Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

PENDEKATAN PSIKOTERAPI PERSON CENTERED THERAPY

Dosen Pengampu: Rina Rifayanti, S.Psi, M.Psi, Psikolog

Diajukan Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Psikoterapi

Disusun Oleh:

Nor Amalia Azizah 1802105059


Shella Ayu Sari 1802105052
Dwi Aura Ap 1702105088
Shella Novita Sari 1802105065
Alma Yorinda 1802105078
Maulidya Shalzabila Indah 1802105087
Adinda Salma Putridena 1802105054
Ainun Kardiani 1802105080
Sri Sundari 1802105100
Annisa Lyona 1802105053
Ayu Bramasari 1702105032

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan


pada penulis untuk menyelesaikan makalah dengan judul Person Centered
Therapy ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.
Makalah Person Centered Therapy ini disusun guna memenuhi tugas yang
diberikan dosen mata kuliah Psikoterapi. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Person Centered
Therapy.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Rina
Rifayanti, S.Psi, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengampu mata kuliah Psikoterapi.
Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis dan bagi para pembaca. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima untuk membantu dalam
pembuatan makalah selanjutnya.

Samarinda, 3 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………..1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….3

C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………...4

BAB II PEMBAHASAN

A. Biodata Rogers……………………………………………………………….5

B. Pengantar dan konsep utama Person Centered Therapy……………………….7

C. Proses Terapi ………………………………………………………………. 13

D. Teknik dan Prosedur Terapi…………………………………………………14

E. Person Centered Expressive Art Therapy ……………………………………….16

F. Motivational Interviewing………………………………………………………….18

G. Person Centered Therapy dari Perspektif Multikultural…………………….25

H. Kontribusi dari Person Centered Therapy…………………………………….…25

I. Keterbatasan dan Kritik terhadap Person Centered Therapy………………….. 26

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..28

B. Saran………………………………………………………………………….29

DAFTAR PUSTAKA

ii
ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup

dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah

sikap dan perilaku mereka. Aliran humanistik menyumbangkan arah yang positif

dan optimis bagi pengembangan potensi manusia, disebut sebagai yang

mengembalikan hakikat psikologi sebagai ilmu tentang manusia. Pendekatan pada

orang didasarkan pada konsep-konsep dari psikologi humanisik banyak

diantaranya diartikulasikan oleh Carl Rogers pada awal 1940. Dari semua pelopor

yang ditemukan pendekatan terepeutik, bagi Rogers sebagai salah satu tokoh

paling berpengaruh dalam merevolusi arah negara teori. Pendapat Rogers

didukung oleh survei pada tahun 2006 yang dilakukan oleh Psychotheraphy

Networker (“The Top 10,” 2007) yang mengidentifikasikan Carl Rogers sebagai

psikoterapis paling berpengaruh selama seperempat abad terakhir. Rogers dikenal

sebagai “revolusioner pendiam” yang keduanya berkontribusi pada teori

perkembangan dan yang pengaruhnya terus membentuk praktik konseling saat ini

(Rogers & Russel, 2002).

Pendekatan Rogers terhadap terapi dan model kepribadian sehat yang

dihasilkan,memberikan suatu gambaran tentang kodrat manusia yang

disanjung-sanjung dan optimis. Tema pokoknya adalah seseorang harus bersandar

pada pengalamanya sendiri tentang dunia karena hanya itulah kenyataan yang

diketahui oleh seorang individu. Carl R. Rogers mengembangkan terapi


2

client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya

keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya,

pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang

menggaris bawahi tindakan yang akan dilakukan oleh klien berikut dunia

subjektif dan fenomenalnya. Perkembangan pendekatan client-centered disertai

peralihan dari penekanan pada teknik terapi kepada penekanan pada kepribadian,

keyakinan dan sikap ahli terapi, serta pada hubungan terapeutik..

Pendekatan yang berpusat pada orang berbagi banyak konsep dan nilai

dengan perspektif eksistensial. Asumsi dasar Roger adalah bahwa orang pada

dasranya dapat dipercaya bahwa mereka memiliki potensi yang sangat besar

untuk memahami diri mereka sendiri dan menyelesaikan masalah mereka sendiri

tanpa pemahaman langsung dari pihak terapis, dan bahwa mereka mampu

mengarahkan diri sendiri pertumbuhan jika mereka terlibat dalam jenis hubungan

tereupeutik yang spesifik. Keyakinan pada kapasitas klien untuk penyembuhan

diri dari dalamnya kontras dengan banyak teori yang memandang teknik terapis

sebagai yang paling kuat mengarah pada perubahan (Tallman & Bohart, 1999).

Rogers mengungkapkan sedikit simpati untuk pendekatan berdasarkan

asumsi bahwa individu tidak dapat dipercaya dan sebaliknya perlu diarahkan,

dimotivasi, diinstruksikan, dihukum, dihargai, dikendalikan, dan dikelola oleh

orang lain yang berada dalam posisi superior dan "ahli". Dia berpendapat bahwa

tiga atribut terapis menciptakan iklim yang mendorong pertumbuhan di mana

individu dapat bergerak maju dan menjadi apa yang mereka mampu menjadi: (1)

kesesuaian (keaslian, atau kenyataan), (2) hal positif tanpa syarat (penerimaan dan
3

kepedulian), dan (3) pemahaman empatik yang akurat (kemampuan untuk

memahami dunia subjektif orang lain secara mendalam).

Menurut Rogers, jika terapis mengkomunikasikan sikap ini, mereka yang

dibantu akan menjadi kurang defensif dan lebih terbuka untuk diri mereka sendiri

dan dunia mereka, dan mereka akan berperilaku prososial dan konstruktif. Rogers

memegang keyakinan yang dalam bahwa "manusia pada dasarnya adalah

organisme yang bergerak maju yang tertarik pada pemenuhan kodrat kreatif

mereka sendiri dan untuk mengejar kebenaran dan daya tanggap sosial" (Thorne,

1992, hlm. 21). Dorongan dasar untuk mencapai kepuasan menyiratkan bahwa

orang akan bergerak menuju kesehatan jika jalan tampaknya terbuka bagi mereka

untuk melakukannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Person Centered

Therapy merupakan cabang khusus dari terapi humanistik yang menggaris bawahi

tindakan yang akan dilakukan oleh klien berikut dunia subjektif dan

fenomenalnya. Disertai peralihan dari penekanan pada teknik terapi kepada

penekanan pada kepribadian, keyakinan dan sikap ahli terapi, serta pada

hubungan terapeutik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi Carl Ransom Roger?

2. Bagaimana pengantar dan konsep utama Person Centered Therapy?

3. Bagaimana proses terapi?

4. Bagaimana teknik dan prosedur terapi?


4

5. Bagaimana Person Centered Ecpressive Art Theraphy?

6. Bagaimana konsep Motivational Interviewing?

7. Bagaimana proses Person Centered Therapy dari Perspektif Multikultural?

8. Bagaimana keterbatan dan Kritik terhadap Person Centered Therapy?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui biografi Carl Ransom Rogers.

2. Mengetahui pengertian Person Centered Therapy (Rogers).

3. Mengetahui tujuan Person Centered Therapy.

4. Mengetahui fungsi dan peran Terapis.

5. Mengetahui penagalaman klien dalam terapi

6. Mengetahui konsep dasar Person Centered Therapy.

7. . Mengetahui proses Terapeutik.

8. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan Person-Centered

Therapy.
5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biodata Rogers

Carl Rogers (1902–1987) merupakan seorang juru bicara utama psikologi

humanistik, menjalani kehidupan yang mencerminkan gagasan yang ia

kembangkan selama setengah abad. Rogers adalah orang yang tertutup dan dia

menghabiskan banyak waktu membaca dan terlibat dalam aktivitas dan refleksi

imajinatif. Selama masa kuliahnya, minat dan jurusan akademisnya berubah dari

pertanian ke sejarah, lalu ke agama, dan akhirnya ke psikologi klinis. Rogers

memegang posisi akademis di berbagai bidang, termasuk pendidikan, pekerjaan

sosial, konseling, psikoterapi, terapi kelompok, perdamaian, dan hubungan

interpersonal, dan dia mendapatkan pengakuan di seluruh dunia karena memulai

dan mengembangkan gerakan humanistik dalam psikoterapi. Ide dasarnya,

terutama peran sentral dari hubungan klien-terapis sebagai sarana untuk tumbuh

dan berubah, telah digabungkan dalam banyak pendekatan teoretis lainnya. Ide

Rogers terus memiliki efek yang luas di bidang psikoterapi (Kain, 2010).

Roger sering disebut sebagai "Bapak Penelitian Psikoterapi" karena Rogers

adalah orang pertama yang mempelajari proses konseling secara mendalam

dengan menganalisis transkrip sesi terapi yang sebenarnya dan dia adalah dokter

pertama yang melakukan studi besar tentang psikoterapi menggunakan metode

kuantitatif. Dia adalah orang pertama yang merumuskan teori kepribadian dan

psikoterapi yang komprehensif yang didasarkan pada penelitian empiris dan dia
6

berkontribusi untuk mengembangkan teori psikoterapi yang berfokus pada

kekuatan dan sumber daya individu.

Selama 15 tahun terakhir hidupnya, Rogers menerapkan pendekatan yang

berpusat pada orang untuk perdamaian dunia dengan melatih pembuat kebijakan,

pemimpin, dan kelompok yang berada dalam konflik sehingga Roger

dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian.

Natalie Rogers (1928) adalah pelopor dalam bidang terapi seni ekspresif yang

berpusat pada orang. Dia memperluas teori kreativitas ayahnya (Carl Rogers)

dengan menggunakan seni ekspresif untuk meningkatkan pertumbuhan pribadi

individu dan kelompok. Rogers telah mengembangkan konsep koneksi kreatif

yaitu sebuah proses di mana klien atau anggota kelompok diundang untuk

mengakses perasaan batin melalui urutan gerakan, suara, seni visual, dan

penulisan jurnal yang tidak terputus. Ketika klien bergerak melalui proses ini,

aspek diri yang tersembunyi atau tidak disadari ditemukan, dan wawasan ini

dibagikan dengan terapis.

Karya N. Rogers berkembang dari apa yang dia rasakan kurang dari teori

warisan ayahnya. Karya seninya adalah salah satu wahana untuk mengekspresikan

dan mendapatkan wawasan tentang ketidakadilan. Saat di usia 87 tahun, N.

Rogers terus mencari cara untuk membawa makna pada kehidupan pribadi dan

profesionalnya. Selama 10 tahun terakhir dia mengajar dan memfasilitasi

lokakarya di Amerika Serikat, Inggris, Hong Kong, Amerika Latin, Rusia, dan

Korea Selatan. Dia terus berpartisipasi dalam mengajar program sertifikat seni

ekspresif enam minggu di Universitas Sofia di California utara.


7

B. Pengantar dan konsep utama Person Centered Therapy

Rogers telah dikenal sebagai "revolusioner yang pendiam" yang berkontribusi

pada pengembangan teori dan pengaruhnya terus membentuk praktik konseling

hingga saat ini. Sejak awal, Rogers menekankan sikap dan karakteristik pribadi

terapis dan kualitas hubungan klien-terapis sebagai penentu utama dari hasil

proses terapeutik. Keyakinan pada kapasitas klien untuk penyembuhan diri ini

berlawanan dengan banyak teori yang memandang teknik terapis sebagai agen

paling kuat yang mengarah pada perubahan (Bohart & Tallman, 2010). Jelas,

Rogers merevolusi bidang psikoterapi dengan mengajukan teori yang berpusat

pada klien sebagai agen utama untuk perubahan diri yang konstruktif. Terapi

berpusat pada orang kontemporer adalah hasil dari proses evolusi yang terus

terbuka terhadap perubahan dan pemurnian.

Empat Periode Pengembangan Pendekatan

Dalam menelusuri titik balik utama dalam pendekatan Rogers, Zimring dan

Raskin (1992) dan Bozarth, Zimring, dan Tausch (2002) telah mengidentifikasi

empat periode perkembangan.

Pada periode pertama, selama 1940-an, Rogers mengembangkan apa yang

dikenal sebagai konseling nondirective, yang memberikan alternatif yang kuat dan

revolusioner untuk pendekatan direktif dan interpretatif terhadap terapi yang

kemudian dipraktikkan. Teori Rogers menekankan penciptaan iklim permisif dan

non-arahan oleh konselor. Ketika dia menantang asumsi dasar bahwa “konselor

tahu yang terbaik,” dia menyadari ide radikal ini akan mempengaruhi dinamika
8

kekuasaan dan politik profesi konseling, dan memang itu menyebabkan

kehebohan besar (Elkins, 2009).

Pada periode kedua, selama tahun 1950-an, Rogers (1951) mengganti nama

pendekatannya terapi yang berpusat pada klien, yang mencerminkan

penekanannya pada klien daripada metode non-arahan. Selain itu, ia memulai

Pusat Konseling di Universitas Chicago. Periode ini ditandai dengan pergeseran

dari klarifikasi perasaan ke fokus pada dunia fenomenologis klien. Rogers

berasumsi bahwa sudut pandang terbaik untuk memahami bagaimana orang

berperilaku adalah dari kerangka acuan internal mereka sendiri. Dia lebih fokus

pada kecenderungan aktualisasi sebagai kekuatan motivasi dasar yang mengarah

pada perubahan klien.

Periode ketiga, yang dimulai pada akhir 1950-an dan diperpanjang hingga

1970-an, membahas kondisi terapi yang diperlukan dan cukup. Rogers (1957)

mengajukan hipotesis yang menghasilkan penelitian selama tiga dekade. Sebuah

publikasi yang signifikan adalah Saat Menjadi Seseorang (C. Rogers, 1961), yang

membahas sifat "menjadi diri yang sesungguhnya," sebuah ide yang dia pinjam

dari Kierkegaard. Rogers menerbitkan karya ini selama dia mengadakan

pertemuan bersama di departemen psikologi dan psikiatri di University of

Wisconsin.

Dalam buku ini ia menggambarkan proses "menjadi pengalaman seseorang,"

yang ditandai dengan keterbukaan terhadap pengalaman, kepercayaan pada

pengalaman seseorang, lokus evaluasi internal, dan kemauan untuk berada dalam

proses. Selama tahun 1950-an dan 1960-an, Rogers dan rekan-rekannya terus
9

menguji hipotesis yang mendasari pendekatan yang berpusat pada klien dengan

melakukan penelitian ekstensif pada proses dan hasil psikoterapi. Dia tertarik

pada bagaimana kemajuan terbaik orang dalam psikoterapi,

Fase keempat, selama 1980-an dan 1990-an, ditandai dengan ekspansi

besar-besaran ke bidang pendidikan, pasangan dan keluarga, industri, kelompok,

resolusi konflik, politik, dan pencarian perdamaian dunia. Karena lingkup

pengaruh Rogers yang terus meluas, termasuk minatnya pada bagaimana orang

memperoleh, memiliki, berbagi, atau menyerahkan kekuasaan dan kendali atas

orang lain dan diri mereka sendiri, teorinya kemudian dikenal sebagai pendekatan

yang berpusat pada orang.

Terapi Berfokus Emosi

Terapi yang berfokus pada emosi atau emotional focused therapy (EFT)

muncul sebagai pendekatan yang berpusat pada orang diinformasikan dengan

memahami peran emosi dalam fungsi manusia dan perubahan psikoterapi

(Greenberg, 2014). Leslie Greenberg, seorang tokoh penting dalam

pengembangan pendekatan integratif ini, menyatakan bahwa EFT dirancang untuk

membantu klien meningkatkan kesadaran mereka tentang emosi dan

memanfaatkannya secara produktif. Seperti terapis yang berpusat pada orang,

terapis yang berfokus pada emosi membangun terapi hubungan berdasarkan

kondisi terapeutik inti. Setelah aliansi terapeutik dibuat, bagaimanapun, praktisi

EFT secara aktif bekerja dengan emosi menggunakan berbagai teknik pengalaman

untuk memperkuat diri, mengatur pengaruh, dan menciptakan makna baru.


10

Strategi EFT berfokus pada dua tugas utama: (1) membantu klien dengan

emosi yang terlalu sedikit mengakses emosi mereka, dan (2) membantu klien

yang mengalami terlalu banyak emosi untuk menahan emosi mereka (Greenberg,

2014). Tujuan utama EFT adalah membantu individu mengakses dan memproses

emosi untuk membangun cara-cara baru. Pendekatan ini memiliki banyak hal

untuk ditawarkan sehubungan dengan mengajari kita tentang peran emosi dalam

perubahan pribadi dan bagaimana perubahan emosional dapat menjadi jalur utama

menuju perubahan kognitif dan perilaku (Greenberg, 2014)

Eksistensialisme dan Humanisme

Hubungan antar istilah eksistensialisme dan humanisme cenderung

membingungkan bagi siswa dan ahli teori. Kedua pendekatan ini tidak terlalu

menghargai peran teknik dalam proses terapeutik dan sebaliknya menekankan

pentingnya perjumpaan yang tulus. Pendekatan eksistensial dan berpusat pada

orang memiliki konsep paralel yang berkaitan dengan hubungan klien-terapis

yang menjadi inti terapi. Penekanan fenomenologis yang menjadi dasar

pendekatan eksistensialis juga fundamental bagi teori yang berpusat pada orang.

Kedua pendekatan ini berfokus pada persepsi klien dan meminta terapis untuk

hadir sepenuhnya dengan klien sehingga memungkinkan untuk memahami dunia

subjektif klien, dan keduanya menekankan kapasitas klien untuk kesadaran diri

dan penyembuhan diri. Terapis bertujuan untuk menyediakan klien dengan

hubungan yang aman, responsif, dan peduli untuk memfasilitasi eksplorasi diri,

pertumbuhan, dan penyembuhan (Watson, Goldman, & Greenberg, 2011).


11

Kontribusi Abraham Maslow untuk Psikologi Humanistik

Abraham Maslow (1970) adalah pelopor dalam perkembangan humanistik

psikologi dan berpengaruh dalam memajukan pemahaman individu yang

mengaktualisasikan diri. Banyak dari gagasan Carl Rogers, terutama tentang

aspek positif menjadi manusia dan orang yang berfungsi penuh dipengaruhi oleh

filosofi dasar Maslow. Maslow mengkritik psikologi Freudian karena apa yang

dilihatnya sebagai keasyikannya dengan sisi gelap dan sakit dari sifat manusia.

Maslow percaya terlalu banyak penelitian yang dilakukan pada kecemasan,

permusuhan, dan neurosis dan terlalu sedikit kegembiraan, kreativitas, dan

pemenuhan diri.

Aktualisasi diri adalah tema sentral dari karya Abraham Maslow (1968, 1970,

1971). Ciri inti dari orang yang mengaktualisasikan diri adalah kesadaran diri,

kebebasan, kejujuran dan kepedulian yang mendasar, dan kepercayaan dan

otonomi. Karakteristik lain dari individu yang mengaktualisasikan diri termasuk

kemampuan untuk menyambut ketidakpastian dalam hidup mereka, penerimaan

terhadap diri mereka sendiri dan orang lain, spontanitas dan kreativitas, kebutuhan

akan privasi dan kesendirian, otonomi, kapasitas untuk hubungan interpersonal

yang dalam dan intens, kepedulian yang tulus terhadap orang lain.

Visi yang Mendasari Humanistik

Filsafat humanistik yang menjadi dasar pendekatan berpusat pada orang

diekspresikan dalam sikap dan perilaku yang menciptakan iklim yang

menghasilkan pertumbuhan. Menurut Rogers (1986), ketika filosofi ini


12

dihidupkan, itu membantu orang mengembangkan kapasitas mereka dan

merangsang perubahan konstruktif pada orang lain.

Konsep utama Person Centered Therapy

Pandangan Sifat Manusia

Jika seseorang mampu mencapai inti individu, seseorang akan menemukan

pusat yang dapat dipercaya dan positif (C. Rogers, 1987). Rogers menyatakan

bahwa tiga atribut terapis menciptakan iklim yang mendorong pertumbuhan di

mana individu dapat bergerak maju dan menjadi apa yang mereka mampu,

sebagai berikut:

(1) kesesuaian (keaslian, atau kenyataan),

(2) hal positif tanpa syarat (penerimaan dan kepedulian),

(3) pemahaman empatik yang akurat ( kemampuan untuk memahami dunia

subjektif orang lain secara mendalam).

Aktualisasi kecenderungan adalah proses terarah untuk berjuang menuju

realisasi, pemenuhan, otonomi, dan penentuan nasib sendiri. Kecenderungan

alami manusia ini didasarkan pada studi Maslow (1970) tentang orang-orang yang

mengaktualisasikan diri, dan ini memiliki implikasi yang signifikan untuk praktik

terapi. Karena keyakinan bahwa individu memiliki kapasitas yang melekat untuk

menjauh dari penyesuaian diri dan menuju kesehatan dan pertumbuhan psikologis,

terapis menempatkan tanggung jawab utama pada klien. Pendekatan person

centered menolak peran terapis sebagai otoritas yang paling tahu dan klien pasif

yang bergantung pada keahlian terapis.


13

Pendekatan yang berpusat pada orang menekankan kemampuan klien untuk

menggunakan sumber daya mereka sendiri untuk bertindak di dunia mereka

dengan orang lain. Klien dapat bergerak maju ke arah yang konstruktif dan

berhasil mengatasi hambatan (baik dari dalam diri mereka sendiri maupun di luar

diri mereka sendiri) yang menghalangi pertumbuhan mereka. Dengan

mempromosikan kesadaran diri dan refleksi diri, klien belajar untuk melakukan

pilihan. Terapis humanistik menekankan pendekatan yang berorientasi pada

penemuan di mana klien adalah ahli pada pengalaman batin mereka sendiri dan

mereka mendorong klien untuk membuat perubahan yang akan mengarah pada

kehidupan yang sepenuhnya dan otentik.

C. Proses Terapi

Jika dilihat dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat dua tahap, yaitu;

Pertama, tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif

dan hubungan yang substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan,

dan positif tanpa syarat. Tahap kedua adalah tahap kelanjutan yang disesuaikan

dengan efektivitas hubungan konseling dan disesuaikan dengan kebutuhan klien.

Sedangkan jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi

dapat dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

1. Klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami

kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.

2. Saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh

bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan


14

menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada

klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.

3. Pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang

kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara

permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal

ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan

mungkin bersikap defensif.

4. Klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap

pengalamannya., dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih

teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang

didistorsinya.

D. Teknik dan Prosedur Terapi

Rogers berpendapat bahwa sikap relasional terapis dan cara-cara mendasar

dengan klien merupakan jantung dari proses perubahan. Asumsi dasar filosofi

person centered bahwa klien memiliki sumber daya untuk bergerak positif tanpa

peran aktif konselor, direktif atau pemecahan. Terapis person centered tradisional

cenderung tidak akan menyarankan teknik.

Banyak pengikut Rogers hanya meniru gaya refleksi dan terapi klien telah

sering diidentifikasi terutama dengan teknik refleksi meskipun Rogers

berpendapat bahwa sikap relasional terapis dan cara-cara mendasar dengan klien

merupakan jantung dari proses perubahan. Rogers dan kontributor lainnya untuk

pengembangan pendekatan person centered sangat kritis terhadap pandangan


15

stereotyp bahwa pendekatan ini pada dasarnya adalah pernyataan sederhana

semula apa yang klien katakan.

Untuk terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih

penting daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan

sudah cukup terapi, yaitu :

1. Empathy

Empati adalah kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan

menyampaikan pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha

untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers

mengatakan bahwa penelitian yang ada makin menunjukkan bahwa empati

dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling berpengaruh dan

sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dan

pembelajaran.

2. Positive Regard (acceptance)

Positive Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring

yang mendalam untuk klien sebagai pribadi – sangat menghargai klien karena

keberadaannya.

3. Congruence

Congruence / kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik

dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan.

Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya

bisa terjadi di dalam suatu hubungan.


16

Gambar 1. Person-centered therapy Gambar 2. Person-centered therapy

E. Person Centered Expressive Art Therapy

Natalie Rogers (1993, 2011) mengembangkan teori ayahnya (C.Rogers,

1961) mengenai kreativitas menggunakan seni ekspresif untuk meningkatkan

pertumbuhan pribadi individu dan kelompok. Pendekatan N. Rogers, yang dikenal

sebagai terapi seni ekspresif, memperluas pendekatan yang berpusat pada orang

ke ekspresi kreativitas yang spontan, yang melambangkan perasaan dan keadaan

emosional yang dalam dan terkadang tidak dapat diakses. Konselor yang terlatih

dalam seni ekspresif yang berpusat pada orang menawarkan kesempatan pada

klien mereka untuk menciptakan gerakan, seni visual, penulisan jurnal, suara, dan

musik untuk mengekspresikan perasaan mereka dan mendapatkan wawasan dari

kegiatan ini.
17

Prinsip Terapi Seni Ekspresif

Terapi seni ekspresif menggunakan berbagai bentuk artistik — gerakan,

menggambar, melukis, mematung, musik, menulis, dan improvisasi — menuju

akhir pertumbuhan, penyembuhan, dan penemuan diri. Ini adalah pendekatan

multimodal yang mengintegrasikan pikiran, tubuh, emosi, dan sumber daya

spiritual batin. Metode terapi seni ekspresif didasarkan pada prinsip-prinsip

humanistik tetapi memberikan bentuk yang lebih lengkap pada gagasan kreativitas

Carl Rogers. Prinsip-prinsip ini meliputi yang berikut (N.Rogers, 1993):

 Semua orang memiliki kemampuan bawaan untuk menjadi kreatif.

 Proses kreatif bersifat transformatif dan penyembuhan. Aspek penyembuhan

meliputi kegiatan meditasi, gerak, seni, musik, dan penulisan jurnal.

 Pertumbuhan pribadi dan tingkat kesadaran yang lebih tinggi dicapai melalui

kesadaran diri, pemahaman diri, dan wawasan.

 Kesadaran diri, pemahaman, dan wawasan dicapai dengan menggali perasaan

duka, amarah, sakit, ketakutan, kegembiraan, dan ekstasi kita.

 Perasaan dan emosi kita adalah sumber energi yang dapat disalurkan ke

dalam seni ekspresif untuk dilepaskan dan diubah.

 Seni ekspresif membawa kita ke alam bawah sadar, sehingga memungkinkan

kita untuk mengekspresikan aspek diri kita yang sebelumnya tidak diketahui dan

mengungkap informasi dan kesadaran baru.

 Satu bentuk seni merangsang dan memelihara yang lain, membawa kita ke

inti atau esensi batin yang merupakan energi kehidupan kita.


18

 Ada hubungan antara kekuatan hidup kita — inti batin kita, atau jiwa — dan

esensi semua makhluk.

 Saat kita melakukan perjalanan ke dalam untuk menemukan esensi atau

keutuhan kita, kita menemukan keterkaitan kita dengan dunia luar, dan batin dan

luar menjadi satu.

Berbagai mode seni saling terkait dalam apa yang disebut Natalie Rogers

sebagai "hubungan kreatif". Saat kita bergerak, itu mempengaruhi cara kita

menulis atau melukis. Saat kita menulis atau melukis, itu mempengaruhi perasaan

dan pikiran kita. Pendekatan Natalie Rogers didasarkan pada teori yang berpusat

pada orang dari proses individu dan kelompok. Kondisi yang sama yang

ditemukan oleh Carl Rogers dan koleganya sebagai dasar untuk membina

hubungan fasilitatif klien-konselor juga membantu mendukung kreativitas.

Pertumbuhan pribadi terjadi dalam lingkungan yang aman dan mendukung yang

diciptakan oleh konselor atau fasilitator yang tulus, hangat, empatik, terbuka, jujur,

kongruen, dan perhatian — kualitas yang paling baik dipelajari dengan terlebih

dahulu dialami. Meluangkan waktu untuk merenungkan dan mengevaluasi

pengalaman-pengalaman ini memungkinkan integrasi pribadi di berbagai

tingkatan — intelektual, emosional, fisik, dan spiritual.

F. Motivational Interviewing

Motivational Interviewing (MI) adalah pendekatan konseling humanistik,

berpusat pada klien, psikososial, dan direktif sederhana yang dikembangkan oleh

William R. Miller dan Stephen Rollnick pada awal 1980-an. Aplikasi klinis dan
19

penelitian dari praktik berbasis bukti ini telah mendapat perhatian yang meningkat

dalam beberapa tahun terakhir, dan MI telah terbukti efektif sebagai intervensi

yang relatif singkat (Corbett, 2016; Dean, 2015).

Motivational interviewing didasarkan pada prinsip-prinsip humanistik,

memiliki banyak kesamaan dasar dengan terapi yang berpusat pada orang, dan

memperluas pendekatan yang berpusat pada orang tradisional. Interviewing

motivation pada awalnya dirancang sebagai intervensi singkat untuk masalah

minuman keras, tetapi baru-baru ini pendekatan ini telah diterapkan pada berbagai

masalah klinis termasuk penyalahgunaan zat, perjudian kompulsif, gangguan

makan, gangguan kecemasan, depresi, bunuh diri, manajemen penyakit kronis,

dan praktik perubahan perilaku kesehatan (Arkowitz & Miller, 2008; Arkowitz &

Westra, 2009).

Motivational interviewing menekankan tanggung jawab diri klien dan

mempromosikan gaya yang mengundang untuk bekerja secara kooperatif dengan

klien untuk menghasilkan solusi alternatif untuk masalah perilaku. Motivational

interviewing menyediakan berbagai cara untuk mengatasi jalan buntu yang sering

dialami klien selama proses perubahan. Baik Motivational interviewing dan

praktisi yang berpusat pada orang percaya pada kemampuan, kekuatan, sumber

daya, dan kompetensi klien. Asumsi yang mendasari adalah bahwa klien ingin

sehat dan menginginkan perubahan yang positif.

Miller dan Rollnick (2013) percaya bahwa "motivational interviewing

adalah tentang mengatur percakapan sehingga orang berbicara tentang diri mereka

sendiri untuk berubah, berdasarkan nilai dan minat mereka sendiri". Sangat
20

penting bahwa terapis berfungsi dalam semangat motivational interviewing —

yaitu, dalam konteks relasional terapi — daripada sekadar menerapkan strategi

pendekatan. Sikap dan keterampilan di MI didasarkan pada filosofi yang berpusat

pada orang dan termasuk menggunakan pertanyaan terbuka, menggunakan

mendengarkan reflektif, menciptakan iklim yang aman, menegaskan dan

mendukung klien, mengekspresikan empati, menanggapi perlawanan dengan cara

nonkonfrontasional, membimbing sebuah diskusi ambivalensi, meringkas dan

menghubungkan di akhir sesi, dan memunculkan dan memperkuat "pembicaraan

perubahan" (Dean, 2015).

Terapis motivational interviewing menghindari berdebat dengan klien dan

menyusun ulang penolakan sebagai respons yang sehat. Terapis motivational

interviewing tidak memandang klien sebagai lawan yang harus dikalahkan tetapi

sebagai sekutu yang memainkan peran utama dalam kesuksesan mereka saat ini

dan di masa depan. Praktisi membantu klien menjadi pendukung perubahan

mereka sendiri dan agen utama perubahan dalam hidup mereka.

Baik dalam person-centered therapy pada orang maupun motivational

interviewing, konselor menyediakan kondisi untuk pertumbuhan dan perubahan

dengan mengkomunikasikan sikap empati yang akurat dan penghargaan positif

tanpa syarat. Di motivational interviewing, hubungan terapeutik sama pentingnya

dalam mencapai hasil yang sukses sebagai model teoritis spesifik atau sekolah

psikoterapi dari mana terapis beroperasi (Miller & Rollnick, 2013). Baik

motivational interviewing dan person-centered therapy didasarkan pada premis


21

bahwa individu memiliki kapasitas dalam dirinya sendiri untuk menghasilkan

motivasi intrinsik untuk berubah.

Tanggung jawab untuk perubahan terletak pada klien, bukan pada konselor,

dan terapis dan klien berbagi rasa harapan dan optimisme bahwa perubahan itu

mungkin. Begitu klien yakin bahwa mereka memiliki kapasitas untuk berubah dan

menyembuhkan, kemungkinan baru terbuka bagi mereka.

Prinsip Dasar Motivational Interviewing

Miller and Rollnick (2013) merumuskan lima prinsip dasar motivational

interviewing:

 Terapis berusaha untuk mengalami dunia dari sudut pandang klien tanpa

penilaian atau kritik. Motivational interviewing menekankan mendengarkan

reflektif, yang merupakan cara bagi praktisi untuk lebih memahami dunia

subjektif klien. Mengekspresikan empati adalah dasar dalam menciptakan

iklim yang aman bagi klien untuk mengeksplorasi ambivalensi mereka untuk

perubahan. Ketika klien lambat untuk berubah, kemungkinan besar mereka

memiliki alasan kuat untuk tetap seperti apa adanya serta memiliki alasan

untuk berubah.

 Motivational interviewing dirancang untuk membangkitkan dan

mengeksplorasi perbedaan dan ambivalensi. Konselor mencerminkan

ketidaksesuaian antara perilaku dan nilai klien untuk meningkatkan motivasi

untuk berubah. Konselor memberikan perhatian khusus pada argumen klien

untuk berubah dibandingkan dengan argumen mereka untuk tidak berubah.

Terapis mendapatkan dan memperkuat pembicaraan tentang perubahan


22

dengan menggunakan strategi khusus untuk memperkuat diskusi tentang

perubahan. Dokter mendorong klien untuk menentukan apakah perubahan

akan terjadi, dan jika demikian, jenis perubahan apa yang akan terjadi dan

kapan.

 Keengganan untuk berubah dipandang sebagai bagian yang diharapkan dari

proses terapeutik. Meskipun individu mungkin melihat keuntungan dari

membuat perubahan hidup, mereka juga mungkin memiliki banyak

kekhawatiran dan ketakutan tentang perubahan. Orang yang mencari terapi

sering kali bersikap ambivalen tentang perubahan, dan motivasi mereka bisa

surut dan mengalir selama terapi. Terapis motivational interviewing

mengasumsikan pandangan hormat terhadap resistensi dan bekerja secara

terapeutik dengan keengganan atau kehati-hatian di pihak klien. Praktisi

motivational interviewing menghindari ketidaksetujuan, berdebat, atau

membujuk klien karena ini hanya akan menimbulkan penolakan. Sebaliknya,

terapis berguling dengan resistensi, yang cenderung mengurangi pertahanan

klien (Corbett, 2016).

 Praktisi mendukung kemanjuran diri klien, terutama dengan mendorong

mereka menggunakan sumber daya mereka sendiri untuk mengambil tindakan

yang diperlukan yang dapat membawa keberhasilan dalam perubahan. Klinis

motivational interviewing berusaha untuk meningkatkan agensi klien tentang

perubahan dan menekankan hak dan kemampuan yang melekat pada klien

untuk merumuskan tujuan pribadi mereka dan untuk membuat keputusan

sendiri. Motivational interviewing berfokus pada kondisi sekarang dan masa


23

depan dan memberdayakan klien untuk menemukan cara mencapai tujuan

mereka.

 Ketika klien menunjukkan tanda-tanda kesiapan untuk berubah melalui

penurunan resistensi terhadap perubahan dan peningkatan pembicaraan

tentang perubahan, fase kritis motivational interviewing dimulai. Dalam tahap

ini, klien dapat mengekspresikan keinginan dan kemampuan untuk berubah,

menunjukkan minat pada pertanyaan tentang perubahan, bereksperimen

dengan membuat perubahan antar sesi, dan membayangkan gambaran masa

depan tentang bagaimana hidup mereka akan berbeda setelah perubahan yang

diinginkan telah dibuat. Pada saat ini, terapis mengalihkan fokus mereka ke

arah penguatan komitmen klien untuk berubah dan membantu mereka

menerapkan rencana perubahan.

Tahapan Perubahan

Tahapan model perubahan mengasumsikan bahwa orang berkembang

melalui serangkaian lima tahap yang dapat diidentifikasi dalam proses konseling.

Pada tahap prakontemplasi, tidak ada niat untuk mengubah pola perilaku dalam

waktu dekat. Dalam tahap kontemplasi, orang menyadari suatu masalah dan

sedang mempertimbangkan untuk mengatasinya, tetapi mereka belum sadar

membuat komitmen untuk mengambil tindakan untuk mewujudkan perubahan.

Dalam tahap persiapan, individu berniat untuk segera mengambil tindakan dan

melaporkan beberapa perubahan perilaku kecil.

Dalam tahap tindakan, individu mengambil langkah-langkah untuk

mengubah perilakunya untuk memecahkan masalah mereka. Selama tahap


24

pemeliharaan, orang bekerja untuk mengkonsolidasikan keuntungan mereka dan

mencegah kambuh. Orang tidak melewati lima tahap ini dengan rapi dalam gaya

linier, dan kesiapan klien dapat berfluktuasi selama proses perubahan. Jika

perubahan awalnya tidak berhasil, individu dapat kembali ke tahap sebelumnya

(Prochaska & Norcross, 2014).

Terapis motivational interviewing berusaha untuk mencocokkan intervensi

spesifik dengan tahap perubahan apa pun yang dialami klien. Jika ada

ketidaksesuaian antara proses dan tahapan, pergerakan melalui tahapan akan

terhambat dan kemungkinan besar akan dimanifestasikan dalam perilaku enggan.

Ketika klien menunjukkan segala bentuk keengganan atau penolakan, hal ini

mungkin disebabkan oleh kesalahan penilaian terapis terhadap kesiapan klien

untuk berubah.

Motivational interviewing hanyalah salah satu contoh bagaimana strategi

terapeutik telah dikembangkan berdasarkan prinsip dasar dan filosofi pendekatan

yang berpusat pada orang. Memang, sebagian besar model terapeutik

menggambarkan bagaimana kondisi terapeutik inti merupakan aspek penting yang

mengarah pada perubahan klien. Dimana banyak pendekatan terapeutik, termasuk

wawancara motivasi, menyimpang dari terapi yang berpusat pada orang

tradisional adalah asumsi bahwa faktor terapeutik diperlukan dan cukup dalam

membawa perubahan. Banyak model lain menerapkan strategi intervensi khusus

untuk mengatasi masalah khusus yang dibawa klien ke terapi.


25

G. Person Centered Therapy dari Perspektif Multikultural

Penekanan pada kondisi inti seseorang membuat pendekatan

person-centered berrmanfaat untuk memahami pandangan dunia yang beragam.

Di mana nilai filosofis dari person-centered therapy didasarkan pada pentingnya

mendengar pesan mendalam dari klien. Empati, kehadiran, dan penghargaan nilai

klien merupakan sikap dan kemampuan penting dalam konselingpada klien

dengan beragam budaya. Walaupun person-centered terapis sadar adanya faktor

keberagaman, terapis tidak membuat asumsi awal tentang individu (Cain, 2010,

2013). Terapis menyadari bahwa setiap perjalan hidup setiap klien unik dan

perlahan menyusun metode yang cocok untuk setiap individu.

Menurut Bohart dan Watson (2011), filosofis person-centered sesuai

untuk populasi beragam klien karena konsuler tidak berasumsi mengenai peran

ahli yang akan memaksakan”cara yang benar” pada klien.. Sebagai gantinya,

terapis menjadi “sesama penjelejah” yang mencoba memahami dunia fenomologis

klien dengan tertarik, menerima, dan terbuka, serta memastikannya pada klien

untuk mengkonfirmasi apakah persepsi terapis benar.

H. Kontribusi dari Person Centered Therapy

Di beberapa negara di Eropa, konsep person-centered memberikan dampak

signifikan pada praktik konseling sekaligus edukasi, komunikasi antar budaya,

dan penguran ketegangan rasial serta politik. Jepang, Australia, Amerika Serikat,

Mexico dan United Kingdom telah reseptif pada konsep person-centered dan

mengadaptasi praktek ini agar sesuai dengan kebudayaan mereka. Natalie Rogers
26

juga memberi kontribusinya pada pengaplikasian pendekatan person-centered

dengan menggabungkan seni pengekspresian sebagai medium untuk

memfalisitaskan penyembuhan dan perubahan sosial, terutama dalam pengaturan

kelompok.

Cain (2010) menyimpulkan “person-centered therapy sangat penting dan

efektif dan terus berkembang dibeberapa cara yang akan terus meningkat pada

tahun yang akan datang”. Rogers mempresentasikan sebuah tantangan pada

psikologi untuk merancang model baru dari investigasi ilmiah yang mampu

mengatasi pengalaman terdalam subjektif seseorang.

I. Keterbatasan dan Kritik terhadap Person Centered Therapy

Keterbatasan dan kritik terhadap Person Centered Therapy , yaitu :

1. Model person-centered therapy tidak menekankan pada peran teknik

yang bertujuan membawakan perubahan perilaku klien.

2. Dengan pendekatan person-centered,beberapa murid pelatihan dan

praktisi dengan orientasi ini cenderung sangat mendukung pada klien tanpa

sedikit menantang.

3. Konselor yang menggunakan pendekatan person-centered benar-benar

mendukung klien menemukan cara mereka, di mana konselor terkadang

mengalami kesulitan untuk membolehkan klien untuk menentukan tujuan

spesifik mereka dalam terapi, karen diperlukan penghargaan dan keyakinan

dari terapis untuk mendukung klien mendengarkan dan mengikuti arahan diri
27

mereka sendiri, apalagi saat mereka mebuat pilihan yang tidak terapis

harapkan.

4. Bila terapis menenggelamkan identitas unik dan gaya mereka yang pasif

dan tidak terarah, kemungkinan klien tidak akan terpengaruh dengan cara

yang efektif.
28

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Carl Rogers (1902–1987) merupakan seorang juru bicara utama psikologi

humanistik, menjalani kehidupan yang mencerminkan gagasan yang ia

kembangkan selama setengah abad. Rogers merevolusi bidang psikoterapi dengan

mengajukan teori yang berpusat pada klien sebagai agen utama untuk perubahan

diri yang konstruktif.

Proses terapi terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama, tahap membangun

hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang

substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif tanpa

syarat. Tahap kedua adalah tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas

hubungan konseling dan disesuaikan dengan kebutuhan klien.

Natalie Rogers (1993, 2011) mengembangkan teori ayahnya (C.Rogers, 1961)

mengenai kreativitas menggunakan seni ekspresif untuk meningkatkan

pertumbuhan pribadi individu dan kelompok. Terapi seni ekspresif menggunakan

berbagai bentuk artistik — gerakan, menggambar, melukis, mematung, musik,

menulis, dan improvisasi — menuju akhir pertumbuhan, penyembuhan, dan

penemuan diri.

Motivational interviewing menyediakan berbagai cara untuk mengatasi jalan

buntu yang sering dialami klien selama proses perubahan. Terapis motivational

interviewing menghindari berdebat dengan klien dan menyusun ulang penolakan

sebagai respons yang sehat. Filosofis person-centered sesuai untuk populasi


29

beragam klien karena konsuler tidak berasumsi mengenai peran ahli yang akan

memaksakan”cara yang benar” pada klien.

Cain (2010) menyimpulkan “person-centered therapy sangat penting dan

efektif dan terus berkembang dibeberapa cara yang akan terus meningkat pada

tahun yang akan datang.

B. Saran

Makalah ini tentunya dibuat untuk memberikan literatur tambahan

mengenai Person Centered Therapy, kedepannya penulis berharap agar makalah

ini dapat memberi manfaat bagi pembaca serta dapat menjadi acuan bagi

penulis-penulis selanjutnya. Penulis berharap agar nantinya penulis selanjutnya

akan lebih menyampaikan literatur-literatur lainnya mengenai Person Centered

Therapy dari sumber referensi lainnya.


30

DAFTAR PUSTAKA

Corey, G. (2009). Theory And Practice Of Counseling And Psychotherapy


8th. Ed. California: brooks/Cole Cengange Learning.

Anda mungkin juga menyukai