PT. Alpen Food Industry (Es Krim Aice) Jari Buruh Terpotong
BERITA 1
Jari Buruh Terpotong, Pabrik Aice Didesak Perbaiki Keamanan
tirto.id - Kecelakaan kerja kembali menimpa buruh PT Alpen Food Industry (AFI)
yang memproduksi es krim Aice. Insiden serupa pernah terjadi sebelumnya, tapi PT AFI
belum serius melindungi buruh dari ancaman kecelakaan kerja.
Kejadian ini menimpa Nunu Anugrah, 27 tahun, buruh bagian produksi PT Alpen
Food Industry (AFI) yang sudah bekerja satu tahun empat bulan, pada Rabu 6 Desember
2017, pukul 22.30 WIB. Saat kejadian, Nunu sedang membersihkan mesin pemotong yang
tajam di penghujung jam kerjanya. Tiba-tiba Nunu berlari keluar pabrik dengan darah
berceceran di setiap bekas langkahnya.
Menurut kakak sepupu Nunu, 27 tahun, kala itu Nunu bergegas mencari pertolongan awal.
Sang kakak yang juga buruh PT AFI ini menerangkan satu ruas jari tengah tangan kiri Nunu
terpotong mesin produksi. Beberapa buruh kemudian membawanya dengan sepeda motor ke
Rumah Sakit Medika Narom yang berjarak sekitar 3,2 kilometer. “Rumah sakit kecil itu tidak
bisa menangani, [Nunu] dibawa pulang lagi ke pabrik,” ungkap kakak sepupu Nunu yang
enggan nama terangnya dipublikasikan. Dia yang membawa potongan jari Nunu hingga saat
ini. Nunu lalu duduk bersandar tembok di pos satpam PT AFI. Dia lemas dan wajahnya
pucat. Jarinya yang buntung dibalut perban. PT AFI tak menyediakan kotak Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Para buruh biasanya patungan Rp5 ribu per orang tiap
bulan untuk menyediakan isi kotak P3K. Saat itu, Nunu masih menunggu pihak PT AFI
meminjami mobil untuk membawanya ke rumah sakit. Setelah melalui proses perizinan yang
rumit, Nunu dibawa ke RSUD Cibitung. Rumah sakit itu tak mau menerima Nunu dengan
alasan pasien sudah penuh. Dia juga ditolak RSUD Tambun dengan alasan yang sama. Nunu
akhirnya dibawa ke RS Karya Medika II sekitar jam 1.15 dinihari, Kamis (7/12/2017). Di
rumah sakit itu tak ada dokter yang berjaga hingga larut malam, akan tetapi ia mendapat
pertolongan pertama, diperban ulang, dan ditempatkan di salah satu ruang inap. Kamis sore
sekitar pukul 15.00 WIB, Nunu dioperasi. Saat kecelakaan kerja terjadi, Nunu hanya
mengenakan masker, seragam, dan sepatu sepanjang mata kaki yang terbuat dari karet.
Perlengkapan semacam itu dikenakan setiap buruh saban harinya, padahal para buruh bekerja
di lingkungan yang berair, licin, terkadang gas amonia bocor, dan berada di antara mesin
yang memiliki pisau tajam. “Harusnya jangan sampai ada kejadian fatal kayak gini,
kehilangan organ tubuh,” lanjut kakak sepupu Nunu. “Ini kerugian seumur hidup. Harusnya
lebih pentingkan keamanan diri bagi karyawannya.”
Humas Aice Group Holdings Pte. Ltd, Sylvana Zhong Xin Yun, menganggap Nunu
telah melakukan pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) dan standar keselamatan
kerja PT AFI. “Terdapat standar keamanan penggunaan mesin dan perlengkapan kerja
karyawan yang telah disosialisasikan namun tidak ditaati,” ucapnya. Dia juga enggan
menjawab ketika ditanya, apa perusahaan akan melakukan evaluasi internal karena telah
mencelakakan buruh secara berulang. Peraturan yang disebut Sylvana menyangkut baju
seragam, sepatu kerja, masker, penutup kepala, dan sarung tangan. Selain itu juga terkait
standar keamanan penggunaan mesin. Menurutnya semua aturan itu disosialisasikan setiap
hari. Dia juga mengklaim pihak PT AFI telah membantu pertolongan pertama Nunu untuk
membawa ke rumah sakit. Selain itu menurutnya, PT AFI telah membantu pertolongan
pertama berupa membalut bagian jari Nunu yang terpotong dengan perban. Padahal perban
tersebut hasil patungan para buruh, bukan disediakan oleh pihak perusahaan. “Hingga saat
ini, perusahaan masih terus mendampingi karyawan di Rumah Sakit untuk memastikan
karyawan mendapat perawatan yang terbaik dan akan memberikan santunan kecelakaan
sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya. Berdasarkan Pasal 31 Ayat
(1) UU SJSN, buruh yang menjadi korban kecelakaan kerja berhak mendapat layanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya. Selain itu korban juga berhak mendapat uang
tunai apabila mengalami kerugian berupa cacat permanen.
Sedangkan Pasal 9 UU Jamsostek dan Pasal 12 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja, sebagaimana diubah PP 84/2013, korban berhak mendapat biaya transportasi hingga
ke rumah sakit atau rumahnya, seluruh biaya ketika dirawat di rumah sakit termasuk rawat
jalan, dan biaya rehabilitasi berupa alat bantu atau alat ganti bagi tenaga kerja yang anggota
badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja. Selain itu, korban kecelakaan
kerja berhak mendapat santunan sementara karena tak mampu bekerja dan santunan cacat
permanen.
BERITA 2
Tak Semanis Es Krimnya, Pekerja PT Alpen Food Industry Merasa Diperlakukan Tak
Manusiawi
"Kami diberi tahu ada fasilitas mes, di dalamnya ada sofa, kasur, pokoknya nyaman.
Soal makan, katanya dapat 3 kali sehari katering. Makanannya juga didatangkan dari tempat
asal kami, Jawa Timur. Satu kali makan Rp 10 ribu,” kata Ravi saat ditemui di kawasan
Rawamangun, Jakarta Timur. Tergiur oleh janji tesebut, lelaki asal Mojokerto, Jawa Timur
itu rela mengeluarkan uang Rp 300 ribu untuk tes kesehatan kepada penyalur outsourcing.
Tak hanya itu, Ravi juga mengungkapkan lebih dulu mengeluarkan uang Rp 700 ribu untuk
membiayai perjalanan Mojokerto – Bekasi. Namun, Ravi mulai merasakan kejanggalan sejak
tanggal 12 februari 2020, persisnya saat diberangkatkan ke Bekasi.
“Kami disuruh kumpul sejak pagi, karena jam 9 berangkat ke Bekasi. Tapi kami baru
diberangkatkan pukul 22.00 WIB, malamnya,” kata dia. Ravi mengungkapkan, berangkat
bersama rombongan berjumlah 75 orang. Semuanya diberangkatkan untuk bekerja di pabrik
Aice Bekasi menggunakan satu bus. Selama dalam perjalanan pun, Ravi mengakui hanya
diberikan sekali jatah makan. Padahal, waktu tempuh Mojokerto – Bekasi adalah 24 jam.
"Cuma diangkut satu bus, jadi ada yang tak kebagian tempat duduk. Saya sendiri dari
Mojokerto sampai Bekasi berdiri. Tapi karena lelah, saya tidur saja di lantasi bus,” kata dia.
Sepanjang perjalanan, Ravi berharap segera sampai di mes buruh PT AFI yang berkasur guna
beristirahat. Tapi sesampainya di mes, Ravi mengungkapkan jauh dari harapan semula. Dia
hanya menemukan 2 mes yang masing-masing terdiri dari 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi.
Satu kamar otomatis menjadi milik 3 buruh wanita yang harus tidur bersama 72 buruh laki-
laki lainnya di dalam satu atap. Sementara buruh laki-laki sisanya harus tidur berimpitan
setiap harinya.
"Yang cewek dapat satu kamar, laki-laki cuma menempati kamar satunya, ruang
tamu, ruang tengah, dapur, hingga teras juga. Kalau tak cukup, tidur di bus,” kata Ravi. Tak
sampai di situ, urusan makanan yang dijanjikan akan disesuaikan dengan "lidah Jawa Timur"
pun tak juga dipenuhi. Untuk menelan sepotong daging ayam dan setetes es teh manis, Ravi
mengakui ia dan kawan-kawannya sangat jarang merasakannya.
"Kalau katering di sini tidak pernah ada minuman manis. Pernah saya dapat nasi
bungkusan isinya Cuma nasi, urap, dan kangkung. Itu pun urapnya cuma tahu dipotong kecil-
kecil dan parutan kelapa.” "Ayam jarang, soto juga jarang, yang paling sering itu telur ayam
bumbu Bali dan nasi. Kadang juga ditambahkan ote-ote buat lauk, itu yang katanya Rp 15
ribu. Kan kita manusia, butuh makanan 4 sehat 5 sempurna." Masa kerja Ravi tak
berlangsung lama. Per hari ini, Kamis (5/3/2020),ia tidak lagi berstatus sebagai karyawan PT
Alpen Food Industry karena di-PHK. Ia merasa, mendapat PHK bersama 600-an pekerja PT
AFI lainnya karena bersikap kritis terhadap kondisi tersebut, dan melakukan pemogokan
umum.
Klarifikasi Aice
Berdasar rilis yang diterima Suara.com, Legal Corporate PT AFI, Simon Audry
Halomoan Siagian menegaskan pihaknya telah mengikuti regulasi yang ada untuk menjawab
tuntutan massa aksi. Diketahui, para pekerja yang tergabung dalam Serikat Gerakan Buruh
Industry (SGBBI) menyerukan aksi mogok kerja sejak Jumat, (21/2/2020)
"Kami harap pihak DGBBBI PT AFI dapat mengikuti anjuran yang diberikan oleh
mediator," ungkap Simon. Lebih lanjut, Simon menjawab sejumlah poin tuntutan yang
diajukan SGBBI dalam bipartit. Selengkapnya, berikut klarifikasi yang disampaikan PT AFI.
1. Upah Pekerja
Salah satu tuntutan krusial yang diajukan oleh SGBBI yakni mengenai sistem
pengupahan. Pada awalnya, SGBBI meminta agenda pembahasan kenaikan upah
sebesar 15 persen dari sales tahun 2018 pada tahun 2019. Besaran upah yang diminta
sebesar Rp 11.623.616.
Namun setelah perundingan bipartit berjalan lima kali, PT AFI menawarkan
formula lain yakni dengan kenaikan upah senilai Rp 8.031.668 lantaran tidak bisa
memenuhi besaran upah rapelan yang dituntutkan. Tawaran inipun tidak berujung
pada penyelesaian.
"Tidak terjadi kesepakatan dalam proses bipartit maupun mediasi. Pihak
mediator sudah mengeluarkan anjuran tertulis. Bagi pihak yang tidak setuju bisa
mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial," ucap Simon.
Perusahaan telah mengundang SGBBI untuk melakukan bipartit pada aksi mogok
kerja pertama yang berlangsung pada 20, 21 dan 23 Desember 2019, namun tidak
menemukan titik temu. "SGBBI mengajukan penyelesaikan secara tripartit melalui forum
mediasi," ucap Simon. Pihak PT AFI juga mengklaim saat itu pihaknya juga masih membuka
peluang diskusi terkait Surat Pemberitahuan Mogok Kerja sebagai Mogok Kerja Tidak Sah,
namun menemui jalan buntu karena proses bipartit masih berlangsung.
BERITA 3
Jakarta, CNN Industry -- Hujan deras yang mengguyur Jakarta tidak menyurutkan
semangat Serikat Gerakan Buruh Bumi Industry (SGBBI) PT Alpen Food Industry (AFI)
'menggeruduk' PT AFI yang menggelar konferensi pers. Manajemen Aice pun terlihat kaget
dan tak mengantisipasi kedatangan tersebut. Mereka tampak kecolongan saat kuasa hukum
SGBBI Syaiful Anam dan lima buruh AFI hadir di lokasi. Restoran Vietnam di bilangan
Jakarta Pusat yang awalnya terlihat sepi pengunjung, sontak menjadi ramai oleh kehadiran
dua kubu yang bertikai tersebut. Rencana tim PT AFI memberikan penjelasan akan kasus
yang tengah menjadi buah bibir di sosial media pun terusik.
"Kami dari buruh, bawa jawaban kronologi PT AFI," potong Fajar, salah seorang
buruh yang hadir sembari membagikan selembaran kertas kronologi dari pihaknya. Suasana
pertemuan yang awalnya santai, tiba-tiba berubah tegang. Awak media yang hadir pun
sempat kebingungan dan saling bertukar tatap.
"Temen-temen buruh nanti boleh ya kasih penjelasan tapi ini kami selesaikan dulu
statement kami," ucap Tim Support Aice Joseph Sinaga berusaha menengahi. Penjelasan
kronologi dari produsen es krim Aice yang sempat terpotong kembali dilanjutkan oleh kuasa
hukum Aice Simon Siagian. Namun, sayangnya diskusi dua arah tak terjadi. Setelah serikat
buruh memberikan penjelasan, Tim Manajemen Aice memutuskan untuk meja diskusi dan
menutup pertemuan tergesa dengan alasan rapat tim.
Kronologi Perselisihan
Perselisihan tim manajemen Aice dan serikat buruh sudah berlangsung lama.
Perselisihan keduanya bahkan sempat menjadi buah bibir di media sosial. Sejak 2017, SGBBI
mempersoalkan berbagai kondisi kerja yang dirasa tak ideal dengan ketentuan Undang-
undang yang berlaku. Asisten Advokat dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia Wilayah Barat (PBHI Jakarta) Sarinah mengungkap pada 2017 buruh mogok karena
pelbagai masalah yang melibatkan pekerja dan perusahaan. Misalnya, penurunan upah,
kondisi kerja ibu hamil pada malam hari, kontaminasi lingkungan, mutasi pekerja terhadap
anggota serikat, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pihak Bank menelepon, katanya cek yang Bapak setorkan belum terdaftar. Aku kan
enggak ngerti, aku tanyakan tapi tidak ada respon akhirnya telepon lagi. Katanya ceknya
enggak aktif. Bayangkan setelah setahun kami menunggu, ternyata ceknya kosong," ungkap
Panji, salah seorang buruh yang tergabung dalam SKBBI. Dikonfirmasi mengenai klaim
tersebut, kuasa hukum Aice membantah akan pemberian cek tersebut. Simon menyebut
bahwa PT AFI tidak pernah memberikan bonus dalam bentuk cek, ia juga mempersilahkan
SKBBI untuk menempuh jalur hukum jika dirasa perusahaan melanggar hukum.
"Saya ingin menantang kalau misalnya ada cek kosong dan itu merupakan
pelanggaran hukum, mereka (SKBBI) dapat melakukan jalur hukum pidana. Dari legal
corporate clear tidak ada cek keluar dari PT Alpen Food Industri," terang Simon pada Jumat
(28/2). Poin lainnya yang dipermasalahkan oleh SKBBI, menurut Sarinah, adalah jam kerja
malam masih diberlakukan kepada perempuan hamil meski telah dikeluarkan surat
rekomendasi oleh Komnas Perempuan. Hal itu menurutnya menjadi pemicu tingginya angka
keguguran karyawan wanita.
Berdasarkan kasus kecelakaan kerja ruas jari tengah tangan kanan buruh terpotong
mesin pemotong yang dialami oleh Nunu, selaku karyawan PT. Alpen Food Industry (Es
Krim Aice), dapat dianalisis work stress-nya dengan melakukan identifikasi menggunakan
tiga faktor penyebab work stress (stress kerja), sebagai berikut:
1. Faktor Organisasi
a. Pekerja itu Sendiri
Permasalahan:
(ASUMSI) Nunu merasakan beban pekerjaan atau target yang diberikan oleh PT. AFI
terlalu berat, mengingat terhitung sudah 3 bulan ini PT. AFI mulai menaikkan jumlah
produksinya.
Dampak:
Gejala Fisologis – Stres kerja yang dialami Nunu menyebabkan perubahan
metabolisme berupa seringkali ia mengalami sakit kepala dan gangguan kesehatan
akibat kelelahan lainnya.
Pengendalian:
Pihak manajemen perlu melakukan pengaturan ulang jam kerja serta mengadakan
management stress dan pemberian konseling psikologis untuk para karyawannya. Di
sisi lain, Nunu juga perlu melakukan latihan fisik (olahraga) maupun rekreasi sebagai
upaya rehat sejenak.
c. Perkembangan Karir
Permasalahan:
Nunu terhitung sudah bekerja menjadi buruh pemotong plastik di PT. AFI selama satu
tahun empat bulan dengan menempati posisi yang masih sama. Dengan skill dan jam
kerja yang belum begitu tinggi, Nunu sudah seharusnya belum diberi kewenangan
untuk mendapatkan promotion atau kenaikan pangkat.
Dampak:
Nunu belum mengalami perkembangan karir
Pengendalian:
Nunu perlu meningkatkan skill nya, selain itu ia juga perlu melakukan tindakan
kepatuhan terhadap K3 guna menunjang percepatan proses kenaikan pangkat.
e. Keberadaan Organisasi
Permasalahan:
PT. AFI sebagai produsen es krim Aice sendiri merupakan perusahaan yang cukup di
kenal masyarakat karena produksi es krimnya yang terjangkau, dan dengan beragam
varian. Namun hal ini berbanding terbalik dengan pemberitaan pers yang beredar
bahwa PT. AFI terbilang cukup sering mencetak kecelakaan kerja yang
membahayakan para buruhnya.
Dampak:
Timbul persepsi dan citra yang buruk untuk PT. AFI kepada para pekerja, dan
masyarakat, lebih dari itu, dapat menyebabkan kerugian bagi PT. AFI.
Pengendalian:
Melakukan evaluasi atau audit internal dengan menyelesaikan masalah yang
menguntungkan kedua belah pihak. Pihak manajemen harus mendengar segala
keluhan dan stress kerja yang dialami oleh para buruh.
f. Kepemimpinan Organisasi
Permasalahan:
Dalam sumber lain (berita ke-2, dank e-3) disebutkan bahwa PT. AFI pada tanggal 20
Desember 2019 pihak buruh melakukan demonstrasi dan mogok kerja kepada
manajemen PT. AFI yang melakukan konferensi pers. Demontrasi yang dilakukan
oleh para buruh bertujuan untuk mencari titik temu yang saling menguntungkan kedua
belah pihak dalam hal upah pekerja, serta penyelesaian ekspoitasi wanita hamil. Hal
ini menggambarkan bahwa kepemimpinan organisasi PT. AFI terhadap sistem
manajemen karyawannya buruk.
Dampak:
Timbul persepsi dan citra yang buruk untuk PT. AFI kepada para pekerja, dan
masyarakat, lebih dari itu, dapat menyebabkan kerugian bagi PT. AFI.
Pengendalian:
Melakukan evaluasi atau audit internal dengan menyelesaikan masalah yang
menguntungkan kedua belah pihak. Pihak manajemen harus mendengar segala
keluhan dan stress kerja yang dialami oleh para buruh.
b. Ventilasi Udara
Permasalahan:
Ventilasi udara pada plant produksi pemotongan dilaporkan dalam keadaan baik,
namun sering terjadi kebocoran gas ammonia.
Dampak:
Gejala Fisologis dan Psikologis – dari sisi fisiologis, menyebabkan pekerja
mengalami gerah, peningkatan detak jantung, dan gangguan pernapasan. Dari sisi
psikologis, pekerja menjadi cemas, serta konsentrasi berkurang.
Pengendalian:
Pihak manajemen harus melakukan inspeksi terkait kesesuaian ventilasi ruangan
dengan luasan area, dan kemudian diberi tambahan ventilasi udara sesuai hasil
perhitungan. Para teknisi juga harus mengecek secara berkala mengenai gas ammonia
yang sering bocor agar dapat diperbaiki dengan segera dan tidak mengganggu
pekerjaan para buruh.
c. Pencahayaan
Permasalahan:
Pada saat inspeksi investigasi setelah terjadinya kecelakaan, pencahayaan pada plant
produksi pemotongan dilaporkan dalam keadaan tidak layak untuk standar pekerjaan
memotong dengan menggunakan plastik.
Dampak:
Gejala Fisologis dan Psikologis – dari sisi fisiologis, jika terjadi dalam waktu
berkepanjangan pekerja dapat mengalami gangguan penglihatan. Dari sisi psikologis,
pekerja menjadi tidak teliti, tidak akurat, sehingga bisa meningkatkan emosional
akibat minimnya cahaya yang diterima mata.
Pengendalian:
Pihak manajemen harus melakukan inspeksi secara berkala terkait kesesuaian
pencahayaan dengan pekerjaan yang dilakukan buruh di area tersebut, dan kemudian
diberikan lampu yang sesuai dan dengan jumlah yang pas sesuai hasil perhitungan.
Para teknisi juga harus mengecek secara berkala mengenai gas ammonia yang sering
bocor agar dapat diperbaiki dengan segera dan tidak mengganggu pekerjaan para
buruh.
d. Temperatur
Permasalahan:
Temperatur dalam plant produksi pemotongan dilaporkan dalam keadaan baik, hanya
saja ketika gas ammonia terjadi kebocoran, temperatur ruangan seketika naik drastis.
Dampak:
Gejala Fisologis dan Psikologis – dari sisi fisiologis, menyebabkan pekerja
mengalami gerah, peningkatan detak jantung, dan gangguan pernapasan. Dari sisi
psikologis, pekerja menjadi cemas, serta konsentrasi berkurang.
Pengendalian:
Pihak manajemen harus melakukan inspeksi terkait kesesuaian iklim kerja dengan
luasan area dan jenis pekerjaan buruh, dan kemudian diberi tambahan ventilasi udara
sesuai hasil perhitungan. Para teknisi juga harus mengecek secara berkala mengenai
gas ammonia yang sering bocor agar dapat diperbaiki dengan segera dan tidak
mengganggu pekerjaan para buruh.
b. Ekonomi
Permasalahan:
Dengan bebannya sebagai tulang punggung keluarga, kondisi ekonomi Nunu tentu
tidak dalam keadaan baik. Upah sebagai buruh potong di PT. AFI hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan pangan dan papan saja.
Dampak:
Gejala Psikologis – Nunu mengalami stres kerja akibat desakan dua sisi, ketika
bekerja ia mendapat tekanan target, sedangkan sisi ekonomi ia harus mengatur kondisi
keuangannya.
Pengendalian:
Nunu perlu melakukan manajemen keuangan guna mengatur kondisi keuangan sesuai
dengan prioritas kebutuhannya. Jika diperlukan, Nunu perlu melakukan manajemen
waktu guna menimbang jam kerja di pabrik dengan pekerjaan lain di luar menjadi
buruh potong.
c. Kepribadian
Permasalahan:
Nunu merupakan pribadi yang emosional dan terkesan mudah panik dalam
menyelesaikan pekerjaan. Hal ini berpengaruh kepada beban yang diberikan oleh
perusahaan, semakin tinggi targetnya maka Nunu akan semakin panik, dan ingin
segera menyelesaikannya.
Dampak:
Gejala Perilaku – Nunu sering mengalami gangguan tidur akibat pekerjaan menjadi
buruh potong yang diselesaikan pada larut malam akibat jam lembur yang
frekuensinya tinggi.
Pengendalian:
Pihak manajemen harus menyediakan klinik kesehatan yang tersedia gratis untuk
seluruh karyawannya, sehingga dalam hal ini Nunu mendapatkan hak kesehatan
dalam bekerja dan memperoleh pengobatan atas keluhan yang diderita.