalam service encounter?
8. Bagaimana penggunaan technology infusion strategy dalam service
encounter?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Titik Temu Jasa (Service Encounter)


2.1.1 Pengertian Service Encounter
Titik temu jasa (service encounter) merupakan suatu interaksi langsung
antara konsumen dengan karyawan, termasuk fasilitas fisik yang dapat
menggantikan fungsi personel. Menurut beberapa pakar, didalam interaksi ini
akan terdapat moment of truth. Interaksi ini sangatlah penting, karena saat
terjadinya pertemuan ini yang menentukan kualitas jasa dibenak para konsumen,
apakah akan memberikan kesan yang positif dengan kualitas jasa yang berikan
atau malah sebaliknya. Interaksi ini tidak hanya menyangkut soal peranan kontak
personel dalam saat dan waktu yang tepat tetapi juga menyangkut beberapa
pemahaman tentang seberapa efektif pemasangan tanda-tanda dan lain
sebagainya.

2.1.2 Indikator Service Encounter


Terdapat tiga katergori dalam indikator service encounter pada
perusaahaan jasa, diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Remote Encounter
Remote Encounter adalah service encounter yang berlangsung tanpa
kontak langsung dengan karyawan. Termasuk di dalamnya yaitu pemesanan
melalui situs internet atau jasa mail-order, surat, telegram, telex dll.
B. Phone Encounter
Phone Encounter adalah interaksi yang dilakukan melalui telepon, yang
meliputi layanan pelanggan, layanan informasi, dan pemesanan jasa. Phone
encounter lebih komplek dari remote encounter karena adanya keragaman
potensial yang lebih besar di dalam interaksi, yaitu nada suara, pengetahuan
karyawan, keefektipan menangani pelanggan yang dijadikan ukuran-ukuran
penting di dalam pertemuanini.
C. Face to face Encounter
Face to face Encounter adalah interaksi langsung antara karyawan dan

3
pelanggan, yang meliputi perilaku verbal dan nonverbal, tangible cues meliputi
seragam karyawan dan simbol-simbol jasa seperti peralatan, brosur informasi, dan
physicalsetting.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Service Encounter


Pelanggan mendasarkan keputusan tentang kualitas jasa pada beberapa
faktor yang mempengaruhi service encounter, yaitu sebagai berikut:
A. Lingkungan jasa
Pada lingkungan jasa ini meliputi semua karakteristik lingkungan yang
berwujud di mana penyerahan jasa berlangsung. Fasilitas dan perlengkapan,
suasana perusahaan mencakup kebersihan, kondisi udara, kebisingan, dan
pelanggan pelanggan yang dapat mempengaruhi apa yang diharapkan pelanggan
selama pertemuan jasa dan persepsi tentang kualitasjasa.
B. Karyawan penyedia jasa
Karyawan melakukan interaksi langsung dan tatap muka dengan
pelanggan. Sikap dan perilaku pelanggan akan mempengaruhi kepuasan
pelanggan, untuk itu karyawan harus dengan hati-hati diseleksi, dilatih, dan diberi
kompensasi untuk menangani penyerahan jasa secara efektif.
C. Jasa pendukung
Terdiri dari bahan atau perlengkapan serta semua proses di belakang
panggung yang memungkinkan karyawan di garis depan melakukan pekerjaannya
dengan baik.

2.1.4 Segitiga Pertemuan Jasa (Service Encounter Triad)

Gambar 1. Service Encounter Triad

4
Service encounter yang digambarkan dalam bentuk segitiga diatas
menjelaskan interaksi diantara konsumen, karyawan dan juga organisasi. Salah
satu karakteristik yang unik pada jasa adalah partisipasi yang aktif dari konsumen
dalam proses penyampaian jasa. Setiap moment of truth melibatkan sebuah
interaksi antara konsumen dengan penyedia jasa. Semuanya sebenarnya memiliki
peranan penting termasuk lingkungan organisasi jasa yang yang harus menunjang
proses interaksi ini. Jadi ketiga partisipan tersebut yaitu karyawan, konsumen dan
juga organisasi bekerja dalam satu bentuk yang kepentingannya berbeda. Yang
harus diusahakan adalah demi mencapai hasil yang sama-sama bagi masing-
masing pihak.
Hubungan antara ketiga partisipan tersebut, akan berdampak pada
pencapaian hasil sama-sama memuaskan bagi masing-masing pihak, sebagai
berikut:
A. Organisasi Mendominasi Pertemuan
Manajer organisasi menginginkan proses pencapaian jasa berjalan dengan
se-efisien mungkin untuk menghindari beban biaya yang terlalu besar yang dapat
mengurangi keuntungannya. Service organisasi menetapkan lingkungan untuk
service encounter, interaksi antara pelanggan dan kontak yang terjadi dalam
konteks satu kultur organisasi seperti juga lingkungan service organisasi secara
fisik. Service organisasi terbagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut:
1) Culture
Merupakan suatu pola kepercayaan dan harapan yang dibagi bersama oleh
norma-norma para anggota dan hasil-hasil organisasi dengan kuat dapat
membentuk perilaku dari individu atau kelompok-kelompok di organisasi. Culture
merupakan tradisi-tradisi dan kepercayaan-kepercayaan dari suatu organisasi yang
berbeda dengan organisasi lainnya.
2) Empowerment
Merupakan suatu struktur yang ideal dalam organisasi mempunyai strategi
pengawasan untuk mengurangi interaksi langsung dengan pelanggan, untuk itu
karyawan diberikan pelatihan, motivasi dan disediakan informasi tepat waktu
yang berbasis komputer yang dapat memungkinkan karyawan untuk mengatur
service encounter pada penyerahaan jasa.

5
3) Control Systems

Terdapat empat control systems didalam sebuah organisasi yaitu Belief,


Boundary, Diasnostic, dan Interactive. Empat control system ini akan mendorong
karyawan agar berfikir lebih kreatif dan inovatif.

B. Kontak Personel Mendominasi Pertemuan


Secara umum, penyedia jasa mencoba untuk membatasi wilayah dari
service encounter untuk mengurangi ketegangan mereka dalam memenuhi
permintaan konsumen. Sementara, pihak konsumen menginginkan proses
berlangsung dengan biaya yang seminimal mungkin dengan tingkat kepuasan
yang diinginkan. Perbedaan kepentingan ini perlu dikelola dengan sebaik
mungkin dalam konsep service encounter, terutama pengelolaan terhadap manusia
yang terlibat yang dalam hal ini yaitu karyawan dan konsumen.

C. Konsumen Mendominasi Pertemuan


Ciri spesifik jasa yang tidak dapat dibuat standartnya memungkinkan
konsumen mendominasi service encounter. Untuk jasa yang dapat
distandarisasikan, pelayanan mandiri adalah suatu pilihan yang memungkinkan
konsumen memberikan kontrol dalam situasi batasnya jasa yang tersedia. Pada
pelayanan mandiri ini, konsumen tidak membutuhkan kontak personel sama
sekali. Hasilnya akan lebih efisien dan sekaligus dapat memuaskan konsumen
yang membutuhkan pelayanan yang sangat sedikit atau tidak sama sekali.

2.2 Dimensi Service Encounter


Berikut ini adalah dimensi-dimensi dari service erncounter:
A. Daya Adaptasi Karyawan
Melayani pelanggan adalah memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Karena pelanggan memiliki latar belakang yang tidak sama, maka kebutuhan dan
keinginan pelanggan juga bervariasi. Tidak seperti di industri manufaktur, dimana
standarisasi relatif lebih mudah diimplementasikan. Di service encounter hal
tersebut tidak mudah dilaksanakan. Oleh karena itu beberapa peneliti dan praktisi
menekankan arti penting dari daya fleksibilitas dan adaptasi karyawan. Perilaku
karyawan yang adaptif dan fleksibel diharapkan mampu mengantisipasi

6
perubahan kebutuhan dan permintaan pelanggan. Karyawan memerlukan
kemampuan untuk mengenali kebutuhan pelanggan. Karyawan juga perlu
memahami perlakuan yang mana tidak pantas, yaitu perilaku yang menghasilkan
ketidakpuasan pelanggan.

B. Assurance
Zero defects di industri manufaktur pada dasarnya adalah sebuah usaha
untuk memberikan jaminan kepada pelanggan bahwa mereka dijamin akan
mendapat produk yang standar dari waktu ke waktu. Sebab, pelangan tidak mau
mengambil resiko bahwa produk yang mereka beli tidak sesuai dengan apa yang
mereka harapkan. Pelanggan membutuhkan kepastian. Maka, tidak mengherankan
apabila banyak penelitian dan praktek bisnis yang ditujukan untuk meningkatkan
persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa melalui pengembangan
dimensi assurance. Akan tetapi, perspektif tersebut hanya memperhitungkan
perasaan dari pelanggan saja, meniadakan perspektif perilaku dari service
employees.

C. Civility
Riset konsumen memberikan bukti empiris bahwa perilaku yang sopan
(civil behaviour) karyawan akan menghasilkan kualitas jasa yang
semakin favourable dan peningkatan persepsi kepuasan pelanggan. Ketika
perilaku karyawan: penuh perhatian, sopan, kooperatif, dan terlihat ingin sekali
mendengarkan apa yang diucapkan pelanggan, maka situasi tersebut akan
mengakibatkan peningkatan persepsi pelanggan terhadap kualitas
jasa. Sebaliknya, apabila karyawan terlihat tidak tertarik (disinterested), maka
persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa akan menurun.

D. Customer orientation
Untuk meningkatkan kinerja organisasi, orientasi pelanggan merupakan
salah satu cara yang banyak dipraktekkan. Paradigma ini menyoroti kebutuhan
organisasi untuk mendukung karyawan agar menghilangkan semua tindakan yang
bersifat mengorbankan (sacrifice) kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dalam
bahasa awam, hal tersebut dideskripsikan dalam terminologi “pelanggan adalah

7
raja”. Dilihat dari perspektif resiprositas, apabila karyawan memberi dukungan
pada kesejahteraan pelanggan maka pelanggan merasa memiliki obiligasi/hutang
untuk membalas tindakan tersebut. Tindakan balasan pelanggan diwujudkan pada
persepsi yang semakin tinggi terhadap kualitas jasa yang diberikan perusahaan.

E. Recovery
Keluhan merupakan sebuah pertanda adanya ketidakpuasan. Apabila hal
tersebut tidak ditindaklanjuti, pelanggan akan pindah ke pemasok dan/atau merek
produk atau jasa yang lain, berpartisipasi dalam word of mouth (WoM) negatif,
atau melakukan keluhan ke organisasi/pihak ketiga. Akan tetapi yang paling
berbahaya adalah: pelanggan tidak melakukan tindakan apapun kepada
organisasi. Secara diam-diam mereka menghukum organisasi dengan cara
“pindah” ke organisasi yang lain, yaitu: organisasi yang mereka yakini akan
memberikan kepuasan kepada mereka. Adanya perilaku “switching” secara diam-
diam ini menyebabkan organisasi tidak memiliki kesempatan untuk
mempertahankan pelanggannya. Organisasi tidak memiliki informasi apapun
mengenai mengapa mereka tidak puas.

F. Spontanitas
Bitner menyatakan bahwa kejutan yang berikan kepada pelanggan akan
meningkatkan customer retention dan persepsi terhadap kualitas jasa yang
diberikan oleh perusahaan. Riset empiris membuktikan bahwa “perlakuan khusus”
dari karyawan merupakan sumber dari kepuasan dan kualitas jasa.
misal: pelanggan diperlukan secara personal.

G. Teamwork
Bagi perusahaan jasa yang berkinerja tinggi, teamwork merupakan fokus
untuk menghasilkan value yang tinggi bagi pelanggan.Selain itu, dukungan dari
rekan kerja juga dapat memotivasi karyawan dan memungkinkan karyawan
menghasilkan kinerja layanan yang tinggi. Kehadiran community spirit di tempat
kerja merupakan sebuah penawar (antidote) yang powerful terhadap munculnya
efek service burnout.

8
H. Empati
Kemampuan berempati karyawan yang tinggi terhadap pelanggan
menghasilkan persepsi kualitas jasa yang tinggi di mata pelanggan. Empati
biasanya diperagakan oleh karyawan yang bersifat: approachable,
caring, understandi, dan membuat usaha/tindakan untuk memahami kebutuhan
pelanggan.

I. Reliability
Membahas studi mengenai kualitas jasa, ada satu variabel yang secara
konsisten menjadi penentu utama dari persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa,
yaitu: reliability. Karyawan harus memelihara konsistensi mereka dalam
memberikan jasa kepada pelanggan, bersifat dependable, dan akurat pada waktu
mengadakan dealing dengan pelanggan. Sebab, sifat intangibility dari produk
jasa membuat pelanggan sulit untuk mengevaluasi jasa tersebut sebelum
pelanggan mengalami pengalaman pengadopsian. Akibatnya, banyak ekspektasi
dan keputusan awal yang dibuat oleh pelanggan didasari oleh janji-janji yang
dibuat oleh perusahaan. Dengan perkataan lain, apabila karyawan dapat
memberikan layanan as reliably as possible dan doing things “right the first time”
maka pelanggan akan memiliki persepsi yang menyenangkan terhadap kualitas
jasa.

J. Responsiveness.
Zeithaml & Bitner mendefinisikan responsiveness sebagai keinginan untuk
menolong pelanggan dan menyediakan layanan secepat mungkin. Perilaku
karyawan yang responsiveness, menurut hasil penelitian akan meningkatkan
persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Apabila karyawan menolong pelanggan
dan secara cepat memberikan layanan yang menyenangkan, maka persepsi
pelanggan terhadap kualitas jasa akan meningkat.

K. Tangibles
Variabel tangibles merupakan representasi dari aspek-aspek fisik
dari service delivery, misal: estetika, kebersihan fasilitas, kerapihan karyawan
dalam berpakaian, dll. Pada awalnya mungkin agak membingungkan untuk

9
mengasosiasikan perilaku karyawan selama di service encounter dengan persepsi
pelanggan terhadap variabel tangibles. Akan tetapi, karyawan tetap bertanggung
jawab untuk memproduksi aspek-aspek fisik yang berkualitas tinggi pada
pelanggan. Misal: karyawan dapat membuat komitmen untuk berpakaian secara
pantas (sesuai norma bisnis), atau mempersembahkan fasilitas fisik yang bersih
selama proses di service encounter. Tindakan tersebut akan mempengaruhi
persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perusahaan. Jadi,
karyawan bisa memberikan kontribusi pada peningkatan persepsi pelanggan
terhadap kualitas jasa melalui variabel tangibles.

2.3 Mengelola Service Encounter


2.3.1 Mengelola Kualitas Internal
Keberhasilan sebuah organisasi dibidang jasa terlihat dari adanya kualitas
sumber daya manusia internal terutama pada posisi-posisi yang berhubungan
dengan pelanggan. Pelayanan yang baik dimulai dari karyawan (internal quality)
dan berakhir dengan profit atau penghasilan perusahaan melalui kepuasan
konsumen. Dalam mengelola kualitas internal, karyawan akan merasa puas dan
akan berdampak dalam memberikan pelayanan atau penanganan yang terbaik
kepada konsumen, karena organisasi berhasil menjadikan karyawan yang loyal
terhadappekerjaan.
Pelayanan yang baik akan menghasilkan konsumen yang puas dan sesuai
dengan konsep (relationship marketing), konsumen yang puas adalah suatu asset
yang diharapkan dapat menguntungkan perusahaan. Yang pada akhirnya akan
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dan termasuk pertumbuhan
penerimaan perusahaan.
Internal quality digambarkan oleh Hasketts dalam lingkaran yang biasa
disebut dengan Quality Wheel Herskett’s, seperti pada gambar dibawah ini:

10
Gambar 2.Operating Strategy And Service Delivery System

Model tersebut merupakan suatu proses yang dinamis, yang secara terus-
menerus membutuhkan perhatian, baik dari perusahaan maupun dari karyawan
dan konsumen. Kepuasan karyawan diukur dari sedikitnya karyawan yang
mengundurkan diri atau dengan tingkat produktifitasnya yang dapat ditentukan
antara lain dari pemahamannya terhadap budaya kualitas yang kadang-kadang
membutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu yang relative lama.
Investasi melalui program-program peningkatan sumber daya manusia
akan berkaitan langsung dengan kualitas jasa yang diberikan. Hal ini juga akan
berimbas pada pertumbuhan pendapatan perusahaan karena kepuasan dari
konsumen yang terus meningkat. Model dari Heskeet pada gambar 2 diatas
memberikan cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan budaya kualitas
diantara karyawan melaui program-program sebagai berikut:
A. Pengembangan Individual; misalnya dengan menyusun manual perintah
kerja, sehingga karyawan baru maupun karyawan lama dapat memperoleh
ketrampilan dan pengetahuan teknis yang dibutuhkan karena jelas apa yang
akan dikerja dan urutan-urutannya.
B. Melakukan Pelatihan Manajemen; dengan cara mengikutsertakan para
manajer dari tingkat atas, menengah ataupun bawah pada seminar-seminar
ataupun acara-acara lain guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mereka.
C. Menyusun Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dan Program

11
Pelaksanaan Dengan Jelas; perusahaan harus dapat mengidentifikasi
karyawan-karyawan yang potensial dengan mengamati mereka dalam
menjalankan tugas-tugas mereka. Mereka mungkin dapat menduduki posisi-
posisi penting yang memang layak untuk mereka sehingga mereka merasa
bahwa jenjang karier nya akan jelas dan ini juga akan berpengaruh kepada
semangat mereka dalam bekerja
D. Standar Kerja; perencanaan tenaga kerja maupun program peningkatan karir
tidak mungkin dilaksanakan apabila perusahaan tidak mempunyai standar
kinerja.
E. Survey Pendapat Yang Ditunjukan Kepada Karyawan; hal ini untuk
mendapatkan keluhan ataupun saran yang perlu untuk ditangani dan dicarikan
jalan keluarnya.
F. Pembagian Laba (Profit Sharing); adalah suatu cara yang sangat efektif
untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam bisnis jasa maupun bisnis non-
jasa.

2.4 Menghindari Kegagalan Service Encounter


Kegagalan service encounter dalam sistem penyampaian jasa dapat
menyebabkan ketidakpuasan pelanggan dalam service encounter. Terdapat empat
hal umum sebagai sumber dari kepuasan ataupun ketidakpuasan pelanggan
didalam service encounter, adalah sebagai berikut:
A. Recovery (Pemulihan), merupakan respon karyawan terhadap kegagalan
sistem penyerahan jasa.
B. Adaptability (Kemampuan beradaptasi), merupakan respon karyawan terhadap
permintaan dan kebutuhan konsumen.
C. Spontaneity (Spontanitas), merupakan tindakan karyawan secara spontan dan
tanpa harus diminta.
D. Coping (Menghadapi), merupakan respon karyawan terhadap masalah yang
dihadapi pelanggan.

Kegagalan respon terhadap empat hal diatas akan mengakibatkan


ketidakpuasan pelanggan ataupun konsumen. Oleh karena itu, pemahaman

12
perilaku pelayanan umum sangat penting untuk mengantisipasi ketidakpuasan
pelanggan terhadap service encounter. Hal-hal yang dapat dilakukan dan yang
tidak harus dilakukan dalam pelayanan dituangkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Perilaku Yang Harus Dilakukan Dan Tidak Dilakukan Secara Umum
DalamPelayanan

Aspek Dilakukan Tidak Dikukan


Mengakui adanya masalah Mengabaikan pelanggan
Menjelaskan penyebab- Menyalahkan pelanggan
penyebab
Minta maaf Meninggalkan Pelanggan untuk
Recovery
menghindarinya
Ganti kerugian / perbaikan Penurunan jabatan bagi
karyawan
Pilihan-pilihan pemecahan Bertindak jika tidak ada hal
masalah yang bersalah
Mengambil tindakan sebagai Menghindari kewajiban
tanggungjawab
Kesungguhan dalam mengenali Mengabaikan pelanggan
kebutuhan pelanggan
Mengakui Berjanji, tetapi tidak
menepatinya
Adaptability Mengantisipasi Menunjukkan keengganan
untuk mencoba
Berusaha untuk mengakomodasi Mempersulit pelanggan
Menyesuaikan diri dengan Menertawakan pelanggan
system
Menjelaskan aturan/kebijakan Menghindari tanggung jawab
Mengambil tindakan sebagai Menghindari kewajiban
tanggungjawab
Tidak terburu-buru Menunjukkan ketidaksabaran
Penuh perhatian Mengabaikan
Mengantisipasi segala kebutuhan Bersorak/ terawa/Bersumpah
Spontaneity
serapah
Memperhatikan pelanggan Mengalihkan perhatian dari
pelanggan
Menyediakan informasi Membeda-bedakan
Memperlihatkan sikap empati Acuh

13
Memperhatikan pelanggan Membuat pelanggan tidak puas
Coping Berusaha untuk mengakomodasi Membiarkan pelanggan yang
Menjelaskan tidak puas mempengaruhi yang
lainnya

Karakteristik jasa yang tidak berwujud menjadi masalah lain, karena riset
menunjukkan bahwa harapan pelanggan bersifat lebih tinggi untuk jasa yang tidak
dapat diraba dibandingkan dengan produk. Hal itu menjadi suatu tantangan bagi
suatu organisasi sebagai contoh adalah hotel, rumah makan (restoran), dan lainya
untuk menambahkan lebih banyak keadaan tangible (nyata yang dapat dirasakan
oleh panca indera) di dalam service encounter untuk mengurangi adanya ketidak
singkronan terhadap harapan pelanggan. Untuk itu, penyedia jasa dapat
menambahkan lebih banyak keadaan tangible ketika penyerahan jasa dengan
mempertunjukkan secara langsung proses jasa kepada pelanggan. Sebagai contoh:
Di suatu pengaturan rumah makan, penyedia jasa dapat menyajikan secara
langsung proses persiapan dan memasak makanan kepada para tamu sehingga
mereka bisa merasakan proses dan melihat bagaimana makanan itu disiapkan.
Hal lain yang perlu pertimbangan yaitu komunikasi verbal maupun
nonverbal ketika mengelola service encounter. Hal tersebut antara lain adalah
penampilan karyawan dengan karakteristik yang afektif seperti friendliness,
responsiveness, and enthusiasm positively influences customer’s overall
evaluation of service encounter and perceptions of service quality. Teori
menjelaskan bahwa sikap karyawan yang meliputi keakraban, respon yang
cepat, dan antusias yang positif yang dapat mempengaruhi pelanggan secara
menyeluruh dalam penilaian service encounter dan persepsi terhadap kualitas jasa.
Selain itu komunikasi verbal dan nonverbal antara penyedia jasa dan konsumen
berpengaruh terhadap pelanggan dengan perasaan subjektif, yang pada gilirannya
dapat mempengaruhi penilaian terhadap service encounter.
Komunikasi verbal merupakan suatu bentuk komunikasi, di mana pesan
disampaikan secara lisan atau tertulis menggunakan suatu bahasa. Sedangkan
komunikasi nonverbal adalah kumpulan isyarat, gerak tubuh, intonasi suara,
sikap, yang memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi tanpa kata-kata.
Ada beberapa komunikasi nonverbal dalam service encounter, diantaranya

14
adalah sebagai berikut:
1. Kinesics (gerakan tubuh); body movements such as eye contact, nodding,
hand shaking, smiling and adopting a relaxed and open posture; (kontak
mata, mengangguk, gerakan tangan, tersenyum, dan postur tubuh yang
tegak dan seimbang).
2. Paralanguage (keanekaragaman bahasa); vocal pitch, vocal loudness or
amplitude, pitch variation, pauses and fluency; (nada suara, berbicara
dengan perlahan, perbedaan nada suara, adanya jeda ketika berbicara dan
kelancaran bicara).
3. Proxemics (jarak dalam berinteraksi); the distance and relative postures
of the service provider and customer, and particularly the use of touch.
(jarak yang relatif antara postur tubuh penyedia jasa dan konsumen, dan
menggunakan sentuhan ketenangan).
4. Physical appearance (penampilan secarafisik).

2.5 Technology Infusion Strategy Service Encounter


Dalam era kompetisi global dan perdagangan bebas seperti saat ini,
hampir semua perusahaan bersaing berdasarkan layanan pelanggan dan
penawaran jasa. Service encounter berperan secara krusial dalam semua industri,
termasuk industri yang secara tradisional tidak dipandang sebagai industri jasa.
Sejumlah riset menunjukkan bahwa service encounter bisa berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pelanggan, minat pembelian ulang, komunikasi getok tular,
relationship quality, dan loyalitas pelanggan. Di sisi lain, setiap service encounter
bisa pula menjadi sumber timbulnya ketidakpuasan pelanggan. Kegagalan service
encounter bisa menimbulkan biaya-biaya signifikan bagi perusahaan, misalkan
menyampaikan ulang layanan, mengompensasi pelanggan atas kinerja yang
buruk, kehilangan pelanggan, dan komunikasi getok tular yang negatif.
Layanan atau jasa sebagai fondasi service encounter,bisa dijumpai dalam
tiga bentuk utama sebagai berikut:
1. Layanan pelanggan, seperti menjawab pertanyaan pelanggan, menangani
pesanan, menampung dan meresponkomplain.
2. Free value-added services yang melengkapi, mendukung dan

15
meningkatkan utilitasbarang.
3. Jasa sebagai produk utama yang dijual, seperti hotel, bank, asuransi, dan
perusahaanpenerbangan.

Teknologi dapat dimanfaatkan secara efektif untuk meningkatkan dan


memuaskan pengalaman service encounter pelanggan. Teknologi berpotensi besar
sebagai enabler kepuasan service encounter, baik bagi pelanggan maupun
karyawan. Adapun Technology infusion strategy adalah meliputi sebagai berikut:

A. Customization and Flexibility Strategy


Kebanyakan pelanggan mengharapkan dan menuntut fleksibilitas dan
customization dalam service encounter yang menginginkan layanan yang sesuai
dengan kebutuhan individualnya. Teknologi memainkan peran penting dalam
meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengadaptasikan atau
mempersonalisasikan penawaran layanan dalam bentuk database canggih.
Teknologi semacam ini mampu meningkatkan nilai pengalaman pelanggan
melalui kecepatan, fleksibilitas dan akurasi layanan.

B. Effective Service Recovery Strategy


Salah satu peran kunci teknologi adalah menfasilitasi dan mendorong
konsumen agar menyampaikan setiap keluhan atau komplainnya secara langsung
kepada pihak perusahaan. Riset menunjukkan bahwa hanya sekitar 5-10 persen
pelanggan yang tidak puas yang memilih untuk menyampaikan komplain setelah
terjadi kegagalan jasa. Dalam konteks ini, teknologi mutakhir mampu
meningkatkan aksesibilitas pelanggan terhadap staff layanan pelanggan dan
penjualan, misalnya melalui e-mail, blog, fax, telepon genggam, dan saluran
telepon bebas pulsa. Pemakaian internet juga dapat menfasilitasi penyampaian
keluhan dari pelanggan ke perusahaan dan dari pelanggan ke pelanggan lain.
Sementara itu, para karyawan bisa menggunakan dukungan teknologi (database)
intuk menangani dan memulihkan kegagalan jasa secara cepat dankomprehensif.

C. Spontanious Delight Strategy


Salah satu cara efektif unutk memuaskan pelanggan selama service
encounter adalah memberikan pengalaman menyenangkan yang tak terduga,
kejutan menyenangkan ini disebut spontaneous delight yaitu jaringan perusahaan

16
yang memiliki database ekstensif jumlah pelanggan. Setiap file berisi preferensi
unik pelanggan individual dan diperbaharui oleh karyawan yang mengidentifikasi
adanya preferensi atau kebiasaan baru.

Peranan teknologi bisa memberikan manfaat substansi bagi perusahaan


dan pelanggan. Akan tetapi tidak semua pelanggan akan antusias dengan
peningkatan peran teknologi dalam service encounter, masih banyak pelanggan
yang menyukai aspek sosial dalam interaksi secara langsung dengan penyedia
layanan atau pelanggan lain selama service encounter. Oleh sebab itu, penyedia
layanan harus memberikan kebebasan dan kemudahan bagi para pelanggan untuk
memilih antara technology- based encounters atau interpersonally-based
encounters. Melalui cara ini, perusahaan bisa melayani dan memuaskan
kebutuhan segmen pelanggan yang berbeda.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Karakteristik jasa yang tidak berwujud menjadi suatu masalah, karena riset
menunjukkan bahwa harapan pelanggan bersifat lebih tinggi untuk jasa yang tidak
dapat diraba dibandingkan dengan produk. Pengelolaan Service Encounter
merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan didalam sebuah perushaan jasa
untuk mencapai kepuasan dari konsumen. Hal ini dikarenakan didalam service
encounter akan terdapat moment of truth yaitu mengenai persepsi ataupun
penilaian dari konsumen apakah jasa yang di berikan memusakan konsumen atau
malah sebaliknya. Salah satu kunci dari kesuksesan service encounter yang baik
adalah sumber daya yang berada didalamnya. Sumber daya ini adalah pihak-pihak
internal dari perusahaan itu sendiri. Sehingga jika perusahaan ingin mendapatkan
kepuasan konsumen melalui service encounter yang baik, perusahaan harus
mengelola atau mengatur bagian dari internal perusahaan itu sendiri, terutama
pada bagian yang memiliki kontak dekat dengan konsumen yaitu para karyawan.
Sikap karyawan yang meliputi keakraban, respon yang cepat, dan antusias
yangpositif terhadap konsumen perlu diperhatikan karena itu adalah hal yang
menjadi penilaian konsumen atas pelayanan yang diberikan di perusahaan
tersebut.

3.2 Kritik Dan Saran


Dari paparan materi yang penulis uraikan diatas, maka penulis
memberikan saran bagi:
Bagi Perusahaan (Bidang Bisnis Jasa)
Untuk menciptakan kepuasan konsumen, perusahaan jasa sangat perlu
untuk mengelola service encounter. Hal yang dapat dilakukan adalah mengelola
internal terutama karyawan yang berhubungan langsung dengan konsumen.
Pengelolaan tersebut dapat berupa pelatihan dan juga pendidikan mengenai
bagaimana cara membuat pelanggan puas.

18
Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa sangat perlu mempelajari materi mengenai Titik Temu
Jasa (Service Encounter) karena nantinya setiap individu termasuk para
mahasiswa akan masuk ke dalam dunia kerja yang tidak menutup kemungkinan
akan berhadapan dengan kepuasan konsumen sehingga kita perlu untuk
mempelajari bagaimana cara mengelola service encounter agar kepuasan
konsumen tercapai.

19
DAFTAR RUJUKAN

Jasfar, Farida. 2009. Manajemen Jasa Pendekatan Terpadu. Ghalia Indonesia :


Jakarta.
Raharso, Sri. 2008. Service Encounter : Meningkatkan Persepsi Kualitas Jasa
Melalui Perilaku Karyawan. Artikel. (Online).
(https://sriraharso.wordpress.com/2008/11/22/service-encounter/). diakses
9 Februari 2017.
Universitas Pendidikan Indonesia. 2016. Konsep Service Encounter. Artikel.
(Online).
(http://aresearch.upi.edu/operator/upload/s_pe_045734_chapture2.pdf).
diakses 9 Februari 2017.

20

Anda mungkin juga menyukai