Anda di halaman 1dari 86

MODUL

PEMBELAJARAN
KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UPN VETERAN JAKARTA,2020
MODUL PEMBELAJARAN
KEPERAWATAN JIWA

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Jiwa

Disusun Oleh:

TIM DOSEN KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Jakarta
PROGRAM STUDI DIPLOMA KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
Jalan Limo, Depok 16515
Telp. (021) 7532884, 7546772 Fax. 021-7532884, Website: www.upnvj.ac.id

MODUL PEMBELAJARAN
KEPERAWATAN JIWA

Nomor Dokumen

Revisi
00
Tanggal

Disusun oleh, Diperiksa oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Wadek I


Tim Keperawatan
S1 Keperawatan
Jiwa
Ns.Duma L.T,M.Kep.,Sp.Kep.J Sri Yani, S.St,Ft.,M.Si

i
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

a. VISI

Menjadi Program studi D3 keperawatan yang berdaya saing dan menghasilkan


perawat vokasi yang kompeten dalam bidang keperawatan dengan beridentitas bela
negara tahun 2025.

b. MISI

1) Menyelenggarakan pendidikan vokasi yang berkualitas sesuai dengan


kurikulum Nasional yang bercirikan bela negara
2) Menyelenggarakan kegiatan penelitian dibidang keperawatan berbasis IPTEK
dengan fokus pada bidang promotif dan preventif dengan identitas bela negara
3) Menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat dibidang keperawatan
termasuk kesehatan matra dengan fokus pada pemberdayaan masyarakat dengan
identitas bela negara
4) Meningkatkan kerjasama dengan institusi atau lembaga nasional ataupun
internasional untuk mendukung Tri Dharma yang bermutu tinggi.

ii
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga modul keperawatan jiwa ini
dapat tersusun dengan baik. Modul Pembelajaran ini berisi modul
pembelajaran dan praktik yang diperuntukkan bagi mahasiswa Program Studi
S1 Keperawatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

Diharapkan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran komunikasi


keperawatan dapat mengikuti semua kegiatan teori dan praktikum dengan baik
dan dapat melaksanakan semua prosedur praktikum dengan baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini tentunya masih
terdapat beberapa kekurangan, sehingga penulis bersedia menerima saran dan
kritik dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakan modul ini di
kemudian hari.

Semoga dengan adanya modul pembelajaran ini dapat membantu proses


belajar mengajar khususnya kegiatan praktikum mata kuliah keperawatan Jiwa
dengan lebih baik lagi.

Jakarta, Agustus 2020

Tim Penulis
ASUHAN KEPERAWATAN
HARGA DIRI RENDAH
1
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan
jiwa pada pasien dengan masalah gangguan konsep diri

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu melakukan hal berikut.
1. Menjelaskan definisi konsep diri.
2. Menjelaskan rentang respons konsep diri.
3. Menjelaskan komponen konsep diri.
4. Melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami gangguan konsep diri.
5. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri.
6. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri.
7. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan konsep diri

Pernahkah anda melihat seorang wanita cantik mengalami


kecelakaan lalu lintas dengan menggunakan mobil mewahnya,
yang mengakibatkan wanita cantik tersebut mengalami luka
pada wajahnya sehingga wajahnya rusak dan juga terjadi fraktur
pada lengan kananya. Wanita cantik tersebut dirawat di suatu
Rumah Sakit. Pada saat dibesuk oleh sahabat-sahabat dekatnya
wanita cantik tersebut tidak mau melihatkan wajahnya, sering
menundukan kepala, tidak mau berkomunikasi karena malu
dengan keadaan yang dialaminya.
Dari ilustrasi tersebut diatas wanita tersebut diatas mengalami masalah Harga Diri
Rendah. Untuk lebih memahami tentang Harga Diri Rendah maka pada buku unit 3 ini
akan membahas asuhan keperawatan Jiwa Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah.
Adik-adik, tahukah anda tentang gambar ini ?

A. PENGERTIAN
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang di capai dengan cara
menganalisis seberapa banyak kesesuain tingkah laku dengan kesesuaian ideal
dirinya (Stuart & Laraia,2016).
Harga diri adalah : keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami
evaluasi diri negative tentang kemampuan atau diri (Carpenito, 2001)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan
diri negative yang dapat dideskripsikan secara langsung maupun tidak langsung
diekspersikan (Marry & Towsend, 2000).
Harga diri rendah kronik adalah : keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
negative mengenai diri atau kemampuan dalam waktu yang lama, yaitu sebelum
sakit atau dirawat.

Gangguan harga diri rendah bisa terjadi secara


1. Situasional
Adalah : terjadi trauma secara tiba-tiba seperti :
- Harus operasi, kecelakaan.
- Dicerai suami, putus sekolah
- Putus hubungan kerja, perasaan malu karena terjadi sesuatu.
Klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah adalah :
a. Privacy yang kurang diperhatikan
Misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan alat yang tidak
sopan.
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh tidak tercapai karena dirawat.
c. Perlakuan petugas yang tidak menghargai
Misalnya : Pemeriksaan yang tidak ada penjelasan.
2. Kronik
Tanda dan gejala yang dapat dikaji adalah :
1. Perrasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap
tindakan
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan berhubungan sosial seperti menarik diri
5. Percaya diri kurang sulit mengambil keputusan
6. Menciderai diri.

B. PSIKODINAMIKA
1. Etiologi
Gangguan harga diri dapat di gambarkan sebagai perasaan yang negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan, merasa gagal mencapai keinginan.
Harga diri rendah kronik diakibatkan sering merasa gagal dalam menghadapi
kehidupan dan berpandangan negative terhadap dirinya dimana koping klien
tidak efektif sehingga klien mempunyai perasaan malu terhadap diri sendiri
akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan rasa bersalah terhadap diri
sendiri merendahkan martabat sehingga klien mengalami gangguan hubungan
sosial seperti menarik diri
Tanda dan gejala klien yang mengalami haraga diri rendah:
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan
3) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
4) Merendahkan martabat
5) Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
6) Percaya diri kurang sulit mengambil keputusan

3. Proses Terjadinya
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situsional yaitu terjadi trauma
secara tiba – tiba misal harus operasi, kecelakaan, dicederai suami atau istri
putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi
(korban perkosaan, tuduhan KKN, dipenjara tiba–tiba) dan apabila berlangsung
lama akan menjadi kronik yaitu perasaan negative terhadap diri yang telah
berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau sebelum dirawat. Klien memiliki
cara berfikir yang negative. Terjadinya harga diri rendah secara kronik pada
klien yaitu pada masa dewasa akhir karena kehilangan pasangan yang dicintai
secara traumatis dan kehilangan peran sebagai wanita (Stuart & Laraia, 2016)
4. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi pada klien dengan gangguan harga diri rendah
kronik yaitu isolasi social dan resiko gangguan Persepsi sensori : Halusinasi.
Hal ini bisa terjadi karena klien dengan harga diri rendah cenderung untuk
menyendiri, melamun mendengar suara bisikan-bisikan, malas melakukan
kegiatan dan hanya ingin tidur. Klien dengan harga diri rendah selalu
menganggap dirinya negative dan merasa benci serta penolakan terhadap
dirinya sendiri yang dapat mendorong klien untuk tidak berinteraksi dengan
orang lain.

C. RENTANG RESPON
RENTANG RESPON KONSEP DIRI

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

AKTUALISASI KONSEP HDR KERANCUAN DEPERSONALISASI


DIRI DIRI IDENTITAS
POSITIF

Rentang respon konsep diri terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut adalah :
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dapat diterima.
b. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negative.
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan
merasa lebih rendah dri orang lain.
d. Kerancuan identitas adalah kegagalan indifidu menginterprestasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial keperibadian
pada masa dewasa yang harmonis
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.

D. ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam memberikan Asuhan Keperawatan terhadap klien harga diri rendah
kronik, seorang perawat hams mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat
mengenal dan menerima serta mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat
dirinya sebagai Terapeutik. Pemberian Asuhan Keperawatan terhadap klien
dengan harga diri rendah kronik perawat harus bersikap jujur, empati, tcrbuka, dan
selalu memberi penghargaan, tetapi tidak boleh tenggelam, juga menyangkal
halusinasi yang kita miliki. Asuhan Keperawatan dimulai dari pengkajian sampai
evaluasi.
1. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap ini perawat menggali faktor - faktor seperti factor Predisposisi dan
faktor Prespitasi, Manifestasi perilaku dan Mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor yang menunjang terjadinya perubahan dalam harga
diri seseorang adalah sebagai berikut :
1) Faktor Perkembangan
Jika seseorang mengalami hambatan dengan tugas perkembangan
dan hubungan interpersonal dengan orang lain terganggu, maka
individu akan dihadapi dengan stress dan kecemasan pada dirinya.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor yang ada dilingkungan dan dimasyarakat dapat
menyebabkan orang merasa diasingkan atau disingkirkan, sehingga
klien merasa kesepian dalam lingkungan dimana dia berada,
walaupun dia ada dalam lingkungan yang ramai.
3) Faktor Biokimia
Faktor biokimia ini mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
ganggtian jiwa dimana teori biokimia menyatakan adanya
peningkatan dari dopamine neurotransmiter yang diperkirakan
menghasilkan gejala peningkatan aktifitas yang berlebihan sehingga
dapat menghasilkan zat halusinogen.
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan
stress dan kecemasan, orang yang mengalami psikososial akan
mengakibatan dan menghasilkan hubungan yang penuh dengan
kecemasan tinggi. Peran ganda yang bertentangan dan sering
diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realita.
5) Faktor Biologi
Dalam schizoprenia belum diketahui gen yang berpengaruh, tetapi
hasil penelitian menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
Stressor merupakan pencetus yang ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal adalah :
1) Trauma seperti penganiayaan fisik dan psikologis atau penyiksaan
kejadian yang mengancam kehidupan.
2) Stress lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi
terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalaminya sebagai prustasi.
Ada tiga Jenis transisi peran yaitu :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berhubungan denganpertumbuhan. Ini termasuk tahap
perkembangandalam kehidupan individu atau keluarga dan
norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan untuk penyesuaian
diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan pertambahan atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat kekeadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan
- Kehilangan anggota tubuh.
- Perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh.
- Perubahan fisik berhubungan dengan tumbuh kembang
normal.
- Prosedur medis dan perawatan.

c. Manifestasi
1. Perilaku
Individu dengan harga diri rendah akan menunjukan prilaku seperti mengkritik
diri sendiri dan orang lain, gangguan berhubungan dengan orang lain, menolak
melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah persepsi negative terhadap
diri sendiri, serta kurang percaya diri.
a. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah adalah mengkritik
diri sendiri, orang lain, penurunan aktifitas, destruktif
b. Perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas adalah tidak ada
kode moral, sifat keperibadian yang bertentangan, hubungan interpersonal
eksploratif, perasaan hampa, perasaan yang diarahkan dengan orang lain,
mengambang tentang diri sendiri, menarik diri secara social,
penyalahgunaan zat, menarik diri dari realitas, khawatir.
c. Prilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi adalah terganggunya,
afektif, kognitif, prilaku, sumber-sumber koping.
2. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk mekanisme koping jangka pendek mekanisme
koping jangka panjang dan mekanisme koping ego yang sering digunakan klien
dengan harga diri rendah kronik.
a. Mekanisme koping jangka pendek adalah :
1) Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas misalnya konser music, bekerja keras, menyanyi.
2) Aktifitas yang dapat memberikan identitas penggantian sementara,
misalnya ikut dalam aktifitas social, agama, ikit club, politik.
3) Aktivitas yang sementara menguatkan perasaan diri, misalnya olah raga.
4) Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah,
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu, misalnya
penyalahgunaan zat.
b. Mekanisme koping jangka panjang adalah :
1) Penutupan identitas, terlalu menutupi idetitas yang disenangi dari orang-
orang yang berarti tanpa mengindahkan atau memperhatikan keinginan,
aspirasi dan potensi diri.
2) Identitas negative, asumsi yang tidak wajar untuk dapat diterima oleh
nilai dan harapan masyarakat.
c. Mekanisme koping ego.
Mekanisme koping ego yang sering digunakan adalah fantasi, disosiasi,
isolasi social, pergeseran (displasment), peretakan (splitting), berbalik
marah terhadap diri sendiri, acuh.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Stuart dan Laraia (2016) mengatakan bahwa diagnosa keperawatan
adalah suatu pernyataan masalah keperawatan yang mencakup baik respon
sehat adaptif serta stressor yang menunjang.
a. Pohon Masalah
Isolasi sosial

Masalah Harga Diri Rendah (Situasional atau kronik)


Utama

Berduka
disfungsional
b. Diagnosa Keperawatan
1) Harga Diri Rendah (Situasional, Kronik)
2) Isolasi Sosial
3) Berduka disfungsional

3. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa: Gangguan harga diri rendah
Tujuan umum = klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kreteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan ekspresi wajah klien bersahabat,
menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau menjawab salam, klien mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menempati janji.
f. Tunjukkan sifat empati dan
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.

Tujuan khusus 2 :
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikinya.
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat mengidentifikasi
kemempuan aspek positif yang dimilikinya.

Intervensi :
Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikinya.
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b. Setiap bertemu klien hindarkan pemberian negative.
c. Utamakan untuk memberikan ptjian yang realistis.

Tujuan khusus 3 :
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu menilai kemampuan yang
dapat digunakan.
Intervensi :
Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan. Diskusikan dengan klien
kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.

Tujuan khusus 4 :
Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat membuat rencana kegiatan
harian.
Intervensi :
Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
dengan kemampuan kloen.
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total.

b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi


Beri contoh cara melaksanakan kegiatan yang boleh klien lakukan.

Tujuan khusus 5 :
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuannya.
Intervensi :
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a. Berikan kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah di
rencanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien.
c. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

Tujuan khusus 6 :
Klien dapat memamfatkan system pendukung yang ada.
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat memamfatkan system
pendukung yang ada pada keluarga.
Intervensi :
Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
haraga diri rendah.
b. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah

4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan yang diberikan oleh perawat dengan
mencatat pelaksanaan rencana keperawatan, menggunakan strategi pelaksanaan
yang terdiri dari SPI, SP2, SP3, SP4, pemenuhan kriteria hasil dan tindakan
keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi (Keliat, 2006 hal 16)
Psikofarmaka:
- Haloperidol 3 x 5 mg/hari
- Trihexypenidyl 3 x 2 mg/hari
- CPZ 3 x 50 mg/hari
Tahapan pelaksanaan terdiri dari :
a. Persiapan terhadap keterampilan (peralatan, lingkungan pengetahuan yang
diperlukan sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan sesuai dan
dibutuhkan oleh klien saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah
mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan tehnikal yang diperlukan
untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan, perawat
melakukan kontrak dengan klien yang isinya menjelaskan dam peran serta yang
diharapkan dari klien (Keliat, 2012 hal 17).
b. Pelaksanaan yang bersifat mandiri dan kolaborasi
Tindakan keperawatan mandiri merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat
tanpa peran dokter, tindakannya mencakup: mengkaji klien, mencatat respon
klien terhadap tindakan, melaporkan status klien kepada petugas jaga berikutnya.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat yang berkerja
sama dengan tim kesehatan lainnya untuk mengatasi masalah klien. Tindakan
mencakup perencanaan pulang, membahas respon klien.
c. Dokumentasi
Tindakan keperawatan harus diikuti oleh perencanaan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah catatan tentang indikasi kemajuan klien terhadap kemajuan yang
dicapai, evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan (Hidayat, 2012 hal 41) Proses evaluasi terdiri dari :
a. Evaluasi formatif yang dapat menyatakan evaluasi dilakukan pada saat
memberikan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi somatif merupakan rekapitulasi dari observasi dan analisa status
pasien pada waktu tertentu.

Adapun hasil akhir atau evaluasi yang diharapkan dari klien dengan halusinasi
setelah dilakukan implementasi (Hamid, 2011) adalah sebagai berikut, klien dapat:
a. Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya halusinasi.
b. Menyebutkan saat terjadinya halusinasi.
c. Membedakan hal yang nyata dan yang tidak nyata.
d. Memilih cara untuk mengatasi halusinasinya.
e. Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa curiga.
f. Berespon sesuai dengan stimulasi dari luar dirinya
g. Pasien tidak mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
CONTOH
PELALAKSANAAN STRATEGI PELAKSANAAN
Hari / Tanggal :
Nama Klien :
Ruangan :
Pertemuan : 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Fisik
DS : - Klien mengatakan masih mendengar suara-suara yang menganggu dirinya
DO: - Kontak mata tidak dapat dipertahankan
- pandangan mata mudah beralih
- Saat interaksi mulut komat kamit sendiri
- saat interaksi pembicaraan klien blocking 2x
2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi pendengaran
3. Tujuan khusus : Klien dapat menggunakan cara ke 3 mengusir halusinasi
4. Tindakan Keperawatan : SP3
a. Evaluasi kemampuan mengusir halusinasi dengan cara menghardik
b. Ajarkan cara mengusir halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
c. Masukkan dalam kegiatan harian

Strategi Komunikasi
1.Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : “Selamat pagi Bu …….. masih ingat nama saya……”
b. Evaluasi validasi : “Bagaimana perasaan ibu hari ini ? kapan terakhir suara-suara ibu
dengar? Apakah suara-suara itu masih sering muncul? Berapa kali dalam semalam?
Apakah isinya masih sama seperti kemarin atau ada yang berbeda? Apa yang ibu
lakukan untuk mengusir suara-suara itu? Bagaimana perasaan ibu setelah mengusir
dengan cara menghardik?
c. Kontrak
Topik : “Hari ini kita akan melanjutkan terapi untuk mengusir halusinasi ya bu.
Kalau kemarin kita sudah mengusir dengan cara menghardik dan minum obat,
sekarang kita akan berlatih dengan cara melakukan kegiatan”
Waktu : Ibu, mau berapa menit waktunya ?
Tempat : dimana kita akan latihan?.....Ibu bisa pilih tempat yang tenang
Tujuan : terapi ini tujuannya adalah agar Ibu bisa mengontrol halusinasi dengan cara
lain
2. Fase Kerja
Baiklah, kita akan berlatih cara yang ke 3 yaitu mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan bersama-sama. latihan ini membutuhkan konsentrasi dari ibu.
Kegiatan apa saja yang bisa ibu lakukan di RS? Coba ibu sebutkan, saya akan buat daftar
kegiatannya. Dari daftar ini, kegiatan mana yang akan ibu latih pertama kali? Pada saat
melakukan kegiatan, ibu harus konsentrasi, biarkan suara-suara itu, tidak usah ibu
dengar, tapi ibu tetap melakukan kegiatan. Baiklah, kita lakukan sekarang ya. Saya akan
beri contoh terlebih dahulu. Nah, sekarang ibu ikuti apa yang tadi saya lakukan.
Bagaimana apakah selama menyapu tadi suara-suara masih terdengar jelas? Kalau
begitu kita latihan drama, seandainya ibu sedang sendirian dan suara-suara itu muncul
apa yang akan ibu lakukan? Sekarang, mari kita masukkan latihan ini di dalam jadwal
kegiatan ibu sehari-hari

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien
- Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih cara ke 3 mengontrol halusinasi
dengan cara menyapu? Apakah halusinasi masih terdengar jelas? Kalau ini menurut
ibu berhasil, apakah ibu akan melakukannya lagi?
- Evaluasi objektif
Coba ibu ulangi kembali cara mengontrol halusinasi dengan cara menyapu
b. Rencana tindak lanjut
Pada saat saya tidak ada di RS, ibu harus berlatih sendiri. Karena suara-suara ibu cukup
sering datang, maka ibu harus latihan sebanyak 3x sehari secara mandiri. Kalau ibu
belum bisa, ibu bisa minta didampingi oleh perawat ruangan. Ibu mau berlatih di jam
berapa saja? Mari ibu tulis sendiri di jadwal.
c. Kontrak yang akan datang
Ibu, pertemuan kita lanjutkan esok hari di jam….kita akan melanjutkan cara mengontrol
halusinasi yaitu cara ke 4 mengajak ngobrol teman saat halusinasi datang. Ibu mau kita
bertemu dimana?
RANGKUMAN

Harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan cara menganalisis
seberapa banyak kesesuain tingkah laku dengan kesesuain ideal dirinya.
Sedangkan Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri
negative yang dapat dideskripsikan secara langsung maupun tidak langsung diekspersikan.

Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situsional yaitu terjadi trauma secara tiba – tiba
misalnya harus operasi, kecelakaan, dicederai suami atau istri putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu terjadi, Klien memiliki cara berfikir yang negative. Terjadinya harga
diri rendah secara kronik pada klien yaitu pada masa dewasa akhir karena kehilangan pasangan yang
dicintai secara traumatis dan kehilangan peran sebagai wanita

TES FORMA TIF

KASUS
Ny. B usia 27 tahun dirawat di RS Samudra, akibat kecelakaan lalu lintas mobil yang
dikemudikannya terlalu kencang, wajah Ny. B tampak luka yang serius, lengan kanannya fraktur,
tanda-tanda vital tensi 100/70 mmHg, nadi 88x/m, suhu 37 oC, respirasi 22x/m, Pada saat di
bezuk sahabat-sahabatnya Ny. B selalu menundukkan kepalanya dan tidak mau berkomunukasi.
Ketika ditanya perawat Ny. B menjawab sambil menundukan kepalanya dan mengatakan wajah
saya jelek, saya malu dan tidak berguna suster.

1. Dari kasaus tersebut di atas Ny. B mengalami gangguan…..


a. Prilaku kekerasan
b. Idial diri
c. Harga diri rendah
d. Identitas diri
e. Komuniksi verbal
2. Data subyektif yang mendukung pada kasus Ny. B tersebut adalah….
1. Akibat kecelakaan lalu lintas
2. Klien mengatakan wajah saya jelek
3. Adanya fraktur pada lengan kanan
4. Klien memengatakan wajah saya jelek saya malu dan tidak berguna
3. Data objektif yang dapat mendukung pada kasus Ny. B tersebut adalah…
1. Klien saat berkomunikasi sambil menundukan kepala
2. Adanya luka yang serius pada wajah klien
3. Adanya fraktur pada lengan kanan klien
4. Saat dibezuk sahabat-sahabatnya klien menundukkan kepala
4. Terjadinya harga diri rendah pada Ny.B akibat kecelakakan terjadi secara…
a. Situasional
b. Kronik
c. Funsional
d. Psikologis
e. Biologis
5. Dalam membuat pohon masalah pada Ny. B masalah utamanya (core problem ) adalah….
a. Isolasi social
b. Harga diri rendah
c. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
d. Resiko prilaku kekerasan
e. Defisit perawatan diri
6. Tujuan umum asuhan keperawatan pada kasus Ny. B gangguan harga diri rendah adalah……
a. Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
b. Terbinanya hubungan saling percaya
c. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimilikinya.
d. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
e. Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
7. Perawat melakukan implementasi pada Ny. B agar klien dapat membina hubungan saling
percaya dengan menggunakan strategi komunikasi adalah...
1. Sapa klien dengan ramah
2. Pekenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
4. Jelaskan tujuan pertemuan.

8. Apabila masalah harga diri rendah tidak segera diatasi maka komplikasi yang terjadi
adalah….
a. Resiko prilaku kekerasan
b. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
c. Defisit perawatan diri
d. Isolasi social
e. Resiko bunuh diri
9. Berikut ini yang tidak temasuk tanda dan gejala klien yang mengalami haraga diri rendah
adalah…..
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
c. Merendahkan martabat
d. Percaya diri kurang sulit mengambil keputusan
e. Sering melihat bayangan dan mendengar suara-suara

10. Faktor predisposisi yang menunjang terjadinya perubahan dalam harga diri seseorang
adalah…..
1. Faktor perkembngan
2. Faktor sosiokltural
3. Faktor psikologis
4. Faktor biologi

KUNCI JAWABAN.
1. C 9. E
2. C 10.E
3. E
4. A
5. B
6. A
7. E
8. D

Para mahasiswa bila anda dapat dengan tertib mengerjakan soal secara mandiri, bagi yang
mampu menjawab dengan benar 8 soal dari 10 soal maka akan dapat nilai A.
D A FTAR PU STAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2013). Buku SAku Diagnosa Keperawatan. Edisi 13. Jakarta : EGC

Copel, Linda Carman. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri : Pedoman Klinis Perawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC

Isaacs, Ann. (2004). Pandangan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta
: EGC

Keliat, Budi Anna “dkk”. (2011). Asuham Keperawatan Pada Klien Gangguan Hubungan Sosial.
Edisi 2. Jakarta : FKUI

Stuart, Gail W. (2016). Prinsip dan praktik keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 11. Jakarta : EGC

Sunaryo.(2004). Psikologi untuk Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Susilawati. (2013). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 4. Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI
SOSIAL
2
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada
pasien dengan masalah isolasi sosial.

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu melakukan hal berikut.
1. Menjelaskan definisi gangguan hubungan sosial.
2. Menjelaskan rentang respons sosial.
3. Menjelaskan perkembangan hubungan sosial.
4. Melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami isolasi sosial
5. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial.
6. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial.
7. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial.

Didalam kehidupan sehari hari apakah manusia dapat


hidup sendiri....ya manusia tidak dapat hidup sendiri,
manusia pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya,baik kebutuhan yang primer atau dasar
maupun kebutuhan sekunder.Pada kebutuhan dasar yang
salah satunya yaitu menjalin hubungan dengan orang
lain.tetapi di dalam kenyataannya ada individu yang tidak
mampu melakukan hubungan dan kerjasama dengan orang
lain, ini merupakan kondisi yang bisa menyebabkan
gangguan pada individu. Oleh karena untuk lebih memahami dalam pemberian asuhan keperawatan
gangguan isolasi sosial. Pada unit ini kita akan membahas mengenai Asuhan keperawatan dengan
gangguan isolasi sosial.
A. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan lingkungan secara wajar, individu hidup dalam
khayalaynnya sendiri yang tidak realitas dan menunjukan gejala menyendiri (Keliat, 2011).
Isolasi sosial adalah dimana individu kelompok mengalami atau merasakan kejatuhan atau
keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk
membuat kontak (Carpenito LJ, 2000 : hal 389).
Menarik diri atau mengasingkan diri (With Drawn)
adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mau
bergaul atau kontak dengan orang lain, sukar diajak
berbicara dan pola fikir stretip (Hawari, 2006).
Menarik diri adalah keinginan lain dari kenyataan
atau menghindar secara emosional cenderung
menjadi pasif, tergantung tidak ada motivasi dan
keinginan untuk berperan dalam perawatan diri,
(Salbiah 2013). Menarik diri adalah usaha untuk
menghindari interaksi dengan orang lain dan individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan
keakraban dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi kepada
orang lain (Depkes RI 2000)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah dimana individu
menghindar atau menjauhi keadaan sosial baik secara individu kelompok dan lingkungan serta
mempunyai keinginan untuk lari dari kenyataan, tidak mau bergaul atau berhubungan dengan
lain, sukar diajak berbicara dan sering menyendiri

B. Psikodinamika
1. Etiologi
Berbagai faktor bisa menimbulkan respon sosial maladaptif walaupun banyak
penelitian yang telah dilakukan pada gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal
tetapi belum ada kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan ini. Mungkin saja
disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor (Stuart & Laraia, 2016). Ada beberapa hal yang
dapat menyebabkan seseorang individu mengakibatkan prilaku isolasi sosial antara lain :
a. Kurang percaya diri, psimis, takut, prilaku salah, merasa tertekan
b. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan dari orang tua
c. Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan
d. Berpisah tempat tinggal dengan orang tua
e. Mengalami kehilangan, baik itu kehilangan fungsi fisik, pekerjaan, tempat hidup,
anggota keluarga (kematian orang tua)

Adapun tanda dan gejala klien isolasi sosial (Carpenito, 2013) sebagai berikut :
a. Tinggal sendiri
b. Kontak mata sedikit atau tidak ada
c. Ekspresi wajah sedih, tertekan
d. Sedikit atau tidak ada interaksi dengan individu lain
e. Tidak mampu berkomunikasi dalam situasi sosial
f. Menarik diri dari kesempatan untuk melakukan kontak sosial
g. Ketidaknyamanan saat bersama orang lain dapat di pantau
h. Didominasi oleh komunikasi non verbal atau jawaban yang monosibel (bersuku kata
satu)

2. Proses
Sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan orang lain
dan lingkungan sosial dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Manusia tidak mampu memenuhi
hidupnya tanpa ada hubungan dengan lingkungan sosial
sehingga mengakibatkan individu menghindar dari orang
lain dan di lingkungan.
Salah satu gangguan Isolasi Sosial yang disebabkan oleh
klien dilatarbelakangi gangguan perkembangan hubungan
sosial pada dewasa, muda yaitu terjadinya kegagalan dalam
melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan. Dimana klien
menjadi frustasi, stress, cemas berat sampai panic terus-
menerus mengakibatkan individu menghindar hubungan
intim, menjauhi orang lain, putus asa akan karir.

3. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan gangguan hubungan sosial menarik diri
adalah klien menghindari stress, kecemasan dengan menampilkan perilaku kembali seperti
pada perkembangan anak (yang sudah dilalui), ialah tidak mampu merawat diri karena tidak
mempunyai minat. Apabila terus berlanjut maka klien akan mengalami perubahan sensasi
persepsi halusinasi yang sering muncul adalah halusinasi dengan dan lihat.

C. Rentang Respon
Manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari membutuhkan orang lain tergantung
lingkungan sosialnya, sedangkan hubungan individu terhadap lingkungan berada dalam tentang
respon adaptif dan mal adaptif.
Rentang Respon Neurobiologis

Adapun rentang respon yang terjadi pada klien yang mengalami gangguan isolasi sosial mulai
dari respon adaptif sampai dengan respon maladaptif.
1. Respon Adaptif
Merupakan respon yang masih diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara
umum dan berlaku, dengan kata lain bahwa individu tersebut dalam batas normal dalam
menyelesaikan :
a. Proses pikir : adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat : adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi Konsisten dengan Pengalaman : adalah perasaan yang timbul dari hati sesuai
dengan pengalaman.
d. Hubungan Sosial : adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi karena rangsangan pada panca indera
2. Respon Mal Adaptif
Adalah respon dimana klien jika menghadapi masalah tidak dapat memecahkan dan
menjadikan masalah tersebut sebagai beban.
a. Waham
Adalah suatu gagasan yang menetap keyakinan yang salah tidak sesuai dengan latar
belakang budaya klien.
b. Halusinasi
Adalah ketidakmampuan individu mengidentifikasikan dan menginterprestasikan
stimulus dengan informasi yang diterima sesuai panca indera
c. Ketidaksesuaian proses emosi
d. Perilaku tidak biasa
Merupakan perilaku yang tidak benar
e. Isolasi Sosial
Adalah kondisi kesendirian yang dialami individu dan diterima sebagai ketentuan oleh
orang lain sebagai keadaan yang negative atau mengancam.
D. Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Menurut (Keliat, 2011) pengkajian merupakan tahap awal dan
dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah
klien. Data yang dikumpulkan meliputi data bilogis, psikologis,
sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, factor presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan
koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian lain berfokus pada 5
(lima) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan
spiritual.
Untuk dapat menyaring data yang diperlukan, umumnya
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam
pengkajian.
a. Identitas klien
b. Keluhan utama/alasan masuk
c. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
a. Masa Bayi
Individu sangat beruntung kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhan biologis dan
psikologis. Respon lingkungan terutama dari orang tua khususnya ibu atau pengasuh
terhadap kebutuhan bayi akan menimbulkan rasa percaya diri dan percaya kepada orang
lain.
Kegagalan pada masa ini akan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan tidak percaya
kepada orang lain serta akan menarik diri dari orang lain.
b. Masa Pra Sekolah
Individu akan memperluas hubungan sosial diluar lingkungan keluarga. Pada masa kini
anak membutuhkan dukungan dan bantuan dari lingkungan keluarganya, khususnya
pengakuan positif terhadap perilaku yang adaptif. Hubungan ini merupakan dasar otonomi
untuk kemampuan suatu hubungan interdependent.
c. Masa Anak Sekolah
Individu akan menjalin hubungan yang lebih luas khususnya dilingkungan sekolahan.
Individu akan mengenal kerjasama, kompetensi, kompromi, konflik dengan orang tua
karena pembatasan dan dukungan yang tidak konsisten. Sumber pendukung yang penting
adalah teman sebaya dan orang dewasa diluar keluarga.
Kegagalan pada mas ini akan mengakibatkan individu frustasi terhadap kemampuannya,
putus asa, merasa tidak mampu dan akan menarik diri dengan orang lain.
d. Masa Remaja
Individu dapat mengembangkan hubungan akrab dengan teman sebaya serta umumnya
mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan teman sebaya sangat tergantung dan
hubungan dengan orang tua mulai independent.
Kegagalan pada masa ini akan menyebabkan individu ragu akan identitasnya, tidak
mampu mengidentifikasi karir dan rasa percaya diri yang kurang.
e. Masa Dewasa Awal
Individu mempertahankan hubungan interdependent dengan orang tua dan teman sebaya.
Individu belajar mengambil keputusan dengan memperhatinkan saran dan pendapat dari
orang lain seperti memilih pekerjaan, karir, melangsungkan pernikahan.
Kegagalan pada masa ini akan mengakibatkan individu menghindari hubungan dengan
orang lain, menjauhi orang lain dan putus asa akan karir atau pekerjaannya.
f. Masa Dewasa Tengah
Umumnya individu telah berpisah dengan orang tua. Jika dia telah menikah maka peran
menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar orang dewasa merupakan situasi
tempat menguji kemampuan hubungan interdependent.
Kegagalan pada masa ini akan mengakibatkan perhatian individu hanya tertuju pada
dirinay sendiri, produktivitas dan kreativitas berkurang, perhatian pada orang lain
berkurang.
g. Masa Dewasa Akhir
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan baik fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan,
teman hidup maupun anggota keluarga seperti kematian orang tua. Individu tetap
memerlukan hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Bila perkembangan individu
baik maka dia akan dapat menerima suatu kehilangan dan mengakui dukungan orang lain
akan dapat membantunya.

Kegagalan pada masa ini akan menyebabkan individu berperilaku menarik diri.
1. Faktor Biologis
Salah satu faktor penunjang adanya respon sosial yang maladaptive. Ada bukti terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Komunikasi dalam keluarga dapat menjadi konstribusi untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku. Masalah komunikasi yang ada biasanya sikap permusuhan selalu mengkritik,
kurang kehangatan, kurang perhatian, emosi yang tinggi. Bila keluarga hanya
berkomunikasi hal-hal yang negative akan mendorong anak mengembangkan harga diri
rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada saat bersamaan akan
mengakibatkan anak menjadi traumatic dalam berkomunikasi dengan orang lain.
3. Faktor Sosial Kultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan dengan orang lain akibat
dari norma yang tidak mendukung. Pendekatan terhadap orang lain atau menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan penyakit kronis.

b. Faktor Presipitasi
1. Stressor Sosial Kultural. Menurunnya stabilitas unit keluarga yaitu berpisahnya dari orang
lain yang berarti dalam kehidupannya misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2. Stressor Psikologis. Ansientas yang berat dan berkepanjangan terjadi secara bersamaan.
Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat membuat ansietas meningkat dan individu
akan mencoba untuk mengurung diri.
3. Pemeriksaan fisik terdiri dari Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan.
4. Psikososial terdiri dari genogram, buatkan minimal tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan keluarga, masalah komunikasi keluarga, pengembalian
keputusan dan pola asuh. Konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, harga diri, hubungan
sosial klien, spiritual klien.
5. Status mental terdiri penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, memori,
tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan menilai dan daya titik diri.
6. Kebutuhan persiapan pulang yang terdiri dari makan, buang air besar (BAB), buang air
kecil (BAK), mandi, berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan
kesehatan, kegiatan dalam rumah, kegiatan di luar rumah.

c. Sumber Koping
Sumber koping pada klien dengan isolasi sosial, yaitu :
a. Keterlibatan dalam hubungan yang luas dengan keluarga dan teman
b. Hubungan dengan hewan peliharaan
c. Gunakan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, music
dan tulisan.

d. Mekanisme Koping
Individu yang mempunyai respon sosial meladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam
upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme koping yang disajikan berkaitan dengan jenis
spesifikasi dari masalah-msalah yang berhubungan.
Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian antisosial yaitu :
a. Proyeksi : Melemparkan kesalahan pada orang lain
b. Regresi : Kembali pada masa kanak-kanak
c. Represi : Perjalanan masa lalu teringat kebelakang
e. Pohon Masalah (Keliat, 2005)
Resiko gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi : Akibat

: Core Problem
Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah : Sebab

f. Daftar Masalah Keperawatan


1) Isolasi Sosial
2) Harga Diri Rendah
3) Resiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi

1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (Carpenito, 2013) adalah suatu pertimbangan klinis tentang
respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang
actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar bagi pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan masalah isolasi social yaitu
a. Isolasi sosial
b. Harga diri rendah
c. Resiko gangguan sensori persepsi : Halusinasi

2. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa : Isolasi Sosial
TUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan interaksi diharapkan ekspresi wajah cerah (tersenyum), mau berkenalan,
ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan, bersedia mengungkapkan masalahnya.

Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip terapeutik, beri salam setiap
berinteraksi, perkenalkan nama, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukkan sikap
jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah yang
dihadapi klien, buat kontak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi
perasaan klien.
TUK II : Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
Kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan interaksi klien dapat menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri
dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Intervensi :
Tanyakan pada klien tentang orang yang tinggal serumah / teman sekamar klien, orang yang
paling dekat dengan klien dirumah/diruang perawatan, apa yang membuat klien dekat
dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien dirumah/di ruang perawatan,
yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut, upaya yang sudah dilakukan agar
dekat dengan orang lain, diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau
bergaul dengan orang lain, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaanya.

TUK III : Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubunga sosial dan kerugian
menarik diri.
Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan interaksi dengan klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
sosial, misalnya banyak teman, tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong dan kerugian
menarik diri. Misalnya sendiri, kesepian, tidak bisa diskusi.
Intervensi:
Tanyakan pada klien tentang manfaat hubungan sosial, kerugian menarik diri, diskusikan
bersama klien tentang manfaat berhubugann sosial, kerugian menarik diri, beri pujian
terjadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap


Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan interaksi klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
dengan perawat, perawat lain dan kelompok.
Intervensi:
Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial, beri motivasi dan bantu klien untuk
berkenalan / berkomunikasi dengan perawat lain, klien lain, kelompok, libatkan klien dalam
Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi, diskusikan jadwal kegiatan harian yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi, beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat, beri pujian terhadap
kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktifitas yang dilaksanakan.

TUK V : Klien mampu menjelaskan perasanya setelah berhubungan sosial.


Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan interaksi klien dapat menjelaskan perasaanya setelah berhubungan sosial
dengan orang lain dan kelompok.
Intevrensi:
Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan sosial dengan orang lain
dan kelompok, beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

TUK VI : Klien mendapat dukungan keluarga dan memperluas hubungan sosial.


Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang pengertian menarik diri,
tanda dan gejala menarik diri, penyebab dan akibat manarik diri, cara merawat klien menarik
diri. Setelah dilakukan pertemuan keluarga dapat mempraktekkan cara merawat klien
menarik diri.
Intervensi:
Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku
menarik diri, diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik
diri, jelaskan pada keluarga tentang pengertian menarik diri, tanda dan gejala menarik diri,
penyebab dan akibat menarik diri, cara merawat klien menarik diri. Latih keluarga cara
merawat klien menarik diri, tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang
dilatihkan. Beri motivasi keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi, beri pujian
kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien di rumah sakit.

TUK VII : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan interaksi klien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian tidak minum
obat, nama, warna, jenis, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien mendemonstrasikan
penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama warna, dosis,
cara efek terapi dan efek samping penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat
dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter,
anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter / perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan mengacu pada rencana tindakan keperawatan
dengan menggunakan strategi pelaksanaan yaitu strategi pelaksanaan untuk klien dan strategi
pelaksanaan untuk keluarga.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat. apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien
saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kern amp uan
interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan.
(Keliat,2013)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respons klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau
formative yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan dengan membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus serta umum
yang telah ditentukan. (Keliat, 2013)
LATIN

RANGKUMAN
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan lingkungan secara wajar, individu hidup dalam
khayalannya sendiri yang tidak realitas dan menunjukan gejala menyendiri (Keliat, 2011).
Menarik diri atau mengasingkan diri (Withdrawl) adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak
mau bergaul atau kontak dengan orang lain, sukar diajak berbicara dan pola fikir stretip. (Hawari,
2006)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah dimana
individu menghindar atau menjauhi keadaan sosial baik secara individu kelompok dan
lingkungan serta mempunyai keinginan untuk lari dari kenyataan, tidak mau bergaul atau
berhubungan dengan lain, sukar diajak berbicara dan sering menyendiri.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan lingkungan secara wajar, individu hidup dalam
khayalannya sendiri yang tidak realitas dan menunjukan gejala menyendiri (Keliat,2011).
Penyebab isolasi sosial,adalah kurang percaya diri, pesimis,takut,persaan selalu merasa
tertekan,kurang dukungan dari keluarga, kegagalan, berpisah dengan orang yang dicintai,
kegagalan, kehilangan
Adapun tanda dan gejalanya,tinggal sendiri,kontak mata kurang,sedikit ekspresi,wajah
sedih,tertekan,tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain. Koping yang dilakukan oleh klien
dengan isolasi sosial adalah, proyeksi, regresi, represi. Masalah yang mungkin muncul pada klien
isolasi sosial secara teori adalah isolasi sosial,harga diri rendah,resiko prilaku kekerasan

FO
TES FORMATIF

1.Di bawah ini merupakan pengertian dari isolasi sosial


A. Mampu melakukan setiap kegiatan yang diperintahkan
B. Suatu keadaan di mana individu mampu berfikir akurat
C. Individu yang tidak mampu membedakan antara keadaan realita dengan keadaan tidak
nyata
D. Ketidak mampuan individu melakukan hubungan dengan orang lain atau lingkungan
2.Faktor predisposisi dari isolasi sosial adalah....
1. Perkembangan
2. Biologis
3. Komunikasi dalam keluarga
4. sosiokultural
3.Faktor presipitasi pada isolasi sosial
A. Sosiokultural
B. Pendidikan
C. Jenis kelamin
D. kebiasaan
4.Pada rentang respon terdapat rentang adatif yaitu
A. Menyimpang
B. Illusi
C. Reaksi emosi berlebihan
D. Persepsi akurat
5.Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dgn isolasi adalah
1. Kecemasan
2. Tidak mampu merawat diri
3. Tidak punya minat
4. Perubahan persepsi
6.Mekanisme koping yang terjadi pada klien dengan isolasi sosial
1. Proyeksi
2. Regresi
3. Represi
4. Identifikasi
7.berdasarkan teori yang ada pada isolasi sosial masalah yang mungkin muncul adalah
1. Harga diri rendah
2. Prilaku kekerasan
3. Gangguan sensorik persepsi Halusinasu
4. Resiko bunuh diri
8.Intervensi yang dapat dlakukan untuk SP 1 antara lain adalah
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien
2. Menanyakan alasan atau penyebab mrenarik diri pada klien
3. Menanyakan keuntungan dan kerugian tidak memiliki teman
4. Mengajarkan cara berkenalan dengan orang lain
9.Pada strategi pelaksanaan fase terminai kklien d harapkan melakukan rencana tindak lanjut
yaitu
a. Melakukan kegiatan fisik
b. Melakukan hobbynya
c. Melakukan hubungan secara bertahap dengan orang lain
d. Merapikan tempat tidur
10.dibawah ini adalah hubungan secara bertahap yang dapat dilakukan pada klien dengan
isolasi sosial yaitu
1. P – K
2. P - K –P
3. P – K –P – Klp
4. K – K – Klp

Bila saudara mampu menjawah soal dengan benar 8 -10 soal maka anada berhak mendapatkan nilai
A

KUNCI JAWABAN
1. D
2. E
3. A
4. D
5. E
6. A
7. A
8. E
9. C
10. A
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 6. Jakarta: EGC.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2000). Pedoman Keperawatan Jiwa. RSJP. Bandung

Keliat, Budi Anna, (2011), Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Maramis W.F (2004). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 1. Surabaya : Airlangga University Press

Stuart, Gail. W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta : EGC

KKK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN SENSORI
PERSEPSI HALUSINASI 3
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan masalah perubahan persepsi sensori: halusinasi

Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu melakukan hal berikut.
1. Menjelaskan definisi halusinasi.
2. Menjelaskan rentang respons neurobiologi.
3. Menjelaskan intensitas level halusinasi.
4. Menjelaskan klasifikasi halusinasi.
5. Melakukan pengkajian pada pasien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi.
6. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi.
7. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan perubahan persepsi
sensori: halusinasi.
8. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan perubahan persepsi
sensori: halusinasi.

Orang yang mengalami gangguan jiwa biasanya identik dengan


berbicara sendiri atau tertawa sendiri. Anda pun pasti berpikir
demikian bukan ? Tahukah Anda kenapa gangguan jiwa identik
seperti itu ? Tepat sekali, karena yang masyarakat awam tahu bahwa
yang namanya gangguan jiwa itu adalah bicara dan tertawa sendiri,
sehingga tidak jarang kalau orang yang mengalami gangguan jiwa
namun belum sampai pada tahap tersebut (bicara dan tertawa sendiri)
tidak dibawa ke rumah sakit jiwa. Oleh karena itu kasus gangguan
jiwa terbanyak adalah dengan gejala bicara dan tertawa sendiri, yang
disebut dengan Halusinasi.
A. Pengertian Halusinasi

Apa yang anda


ketahui tentang
Halusinasi ?

Menurut Mary C Towsend, Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola stimulus baik dari internal maupun eksternal
yang dihubungkan dengan suatu kekurangan berlebih - lebihan, distori / kegagalan berespon
terhadap setiap stimulus. Sementara menurut Budi Anna Keliat, Halusinasi adalah pengalaman
panca indera tanpa adanya rangsangan, artinya individu mendengar bisikan - bisikan tanpa
adanya rangsangan dari luar dan orang lain tidak mendengarnya.
W.F Maramis berpendapat bahwa Halusinasi adalah penerimaan atau tanggapan pada
panca indra seorang klien, yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik, ataupun histerik. Sementara Rasmun berpendapat bahwa
Halusinasi adalah pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.

B. Psikodinamika
1. Etiologi
Tahukah Anda apa penyebab dari halusinasi ? Awalnya klien yang mengalami halusinasi
sering melamun dan berangan-angan akibat dari kegagalan yang berulang-ulang, sehingga
klien berada dalam situasi yang penuh dengan stress. Sering melamun dan berangan-angan
inilah yang menyebabkan klien sering mengalami halusinasi.
Apa yang Anda
pikirkan tentang
gambar ini?

Menurut Anda, apa tanda dan gejala dari klien yang mengalami halusinasi ?
Berikut ini akan di uraikan tentang tanda dan gejala pada klien dengan halusinasi, yaitu :
berbicara dan tertawa sendiri, mengatakan mendengar sesuatu, merusak diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan, tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, tidak
dapat memusatkan perhatian, pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal, curiga dan
bermusuhan, menarik diri, menghindari orang lain, sulit membuat keputusan, mudah
tersinggung, jengkel dan marah, muka merah kadang - kadang pucat, ekspresi wajah tegang.

2. Proses Terjadinya Halusinasi

Tahukah Anda bahwa halusinasi memiliki 4 (empat) fase ? Dibawah ini akan diuraikan fase-
fase halusinasi, yaitu :
1) Fase pertama : Menyenangkan
Kecemasan tingkat sedang, secara umum halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Orang yang menderita Halusinasi mengalami peningkatan emosi, seperti
cemas, kesepian, merasa bersalah, dan perasaan takut serta mencoba untuk berfokus
pada kenyamanan untuk mengurangi kecemasannya. Perilaku yang dapat diobservasi
adalah: Menyeringai / tertawa tidak pada tempatnya, Penggerakan bibir tanpa
menimbulkan suara, Pergerakan mata dengan cepat, Diam membisu.
2) Fase kedua : Menyalahkan
Kecemasan tingkat berat, secara umum halusinasi menjadi ancaman.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi ancaman yang menakutkan. Orang yang
menderita halusinasi mulai merasakan hilang kontrol dan mulai menjauhi diri dari
sumber yang ada. Orang tersebut merasakan kebingungan oleh pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain. Perilaku yang dapat diobservasi adalah :
a) Meningkatnya saraf - saraf otonom, tanda - tanda kecemasan seperti meningkatnya
tekanan darah, respirasi, dan ritrne jantung.
b) Bentuk perhatian mulai terbatas dan menyempit.
c) Asyik sendiri dengan pemgalaman sensori dan hilanganya kemampuan untuk
membedakan halusinasi dan realita.
3) Fase Ketiga : Mengendalikan
Kecemasan tingkat berat, secara umum halusinasi menjadi penguasa.
Karakteristik : Orang yang mengalami halusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Bentuk halusinasi menjadi
suatu kebutuhan. Orang tersebut dapat mengalami hidup menyendiri jika penngalaman
sosialnya berakhir. Perilaku yang dapat diobservasi adalah :
a) Petunjuk yang berasal dari halusinasinya akan diikuti.
b) Kesulitan bersosialisasi dengan orang lain.
c) Perhatiannya hanya beberapa menit atau detik.
d) Gejala fisik dari kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
mengikuti petunjuk.
4) Fase keempat: Menaklukan
Kecemasan tingkat panik Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait
dengan delusi.
Karakteristik : Pengalaman sensori dapat menjadi ancaman ketika orang tersebut tidak
mengikuti perintah. Halusinasi dapat berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak
ada intervensi terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi adalah :
a) Bentuk teror seperti panik.
b) Potensial kuat untuk bunuh diri atau pembunuhan.
c) Aktivitas fisik yang mengarah pada bentuk halusinasi seperti agitasi, tindakan
kekerasan, menarlk diri atau katatonia
d) Tidak dapat berespon terhadap pengarahan atau petunjuk yang kompleks.

3. Jenis - jenis Halusinasi


Setelah Anda mempelajari fase-fase halusinasi, sekarang Anda akan dijelaskan tentang jenis-jenis
halusinasi yang terdiri dari 5 (lima) jenis halusinasi, yaitu :
a. Halusinasi pendengaran atau auditori
Klien mendengar suara - suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus yang
nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Halusinasi penglihatan atau visual
Pasien melihat gambar yang jelas atau samar - samar tanpa stimulus yang nyata dan orang lain
tidak melihatnya.
c. Halusinasi penciuman atau olfaktori
Pasien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang
lain tidak menciumnya.
d. Halusinasi pengecapan atau gustatory
Pasien merasa makan sesuatu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihat pasien
makan sesuatu yang nyata.
e. Halusinasi perabaan atau taktil
Pasien mengalami rasa sakit atau tidak enak pada stimulus yang nyata dan orang lain tidak
merasakannya.

4. Komplikasi

Menurut Anda, apa yang akan

terjadi bila halusinasi dibiarkan

atau tidak ditangani?

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan gangguan sensori : Halusinasi adalah: Perilaku
kekerasan, Gangguan proses informasi, Alam perasaan abnormal, Kurang Percaya Diri, Rasa
bermusuhan, Kehilangan motivasi.

C. Rentang Respon

Rentang respon klien dengan halusinasi dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran kadang menyimpang - Delusi


- Persepsi akurat - Ilusi - Halusinasi
- Perilaku sesuai - Reaksi emosional berlebihan / - Ketidakmampuan
- Emosi konsisten berkurang untuk mengalami
dengan pengalaman - Perilaku ganjil atau tidak emosi
- Hubungan social lazim - Ketidakteraturan
- Menarik diri - Isolasi social
Adapun rentang respon yang terjadi pada klien yang mengalami gangguan sensori
persepsi halusinasi, dari adaptif sampai maladaptif adalah sebagai berikut:
1. Perubahan proses pikir
Klien yang terganggu pikirannya sering berperilaku keheren.
2. Perubahan pola persepsi
Persepsi dapat diartikan sebagai reaksi dari respon terhadap rangsangan dari luar, kemudian
diikuti oleh pengalaman dan pemahaman tentang orang, benda ataupun lingkungan.
Perubahan pola persepsi dapat terjadi pada satu atau lebih bagian tubuh yaitu pendengaran,
pengecapan, penglihatan, perabaan, dan penciuman.
3. Perubahan pola efek dan emosi
Efek berkaitan dengan emosi tubuh individu, perubahan efek terjadi karena pasien berusaha
membuat jarak dengan perasaan tertentu. Perubahan efek yang biasa terjadi adalah datar,
tumpul, tidak sesuai, bcrlebihan, dan ambivalen.
4. Perubahan Motorik
Perilaku motorik dapat dimanifestasikan dengan peningkatan atau penurunan kegiatan
motorik atau impulsive.
5. Perubahan sosial
Perkembangan hubungan sosial yang tidak adekuat menyebabkan kegagalan individu untuk
belajar dan mempertahankan interaksi.

D. Asuhan Keperawatan
Setelah Anda mempelajari tentang konsep halusinasi, sekarang Anda akan mempelajari Asuhan
Keperawatan pada klien dengan halusinasi. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan terhadap
klien halusinasi, seorang perawat harus mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal
dan menerima serta mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menempatkan dirinya sebagai
terapeutik. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan terhadap klien dengan halusinasi, perawat
harus bersikap jujur, empati, terbuka, dan selalu memberi penghargaan, tetapi tidak boleh
tenggelam, juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan Keperawatan dimulai dari
pengkajian sampai evaluasi.
1. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap ini perawat menggali faktor - faktor seperti faktor Predisposisi dan faktor
Prespitasi, Manifestasi perilaku dan Mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Hal ini dapat diperoleh baik dari
klien maupun dari keluarganya mengenai faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis, biologi yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress :
1) Faktor Perkembangan
Jika seseorang mengalami hambatan dengan tugas perkembangan dan hubungan
interpersonal dengan orang lain terganggu, maka individu akan dihadapi dengan
stress dan kecemasan pada dirinya.
2) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor yang ada dilingkungan dan dimasyarakat dapat menyebabkan orang
merasa diasingkan atau disingkirkan, sehingga klien merasa kesepian dalam
lingkungan dimana dia berada, walaupun dia ada dalam lingkungan yang ramai.
3) Faktor Biokimia
Faktor biokimia ini mempunyai pengaruh terhadap terjadinya ganggtian jiwa
dimana teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamine
neurotransmiter yang diperkirakan menghasilkan gejala peningkatan aktifitas yang
berlebihan sehingga dapat menghasilkan zat halusinogen.
4) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan
kecemasan, orang yang mengalami psikososial akan mengakibatan dan
menghasilkan hubungan yang penuh dengan kecemasan tinggi. Peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realita.
5) Faktor Biologi
Dalam schizoprenia belum diketahui gen yang berpengaruh, tetapi hasil penelitian
menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi
1) Biologis
Stressor Biologis yang berhubumgan dengan respon neurobiologik yang maladaptif
termasuk :
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi.
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk pada otak yang akan
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menggapai rangsangan.
2) Stress Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu Gejala
Pemicu merupakan stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit.
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku klien.
c. Manifestasi
1) Perilaku
Respon klien terhadap halusinogen dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, ancaman, dirinya atau orang lain.
Oleh karena itu aspek penting dalam melaksanakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung
2) Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya menyelesaikan
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri dalam menghadapi rasa cemas. Pada halusinasi biasanya digunakan mekanisme
proyeksi yang dapat memberikan kemampuan pada ego untuk mengatasi
rangsangan yang mengancam dari luar sehingga mengurangi kecemasan.
2. Diagnosa Keperawatan
Stuart and Sundeen mengatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan
masalah keperawatan yang mencakup baik respon sehat adaptif serta stressor yang
menunjang.
a. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi


Utama

Isolasi Sosial

3. Perencanaan Keperawatan
b. Diagnosa: Gangguan sensori persepsi; halusinasi Lihat
Tujuan umum = klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga terjadinya
halusinasi
Tujuan khusus:
(1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah;
b. Perkenalkan diri dengan sopan;
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan;
e. Jujur dan menempati janji
f. Tunjukkan sifat empati; dan
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
(2) Klien dapat mengenal halusinasinya
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap;
b. Observasi tingkah laku klien dengan halusinasinya;
c. Bantu klien mengenal halusinasinya; dan
d. Diskusikan dengan klien mengenal situasi yang menimbulkan halusinasi,
waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi.

(3) Klien dapat mengontrol halusinasinya


a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi;
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian
c. Diskusikan cara memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi; dan
d. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan yang ada diruang perawatan seperti
TAK.
(4) Klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya.
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika halusinasi timbul dan
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung) tentang gelaja halusinasi dan
cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi
(5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
a. Diskusikan dengan keluarga tentang dosis, frekuensi obat dan manfaat obat;
b. Anjurkan klien untuk meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya;
c. Anjurkan klien bicara pada dokter tanpa konsultasi;
d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi; dan
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 (lima) benar.

4. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut Budi Ana Keliat, Pelaksanaan keperawatan merupakan tindakan yang
diberikan oleh perawat dengan mencatat pelaksanaan rencana keperawatan, menggunakan
strategi pelaksanaan (SP) yang terdiri dari SPI, SP2, SP3, SP4, pemenuhan kriteria hasil dan
tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi. Tindakan keperawatan SP1 terdiri
dari : membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi jenis halusinasi, mengidentifikasi
isi halusinasi, mengidentifikasi waktu halusinasi, mengidentifikasi frekwensi halusinasi,
mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi, mengidentifikasi respon ketika
halusinasi, mengajarkan cara mengendalikan halusinasi dengan cara menghardik,
menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
SP2 terdiri dari : mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan cara
mengendalikan halusinasi dengan dengan cara bercakap-cakap, menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Tindakan keperawatan SP3 yaitu :
mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan cara mengendalikan halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan, menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian. SP4 terdiri dari : mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan cara
mengendalikan halusinasi dengan cara minum obat, menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian. Sementara itu terapi psikofarmaka yang diberikan adalah
Haloperidol 3 x 5 mg, Trihexypenidyl 3 x 2 mg, CPZ 3 x 50 mg
5. Evaluasi Keperawatan
Adapun hasil akhir atau evaluasi yang diharapkan dari klien dengan halusinasi setelah
dilakukan implementasi adalah sebagai berikut :
Bahwa klien dapat :
a) Menjelaskan waktu dan tempat terjadinya halusinasi;
b) Menyebutkan saat terjadinya halusinasi;
c) Membedakan hal yang nyata dan yang tidak nyata;
d) Memilih cara untuk mengatasi halusinasinya;
e) Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa curiga;
f) Berespon sesuai dengan stimulasi dari luar dirinya; dan
g) Pasien tidak mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
HAN

LATIHAN

Sebagai latihan Anda, coba Anda buat Strategi pelaksanaan (SP) 1 pada klien dengan Halusinasi,
setelah itu Anda bisa berlatih berkomunikasi dengan teman Anda menggunakan SP yang telah Anda
buat

Selamat Mengerjakan
RANGKUMAN

Halusinasi adalah pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori. tanda
dan gejala pada klien dengan halusinasi, yaitu : berbicara dan tertawa sendiri, mengatakan
mendengar sesuatu, merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, tidak dapat membedakan hal
yang nyata dan tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, pembicaraan kacau, kadang tidak
masuk akal, curiga dan bermusuhan, menarik diri, menghindari orang lain, sulit membuat keputusan,
mudah tersinggung, jengkel dan marah, muka merah kadang - kadang pucat, ekspresi wajah tegang.
Fase-fase Halusinasi yaitu fase 1 (Menyenangkan), fase 2 (Menyalahkan), fase 3 (Mengendalikan),
fase 4 (Menaklukkan). Jenis-jenis halusinasi yaitu : Halusinasi pendengaran, penglihatan,
penciuman, pengecapan, dan perabaan. Komplikasi halusinasi yaitu Perilaku kekerasan, Gangguan
proses informasi, Alam perasaan abnormal, Kurang Percaya Diri, Rasa bermusuhan, Kehilangan
motivasi. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien dapat : menjelaskan waktu dan
tempat terjadinya halusinasi, menyebutkan saat terjadinya halusinasi, membedakan hal yang nyata
dan yang tidak nyata, memilih cara untuk mengatasi halusinasinya, berinteraksi dengan orang lain
tanpa rasa curiga, berespon sesuai dengan stimulasi dari luar dirinya, dan pasien tidak mencederai
diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Tes Formatif

Petunjuk pengisian :
Jika pilihan jawaban terdiri dari 1, 2, 3, dan 4, maka :
A. Jika jawaban 1, 2, dan 3 benar
B. Jika jawaban 1 dan 3 benar
C. Jika jawaban 2 dan 4 benar
D. Jika jawaban 4 saja yang benar
E. Jika semua jawaban benar

Jika pilihan jawaban terdiri dari A, B, C, D, maka pilih salah satu jawaban yang Anda
anggap paling benar

Untuk mengetahui sejauhmana penguasaan Anda tentang materi pada unit 5, maka lakukanlah
evaluasi diri dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :

1. Dibawah ini merupakan tanda dan gejala dari halusinasi, yaitu :


1. Bicara sendiri 3. Merusak diri sendiri, orang lain
2. Tidak dapat memusatkan perhatian 4. Mengkritik diri sendiri
2. Karakteristik klien yang mengalami halusinasi fase 1 (satu) adalah :
1. Cemas berat 3. Halusinasi menguasai
2. peningkatan emosi 4. Halusinasi menyenangkan
3. Karakteristik klien yang mengalami halusinasi fase 4 (empat) adalah :
1. Cemas sedang 3. Halusinasi menyalahkan
2. Pengalaman sensori mengancam 4. Panik
4. Mekanisme koping yang dilakukan pada klien dengan halusinasi adalah :
1. Rasionalisasi 3. Supresi
2. Regresi 4. Proyeksi
5. Komplikasi yang dapat terjadi bila halusinasi tidak ditangani adalah :
1. Perilaku kekerasan 3. Gangguan proses informasi
2. Depresi 4. Harga diri tinggi
6. Hubungan interpersonal yang tidak harmonis dapat mengakibatkan stress dan kecemasan,
merupakan faktor predisposisi dari faktor.............
A. Psikologi C. Perkembangan
B. Biokimia D. Biologi
7. Peningkatan dopamine neurotansmiter, merupakan faktor predisposisi dari faktor........
A. Psikologi C. Perkembangan
B. Biokimia D. Biologi
8. Yang BUKAN merupakan diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien halusinasi adalah..........
A. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi C. Resiko Perilaku Kekerasan
B. Isolasi Sosial D. Waham
9. Tindakan keperawatan mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap, merupakan
tindakan keperawatan pada SP berapa ?
A. SP 1 C. SP 3
B. SP 2 D. SP 4
10. Yang BUKAN merupakan evaluasi pada klien halusinasi adalah...........
A. Membedakan hal yang nyata dan yang tidak nyata
B. Memilih cara untuk mengatasi halusinasinya;
C. Berinteraksi dengan orang lain tanpa rasa curiga;
D. Tidak berespon sesuai dengan stimulasi dari luar dirinya

SELAMAT MENGERJAKAN

KUNCI JAWABAN

f. A 6. A
g. C 7. B
h. D 8. D
i. D 9. B
j. A 10. D

UMPAN BALIK

Setelah Anda menyesuaikan jawaban Anda dengan kunci jawaban diatas, berapakah nilai
Anda ? Jika Anda memperoleh nilai 80 ke atas, maka Anda mendapatkan nilai A. Selamat !
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2006). Kurikulum DIII Keperawatan. Jakarta : Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

Depnaker dan Transmigrasi RI. (2007). Penetapan SKKNI Jasa Kesehatan Sub Sektor Jasa
Pelayanan Kesehatan Bidang Perawatan. Jakarta : Depnaker dan Transmigrasi RI

Keliat, dkk. (2012). Modul Basic Course – Community Mental Health Nursing. Edisi 3. Jakarta :
FIK UI – WHO

_________ . (2006). Modul Intermadiate Course – Community Mental Health Nursing Tahap 3.
Jakarta : FIK UI – WHO

_________ . (2006). Modul Model Praktek Keperawatan Proffesional. Jakarta : FIK – UI

Keliat dan Akemat. (2003). Terapi Aktifitas Kelompok Dalam Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Bagian Keperawatan Jiwa Komunitas. (1998). Kumpulan Makalah Pelatihan Keperawatan


Kesehatan Jiwa : Kiat Komunikasi Terapeutik. Jakarta : FIK – UI

NANDA I. (2007). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2007 – 2008. Philadelphia :
NANDA International

Rawlins and Heacock. (2003). Critical Manual of Psychiatric Nursing. Second edition. St Louis :
Mosby Year Book

Tim Diklat RSMM. (2007). Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor : Diklat RSMM

Stuart and Laraia. (2016). Principles and Practices of Psychiatric Nursing. Edisi 8. St Louis :
Mosby Year Book
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN
PROSES PIKIR : WAHAM
4
Tujuan Instruksional Umum :

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan masalah perubahan proses pikir: waham.

Tujuan Instruksional Khusus :

Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu melakukan hal berikut:
1. Menjelaskan definisi waham.
2. Menjelaskan rentang respons neurobiologi.
3. Menjelaskan proses terjadinya waham.
4. Menjelaskan klasifikasi waham.
5. Melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami perubahan proses pikir: waham.
6. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan perubahan proses pikir: waham.
7. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan perubahan proses pikir: waham.
8. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan perubahan proses pikir: waham.

PENGERTIAN WAHAM
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus- menerus, tapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah
seperti apa yang ada di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa
bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia.

PROSES TERJADINYA WAHAM


1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik,
pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya
pasien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan (reality),
yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang sangat ingin memiliki
berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi
menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan tidak berharga.

3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)


Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa yang ia katakan
adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi
kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap
penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena
besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak
mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.

4. Fase dukungan lingkungan (environment support)


Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam lingkungannya menyebabkan pasien
merasa didukung, lama-kelamaan pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu
kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong

5. Fase nyaman (comforting)


Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama
yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial).
6. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan yang salah pada pasien akan
meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan
yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain

Klasifikasi Waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini direktur sebuah bank swasta lho.” atau “Saya punya beberapa
perusahaan multinasional”.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu.. kalian semua
memasukkan racun ke dalam makanan saya”.
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan uang kepada
semua orang.”
4. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, serta diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular ganas”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda- tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya sebagai seorang besar
mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa, serta pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar
oleh orang lain atau sekelompok orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam
tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga
yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar,
kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah.
Menurut Kaplan dan Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara lain sebagai berikut.
1. Status mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem
waham abnormal yang jelas.
b. Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri dan mempunyai
hubungan khusus dengan orang yang terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan.
f. Pasien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap kecuali pada pasien dengan
waham raba atau cium. Pada beberapa pasien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

2. Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 1997)


a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik
tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact).
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang jelek.
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang terbaik bagi
pemeriksa dalam menentukan kondisi pasien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa
sekarang, dan yang direncanakan.
Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut.
1. Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya.
c. Sulit berpikir realita.
d. Tidak mampu mengambil keputusan.
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Afek tumpul
3. Perilaku dan hubungan sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktivitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga
4. Fisik
a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. Berat badan menurun
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Pohon Masalah

Risiko kerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir: waham

harga diri rendah: kronis

Diagnosis Keperawatan
1. Risiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
RENCANA INTERVENSI
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu orientasi realitas.
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa memberikan
dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas.
c. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
1) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien.
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki.
3) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum.
5) Melatih minum obat yang benar.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
b. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
c. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal

2. Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang hal berikut.
1) Cara merawat pasien waham di rumah.
2) Follow up dan keteraturan pengobatan.
3) Lingkungan yang tepat untuk pasien.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi, efek samping, akibat
penghentian obat).
d. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera.
LATIHAN
Kasus C
Tn. J (35 tahun) dibawa ke RSJ K setelah dua hari menghilang dari rumah dan ditemukan oleh keluarga di
bawah jembatan layang dalam keadaan tidak memakai baju. Saat dilakukan pengkajian, Tn. J mengatakan kalau
dia adalah orang bebas yang suci dari dosa. Tn. J banyak berbicara tetapi tidak bisa dipahami isi pembicaraannya,
sering berganti topik, dan menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan perawat. Menurut keluarga, hal itu terjadi
setelah Tn. J dipecat dari tempatnya bekerja satu tahun yang lalu karena dituduh menggelapkan uang proyek di
perusahaannya. Setelah itu, Tn. J tidak mau bekerja lagi dan selalu di rumah.
1. Tentukan masalah keperawatan utama dari kasus C!
2. Tuliskan data subjektif dan data objektif untuk menegakkan masalah keperawatan No. 1!
3. Susunlah intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan No. 1!

EVALUASI
1. Pasien mampu melakukan hal berikut.
a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.

2. Keluarga mampu melakukan hal berikut.


a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.

BACAAN
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1 Edisi 7. Jakarta:
Binarupa Aksara.

Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Courese). Jakarta: EGC.

Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Maramis, W.F.2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.

Stuart dan Laraia. 2005. Principles dan Pratice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St.Louis: Mosby.

Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Varcarolis. 2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St. Louis: Elsevier.


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
RISIKO BUNUH DIRI
5
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan masalah risiko bunuh diri.

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mempelajari pokok bahasan inimahasiswa mampu melakukan hal berikut.
1. Melakukan pengkajian pasien yang berisiko bunuh diri
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien risiko bunuh diri
3. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien risiko bunuh diri
4. Melakukan tindakan keperawatan pada keluarga pasien risiko bunuh diri
5. Melakukan evaluasi kemampuan pasien dan keluarga pasien risiko bunuh diri
6. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pasien risiko bunuh diri

PENGERTIAN BUNUH DIRI


Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan (Wilson
dan Kneisl, 1988). Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres
yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri
timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk
bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat
pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan bunuh diri.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), faktor penyebab bunuh diri adalah perceraian, pengangguran, dan
isolasi sosial. Sementara menurut Tishler (1981) (dikutip oleh Leahey dan Wright, 1987) melalui
penelitiannya menyebutkan bahwa motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri, yaitu 51% masalah
dengan orang tua, 30% masalah dengan lawan jenis, 30% masalah sekolah, dan 16% masalah dengan
saudara.

PENGELOMPOKAN BUNUH DIRI


1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri,
misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan
seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-
hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah

2. Ancaman bunuh diri


Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan
rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri


Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

Berdasarkan jenis-jenis bunuh diri diatas dapat dilihat data-data yang harus dikaji pada tiap
jenisnya. Setelah melakukan pengkajian, saudara dapat merumuskan diagnosa keperawatan
berdasarkan tingkat risiko dilakukannya bunuh diri (lihat pembagian tiga macam perilaku bunuh
diri pada halaman sebelumnya). Jika ditemukan data bahwa pasien menunjukkan isyarat bunuh
diri, masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah: Harga diri rendah. Bila saudara telah
merumuskan masalah ini, maka tindakan keperawatan yang paling utama dilakukan adalah
meningkatkan harga diri pasien (selengkapnya lihat modul harga diri rendah).

RENTANG RESPONS PROTEKTIF DIRI

KETERANGAN
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan kesadaran diri
meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih normal dialami
individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan
dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam
rekreasi yang berisiko tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku
yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja.
Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah
untuk melukai tubuh. Bentuk umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit, dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

PROSES TERJADINYA PERILAKU BUNUH DIRI

Setiap upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri dengan berbagai
alasan, berniat melaksanakan bunuh diri, mengembangkan gagasan sampai akhirnya melakukan bunuh
diri. Oleh karena itu, adanya percobaan bunuh diri merupakan masalah keperawatan yang harus
mendapatkan perhatian serius. Sekali pasien berhasil mencoba bunuh diri, maka selesai riwayat pasien.
Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa mitos (pendapat yang salah) tentang bunuh diri.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian tingkah laku bunuh diri temasuk aplikasi observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk
mendeteksi tanda spesifik dan rencana spesifik. Perawat harus mengkaji tingkat risiko bunuh diri, faktor
predisposisi, presipitasi, mekanisme koping, dan sumber koping pasien. Beberapa kriteria untuk menilai
tingkat risiko bunuh diri seperti pada tabel berikut.

MITOS TENTANG BUNUH DIRI


1. Mitos: Ancaman bunuh diri hanya cara individu untuk menarik perhatian dan tidak perlu dianggap
serius. Fakta: Semua perilaku bunuh diri harus dianggap serius.
2. Mitos: Bunuh diri tidak memberi tanda. Fakta: Delapan dari 10 individu memberi tanda secara verbal
atau perilaku sebelum melakukan percobaan bunuh diri.
3. Mitos: Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada pasien. Fakta: Hal yang paling penting dalam
perencanaan keperawatan adalah pengkajian yang akurat tentang rencana bunuh diri pasien.
4. Mitos: Kecenderungan bunuh diri adalah keturunan. Fakta: Tidak ada data dan hasil riset yang
menyokong pendapat ini karena pola perilaku bunuh diri bersifat individual.
Faktor Risiko
1. Menurut Hatton, Valente, dan Rink, 1977 (dikutip oleh Shiver, 1986)

Faktor Risiko Bunuh Diri Menurut Hatton, Valente, dan Rink


Intensitas
No. Perilaku/
Gejala Risiko
Rendah Sedang Berat
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
2 Depresi Rendah Sedang Berat
3 Isolasi/menarik Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak berdaya, putus asa,
diri yang samar, tidak berdaya, putus asa, menarik diri, protes pada
menarik diri. diri sendiri.
menarik diri.
4 Fungsi sehari- Umumnya baik Baik pada Tidak baik pada semua
hari pada semua beberapa aktivitas.
aktivitas. aktivitas.
5 Sumber-sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi koping Umumnya Sebagian Sebagian besar destruktif.
konstruktif. konstruktif.
7 Orang Beberapa Sedikit atau hanya -
penting/dekat satu
8 Pelayanan Tidak, sikap Ya, Bersikap negatif terhadap
psikiater yang positif. umumnya pertolongan.
lalu memuaska
n.
9 Pola hidup Stabil Sedang (stabil– Tidak stabil
tidak stabil)
1 Pemakai alkohol Tidak sering Sering Terus-menerus
0 dan obat
1 Percobaan Tidak atau yang Dari tidak sampai Dari tidak sampai
1 bunuh diri tidak fatal. dengan cara yang berbagai cara yang fatal.
agak fatal.
sebelumnya
1 Disorientasi dan Tidak ada Beberapa Jelas atau ada
2 disorganisasi
1 Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau ada
3
1 Rencana bunuh Samar, kadang- Sering dipikirkan, Sering dan konstan
4 diri kadang ada kadang-kadang dipikirkan dengan rencana
pikiran, tidak ada ada ide untuk yang spesifik.
rencana. merencanakan.
2. Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)
Skor 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang.
Skor 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri.
Skor 2 : Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri.
Skor 3 : Mengancam bunuh diri, misalnya, “Tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri”.
Skor 4 : Aktif mencoba bunuh diri.
3. Menurut Stuart dan Sundeen (1987)

Faktor Risiko Bunuh Diri Menurut Stuart dan Sundeen


Faktor Risiko Tinggi Risiko Rendah
Umur > 45 tahun dan 25–45 tahun atau < 12
remaja tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Status perkawinan Cerai, pisah, Kawin
janda/duda
Jabatan Profesional Pekerja kasar
Pekerjaan Pengangguran Pekerja
Penyakit kronis Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian

Faktor Perilaku
1. Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan biasanya dikaitkan dengan program pengobatan yang dilakukan (pemberian obat).
Pasien dengan keinginan bunuh diri memilih untuk tidak memperhatikan dirinya.
2. Pencederaan diri
Cedera diri adalah sebagai suatu tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan dengan sengaja.
Pencederaan diri dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup
parah untuk melukai tubuh.
3. Perilaku bunuh diri
Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
a. Ancaman bunuh diri, yaitu peringatan verbal dan nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan
untuk bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di
sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga mengomunikasikan secara nonverbal melalui pemberian
hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya.
b. Upaya bunuh diri, yaitu semua tindakan yang diarahkan pada diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarahkan pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang
melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika
tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
Faktor Lain
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pasien destruktif diri (bunuh diri) adalah sebagai
berikut (Stuart dan Sundeen, 1995).
1. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri.
a. Presipitasi peristiwa kehidupan yang menghina/menyakitkan.
b. Tindakan persiapan/metode yang dibutuhkan, mengatur rencana, membicarakan tentang bunuh
diri, memberikan barang berharga sebagai hadiah, catatan untuk bunuh diri.
c. Penggunaan cara kekerasan atau obat/racun yang lebih mematikan.
d. Pemahaman letalitas dari metode yang dipilih.
e. Kewaspadaan yang dilakukan agar tidak diketahui.
2. Petunjuk gejala
a. Keputusasaan.
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal, dan tidak berharga.
c. Alam perasaan depresi.
d. Agitasi dan gelisah.
e. Insomnia yang menetap.
f. Penurunan berat badan.
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
3. Penyakit psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya.
b. Kelainan afektif.
c. Alkoholisme dan atau penyalahgunaan obat.
d. Kelainan tindakan dan depresi pada remaja.
e. Demensia dini dan status kekacauan mental pada lansia.
f. Kombinasi dari kondisi di atas.
4. Riwayat psikososial
a. Baru berpisah, bercerai, atau kehilangan.
b. Hidup sendiri.
c. Tidak bekerja, perubahan, atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami.
d. Stres kehidupan ganda (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah,
ancaman terhadap krisis disiplin).
e. Penyakit medis kronis.
f. Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat.
5. Faktor-faktor kepribadian
a. Impulsif, agresif, rasa bermusuhan.
b. Kekakuan kognitif dan negatif.
c. Keputusasaan.
d. Harga diri rendah.
e. Batasan atau gangguan kepribadian antisosial.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri.
b. Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme, atau keduanya.
C. Diagnosa Keperawatan
Jika ditemukan data bahwa pasien memberikan ancaman atau mencoba bunuh diri, masalah
keperawatan yang mungkin muncul :
Risiko bunuh diri

Bila saudara telah merumuskan masalah ini, maka saudara perlu segera melakukan tindakan
keperawatan untuk melindungi pasien.
D. Tindakan Keperawatan
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat
melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan
obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai
tidak ada keinginan bunuh diri
SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
”Assalamu’alaikum A kenalkan saya adalah perawat B yang bertugas di ruang Mawar ini, saya dinas pagi
dari jam 7 pagi sampai 2 siang.”
”Bagaimana perasaan A hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang A rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama
kita bicara?”

KERJA
“Bagaimana perasaan A setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini A merasa paling
menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan kepercayaan diri? Apakah A merasa tak berharga atau
bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah A merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?
Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah A berniat untuk menyakiti diri sendiri,
ingin bunuh diri atau berharap bahwa A mati? Apakah A pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa
sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang A rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya,
segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan:
“Baiklah, tampaknya A membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”.
”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar A ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan A.”
”Nah A, Karena A tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup A, maka saya
tidak akan membiarkan A sendiri.”
”Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk
mengatasinya A harus langsung minta bantuan kepada perawat di ruangan ini dan juga keluarga atau
teman yang sedang besuk. Jadi A jangan sendirian ya, katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada
dorongan untuk mengakhiri kehidupan”. ”Saya percaya A dapat mengatasi masalah, OK A?”
TERMINASI
”Bagaimana perasaan A sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
”Coba A sebutkan lagi cara tersebut”
”Saya akan menemani A terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
( jangan meninggalkan pasien )
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri

a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang


mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya
disekitar pasien
3) Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun sendiri
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

SP 2 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba


bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
”Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya B yang merawat putra bapak dan ibu di rumah sakit
ini”.
”Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar A tetap selamat dan tidak
melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?”Sambil
kita awasi terus A.

KERJA
”Bapak/Ibu,A sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan sahabat karibnya akibat
bencana yang lalu, sehingga sekarang A selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi A yang
dapat mengakiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi A terus-menerus.
Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya..pokoknya kalau alam kondisi serius seperti ini A tidak boleh
ditinggal sendidrian sedikitpun”
”Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan A untuk bunuh
diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada
disekitar A”. ” Selain itu, jika bicara dengan A fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan
negatif.
”Selain itu sebaiknya A punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak bola, dll
supaya tidak sempat melamun sendiri”

TERMINASI
”Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
”Coba bapak dan ibu sebutkan lagi cara tersebut”Baik, mari sama-sama kita temani A, sampai
keinginan bunuh dirinya hilang.

Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah berbicara dengan saya?”
”Bisa bapak dan ibu sebutkan kembali cara menangani anak bapak dan ibu yang ingin bunuh diri?”
“Nah..pak, bu setelah ini coba bapak ibu praktekkan cara yang telah kita bicarakan tadi ya”
Bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini menjumpai saya karena akhir
minggu ini khan A sudah boleh pulang”
Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah
1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
”Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya khan?Bagaimana perasaanB hari ini? O... jadi B
merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau
begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau
berapa lama? Dimana?”Disini saja yah!
KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri
hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda
yang membahayakan B.”
”Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka
saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
”Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan itu muncul maka
untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman
yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..”.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita
bicarakan tadi? Bagus B. Bagimana Masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada
perasaan / dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah
tidak ada keinginan bunh diri saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan cara meninngkatkan
harga diri setengah jam lagi dan disini saja.
SP 3 Pasien: Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh
diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan

mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu sekarang kita akan membahas
tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”

KERJA
Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau B
meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana
yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B
syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selama ini”.Bagaimana kalau
B mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita latih.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang B
patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi
dorongan mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang
masih B miliki dan perlu disyukuri! Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah
dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak
terkendali segera hubungi saya ya!”

SP 4 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam


menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada keinginan bunuh diri? Apalagi hal-
hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara
mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? Di saja yah ?”
KERJA
« Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apalagi kira-kira jalan
keluarnya. Wow banyak juga yah. Nah coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-
masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut
B cara yang mana? Ya, saya setuju. B bisa dicoba!”Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa
depan.”

TERMINASI
Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah yang B akan
gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan masalah dengan cara yang dipilih B tadi.
Besok di jam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman B menggunakan
cara yang dipilih”.
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
Tindakan keperawatan:
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada pasien.
b) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko
bunuh diri.

2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri


a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh diri.
b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
(1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah diawasi,
jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien
sendirian di rumah
(2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari
barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak
/ bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk
atau racun serangga.
(3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan
gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun
pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan
percobaan bunuh diri, antara lain:
a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan
upaya bunuh diri tersebut
b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk
mengatasi masalah bunuh dirinya.
c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar
yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar
waktu penggunaannya
SP 2 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

ORIENTASI
”Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadaan anak Bpk/Ibu?”
” Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari bunuh
diri.
”Dimana kita akan diskusi.Bagiaman kalau di ruang wawancara?” Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu
untuk diskusi?”

KERJA
”Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
”Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunuh diri. Pada
umumnya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukkan tanda melalui percakapan misalnya “Saya
tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah B pernah mengatakannya?”
”Kalau Bapak / Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak / Ibu mendengarkan
ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan dia
sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala
tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan
meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan
bahwa Bpk/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B!”
”Usahakan sedikitnya 5 kali sehari bapak dan ibu memuji B dengan tulus”
”Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain.
Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan
perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat
untuk mengatasi keinginan bunuh diri.

TERMINASI
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara merawat
anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
”Ya, bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera hubungi
kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara meningkatkan harga
diri B dan penyelesaian masalah”
”Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau demikian sampai bertemu lagi minggu depan disini”.
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat
bunuh diri

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
Latihan
“Kita akan8:coba
Membuat perencanaan
disini dulu, pulang
setelah itu baru kitabersama keluarga
coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”
Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini
KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu praktekkan cara
bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai
jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI“
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi
cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien
risiko bunuh diri

Peragakan bersama pasangan anda komunikasi dibawah ini


ORIENTASI
“Assalamualaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita membicarakan jadual
B selama dirumah”Berapa lama kita bisa diskusi?, baik mari kita diskusikan.”
KERJA
“Pak, bu, ini jadual B selama di rumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’ tolong
dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B selama di
rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan tidak
terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku
membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibusegera hubungi Suster H di Puskesmas Ingin Jaya,
puskesmas terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon puskesmasnya: (0651) 853xxx
Selanjutnya suster H yang akan membantu memantau perkembangan B
TERMINASI
“Bagaimanpak/bu? Ada yang belum kelas?” Ini jadual kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini
surat rujukan untuk perawat K di puskesmas Indrapuri. Jangan lupa kontrol ke puskesmas sebelum
obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.

Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh diri berdasarkan perilaku
bunuh diri yang ditampilkan

Tiga macam perilaku Tindakan keperawatan Tindakan keperawatan


bunuh diri untuk pasien untuk keluarga

1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi Melakukan pendidikan


keinginan bunuh diri kesehatan tentang cara
merawat anggota keluarga
Meningkatkan harga diri yang ingin bunuh diri
pasien

Meningkatkan kemampuan
pasien dalam menyelesaikan
masalah
2. Ancaman bunuh diri Melindungi pasien Melibatkan keluarga untuk
3. Percobaan bunuh diri mengawasi pasien secara
ketat
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN
6
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan masalah risiko perilaku kekerasan

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mempelajari pokok bahasan inimahasiswa mampu melakukan hal berikut.
1. Menjelaskan definisi marah.
2. Menjelaskan rentang respons marah.
3. Menjelaskan proses terjadinya marah.
4. Melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan.
5. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
6. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.
a. Risiko perilaku kekerasan.
b. Teknik manajemen krisis.
7. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan risiko perilaku kekerasan.

PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh
diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan
agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat
berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang
dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam
melakukan pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling maladaptif, yaitu amuk.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak
terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons
kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).
RENTANG RESPONS MARAH
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain. Frustasi :
Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol

TABEL Perbandingan perilaku pasif, asertif, dan agresif


Karakteristik Pasif Asertif Amuk
Nada bicara - Negatif - Positif - Berlebihan
- Menghina diri - Menghargai diri sendiri - Menghina orang lain
- Dapatkah saya lakukan? - Saya dapat/akan lakukan - Anda selalu/tidak pernah?
- Dapatkah ia lakukan

Nada suara - Diam - Diatur - Tinggi


- Lemah - Menuntut
- Merengek
Sikap tubuh - Melorot - Tegak - Tegang
- Menundukan kepala - Relaksi - Bersandar ke depan

Personal Space - Orang lain dapat masuk pada - Menjaga jarak yang - Memiliki teritorial
teritorial pribadinya menyenangkan orang lain
- Mempertahankan hak
tempat/teritorial
Gerakan - Minimal - Memperlihatkan gerakan - Mengancam, ekspansi
- Lemah yang sesuai gerakan
- Resah
Kontak mata - Sedikit/tidak ada - Sekali-sekali - Melotot
GEJALA ATAU TANDA MARAH (PERILAKU)
1. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman
c. Rasa terganggu
d. Marah (dendam)
e. Jengkel
2. Intelektual
a. Mendominasi
b. Bawel
c. Sarkasme
d. Berdebat
e. Meremehkan
3. Fisik
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Napas pendek
d. Keringat
e. Sakit fisik
f. Penyalahgunaan zat
g. Tekanan darah meningkat

4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. Kebijakan/kebenaran diri
c. Keraguan
d. Tidak bermoral
e. Kebejatan
f. Kreativitas terlambat
5. Sosial
a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Kekerasan
e. Ejekan
f. Humor
PROSES TERJADINYA MARAH

Konsep Marah (Beck, Rawlins, Williams, 1986: 447 dikutip oleh Keliat dan Sinaga,
1991:8)
PROSES TERJADINYA AMUK
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan (Keliat, 1991). Amuk adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah,
rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan. Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau
eksternal. Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara
eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1)
mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata- kata yang dapat
dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila
perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa
kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang
destruktif dan amuk.

PENGKAJIAN
Faktor Predisposisi
1. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari dorongan insting (instinctual
drives).
2. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari peningkatan frustasi. Tujuan yang
tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi berkepanjangan.
3. Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai berikut.
a. Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta perilaku seperti makan, agresif,
dan respons seksual. Selain itu, mengatur sistem informasi dan memori.
b. Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan interpretasi pendengaran.
c. Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
d. Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah serotonin (5-HT), Dopamin,
Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.
4. Perilaku (behavioral)
a. Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar mengakibatkan kegagalan
kemampuan dalam berespons positif terhadap frustasi.
b. Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau godaan (seduction) orang tua
memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri (self esteem) individu.
c. Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child abuse) atau mengobservasi
kekerasan dalam keluarga memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping.
Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar dari
proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai berikut.
a. Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.
b. Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok,
saudara, figur olahragawan atau artis, serta media elektronik
(berita kekerasan, perang, olahraga keras).

5. Sosial kultural
a. Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini mendefinisikan ekspresi perilaku
kekerasan yang diterima atau tidak diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang
sangat ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan individu
memilih cara yang maladaptif lainnya.
b. Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons terhadap marah yang sehat.
Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif
antara lain sebagai berikut.
1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
2) Status dalam perkawinan.
3) Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
4) Pengangguran.
5) Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan struktur keluarga dalam sosial
kultural.

Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1. Internal
a. Kelemahan.
b. Rasa percaya menurun
c. Takut sakit.
d. Hilang kontrol.
2. Eksternal
a. Penganiayaan fisik.
b. Kehilangan orang yang dicintai.
c. Kritik.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

Perilaku kekerasan.

Gangguan konsep diri: harga diri rendah.


Diagnosis Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

RENCANA INTERVENSI
Risiko Perilaku Kekerasan

Tindakan Keperawatan untuk Pasien


1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan
terapi psikofarmaka.

2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah secara:
1) verbal,
2) terhadap orang lain,
3) terhadap diri sendiri,
4) terhadap lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
2) obat;
3) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
4) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur/bantal,
secara sosial/verbal, secara spiritual, dan patuh minum obat.
h. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi mengontrol perilaku
kekerasan.

Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, serta perilaku
yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat,
seperti melempar atau memukul benda/orang lain.
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
1) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh
perawat.
2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan
kegiatan tersebut secara tepat.
3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku kekerasan.
e. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.

Strategi Penahanan

Stategi Preventif Strategi Antisipasi Strategi Penahanan

• Kesadaran diri • Komunikasi • Manajemen krisis


• Pendidikan pasien • Perubahan lingkungan • Pengasingan
• Latihan asertif • Perilaku • Pengendalian/pengekangan
• Psikofarmakologi

Rangkaian Intervensi Keperawatan dalam Manajemen Perilaku Kekerasan

Manajemen Krisis
1. Identifikasi pemimpin tim krisis.
2. Susun atau kumpulkan tim krisis.
3. Beritahu petugas keamanan yang diperlukan.
4. Pindahkan semua pasien dari area tersebut.
5. Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrains).
6. Susun strategi dan beritahu anggota lain.
7. Tugas penanganan pasien secara fisik.
8. Jelaskan semua tindakan pada pasien, “Kami harus mengontrol Tono, karena perilaku Tono
berbahaya pada Tono dan orang lain. Jika Tono sudah dapat mengontrol perilakunya, kami akan
lepaskan”.
9. Ikat/kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman).
10. Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi.
11. Jaga tetap kalem dan konsisten.
12. Evaluasi tindakan dengan tim.
13. Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya.
14. Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan.

Pengasingan
Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di tempat yang aman dan cocok untuk
tindakan keperawatan. Tujuannya adalah melindungi pasien, orang lain, dan staf dari bahaya. Hal ini legal
jika dilakukan secara terapeutik dan etis. Prinsip pengasingan antara lain sebagai berikut (Stuart dan
Sundeen, 1995: 738).
1. Pembatasan gerak
a. Aman dari mencederai diri.
b. Lingkungan aman dari perilaku pasien.
2. Isolasi
a. Pasien butuh untuk jauh dari orang lain, contohnya paranoid.
b. Area terbatas untuk adaptasi, ditingkatkan secara bertahap.
3. Pembatasan input sensoris
Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus.

Pengekangan
Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien, serta melindungi pasien dan orang lain dari
cedera. Indikasi antara lain sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan mengontrol perilaku.
2. Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial.
3. Hiperaktif dan agitasi.

Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berikut.


1. Jelaskan pada pasien alasan pengekangan.
2. Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai.
3. Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital, sirkulasi, dan membuka ikatan untuk
latihan gerak.
4. Penuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, minum, eliminasi, dan perawatan diri.
5. Selengkapnya baca Stuart dan Sundeen (1995: 739) dan pedoman pengikatan.

EVALUASI
1. Pada pasien
a. Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
b. Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal, yang
meliputi:
1) secara fisik,
2) secara sosial/verbal,
3) secara spiritual,
4) terapi psikofarmaka.
2. Pada keluarga
a. Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
b. Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien.
c. Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan.
d. Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan pada perawat.

LATIHAN
Kasus E
Nn. K (27 tahun) dibawa ke RSJ K setelah di rumah melempari rumah tetangga dengan batu. Nn. K mengatakan
bahwa dia tersinggung dengan tetangganya itu karena selalu menghina ibunya yang janda dan miskin saat acara
pernikahan adiknya. Saat dikaji, Nn. K tampak emosi, tangannya menegang, dan tidak mau terlalu dekat dengan
perawat. Beberapa saat tampak berdiam diri lalu tiba-tiba bangkit dan menggebrak pintu kamar.
1. Tentukan masalah keperawatan utama dari kasus E!
2. Tuliskan data subjektif dan data objektif untuk menegakkan masalah keperawatan No. 1!
3. Susunlah intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan No. 1!

BACAAN

Depkes RI. (2006). Kurikulum DIII Keperawatan. Jakarta : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

Depnaker dan Transmigrasi RI. (2007). Penetapan SKKNI Jasa Kesehatan Sub Sektor Jasa
Pelayanan Kesehatan Bidang Perawatan. Jakarta : Depnaker dan Transmigrasi RI

Keliat, dkk. (2012). Modul Basic Course – Community Mental Health Nursing. Edisi 3. Jakarta : FIK
UI – WHO

_________ . (2006). Modul Intermadiate Course – Community Mental Health Nursing Tahap 3.
Jakarta : FIK UI – WHO

_________ . (2006). Modul Model Praktek Keperawatan Proffesional. Jakarta : FIK – UI

Keliat dan Akemat. (2003). Terapi Aktifitas Kelompok Dalam Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Bagian Keperawatan Jiwa Komunitas. (1998). Kumpulan Makalah Pelatihan Keperawatan


Kesehatan Jiwa : Kiat Komunikasi Terapeutik. Jakarta : FIK – UI
NANDA I. (2007). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2007 – 2008. Philadelphia :
NANDA International

Rawlins and Heacock. (2003). Critical Manual of Psychiatric Nursing. Second edition. St Louis :
Mosby Year Book

Tim Diklat RSMM. (2007). Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor : Diklat RSMM

Stuart and Laraia. (2016). Principles and Practices of Psychiatric Nursing. Edisi 8. St Louis :
Mosby Year Book
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
7
Tujuan Instruksional Umum :
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan jiwa pada pasien
dengan masalah deficit perawatan diri.

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mempelajari pokok bahasan inimahasiswa mampu melakukan hal berikut.
1. Menjelaskan definisi defisit keperawatan diri.
2. Menjelaskan lingkup defisit keperawatan diri.
3. Menjelaskan proses terjadinya defisit perawatan diri pada pasien gangguan jiwa.
4. Melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri.
5. Merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri.
6. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri.
a. Perawatan diri
b. Berdandan
c. Makan
d. Buang air kecil dan buang air besar
7. Menyusun evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri.

PENGERTIAN DEFISIT PERAWATAN DIRI


Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien
gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku
negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat.
LINGKUP DEFISIT PERAWATAN DIRI
1. Kebersihan diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan
tidak rapi.
2. Berdandan atau berhias
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut, atau mencukur kumis.
3. Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa makanan dari piring ke mulut,
dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring.
4. Toileting
Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasiatauberkemih tanpa bantuan.

PROSES TERJADINYA DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA PASIEN


GANGGUAN JIWA
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting
(buang air besar [BAB] atau buang air kecil [BAK]) secara mandiri.

PENGKAJIAN
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka tanda dan gejala dapat
diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu sebagai berikut :
1. Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku
panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi,
pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, serta pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri,
makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
4. Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan BAB atau BAK tidak pada
tempatnya, serta tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Defisit perawatan diri kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.
2. Tindakan keperawatan
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan tahapan tindakan
berikut.
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
b. Melatih pasien berdandan/berhias.
Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan
dengan wanita.
1) Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) bercukur.
2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi:
a) berpakaian,
b) menyisir rambut,
c) berhias.
c. Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien, Anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut.
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.
2) Menjelaskan cara makan yang tertib.
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan.
4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.
d. Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri.
Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut.
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1. Tujuan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri.
2. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik, maka Anda harus
melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar
kemampuan pasien dalam perawatan dirinya meningkat. Tindakan yang dapat Anda lakukan antara
lain sebagai berikut.
a. Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Jelaskan pentingnya perawatan diri untuk mengurangi stigma.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk
menjaga perawatan diri pasien.
d. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu mengingatkan
pasien dalam merawat diri (sesuai jadwal yang telah disepakati).
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam merawat diri.
f. Latih keluarga cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri.

EVALUASI
1. Pasien dapat menyebutkan hal berikut.
a. Penyebab tidak merawat diri.
b. Manfaat menjaga perawatan diri.
c. Tanda-tanda bersih dan rapi.
d. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.
2. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal berikut.
a. Kebersihan diri
b. Berdandan
c. Makan
d. BAB/BAK
3. Keluarga memberikan dukungan dalam melakukan perawatan diri.
a. Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri.
b. Keluarga ikut serta mendampingi pasien dalam perawatan diri.

EVALUASI
Kasus G
Tn. K (50 tahun) sudah satu minggu di rawat di bangsal psikiatri RSJ L. Saat dilakukan pengkajian, Tn.
K tampak pucat, menolak berinteraksi, berpakaian lusuh, dan tercium bau tidak sedap. Saat ditanya
apakah sudah mandi, Tn. K menggeleng dan menolak untuk dimandikan, Tn. K berkata, “Buat apa mandi”.
1. Tentukan masalah keperawatan utama dari kasus G!
2. Tuliskan data subjektif dan data objektif untuk menegakkan masalah keperawatan
No. 1!
3. Susunlah intervensi keperawatan untuk masalah keperawatan No. 1!
BACAAN
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabay
Stuart dan Laraia. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition. St.Louis: Mosby.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Townsend M. C. 1998. Diagnosis Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC.
Varcarolis. 2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi 5. St.Louis: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai