Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KECEMASAN SISWA SMP TERHADAP


HASIL BELAJAR MATEMATIKA
(SMP)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu:
Erna Puji Astutik, S.Si., M.Pd., M.Sc.

Oleh:
Faysal Dyash
Perdana NIM
165500129

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA
SURABAYA
2019
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan, kesempatan
dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya guna memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Penelitian. Penulisan
proposal penelitian berjudul “Pengaruh Kecemasan Siswa SMP Terhadap Hasil
Belajar Matematika” adalah untuk memberikan penjelasan/pemaparan mengenai
penelitian yang akan dilakukan termasuk endahuluan, kajian pustaka, dan metode
penelitian. Penyelesaian penyusunan proposal penelitian ini tidak terlepas dari
bimbingan, bantuan dan paritsipasi semua pihak, untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Drs. Djoko Adi Walujo, ST., MM., DBA selaku Rektor Universitas PGRI
Adi Buana Surabaya.
2. Erna Puji Astutik, S.Si., M.Pd., M.Sc. selaku dosen pengampu mata kuliah
Metodologi Penelitian yang turut membimbing dalam penyelesaian makalah
ini.
3. Keluarga yang turut memberi dukungan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang bersifat
membangun.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah...............................................................2
C. Rumusan Masalah.............................................................................................2
D. Tujuan Penelitian...............................................................................................2
E. Manfaat Penelitian............................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Dasar Teori........................................................................................................4
B. Tinjauan Penelitian yang Relevan.................................................................13
C. Kerangka Konseptual.......................................................................................14
D. Hipotesis Penelitian........................................................................................15
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian.............................................................................................16
B. Populasi dan Sampel Penelitian.......................................................................18
C. Variabel Penelitian...........................................................................................19
D. Instrumen Penelitian........................................................................................20
E. Teknik Pengumpulan Data...............................................................................22
F. Teknik Analisis Data........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........26
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal penting terutama dalam era globalisasi budaya
dan reformasi sekarang ini. Seperti yang disebutkan dalam Dictionary Of
Education, bahwa pendidikan adalah proses dimana seseorang mengembangkan
kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat
dimana ia hidup, proses sosial dimanaorang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol(khususnya pengaruh yang berasal dari
sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Fuad, 2003:4)(dalam
Anita, 2016).
Sehingganya perlunya pemahaman kita sebagai calon pendidik untuk
memahami beberapa aspek-aspek penting seperti cara pengajaran yang baik
hingga bagaimana cara untuk mengatasi berbagai macam permasalahan yang
terjadi, dalam lingkup kelas dan peserta didik yang akan kita hadapi nantinya.
Kecemasan atau anxiety adalah suatu keadaan perasaan efektif yang tidak
menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang
terhadap bahaya yang akan dating (Juliete, 2012). Kecemasan juga diartikan
sebagai bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh
sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas.(Rahman,
Nursalam, & Tahir, 2015)(dalam Rahman et al., 2015)
Sehingga perlunya pemahaman lebih dalam mengenai kecemasan yang
biasa dialami siswa sehingga diharapkan di kemudian hari berkurangnya rasa
kecemasan siswa terhadap Matematika. Rasa cemas besar sekali pengaruhnya
pada tingkah laku siswa.Dalam suatu penelitian yang dilakukan Sarason dan
kawan- kawan membuktikan siswasiswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi
tidak berprestasi sebaik siswa siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah pada
beberapa jenis tugas, yaitu tugas-tugas yang ditandai dengan tantangan, kesulitan,
penilaian prestasi dan batasan waktu.
Perlunya pemahaman pengajar terhadap berbagai macan kecemasan yang
dialami peserta didiknya sehingga di harapkan kedepanya dapat meminimalisir
adanya kecemasan atau rasa tertekan pada siswa terhadap hasil belajar
Matematika Untuk itu Penelitian ini diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk

1
meminimalisr

2
adanya kecemasan siswa terhadap hasil belajar Matematika sehingga istilah
Matematika sulit bisa berkurang dan di harapkan hilang.
B. Ruang Linkgkup Dan Batasan Masalah
Dalam penelitian ini ruang lingkup yang kami fokuskan adalah lingkup
pembelajaran matematika dalam lingkungan Sekolah Menengah Pertama
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalah sebagai berikut :”Adakah Pengaruh Kecemasan Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa SMP?”
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Peneltian ini antara lain:
Untuk Mengetahui Adanya Pengaruh Kecemasan Siswa Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa SMP.
E. Manfa’at Peneltian
Hasil penelitian diharapkan mampu berguna dan dapat dimanfaatkan baik secara
teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut.
1. Manfaat Teroritis
Hasil Peneltian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh kecemasan
siswa terhadap hasil belajar matematika siswa smp
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Menambah wawasan bagi guru sehingga guru lebih mengetahui hal-hal
apa saja yang dapat menimbulkan kecemasan pada anak didik nya perihal
hasil belajar matematika
b. Bagi Siswa
1. Siswa diharapkan bisa mengetahui perihal-perihal apa saja yang dapat
menimbulkan suatu kecemasan dalam diri akan hasil belajar matematika
2. Siswa diharapkan mampu untuk menanggulangi rasa cemas terhadap hasil
belajar, sehingga siswa mampu untuk memilih langkah yang tepat dalam
menanggulangi rasa cemasnya terhadap hasil belajar matematika
c. Bagi Peneliti
Bagi peneliti yang merupakan calon guru setelah melakukan peneltian ini di
harapkan mampu untuk mengubah mindset atau gaya pandang Matematika
yang mudah menjadi Matematika yang menyenangkan, sehingga
kecemasan-kecemasan yang dialami oleh para siswa dapat
diminimalisirkan karena Matematika sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, maka dari itu diperlukanya cara-cara yang lebih
menyenangkan dan membuat para siswa nyaman dalam belajar
Matematika dimasa yang akan dating.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Dasar Teori

1. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar


a. Pengertian Belajar
Belajar suatu kata yang sudah cukup akrab dengan semua lapisan
masyarakat. BagI para pelajar atau mahasiswa kata “belajar“ merupakan
kata-kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga
pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai
dengan keinginan.
Belajar sebagai mana yang dikemukana oleh Sardiman (2003: 20),
bahwa “belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,
mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya”. Belajar juga akan lebih baik
kalau subjek belajar mengalami atau melakukannya. Belajar suatu proses
interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungan yang
berwujud pribadi, fakta, konsep atau teori. Dalam halini terkandung suatu
maksud bahwa proses interaksi itu adalah: (1) proses internalisasi ke
dalam diri yang belajar, (2) dilakukan secara aktif, dengan segenap panca
indera ikut berperan.
Slameto (2003:2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Baharuddin (2010:12)
belajar merupakan aktivitas yang dilakuka seseorang untuk mendapatkan
perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan
atau pengalaman-pengalaman.
Sudjana (2009: 28), memandang belajar suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan dari seseorang, perubahan sebagai hasil dari
proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti 2 Model &
Metode Pembelajaran di Sekolah perubahan pengetahuan, pemahaman,
sikap dan tingkah laku, keterampilan, percakapan, kebiasaan, serta
perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar. “Belajar
dipandang sebagai suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu,
yaitu mengalami. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individ melalui interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah
laku pada diri seseorang tidak dapat dilihat namun dapat ditentukan,
apakah seseorang telah belajar atau belum dengan membandingkan
kondisi sebelum dan setelah proses pembelajaran berlangsung. Hamalik
(2006: 27).
Menurut Djamarah (2008: 13) belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari
pengalama individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Selanjutnya pengertian belajar menurut Winkel (1996: 53) adalah
suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perubahan-
perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau penyempurnaan
terhadap hasil yang telah diperoleh dan terjadi selama jangka waktu
tertentu. Jadi belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu
merespon interaksi aktif dengan lingkungan melalui pengalaman yang
didapatnya secara pribadi. Menurut kamus bahasa Indonesia belajar adalah
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah
laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan
pengertian belajar oleh para ahli antara lain sebagai berikut:
1. Gagne (dalam Anitah, 2008:13) belajar adalah suatu proses dimana
suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
2. Slavin (dalam Anni dan Rifai, 2009:82) belajar merupakan perubahan
individu yang disebabkan oleh pengalaman.
3. Travers (dalam Suprijono, 2009:2) belajar adalah proses menghasilkan
penyesuaian tingkah laku.
4. Morgan (dalam Suprijono, 2009:3) belajar adalah perubahan perilaku
yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
5. Robbins (dalam Trianto, 2009:15) belajar adalah sebagai proses
menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami
dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.
6. Spears (dalam Hamdani, 2011:20) belajar adalah mengamati, membaca,
berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk.
Berdasarkan uraian di atas maka belajar merupakan interaksi antara
pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar, terencana baik
didalam maupun di luar ruangan untuk meningkat kan kemampuan peserta
didik. Belajar untuk disekolah dasar berarti interaksi antara guru dengan
siswa yang dilakukan secara sadar dan terencana yang dilaksanakan baik
di dalam kelas maupn diluar kelas dalam rangka untuk meningkatkan
kemampuan siswa. Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang
dengan sengaja diciptakan. Guru atau tutorlah yang menciptakannya guna
membelajarkan siswa atau peserta didik. Tutor yang mengajar dan peserta
didik yang belajar. Perpaduan dan kedua unsur manusiawi ini lahirlah
interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan sebagai mediumnya. Di
sana semua komponen pengajaran diperankan secara optimal guna
mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pangajaran
dilaksanakan. Dalam kegiatan belajar mengajar harus terjadi komunikasi
dua arah antara guru dengan peserta didik agar suasana pembelajaran
kondusif. Tidak lagi teacher center melainkan student center sehingga
proses belajar mengajar akan terarah dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Paradigma selama ini pembelajaran yang dilakukan hanya berpusat dengan
guru (teacher center) sebagai sumber belajar, bukan berpusat pada siswa
(student center) sehingga guru akan mendominasi proses pembelajaran di
dala kelas sedangkan siswanya hanya pasif. Peran guru sebagai seorang
fasilitator belum terlihat dalam proses pembelajaran. Selayaknya guru
harus mampu menguasai empat kompetensi dasar yang diharapkan akan
terjalin komunikasi dua arah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
b. Pengertian Hasil belajar
Interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar
terencana baik didalam maupun di luar ruangan untuk meningkat kan
kemampuan peserta didik ditentukan oleh hasil belajar. Sebagaimana
dikemukakan Oleh Hamalik (2006: 30), bahawa perubahan tingkah laku
pada orang dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti, dan dari belum mampu kearah sudah mampu. Hasil belajar akan
tampak pada beberapa aspek antara lain: pengetahuan, pengertian,
kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani,
etis atau budi pekerti, dan sikap. Seseorang yang telah melakukan
perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu
atau bebarapa aspek tingkah laku sebagai akibat dari hasil belajar.
Selanjutnya Sanjaya (2010:87) Mengemukakan bahwa hasil
belajartingkah laku sebagai hasil belajar dirumuskan dalam bentuk
kemampuan dan kompetensi yang dapat diukur atau dapat ditampilkan
melalui performance siswa. Istilah-istilah tingkah laku dapat diukur
sehingga menggambarkan indikator hasil belajar adalah mengidentifikasi
(identify), menyebutkan (name), menyusun (construct) menjelaskan
(describe), mengatur (order), dan membedakan (different). Sedangkan
istilah-istilah untuk tingkah laku yang tidak menggambarkan indikator
hasil belajar adalah mengetahui, menerima, memahami, mencintai,
mengira- ngira, dan lain sebagainya.
Menurut Hamalik dalam Jihad dan abdul (2010: 15) tujuan belajar
adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah
melakukan perbuata belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,
ketrampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan dapat dicapai
oleh siswa.
Menurut Sudjana (2009:35-37) kriteria keberhasilan pembelajaran
dari sudut prosesnya (by process):
1. Pembelajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih dahulu oleh guru
dengan melibatkan siswa secara sistematik, ataukah suatu proses yang
bersifat otomatis dari guru disebabkan telah menjadi pekerjaan rutin.
2. Kegiatan siswa belajar dimotivasi guru sehingga ia melakukan kegiatan
belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan, dan tanpa paksaan untuk
memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan, kemampuan serta sikap
yang dikehendaki dari pembelajaran itu sendiri.
3. Siswa menempuh beberapa kegiatan belajar sebagai akibat penggunaan
multi metode dan multi media yang dipakai guru ataukah terbatas kepada
satu kegiatan belajar saja.
4. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri
hasil belajar yang dicapainya ataukah ia tidak mengetahui apakah yang ia
lakukan itu benar atau salah.
5. Proses pembelajaran dapat melibatkan semua siswa dalam satu kelas
tertentu yang aktif belajar.
6. Suasana pembelajaran atau proses belajar-mengajar cukup
menyenangkan dan merangsang siswa belajar ataukah suasana yang
mencemaskan dan menakutkan
6 Model & Metode Pembelajaran di Sekolah
7. Kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi
laboratorium balajar ataukah kelas yang hampa dan miskin dengan sarana
belajar sehingga tidak memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar
yang optimal.
Adapun hasi belajar menurut Bloom dalam Purwanto (2007: 45)
yang menggolongkan kedalam tiga ranah yang perlu diperhatikan dalam
setipa proses belajar mengajar. Tiga ranah tersebut adalah ranah kognitif,
efektif, dan psikomotor. Ranah kognitif mencakup hasil belajar yang
berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan kemampuan intelektual.
Ranah efektif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan sikap,
nilai-nilai, perasaan, dan minat. Ranah psikomotor mencakup hasil belajar
yang berhubungan dengan keterampilan fisik atau gerak yang ditunjang
oleh kemampian psikis. Hasil belajar yang dikemukakn oleh berapa
pendapat makan penulis dapat mendefinisikan bahwa hasil belajar
merupakan proses perubahan kemampuan intelektual (kognitif),
kemampuan minat atau emosi (afektif) dan kemampuan motorik halus dan
kasar (psikomotor) pada peserta didik. Perubahan kemampuan peserta
didik dalam proses pembelajaran khususnya dalam satuan pendidikan
dasar diharapkan sesuai dengan tahap pekembangannnya yaitu pada
tahapan operasional kongrit.
2. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau anxiety adalah suatu keadaan perasaan efektif
yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang
memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan dating (Juliete, 2012).
Kecemasan jug diartikan sebagai bentuk emosi individu yang berkenaan
dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek
ancaman yang tidak begitu jelas.
Menurut Freud mengemukakan bahwa “istilah kecemasan adalah
perasaan subjektif yang dialami oleh individu yang pada umumnya tidak
menentu dan tidak menyangka. Perasaan yang tidak menyangka tersebut
disebabkan karena tidak adanya objek jelas yang menyebabkan, sehingga
menimbulkan ketidakberdayaan pada individu (Slameto, 2010:148).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kecemasan adalah perasaan tegang atau gelisah dalam suatu keadaan yang
berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu yang terkadang
dirasakan oleh individu.
Rasa cemas besar sekali pengaruhnya pada tingkah laku siswa.
Penelitian yang dilakukan Sarason dan kawan-kawan membuktikan
siswasiswa dengan tingkat kecemasan yang tinggi tidak berprestasi sebaik
siswasiswa dengan tingkat kecemasan yang rendah pada beberapa jenis
tugas, yaitu tugas-tugas yang ditandai dengan tantangan, kesulitan,
penilaian prestasi dan batasan waktu.
Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki
nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan
bersifat negatif justru akan malah menimbulkan kerugian dan dapat
menggangu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan
(Ratna dan Haryanto, 2011:150).(dalam Rahman et al., 2015)
b. Aspek-Aspek Kecemasan
Selain mempengaruhi tingkat aspirasi, situasi belajar yang
menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa.
Spielberger membedakan kecemasan atas dua bagian:
a. Kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecendrungan
pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi
yang sebenarnya tidak berbahaya.
b. Kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu
keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri sesorang yang
ditandai dengan perasaa tegang dan khawatiran yang dihayati secara
sadar serta bersifat subjektif dan meningginya aktivitas sistem saraf
otonom (Slameto, 2010:185-188). Sebagai suatu keadaan, kecemasan
biasanya
berhubungan dengan situasi-situasi lingkungan yang khusus misalnya
situasi tes.
Banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa.
Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak
kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian
ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab timbulnya
kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga sikap dan
perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang
kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri
siswa yang bersumber dari faktor guru.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang kecemasan yang
dikemukakan, dapat disimpulkan gejala-gejala dan reaksi yang dapat
dijadikan sebagai indikator kecemasan, gejala-gejala dan reaksi tersebut
dapat dikelompokan dalam dua tingkat yaitu:
a. Gejala-gejala dari reaksi-reaksi yang nampak pada gejala-gejala
psikologi, antara lain, perasaan tegang, tidak tenang (gugup), takut,
lemah, kurang percaya diri, tidak bisa berkonsentrasi dan perasaan-
perasaan tidak menentu.
b. Gejala-gejala dan reaksi yang nampak pada gejala fisiologis, seperti
berkeringat yang berlebihan, sirkulasi darah yang tidak menentu,
perasaan berdebar-debar, tangan dan bibir gemetar, mual-mual, sakit
kepala, sakit pada leher, sakit perut, sukar bernafas dan gejala fisiologis
lainnya.
3. Dampak dari Kecemasan
Leonard (dalam Sistyaningtyas, 2013) mengemukakan bahwa
kecemasan dapat memberikan dampak positif serta negatif. Kecemasan
dikatakan dapat memberikan dampak positif apabila dapat mendorong
seseorang untuk mengambil langkah dalam membangun pertahanan diri
demi mengurangi rasa cemas itu sendiri. Leonard (dalam Sistyaningtyas,
2013) juga mengemukakan bahwa kecemasan dikatakan berdampak
negatif apabila menimbulkan gejala fisik yang berpengaruh buruk terhadap
hasil belajar. Oleh karena itu, peneliti menduga bahwa kecemasan
matematika dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa. Dugaan
peneliti dipertegas oleh hasil penelitian Zakaria & Nordin (2008) yang
menemukan bahwa tingkat prestasi belajar siswa yang mengalami
kecemasan matematika lebih rendah daripada siswa yang tidak terindikasi
kecemasan matematika.
Kecemasan matematika juga dapat berdampak pada pemilihan karir
siswa di masa mendatang. Ashcraft (2002) menyatakan bahwa seseorang
yang mengalami kecemasan matematika ditunjukkan dengan menghindari
lingkungan dan karir yang membutuhkan pemanfaatan keterampilan
matematika. Selain itu konsekuensi lain dari kecemasan matematika
menurut Betz, Burton, Donady & Tobias, Hendel, Richardson & Suinn
(Mahmood & Khatoon, 2011) adalah ketidakmampuan dalam matematika,
penurunan prestasi matematika, menghindari mata pelajaran matematika,
keterbatasan dalam memilih jurusan kuliah maupun karir di masa depan,
dan perasaan negatif seperti merasa bersalah dan malu.(dalam Anita, 2016)
4. Indikator Kecemasan
Cooke & Hurst (2012) menyebutkan bahwa kecemasan matematika
mempengaruhi mahasiswa para calon guru dengan dua cara. Pertama,
melalui keinginan para calon guru untuk mengembangkan kompetensi
matematikanya dan kedua, melalui keinginan mereka untuk
mengaplikasikan pengetahuannya melalui kegiatan mengajar di kelas.
Dzulfikar (2016) yang mengadaptasi dari Cooke (2011) mengemukakan
indikator kecemasan matematika terdiri dari 4 komponen yaitu
mathematics knowledge/understanding, somatic, cognitive, dan attitude.
Dengan penjelasan secara terperinci sebagai berikut : (1) Mathematics
knowledge/understanding berkaitan dengan hal-hal seperti munculnya
pikiran bahwa dirinya tidak cukup tahu tentang matematika. (2) Somatic
berkaitan dengan perubahan pada keadaan tubuh individu misalnya tubuh
berkeringat atau jantung berdebar cepat. (3) Cognitive berkaitan dengan
perubahan pada kognitif seseorang ketika berhadapan dengan matematika,
seperti tidak dapat berpikir jernih atau menjadi lupa hal-hal yang biasanya
dapat ia ingat. (4) Attitude berkaitan dengan sikap yang muncul ketika
seseorang memiliki kecemasan matematika, misalnya ia tidak percaya diri
untuk melakukan hal yang diminta atau enggan untuk melakukannya.
Aspek dan domain tersebut pada penelitian menjadi indikator untuk
mengembangkan instrumen kecemasan matematika pada mahasiswa calon
guru matematika
Menurut Anita (2012) indikator dalam melihat kecemasan
matematika dapat dilihat pada 3 komponen yaitu psikologis, fisiologis dan
aktivitas sosial atau sikap dan tingkah lakunya.
Trujillo & Hadfield (Peker, 2009) menyatakan bahwa indikator
kecemasana matematika dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu
sebagai berikut : (1) Faktor kepribadian (psikologis atau emosional),
misalnya perasaan takut siswa akan kemampuan yang dimilikinya (self-
efficacy belief), kepercayaan diri yang rendah yang menyebabkan
rendahnya nilai harapan siswa (expectancy value), motivasi diri siswa
yang rendah dan sejarah emosional seperti pengalaman tidak
menyenangkan dimasa lalu yang berhubungan dengan matematika yang
menimbulkan trauma. (2) Faktor lingkungan atau sosial, misalnya kondisi
saat proses belajar mengajar matematika di kelas yang tegang diakibatkan
oleh cara mengajar, model dan metode mengajar guru matematika. Rasa
takut dan cemas terhadap matematika dan kurangnya pemahaman yang
dirasakan para guru matematika dapat terwariskan kepada para siswanya
Faktor yang lain yaitu keluarga terutama orang tua siswa yang terkadang
memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam matematika karena
matematika dipandang sebagai sebuah ilmu yang memiliki nilai prestise.
(3) Faktor intelektual, faktor intelektual terdiri atas pengaruh yang bersifat
kognitif, yaitu lebih mengarah pada bakat dan tingkat kecerdasan yang
dimiliki siswa.
Lazarus, Averill, dan Fitzgerald (Erdoğan et al., 2011) menjelaskan
faktor-faktor faktor-faktor penyebab dari kecemasan matematika, yaitu
sebagai berikut: (1) Faktor lingkungan, meliputi pengalaman dalam kelas
matematika dan kepribadian dari guru matematika.(2) Faktor mental,
berhubungan dengan kemampuan abstraksi dan logika tingkat tinggi dalam
konten matematika.(3) Faktor individu, meliputi self-esteem, kondisi fisik
yang baik, sikap terhadap matematika, kepercayaan diri, gaya belajar, dan
pengalaman sebelumnya yang berhubungan dengan matematika.(dalam
Syafri, 2017)
5. Kecemasan Belajar Matematika
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada
jenjang pendidikan formal Indonesia termasuk sekolah tingkat pertama
wajib diikuti oleh semua siswa disetiap semester. Konsekuensi logis dari
adanya Pengaruh Kecemasan dan Kesulitan Belajar. Perbedaan antara
harapan dan kenyataan adalah timbulnya khawatiran bagi siswa yang
disertai dengan adanya perasaan cemasdalam mengikuti pelajaran
matematika. Berdasarkan pandangan inilah maka muncul istilah
kecemasan matematika.
Kecemasan matematika adalah perasaan tegang, ketidakberdayaan,
disorganisasi mental dan takut seseorang yang muncul ketika dihadapkan
dengan persoalan memanipulasi angka dan bentuk dan pemecahan
masalah matematika (Zakaria, 2008:27-30). Sebagaimana reaksi-reaksi
atau gejala- gejala pada umumnya, kecemasan terhadap pelajar
matematika juga ditujukan oleh gejala psikologis dan fisiologis. Gejala-
gejala tersebut dapat muncul pada situasi atau kegiatan yang berkaitan
dengan pelajaran matematika, pelajaran tatap muka, belajar mandiri di
rumah maupun di sekolah menghadapi tugas pekerjaan rumah (PR), atau
menghadapi ujian.
Gejala-gejala kecemasan hampir tidak ada yang merupakan faktor
pendukung proses belajar, termasuk proses belajar matematika. Kirkland
membuat suatu kesimpulan mengenai hubungan antara tes, kecemasan,
dan prestasi belajar atau hasil beajar sebagai berikut:
a. Tingkat kecemasan yang sedang biasanya mendorong belajar,
sedangkan tingkat kecemasan yang tinggi mengganggu belajar.
b. Siswa-siswa dengan tingkat kecemasan yang rendah lebih merasa
cemas dalam mengahadapi tes dari pada siswa-siswa yang pandai.
c. Bila siswa cukup mengenal jenis tes yang akan dihadapi, maka
kecemasan akan berkurang.
d. Pada tes-tes yang mengukur daya ingat, siswa-siswa yang sangat
cemas memberikan hasil yang lebih baik daripada hasil yang diberikan
siswasiswa yang kurang cemas. Pada tes-tes yang membutuhkan cara
berpikir yang fleksibel, siswa-siswa yang sangat cemas
mendapatkanhasil yang lebih buruk.
e. Kecemasan terhadap tes bertambah bila hasil tes dipakai untuk
menentukan tingkat-tingkat kemampuan siswa (Slameto, 2010:186).
Semakin tinggi kecemasan seseorang, makin tinggi pula frekuensi
munculnya gejala-gejala kecemasan dan semakin parah reaksi yang
ditimbulkanya. Keadaan ini pada akhirnya menyebabkan semakin tidak
efektif dan efesien kegiatan belajar yang dilakukan oleh individu yang
mengalaminya yang pada akhirnya akan menyebabkan kurang
maksimalnya hasil belajar sehingga prestasi belajar siswa pun kurang atau
dibawah standar rata-rata.(Anita, 2016)
Yang (2014) menulis ‘Bagi banyak orang" MATH "adalah kata
empat huruf yang menakutkan; mereka tidak suka atau merasa seperti itu
bagus dalam hal ini ’. Dia mendefinisikannya sebagai ‘Orang yang
merasakan ketegangan, ketakutan, dan ketakutan akan situasi yang
melibatkan matematika dikatakan memiliki kecemasan matematika '(hlm.
28).(Al Mutawah, 2015)
Kecemasan matematika dalam banyak hal mudah dijelaskan dan
didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan gangguan itubeberapa
individu mengalami ketika menghadapi masalah matematika. Profesor
Mark Ashcraft, salah satu yang utama Para peneliti di daerah itu,
menggambarkannya sebagai “Perasaan tegang, ketakutan, atau bahkan
ketakutan yang mengganggu manipulasi angka dan pemecahan masalah
matematika yang biasa ”(Ashcraft & Faust, 1994)
bentuk kecemasan lainnya, siswa mungkin merasakan jantung
mereka berdetak lebih cepat atau kuat, mereka mungkin percaya mereka
tidak berdetak mampu menyelesaikan masalah matematika, atau mereka
dapat menghindari mencoba kursus matematika (Sheffield & Hunt, 2006).
(Al Mutawah, 2015)
Kecemasan siswa dalam merespons matematika merupakan
masalah yang signifikan bagi pendidik dalam hal persepsi itu kecemasan
yang tinggi akan berhubungan dengan penghindaran matematika
(Anderson, 2007, hal. 93)
Matematika adalah mata pelajaran penting dalam kurikulum
sekolah di setiap negara. Sejak usia dini anak-anak harus elajari konsep
dasar matematika agar berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari
mereka (Lebens, Graff, & Mayer, 2011). Matematika telah diajarkan
sehingga anak-anak dapat memahami data numerik yang disajikan kepada
mereka, dan mampu melakukan perhitungan sederhana dan kompleks
dalam pertemuan sehari-hari. Ini juga kepercayaan umum di antara siswa
bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan sulit untuk dipelajari.
Dalam pendidikan matematika, banyak peneliti mengusulkan cara inovatif
mengajar, menghubungkan konsep dan aplikasi kehidupan nyata dan
memotivasi siswa untuk lebih tertarik pada subjek untuk mengatasi fobia
matematika (Hemmings, Grootenboer, & Kay, 2011).
Pada awal 1978, Sepie dan Keeling (1978) melakukan penelitian
menggunakan persamaan regresi berdasarkan hubungan antara Otis I.Q.
dan prestasi matematika; mereka membagi kelompok sampel 246 anak
menjadi tiga kelompok lebih berprestasi, berprestasi dan berprestasi di
bawah dalam matematika. Analisis varian digunakan untuk
membandingkan pertunjukan
tiga kelompok pada ukuran kecemasan umum, tes kecemasan dan
kecemasan matematika. Itu hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran
kecemasan spesifik matematika membedakan pencapaian di bawah
kelompok dari dua kelompok lain lebih kuat daripada ukuran umum dan
uji kecemasan (hal. 15).
Pada tahun 1990, George Engelhard menyelidiki hubungan kinerja
matematika dengan kecemasan matematika, ibu pendidikan dan gender;
dia melakukan penelitian pada siswa berusia 13 tahun dari Amerika
Serikat dan Thailand dengan sampel lebih banyak dari 7000 siswa. Dia
menggunakan tes kinerja matematika 40-item sebagai variabel dependen
dan menemukan bahwa hubungan antara kecemasan matematika dan
kinerja matematika adalah signifikan di kedua negara (hal. 289).
Harari, Vukovic, dan Bailey (2013) melakukan penelitian untuk
mengeksplorasi sifat kecemasan matematika dalam sampel 106 murid
kelas satu. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kecemasan
matematika di kelas satu adalah multidimensi construct encompassing:
Reaksi negatif terkait khusus dengan konsep matematika dasar. Keyakinan
numerik terkait khusus dengan keterampilan komputasi. Dan kekhawatiran
yang tidak terkait dengan hasil apa pun.(dalam Al Mutawah, 2015)
Sehingga dapat di simpulkan bawa tingkat kecemasan matematika
tidak berbeda berdasarkan jenis kelamin atau latar belakang bahasa.
B. Tinjauan Penelitian yang Relevan
Sebelum peneliti melakukan penelitian tersebut, ada beberapa
peneliti yang telah melakukan penelitan sejenis. Penelitian ini dilakukan
untuk melengkapi kekurangan-kekurangan pada penelitian yang telah
terlaksana sebelumnya. Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan
terhadap penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Jurnal dari Ulfiani Rahman, Nursalam dan M,Ridwan Tamir,
Universitas Islam Negeri Alaudin Maksasar, pada tahun 2015 dengan
judul “Pengaruh Kecemasan dan Kesulitan Belajar Matematika Terhdadap
Hasil Belajar Matematika Siswa X MA Watampone Kabupaten Bone”.
Pada Jurnal tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kecemasan dan kesulitan belajar matematika siswa maka semakin rendah
hasil belajar yang diperolehnya, begitupun sebaliknya semakin rendah
tingkat kecemasan dan kesulitan belajar matematika siswa maka semakin
tinggi hasil belajar yang diperolehnya.
Seiring dengan penelitian tersebut ialah Jurnal dari Tatiana, Neru
Pranuta Murnaka, dan Wiwik Wiyanti STKIP Surya Tangerang , pada
tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Kecemasan Matematika (Mathematic
Anxiety) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP”. Pada Jurnal
tersebut dapat diambil simpulan bahwa siswa yang mengalami kecemasan
matematika tinggi belum tentu memiliki hasil belajar yang rendah begitu
pula sebaliknya.
Terdapat pula jurnal Internasional tulisan dari Masomma Ali
Mutawah yang berjudul ‘The Influence of Mathematic Anxiety in Middle
Highschool Students Math Achievement” tahun 2015 bahwa semakin
tingkat kecemasan yang dimiliki seorang peserta didik maka semakin
rendah prestasi yang didapatnya.

C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini bertujuan untuk menunjukkan keterkaitan
antar variabel penelitian. Kaitan antar variabel tersebut ditunjukkan
dengan adanya perbedaan taraf kecemasan pada setiap siswa dan
bagaimana cara siswa tersebut dalam mengatasi kecemasan tersebut
sehingga dapat mempermudah pengajar dalam mengatasi kecemasan pada
hasil belajar peserta didik.
Pada penelitian yang dilakuka oleh Ulfiani Rahman, Nursalam, dan
M.Ridwan Tahir yang berjudul ‘Pengaruh kecemasan dan Kesulitan
Belajar Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa Kelas
X MA Negeri I Watampone Kabupaten Bone”. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang dalam hasil
penelitian dan pembahasan. Terdapat 3 varibel yang di ujikan yaitu tingkat
kecemasan siswa, tingkat kesulitan belajar siswa, dan tingkat hasil belajar
siswa. Berikut adalah simpulan dari Jurnal tersebut:
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran tingkat kecemasan belajar matematika pada siswa kelas
X MA Negeri 1 Watampone yaitu sebanyak 16% pada kategori
rendah, 63% pada kategori sedang, dan 21% pada kategori tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor kecemasan
belajar siswa berada pada kategori sedang.
2. Gambaran tingkat kesulitan belajar matematika pada siswa kelas
X MA Negeri 1 Watampone yaitu terdapat 16% pada kategori
rendah, 64% pada kategori sedang, dan 20% pada kategori tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor kesulitan belajar
siswa berada pada kategori sedang.
3. Gambaran tingkat hasil belajar matematika pada siswa kelas X
MA Negeri 1 Watampone Kabupaten Bone yaitu terdapat 16%
pada kategori rendah, 64% pada kategori sedang, dan 20% pada
kategori tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa skor
hasil belajar siswa berada pada kategori sedang.
4. Berdasarkan hasil analisis statistik inferensial kecemasan belajar
dan kesulitan belajar pada pelajaran matematika ternyata memberi
berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X MA
Negeri 1 Watampone Kabupaten Bone. Sumbangsih pengaruh
variabel kecemasan belajar dankesulitan belajarpada pelajaran
matematika sebesar 28,3% sedangkanselebihnya 71,7%
dipdipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
penelitian ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kecemasan dan kesulitan belajar matematika siswa maka semakin
rendah hasil belajar yang diperolehnya, begitupun sebaliknya
semakin rendah tingkat kecemasan dan kesulitan belajar
matematika siswa maka semakin tinggi hasil belajar yang
diperolehnya.

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, dapat
diperoleh hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat kecemasan siswa terhadap hasil belajar siswa SMP.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam suatu penelitian seorang peneliti harus menggunakan jenis
penelitian yang tepat. Hal ini dimaksud agar peneliti dapat memperoleh
gambaran yang jelas engenai masalah yang dihadapi serta langkah-langkah
yang digunakan dalam mengatasi masalah tersebut.
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu
jenis penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-
induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para
ahli, maupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian
dikembangkan menjadi permasalahanpermasalahan beserta pemecahannya
yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) atau penilaian
dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan
Margono menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah suatu
penelitian yang lebih banyak menggunakan logika hipotesis verivikasi
yang dimulai dengan berfikir deduktif untuk menurunkan hipotesis
kemudian melakukan pengujian di lapangan dan kesimpulan atau hipotesis
tersebut ditarik berdasarkan data empiris.
Sedangkan menurut Sudyaharjo, riset kuantitatif merupakan
metode pemecahan masalah yang terencana dan cermat, dengan desain
yang terstruktur ketat, pengumpulan data secara sistematis terkontrol dan
tertuju pada penyusunan teori yang disimpulkan secara induktif dalam
kerangka pembuktian hipotesis secara empiris
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Metode
Penelitian Kuantitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrument penelitian analisis data bersifat kuantitatif/statistic, untuk
menguji hipotesis yang ditetapkan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada pengaruh


tingkat Kecemasan siswa terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini
diawali dengan mengkaji teori-teori dan pengetahuan yang sudah ada
sehingga muncul sebab permasalahan. Permasalahan tersebut diuji untuk
mengetahui penerimaan atau penolakannya berdasarkan data yang
diperoleh dari lapangan. Adapun data yang diperoleh dari lapangan adalah
sampel berupa rekapan nilai siswa , Sehingga dapat diketahui adakah
kecemasan siswa terhadap hasil belajar atau nilai matematika dalam
bentuk angka-angka yang sifatnya kuantitatif.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis
penelitian korelasional karena bertujuan untuk mengetahui hubungan suatu
variabel terhadap variabel lain (Sukmadinata, 2010).
Desain Penelitia ini di gambarkan sebagai berikut:

X Y

Ilustrasi pengaruh variable kecemasan matematika terhadap variable


hasiil belajar matematika siswa
Keterangan
X=Variabel kecemasan matematika (math anxiety)
Y=Variabel hasil belajar matematika siswa
=Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang digunakan yaitu


variabel prediktor dan variabel respon. Menurut Weiss (2012) variabel
prediktor merupakan variabel yang digunakan untuk memprediksi atau
menjelaskan nilai-nilai dari variabel respon. Sementara itu, variabel respon
merupakan variabel yang akan diukur atau diamati. Variabel prediktor
dalam penelitian ini yaitu kecemasan matematika sedangkan variabel
respon yang digunakan yaitu hasil belajar matematika siswa.

B. Populasi, Sampling dan Sampling Penelitian


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek


yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh penliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono. 2011).
Satu orang saja bisa dikatakan sebagai populasi, karena satu orang tersebut
mempunyai berbagai karakteristik, mialnya gaya bicara, disiplin pribadi,
hobi, cara bergaul dan lain sebagainya. Sehingga, dapat diperoleh
pengertian bahwa populasi bukan hanya terkait dengan orang, tetapi juga
objek yang ada di sekitar kita yang dapat kita pelajari. Bukan mengenai
jumlah, tetapi juga meliputi seluruh karakteristik yang ada di dalamnya.

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP di Surabaya sesuai


dengan pengajuan atau penempatan.

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu (Sugiyono. 2011).
Menurut Sugiyono, jumlah anggota sampel sering dinyatakan
dengan ukuran sampel. Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili
populasi adalah sama dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Makin
besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan
generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel
menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi.
Sugiyono juga mengungkapkan bahwa jumlah sampel yang paling
tepat digunakan dalam penelitian tergantung pada tingkat ketelitian atau
kesalahan yang dikehendaki. Tingkat ketelitian/kepercayaan yang
dikehendaki sering tergantung pada sumber waktu, dana, dan tenaga yang
tersedia. Makin besar tingkat kesalahan maka, akan semakin kecil jumlah
sampel yang diperlukan.

Dalam penelitian ini sampel yang di gunakan adalah dua kelas VII
dari SMP yang dijadikan objek penelitian.

C. Variabel Penelitian
1. Identifikasi Variabel

Secara teoritis variabel dapat diartikan sebagai atribut seseorang,


atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan yang lain
atau antara satu objek dengan objek yang lain (Hatch dan Farhaday dalam
Sugiyono, 2011). Variabel adalah construct (konstruk) atau sifat yang akan
dipelajari (Kerlinger dalam Sugiyono, 2011). Sehingga, dapat diperoleh
definisi bahwa variabel adalah hal apa saja yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi yang kemudian ditarik
sebuah kesimpulan.

Menurut Sugiyono, variabel dapat dibedakan menjadi :

1. Variabel Independen

Variabel independen sering disebut sebagai variabel stimulus, atau


dalam bahasa Indonesia disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen.

2. Variabel Dependen

Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat yang

berarti variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya

variabel bebas.
D. Instrumen Penelitian
Menurut Sukmadinata (2010) instrumen penelitian adalah sebuah
tes yang memiiki karakteristik mengukur informan dengan sejumlah
pertanyaan dan pernyataan dalam penelitian, yang bisa dilakukan dengan
membuat garis besar tujuan penelitian yang dilakukan. Sedangkan menurut
Sugiyono (2011) instrumen penelitian didefinisikan sebagai suatu alat
yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
diamati secara spesifik yang kemudian disebut variabel penelitian.
Instrumen- instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel sebaiknya
telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Sugiyono juga berpendapat bahwa
jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah variabel penelitian
yang telah ditetapkan untuk diteliti.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
angket kecemasan matematika yang diadopsi dari Himmi & Azni (2017)
penelitiannya yang berjudul “Hubungan Kesiapan Belajar Dan Kecemasan
Matematika Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMP” yang diukur
dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang
digunakan untuk mengukur sikap maupun pendapat seseorang tentang
suatu kejadian (Thoifah, 2015). Skala Likert tersebut terdiri dari 5 poin
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (RG), Tidak Setuju (TS)
dan Sangat Tidak Setuju (STS)(dalam Anita, 2016).
Adapun hasil-hasil yang perlu dianalisis dalam uji coba instrumen
adalah sebagai berikut:
1. Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini validitas yang
digunakan adalah validitas isi, karena validitas isi fokus memberikan
bukti pada elemen-elemen yang ada pada alat ukur. Validitas isi
digunakan untuk mengukur kemampuan belajar, hasil belajar, dan
prestasi belajar
Jawaban Kusioner Bobot
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Ragu-Ragu 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Tabel diatas merupakan jawaban dari lembar kuisioner
beserta bobot dari masing-masing jawaban

Selanjutnya Peneliti akan mengajukan beberapa pertanyaan


kepada siswa. Berikut ini disajikan rumus korelasi product moment
untuk uji validitas butir tes kuisioner:

(𝑛 ∑ 𝑥𝑦) − (∑ 𝑥) − (∑ 𝑦)
𝑟𝑥𝑦 =
√{𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2{𝑛 ∑ 𝑦 2 − (∑ 𝑦)2}

.Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien variabel x dan y
n = jumlah responden
∑x = Jumlah skor tiap item
∑y = Jumlah skor total
Nilai koefisien validitas berkisar antara +1,00 sampai -1,00.
Nilai koefisien +1,00 mengindikasikan bahwa individu pada uji
instrumen maupun uji kriteria, memiliki hasil yang relatif sama,
sedangan jika koefisien validitas bernilai 0 mengindikasikan bahwa
tidak ada hubungan antara instrumen dengan kriterianya. Semakin
tinggi nilaikoefisien validitas suatu instrumen, maka semakin baik
instrumen tersebut.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama (Sugiyono, 2011).
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah metode atau cara-cara yang dapat
digunakan oleh peneliti dalam memperoleh suatu data melalui berbagai
setting, sumber, dan cara tertentu sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan. Karena pada dasarnya, terdapat dua hal utama yang
mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu, kualitas instrumen
penelitian, dan kualitas pengumpulan data (Sugiyono, 2011). Dengan
demikian, peneliti harus mampu menentukan teknik mana yang paling
sesuai untuk digunakan dalam penelitiannya, sehingga diperoleh data yang
benar-benar valid dan reliabel.
Dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner atau angket,
dimana angket atau kuisioner merupakan alat teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu pasti
variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden (Iskandar, 2008: 77). Uma sekaran (1992) dalam Sugiyono
mengungkapkan beberapa prinsip penulisan angket yaitu sebagai berikut
1. Isi dan tujuan pertanyaan, yang dimaksud disini adalah isi pertanyaan
tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan. Kalau berbentuk
pengukuran, maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap
pertanyaan harus ada skala pengukuran dan jumlah itemnya
mencukupi untuk mengukur variabel yang diteliti.
2. Bahasa yang digunakan, bahasa yang digunakan dalam penulisan
angket harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden.
3. Tipe dan bentuk pertanyaan, tipe pertanyaan dalam angket dapat
berupa terbuka atau tertutup, (dalam wawancara bisa terstruktur dan
tidak terstruktur), dan bentuknya dapat menggunakan kalimat positif
dan negatif.
4. Pertanyaan tidak mendua
5. Tidak menanyakan yang sudah lupa
6. Pertanyaan tidak menggiring, artinya usahakan pertanyaan tidak
menggiring pada jawaban yang baik saja atau yang jelek saja.
7. Panjang pertanyaan, pertanyaan dalam angket sebaiknya tidak terlalu
panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi.
8. Urutan pertanyaan, urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari
yang umum menuju ke hal yang spesifik, atau dari yang mudah
menuju hal yang sulit.

Dengan memperhatikan tata cara diatas data yang diharapkan untuk


menunjang penelitian dapat terjamin keabsahannya sehingga kevalidan
data dapat di dapatkan dan digunakan sebagai cara dalam mengambil
data dalam penelitan ini

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan
statistik. Adapun macam statistik yaitu, statistik deskriptif, dan statistik
inferensial. Dalam statistik inferensial, meliputi statistik parametris dan
statistic nonparametris. Statistik deskriptif dapat digunakan apabila
peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel dan tidak ingin
membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi di mana sampel
diambil, sedangkan apabila peneliti ingin membuat kesimpulan yang
berlaku untuk populasi di mana sampel diambil maka, teknik analisis data
menggunakan statistik inferensial (Sugiyono, 2011).

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan ada dua macam
yaitu uji prasyarat dan uji hipotesis sebagai berikut:

1. Uji Prasyarat

2. Uji Normalitas

Menurut Sugiyono (2011), uji normalitas berguna untuk


menentukan analisis data. Uji normalitas data dengan Chi-Kuadrat
dilakukan dengan langkah-langkah :

1. Menentukan taraf signifikan terlebih dahulu (misal α = 0,05) untuk


menguji hipotesis:
𝐻0 : data berdistribusi normal
𝐻1 : data tidak berdistribusi normal2.
2. Melakukan uji normalitas dengan Chi-Kuadrat (𝑥 2) sebagai berikut:
a. Membuat daftar distribusi frekuensi
b. Mencari mean data kelompok
c. Mencari simpangan baku data kelompok
d. Menentukan tepi kelas dari setiap interval kelas dan dijadikan sebagai 𝑥𝑖
(𝑥1, 𝑥2, ..., 𝑥𝑛). Kemudian lakukan konversi, setiap nilai tepi kelas
(𝑥𝑖) menjadi nilai baku 𝑧1, 𝑧2, ..., 𝑧𝑛 dengan :

𝑍𝑖 =
𝑋𝑖−𝑥̅
𝑆

e. Menentukan besar peluang setiap nilai Z berdasarkan tabel Z (luas


lengkungan dibawah kurva normal standar dari 0 ke Z), dan disbut
dengan F(𝑍𝑖) dengan ketentuan :
Jika 𝑍𝑖 < 0 maka F(𝑍𝑖) = 0,5 - 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Jika 𝑍𝑖 > 0 maka F(𝑍𝑖) = 0,5 + 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

f. Menentukan luas peluang normal (𝐿𝑖) tiap kelas interval dengan cara
mengurangi nilai F(𝐿𝑖) yang lebih besar di atas atau di bawahnya, yaitu :
𝐿𝑖 = F(𝑍𝑖) - F(𝑍𝑖−1)
g. Menentukan 𝑓𝑒 (frekuensi ekspektasi) dengan cara mengalikan luas
peluang normal kelas tiap interval (𝐿𝑖) dengan banyaknya sampel, yaitu :
𝑓𝑒 = 𝐿 𝑖 x n
h. Masukkan frekuensi observasi sebagai 𝑓𝑜
i. Mencari nilai 𝑥2 setiap interval dengan rumus :
(𝑓0−𝑓𝑒)2
2
𝑥 =
𝑓𝑒
j. Menentukan nilai 𝑥2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔dengan rumus :

2
2 ∑ 𝑥2=∑ 𝑥(𝑓𝑜−𝑓𝑒)
𝑥 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔=
𝑓𝑒
k. Menentukan nilai 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 pada taraf signifikan α dan derajat kebebasan
(dk) = k -1, dengan k = banyaknya kelas
Membandingkan jumlah total 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan 𝑥𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙

3. Uji Homogenitas. Adapun langkah-langkah uji homogenitas sebagai berikut:


a. Merumuskan hipotesis
𝐻0 : 𝜎2 = 𝜎2
𝐻1 : 𝜎2 ≠ 𝜎2
b. Menentukan nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dengan rumus :
𝑓ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟
= 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝐾𝑒𝑐𝑖𝑙
c. Menentukan nilai 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
d. Kriteria uji :
i. Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻0 diterima (varians homogen)
ii. Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka tolak 𝐻0 (varians tak homogen)
e. Membuat kesimpulan
4. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini menggunakan analisis uji beda (t-test). Adapun rumus
dari (t-test) adalah sebagai berikut:
𝑥̅1−𝑥̅2
t-test=
2 2
√𝑆 +𝑆 2
1
𝑛1 𝑛2

Dengan, 𝑆𝐷 2= 1
𝑁1
− 𝑥̅2

Hasil perhitungan t-test selanjutnya disebut sebagai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 yang


akan dibandingkan dengan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan 5% atau 1%. Untuk
memeriksa tabel-tabel nilai t harus ditemukan lebih dahulu derajat
kebebasan (db) pada keseluruhan distribusi yang diteliti
DAFTAR PUSTAKA
Al Mutawah, M. A. (2015). The Influence of Mathematics Anxiety in Middle and
High School Students Math Achievement. International Education Studies.
https://doi.org/10.5539/ies.v8n11p239
Anita, I. W. (2016). PENGARUH KECEMASAN MATEMATIKA
(MATHEMATICS ANXIETY) TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI
MATEMATIS SISWA SMP. Infinity Journal.
https://doi.org/10.22460/infinity.v3i1.43
Rahman, U., Nursalam, & Tahir, M. R. (2015). Pengaruh Kecemasan dan
Kesulitan Belajar Matematika terhadap Hasil Belajar Matematika pada Siswa
Kelas x MA Negeri 1 Watampone Kabupaten Bone. MaPan: Jurnal
Matematika Dan Pembelajaran.
Syafri, F. S. (2017). Ada Apa Dengan Kecemasan Matematika? Journal
of Medives.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai