Prurigo G4A018102
Prurigo G4A018102
“PRURIGO”
Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK
Disusun Oleh :
Rahmat Yusuf Arifin
G4A018102
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Rahmat Yusuf Arifin
G4A018102
Mengetahui,
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan atas berkat rahmat dan
anugerahnya sehingga penyusunan presentasi kasus dengan judul “Prurigo” ini
dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan
kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Tidak lupa
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke Putranti., Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di RSUD Margono Soekarjo
3. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas
semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun diluar lingkungan RSUD Margono Soekarjo.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan..........................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................iii
Daftar Isi...............................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
II. LAPORAN KASUS.......................................................................................2
A. Identitas Pasien...........................................................................................2
B. Anamnesis...................................................................................................2
C. Status Generalis..........................................................................................3
D. Status Dermatologi.....................................................................................4
E. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................5
F. Resume........................................................................................................5
G. Diagnosis Kerja..........................................................................................6
H. Diagnosis Banding......................................................................................6
I. Penatalaksanaan..........................................................................................7
J. Prognosis......................................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.......................................................................................................8
B. Epidemiologi...............................................................................................8
C. Etiologi........................................................................................................9
D. Patogenesis.................................................................................................10
E. Gejala Klinis ..............................................................................................12
F. Penegakan Diagnosis...................................................................................13
G. Penatalaksanaan..........................................................................................15
H. Prognosis....................................................................................................17
III. PEMBAHASAN............................................................................................18
IV. KESIMPULAN..............................................................................................19
Daftar Pustaka.....................................................................................................20
4
I. PENDAHULUAN
5
II. LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdri. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 14 Tahun
Alamat : Karangpucung
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 16 Maret 2020
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal di kedua kaki
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang untuk kontrol ke poli umum Puskesmas Purwokerto
Selatan dengan keluhan terdapat bintil-bintil merah dan kehitaman disertai
rasa gatal di tungkai kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Keadaan ini
awalnya timbul setelah makan telur sehingga timbul bintil-bintil
kemerahan kecil pada daerah tungkai, kemudian karena gatal pasien
menggaruknya sehingga luka dan menghitam. Gatal dirasakan tidak
bertambah pada saat berkeringat ataupun pada malam hari. Pasien
mengaku memiliki riwayat gatal saat mengkonsumsi makanan tertentu
yaitu telur.
Sebelumnya keluhan sudah pernah dirasakan sejak lama saat pasien
masih kecil namun sifatnya hilang timbul dan sering kambuh dan sembuh
sendiri. Pasien terakhir kali berobat satu bulan yang lalu di puskesmas
dengan keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan yang sama diakui
b. Riwayat pengobatan di Puskesmas (+) 1 bulan yang lalu
c. Riwayat alergi diakui
d. Riwayat penyakit asma disangkal
e. Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal
6
f. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat keluarga dengan alergi disangkal
c. Riwayat keluarga dengan asma disangkal
d. Riwayat keluarga dengan penyakit kulit disangkal
e. Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang pelajar di salah satu SLTP. Pasien mandi 2
kali sehari dan berganti pakaian setiap hari.
C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Kesan Baik, BB: 30 kg, TB: 140 cm
Vital Sign : Nadi : 87 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, Murmur (-),Gallop(-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-),
wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )
7
D. STATUS DERMATOLOGI
Lokasi : Tungkai kanan dan kiri.
Effloresensi : Papul pustul eritematosa disertai krusta di regio cruris, dan
pedis bilateral ; makula hiperpigementasi di regio cruris,
dan pedis bilateral
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan patch test, pemeriksaaan biopsy lesi
F. RESUME
Keluhan terdapat bintil-bintil merah dan kehitaman disertai rasa
gatal di tungkai kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Keadaan ini awalnya
timbul setelah makan telur sehingga timbul bintil-bintil kemerahan kecil
pada daerah tungkai, kemudian karena gatal pasien menggaruknya
sehingga luka dan menghitam. Gatal dirasakan tidak bertambah pada saat
berkeringat ataupun pada malam hari. Pasien mengaku memiliki riwayat
gatal saat mengkonsumsi makanan tertentu yaitu telur. Sebelumnya
keluhan sudah pernah dirasakan sejak lama saat pasien masih kecil namun
sifatnya hilang timbul dan sering kambuh dan sembuh sendiri.
Pasien mempunyai riwayat alergi telur. Kelurga tidak ada yang
mempunyai keluhan serupa. Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya.
Pasien adalah seorang pelajar di salah satu SLTP. Pasien mandi 2 kali
8
sehari dan berganti pakaian setiap hari. Pasien berobat merupakan pasien
bpjs. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, BB
30 kg dan TB 140 cm. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pemeriksaan status lokalis didapatkan efloresensi Papul pustul eritematosa
disertai krusta di regio cruris, dan pedis bilateral ; makula
hiperpigementasi di regio cruris, dan pedis bilateral.
G. DIAGNOSA KERJA
Prurigo Nodularis
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis atopik
2. Skabies
3. Dermatitis herpetiform
I. PEMERIKSAAN ANJURAN
Usulan pemeriksaan penunjang ; patch test dan pemeriksaaan biopsi lesi
J. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang
dideritanya
b. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan
c. Hindari faktor pencetus seperti memakan telur.
d. Hindari trauma mekanis (menggaruk) yang dapat
menyebabkan luka
e. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan
sesuai petunjuk dokter
2. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) Siklosporin 2.5 mg/kgbb/ hari.
2) Antihistamin : Cetirizin tab 10 mg 1 kali per hari
9
b. Topikal:
Kalsipotriol 0.005% cream/salep 2 kali per hari
K. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad kosmeticum : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
10
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Prurigo nodularis merupakan penyakit kulit kronik yang secara klinis
ditandai dengan nodul gatal yang hebat dan secara histologis ditandai dengan
hiperkeratosis dan akantosis, dengan penonjolan dibawah lapisan epidermis.
Prurigo nodularis merupakan bagian dari ekzema (dermatitis). Pada beberapa
kasus prurigo nodularis didapatkan adanya riwayat dermatitis atopi atau
bentuk lain dari dermatitis (Burns, T, et al, 2010).
B. Epidemiologi
Prurigo nodularis muncul pada semua usia, terutama pada usia antara
20 sampai 60 tahun. Prevalensi pria dan wanita sama. Namun, pada beberapa
penelitian menyatakan bahwa prevalensi prurigo nodularis pada perempuan
lebih sering terjadi daripada laki-laki, dan pada laki-laki akan mengalami
keadaan yang berat (Fostini, AT, et al, 2013). Pasien dengan riwayat
dermatitis atopi (prurigo nodularis atopi) akan memiliki onset yang lebih
cepat terkena pada usia lebih muda dibandingkan yang tidak memiliki
riwayat dermatitis atopi (prurigo nodularis non atopi) (Goldsmith, LA, 2012).
Prurigo nodularis atopi menunjukkan keadaan hipersensitivitas pada
alergen yang merupakan pemicu timbulnya prurigo. Sedangkan prurigo
nodularis non atopi terjadi pada usia tua dan karena kurangnya respon
kutaneus terhadap alergen. Prurigo nodularis tidak menyebabkan peningkatan
mortalitas, namun mengurangi kualitas hidup karena morbiditas psikososial
yang bersifat kronik, terus-menerus, dan gejala gatal yang hebat (Vaidya,
DC, 2011).
C. Etiologi
Etiologi prurigo nodularis masih belum diketahui. Stress dan kondisi
emosional menjadi faktor yang berpengaruh pada beberapa kasus, oleh karena
itu sulit untuk memastikan diagnosis prurigo nodularis. Sebagian pasien
prurigo nodularis mempunyai riwayat dermatitis atopi (Goldsmith, LA,
11
2012). Sekitar 65-80% pasien memiliki riwayat atopi. Pada pasien ini terjadi
pada usia yang lebih muda, meskipun tidak terdapat erupsi eczematosa. Pada
20% kondisi lain diawali setelah gigitan serangga (Burns, T, et.al, 2010).
Pada pasien prurigo nodularis non atopik sering disertai riwayat penyakit
sistemik sebelumnya, termasuk insufisiensi ginjal, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, gagal hati, HIV, infeksi parasit atau dengan penyakit
keganasan lainnya (Goldsmith, LA, 2012). Prurigo nodularis sering dipicu
karena garukan dan gerakan mengelupas, keadaan ini hanya saat timbul
respon gatal (Burns, T, et.al, 2010). Faktor lingkungan sangat mempengaruhi
respon gatal, seperti panas, berkeringat, dan kondisi iritasi. Selain itu,
berdasarkan suatu penelitian bahwa faktor emosional atau psikologi terjadi
pada setengah dari 46 pasien prurigo nodularis, dengan riwayat depresi,
cemas, dan gangguan psikologi (Goldsmith, LA, 2012).
D. Patofisiologi
Rasa gatal yang bersifat kronik dipicu oleh keadaan neuropati. Gatal
neuropati merupakan sensasi pruritus yang disebabkan lesi primer atau
disfungsi jalur aferen sistem saraf dan dengan beberapa kondisi, antara lain
neuropati posthepatic, pruritus brakhioradial, dan notalgia parastesi. Terjadi
peningkatan protein gene product 9.5 (PGP 9.5), p75 nerve growth factor
(NGF) positif dan serabut saraf cacitonin generelated peptide (CGRP) di
papilla dermis pasien dengan prurigo nodularis. Selain itu terdapat persamaan
pada peningkatan serabut saraf substansi P pada kulit yang terdapat lesi pada
pasien prurigo nodularis dan pasien pruritus kronik. Substansi P merupakan
mediator yang menginduksi gatal dan peningkatan substansi P juga terjadi
pada pasien dengan dermatitis atopi. Beberapa sitokin yang mempengaruhi
patogenesis prurigo nodularis termasuk respon Th2-mediated inflammatory
yang menyebabkan peningkatan ekspresi faktor STAT6 di laipsan epidermis,
dan menginduksi IL-4 dan IL-13. Pada pasien prurigo nodularis dengan
riwayat dermatitis atopi terdapat peningkatan level plasma IL-31 dan
berhubungan dengan ekspresi IL-4 dan IL-13 (Fostini, AT, et.al, 2013).
Selain ditemukan adanya peningkatan jumlah calcitonin generelated peptide
dan serabut saraf imunoreaktif substansi P di kulit yang mengalami lesi
nodular, dan neuropeptida yang menyebabkan gatal hebat. Pada 75% kasus
juga ditemukan adanya peningkatan jumlah sel Merkel (Burns, T, et.al, 2010).
E. Manifestasi Klinis
Prurigo nodularis ditandai dengan adanya hiperkeratosis, ekskoriasi,
papul atau nodul pruritus dengan distribusi simetris di seluruh permukaan
ekstremitas bagian ekstensor (Vaidya, DC, 2011). Ukuran lesi tunggal pada
prurigo nodularis terbentuk dari papul kecil sampai nodul globular keras
13
dengan diamer 1-3cm (Burns, T, et.al, 2010) atau 0,5 cm sampai 3 cm dan
keras pada palpasi dengan hiperkeratosis atau krateriform di permukaan lesi
(Goldsmith, LA, 2012). Lesi awal berupa kemerahan dan dengan keadaan
serupa urtikaria. Krusta dan sisik menutupi lesi dengan bentuk ekskoriasi.
Pada permukaan kulit sering terlihat sedikit kering dan dengan cincin
hiperpigmentasi ireguler di sekitar nodul. Jumlah lesi bervariasi dengan
ukuran yang besar dan bisa sangat luas, nodul berkelompok (Burns, T, et.al,
2010). Bila perkembangannya sudah lengkap, maka lesi tersebut akan
berubah menjadi verukosa atau mengalami fisurasi. Nodul dapat sembuh
dengan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pasca inflamasi, baik disertai
skar ataupun tidak (Goldsmith, LA, 2012).
F. Histopatologi
Perubahan yang terjadi pada prurigo nodularis menyerupai
likensimpleks, tetapi hiperkeratosis yang terbentuk lebih besar, dan
penonjolan dibawah epidermis ditandai dengan adanya hiperplasia
pseudoepiteliomatosa. Infiltrasi padat terjadi pada lapisan dermis, dan terjadi
hiperplasia neural dan vaskular. Hal tersebut timbul karena reaksi non
spesifik atau adanya garukan yang berulang. Pada beberapa kasus, gambaran
histologi menyerupai eczema kronik. Pada penonjolan sel mast, akan terlihat
deposit ekstraseluler dari protein eosinofil yang mengalami granulasi seperti
protein dasar utama dan neurotoxin eosinofil, sehingga sel mast dan eosinofil
sangat berpengaruh pada prurigo nodularis (Burns, T, et.al, 2010).
15
Gambar 4. Nodular prurigo. Gambar ini menunjukkan penebalan
besar yang menjadi likenifikasi. Pertumbuhan lapisan bawah epidermis
disebut. Terdapat inflamasi campuran dari infiltrasi sel di dermis dan
beberapa sklerosis koladen dermis (Fostini, AT, et.al, 2013).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit sistemik yang
dicurigai menyebabkan pruritus, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
darah lengkap, fungsi ginjal, hati, dan tiroid. Pemeriksaan X-ray untuk
menyingkirkan diagnosis limfoma. Pemeriksaan HIV dilakukan jika dicurigai
pasien memiliki penyakit HIV (James, WD, 2011).
16
Biopsi lesi disarankan untuk eksklusi penyakit lain seperti, karsinoma
sel skuamosa, infeksi mikrobakterial, infeksi jamur, dan limfoma kutaneus.
Biopsi juga akan memperlihatkan peningkatan jumlah eosinofil untuk prurigo
nodularis. Biakan kultur lesi untuk mengeliminasi penyebab sekunder karena
infeksi staphylococcus. Tes patch perlu dilakukan untuk tes sensitivitas dan
menunjukkan adanya riwayat kontak alergi (Wiryadi, BE, 2007).
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding prurigo nodularis
Sering
Penyakit perforasi
Liken planus hipertrofi
Pemfigoid nodularis
Prurigo aktinik
Keratoakantomas multipel
Kadang
Skabies nodular
Dermatitis herpetiformis
18
19
IV. PEMBAHASAN
20
V. KESIMPULAN
Akar, HH, F. Tahan, S. Balkanli, S. Sadet Ozcan. 2014. Prurigo Simplex subacute
or prurigo simplex acuta?. Keayseri: Erciyes University School of
Medicine.
Boer, A, et al. 2003. Prurigo Pigmentosa: A Distinctive Inflammatory Disease of
the Skin. Hamburg: Am J Dermatopathol.
Bolognia, JL, Joseph L. Jorezzo, Ronald P. Rappini. 2008. Dermatology, Second
Edition. Pennysilvania: Elsevier Inc.
Burns, Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Griffiths. 2010. Rook’s
Textbook of Dermatology. UK: Blackwell Publishing Ltd.
Cowan, Alan, Gil Yosipovitch. 2015. Pharmacology of Itch. Berlin: Springer Ltd.
Fostini, AC, Giampiero G, Gianpolo T. 2013. Purigo Nodularis: An Update On
Etiopathogenesis and Therapy. Verona: J Dermatolog Department of
Verona Medicine.
Goldsmith, Lowell A., Stephen I. Katz, Barbara A. Grilchrest, et al. 2012.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
James, WD, Timothy G. Berger, Dirk M. Elston. 2011. Andrew’s Diseases Of The
Skin Clinical Dermatology Eleventh Edition. Pennysilvania: Elsevier
Inc.
Vaidya, DC & Robert A. Scwartz. 2008. Prurigo Nodularis: A Benign
Dermatosis Derived From A Persistent Pruritus. New Jersey:
Dermatology and Pathology, New Jersey Medical School.
Wiryadi, BE. 2007. Prurigo. Dalam: Djuanda, A. Hamzah, M dan Aisah, S (eds).
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
22