Anda di halaman 1dari 8

FAMILY MUSACEA

Famili pisang-pisangan (Musaceae) termasuk dalam ordo Zingiberales klade


Commelinidae monokotil (2), terbagi secara konvensional menjadi tiga genus yaitu: Musa,
Ensete, dan Musella. Total jumlah spesies dalam family ini sekitar 40 spesies (Anderson
1998). Keluarga pisang asli berasal dari daerah tropis Afrika dan Asia. Tanaman ini
merupakan herba raksasa menyerupai pohon dan bersifat perennial (tanaman tahunan).
Bagian basal daunnya tumpang tindih membentuk batang semu (pseudostem). Pisang
budidaya yang bernilai komersil merupakan anggota famili ini..

1. DESKRIPSI MORFOLOGI

Perawakan tinggi tegap, memiliki sucker atau herba monokarpa; ukuran daun sangat
besar; batang besar menyerupai kormus; pelepah membentuk batang semu; taka da tunas
samping atau bersebarangan dengan daun. Susunan daun alternat/spiral; terdiferensiasi
menjadi pelepah, tangkai daun (petiol) dan helaian (lamina); pelepah tanpa ligula yang jelas,
tepi daun rata (seringkali robek karena terjangan angina), dari ibu tulang daun yang besar
terpancar urat-urat daun secara parallel, sigmoid yang berhubungan satu sama lain di tepi
daun; urat daun lateral terhubung oleh urat daun tersier. Perbungaan terminal, bunga
membentuk kluster yang saling berhubungan pada ketiak brakte spatha yang menempel pada
tangkai perbungaan (axis).

Gambar 1. Morfologi anggota famili Musaceae yaitu genus Musa (A,B,C), Musella (D)
dan Ensete (E) berikut sejumlah karakter morfologi bunga sebagai pembeda.
2. KERAGAMAN TINGKAT FAMILI

a. GENUS ENSET
Herba monokarpa berbatang tunggal biasanya berukuran besar. Batang sejati
sangat pendek sampai saatnya pembungaan. Daun besar, helaian oblong, petiol pendek
atau agak panjang, pelepah dari daun paling bawah kadang pendek membentuk roset,,
beberapa panjang membentuk batang semu (pseudostem) seperti Musa. Batang semu
ketika terbentuk mengalami dilatasi pada bagian dasar. Daun atas muncul secara gradual
atau tiba-tibah berubah menjadi braktea, pembungaan pendulus. Braktea persisten.
Bunga tiap braktea banyak, tersusun dalam 2 baris. Braktea paling bawah memiliki
bunga hemaprodit atau betina, bagian atas jantan. Tepal bebas trikuspidata, kadang
rata.Buah keras/kasar dan kering dengan sedikit daging buah, biji relatif sedikit
berukuran besar (diameter sekitar 1 cm) globose atau irregular, kebanyakan halus, hilum
mencolok, irregular dan biasanya tenggelam/cekung (Cheesman 1947).
Genus Enset terdiri dari 8 spesies yaitu : E. glaucum (Roxb.), E. homblei (Bequaert ex
De Wild), E. lasiocarpum (Franch), E. livingstonianum (J. Kirk), E. perieri (Claverie),
E. superbum (Roxb.), E. ventricosum (Welw), E. wilsonii (Tutcher).

b. GENUS MUSELLA
Musella, genus endemik monotypic hanya memiliki satu spesies yaitu Musella
lasiocarpa (Franch). Tumbuh terbatas pada hutan konifer-oak pada area 1500 – 2500 m
a.s.l antara provinsi Yunnan dan Sichuan di Cina Baratdaya. Musella merupakan
tanaman semi budidaya, digunakan secara ekstensif oleh masyarakat setempat sebagai
pakan ternak babi, control erosi tanah dan air, bahan baku tenun, sayuran, obat/medisin
bahan minuman fermentasi, dan sebagai tanaman penghasil madu (Liu et al.  2002a
dalam Xue et al. 2007). Tanaman ini mudah dikenali di antara Musaceae yang lainnya.
Perbedaan terletak pada ukurannya yang lebih kecil, batang semu padat, perbungaan
kuning sampai oranye, tersusun secara padat pada brakteanya. Buah pendek dan berbulu.
Musella merupakan herba perennial besar yang memiliki rizoma. Dipolinasi oleh
serangga seperti bumblebee, lebah madu, tawon. Saat ini sangat sulit menemukan
Musella liar di propinsi Yunnan, diduga sudah punah di alam liar dan dibudidaya oleh
petani sebagai tanaman hias (Liu et al. 2002b dalam Xue et al. 2007).

c. GENUS MUSA
Genus Musa berasal dari Asia (utamanya Selatan dan Tenggara). Sejumlah besar
tanaman penting ditemukan dalam genus ini, beberapa yaitu buah edible yang paling
signifikan. Selain sebagai buah edible, pisang dan plantain juga dimanfaatkan sebagai
obat, serat, minuman, bunganya dapat dimakan, pewarna alami, bahan bakar, bahan tali,
pembungkus (daunnya) dan sebagainya. Pisang edible merupakan hasil persilangan
secara alami antara subspecies M. acuminata atau hibrid interspesies antara M.
acuminata dan M. balbisiana. Taksonomi Musa masih membingungkan dikarenakan
faktor-faktor seperti sterilitas, domestikasi kuno, da nasal muasal hibrid varietas
budidaya (Randy et al. 2007).
Lebih dari 150 tahun terakhir, para ahli tumbuhan mengkategorikan tanaman pisang
menjadi beberapa golongan (subgenus). Linneaus adalah orang pertama yang
menetapkan tata nama ilmiah tanaman pisang dalam bukunya Species Plantarum yang
dipublikasi tahun 1753. Linneaus selanjutnya memantapkan tata nama botani modern
yang sampai saat ini masih digunakan secara luas.
d. MUSA GOLONGAN AUSTRALIMUSA
Musa golongan Australimusa dilaporkan  tahun 1947 oleh Cheesman, berasal dari
Filipina melalui kepulauan Indonesia, menuju Irian Jaya, Papua Nugini, dan Australia
bagian Utara. Golongan Australimusa terdiri dari Sembilan spesies sebagai berikut : M.
boman Argent, M. bukensis Argent, M. fitzalanii M. Muell, M. jackeyi W. Hill, M.
johnsii Argent, M. lolodensis Cheesman, M. maclayi M. Muell, M. peekelii Lauterb, M.
textilis Née (Häkkinen & Wallace 2011).
Pada golongan ini terdapat pula grup Australimusa yang partenokarpi edibel (dapat
dimakan buahnya) dikenal sebagai pisang  Fe’i (Musa fehi Bertero). Kultivar ini
dibedakan berdasarkan karakter tandan yang bersifat tegak dan getahnya berwarna
merah, jenis ini ditemukan eksklusif di kawasan Pasifik. Getah merah ini tidak seperti
biasanya stabil tehadap dedahan cahaya matahari dan dimanfaatkan sebagai pewarna dan
tinta. Buahnya harus dimasak Musa terlebih dahulu sebelum dimakan. Seperti halnya
tanaman pisang lainnya dari genus Musa, berbagai bagian tanaman (daun, serat, batang
semu, dll) dari golongan Australimusa dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Hibrid diantara anggota Australimusa dan Musa (Eumusa) juga telah diidentifikasi 
(Häkkinen & Wallace 2011).

e. MUSA GOLONGAN CALLIMUSA CHEESMAN

Musa golongan Callimusa dilaporkan tahun 1947 oleh Cheesman, berasal dari benua
Asia dari China Selatan menuju Vietnam Utara, semenanjung Malaysia, Sumatra, dan
Kalimantan. Golongan Callimusa terdiri dari 22 spesies: M. azizii Häkkinen, M.
barioensis Häkkinen, M. bauensis Häkkinen dan Meekiong, M. beccarii N.W.
Simmonds, M. borneensis Becc., M. campestris Becc., M. coccinea Andrews, M. exotica
R.V. Valmayor, M. gracilis Holttum, M. hirta Becc., M. lawitiensis Nasution dan
Supard, M. lokok Geri dan Ng, M. lutea R.V. Valmyor, M. monticola Argent,M.
muluensis M. Hotta, M. paracoccinea A.Z. Liu dan D.Z. Li, M. sakaiana Meekiong,
Ipor, dan Tawan, M. salaccensis Zoll. Ex Backer, M. tuberculata M. Hotta, M.
violascens Ridl., M. viridis R.V. Valmayor, L.D. Danh dan Häkkinen, M. voonii
Häkkinen  (Häkkinen & Wallace 2011).
Tanaman pisang hias dari golongan Callimusa ini merupakan tanaman yang sangat
menarik dari genus Musa L. memiliki perbungaan besar berwarna sangat terang. Warna
yang ditemukan pada brakte dari anggota golongan ini yaitu merah muda (pink), merah,
oranye, kuning, ungu, dan putih. Pada beberpa kasus buah pun berwarna yang
membuatnya semakin menarik sebagai tanaman hias. Buah dari tanaman ini tidak cocok
dimakan karena banyak mengandung biji dan jumlah daging buahnya sedikit. Anggota
Callimusa memiliki ukuran tanaman lebih kecil (baik tinggi maupun diameter) daripada
anggota dari golongan Musa  (Häkkinen & Wallace 2011).

 
2. KERAGAMAN TINGKAT SPESIES DARI GENUS MUSA

Tanaman pisang (Genus Musa) yang buahnya untuk dikonsumsi (edible) umumnya
berasal dari golongan (subgenus) Eumusa, dibudidayakan secara intensif oleh masyarakat
sebagai komoditas pangan komersil. Spesies liar asal dari pisang edibel ada 2 jenis yaitu
M. acuminata dan M. balbisiana, hasil persilangan keduanya dan perubahan genetik yang
terjadi setelahnya baik secara alami maupun artifisial (campur tangan manusia)
menghasilkan keragaman varietas/kultivar yang sangat tinggi. Pisang komersial
(budidaya) saat ini diduga berasal dari pisang liar M. acuminata Colla (2x=22) dan M.
balbisiana Colla (2x=22). Ploidi dan komposisi genom yang berasal dari M. acuminata
disimbolkan dengan huruf A, sedangkan yang berasal dari M. balbisiana disimbolkan
dengan huruf B. Persilangan antara kedua pisang liar tersebut menghasilkan hibrid-hibrid
diploid AB, triploid AAB dan ABB, serta tertraploid AAAB, AABB, dan ABBB
(Simmonds 1966).
Berdasarkan penggunaan produk akhirnya pisang dikelompokkan ke dalam jenis
pisang meja (dessert) dan pisang olahan (cooking). Selain itu komposisi genom yang
dimilikinya juga dapat membedakan pengelompokkan tersebut. Semua turunan M.
balbisiana merupakan jenis pisang olahan, dan turunan M. acuminata merupakan jenis
pisang meja, sedangkan turunan hasil silangan (hibrid) merupakan jenis pisang meja dan
pisang olahan (Valmayor 2000). Salah satu jenis subkelompok pisang yang termasuk ke
dalam jenis pisang olahan yaitu Istilah plantain khusus digunakan untuk jenis pisang yang
hanya dapat dikonsumsi setelah diolah terlebih dahulu (Siddiqah 2002). Beberapa contoh
varietas pisang yaitu pisang mas (AA), pisang ambon (AAA), pisang udang (AAA),
pisang nangka (AAB), dan pisang kapas (ABB). Dua pisang terakhir adalah jenis olahan
sedangkan yang lainnya pisang meja. Data lengkap varietas/aksesi pisang di Indonesia
sangat tinggi berjumlah di atas 300 aksesi dapat diakses di :

3. KLASIFIKASI

Famili Musaceae yang bepotensi sebagai buah edible terdapat pada genus Musa
memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom         : Plantae
Subkingdom    : Tracheobionta
Superdivision  : Spermatophyta
Division           : Magnoliophiya
Class                : Liliopsida
Subclass           : Zingiberidae
Order               : Zingiberales
Family              : Musaceae
Genus              : Musa L.
4. EKOLOGI

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman pisang secara garis


besar dibagi menjadi dua yaitu faktor iklim dan tanah. Pisang paling cocok ditanam di
daerah tropis pada ketinggian 0 – 920 m ( 0 – 3000 kaki) bervariasi tergantung latitude.
Curah hujan bervariasi tergantung tipe tanah, lokasi, eksposure terhadap sinar matahari
dan varietas. Untuk pisang Cavendish misalnya memerlukan 500 mm pertahun jika
siklus  hujan terdistribusi merata sepanjang tahun dan tanahnya subur. Pisang dapat
mentolelir curah hujan musiman, tetapi merata sepanjang tahun merupakan kondisi
terbaik. Namun demikian pisang dapat pula bertahan pada kpndisi kekeringan meski
menurunkan kualitas produksi. Hal ini disebabkan pisang memiliki rhizome dan batang
semu sebagai organ penyimpan cadangan air. Pisang yang memiliki genom B dari M.
balbisiana memiliki ketahanan lebih terhadap kekeringan dibandingkan genom A dari
M. acuminata (Nelson et al.  2006).
Suhu optimum bagi pertumbuhan vegetative sekitar 26 – 28C dan untuk fase
reproduktif 29 – 30C. Suhu maksimum sekitar 35 – 37C dan minimum -2 – 30C. Respon
toleransi terhadap suhu sangat tergantung spesies.  Pisang toleran terhadap berbagai jenis
tanah, asal drainase dan aerasi baik, berlempung, dalam, subur, mampu mengikat air.
Tanaman pisang tidak menyukai keadaan tergenang (Nelson et al.  2006). Kecepatan
angina 40 -72 km/jam dapat merobohkan tanaman. Kultivar tinggi tidak disarankan pada
area yang sering terjadi topan dan kecepatan angin tinggi. Terpaan terus menerus
terhadap angin dapat merobek daun-daun.
Meskipun pisang termasuk tanaman yang cukup adaptif terhadap kisaran luas
persyaratan lingkungan, namun jika terpapar pada kondisi ekstrim secara terus-menerus
menyebabkan tumbuhan mengembangkan mekanisme adaptasi untuk bertahan. Adaptasi
baik secara morfologi, anatomi, biokimia yang berlangsung secara terus menerus
menyebabkan perubahan permanen yang mengarah pada terbentuknya sifat baru atau
varian baru. Mutasi genetik turut berperan pula sebagai salah satu respon tanaman untuk
dapat bertahan menghadapi tekanan seleksi akibat faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan. Hal ini pun mengarah pada evolusi yang akan menghasilkan variasi
individu yang pada akhirnya variasi pada tingkatan yang lebih tinggi.

5. PRODUKTIVITAS

Pisang merupakan komoditas buah segar yang sangat penting di dunia terutama dalam
hal volume perdagangan. Industri global pisang dimulai pada akhir tahun 1800 seiring
kemajuan dalam hal teknologi seperti pengemasan dengan pendingin, sampai sekarang
sudah lebih dari 1 abad. Tanaman pisang sangat popular dan kemampuannya beradaptasi
pada beragam kondisi agroklimat, fleksibel terhadap perubahan iklim, produksi buah tidak
tergantung musim, hampir sepanjang tahun, produktifitas per unit yang tinggi sekitar 40 –
60 ton per hektar per tahun, mudah dikelola, dan masih produktif sampai umur 10 – 20
tahun. Popularitas buah ini mengarah pada adopsi dan budidaya di lebih dari 150 negara
(Pillay & Tenkuoano 2011).
Area budidaya global pisang dan plantain diperkirakan sekitar 10,2 miliyar hektar
(FAO STAT 2008) dengan kontribusi tertinggi dari Afrika (5,8 miliyar Ha) diikuti Asia dan
Pasifik (2,04 milyar Ha) dan Amerika Latin (1,31 milyar Ha). Selama 5 tahun terakhir area
budidaya pisang meningkat 6,87% dan plantain 0,68%, di benua Afrika 16,5% dan di Asia
6,5%. Produksi global sekitar 125,04 metrik ton, dimana pisang berkontribusi 96,7 mt dan
plantain 34,3 mt (FAO STAT 2009). Adapun produktivitas selama 5 tahun terakhir
meningkat 45%, dimana Asia berkontribusi 38%. India produsen tertinggi diikuti Cina,
Filipina, Brazil, Ecuador dan lainnya. Meskipun produktivitas global pisang meningkat dari
15,6 menjadi 18,8 ton/ha, tetapi plantain meningkat tipis yaitu 6,1 menjadi 6,5 ton/ha (FAO
STAT 2008). Produksi pisang nasional tahun 2014 mencapai 6.862.558,00 ton meliputi
luasan  100.600,00 Ha. Pisang memiliki kontribusi yang besar terhadap produksi buah-
buahan nasional. Produksi tahun 2014 menduduki urutan pertama paling tinggi produksinya
disusul oleh buah manga.

6. PEMANFAATAN

Pisang adalah sumber karbohidrat dan serat yang penting. Buahnya mengandung
sejumlah besar vitamin esensial seperti A, B1, B2, dan C; mineral seperti potassium juga
sejumlah pati dan hemiselulosa. Pisang dan plantain adalah satu-satunya grup buah yang
juga sebagai bahan pangan utama untuk milliaran orang. Pisang dikonsumsi segar, dimasak,
dikukus, dibakar, atau diolah. Selain buahnya tunas bunga (jantung) dan batang semu
bagian dalam juga dimanfaatkan sebagai sayuran, selain itu juga untuk unsur pengobatan.
Pisang dapat diolah lanjut menjadi pure, jus, selai, pisang iris kemasan (Thompson 1995)
bird an wine di Afrika (Olaoye et al 2006). Tepung buah pisang sebagai bahan makanan
bayi yang mudah dicerna.
Pisang dimanfaatkan pula sebagai bahan pengobatan tradisional di India, Cina dan
Persia kuno. Kandungan lipid yang rendah dan energy yang tinggi membuatnya ideal bagi
penderita obesitas dan geriatric. Pisang diajukan sebagai suplemen diet bagi penderita
tekanan darah rendah. Pisang dapat menstimulus pembentukkan hemoglobin dan berguna
untuk pasien anemia. Pisang kaya akan triftofan suatu protein yang dikonversi tubuh
menjadi serotonin, yang dapat menimbulkan efek tenang/rileks. Pisang kaya akan lektin,
yaitu suatu protein pengikat gula yang dapat mengidentifikasi invader asing seperti virus
lalu memblokir supaya tidak memasuki tubuh. Akar pisang diduga memiliki feel
antihelmintik (Pillay & Tenkuoano, 2011).
Daun pisang sangat popular sebagai alas piring dan pembungkus material yang
higienis. Produksi daunnya menjadi sumber penghasilan tambahan untuk petani skala kecil.
Rhizoma dieksploitasi sebagai campuran pakan ternak. Batang semu yang dicampur sekam
padi bermanfaat sebagai media pertumbuhan jamur. Cairan ekstrak batang semu beberapa
jenis pisang digunakan sebagai bahan industry tinta. Serat pisang juga digunakan sebagai
bahan baku kerajinan anyaman tangan juga sebagai bahan baku industry tekstil (Pillay &
Tenkuoano, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Anderson L. 1998. Musaceae. In Flowering Plant – Monocotyledonae. K. Kubitzki (ed).
Springer Verlag Berlin Heidelberg.
Basis Data Statistik Pertanian. 2015. http://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/newkom.asp
diakses 1 Oktober 2015
Cheesman E.E. 1947. Classification of The Banana : The Genus Ensete Horan. Keww
Bulletin vol. 2 No. 2 hal: 97 – 106
Danh LD, Nhi HH, and Valmayor R. 1998. Banana collection, characterization and
conservation in Vietnam. InfoMusa 7:10 – 13.
FAO STAT. Various years. http://www.faostat.fao.org
Faure S, Noyer JL, Horry JP, Bakry F, Lanaud C, and Leon G. 1993. A molecular based
linkage map of diploid bananas. Theor. Appl. Genet. 81 : 783-786
Häkkinen M dan Wallace R. 2011. Genetic Resources for Banana Improvement. In: Pillay
M, Tenkouano A. Eds. Banana Breeding: Progress and Challenges. Boca Raton: CRC
Press. Pp. 41 – 51.
http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=display&classid=MUSA2 Tanggal
akses 15 Oktober 2015
http://www.crop-diversity.org/mgis/accession-search?f[0]=collection%3AITFRI Tanggal
Akses 1 Oktober 2015.
Nasution RE. 1991. A taxonomic studi of Musa acuminata Colla with its intraspesific axa in
Indonesia. Memoirs of the Tokyo University of Agriculture, vol 32. Tokyo.
Nelson SC, Ploetz RC, & Kepler A. 2006. Musa species (banana and plantain). Species
profil for Pasific Island agroforestry. www. Traditionaltree.org.
Olaoye OA, Onilude AA, and Odowu OA. 2006. Quality characteristic of bread produced
from composite flours of wheat, plantains and soybeans. Afr. J. Biotechnol 5:1102 –
1106
Pillay M and enkuoano A. 2011. Banana Breeding Progress and Challenges. CRC Press.
Ploetz RC, Kepler A, Daniells J, & Nelson SC. 2007. Banana and plantain – an overview
with emphasis on Pacific Islands cultivars. Musaceae (banana family). Species profil
for Pasific Island agroforestry. www. Traditionaltree.org.
Siddiqah M. 2002. Biodiversitas dan Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter
Morfologi tBerbagai Plasma Nutfah Pisang. [Skripsi]. Jurusan Biologi FMIPA. Bogor:
IPB.
Simmonds NW. 1962. The Evolution of Bananas. London: Longman.
Simmonds NW. 1966. Bananas – 2nd edition. New York: Longman Inc.
Thompson AK. 1995. Banana Processing. In: Banana and plantain. S. Gowen (ed). Pp:
481-499 London Chapman & Hall.
Uma S. Sathiamoorthy S, Saraswathi MS,  and Durai P. 2005. Banana – Indian genetic
resources and catalogue. Tiruchirapalli, India: NRCB (ICAR)
Asia. INFOMUSA 9(1) : 28 – 30.
Xue, CY, Wang H, & Li DZ. 2007. Female gametophyte and seed development in Musella
lasiocarpa (Musaceae) a monotypic genus endemic to Southwestern China. Can. J. Bot.
85 : 964 – 975.
Valmayor RV. 2000. Cooking Bananas – Classification Producion and Utilization in South
East

 
                                                            

Anda mungkin juga menyukai