Oleh :
Nama : NPM :
Amalia Kamilah 141104090591
Dandi Aldi 141104090692
Mawar Kusumastuti 141104090748
Muh. Maftuh R. 141104090167
Nurhikmah Noviyanti 141104090933
Siti Mulyani 141104090490
Umi Purnamasari 141104090444
Zulfatun Niswah 141104090840
Dosen:
Drs.H.M.Kholil Nawawi, M.Ag
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Rabbul izzati yang telah
menganugerahkan nikmat dan ma’unah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”Syar’u Man Qablana”.
Tak lupa pula kita khaturkan salam serta salawat atas junjungan kita Nabi Muhammad
Saw. Yang telah menuntun kita kejalan benar, beserta keluarga dan sahabatnya sebagai
sumber ilmu pengetahuan dan hikmat.
Makalah ini disusun untuk memyelesaikan tugas, pada mata kuliah Ushul Fiqih
dengan dosen bapak Drs.H.M.Kholil Nawawi, M.Ag di Universitas Ibnu Khaldun , pada
program studi Pendidikan Agama Islam. Maka harapan penulis kiranya makalah ini, sesuai
dengan harapan Bapak Dosen pada mata kuliah yang dimaksud.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, sekali pun penulis berusaha dengan keras untuk menyempurnakannya,
namum penulis tetap berkeyakinan masih banyak juga kekurangan-kekurangannya. Oleh
karena itu dengan ini pula penulis menantikan masukan berupa saran, usulan kritik dan
sebagainya dari para pembaca untuk dijadikan bahan penyempurnaan pada masa-masa
mendatang. Dan akhirnya hanya kepada Allah SWT, jualah penulis memohon semoga tulisan
ini memberikan manfa’at yang baik guna kemajuan ilmu pengetahuan, baik bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar....................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................iii
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang..................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.............................................................................1
1.3.Tujuan...............................................................................................1
Bab 2
PEMBAHASAN
Bab 3
PENUTUP
3.1Kesimpulan........................................................................................9
Daftar Pustaka.....................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Agar pembaca mengetahui apa saja sandaran Syari’at Rasulullah Sebelum dan
Sesudah Bi’tsah (Di utus menjadi Rasul).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada Azasnya syariat yang diperuntukan oleh Allah sebagai umat dahulu yang
mempuyai azas yang sama dengan syariat yang diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman Allah :
Artinya:
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik
agama yang kamu seru mereka kepadanya. Alah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) Nya orang yang kembali (kepada-
Nya) (QS. Asy-Syura 13: 42)”.
Diantara azas yang sama itu ialah yang berhubungan dengan konsepsi ketuhanan,
tentang hari akhir, tentang qodo dan qodar, tentang janji dan ancaman Allah dan sebagainya.
Mengenal perinciannya atau detailnya ada yang sama dan ada yang berbeda, hal ini
disesuaikan dengan keadaan, masa dan keadaan.
Dalam pada itu ada pula syariat umat yang dahulu itu sama namanya, tetapi berbeda
pelaksanaannya dengan syariat Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam, seperti puasa
(lihat Al-Baqarah ayat 183), hukum qishash (surat al-Maidah ayat 30) dan sebagainya.
3
1.4 Macam-macam Syar’un Man Qablana
Sesuai dengan ayat di atas, kemudian dihubungkan antara syariat Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam dengan syariat umat-umat sebelum kita, maka ada tiga macam
bentuknya;
a. Syariat yang diperuntukkan orang-orang sebelum kita, tetapi al-quran dan hadits tidak
menyinggungnya, baik membatalkannya atau menyatakan berlaku pula bagi umat Nabi
Muhammad Shallallahualaihi wasallam. Yang dijelaskan dalam Al-Quran atau hadist nabi
bahwa yang demikian telah dinasakhkan / tidak berlaku lagi bagi umat nabi Muhammad
umpamanya firman Allah Subhanahu wata'ala dalam surat Al-an’am ayat 146 :
و على ا لّذ ين ها د و ا ح ّر منا ك ّل ذ ي ظفر ومن البقر و الغنم ح ّر منا عليهم شحو مهما
"Kami haramkan atas orang-orang yahudi setiap (binatang) yang punya kuku, dan dari sapi
dan kambing kami haramkan pada mereka lemaknya."
Ayat ini mengisahkan apa yang diharamkan Alloh untuk orang yahudi dahulu. Kemudian
dijelaskan pula dalam Al-Quran bahwa hal itu tidak berlaku lagi untuk umat nabi
Muhammad sebagaimana disebutkan dalam surat Al-an’am ayat 145 :
قل ال ا جد في ما او حي ال ّي محرّما على طا عم يط عم يطعمه ا الّ ان يكو ن ميته او دما مسفو حا او لحم خنز ير
Artinya:
Katakanlah, “tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan mati
(bangkai), darah yang mengalir, daging babi.
b. Syariat yang diperuntukkan bagi umat-umat sebelum kita, kemudian dinyatakan tidak
berlaku bagi umat Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam.
c. Syariat yang berlaku bagi orang-orang sebelum kita, kemudian al-quran dan hadits
menerangkannya pada kita.
Mengenai bentuk ketiga, yaitu syariat yang diperuntukkan bagi umat-umat sebelum
kita. Kemudian diterangkan kepada kita oleh al-quran dan hadits, para ulama berbeda
pendapat. Sebagian ulama hanafiyah, sebagian ulama malikiyah, sebagian ulama As-
Syafi’iyah dan sebagian ulama hanabilah berpendapat bahwa syariat itu berlaku pula bagi
umat Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam. Berdasarkan inilah golongan Nafifiyah
berpendapat bahwa membunuh orang dzimmi sama hukumnya dengan membunuh orang
Islam. Mereka menetapkan hukum itu berdasarkan ayat 45 surat al-Maidah. Mengenai
pendapat golongan lain ialah menurut mereka dengan adanya syariat Muhammad
4
Shallallahualaihi wasallam, maka syariat yang sebelumnya dinyatakan mansukh (tidak
berlaku lagi hukumnya).
Mengenai bentuk kedua, para ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hujjah, sedang
bentuk pertama ada ulama yang menjadikannya sebagai dasar hujjah, selama tidak
bertentangan dengan syariat Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam.
Artinya:
“ Dia (Alloh SWT) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkannya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad Shallallahu'alaihi
wasallam) dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu
tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah-pecah belah di
dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu
serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang dikeheendaki kepada agama tauhid dan
memberikan petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali (kepadaNya).”
Diantara azaz yang baru itu adalah yang berhubungna dengan konsepsi ketuhanan,
tentang akhirat, tentang janji, dan ancaman Allah. Sedangkan rinciannya ada yang sama dan
ada juga yang berbeda sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman masing-masing.
Oleh karena itu terdapat penghapusan terhadap sebagian hukum umat-umat yang
sebelum kita (umat Islam) dengan datangnya syariat Islamiyah dan sebagian lagi hukum-
hukum umat yang terdahulu tetap berlaku, seperti qisas.
1.7 Sandaran Syari’at Rosululloh Sebelum dan Sesudah Bi’tsah (Di utus
menjadi Rosul)
a. Keterikatan Rosululloh sebelum diutus menjadi Rosul terhadap syari’at Islam, terjadi
perbedaan pendapat. Para jumhur Mutakalimin dan sebagian Ulama malikiyah
mengatakan bahwa nabi sebelum diutus menjadi Rasul tidak terikat dengan syari’at
6
sebelum Islam, karena jika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, terikat dengan syari’at
sebelum Islam, maka akan ada dalil yang menunjukannya.
Sedangkan setelah ditelusuri tidak ada dalil yang menegaskan bahwa Beliau terikat
dengan syari’at sebelum islam. Sedangkan ulama hanafiyah, hanabillah, ibnu al-hajib
mengatakan bahwa Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul terikat dengan syari’at
sebelum Islam, karena ada beberapa alasan yang menyatakannya:
Setiap Rasul Allah diseru untuk mengikuti syari’at Rasul-rasul sebelumnya.
Banyak riwayat yang menunjukan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam sebelum
menjadi Rasul telah melakukan perbuatan / amalna tertentu yang sumbernya bukan
dari akal semata, seperti pelaksanaan sholat, haji, dan umrah, mengagungkan ka’bah
dan towaf disekelilingnya serta menyembelih binatang. Hal tersebut berdasarkan
firman Allah surat Al-An’am 90
الئك الّذ ين هد ى هللا فبهد ىهم اقتده
Artinya:
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Alloh, maka ikutilah
petunjuk itu”
b. Keterikatan Rasulullah setelah diangkat menjadi Rasul
Keterikatan Rasulullah dan umatnya terhadap syari’at sebelum islam ketika telah
diangkat menjadi Rasul. Para ulama berpendapat bahwa untuk masalah akidah, syari’at
islam tidak membatalkan. Sedangkan syari’at sebelum Islam yang tidak terdapat dalam
Al-Quran dan sunnah tidak menjai syari’at bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
dan umatnya. Kecuali yang ditegaskan dalam Al-Quran dan sunnah.
Namun untuk hukum-hukum yang tercantum dalam Al-Quran, tetapi tidak ditegaskan
beralkunya untuk ummat Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, tetapi diketahui secara
pasti oleh hukum itu berlaku bagi umat sebelum islam dan tidak ada pembatalan dalam
Al-Quran dan Sunnah, terjadi perbedaan pendapat diantaranya:
1. Jumhur ulama yang terdiri dari ulama hanafiyah, malikiyah, dan sebagian ulama
syafi’iyah menyatakan bahwa jika hukum syari’at sebelum Islam itu disampaikan
pada Nabi Shallallahu alaihi wasallam. Melalui wahyu al-Quran bukan melalui kitab
agama mereka yang telah diubah, maka umat Islam terikat denag hukum tersebut,
alasannya syari’at sebelum Islam merupakan syariat yang diturunkan Allah dan tidak
ada indikasi yang menunjukan pembatalan syari’at, seperti yang tercantum dalam
surat An-nahl ayat 123 :
7
ث ّم ا و حينا الي|ك ان تّب|ع ملّ|ة اب|ر هيم حنيف|ا و م|ا ك|ا ن من المش|ر كين
Artinya:
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) : Ikutilah agama Ibrahim yang
hanif.”
Kemudian hadist Rasulullah yang artinya: Siapa yang tertidur dan lupa untuk sholat,
maka kerjakanlah sholat itu ketika ia ingat / bangun, kemudian Rasulullah
membacakan ayat: “kerjakanlah shlat itu untuk mengingat-Ku” (HR.Bukhori,
Muslim Tirmidzi, Nasa’i dan Abu Dawud).
2. Ulama asy’ariyah, mu’tazilah dan syiah dan sebagian ulama syafi’iyah mengatakan
bahwa syari’at sebelum Islam tidak menjadi syari’at bagi Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam dan umatnya, alasannya:
Pertama ketika Rasul Shallallahu alaihi wasallam mengutus Mu’az bin jabbar
untuk menjadi qadi di Yaman, Rasul bertanya: “bagaimana engkau menetapkan
hukum, Mu’az menjawab :” dengan kitabullah, jika tidak ada dalam kitabullah
dengan sunah Rasulullah Shallallahualaihi wasallam. Dan apabila tidak aa juga
maka saya akan berijtihad. Nabi Shallallahu alaihi wasallam memuji sikap mu’az
tersebut.
Kedua, firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 48 yang artinya : “ untuk tiap-
tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jangan yang terang”.
Ketiga, syari’at Islam merupakan syari’at yang berlaku utuk seluruh umat
manusia, sedangkan syari’at sebelum Islam hanaya berlaku bagi umat tertentu,
seprti sabda Rasul Shallallahu alaihi wasallam yang artinya : “ para Nabi diutus
khusus untuk kaumnya dan saya diutus untuk seluruh umat manusia”.
(HR.Bukhori, Muslim, dan Nasa’i)
Dalam hal ini Abdul hamid hakim mengutip perkataan Imam Al Syaukani, yang
menyebutkan bahwa terdapat beberapa pendapat:
8
Bahwa Rasul Shalallahu alahi wasallam bersyari’at kepada syari’atnya Nabi
Ibrahim alaihissalam
Ada pula yang mengatakan Rasulullah beribadah dengan syari’at Nabi Musa
alahissalam
Dan yang menyatakan Rasulullah bersyari’at kepada syari’at Nabi Isa alahisslam
karena Nabi yang paling dekat dengan Rasul Shallallahu alaihi wasallam
9
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas nampak bagi kita akan esensi syariat umat terdahulu, yang mana
kandungannya ada yang mengandung keselarasan dengan apa yang dibawa Nabi kita
Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan diakui oleh al-Quran dan as-sunnah syariat kita
dan ada juga yang menyalahi. Syar’un Man Qablana dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu:
Para ulama menggunakan beberapa dalil untuk membuat ketentuan dalam mencari
kehujjahan dalil syariat umat yang terdahulu apakah berlaku juga untuk umat Nabi
Muhammad. Maka pada dasarnya syariat yang ditetapkan kepada umat terdahulu dapat
dikatakan relatif yang wajib diikuti oleh umat Nabi Muhammad. Artinya berdasarkan
kesepakatan ulama jika syariat itu ditegaskan kembali oleh ketetapan Allah dan RasulNya,
maka syariat tersebut wajib untuk diikuti.
10
Daftar Pustaka
https://www.google.com/search?
q=Syar’un+Man+Qoblana&oq=sy&aqs=chrome.0.69i59j69i57j69i59l2j69i60l2.3543j0j8&sourceid=c
hrome&es_sm=93&ie=UTF-8
http://www.zulfanafdhilla.com/2013/01/makalah-asy-syaru-man-qablana-ilmu.html
http://dyen-syafitrimm.blogspot.com/p/makalah-syaru-man-qablana.html
http://tammimsyafii.blogspot.com/2013/11/ushul-fiqh-syaru-man-qoblana.html
11