Referat CA Paru
Referat CA Paru
KANKER PARU
Disusun oleh :
Nurzanah C Primadani
1102011167
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Pasar Rebo
Pembimbing :
dr. Syafrizal, Sp. P
PENDAHULUAN
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan
terdapat 169.400 kasus baru ( merupakan 13 % dari semua kanker baru yang terdagnosis)
dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), di inggris
prevalensi kejadiannya mencapai 40.000 per tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Dharmais Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3
sesudah kankerpayyudara dan leher rahim. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh
duniamencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya. Karena sistem pencatatan kita
yang belum baik prevalensi pastinya belum diketahui tapi klinik tumor dan paru Rumah Sakit
1
merasakan benar peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidennya naik
dengan cepat antara lain karena konsumsi rokok berlebihanseperti di Chinayang
mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker mengenai pria (65%) life time risk
1:13 dan pada perempuan 1:20.
KANKER PARU
2.1 DEFINISI
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor
di paru). Namun dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kanker paru adalah kanker paru
2
primer, yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus
(bronchogenic carcinoma).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering,berkisar 20%
dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari
semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Di Inggris rata-
rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan insidensi kanker paru pada laki-laki
tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305 dengan rata-rata 91.537 orang meninggal
karena kanker.19 American Cancer Society mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat
pada tahun 2010 sebagai berikut :20- Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan
Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada lakilaki
dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus kematian karena kanker. Risiko
terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada lakilaki dibandingkan perempuan dan
risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa insidensi kanker paru 7 dari 100.000 lakilaki
dan 3 dari 100.000 perempuan pada usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi
440 pada lakilaki dan 72 pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik
yang luas juga dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang
bervariasi di seluruh dunia.19 Di Indonesia data epidemiologi belum ada. Di Rumah Sakit
Persahabatan jumlah kasus tumor ganas intratoraks cukup sering ditemukan. Kekerapan
3
kanker paru di rumah sakit itu merupakan 0.06% dari jumlah seluruh penderita rawat jalan
dan 1.6% dari seluruh penderita rawat inap.
Banyak penelitian menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab utama kanker paru,
dengan periode laten antara dimulainya merokok dengan terjadinya kanker paru adalah 15-50
tahun. Selain itu, jumlah pack rokok dalam 1 tahun yang dihabiskan dan usia dimulainya
merokok, sangat erat dihubungkan dengan risiko terjadinya kanker paru. Variasi geografik
dan pola dari insidensi kanker paru baik pada laki-laki maupun perempuan berhubungan
dengan kebiasaan merokok. Di Asia kebiasaan merokok masih tinggi, tetapi angka kebiasaan
merokok pada lakilaki berkurang. Angka kebiasaan merokok pada perempuan Asia masih
Penyebab lain dari kanker paru adalah polusi udara, paparan terhadap arsen, asbestos, radon,
beryllium, cadmium, dan vinyl chloride. Insidensi kanker paru yang lebih tinggi juga
genetik juga memegang peranan dalam etiologi kanker paru.
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85%
dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia,
diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
4
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap
asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua
kali (Wilson, 2005). Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika
Serikat terjadi pada perokok pasif (Stoppler,2010).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil
bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali
lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat
sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih
tinggi. Hal ini,sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi
udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan
dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
5
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik
hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker
paru di antara pekerja yang menangani asbes kirakira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium
meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet
selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada
protoonkogen dan gengen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga
gengen Kras dan myc) dan menonaktifkan gengen penekan tumor (termasuk gen rb, p53,
dan CDKN2) (Wilson, 2005). g. Penyakit paru Penyakit paru seperti tuberkulosis dan
penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan
penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker
paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).
6
Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat bervariasi. Faktor
faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening di berbagai lokasi, dan
keterlibatan berbagai organ jauh dapat mempengaruhi manifestasi klinis kanker paru.22
Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi :
2.4.1 Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum.
Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala karsinoma sel bronkoalveolar
(bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada hampir
50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor
atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding dada atau mediastinum.
kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan pneumonia segmental mungkin terjadi karena lesi
obstruktif dalam saluran nafas. Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya
tumor bronkial obstruksi. Stridor
dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.
2.4.2 Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke struktur/organ
sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh keterlibatan pleura atau
perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat
7
menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum
dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena kava superior dari eksternal. Dengan
demikian pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena kava superior, yaitu nyeri
kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti, pelebaran venavena dada. Tumor
Horner, melibatkan pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan
atrofi dari otototot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus
rekurens yang berjalan di atas arcus aorta dan menyebabkan suara serak dan paralisis pita
suara kiri. Invasi tumor langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat
menyebabkan kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.
2.4.3 Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kirakira 1020% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik. Biasanya
hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat hormon/peptida yang
dihasilkan oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejalagejala seperti mudah
lelah, mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti galaktorea
(galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada karsinoma sel kecil dan beberapa
dan hormon paratiroid. Walaupun kadar peptidepeptida ini tinggi pada pasienpasien kanker
paru, namun hanya
8
sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan
hypertrophic pulmonary osteoarthropathy (HPOA) juga termasuk manifestasi non metastasis
dari kanker paru. Neuropati perifer dan sindroma neurologi seperti sindroma miastenia
LambertEaton juga dihubungkan dengan kanker paru.
2.4.4 Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan sebelumnya) sering
mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan metastasis ke hepar sering mengeluhkan
penurunan berat badan. Kanker paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang,
otak, dan kulit. Keterlibatan organorgan ini dapat menyebabkan nyeri local. Metastasis ke
tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung melibatkan tulang iga, vertebra,
humerus, dan tulang femur. Bila terjadi metastasis ke otak, maka akan terdapat gejalagejala
neurologi, seperti confusion, perubahan kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening
supraklavikular dan servikal anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan sebaiknya dinilai
secara rutin dalam mengevaluasi pasien kanker paru.
9
2.5. GAMBARAN KLINIS KANKER PARU
Pada fase awal kebanyakan kaner paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila
10
Lokal (tumor tumbuh setempat ):
- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis.
- Hemoptisis
- Mengi (wheezing,stridor) karena ada obstruksi saluran napas
- Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
- Atelektasis
Invasi local :
- Nyeri dada
- Dispnea karena efusi pleura
- Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
- Sindrom vena cava superior
- Sindrom Horner (Facial anhidrosis,ptosis,miosis)
- Suara serak, karena penekanan pada nervus laryneal recurrent
- Sindrom pancoast, karena ivasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis
Gejala Penyakit Metastasis:
- Pada otak, tulang, hati, adrenal
- Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
Sindrom Paaneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala :
- Sistemik : penurunan Berat Badan, anoreksia, demam
- Hematologi : Leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
- Hipertrofi osteoartropati
- Neurologik : demam, ataksia, tremor, neuropati perifer
- Neuromiopati
- Endokrik : Sekresi berebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
- Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
- Renal : Syndrome of Inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
2.6. DIAGNOSIS
Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah lesi intra
torakal tersebut sebagai tumor jinak atau ganas. Bila fasilitas ada dengan teknik Positron
Emission Tomography (PET) dapat dibedakan antara tumor jinak dan ganas serta untuk
menentukan staging penyakit. Kemudian tentukan apakah letak lesi sentral atau perifer , yang
bertujuan untuk menentukan bagaimana cara pengambilam jaringan tumor. Untuk lesi yang
biopsy/aspirasi dan tuntnan USG atau CT scan akan memberikan hasil yang lebih baik.
Sedangkan untuk lesi sentral, langkah pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi
11
sputum diikuti bronkoskopi fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor (T),
kelenjar getah bening torakal (N) dan metastasis ke organ lain (M).
12
Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat.
Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk
disertai dahak yang banyak dan kadangkadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara
pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia
merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien
tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat
karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
Pemeriksaan Fisik
dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tandatanda obstruksi
parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.
Pemeriksaan laboratorium
ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal
paru atau pemeriksaan analisis gas. b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan
oleh kanker paru pada organorgan lainnya. c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang
13
ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun
oleh karena metastasis.
Radiologi
mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran
tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain. Pemeriksaan radiologi dapat
dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat
dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara
jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga
struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga
mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang
tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang
tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada
jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada
stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab
peradangan. Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk
14
mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling
sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif.
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya
sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada
golongan risiko tinggi.
Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa
bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah
dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai
oleh ujung bronkoskop.
Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada
paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk
menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak
tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan
dengan tumor.
15
Staging yang dibuat oleh the International System for Staging Lung Cancer, serta
diterima oleh The AmericanJoint Comittee on Cancer (AJCC) dan the Union Internationale
Contrele Cancer (UICC), membuat klasifikasi kanker paru pada tahun 1973 dan kemudian
direvisi 1986 dan terakhir pada tahun 1997. Staging kanker paru dapat dilakukan secara : 1)
TNM), 4) Retreatment (r TNM), 5) Autopsi (a TNM) Bahan makanan yang perlu dibatasi
adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak
Kanker paru sekunder adalah kanker yang bermetastasis ke paru-paru, sedangkan primernya
berasal dari luar paru. Insiden kanker paru sekunder adalah 9,7% dari seluruh kanker paru.
Diperikiran 30% dari semua neoplasma akan bermetastasis ke paru. Insiden tumor yang
Sedangkan gambaran yang ditimbulkannya bisa sebagai nodul soliter yang ditimbulkannya
bisa sebagai nodul soliter yang sering terdapat pada kolon, kanker ginjal, kanker testis,
kanker payu dara, sarkoma dan melanoma. Tetapi gambaan terbanyak (75%) adalh lesi
multiple. Metastasis ke paru jarang memberikan keluhan atau gejala, misalnya btauk atau
hemoptisis, karena lesi metastasis jarang menginvasi bronkus. Keluhan yang sering terjadi
adalah sesak.
Masalah bisa timbul bila didapatkan nodul soliter pada pasien yang diketahui menderita
kanker pada tempat lain. Biasanya nodul soliter tersebut dianggap kanker paru primer,
apalagi bila pasien berusia lebih dari 35 tahun dan faktornya risikonya tinggi.
16
2.8. PENGOBATAN
- Rawat Rumah (Hospice Care) pada kasus terminal: Mengurangi dampak fisik
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factors obat anti
Terdapat beda fundamental perangkai biologis Non Small Cell Lung Cancer
(NSCLC) dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatan harus
dibedakan
NSCLC
Staging TNM yang didasarkan ukuran Tumor (T) kelenjar getah bening yang
terlibat (N) dan ada tidaknya metastasis bermanfaat sekali dalam menentukan tatalaksana
NSCLC ini. Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan
perhatian khusus kepada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi dan seletal. Hitung
jenis sel darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan
Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan utama pada stadium I atau II
pada pasien dengan sisa cadangan parenkim parunya yang adekuat. Reseksi paru biasanya di
toleransi baik bila prediktif “post reseksi FEV” yang didapatkan dari pemeriksaan spirometri
17
preoperatif dan kuantitaif ventilasi perfusi scanning melebihi 1000 ml. Luasnya penyebaran
intra torakal yang ditemui saat operasi menjadi pegangan luas saat prosedur operasi yang
dilaksanakan. Survival pasien yang dioperasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II
26-37% dari II a 17-36,3%. Pada stadium III A masih ada kontrovesi mengenai keberhasilan
operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis.
Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined Modality Therapy yaitu
gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan
RADIOTERAPI
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi seperti
Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post radiasi,
sedangkan pneumonitis post radiasi jarang terjadi(<10%). Radiasi dengan dosis paruh yang
bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang inoperabel tapi belum disokong
data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan memperpanjang survival sampai sapai 20%
dengan cara radiasi dosis paruh ini didapat dari kasus-kasus stadium I usia lanjut, kasus
dengan penyakit penyerta sebagai penyulit operasi atau pasien yang menolak dioperasi.
Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat setelah tumor
sudah merambat sebatas sayatanoperasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk
diberikasn. Radiasi preoperasi untuk mengecilkan tumor agar misalnya pada reseksi pada
reseksi lebih komplit pada pancoast tumor agar atau stadium III b di laporkan bermanfaat dari
beberapa sentra kanker. Radiasi paliatif, pada kasus sindrom vena cava superior atau kasus
18
dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter,
atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis kranium dan tulang, juga amat bergana.
KEMOTERAPI
Prinsip Kemoterapi. Sel kanker memuliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi
dibandingkan sel normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proloferasi tinggi. Sitostatika
kebanyakan efektif terhadap sel bermitosis. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
Penurunan dosis sitostatika dimana penurunan dosis sebesar 20% akan menurunkan angka
harapan sembuh sekitar 50% c) Penurunan intensitas obat dimana jumlah obat yang diterima
selama kurun waktu tertentu kurang. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, dosis obat harus
diberikan secara oprimal dam sesuai jadwal pemberian. Kecuali terjadi hal-hal yang jika
rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah tepi yang akan
menggantikan sel induk darah akibat mieloblatif. Penilaian respon pengobatan kanker dapat
dibagi menjadi lima golongan seperti : a) remisi komplit, tidak tampak seluruh tumor terukur
atau lesi terdeteksi selama lebih dari 4 minggu b) remisi parsial, tumor mengecil >50% tumor
terukur atau >50% jumlah lesi terdeteksi menghilang c) stable disease pengecilan 50% atau
<25% membesar d) progresif tampak beberapa lesi baru atau >25% membesar
Kemoterapi digunakan untuk terapi baku untuk pasien mulai dari stadium III A dan
19
Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional
tumor dapat direseksi lengkap. Cara pemberian diberikan setelah terapi lokal. Terapi definitif
kemoterapi.
radioterapi mulai dari stage III (unresectable locoregional). Pemberian kemoterapi bersama-
sama radioterapi.
Pemilihan Obat
Kebanyakan obat sitostatik mempunya aktivitas cukup baik pada NSCLC dengan
tingkat respon antara 15-33% walaupun demikian penggunaan obat tunggal tidak mencapai
remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telahbanyak diteliti untuk meningkatkan ingkat
dan prokarbasin, tingkat respons regimen ini 26%. Beberapa protokol resimen lainnya
Obat Lain
Obat obat baru saat ini telah banyak dihasilkan dan dicobakan sebagai obat tunggal
cukup menjanjikan, begitu juga bila dimasukkan ke regimen lama membentuk regimen baru.
20
Mula-mulayang dikembangkan adalah protokol CAP (siklofosfamid,doksorubisin,
dan cisplatin)
Kemoradioterapi konkomitan
Mula mula protokol yang digunakan adalah protokol dengan basis cisplatin misalnya
menjadi protokol EFP. Hasilnya dengan FP 68% menjadi komplit resectable sedangkan
dengan EFP komplit resctable menjadi 76% sementara pada EP 65% menjadi komplit
resectable.
Terapi Biologis
Terapi Gen
Akhir-akhir ini dikembangkan penyelasaran gen (Chimeric) dengan cara transplantasi
kuratif (kombinasii kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20% serta
2. Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon terapi insisial
sebesar 60-70% dan angka respon terapu komplit sebesar 20-30%. Angka mendian survival
time untuk limited stage disease adalah 18 bulan dan untuk extensive-stage disease adalah 9
bulan.
2.9 PROGNOSIS
- Small Cell Lung Cancer (SCLC)
21
-Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan hidup
rata-rata (median survival time) yang tadinya <3bln meningkat menjadi 1 tahun.
- Pada kelompok Limited Disease keungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2 tahun,
-Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari penyakit
-Dibandingkan dengan jenis lain NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah seburuk yang
lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan hidup 5 tahun setelah
-Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma 35-40% pada stadium ! ; 10-
15% pada stadium II dan kurang dari 10% pada stdium III
-Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor bervariasi, dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun,
dimana hal ini sangat bergantung pada : 1 Perfomance status (skala karnofsky) 2. Luasnya
PENCEGAHAN
22
dari kelompok perokok yang berudaha berhenti merokok, hanya 30% yang
berhasil.
kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan kemopreventif ini masih
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin, Z., 2006. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, A.W., Setryohadi, B., Alwi, I.,
23
Simadibrata, M.K., Setiati, S. Ilmu Penyakit Dalam.Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1005-1010.
24