Anda di halaman 1dari 14

Tanggal percobaan : 1 November 2019

Tanggal pengumpulan : 14 November 2019

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN V


KERJA JANTUNG

Nama : Fani Setyaningsih


Kelas : Biologi B 2017
NRM : 1308617058
Kelompok :1
Dosen Pengampu : Dr. Elsa Lisanti, M.Si
Asisten Laboratorium : 1. Ratna Pratiwi
2. Nurtiastuti Ramadhan

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
KERJA JANTUNG

A. Tujuan
1. Mengetahui adanya korelasi antara berat tubuh dengan frekuensi denyut
jantung pada katak
2. Mengetuhi adanya pengaruh suhu tubuh terhadap denyut jantung
3. Mengetahui bahwa jantung memiliki organ pace maker yang merupakan
alat pacu jantung
4. Mengetahui adanya pengaruh garam anorganik terhadap denyut jantung
katak
5. Mengetahui fungsi dari larutan ringer dalam percobaan ini

B. Dasar Teori
Jantung merupakan suatu organ yang berdenyut dengan irama
tertentu (kontraksi ritmik). Fungsi utama jantung adalah memompa darah
kea rah sirkulasi sistemik maupun pulmoner. Jantung terletak dalam
mediastrinum di rongga dada, yaitu diantara kedua paru – paru. Denyut
jantung pada Pisces, Amphibia dan Reptilia dimulai dari sinus venosus,
sedangkan pada Aves dan Mamalia denyut jantung dimulai dari nodus
sinoatrial. Struktur yang membentuk system konduksi adalah nodus
sinoatrial, lintasan interoda atrium, nodus atrio ventrikuler. Dalam keadaan
normal nodus mengeluarkan impuls paling cepat sehingga merupakan
pemacu jantung (Ganong, 1995).
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung sebagai pemompa dan
pembuluh darah sebagai saluran. Darah dipompakan oleh jantung ke dalam
pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh tubuh dan kemudian
kembali lagi ke jantung sebagai suatu sirkulasi (Halwatiah, 2009).
Otot jantung berbeda dari otot kerangka dalam hal struktur dan
fungsinya. Jantung terdiri dari serabut-serabut otot khusus yang bekerja
secara otomatis dan bersifat tetap. Selain itu, masih terdapat sistem saraf
yang mengatur irama denyut jantung. Dengan sekali denyutan jantung,
darah yang kaya oksigen dialirkan ke seluruh tubuh, sedangkan darah yang
kurang oksigen dialirkan ke paru-paru agar bisa dilakukan pertukaran gas.
Untuk berkontraksi otot jantung tidak memerlukan stimulus sebab otot
jantung memiliki sifat otomatis. Pada sel otot jantung dapat terjadi peristiwa
depolarisasi secara spontan tanpa ada stimulus. Selain itu otot jantung juga
memiliki sifat ritmis, peristiwa depolarisasi dan repolarisasi berjalan
menurut irama tertentu (Susanto, 2012).
Denyut jantung berasal dari system konduksi jantung dan menyebar
ke seluruh bagian myocardium. Struktur yang membentuk system konduksi
adalah nodus sinoatrial, lintasan interoda atrium, nodus atrio ventrikuler.
Dalam keadaan normal nodus mengeluarkan impuls paling cepat sehingga
merupakan pemacu jantung. (Ganong, 1995).
Jantung berongga ditemukan pada vertebrata. Jantung ini
merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian
tubuh. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah
dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk menjamin
kelangsungan sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik. Apabila
cairan tubuh berhenti bersirkulasi maka hewan mati (Isnaeni, 2006).
Katak dan amfibia lainnya mempunyai jantung berbilik tiga, dengan
dua atria dan satu ventrikel. Ventrikel akan memompakan darah ke dalam
sebuah arteri bercabang yang mengarahkan darah melalui dua sirkuit:
pulmokutaneus circuit mengarah ke jaringan pertukaran gas (dalam paru-
paru dan kulit pada katak), dimana darah akan mengambil oksigen sembari
mengalir melalui kapiler. Darah yang kaya oksigen kembali ke atrium kiri
jantung, dan kemudian sebagian besar di antaranya dipompakan ke dalam
sirkuit sistematik. Sirkuit sistemik (systemic circuit) membawa darah yang
kaya oksigen ke seluruh organ tubuh dan kemudian mengembalikan darah
yang miskin oksigen ke atrium kanan melalui vena. Skema ini,yang disebut
sirkulasi ganda (double circulation), menjamin aliran darah yang keluar ke
otak, otot, dan organ-organ lain, karena darah itu dipompa untuk kedua
kalinya setelah kehilangan tekanan dalam hamparan kapiler pada paru-paru
atau kulit (Campbell, 2004).
Ketika darah yang berasal dari kedua atrium (mengandung O2 dan
CO2 bersama – sama masuk ventrikel. Sehingga dapat menyebabkan
terjadinya percampuran antara darah yang miskin oksigen dengan darah
yang kaya oksigen. Namun, percampuran diminimalisasi oleh adanya
sekat–sekat yang terdapat pada ventrikel. Dari ventrikel, darah masuk ke
pembuluh darah yang bercabang tiga. Arteri anterior mengalirkan darah ke
kepala dan ke otak. Cabang tengah (lung aorta) mengalirkan darah ke
jaringan internal dan organ dalam badan, sedangkan arteri posterior dilewati
oleh darah yang menuju kulit dan paru-paru. Darah vena dari seluruh tubuh
mengalir masuk ke sinus venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium
kanan. Dari atrium kanan, darah mengalir ke ventrikel yag kemudian di
pompa keluar melalui arteri pulmonalis → paru–paru → vena pulmonalis
→ atrium kanan. Lintasan peredaran darah ini disebut peredaran darah
paru–paru. Selain peredaran darah paru–paru, pada katak → sinus venosus
→ atrium kanan (Koesoema, 2013).
Tekanan darah adalah kekuatan yang dimiliki oleh darah untuk
melawan dinding pembuluh darah. Tekanan darah ada 2 jenis yaitu tekanan
darah sistolik merupakan tekanan pada saat jantung memompa darah ke
arteri dan tekanan darah diastolik merupakan tekanan dimana jantung
istirahat memompa dan darah mengalir kembali ke jantung. Ada 2 faktor
utama yang mempengaruhi perubahan tekanan darah yaitu: volume darah
dalam sirkulasi dan hambatan terhadap tekanan darah. Pada saat
berolahraga terjadi pengeluaran keringat yang berlebih sehingga
meningkatkan osmolalitas plasma dan kepadatan volume darah, serta
peningkatan denyut nadi dan tekanan darah. Pada saat pemberian cairan,
jika cairan yang diberikan dapat di serap dengan efektif maka akan
menurunkan kepadatan volume darah (Krisnawati, Pradigdo dan Kartini,
2011).

C. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Benang halus 1. Katak
2. Benang kasar 2. Es batu
3. Alat bedah 3. Air panas
4. Papan bedah 4. Ringer
5. Thermometer 5. NaCl 0.7 %
6. Timbangan 6. KCl 0.7 %
7. Gelas kimia 7. CaCl 0.7 %

D. Cara Kerja
1. Korelasi Berat Tubuh dan Frekuensi Denyut Jantung

Hitung denyut Kumpulkan data


Ikatlah kaki jantungnya per dari semua
Bedah
katak hingga menit di suhu kelompok dan
rongga
tidak dapat ruangan selama 3 korelasikan antara
dada
meloncat, lalu menit, dan hitung berat badan dan
katak frekuensi denyut
timbang rata-rata denyut
per menit jantung.
2. Pengaruh Suhu terhadap Denyut Jantung

Jantung yang masih


Catat data didalam tubuhnya diberi Normalkan suhunya
denyut jantung tetesan air bersuhu 5 oC, dengan meneteskan
per menit pada dan hitung denyutnya air kran
suhu ruangan per menit

Lalu, diberi tetesan Normalkan Lalu, diberi tetesan air


air bersuhu 40
suhunya dengan bersuhu 30 derajat C,
derajat C, dan
hitung denyutnya meneteskan air dan hitung denyutnya
per menit kran per menit

3. Percobaan Stanius

Ikatan stanius
Ikatlah dengan tali
1 dibuka, lalu Amati tempat
di bagian antara Amati tempat
ikatlah bagian timbulnya
sinus venosus timbulnya
antara atrium denyutan
dengan atrium denyutan jantung
dn ventrikel jantung
(stanius 1)
(stanius 2).

4. Automasi Jantung

Balik jantung Angkat jantung


ke arah hingga terletak
mendatar dan tegak dan
Bedahlah Amati tempat
perhatikan perhatikan
rongga dada timbulnya
keadaan keadaan
katak denyutan jantung
jantung jantung
sewaktu sistol sewaktu sistol
dan diastol dan diastol
5. Pengaruh Garam Anorganik terhadap Denyut Jantung Katak

Jantung dari kegiatan Masukkan ke Masukkan ke


sebelumnya yg telah larutan NaCl 0,7% larutan Ringer
diikat dimasukkan ke dan amati kekuatan sampai denyut
larutan Ringer pada denyut jantung normal
suhu kamar

Masukkan ke Masukkan ke Masukkan ke larutan


larutan CaCl2 0,7%
larutan Ringer KCl 0,7% dan amati
dan amati
kekuatan denyut sampai denyut kekuatan denyut
jantung normal jantung

E. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Korelasi berat tubuh dan denyut jantung

Data berat katak (x) dan denyut jantung (y)


X = 44.75, 66.7 Rxy = 0.015186, artinya hubungan
antara berat katak dan denyut jantung
Y = 64, 67
ialah lemah serta hubungannya searah.

Tabel 2.Pengaruh suhu terhadap denyut jantung


Data suhu (x) dan denyut jantung (y)
o
X = 7 C, Y = 59 Rxy = -0.00016, artinya hubungan
o
X = 8 C, Y = 54 antara suhu dan denyut jantung ialah
o
X = 40 C, Y = 56 lemah serta hubungannya berlawanan.
o
X = 42 C, Y = 68

Tabel 3.Percobaan Stanius


Stanius Tempat timbulnya denyut jantung
I Sinus venosus
II Atrium

Tabel 4. Automasi jantung


Letak jantung Sistol Diastol
Ventrikel memendek Ventrikel memanjang
Mendatar
dan menebal dan menipis
Ventrikel memendek
Tegak Ventrikel memanjang
dan jatuh tertumpuk
Dibalik ke atas Memanjang Memendek

Tabel 5. Pengaruh garam anorganik terhadap denyut jantung katak.


Detak jantung per Detak jantung per menit Detak jantung per
menit dalam NaCl dalam KCl menit dalam CaCl2

62 60 33
49 57 44

Uji ANOVA Satu Arah

F. Pembahasan
1. Korelasi Berat Tubuh dan Frekuensi Denyut Jantung
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan untuk
mengetahui korelasi berat tubuh dan denyut jantung pada katak.
Berdasarkan hasil pengamatan, denyut jantung (Y) yang didapat adalah 64
dan berat tubuh (X) 44.75 gr pada katak 1. Sedangkan pada katak 2, denyut
jantung (Y) yang didapat adalah 67 dengan berat tubuh (X) 66.7 gr.
Didapatkan Rxy (koefisien korelasi) 0.015186, yang artinya korelasi antara
berat tubuh dengan denyut jantung ialah lemah dan hubungannya searah.
Berdasarkan literatur, dinyatakan bahwa denyut nadi dapat
dipengaruhi oleh berat badan dengan perbandingan berbanding lurus. Selain
itu, Berat badan berkaitan dengan IMT (Indeks Massa Tubuh). Dimana
semakin tinggi berat badan, maka akan semakin tinggi IMT dan begitu
sebaliknya (Sharkey, 2011). Sehingga makin tinggi IMT denyut nadi
istirahat semakin tinggi. Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko
kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif bergerak cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
dan sering otot jantung memompa, dan makin tinggi tekanan yang
dibebankan pada arteri (Ludington et al, 2011).
Berdasarkan hasil hasil yang didapat, pengamatan yang dilakukan
tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa semakin besar berat
badan, semakin besar pula frekuensi denyut jantung yang dihasilkan.

Gambar 1. Katak 1 Dan 2 yang ditimbang sebelum diberi perlakuan

2. Pengaruh Suhu terhadap Denyut Jantung


Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan untuk
mengetahui korelasi suhu terhadap denyut jantung. Berdasarkan hasil
pengamatan, denyut jantung (Y) yang didapat pada kondisi air panas adalah
55 dengan suhu air panas (X) 40 oC, serta denyut jantung (Y) yang didapat
pada air dingin adalah 59 dan suhu air dingin 7 oC pada katak 1. Sedangkan
pada katak 2, denyut jantung yang didapat (Y) adalah 68 dengan suhu air
panas (X) 42 oC, serta denyut jantung (Y) yang didapat pada air dingin
adalah 54 dan suhu air dingin 8 oC. Didapatkan Rxy (koefisien korelasi) -
0.00016, yang artinya korelasi antara suhu tubuh dengan denyut jantung
ialah lemah dan hubungannya berlawanan.
Berdasarkan literatur, Katak merupakan hewan berdarah dingin
(poikiloterm), artinya memiliki suhu tubuh yang berubah sesuai dengan
lingkungan. Suhu tubuh hewan poikiloterm ditentukan oleh
keseimbangannya dengan kondisi suhu lingkungannya dan bisa berubah-
ubah seperti berubahnya kondisi lingkungan. Hewan ini mampu mengatur
suhu tubuhnya sehingga mendekati suhu lingkungan yang memanfaatkan
input radiasi sumber panas yang ada disekitarnya sehingga suhu tubuh
diatas suhu lingkungan. Pengaturan penyesuaian suhu dikordinir melalui
kulit dan organ-organ pernafasan. Hal ini juga dikarenakan katak belum
memiliki centrum pengatur suhu sehingga tidak bisa mempertahankan suhu
tubuhnya agar tetap stabil. Demikian halnya pada suhu lingkungan yang
panas (Kay, 1988).
Berdasarkan hasil yang didapat, pengamatan yang dilakukan tidak
sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa semakin suhu, maka akan
semakin besar pula denyut jantung pada katak.
3. Percobaan Stanius
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan untuk
mengetahui bagian mana dari jantung yang mula-mula menimbulkan
denyut. Berdasarkan hasil pengamatan, pada kedua jantung katak yang
diikat tali di bagian antara sinus venosus dengan atrium (stanius I),
didapatkan tempat timbulnya denyut jantung berawal dari sinus venosus.
Sedangkan pada kedua jantung katak yang diikat tali di bagian antara atrium
dengan ventrikel (stanius II), didapatkan tempat timbulnya denyut jantung
berawal dari atrium.
Berdasarkan literatur, dinyatakan bahwa pada amphibia, misalnya
katak, bagian jantung yang bertindak sebagai pacu jantung adalah sinus
venosus. Impuls yang mula-mula diterima oleh sinus venosus kemudian di
rambatkan ke atrium dan akhirnya dirambatkan ke ventrikel. Implus
tersebut merambat melalui serabut oto atrium dan serabut oto ventrikel dan
tidak merambat melalui sistem konduksi yang khusus seperti pada hewan
mamalia. Menurut Stanius pada percobaannya, sebuah tali yang diikatkan
pada sinioatrial, akan menghasilkan reaksi atrium dan ventrikel berhenti
sedangkan sinus venosus tetap berdenyut. Sinus venosus adalah tempat dari
sumber jantung (Dukes, 1955).
Menurut Supripto (1998), bahwa meskipun jantung berkontraksi
dengan sendirinya, namun kuat kontraksi, frekuensi denyut jantung, dan
perambatan impuls pada jantung dipengaruhi oleh saraf otonom, yaitu saraf
simpatik dan saraf parasimpatik.
Percobaan stannius ini membuktikan bahwa eksitasi jantung mula-
mula terjadi di sinus venosus dan kemudian menyebar ke atrium dan
ventrikel.

4. Automasi Jantung
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan untuk
mengetahui bahwa jantung yg sudah tidak mimiliki hubungan persyarafan
dan tidak memompa darah lagi, ternyata masih sanggup untuk berdenyut
sendiri karena adanya sifat otomasi. hal ini dapat terjadi karena terdapat alat
pacu jantung (Pace Maker) yang selalu meletupkan potensial aksi secara
otomatis.
Saat jantung katak diletakkan mendatar, pada waktu diastole,
ventrikel akan memanjang dan pada saat sistol, ventrikel akan memendek.
Saat jantung katak dibalik ke atas, pada waktu diastole, ventrikel akan
memanjang dan pada saat sistol, ventrikel akan memendek. Sedangkan Saat
jantung katak diletakkan tegak, pada waktu diastole, ventrikel akan
memendek dan pada saat sistol, ventrikel akan memanjang.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada kedua jantung katak yang
diikat tali di bagian antara sinus venosus dengan atrium (stanius I),
didapatkan tempat timbulnya denyut jantung berawal dari sinus venosus.
Sedangkan pada kedua jantung katak yang diikat tali di bagian antara atrium
dengan ventrikel (stanius II), didapatkan tempat timbulnya denyut jantung
berawal dari atrium.
Menurut Macwilliam (1993), dinyatakan bahwa Jantung pada posisi
mendatar, ventrikel akan memendek dan menebal pada sistol dan ventikel
memanjang pada diastol, sehingga mengakibatkan tekanan darah pada saat
mendatar lebih kecil. Jantung pada posisi tegak, ventrikel akan memanjang
dan menipis pada sistol dan ventikel memendek dan menebal pada diastol,
sehingga tekanan darak akan meningkat.
Jantung mempunyai otot yang bersifat otomasi artinya dapat
membentuk pusat denyut jantung sendiri. Pusat utama denyut jantung katak
ini disebut sinus venosus (ganglion remak), yang terletak di atrium kiri
jantung. Pusat denyut jantung ini akan mengeluarkan impuls kemudian
impuls ini mengeluarkan arus listrik yang selanjutnya arus lisrik ini
diteruskan ke setiap sel otot jantung sehingga jantung dapat berdenyut
secara otomatis secara terus menerus sehingga darah dapat dipompa ke
seluruh tubuh setiap saat tanpa henti (Ardiyanto, 2014).

Gambar 2. Jantung katak yang telah dipotong


setelah sebelumnya diikat terlebih dahulu

5. Pengaruh garam anorganik terhadap denyut jantung katak


Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh garam organik terhadap denyut jantung katak.
Kami menggunakan 3 larutan, yaitu NaCl, KCl, dan CaCl2. Hasil detak
jantung yang dihasilkan ketika ditambahkan dengan larutan NaCl yaitu 62
dan 49 per menit. Hal ini berarti terjadi penurunan denyut jantung.
Berdasarkan literatur, dikatakan bahwa tidak adanya perubahan baik
peningkatan maupun penurunan denyut jantung pada jantung yang
ditambahkan dengan NaCl 0.7%. Hal ini disebabkan karena NaCl 0,7%
merupakan larutan garam fisiologis bagi katak (Kasmeri, 2016).
Sedangkan detak jantung yang dihasilkan ketika jantung
ditambahkan dengan larutan KCl yaitu 60 dan 57 per menit. Hal ini berarti
terjadi penurunan denyut jantung. Berdasarkan literatur, dikatakan bahwa
potasium akan memberhentikan kerja dari ventrikel. Peningkatan
permeabilitas potasium akan menyebabkan difusi K+ ke luar sel, sehingga
terjadi repolarissi dan membuat bagian dalam sel lebih negatif sehingga
menyebabkan relaksasi di sel otot jantung (Sherwood, 2001). Hal ini
menunjukkan bahwa pada jantung yang ditambahkan larutan potassium
dapat terjadi penurunan denyut nadi pada jantung katak.
Terakhir, detak jantung yang dihasilkan ketika jantung ditambahkan
dengan larutan CaCl2 yaitu 33 dan 44 per menit. Hal ini berarti adanya
peningkatan pada denyut jantung. BerdaSarkan literatur, Hal tersebut
disebabkan karena pemberian Ca2+ akan memicu pengeluaran Ca2+ dari
retikulum endoplasma dan menyebabkan potensial aksi terjadi, sehingga
jantung berdenyut kembali (Sherwood, 2001).
Selanjutnya hasil diuji dengan ANOVA Satu Arah dan
menunjukkan sig 0.047 yang artinya terdapat pengaruh garam anorganik
terhadap denyut jantung katak.
Jantung berdenyut secara berirama ketika melakukan kontraksi, hal
ini akibat adanya potensial aksi yang ditimbulkan oleh kegiatan jantung itu
sendiri. Jantung memiliki sebuah mekanisme untuk mengalirkan potensial
aksi yang ditimbulkannya sendiri untuk melakukan kontraksi dan relaksasi.
Mekanisme aliran listrik yang menimbulkan aksi tersebut dipengaruhi oleh
beberapa jenis elektrolit seperti K+,Na+ dan Ca2+. Sehingga apabila di dalam
tubuh terjadi gangguan pada kadar elektrolit tersebut maka akan
menimbulkan gangguan pula pada mekanisme aliran listrik pada jantung
(Ardiyanto, 2014).
Larutan ringer merupakan salah satu larutan laboratorium dari
garam dalam air yang digunakan untuk memperpanjang waktu
kelangsungan hidup jaringan yang telah dipotong. Larutan ini akan
menetralkan atau mengembalikan denyut jantung ke denyut awal.
Pada praktikum ini, larutan NaCl berfungsi sebagai penetralisir. Hal
ini karena semua larutan garam sementara menghapuskan aktivitas ritmis
jantung (Buridge, 1912).

Gambar 3. Perlakuan pemberian berbagai macam larutan pada jantung katak


G. Kesimpulan
1. Berat tubuh berbanding lurus dengan frekuensi denyut nadi, dimana
semakin besar berat tubuh maka semakin cepat pula denyut nadi yang
dihasilkan
2. Suhu tubuh berbanding lurus dengan frekuensi denyut nadi, dimana
semakin tinggi suhu tubuh, maka akan semakin besar pula denyut
jantung pada katak
3. Pada jantung terdapat organ pace maker yang berfungsi sebagai jaringan
pemacu denyut jantung. Organ pace maker ini adalah Sinus Venosus
dan nodus Sinoatrial
4. Pada jantung yang diberi perlakuan penambahan garam-garam
anorganik, memiliki berbagai pengaruh rehadap denyut jantung pada
katak, di antaranya:
- NaCl 0.7 % : Tidak terjadi peningkatan ataupun penurunan denyut
jantung
- KCl 0.7 % : mengalami penuruna denyut jantung
- CaCl : mengalami peningkatan denyut jantung
5. Larutan ringer merupakan larutan yang digunakan untuk
memperpanjang waktu kelangsungan hidup jaringan yang telah
dipotong. Larutan ini akan menetralkan atau mengembalikan denyut
jantung ke denyut awal

H. Daftar Pustaka
Campbell, NA., Jane, BR., dan Lawrence GM. 2004. Biologi Jilid 3 Edisi
kelima. Jakarta: Erlangga
Dukes, H. 1955. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Pub.
Associated. New York
Ganong, W. F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Kedokteran
EGC
Halwatiah. 2009. Fisiologi. Makassar: Alauddin press
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius
Kay, Ian. 1998. Introduction To Animal Physiology. Manchester: Bios
Scientifik Publisher.
Krisnawati, D., Pradigdo, FS., Kartini, A. 2011. Efek Cairan Rehidrasi
terhadap Denyut Nadi, Tekanan Darah dan Lama Periode Pemulihan.
Jurnal Media Ilmu Keolahraga Indonesia, 1(2): 133-138.
Ludington A, Diehl H. 2011. Sehat dan Kuat: Sehat itu Pilihan
Bukan Kesempatan. Bandung: Indonesia Publising House
MacWilliam, J.A. (1933). Postural effects on heart rate and blood pressure.
Quarterly Journal of Experimental Physiology. 23:1-33.
Sharkey, BJ. 2011. Kebugaran dan Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Buridge, 1912. Researches on the perfused Heart: The effect of Inorganic
Salt. Experimental Physiology (5).347-371
Supripto, 1998. Fisiologi Hewan. Bandung: Penerbit ITB

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai