Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

“PRURIGO”

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusun Oleh :
Rahmat Yusuf Arifin
G4A018102

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus yang berjudul :


“PRURIGO”

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh :
Rahmat Yusuf Arifin
G4A018102

Disetujui dan disahkan:


Purwokerto, Maret 2020

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP. 19790622 201012 2 001

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan atas berkat rahmat dan
anugerahnya sehingga penyusunan presentasi kasus dengan judul “Prurigo” ini
dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan
kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Tidak lupa
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. Ismiralda Oke Putranti., Sp.KK selaku dosen pembimbing
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin di RSUD Margono Soekarjo
3. Rekan-rekan Dokter Muda Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas
semangat dan dorongan serta bantuannya.
Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di
dalam maupun diluar lingkungan RSUD Margono Soekarjo.

Purwokerto, Maret 2020

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan..........................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................iii
Daftar Isi...............................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
II. LAPORAN KASUS.......................................................................................2
A. Identitas Pasien...........................................................................................2
B. Anamnesis...................................................................................................2
C. Status Generalis..........................................................................................3
D. Status Dermatologi.....................................................................................4
E. Pemeriksaan Penunjang..............................................................................5
F. Resume........................................................................................................5
G. Diagnosis Kerja..........................................................................................6
H. Diagnosis Banding......................................................................................6
I. Penatalaksanaan..........................................................................................7
J. Prognosis......................................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.......................................................................................................8
B. Epidemiologi...............................................................................................8
C. Etiologi........................................................................................................9
D. Patogenesis.................................................................................................10
E. Gejala Klinis ..............................................................................................12
F. Penegakan Diagnosis...................................................................................13
G. Penatalaksanaan..........................................................................................15
H. Prognosis....................................................................................................17
III. PEMBAHASAN............................................................................................18
IV. KESIMPULAN..............................................................................................19
Daftar Pustaka.....................................................................................................20

4
I. PENDAHULUAN

Prurigo ialah erupsi papular kronik dan rekurens.Terdapat berbagai macam


prurigo, yang tersering terlihat ialah prurigo Hebra.Disusul oleh prurigo nodularis.
Sedangkan yang lain jarang dijumpai. Istilah prurigo menunjuk pada suatu lesi
kulit sangat gatal yang sampai kini belum diketahui penyebab pastinya.Penyakit
ini biasanya dianggap sebagai salah satu penyakit kulit yang paling gatal dan
lesinya dapat diikuti dengan timbulnya penebalan dan hiperpigmentasi pada kulit
tersebut (Wiryadi, 2007).

KOCSARD pada tahun 1962 mendefinisikan prurigo papul sebagai papul


yang berbentuk kubah dengan vesikel pada puncaknya. Vesikel hanya terdapat
dalam waktu yang singkat saja, karena segera menghilang akibat garukan,
sehingga yang tertinggal hanya papul yang berkrusta. Papul berkrusta lebih sering
terlihat dibandingkan papul primer dengan puncak vesikel. Likenifikasi hanya
terjadi sekunder akibat proses kronik (Wiryadi, BE, 2007).
Prurigo juga menyerupai keadaan dermatitis atopi, karena dari beberapa
kasus pasien yang mengalami prurigo mempunyai riwayat atopi. Di Indonesia
angka dermatitis menjadi urutan tertinggi pada penyakit kulit dan prurigo
termasuk dalam kriteria dermatitis. Di London, berdasarkan studi penelitian
didapatkan prevalensi prurigo dan kondisi pruritus serupa sebanyak 8,2%. Sebuah
survey dermatologi di Prancis menyatakan, dari berbagai 76 uji penelitian
multipel ditemukan prevalensi pasien dengan pruritus kronik sebanyak 16,5% dari
199 pasien yang menjadi subjek penelitian (Cowan, Alan, 2015).
Prurigo merupakan salah satu penyakit kulit yang mampu mengurangi
kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, penulis membuat sebuah referat yang
memaparkan tentang prurigo dalam beberapa klasifikasi prurigo terdiri dari
epidemiologi, perideleksi, etiopatogenensis, manifestasi klinis, histopatologi,
pemeriksaan penunjang, diagnosis banding, penatalaksanaan, prognosis,
komplikasi, agar pembaca bisa mengetahui dan memahami serta menangani
penyakit kulit berupa prurigo dengan baik dan benar.

5
II. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdri. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 14 Tahun
Alamat : Karangpucung
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 16 Maret 2020

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Gatal di kedua kaki
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang untuk kontrol ke poli umum Puskesmas Purwokerto
Selatan dengan keluhan terdapat bintil-bintil merah dan kehitaman disertai
rasa gatal di tungkai kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Keadaan ini
awalnya timbul setelah makan telur sehingga timbul bintil-bintil
kemerahan kecil pada daerah tungkai, kemudian karena gatal pasien
menggaruknya sehingga luka dan menghitam. Gatal dirasakan tidak
bertambah pada saat berkeringat ataupun pada malam hari. Pasien
mengaku memiliki riwayat gatal saat mengkonsumsi makanan tertentu
yaitu telur.
Sebelumnya keluhan sudah pernah dirasakan sejak lama saat pasien
masih kecil namun sifatnya hilang timbul dan sering kambuh dan sembuh
sendiri. Pasien terakhir kali berobat satu bulan yang lalu di puskesmas
dengan keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan yang sama diakui
b. Riwayat pengobatan di Puskesmas (+) 1 bulan yang lalu
c. Riwayat alergi diakui
d. Riwayat penyakit asma disangkal
e. Riwayat penyakit kulit sebelumnya disangkal

6
f. Riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat keluarga dengan alergi disangkal
c. Riwayat keluarga dengan asma disangkal
d. Riwayat keluarga dengan penyakit kulit disangkal
e. Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang pelajar di salah satu SLTP. Pasien mandi 2
kali sehari dan berganti pakaian setiap hari.

C. STATUS GENERALIS
Keadaaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Kesan Baik, BB: 30 kg, TB: 140 cm
Vital Sign : Nadi : 87 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, Murmur (-),Gallop(-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-),
wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )

7
D. STATUS DERMATOLOGI
Lokasi : Tungkai kanan dan kiri.
Effloresensi : Papul pustul eritematosa disertai krusta di regio cruris, dan
pedis bilateral ; makula hiperpigementasi di regio cruris,
dan pedis bilateral

Gambar 2.1. Gambar prurigo di tungkai kaki

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan patch test, pemeriksaaan biopsy lesi

F. RESUME
Keluhan terdapat bintil-bintil merah dan kehitaman disertai rasa
gatal di tungkai kanan dan kiri sejak 7 hari yang lalu. Keadaan ini awalnya
timbul setelah makan telur sehingga timbul bintil-bintil kemerahan kecil
pada daerah tungkai, kemudian karena gatal pasien menggaruknya
sehingga luka dan menghitam. Gatal dirasakan tidak bertambah pada saat
berkeringat ataupun pada malam hari. Pasien mengaku memiliki riwayat
gatal saat mengkonsumsi makanan tertentu yaitu telur. Sebelumnya
keluhan sudah pernah dirasakan sejak lama saat pasien masih kecil namun
sifatnya hilang timbul dan sering kambuh dan sembuh sendiri.
Pasien mempunyai riwayat alergi telur. Kelurga tidak ada yang
mempunyai keluhan serupa. Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya.
Pasien adalah seorang pelajar di salah satu SLTP. Pasien mandi 2 kali
8
sehari dan berganti pakaian setiap hari. Pasien berobat merupakan pasien
bpjs. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, BB
30 kg dan TB 140 cm. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pemeriksaan status lokalis didapatkan efloresensi Papul pustul eritematosa
disertai krusta di regio cruris, dan pedis bilateral ; makula
hiperpigementasi di regio cruris, dan pedis bilateral.

G. DIAGNOSA KERJA
Prurigo Nodularis

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis atopik
2. Skabies
3. Dermatitis herpetiform

I. PEMERIKSAAN ANJURAN
Usulan pemeriksaan penunjang ; patch test dan pemeriksaaan biopsi lesi

J. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang
dideritanya
b. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan
c. Hindari faktor pencetus seperti memakan telur.
d. Hindari trauma mekanis (menggaruk) yang dapat
menyebabkan luka
e. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan
sesuai petunjuk dokter
2. Medikamentosa
a. Sistemik:
1) Siklosporin 2.5 mg/kgbb/ hari.
2) Antihistamin : Cetirizin tab 10 mg 1 kali per hari

9
b. Topikal:
Kalsipotriol 0.005% cream/salep 2 kali per hari

K. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad kosmeticum : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

10
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Prurigo nodularis merupakan penyakit kulit kronik yang secara klinis
ditandai dengan nodul gatal yang hebat dan secara histologis ditandai dengan
hiperkeratosis dan akantosis, dengan penonjolan dibawah lapisan epidermis.
Prurigo nodularis merupakan bagian dari ekzema (dermatitis). Pada beberapa
kasus prurigo nodularis didapatkan adanya riwayat dermatitis atopi atau
bentuk lain dari dermatitis (Burns, T, et al, 2010).

B. Epidemiologi
Prurigo nodularis muncul pada semua usia, terutama pada usia antara
20 sampai 60 tahun. Prevalensi pria dan wanita sama. Namun, pada beberapa
penelitian menyatakan bahwa prevalensi prurigo nodularis pada perempuan
lebih sering terjadi daripada laki-laki, dan pada laki-laki akan mengalami
keadaan yang berat (Fostini, AT, et al, 2013). Pasien dengan riwayat
dermatitis atopi (prurigo nodularis atopi) akan memiliki onset yang lebih
cepat terkena pada usia lebih muda dibandingkan yang tidak memiliki
riwayat dermatitis atopi (prurigo nodularis non atopi) (Goldsmith, LA, 2012).
Prurigo nodularis atopi menunjukkan keadaan hipersensitivitas pada
alergen yang merupakan pemicu timbulnya prurigo. Sedangkan prurigo
nodularis non atopi terjadi pada usia tua dan karena kurangnya respon
kutaneus terhadap alergen. Prurigo nodularis tidak menyebabkan peningkatan
mortalitas, namun mengurangi kualitas hidup karena morbiditas psikososial
yang bersifat kronik, terus-menerus, dan gejala gatal yang hebat (Vaidya,
DC, 2011).

C. Etiologi
Etiologi prurigo nodularis masih belum diketahui. Stress dan kondisi
emosional menjadi faktor yang berpengaruh pada beberapa kasus, oleh karena
itu sulit untuk memastikan diagnosis prurigo nodularis. Sebagian pasien
prurigo nodularis mempunyai riwayat dermatitis atopi (Goldsmith, LA,

11
2012). Sekitar 65-80% pasien memiliki riwayat atopi. Pada pasien ini terjadi
pada usia yang lebih muda, meskipun tidak terdapat erupsi eczematosa. Pada
20% kondisi lain diawali setelah gigitan serangga (Burns, T, et.al, 2010).
Pada pasien prurigo nodularis non atopik sering disertai riwayat penyakit
sistemik sebelumnya, termasuk insufisiensi ginjal, hipertiroidisme,
hipotiroidisme, gagal hati, HIV, infeksi parasit atau dengan penyakit
keganasan lainnya (Goldsmith, LA, 2012). Prurigo nodularis sering dipicu
karena garukan dan gerakan mengelupas, keadaan ini hanya saat timbul
respon gatal (Burns, T, et.al, 2010). Faktor lingkungan sangat mempengaruhi
respon gatal, seperti panas, berkeringat, dan kondisi iritasi. Selain itu,
berdasarkan suatu penelitian bahwa faktor emosional atau psikologi terjadi
pada setengah dari 46 pasien prurigo nodularis, dengan riwayat depresi,
cemas, dan gangguan psikologi (Goldsmith, LA, 2012).

Kondisi yang berhubungan dengan prurigo


nodularis
 Reaksi gigitan serangga
 Vena statis
 Follikulitis
 Gangguan psikosomatik
 Depresi
 Ansietas Anxiety
 Hipertiroidisme
 Anemia defisiensi besi
 Gagal ginjal kronik
 Gangguan hati kronik (hepatitis B and C, ɑ-
1 defisiensi amitripsin, sirosis bilier primer,
kolangitis sklerosis primer, sirosis)
 Human immunideficiency virus
 Manifesasi penyakit atau keganasan ginjal,
hepar, dan gastrointestinal. Mycobacterial
infekction
12
 Leukemia
 Limfoma
Tabel 1. Kondisi yang berhubungan dengan prurigo nodularis

D. Patofisiologi
Rasa gatal yang bersifat kronik dipicu oleh keadaan neuropati. Gatal
neuropati merupakan sensasi pruritus yang disebabkan lesi primer atau
disfungsi jalur aferen sistem saraf dan dengan beberapa kondisi, antara lain
neuropati posthepatic, pruritus brakhioradial, dan notalgia parastesi. Terjadi
peningkatan protein gene product 9.5 (PGP 9.5), p75 nerve growth factor
(NGF) positif dan serabut saraf cacitonin generelated peptide (CGRP) di
papilla dermis pasien dengan prurigo nodularis. Selain itu terdapat persamaan
pada peningkatan serabut saraf substansi P pada kulit yang terdapat lesi pada
pasien prurigo nodularis dan pasien pruritus kronik. Substansi P merupakan
mediator yang menginduksi gatal dan peningkatan substansi P juga terjadi
pada pasien dengan dermatitis atopi. Beberapa sitokin yang mempengaruhi
patogenesis prurigo nodularis termasuk respon Th2-mediated inflammatory
yang menyebabkan peningkatan ekspresi faktor STAT6 di laipsan epidermis,
dan menginduksi IL-4 dan IL-13. Pada pasien prurigo nodularis dengan
riwayat dermatitis atopi terdapat peningkatan level plasma IL-31 dan
berhubungan dengan ekspresi IL-4 dan IL-13 (Fostini, AT, et.al, 2013).
Selain ditemukan adanya peningkatan jumlah calcitonin generelated peptide
dan serabut saraf imunoreaktif substansi P di kulit yang mengalami lesi
nodular, dan neuropeptida yang menyebabkan gatal hebat. Pada 75% kasus
juga ditemukan adanya peningkatan jumlah sel Merkel (Burns, T, et.al, 2010).

E. Manifestasi Klinis
Prurigo nodularis ditandai dengan adanya hiperkeratosis, ekskoriasi,
papul atau nodul pruritus dengan distribusi simetris di seluruh permukaan
ekstremitas bagian ekstensor (Vaidya, DC, 2011). Ukuran lesi tunggal pada
prurigo nodularis terbentuk dari papul kecil sampai nodul globular keras

13
dengan diamer 1-3cm (Burns, T, et.al, 2010) atau 0,5 cm sampai 3 cm dan
keras pada palpasi dengan hiperkeratosis atau krateriform di permukaan lesi
(Goldsmith, LA, 2012). Lesi awal berupa kemerahan dan dengan keadaan
serupa urtikaria. Krusta dan sisik menutupi lesi dengan bentuk ekskoriasi.
Pada permukaan kulit sering terlihat sedikit kering dan dengan cincin
hiperpigmentasi ireguler di sekitar nodul. Jumlah lesi bervariasi dengan
ukuran yang besar dan bisa sangat luas, nodul berkelompok (Burns, T, et.al,
2010). Bila perkembangannya sudah lengkap, maka lesi tersebut akan
berubah menjadi verukosa atau mengalami fisurasi. Nodul dapat sembuh
dengan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pasca inflamasi, baik disertai
skar ataupun tidak (Goldsmith, LA, 2012).

Gambar 1. Ekskoriasi, multipel, dan nodul hiperkeratosis dengan area


hiperpigmentasi post inflamasi.

Gambar 2. Prurigo nodularis (Goldsmith, LA, 2012).


14
Gambar 3. Nodular prurigo di lengan. (Burns, T, et.al, 2010)

Pada pasien dengan riwayat dermatitis atopi, permukaan kulit terlihat


adanya likenifikasi dan xerosis. Sedangkan pada pasien tanpa riwayat atopi
timbul gejala dari penyakit sistemik yaitu limfadenopati atau limfoma
signifikan. (Goldsmith, LA, 2012).

F. Histopatologi
Perubahan yang terjadi pada prurigo nodularis menyerupai
likensimpleks, tetapi hiperkeratosis yang terbentuk lebih besar, dan
penonjolan dibawah epidermis ditandai dengan adanya hiperplasia
pseudoepiteliomatosa. Infiltrasi padat terjadi pada lapisan dermis, dan terjadi
hiperplasia neural dan vaskular. Hal tersebut timbul karena reaksi non
spesifik atau adanya garukan yang berulang. Pada beberapa kasus, gambaran
histologi menyerupai eczema kronik. Pada penonjolan sel mast, akan terlihat
deposit ekstraseluler dari protein eosinofil yang mengalami granulasi seperti
protein dasar utama dan neurotoxin eosinofil, sehingga sel mast dan eosinofil
sangat berpengaruh pada prurigo nodularis (Burns, T, et.al, 2010).

15
Gambar 4. Nodular prurigo. Gambar ini menunjukkan penebalan
besar yang menjadi likenifikasi. Pertumbuhan lapisan bawah epidermis
disebut. Terdapat inflamasi campuran dari infiltrasi sel di dermis dan
beberapa sklerosis koladen dermis (Fostini, AT, et.al, 2013).

Penebalan epidermis, sehingga tampak hiperkeratosis,


hipergranulosis, akantosis yang tak teratur atau disebut juga sebagai
hiperplasia psoriasiformis yang tak teratur. Penebalan stratum papilaris
dermis, yang terdiri atas kumpulan serat kolagen kasar, yang arahnya tegak
lurus terhadap permukaan kulit (disebut sebagai collagen in vertical streaks).
Sebukan sel-sel radang di sekitar pembuluh darah yang melebar di dermis
bagian atas. Sel-sel tersebut terutama terdiri atas limfosit dan histiosit.
Penemuan histologis prurigo nodularis berupa hiperkeratosis padat, ireguler
akantolisis, dan infiltrasi mononuklear di dermis. Kolagen dermal dapat
meningkat, terutama pada palilodermal dan fibrin subepidermal dapat
terlihat. Kedua keadaan tersebut merupakan bukti adanya ekskoriasi. Pada
kasus-kasus yang beruhungan dengan gagal ginjal, eliminasi degenerasi
kolagen transepidermal dapat ditemukan (James, WD, 2011).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit sistemik yang
dicurigai menyebabkan pruritus, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
darah lengkap, fungsi ginjal, hati, dan tiroid. Pemeriksaan X-ray untuk
menyingkirkan diagnosis limfoma. Pemeriksaan HIV dilakukan jika dicurigai
pasien memiliki penyakit HIV (James, WD, 2011).
16
Biopsi lesi disarankan untuk eksklusi penyakit lain seperti, karsinoma
sel skuamosa, infeksi mikrobakterial, infeksi jamur, dan limfoma kutaneus.
Biopsi juga akan memperlihatkan peningkatan jumlah eosinofil untuk prurigo
nodularis. Biakan kultur lesi untuk mengeliminasi penyebab sekunder karena
infeksi staphylococcus. Tes patch perlu dilakukan untuk tes sensitivitas dan
menunjukkan adanya riwayat kontak alergi (Wiryadi, BE, 2007).

H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding prurigo nodularis
Sering
 Penyakit perforasi
 Liken planus hipertrofi
 Pemfigoid nodularis
 Prurigo aktinik
 Keratoakantomas multipel
Kadang
 Skabies nodular
 Dermatitis herpetiformis

Diagnosis prurigo nodular terutama berdasarkan gambaran klinis ialah


adanya papul-papul, berbentuk kubah terutama terdapat di ekstremitas bagian
ekstensor. Keluhannya ialah sangat gatal, biasanya pada anak. Sebagai
diagnosis banding ialah skabies. Pada penyakit tersebut gatal terutama pada
malam hari, orang-orang yang berdekatan juga terkena. Kelainan kulit berupa
banyak vesikel dan papul pada lipatan-lipatan kulit.
I. Tatalaksana
Terapi prurigo nodularis bertujuan membatasi siklus gatal-garuk.
Secara umum, untuk menurunkan terjadinya ekskoriasi pasien bisa
melakukan beberapa cara, yaitu memotong kuku sangat pendek,
menggunakan sarung tangan di malam hari dan menutup bagian lesi agar
tidak tergaruk (Burns, T, et al, 2010). Lini pertama untuk mengontrol gatal
yaitu dengan pemberian topikal steroid poten dengan hasil yang sama pada
pemberian sediaan antipruritus nonsteroid seperti mentol, fenol, atau
17
pramoksin (Goldsmith, LA, 2012). Biasanya, dibutuhkan topikal yang
bersifat superpoten, namun pada beberapa kondisi tertentu, dosis yang lebih
ringan dapat digunakan dan lebih menguntungkan. (James, WD, 2011).
Pemberian steroid intralesi, seperti asetonid triamsinolon dengan berbagai
konsentrasi berdasarkan ketebalan plak atau nodul. Steroid intralesi biasanya
akan mengeradikasi lesi tunggal, tetapi sayangnya, banyak pasien dengan
penyakit yang bersifat komplikasi sehingga lesi yang ditimbulkan tidak dapat
diukur (James, WD, 2011).
1. Topikal
- Kortikosteroid dengan oklusi (dengan pengawasan dokter)3,4 (B,3)
atau
- kortikosteroid superpoten3 (C,3)
- Kalsipotriol5 (A,1)
- Antipruritus non steroid, misalnya capsaicin3,6 (C,3), mentol, dan
fenol1,2 (D,5)
- Emolien1,2 (D,5)
- Takrolimus1-3,7 (C,4)
2. Sistemik
- Antihistamin sedatif1-3 (C,4) atau antidepresan trisiklik1,2 (D,5)
- Sedating serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)1,2 (D,5)
- Siklosporin3,8 (C,4)
3. Tindakan
- Triamsinolon asetonid intralesi1,3 (C,4) 
- Bedah beku1,3,9 (C,4)
J. Prognosis
Prognosis prurigo nodularis bersifat kronis dengan lesi persisten atau
lesi yang mengalami rekurensi. Keadaan eksaserbasi muncul ketika adanya
respon stres dan emosi meningkat (Goldsmith, LA, 2012).

18
19
IV. PEMBAHASAN

Pasien seorang anak remaja usia 14 tahun datang untuk kontrol ke


poli umum Puskesmas Purwokerto Selatan dengan keluhan terdapat bintil-
bintil merah dan kehitaman disertai rasa gatal di tungkai kanan dan kiri sejak
7 hari yang lalu. Keadaan ini awalnya timbul setelah makan telur sehingga
timbul bintil-bintil kemerahan kecil pada daerah tungkai, kemudian karena
gatal pasien menggaruknya sehingga luka dan menghitam. Gatal dirasakan
tidak bertambah pada saat berkeringat ataupun pada malam hari. Pasien
mengaku memiliki riwayat gatal saat mengkonsumsi makanan tertentu yaitu
telur. Sebelumnya keluhan sudah pernah dirasakan sejak lama saat pasien
masih kecil namun sifatnya hilang timbul dan sering kambuh dan sembuh
sendiri.
Pasien mempunyai riwayat alergi telur. Kelurga tidak ada yang
mempunyai keluhan serupa. Pasien tinggal bersama ayah dan ibunya. Pasien
adalah seorang pelajar di salah satu SLTP. Pasien mandi 2 kali sehari dan
berganti pakaian setiap hari. Pasien berobat merupakan pasien BPJS. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, BB 30 kg dan TB
140 cm. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pemeriksaan status lokalis didapatkan efloresensi Papul pustul
eritematosa disertai krusta di regio cruris, dan pedis bilateral ; makula
hiperpigementasi di regio cruris, dan pedis bilateral.

20
V. KESIMPULAN

1. Prurigo merupakan erupsi papular kronik dan bersifat rekurens. Penyakit


ini biasanya dianggap sebagai salah satu penyakit kulit yang paling gatal
dan lesinya dapat diikuti dengan timbulnya penebalan dan hiperpigmentasi
pada kulit tersebut. Prurigo terdiri dari prurigo nodularis, prurigo
pigmentosa, dan prurigo simpleks.
2. Secara epidemiologi, semua jenis purigo bisa pada semua usia, dan hampir
sama perbandingan pada wanita dan pria.
3. Etiologi prurigo sendiri masih belum diketahui dan banyak faktor yang
mempengaruhi. Predileksi yang terkena bisa hampir seluruh tubuh,
terutama ektremitas bagian ekstensor.
4. Manifestasi klinis pada semua jenis prurigo hampir samaberupa infiltrasi
perivaskular dan dermatitis interstisial.
5. Efloresensi yang dapat dijumpai adalah Papul pustul eritematosa disertai
krusta di regio cruris, dan pedis bilateral ; makula hiperpigementasi di
regio cruris, dan pedis bilateral.
6. Penatalaksanaan yang diberikan pada dasarnya untuk mengurangi
intensitas respon gatal, pengobatan secara topikal, serta pengobatan secara
sistemik
DAFTAR PUSTAKA

Akar, HH, F. Tahan, S. Balkanli, S. Sadet Ozcan. 2014. Prurigo Simplex subacute
or prurigo simplex acuta?. Keayseri: Erciyes University School of
Medicine.
Boer, A, et al. 2003. Prurigo Pigmentosa: A Distinctive Inflammatory Disease of
the Skin. Hamburg: Am J Dermatopathol.
Bolognia, JL, Joseph L. Jorezzo, Ronald P. Rappini. 2008. Dermatology, Second
Edition. Pennysilvania: Elsevier Inc.
Burns, Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Griffiths. 2010. Rook’s
Textbook of Dermatology. UK: Blackwell Publishing Ltd.
Cowan, Alan, Gil Yosipovitch. 2015. Pharmacology of Itch. Berlin: Springer Ltd.
Fostini, AC, Giampiero G, Gianpolo T. 2013. Purigo Nodularis: An Update On
Etiopathogenesis and Therapy. Verona: J Dermatolog Department of
Verona Medicine.
Goldsmith, Lowell A., Stephen I. Katz, Barbara A. Grilchrest, et al. 2012.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
James, WD, Timothy G. Berger, Dirk M. Elston. 2011. Andrew’s Diseases Of The
Skin Clinical Dermatology Eleventh Edition. Pennysilvania: Elsevier
Inc.
Vaidya, DC & Robert A. Scwartz. 2008. Prurigo Nodularis: A Benign
Dermatosis Derived From A Persistent Pruritus. New Jersey:
Dermatology and Pathology, New Jersey Medical School.
Wiryadi, BE. 2007. Prurigo. Dalam: Djuanda, A. Hamzah, M dan Aisah, S (eds).
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai