Epidemiologi Musibah Massal
Epidemiologi Musibah Massal
Musibah Massal
Musibah ada yang terbuka (open disaster) dan ada yang bentuk
tertutup (close disaster). Yang terbuka terjadi jika peristiwa tejadi pada tempat
yang tertutup atau terbatas tertentu, misalnya kecelakaan pesawat udara atau
kebakaran hotel. Yang bentuk terbuka biasanya mengenai daerha yang luas
dan terbuka, atau dalamm lingkungan masyarakat.
- Masalah korban bencana yang mati :-- bagaimana sifat keluarga dan
masyarakat terhadap korban mati, misalnya bagaimana penguburannya;
dimana, kapan dilakukan dan siapa yang harus dan mampu melakukannya.
Selin itu terhadapkorban yang akan terkait masalah visum atau identifikasi
mayat, dan kemungkinana penularan penyakit yang dialaminya.
- Korban yang sakit :-- dibawa kemana (tempat evakuasi),siapa yang haris
membawanya,segera atau disimpan saja di rumah/tempat kejadian.
- Masyarakat lain terkena/korban tidak langsung atau terancam :--
menghindarkan mereka terhadapa dampak lanjut dan bencana susulan.
Untuk itu perlu penentuan batas wilayah terancam atau isolasi. Kalau
diperlukan pemindahan penduduk, diperlikan pemikiran tentang bagamana
motivasi dan cara pemindahan penduduk itu. Masyarakat pada umumnya
enggan bahakan ada yang resisten terhadapa pindah ke tempat lain
walaupun tempat tinggalnya berada dalam keadaan bahaya.
- Masyarakat bebas dari gangguan :-- mereka yang selamat perlu
komunikasi sengan korban, dan dapat dilakukan mobilisasi tenaga dan
dana.
- Pengungsian :-- penanganan dari hal pelayanan kebutuhan sehari-hari dan
upaya pelayanan kesehatan para pengungsi.
Selain itu dari aspek kesehatan masyarakat hal-hal yang terkait dengan
musibah akan juga mendapat perhatian seperti :
Masalah-masalah yang luas dan rancu yang dapat terjadi akibat suatu
musibah bisa berupa :
Manajemen Musibah
- Rescue
- Acute medical response
- Emergency sosial relieve
- Emergency physical rehabilitation
Dalam manajemen musibah massal, faktor waktu/kecepatan tindakan
mendapat perhatian dengan tindakan-tindakan khusus pada waktu yang tepat.
Misalnya pada hari pertama, manajemen di arahkan dalam bentuk untuk
upaya penyelamatan jiwa (life saving measures) untuk menyelamatkan jiwa
mereka yang cidera. Hari kedua penyelamatan jiwa menurun kepentingannya
dan pelayanan diarahkan pada kebutuhan kesehatan (health need) misalnya
pemondokan sementara, pemberian makanan dan minuman dan sanitasi. Hari
ketiga sampai hari kelima, selain korban maka masyarakat sekitar yang
terlibat langsung sudah mulai mendapat perhatian terutama mereka yang peka
(vulnerable group). Hari-hari selanjutnya diperlukan sistem survailan untuk
upaya-upaya pencegahan misalnya untuk mencegah secondary disaster,
misalnya wabah susulan. Hari-hari selanjutnya merupakan upaya rehabilitasi
(relief effort).
Korban Musibah
EPIDEMIOLOGI EMERGENSI
Sifat kesehatan darurat ditandai dengan kejadian yang mendadak akibat yang
berat dan perlu tindakan khusus dan segera. Sifat-sifat ini merupakan sifat dari suatu
keadaan GAWAT (crisis). Karena itu kesehatan darurat secara lebih khusus dapat
disebut sebagai suatukesehatan gawat darurat atau darurat yang lebih menekankan
terjadi kegawatan medis yang perlu bantuan segera.
Menurut hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986, kematian karena
kecelakaan menempati kedudukan no 4,bandingkan dengan penykit
jantung/kardiovaskuler yang menduduki no ke-2.
Karena sifatnya yang mendesak, akibatnya berat, dan perlu tindakan khusus
maka emergensi itu memerlukan organisasi dan perencanaan yang utuh
(komprehensif) dengan memperhatikan hal-hal seperti :
1. Perlu ketepatan waktu dalam menangani emergensi.
2. Tidak dalam prosedur penuh tetapi tetap dala, suatu prosedur yang ketat.
3. Organisasi yang mantap karena melibatkan banyak komponen, trmasuk
masyarakat.
Penanggulangan emergensi
Dalam fase deteksi dapat dilakukan identifikasi dari hal-hal seperti : tempat
atau jalan-jalan dimana sering terjadi KLL, bagian atau tempat yang sering terjadi
kecelakaan ditempat kerja, daerah rawan kriminal, daerah rawan gempa
(earthquake disaster mapping), berdasarkan kegiatan fase deteksi maka dapat
dilakukan kegiatan fase supresi yang bisa berupa gerakan disiplin lalu lintas (law
enforcement) sehingga masyarakat patuh lalu lintas, peningkatan patroli
keamanan atau pembuatan disaster mapping.
Pada fase prarumah sakit maka diperlukan adanya partisipasi aktif mayarakat
dalam memberikan pertolongan sehingga masyarakat dapat di angkut di rumah
sakit. Selain itu transportasi khusus yang melibatkan ambulan gawat darurat 118.
Fase rumah sakit akan ditangani oleh UGD dari rumah sakit referal atau
rumah sakit sistem pelayanan yang ditentukan. Disusul oleh fase rahabilitasi
terhadap penderita setelah keluar dari rumah sakit. Sementara itu terhadap aspek
fisik dampak musibah terjadi kerusakan yang memerlukan penanggulangan.
Setelah semuanya kegiatan maka diperlukan evaluasi baik sementara upaya
penanggulangan maupun setelah usia musibah.
Upaya ini masih sangat bersifat medis sedangkan masalah emergensi melibatkan
aspek-aspek lain seperti :