Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Insidensi kematian akibat tenggelam bervariasi, kematian akibat tenggelam hanya 1

dari 20 kematian yang terjadi di air. Sebagian besar kasus tenggelam terjadi di air, 90 % di air

tawar (sungai, danau, dan kolam renang) dan 10% di air laut. Kasus tenggelam akibat cairan

yang bukan di air sering terjadi dalam kecelakaan industri. WHO mencatat 0,7% penyebab

kematian di dunia atau lebih dari 500 ribu kematian setiap tahunnya diakibatkan oleh

tenggelam, sedangkan CDC melaporkan 5,700 orang dirawat karena near-drowning antara

tahun 2005-2009 di USA, 50% memerlukan perawatan khusus dan menjadi penyebab

kematian kedua pada anak usia 1-4 tahun. 1,4

Korban terbanyak biasanya anak-anak, namun tenggelam dapat terjadi pada semua

umur. Di dunia merupakan penyebab kematian utama pada anak usia 5-14 tahun. Jumlah

near drowning diperkirakan 20 sampai 500 kali jumlah tenggelam (drowning). Negara

kepulauan seperti Jepang dan Indonesia memiliki risiko lebih tinggi kasus tenggelam. Near

drowning seringkali menyebabkan pneumonia aspirasi dengan komplikasi sepsis dan abses

otak.2

BAB II
1
PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah

peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban

masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi,

tenggelam (drowning)merupakan suatu keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam (near

drowning) mungkin dapat berakibat fatal.9,12 Sedangkan WHO mendefinisikan sebagai proses

gangguan pernapasan akibat tenggelam/hampir tenggelam dalam cairan. Luaran tenggelam

diklasifikasikan sebagai meninggal, morbiditas dan tidak ada morbiditas.9

2. ETIOLOGI

Kelompok Umur Lokasi Keterangan


Infant Bathub Pengawasan orang tua
Toddler Kolam Renang Pengawasan orang tua
Bathub Tidak mampu berenang
Selokan Laki-laki > Perempuan
Anak Pra Sekolah Kolam renang Laki-laki > Perempuan
Bathub Ras kulit hitam > kulit putih
Remaja Tergantung Berhubungan dengan obat-
kedalaman air obatan
Kecelakaan

Loksi tenggelam juga berbeda sesuai umur, diperkirakan 40% balita tenggelam di

bathub sedangkan pada anak pra-sekolah umur 0-4 tahun 50-90% kasus tenggelam terjadi

di kolam renang.6 Near drowning terjadi ketika korban tidak dapat bernafas dalam air

dalam periode waktu tertentu. Selama tenggelam, intake oksigen akan mengalami

penurunan dan sistem utama tubuh dapat berhenti akibat kekurangan oksigen. Dalam

beberapa kasus terutama yang terjadi pada anak, hal ini dapat terjadi dalam hitungan detik

2
sedangkan pada dewasa terjadi lebih lama. Sangat penting untuk diingat bahwa selalu ada

kemungkinan untuk menyelamatkan seseorang yang tenggelam walaupun dalam waktu

cukup lama.2

Tenggelam bisa disebabkan oleh :1

a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan

b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan

c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

d. Perahu atau kapal tenggelam

e. Terperangkap atau terjerat di dalam air

f. Bunuh diri

3. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinik korban tenggelam sangat bervariasi berhubungan dengan lamanya

tenggelam. Conn dan Barker mengembangkan suatu klasifikasi yang dianggap bermanfaat

untuk pedoman penilaian dan pengobatan pasien tenggelam. Klasifikasi ini berdasarkan

status neurologis dan sangat berguna bila digunakan dalam 10 menit pertama.6

KATEGORI A KATEGORI B KATEGORI C


(Awake) (Blunted) (Comatase)
 Sadar (GCS 15)  Stupor  Koma
sianosis, apneu tetapi  Respons terhadap  Respons terhadap
setelah dilakukan rangsangan – nyeri –
pertolongan dapat  Distress pernapasan,  Apnoe
kembali bernapas sianosis  Hipotermi
spontan  Perubahan radiologis  Laboratorium :
 Hipotermi ringan pada dada asidosis metabolik,
 Perubahan radiologis  Laboratorium AGD : hiperkarbia,
ringan pada dada asidosis metabolik, hipoksemia, gangguan
 Laboratorium AGD : hipoksemia, fungsi ginjal akut,
asidosis metabolik, hiperkarbia gangguan elektrolit
hipoksemi
Tabel 1. Gambaran klinik menurut Conn dan Barker

4. FAKTOR RESIKO

3
Beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tenggelam, yaitu:6

a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24

tahun

b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke bawah

c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air

d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam

e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,kekerasan

atau permainan di luar batas

5. KLASIFIKASI

Beberapa klasifikasi tenggelam adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban

a. Typical Drawning, keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban

saat korban tenggelam.

b. Atypical Drawning

i. Dry Drowning, keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang

masuk ke dalam saluran pernapasan.

ii. Immersion Syndrom, terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke

dalam air dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang

menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler

dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.

iii. Submersion of the Unconscious, sering terjadi pada korban yang menderita

epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau

peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air.

iv. Delayed Dead, keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24

jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

4
b. Berdasarkan Kondisi Kejadian

1) Tenggelam (Drowning)

Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak

sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya

bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi

tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.

2) Hampir Tenggelam (Near Drowning)

Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.

c. Berdasarkan jenis air

1) Air tawar, seperti air sungai, danau, kolam renang

2) Air laut

6. PATOFISIOLOGI

Korban yang tenggelam dengan spontan akan berusaha menyelamatkan diri secara

panik disertai berhentinya pernapasan (breath holding). 10-12% korban tenggelam dapat

langsung meninggal, dikenal sebagai dry drowing karena tidak dijumpai aspirasi air di dalam

paru. Mereka meninggal akibat asfiksia waktu tenggelam yang disebabkan spasme laring.

Spasme laring tersebut akan diikuti asfiksia dan penurunan kesadaran serta secara pasif air

masuk ke jalan napas dan paru. Akibatnya, terjadilah henti jantung dan kematian yang

disertai aspirasi cairan dan dikenal sebagai wet drowning. Kasus seperti ini lebih banyak

terjadi, yakni 80 sampai 90%. Perubahan patofisiologi yang diakibatkan oleh tenggelam,

tergantung pada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi.

Setiap jaringan pada tubuh mempunyai respons yang berbeda-beda terhadap hipoksemia dan

kepekaan jaringan otak merupakan organ yang dominan mengalami disfungsi sistem organ

pada tubuh terhadap hipoksia.3

5
Terhadap air laut atau air tawar akan mengurangi perkembangan paru, karena air laut

bersifat hipertonik sehingga cairan akan bergeser dari plasma ke alveoli. Tetapi, alveoli yang

dipenuhi cairan masih bisa menjalankan fungsi perfusinya sehingga menyebabkan shunt intra

pulmonary yang luas. Sedangkan air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan cepat diserap

ke dalam sirkulasi dan segera didistribusikan. Air tawar juga bisa mengubah tekanan

permukaan surfaktan paru sehingga ventilasi alveoli menjadi buruk sementara perfusi tetap

berjalan. Ini menyebabkan shunt intrapulmonary dan meningkatkan hipoksia. Di samping itu,

aspirasi air tawar atau air laut juga menyebabkan oedem paru yang berpengaruh terhadap

atelektasis, bronchospasme, dan infeksi paru.3

Perubahan kardiovaskuler yang terjadi pada korban hampir tenggelam terutama akibat

dari perubahan tekanan parsial (PaO2) dan keseimbangan asam basa. Sedangkan faktor lain

yang juga berpengaruh adalah perubahan volume darah dan konsentrasi elektrolit serum.

Korban hampir tenggelam kadang-kadang telah mengalami bradikardi dan vasokonstriksi

perifer yang intensif sebelumnya. Oleh sebab itu, sulit memastikan pada waktu kejadian

apakah aktivitas mekanik jantung terjadi. Bradikardi bisa timbul akibat refleks diving

fisiologis pada air dingin, sedangkan vasokonstriksi perifer bisa juga terjadi akibat hipotermi

atau peninggian kadar katekolamin. Aspirasi air yang masuk ke paru dapat menyebabkan

vagotonia, vasokonstriksi paru dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus

dengan menghambat kerja surfaktan.2

Hipoksia dan iskemia selama tenggelam akan terus berlanjut sampai ventilasi,

oksigenasi, dan perfusi diperbaiki. Sedangkan iskemia yang berlangsung lama bisa

menimbulkan trauma sekunder meskipun telah dilakukan resusitasi jantung paru yang

adekuat. Edem cerebri yang difus sering terjadi akibat trauma sitotoksik yang disebabkan

oleh anoksia dan iskemia susunan syaraf pusat yang menyeluruh. Kesadaran yang hilang

bervariasi waktunya, biasanya setelah 2 sampai 3 menit terjadi apnoe dan hipoksia.

6
Kerusakan otak yang irreversible mulai terjadi setelah 4 sampai 10 menit anoksia. Ini

memberikan gambaran bahwa hipoksia mulai terjadi dalam beberapa detik setelah orang

tenggelam, diikuti oleh berhentinya perfusi dalam 2 sampai 6 menit. Otak dalam suhu normal

tidak akan kembali berfungsi setelah 8 sampai 10 menit anoksia walaupun telah dilakukan

tindakan resusitasi. Anoksia dan iskemia serebri yang berat akan mengurangi aktivitas

metabolik akibat peninggian tekanan intrakranial serta perfusi serebri yang memburuk. Ini

dipercayai menjadi trauma susunan saraf pusat sekunder.2

Hampir sebagian besar korban tenggelam memiliki konsentrasi elektrolit serum

normal atau mendekati normal ketika masuk rumah sakit. Hiperkalemia bisa terjadi karena

kerusakan jaringan akibat hipoksemia yang menyeluruh. Pasien hampir tenggelam setelah

dilakukan resusitasi biasanya fungsi ginjal seperti albuminuria, Hb uria, oliguria, dan anuria

kemudian bisa menjadi nekrosis tubular akut.2

AIR TAWAR AIR LAUT

Osmolaritas < darah Osmolaritas > darah

Hipotonik Hipertonik

Hipervolemik Hipovolemik

Hemodilusi Hemokonsentrasi

Tabel 2. Perbedaan antara sifat air tawar dan air laut2

Tenggelam dalam air tawar


inhalasi air tawar

alveolus paru-paru

absorbsi dalam jumlah besar

7
hipervolemi      ←     hemodilusi hebat (±72%)     →     hemolisis
↓                                                                                     ↓
tekanan sistole menurun                                                  perubahan biokimiawi
↓                                                                                     ↓
fibrilasi ventrikel                                           K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun
↓                                                                                     ↓
anoksia cerebri           →     MENINGGAL ←        anoksia myocardium

Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi hemodilusi

yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolysis, oleh karena terjadi

perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium dalam plasma meningkat dan Natrium

berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium. Hemodilusi menyebabkan

cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi menjadi berlebihan, terjadi penurunan tekanan

systole, dan dalam waktu beberapa menit terjadi fibrilasi ventrike. Jantung untuk beberapa

saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri yang hebat, hal ini yang

menerangkan  mengapa kematian terjadi cepat.3          

                                                      

Tenggelam dalam Air Asin


inhalasi air asin

alveolus paru-paru

8

hemokonsentrasi

hipovolemi ← cairan sirkulasi berdifusi keluar → hematokrit meningkat
↓                                                                                     ↓
viskositas darah meningkat                                  K+ menurun, Na+ dan Cl- meningkat
↓                                                                                     ↓
payah jantung                                             K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun

MENINGGAL

Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai sekitar 42

persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru sehingga terjadi edema pulmonum yang

hebat dalam waktu relatif singkat. Pertukaran elekrolit dari air asin ke dalam darah

mengakibatkan meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar Natrium plasma. Fibrilasi

ventrikel tidak terjadi, namun terjadi anoksia pada myocardium dan disertai peningkatan

viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah jantung. Tidak terjadi hemolisis,

melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan menetap dalam beberapa menit.

7. TATALAKSANA

Pada prinsipnya, tata laksana kasus hampir tenggelam adalah mengatasi gangguan

oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi, keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan

sistim saraf pusat yang lanjut. Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi

jantung paru. Oksigen harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke

rumah sakit. Setiap menit yang dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat

menurunkan secara dramatis kesempatan luaran yang baik. Semua korban hampir

tenggelam harus dirawat di rumah sakit, bagaimanapun kondisi pasien.9 Pasien yang

9
tidak bergejala harus diobservasi, minimal selama 24 jam di rumah sakit. Kematian yang

lambat dapat terjadi akibat atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia

setelah pasien meninggalkan ruang gawat darurat.9,12

Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal thrusts tidak

dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya benda asing,

manuver chest compression atau back blows lebih dianjurkan.9 Bila pasien dapat

bernapas spontan, berikan oksigen 100% yang dilembabkan, dengan menggunakan

masker. Jika korban tidak bernapas, ventilasi darurat segera dilakukan, setelah

membersihkan jalan napas. Pemberian oksigen selanjutnya disesuaikan dengan hasil

pemeriksaan analisis gas darah arteri. 9,12 Spina servikal dijaga bila terdapat kemungkinan

cedera tulang leher. Leher diposisikan dalam posisi netral.9

Pemantauan tanda vital, penilaian kardiopulmonal dan neurologis berulang, x-ray

dada, dan penilaian oksigenisasi melalui AGD atau oksimetri perifer harus dilakukan

pada semua korban tenggelam. Pemeriksaan lainnya bergantung kondisi klinis dan

tempat kejadian. Pada korban yang asimptomatik atau gejala minimal, hampir

setengahnya perburukan atau hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam. 9

Pemantauan suhu inti tubuh merupakan hal penting, pengukuran terbaik dilakukan pada

membrane timpani karena berkorelasi kuat dengan suhu otak. Alat untuk menghangatkan

penderita dapat digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.9

Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi

meski awalnya penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal.

Sebaliknya, kebanyakan anak dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi

asimptomatik dalam 18 jam setelah tenggelam.9

10
X-ray dada biasanya didapatkan gambaran edema antar sel atau edema alveolar.

Sebagian besar menunjukkan adanya infiltrate nodular yang berkonfluensi pada 1/3

medial lapangan paru.9,12

Menurut Model dan kawan-kawan, 70% kasus mengalami asidosis metabolik. Bila

pasien menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan pemberian natrium

bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika pemeriksaan analisis gas

darah dapat dilakukan, natrium bikarbonat diberikan sesuai dengan rumus:12

Na bikarbonat (mEq) = berat badan (kg) x deficit basa (mEq) x 0,3

Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada korban

hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan sangat besar. Oleh

karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai pipa nasogastrik.12

Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2, PaCO2, dan pH darah.

PaCO2 lebih dari 60 mmHg merupakan indikasi untuk melakukan bantuan pernapasan.

Bila terjadi kegagalan oksigenisasi meskipun telah diberikan oksigen, perlu dilakukan

intubasi endotrakeal.3 Inisial positive end-expiratory pressure (PEEP) dimulai sekitar 5

cm H2O, dapat di naikkan bertahap hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih belum

adekuat (target SaO2>90%).12

Anak-anak korban tenggelam menunjukkan irama jantung asistol 55%, ventrikel

takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) 29% dan bradikardi 16%. Defibrilasi elektrik

atau kardioversi diperlukan pada korban dengan VF atau VT tanpa nadi. Obat-obatan

kardioaktif mungkin diperlukan untuk memperbaiki ritme jantung. Oksigenisasai dan

ventilasi yang adekuat merupakan syarat memperbaiki fungsi miokard. Resusitasi cairan

dan inotropik seringkali dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan perfusi

perifer, namun pada keadaan disfungsi miokard pemberian cairan yang agresif mungkin

dapat memperburuk edema paru. Infuse epinefrin (dosis 0,05-1µg/kg/menit) biasanya

11
merupakan pilihan utama pada penderita dengan disfungsi jantung atau hipotensi setelah

kejadian hipoksik-iskemik, dobutamin (dosis 2-20µg/kg/menit) dapat memperbaiki

cardiac output pada penderita normotensi.1

Pengobatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemberian bronkodilator dan

antibiotik. Jika pada pemeriksaan fisis didapatkan bronkospasme, pemberian

bronkodilator seperti aminofilin intravena atau nebulisasi agonis-β2 akan memberikan

hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada saat awal tidak dianjurkan, meskipun

seringkali air yang diaspirasi mengalami kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan

kultur darah, kultur sputum, jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik

dilakukan berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak

dianjurkan karena tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang

menunjukkan bahwa penggunaannya bermanfaat.1,3

8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi adalah akibat dari keadaan hipoksia, aspirasi air ke dalam

paru dan infeksi yang terjadi setelahnya. 6

a) Ensefalopati Hipoksik : suatu keadaan di mana bagian otak tertentu yang mengalami

hipoksia saat tenggelam tidak dapat kembali ke fungsi normal atau telah terjadi

kerusakan yang permanen

b) Pneumonia aspirasi : merupakan kompliasi yang paling sering terjadi akibat masuknya

air ke dalam paru atau terhirupnya air saat pasien berusaha untuk meyelamatkan diri.

Bakteri maupun mikrorganisme lain yang ada di air akan berkembang biak di dalam paru

dan menyebabkan terjadinya infeksi

c) Gagal Ginjal : Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya

tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria

12
dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat

terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.

9. PROGNOSIS

Penentuan prognosis yang terbaik pada korban hampir tenggelam adalah dengan

melakukan evaluasi awal status hemodinamiknya. Sembilan puluh dua persen korban

hampir tenggelam akan pulih seperti semula. Penelitian terhadap 93 korban hampir

tenggelam dengan usia rata-rata 31 bulan menyatakan, bahwa pasien yang tidak

mengalami koma saat datang ke ICU atau datang ke IGD dengan nadi teraba dan tekanan

darah terukur, tidak mengalami kerusakan neurologis permanen. Akan tetapi mereka

yang datang dengan pemeriksaan awal nadi tidak teraba atau dalam keadaan koma,

biasanya meninggal atau mengalami kerusakan otak yang parah. 9,10Luaran yang buruk

dihubungkan dengan adanya asistol, tenggelam > 15 menit, tidak mendapat resusitasi di

tempat kejadian, lama resusitasi > 30 menit, mendapat epinefrin, asidosis metabolik, dan

suhu inti tubuh rendah.11Nilai pH < 7,1; Glagow Coma Scale (GCS) < 5; pupil yang

terfiksasi dan berdilatasi saat masuk rumah sakit menandakan prognosis buruk, tetapi

bukan berarti indikasi kontra untuk melakukan resusitasi. Akan tetapi, bila asidosis dan

koma tetap berlangsung 4 jam setelah resusitasi, kemungkinan untuk mempertahankan

sistem neurologis seperti semula akan sulit. Anderson dkk, mendapatkan faktor prediktor

luaran neurologis adalah pH ≤7,1, rasio PaO2/PAO2 ≤ 0,35 dan anion gap ≥ 15 mEq,

masing-masing nilai skor 1, bila skor ≥ 2, maka luarannya buruk yaitu gejala sisa

permanen atau kematian.7 Bila setelah 24-48 jam terapi resusitasi yang adekuat tidak

terdapat perbaikan klinis, kemungkinan besar kematian otak atau kerusakan berat pada

otak telah terjadi.8

Korban hampir tenggelam memiliki prognosis yang buruk jika :


a) Terendam di dalam air > 10 menit
b) Mendapat pertolongan pertama (basic life support) > 10 menit

13
c) Suhu tubuh < 33˚C
d) Nilai GCS < 5
e) Adanya apnea persisten
f) Ph darah <7,1
g) Suhu air saat tenggelam lebih dari 10˚C

Orlowski menentukan skoring prognosis dengan menggunakan 5 kriteria :

1. Umur < 3tahun


2. Tenggelam > 5 menit
3. Tidak diresusitasi > 10 menit
4. Adanya koma
5. pH arteri <7,1
Masing-masing skor nilainya 1. Bila jumlah skor 0-1 maka kesempatan untuk

sembuh sebesar 90%, sedangkan bila skor > 3 maka kesempatan untuk sembuh sebesar

5%.6

BAB III

14
KESIMPULAN

Korban dikatakan hampir tenggelam apabila korban dapat bertahan hidup dalam 24

jam pertama. Apabila tidak dilakukan penanganan segera maka sebagian besar pasien

mengalami kerusakan organ yang multipel dimana otak merupakan organ yang sangat peka

dalam hal ini.

Patofisiologi korban hampir tenggelam sangat tergantung kepada jumlah dan sifat

cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia terjadi. Oleh sebab itu, tindakan di luar rumah

sakit atau di tempat kejadian tenggelam menentukan hasil tindakan di rumah sakit dan

prognosa selanjutnya.

Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah respirasi,

kardiovaskuler, dan neurologi yang penanganannya memerlukan penyokong kehidupan

jantung dasar dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi,

dan mencegah insufisiensi.

Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebih

dahulu kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi yang

konstan dengan korban.

DAFTAR PUSTAKA

15
1. Onyekwelu E. (2008). Drowning and Near Drowning. Internet Journal of Health 8(2).
2. Hassan R. tenggelam dan hampir tenggelam. Dalam: Rusepno H, Arjatmo T, Ed.
Pengobatan Intensiva pada anak. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, 2010; 72-81.

3. John M. Field, Part 1 : executive summary: 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation
2010;122;S640-S656.

4. Latief S.A. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta. 2007

5. Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-177.

6. Ganda J.I. Tenggelam dan Hampir Tenggelam (Drowning and Near-Downing). Pediatri
Gawat Darurat. IDAI. Jakarta. 2015

7. Anderson K, Roy T, Danzl D. Submersion incidents: a review of 39 cases and


development of the submersion outcome score Journal of Wilderness Medicine 1991:
2:27-36.

8. Monttes J, Conn A. Near-drowning: an unusual case. Canad Anaesth Soc J


1980:27(2):172-174.

9. Stevenson M, Rimajova M, Edgecombe D, Vickery K. Childhood drowning: barriers


surrounding private swimming pools. Pediatrics 2003:111;e 115-9.

10. Habib DM, Tecklenburg F, Sally A, Anas N, Perkin R. Prediction of childhood drowning
and near-drowning morbidity and mortality. . Pediatr Emerg Care 1996;12(4):55-8.

11. . Leroy p, Smismans A, Seute T. Invasive pulmonary and central nervous system
aspergillosis after near-drowning of a child: Case report and review of the literature.
Pediatrics 2006. 118;e509.

12. Kallas H. Drowning and near drowning. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007.
h. 321-30.

16

Anda mungkin juga menyukai