Anda di halaman 1dari 305

PERKEMBANGAN KARYA PENDIDIKAN KONGREGASI

SUSTER-SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA


YANG BERBELASKASIH (SCMM) DI SIBOLGA
TAHUN 1930-2005

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah.

Oleh

MERDILINCE SITORUS
NIM: 061314028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
PERKEMBANGAN KARYA PENDIDIKAN KONGREGASI
SUSTER-SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA
YANG BERBELASKASIH (SCMM) DI SIBOLGA
TAHUN 1930-2005

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah.

Oleh

MERDILINCE SITORUS
NIM: 061314028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

i
ii
iii
PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati kupersembahkan

Skripsi ini kepada

1. Tuhanku yang senantiasa selalu menjaga, melindungi dan memberikanku

kekuatan serta kemampuan dalam menjalani hidup sehari-hari.

2. Kongregasi Suster-Suster Cinta kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih

(SCMM) di Indonesia.

3. Kedua orang tuaku dan saudara-saudariku.

4. Para pendidik dan para sahabatku.

Terima kasih kuucapkan atas segala kebaikan, perhatian dan kebahagiaan

yang telah kalian berikan kepadaku hingga saat ini. Semoga akan selalu

menjadi kenangan yang terindah. Thank’s for all

iv
MOTTO

” Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”

( Lukas 10 : 27)

Bagaimanapun keadaanmu, jadikan sebagai sumber pengalaman bagi dirimu sendiri....”

(Friedrich Nietzsche)

”Apapun yang telah dipilih, jangan pernah menyesalinya tapi lakukan dengan
kemampuan maksimal yang kita miliki ...”
(Harry S. Truman)

Tanpa kepandaian, seseorang dapat hidup sampai seratus tahun tetapi tetap seperti
seorang anak kecil. Dengan kepandaian, seorang anak kecil dapat melakukan sesuatu
lebih baik dari orang dewasa yang hidup seratus tahun...”.

(Daoyuan)

Dia yang menghormati orang lain tidak akan dipermalukan; dia yang toleran akan
mendapat dukungan; dia yang bertindak dengan jujur akan dipercaya oleh orang lain; dia
yang rajin akan berhasil dalam usahanya; dia yang murah hati akan membuat orang lain
bekerja keras untuknya...”

(Konfusius)

v
vi
vii
ABSTRAK

PERKEMBANGAN KARYA PENDIDIKAN KONGREGASI SUSTER-


SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA
YANG BERBELASKASIH (SCMM) DI SIBOLGA TAHUN 1930-2005

Merdilince Sitorus
Universitas Sanata Dharma
2010

Penelitian yang berjudul:”Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi


Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang Berbelaskasih (SCMM) Di
Sibolga Tahun 1930-2005”, memiliki tujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis tiga permasalahan pokok, yaitu: 1) Latar belakang didirikannya
Kongregasi SCMM di Sibolga. 2) Perkembangan karya pendidikan Kongregasi
SCMM di Sibolga tahun 1930-2005. 3) Sumbangan karya pendidikan Kongregasi
SCMM bagi masyarakat Sibolga.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi : heuristik,
verifikasi, interpretasi dan historiografi. Penelitian ini menggunakan pendekatan
historis dan sosiologi. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah desktiptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Tujuan Kongregasi SCMM
didirikan di Sibolga didorong oleh adanya kebutuhan masyarakat akan tenaga
pendidik misionaris di Sibolga terutama bagi masyarakat miskin. Kongregasi
SCMM didirikan pada tanggal 23 November 1832 di t’ Heike Tilburg, Belanda
oleh Mgr. Joannes Zwijsen. Kongregasi SCMM masuk ke Indonesia yaitu di
daerah Padang pada tahun 1885, dari Padang masuk ke Sibolga pada tahun 1930.
Tujuan Kongregasi SCMM didirikan untuk mengikuti Yesus Kristus melalui
pelayanan kepada kaum miskin, tertindas, menderita, dengan semangat
kesederhanaan dan cinta kasih serta cinta tanpa pamrih. (2) Hasil kuantitatif dan
kualitatif menunjukkan bahwa perkembangan karya pendidikan Kongregas
SCMM di Sibolga pada tahun 1930-2005 umumnya berjalan dengan baik dan
berkualitas. Hal ini dapat diamati dari bertambahnya jumlah siswa, jumlah tenaga
pendidikan dan karyawan setiap tahun. Sarana prasarana serta jumlah gedung
yang pada awalnya berdiri sekolah TKK dan SD berkembang dengan mendirikan
SMP, SMA dan PT. Kualitas karya pendidikan tersebut dapat dilihat dari para
alumni terserap dilapangan pekerjaan baik pemerintah maupun swasta dan
menjadi teladan di tengah masyarakat. Walaupun terdapat beberapa kendala
seperti kekurangan dana, budaya Batak Toba yang lebih mengutamakan
pendidikan laki-laki dari pada perempuan, perkembangan karya pendidikan
tersebut cukup berhasil dan berkualitas. (3) Perkembangan karya pendidikan
Kongregasi SCMM memberi sumbangan bagi masyarakat Sibolga baik dari segi
sosial yaitu masyarakat memiliki ilmu pengetahuan dan mampu melaksanakan
nilai-nilai budaya. Dari segi ekonomi kebutuhan ekonomi para rekan kerja
Kongregasi SCMM dapat terpenuhi dan masyarakat memiliki keahlian yang dapat
digunakan dalam lapangan pekerjaan.

viii
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF EDUCATION SERVICES OF CHARITY OF
OUR LADY MOTHER OF MERCY CONGREGATION IN SIBOLGA
FROM 1930 TO 2005

Merdilince Sitorus
Sanata Dharma University
2010

The Development of Education Services of Charity of Our Lady Mother of


Mercy Congregation in Sibolga from 1930 to 2005 is a research which aims to
describe and analyze three main problems. They are the background of the
establishment of SCMM Congregation in Sibolga, the development of Education
services of SCMM Congregation in Sibolga from 1930 to 2005, and the
contribution of SCMM Congregation education services for Sibolga’s people.
This research uses a history method which consists of: heuristic,
verification, interpretation, and historiography. The approaches of this research
are historic and sociologic approaches. While the methods of this writing are
descriptive and analytic.
This research’s outcome shows that (1) the establishment of SCMM
Congregation in Sibolga was motivated by the need of missionary for the poor.
SCMM Congregation itself was founded on 23rd November 1832 in t’Heike
Tilburg, Netherland by Mgr. Joanes Zwijsen. SCMM Congregation entered
Indonesia for the first time through Padang by 1885, and later entered Sibolga by
1930. The establishment of SCMM Congregation was meant to follow Jesus’
footsteps for the poor, who were oppressed and suffered, based on the spirit of
modesty and unconditional love. (2) Quantitative and qualitative outcomes show
that the development of education services of SCMM Congregation in Sibolga
from 1930 to 2005 were run well and qualified. The good development can be
seen from the increasing number of the students, teachers and employees, good
facilities and infrastructures for Play Groups, Primary and Junior High Schools,
Senior High Schools and College. While the good quality can be observed from
its alumnus who are absorbed in various kind of job field, both for state and
private institutions. (3) The development of education services of SCMM
Congregation has given contribution to the people of Sibolga. In social aspect
people have knowledge and they are able to apply the cultural values. While in
economic aspect the economic need of SCMM’s colleagues can be fulfilled and
people can apply their skills in their jobs.

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNYA,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Perkembangan

Karya Pendidikan Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang

Berbelaskasih (SCMM) di Sibolga Tahun 1930-2005 ”. Penulis menyadari bahwa

dalam mencari dan mengolah serta penyusunan skripsi ini banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang telah memberikan

ijin penulisan skripsi ini.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R.,S.Th., M.Pd. selaku dosen pembimbing I

yang dengan sabar, setia, penuh perhatian, telah memberikan koreksi,

bimbingan serta masukan-masukan kepada penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang bersedia

memberikan bimbingan, saran dan koreksi terhadap penulisan skripsi ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Sanata Dharma khususnya dosen Pendidikan Sejarah dan dosen

Prodi Ilmu Sejarah yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan

membimbing penulis selama kuliah.

x
7. Skretariat Prodi Pendidikan Sejarah yang telah membantu penulis dalam

administrasi prodi.

8. Staff Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak

memberikan pelayanan kepada penulis dalam mendapatkan sumber sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Suster Provinsial Kongregasi SCMM beserta dewannya yang telah

memberikan kesempatan, dukungan dan motivasi kepada penulis untuk

mengembangkan pengetahuan, kepribadian dan rohani selama studi di

Yogyakarta. Dan memberi izin kepada penulis dalam melakukan penelitian di

Sibolga.

10. Para suster komunitas Santa Sesilia yang telah memberikan dukungan, doa,

pengertian dan motivasi dalam menyelesaikan perutusan studi ini.

11. Suster Ketua yayasan beserta staffnya yang telah melayani dengan cinta dan

memberi izin mengadakan penelitian di yayasan dan sekolah-sekolah yang

berada di bawah naungan yayasan Santa Maria Berbelaskasih di Sibolga

dalam mendapatkan sumber sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Guru-guru dan staff sekolah-sekolah Yayasan Santa Maria Berbelaskasih di

Sibolga yang telah banyak memberi pelayanan dan memberi izin meneliti

kepada penulis dalam mendapatkan sumber sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua rekan-rekan seangkatan 2006 di Pendidikan Sejarah yang selalu

memberikan dukungan, semangat, dan masukan kepada penulis selama studi

di Yogyakarta secara khusus dalam menyelesaikan skripsi ini.

xi
xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... viii

ABSTRACT ..................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR..................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan masalah ........................................................................ 10

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 11

E. Kajian Pustaka................................................................................ 12

F. Landasan Teori ............................................................................... 19

G. Metode dan Pendekatan Penelitian ................................................. 36

H. Sistematika Penulisan .................................................................... 48

xiii
BAB II SEJARAH AWAL BERDIRINYA KONGREGASI SUSTER-

SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA

BERBELASKASIH DI SIBOLGA

A. Selintas Sibolga............................................................................... 51

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Sibolga ........................... 51

2. Demografi Sibolga .................................................................. 55

a. Masyarakat Batak Toba..................................................... 59

b. Masyarakat Cina ............................................................... 63

c. Masyarakat Nias................................................................ 64

d. Masyarakat Minang........................................................... 65

3. Mata Pencaharian Masyarakat Sibolga ................................... 72

4. Pendidikan Masyarakat Sibolga.............................................. 75

5. Ragam Agama Masyarakat Sibolga ........................................ 88

B. Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda

Berbelaskasih Di Sibolga ............................................................... 90

1. Sejarah Awal Berdirinya kongregasi SCMM ........................... 90

a. Asal Usul Kongregasi SCMM .............................................. 90

b. Peranan Mgr Joannes Zwijsen dalam Mendirikan

Kongregasi SCMM ............................................................... 97

1) Riwayat Singkat Hidup Mgr Joannes Zwijsen................ 97

2) Langkah Awal Mgr Joannes Zwijsen dalam

Mendirikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih

dari Maria Bunda Berbelaskasih ..................................... 99

xiv
3) Spritualitas Mgr Joannes Zwijsen ................................... 102

4) Visi dan Misi Mgr Joannes Zwijsen ............................... 103

5) Mgr Joannes Zwijsen dan Mottonya Mansuete et

Fortiter............................................................................. 104

6) Konstitusi dan Statuta ..................................................... 107

c. Karisma dan Spritualitas Kongregasi SCMM....................... 109

1) Karisma Kongregasi SCMM......................................... 109

2) Spritualitas Kongregasi SCMM .................................... 111

d. Visi dan Misi Kongregasi SCMM ........................................ 113

1) Visi Kongregasi SCMM ................................................. 113

2) Misi Kongregasi SCMM ................................................. 116

2. Awal Kongregasi SCMM Di Indonesia .................................... 118

3. Tantangan yang Dihadapi Para Suster SCMM Pertama

Masuk ke Padang, Sumatera Barat............................................ 121

a. Bahasa dan Budaya ............................................................. 121

b. Iklim ................................................................................... 122

c. Para Elite Belanda yang Tidak Menganut Agama ............ 123

4. Awal Kongregasi SCMM di Sibolga ..................................... 124

5. Karya-Karya Kongregasi SCMM di Sibolga .......................... 126

1) Bidang Pendidikan ........................................................... 126

2) Bidang Kesehatan .............................................................. 131

3) Bidang Karya Sosial (Asrama Putri, Pastoral).................... 132

C. Analisis .......................................................................................... 133

xv
BAB III PERKEMBANGAN KARYA PENDIDIKAN SUSTER-

SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA

BERBELASKASIH DI SIBOLGA TAHUN 1930-2005

A. Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi SCMM di

Sibolga Pada Tahun 1930-1942 .................................................. 137

B. Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi SCMM Di

Sibolga Tahun 1942-1945 ......................................................... 144

C. Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga

Tahun 1946-2005 ....................................................................... 147

1. Taman Kanak-Kanak Maria Mutiara dan Santa Melania ..... 148

a. Taman Kanak-Kanak Maria Mutiara .............................. 148

b. Taman Kanak-Kanak Santa Melania .............................. 150

2. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No 1, 2,3, 4 dan

Santa Melania........................................................................ 154

a. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No1...................... 155

b. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No2...................... 156

c. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No3...................... 158

d. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No4...................... 158

e. Sekolah Dasar Swasta Santa Melania ............................. 159

3. Sekolah Menengah Pertama Fatima 1 dan Fatima 2............. 166

a. Sekolah Menengah Pertama Fatima 1............................. 166

b. Sekolah Menengah Pertama Fatima 2............................. 168

4. Sekolah Menengah Atas Santa Maria ................................... 172

xvi
D. Faktor-Faktor yang Mendorong Perkembangan Karya

Pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga ................................. 181

1. Faktor Internal ....................................................................... 181

2. Faktor Eksternal .................................................................... 182

3. Faktor Ekonomi Masyarakat Sibolga .................................... 183

E. Penerapan Visi dan Misi Kongregasi SCMM dalam Karya

Pendidikan .................................................................................. 185

F. Persoalan dan Tantangan dalam Mengembangkan Karya

Pendidikan................................................................................... 189

1. Penduduk Asli ..................................................................... 190

2. Perkembangan Zaman......................................................... 191

a. Kemajuan Teknologi..................................................... 192

b. Biaya Hidup yang Mahal .............................................. 194

c. Kebijakan Pemerintah Tentang Pendidikan di

Indonesia ....................................................................... 197

G. Kebijakan-Kebijakan dalam Usaha Melaksanakan Visi dan

Misi dan Tantangannya ............................................................... 199

1. Pastoral Keluarga ................................................................. 199

2. Peningkatan Mutu Pendidikan.............................................. 200

3. Studi Lanjut bagi Para Suster SCMM .................................. 202

4. Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik ............................... 203

5. Penggalangan Dana dan Subsidi Silang ............................... 204

H. Analisis........................................................................................ 205

xvii
BAB IV SUMBANGAN KARYA PENDIDIKAN SUSTER-SUSTER
CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA
BERBELASKASIH DI SIBOLGA TAHUN 1930-2005
A. Sumbangan Bagi Siswa di Yayasan Santa Maria

Berbelaskasih.............................................................................. 210

1. Nilai-Nilai Kemanusiaan (Humanistik) ............................. 210

2. Nilai Akademik .................................................................. 216

B. Sumbangan Bagi Guru dan Karyawan di Yayasan Santa

Maria Berbelaskasih .................................................................. 222

1. Nilai-Nilai Kemanusiaan (Humanistik) ............................... 222

2. Bidang Ekonomi .................................................................. 224

C. Sumbangan Bagi Masyarakat .................................................... 225

1. Sumbangan Pendidikan Bagi Perkembangan Agama

Katolik di Sibolga ................................................................ 225

2. Sumbangan Pendidikan Bagi kehidupan Sosial

Masyarakat Sibolga.............................................................. 226

3. Sumbangan Pendidikan Bagi Kehidupan Ekonomi

Masyarakat ........................................................................... 229

D. Analisis ....................................................................................... 230

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 234

B. Refleksi ........................................................................................... 238

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 240

LAMPIRAN .................................................................................................... 244

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Nama Responden ....................................................... 244

Lampiran 2 : Peta Negara Indonesia........................................................... 247

Lampiran 3 : Gambar Peta Sumatera Utara dan Letak Geografi Sibolga... 248

Lampiran 4 : Gambar Maria Bunda Berbelaskasih Pelindung Kongregasi

SCMM ................................................................................... 249

Lampiran 5 : Gambar Lambang Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari

Maria Bunda Berbelaskasih ................................................... 250

Lampiran 6 : Foto Mgr. Joannes Zwijsen Pendiri Kongregasi SCMM.. .... 251

Lampiran 7 : Foto Suster Marie Michael Leysen Pemimpin Pertama

Kongregasi SCMM........ ........................................................ 252

Lampiran 8 : Foto Salah Satu Ruangan Taman Kanak-Kanak Maria Mutiara

dan Gedung Taman Kanak-Kanak St. Melania..................... 253

Lampiran 9 : Foto Salah Satu Ketrampilan Murid-Murid TKK Maria Mutiara

dan Gedung TKK St. Melania................................................ 254

Lampiran 10 : Foto Gedung Sekolah Dasar RK NO. 1 dan Gedung Sekolah

Dasar RK NO. 2..... ................................................................ 255

Lampiran 11 : Foto Gedung Sekolah Dasar RK NO. 3 & 4 dan Gedung

Sekolah Dasar St. Melania..... ............................................... 256

Lampiran 12 : Foto Murid kelas 2 SD RK No.1 Sedang Mengikuti Proses

Belajar Mengajar dan Sr. Hubertine, SCMM Sedang

Mengajar di Kelas 2 SD RK No.2.......................................... 257

xix
Lampiran 13 : Foto Murid SD RK No 1,2 yang Mempergunakan Waktu

Istirahat Mereka dengan Berbagai Kegiatan dan Ibu Maria

Oei Sedang Mengajar kelas 1 SD No. 2................................. 258

Lampiran 14 : Foto Murid SD St. Melania Sedang Kebersihan di Lingkungan

Sekolahnya dan Guru-guru SD RK No. 2 Sedang Mempersiapkan

Materi yang Akan Disampaikan..... ....................................... 259

Lampiran 15 : Foto Laboratorium Komputer SD RK 1,2, 3 dan 4 dan Gedung

Sekolah Menengah Pertama Fatima 1.................................... 260

Lampiran 16 : Foto Gedung Sekolah Menengah Pertama Fatima 2 dan

Perpustakaan SMP Fatima 1 .................................................. 261

Lampiran 17 : Foto Siswa SMP Fatima 1 Sedang Mempergunakan

Perpustakaan dan Lingkungan SD St. Melania dan Siswa SMP

Fatima 2, Sibolga.... ............................................................... 262

Lampiran 18 : Foto Gedung Sekolah Menengah Atas Katolik Sibolga dan

Siswa Kelas 3 IPA 1 SMA Katolik Sedang Belajar Bahasa

Inggris di Labaratorium Bahasa.... ......................................... 263

Lampiran 19 : Foto Siswa Kelas 3 IPA 1 SMA Katolik Sedang Menggunakan

Labaratorium Komputer......................................................... 264

Lampiran 20 : Foto Siswa Kelas 3 IPA 1 SMA Katolik Sedang Menggunakan

Labaratorium Komputer......................................................... 265

Lampiran 21 : Foto Ibu R. Nabaho Pengelola Perputakaan SMA Katolik dan

Gedung Sekolah Tinggi Geguruan Dan Ilmu Pengetahuan

Sibolga................................................................................... 266

xx
Lampiran 22 : Foto Anak-Anak yang Dititip di Penitipan Anak Bayi di

Poliklinik St. Melania Sibolga ............................................... 267

Lampiran 23 : Mahasiswa PGSD STKIP dan Para Tenaga Pendidik yang

Bernaung Di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih di

Sibolga ................................................................................... 268

Lampiran 24 : Silabus ................................................................................... 269

Lampiran 25 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).......................... 271

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dan berperan penting dalam

usaha meningkatkan kualitas suatu masyarakat atau bangsa adalah pendidikan

atau ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkembangnya pendidikan atau

pengetahuan manusia memungkinkan tercipnya hal-hal yang berguna untuk

memajukan kehidupan manusia. Seiring dengan perjalanan waktu, tuntutan

terhadap perkembangan itu tidak dapat dibendung lagi. Melihat perkembangan

ini, manusia, terutama generasi muda yang menjadi penerus bangsa dituntut

untuk lebih kreatif dalam menyikapinya bahkan lebih dari itu harus dapat

membekali diri untuk lebih bermutu dan siap bersaing dengan siapa saja,

kapanpun, dan di manapun.

Menjawab tuntutan jaman tersebut salah satu cara yang dapat dilakukan

adalah melalui peningkatan pendidikan. Pendidikan yang diberikan dengan

baik bagi anak-anak baik dari rumah, lingkungan sekolah, maupun institusi

lainnya melalui kegiatan-kegiatan tertentu akan memberi bekal yang berguna

bagi generasi muda. Hal yang utama adalah membantu pendidikan sikap dan

perilaku hidup generasi muda. Dengan demikian, aspek-aspek kepribadian

generasi muda dapat ditumbuhkembangkan.

Kondisi seperti ini mendorong Gereja Katolik, sebagai salah satu

institusi keagamaan yang juga berkarya dalam dunia pendidikan, turut serta

1
2

ambil bagian dalam pengembangan mutu hidup individu dan pembangunan

masyarakat yang adil dan makmur lewat karya kerasulannya.

Mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam

Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan salah satu tanggung jawab Gereja.

Hal itu merupakan salah satu tujuan Gereja, yaitu berperan aktif dalam

pengembangan karya kerasulan dalam bidang pendidikan. Karya kerasulan

Gereja yang terbesar di Indonesia adalah karya pelayanan dalam bidang

pendidikan. Bagi Gereja motif pelayanan adalah cinta kasih dan

tanggungjawab terhadap kesejahteraan umum. Gereja memandang bahwa

pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk pribadi manusia

secara utuh, mandiri, dan terutama beriman.

Keprihatinan Gereja seperti inilah yang juga mendorong Mgr. Joannes

Zwijsen, pendiri kongregasi suster-suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda

Berbelaskasih, untuk bergiat dalam karya pendidikan. Mgr. Joannes Zwijsen

sungguh memahami tanggungjawabnya sebagai Pastor paroki pada awal

didirikannya lembaga karya amal di Parokinya. Kesadaran ini mendorongnya

untuk mulai melakukan tindakan yang nyata agar anak-anak di lingkungan

parokinya dapat mengimbangi perkembangan teknologi pada zamana yang

turut serta didesak oleh situasi kehidupan sosial masyarakat pada saat itu.

Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih

di Belanda lahir karena terdorong oleh rasa prihatin akan situasi pendidikan

yang kurang dialami oleh masyarakat terutama anak-anak miskin. Pada

umumnya anak-anak diarahkan untuk membantu orang tuanya mencari nafkah


3

dengan bekerja di pabrik sebagai buruh yang dibayar dengan gaji yang sangat

rendah. Pemerintah tidak memberi perhatian terhadap situasi anak-anak

miskin dan situasi sosial yang tidak adil tersebut. Fenomena ini tentu saja

menimbulkan banyak sikap prihatin bagi mereka yang mempunyai hati dan

perhatian. Gereja di sana tertantang untuk berani mengambil langkah dan

berpartisipasi dalam mengangkat kembali nilai-nilai kemanusiaan yang berada

di sekitarnya lewat karya pendidikan dan karya sosial lainnya.

Situasi yang terjadi di Negeri Belanda mendorong Mgr. Zwijsen untuk

mendirikan lembaga karya kasih untuk menolong anak-anak di parokinya,

lembaga tersebut diberi nama ’Kongregasi Suster Cinta Kasih dari Maria

Bunda yang Berbelaskasih’. Kongregasi ini diharapkan lebih mengutamakan

cinta kasih dan belaskasih dalam menolong orang-orang yang sangat

membutuhkan pertolongan. Kenyataan kemiskinan, buta huruf dan

pembodohan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu pada zaman ketika

beliau hidup mendorongnya untuk berjuang mengurangi penderitaan

masyarakat di Parokinya. Perhatiannya yang besar terhadap orang miskin dan

kecil serta anak-anak yang tidak bersekolah dicurahkannya semata-mata

karena sebuah sikap belaskasih dan melakukan belaskasih secara khusus

terhadap mereka yang berkekurangan dan yang menderita.1

Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Zwijsen adalah mencari orang

yang mau menangani karya yang diinginkannya. Keinginan yang tulus ini

mendapat perhatian dari tiga wanita yang bernama Michael Leijsen, Catharina,

1
DPU. Konstitusi SCMM, s’-Hertogenbosch, 1989, hlm. 11.
4

dan Theresia Smit. Mereka menjadi anggota pertama kongregasi yang

menempati rumah kecil pada tanggal 23 November 1832 di ’het Heike’

Tilburg, Belanda. Tujuan awal Mrg. Zwijsen bagi kongregasinya adalah lebih

mengutamakan anak-anak miskin agar dapat belajar membaca, menulis,

menjahit dan merajut. Untuk memenuhi tujuan ini Zwijsen mendirikan sebuah

sekolah untuk gadis anak-anak miskin. Zwijsen berkata bahwa,

”Pendidikan gadis-gadis muda merupakan karya kasih yang terindah


dan termulia”, karena ”kesejahteraan gereja dan negara untuk
sebahagian besar tergantung kepada pendidikan gadis-gadis muda ini.” 2

Pendidikan adalah fenomena fundamental atau asasi manusia. Di

manapun berada, manusia tidak lepas dari pendidikan baik dari keluarganya

maupun lingkungan sekitarnya. Pendidikan ini merupakan usaha setiap pribadi

untuk menghadapi situasi dan perubahan yang terjadi di bumi ini.3 Perhatian

Mgr. Zwijsen terhadap pendidikan anak-anak di parokinya membuka hatinya

untuk mendirikan sebuah kongregasi yang menangani karya pendidikan yang

kemudian dirintis oleh Michael Leijsen, Catharina, dan Theresia Smit.

Kongregasi yang didirikan oleh Mrg. Zwijsen dikenal dengan SCMM,

singkatan dari nama dalam bahasa Latin Sororum Caritatisa nostra Domina

Matres Misericordiae, atau dalam bahasa Inggris disebut Sister of Charity of

Our Lady, Mother of Mercy, yang dalam bahasa Indonesia disebut Suster

Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih. Untuk pembahasan selanjutnya

penulis akan menggunakan SCMM untuk sebutan suster Cinta Kasih dari

Maria Bunda Berbelaskasih. Pendiri kongregasi adalah Mgr. Joannes Zwijsen.


2
van Der Veen. dkk, Namun Tetap Berbeda Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria, Bunda yang
Berbelaskasih 1960-2000. Amersfoort : Wilco, 2000, hlm. 16.
3
Driyarkara, Tentang Pendidikan, Yogyakarta : Kanisius, 1980, hlm. 32.
5

Ia lahir pada tanggal 28 Agustus 1794 di desa Kerkdriel, Belanda. Pada

tanggal 20 Desember 1817 Joannes Zwijsen ia ditahbiskan menjadi imam. Ia

memberi perhatian yang sangat besar kepada umatnya terutama buruh harian

di pabrik tekstil yang berpenghasilan kecil.4

Sejak Mgr. Zwijsen mendirikan Kongregasi SCMM pada tanggal 23

November 1832, beliau memberi perhatian khusus terhadap jalannya aktivitas

Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih

(SCMM). Hal ini terlihat segala sesuatu yang dilaksanakan para suster

pertama harus melalui izin dari Mgr. Zwijsen, bahkan peraturan harian para

suster menjadi perhatiannya. Pada konferensi 3 Desember 1863, ia mengajak

para suster SCMM untuk membicarakan peraturan khusus yang akan

dijalankan para suster SCMM. Mgr. Zwijsen berkata,

”Saya akan berbicara kepada kalian pada musin dingin mendatang


mengenai peraturan khusus. Karena saya sendiri yang menyusun
peraturan itu, maka saya seharusnya mampu menginterpretasikan
semangatnya”.5

Peranan Mgr. Zwijsen sangat besar dalam pengembangan karya-karya

sosial yang dihidupi para suster SCMM terutama awal pendirian kongregasi

baik secara materil maupun ide-ide yang dituangkannya dalam sebuah buku

yang masih tetap dipergunakan para suster SCMM dimanapun berada.

Pendidikan yang diselenggarakan oleh Kongregasi SCMM adalah

pembelajaran bermutu. Pembelajaran bermutu itu sendiri merupakan proses

dalam menghasilkan dan menyajikan pendidikan, yang menyebabkan berbagai

4
Ibid., hlm. 7.
5
Mgr. Joannes Zwijsen, Gemeenzame Gesprekken : Pembicaraan-Pembicaraan Akrab 1863-
1864, Tilburg, 1864, hal. 3.
6

kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan terus bertumbuh dalam diri siswa

atau pembelajar. Pembelajaran yang bermutu akan menumbuhkan

kemandirian, sehingga di dalam diri pembelajar tertanam kecerdasan

intelektual dan emosional, serta keterampilan motorik yang mengarah kepada

kecerdasan spiritual. Pembelajaran yang diberikan kepada siswa diharapkan

membawa perubahan perilaku bagi siswa. Artinya, guru diharapkan menjadi

agen perubahan tersebut. Siswa memiliki potensi untuk dapat setiap saat siap

menerima perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya.

Gejala di atas menuntut manusia untuk lebih berkualitas dari

sebelumnya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan

kualitas proses pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan

sistem ini kita dapat melihat berbagai aspek yang dapat mempengaruhi

keberhasilan suatu proses.6 Setiap sistem mempunyai tujuan dan proses yang

melibatkan dan memanfaatkan berbagai komponen atau unsur-unsur tertentu.

Bila sistem bekerja sesuai dengan fungsinya maka tujuan yang telah

ditentukan akan tercapai secara optimal. Sistem tersebut diharapkan sesuai

dengan situasi dan kondisi zaman ini. Sistem yang dimaksud adalah sistem

pendidikan. Para suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih dalam

mengembangkan karya pendidikannya memiliki sistem pendidikan tersendiri

yang dipadukan dengan sistem pendidikan nasional. Demikian juga dalam

pembinaan guru-guru yang berkarya dalam lembaga pendidikan SCMM.

6
Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Prenada
Media 2006, hlm. 49.
7

Sibolga merupakan kota kecil yang memiliki pelabuhan yang sangat

berperan penting pada masa Belanda dan Jepang menduduki wilayah

Indonesia. Mgr. Brans berjuang untuk mendapatkan izin dari pemerintah agar

misi Katolik mendapat tempat di Tanah Batak. Sibolga memberikan

tanggapan yang positif. Adanya izin untuk menjalankan misi Katolik di

Sibolga kemudian berdampak terhadap kebutuhan akan imam yang akan

berkarya di daerah tersebut Selanjutnya, setelah memahami keadaan daerah

Sibolga dan masyarakatnya, imam Kapusin ini membutuhkan bantuan para

suster untuk mengembangkan misinya, terutama dalam pembelajaran dan

pembinaan iman Katolik serta pendampingan anak-anak miskin. Di Sibolga

jawaban terhadap kebutuhan imam tersebut diawali oleh kehadiran seorang

imam Kapusin pada tahun 1929. Imam Kapusin ini mulai menjalankan karya

kerasulannya.

Untuk memperkuat karya perutusannya dan Pastor Timmermans di

Sibolga maka mereka mencari kongregasi para suster. Tujuan ini tercapai

melalui Pastor Spanjers yang berkarya di Tanjung Sakti, Sumatera Selatan.7

Pastor Spanjers langsung meminta kepada DPU SCMM di Tilburg untuk

mengirim para suster Cinta Kasih berkarya di Sibolga. Permohonan ini

dikabulkan. DPU SCMM di Tilburg langsung mengirim para suster

Belaskasih yang sebelumnya berada di Padang, Sumatera Barat ke Sibolga.

Karya perutusan yang pertama dibuka adalah karya pendidikan, karena tujuan

7
Agnes Syukur, SCMM, Yustina, SCMM, 120 tahun Tarekat SCMM di Bumi Nusantara-
Indonesia, Yogyakarta, Andi Offset, 2005, hlm. 43.
8

awal para suster SCMM diminta berkarya di Sibolga adalah untuk mendidik

anak-anak yang kurang mampu dan tidak diterima di sekolah pemerintah.

Pentingnya pendidikan bagi dunia ini mendorong Kongregasi Cinta

Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih (SCMM) membuka sekolah-sekolah

yang dapat menampung anak-anak yang membutuhkan pendidikan di

manapun para suster SCMM berada secara khusus di Sibolga. Di mana pun

para suster SCMM berada, secara khusus di Sibolga, mereka yang

mengembangkan karya pendidikannya mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga

Perguruan Tinggi.

Peneliti memilih judul “Perkembangan Karya Pendidikan Suster-Suster

Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga tahun 1930-2005”

dilandasi alasan bahwa penulis memiliki hubungan yang erat atau memiliki

kedekatan emosional dan intelektual dengan karya pendidikan Kongregasi

SCMM, di mana penulis sendiri merupakan anggota kongregasi SCMM.

Penulis juga pernah berkarya di bidang pendidikan SCMM di Sibolga pada

2000 sampai 2001, dilanjutkan dengan 2003 sampai 2006. Hal ini juga

didukung oleh pemahaman penulis akan situasi masyarakat Sibolga. Dengan

demikian, dalam menganalisis buku-buku yang berkaitan dengan penulisan

skripsi ini, penulis memiliki konsep tersendiri dalam merumuskan masalah.

Rentang waktu yang dipilih penulis adalah tahun 1930-2005. Hal itu

dilandasai alasan bahwa tahun 1930 merupakan awal masuknya kongregasi

SCMM di Sibolga. Tahun 1930-1942 merupakan tahap merintis, dan sekolah

yang didirikan adalah sekolah dasar untuk anak-anak keturunan Cina,


9

keturunan Cina-Batak, dan sekolah dasar anak-anak pribumi, khususnya anak-

anak Batak yang merupakan mayoritas masyarakat Sibolga pada saat itu. Pada

tahun 1942-1945, karya pendidikan kongregasi SCMM tidak beroperasi dan

ditutup. Hal ini terjadi karena sekolah milik para suster SCMM yang

mayoritas orang Belanda diminta dan disita oleh Jepang untuk dijadikan

markas bagi tentara Jepang dan untuk keperluan lain. Selama pendudukan

Jepang, anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di sekolah milik

kongregasi SCMM tidak dapat mengikuti pembelajaran seperti biasanya.

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, para suster SCMM yang ditawan

oleh Jepang memperoleh pembebasan dari tawanan Jepang. Hal ini membawa

perubahan yang baru bagi perkembangan karya kerasulan para suster SCMM,

terutama dalam karya pendidikan. Pada tahun 1945-2005 karya pendidikan

SCMM kembali dibuka dan menjalankan aktivitasnya sebagaimana biasanya.

Pada tahun 1945-2005 karya pendidikan kongregasi SCMM mengalami

perkembangan yang positif, baik dari segi kuantitas maupun segi kualitas.

Mulai tahun 2005, karya pendidikan suster SCMM di Sibolga mengalami

suatu masalah finansial, sehingga hal itu mendorong para suster SCMM untuk

menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah. Pada tahun 2005 keadaan

ekonomi masyarakat Sibolga mengalami penurunan yang sangat

mempengaruhi karya pendidikan para suster SCMM. Dalam mengembangkan

karya pendidikan para suster SCMM memberi harapan bahwa pendidikan

yang diberikan bagi kaum muda tidak hanya sebatas pembinaan dalam

intelektual tetapi juga pembinaan nilai-nilai moral, budaya dan pembentukan

pribadi utuh bagi setiap individu di dunia ini.


10

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas

dalam penelitian tentang Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi Suster-

Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang Berbelaskasih adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana sejarah awal berdirinya Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih

dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga?

2. Bagaimana perkembangan karya pendidikan Suster-Suster Cinta Kasih

dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga tahun 1930-2005?

3. Apa sumbangan karya pendidikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih

dari Maria Bunda Berbelaskasih bagi masyarakat di Sibolga?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian berjudul

Perkembangan Karya Pendidikan Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Yang

Bunda Berbelaskasih di Sibolga tahun 1930-2005 bertujuan :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis sejarah awal berdirinya Kongregasi

Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan karya pendidikan

Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga tahun

1930-2005.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis sumbangan karya pendidikan

Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih bagi

masyarakat di Sibolga.
11

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan sejarah dengan dengan judul ”Perkembangan Karya

Pendidikan Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang

Berbelaskasih (SCMM) di Sibolga Tahun 1930-2005” adalah sebagai berikut.

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan atau

referensi yang berguna bagi pembaca yang berada di lingkungan

Universitas Sanata Dharma mengenai sejarah Gereja khususnya

perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga.

2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan sejarah pada umumnya, dan sejarah Gereja

khususnya dalam Perkembangan Karya pendidikan Kongregasi Suster-

Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berelaskasih.

3. Bagi Kongregasi SCMM

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendorong anggota Kongregasi

untuk lebih memahami peranan Mgr. Zwijsen dalam mengembangkan

Kongregasi SCMM hingga menjadi sebuah kongregasi yang berkembang

ke berbagai negara di dunia khususnya di Indonesia. Selain itu karya tulis

ini bisa menjadi instrumen refleksi bagi penulis dan para suster SCMM

mengenai pelayanan pendidikan yang telah diberikan kepada masyarakat

Sibolga, terutama kepada anak-anak yang belajar di sekolah milik para

suster SCMM. Para suster SCMM diajak untuk bercermin diri agar dalam

kerangka pelayanan dewasa ini mereka berani memberikan orientasi yang


12

jelas bagi orang-orang yang mereka layani. Para suster diharapkan siap

melayani orang yang terpuruk dan mengangkatnya kembali menjadi orang

yang berpengharapan serta menatap masa depan yang cerah lewat berbagai

pelayanan yang aktif dan efektif seperti yang telah dilakukan Mgr. Zwijsen

pada awal pendirian kongregasi hingga wafatnya.

4. Bagi Penulis

Tulisan ini diharapkan bisa menjadi instrumen refleksi bagi penulis

mengenai pelayanan terhadap orang yang lemah, miskin dan menderita

serta memperluas wawasan, daya kritis, dan kesadaran sejarah melalui

penulisan karya ilmiah.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam penelitian ini membahas dua hal pokok yaitu,

sumber sejarah dan teori-teori yang mendukung penelitin. Sumber sejarah

(data sejarah) yang akan dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang

akan ditulis. Sumber sejarah menurut bahannya dibagi dua yaitu sumber

sejarah tertulis dan sumber sejarah tidak tertulis atau dokumen dan artifact.8

Dalam melakukan penulisan sejarah, sumber yang akan dikumpulkan

disesuaikan dengan topik yang akan dibahas. Penulisan skripsi ini

menggunakan metode studi pustaka. Oleh karena itu, pembahasan dalam

penelitian ini memerlukan buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan

“Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari

8
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : Bentang Budaya, 2005, hlm. 95
13

Maria Bunda yang Berbelaskasih (SCMM) di Sibolga tahun 1930-2005,” serta

buku-buku yang mendukung penulisan skripsi ini. Selain itu, penulisan ini

juga menggunakan metode observasi dan wawancara dengan tenaga pendidik,

para suster yang berkarya dalam karya kerasulan kongregasi SCMM, orang

tua murid, dan tokoh masyarakat Sibolga.

Dalam tulisan ini penulis akan menggunakan sumber-sumber menurut

urutan penyampaiannya yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Menurut

Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah (2005), mengatakan

bahwa sesuatu disebut sumber primer adalah kesaksian yang disampaikan oleh

pelaku sejarah atau saksi mata yang hidup sezaman dengan peristiwa tersebu. 9

Melengkapi pendapat di atas, Louis Gottschalk (1969) dalam bukunya

Mengerti Sejarah (terjemahan Nugroho Notosusanto), mengartikan sumber

primer sebagai kesaksian dari seseorang yang melihat dengan mata kepala

sendiri. Dengan demikian sumber primer harus dihasilkan oleh orang yang

hidup sezaman dengan peristiwa tersebut. Sumber primer hanya dan harus

“asli” dalam arti, kesaksiannya tidak berasal dari sumber lain, melainkan

berasal dari tangan pertama. Sementara itu, sumber sekunder merupakan

kesaksian daripada siapapun yang bukan saksi pandangan mata, yakni dari

seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan.10

Ada tujuh sumber primer yang digunakan dalam penulisan ini. Ketujuh

sumber tersebut berupa buku, dokumen atau arsip dan wawacancara langsung.

9
Ibid. hlm. 97
10
Louis Gottchlak, Mengerti Sejarah, Jakarta, UII Press, 1969, hlm. 35.
14

Sumber primer yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

Familiar Discourses on the Particular Rules of the Congregation,

karangan Mgr. Zwijsen (1864). Beberapa bagian buku ini berisi tentang

ceramah Mgr. Zwijsen kepada para suster SCMM di Belanda pada tahun

1863-1864. Dalam buku konferensi ini, Mgr. Zwijsen menekankan bagaimana

hidup seorang suster cinta kasih yang penuh belaskasih dari Maria Bunda

yang berbelaskasih. Selain itu dalam buku ini juga dijabarkan tentang

konferensi kaul-kaul suster SCMM. Buku ini digunakan untuk membahas bab

II.

Gemenzame Gesprekken Over De Bijzondere Regelen Van De

Congregatie Der Zusters Van Liefde Van O. L. V. Moeder Van Barmhartighei,

karangan Mgr. Zwijsen yang ditulis ketika ia tinggal di Tilburg pada tahun

1863 dan 1864. Buku ini berisi tentang visi, misi, spiritualitas serta bagaimana

hidup seorang suster Cinta Kasih yang seharusnya dalam mengikuti Yesus

Kristus yang merupakan teladan yang paling sempurna di dunia ini serta

menjalankan karya kasih yang dipercayakan kepadanya, dengan mentaati

peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Buku ini digunakan untuk

membahas bab II.

Arsip-arsip Yayasan St. Maria Berbelaskasihan sebagai wadah karya

pendidikan Suster SCMM di Sibolga (1950-2005). Arsip ini merupakan

laporan tahunan dan tengah tahun mengenai perkembangan sekolah di Sibolga

baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Arsip yang dibuat oleh kepala

sekolah digunakan untuk membahas bab III dan IV.


15

Arsip-arsip Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih (1885-1930). Berisi tentang kedatangan Zuzters Van Liefde

dari Tilburg ke Padang, Tanjung Sakti, dan Sibolga. Arsip ini digunakan untuk

membahas bab II.

Kronik Suster SCMM di Sibolga (1942-1943). Berisi tentang perjuangan

para suster cinta kasih yang berasal dari Belanda pada masa penjajahan Jepang

di Indonesia terutama di Sibolga. Dalam kronik ini juga ditulis situasi karya

pendidikan SCMM di Sibolga pada masa pendudukan Jepang. Kronik ini

digunakan untuk membahas bab II , bab III dan IV.

Konstitusi, terjemahan, diterbitkan oleh Dewan Pimpinan Umum

Kongregasi SCMM, di ‘s-Hertogenbosch, 1989, buku ini berisi tentang visi

dan misi kongregasi serta spiritualitas yang berhubungan dengan perutusan

para suster SCMM terutama dalam mengembangkan karya pendidikan

SCMM. Konstitusi ini digunakan untuk membahas bab II.

Wawancara atau bertanya secara langsung kepada narasumber untuk

mendapatkan informasi. Narasumber diambil dari salah seorang Dewan

provinsi Indonesia yaitu Sr. Margaretha Gultom, SCMM sebagai Provinsial

Kongregasi SCMM, Sr. Rosalina Kusnoharjono, SCMM mantan provinsial

Kongregasi SCMM yang pernah menjadi penanggungjawab karya-karya para

suster SCMM di provinsi Indonesia dan sekaligus penanggungjawab Yayasan

Belaskasihan, wawancara dengan beberapa suster yang berkarya di dalam

karya kerasulan suster SCMM, wawancara dengan dua orang guru yang sudah

lama bekerja di sekolah suster SCMM, wawancara dengan beberapa tokoh


16

masyarakat Sibolga yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan

kota Sibolga, serta wawancara dengan beberapa orang dari orang tua siswa

yang menitip anaknya untuk dididik di sekolah para suster SCMM di Sibolga.

Wawancara ini digunakan untuk membahas bab II, III dan IV.

Selain itu, penulis juga memanfaatkan sumber-sumber lain sebagai

sumber sekunder. Sumber-sumber sekunder itu juga dapat berupa buku dan

arsip. Penelitian ini juga menggunakan sumber sekunder .

Sumber sekunder yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

Drie Begijnen Zijn begonnen het Verder, karangan Sr. Alix van de

Molengraft SCMM, diterjemahkan oleh Br. Kees Kappe, FIC, (2003) berisi

tentang tiga wanita saleh yang memulai awal berdirinya Kongregasi SCMM di

Belanda pada tahun 1832, dan perkembangannya hingga ke beberapa negara

di dunia dan hingga jumlah suster SCMM mencapai sepuluh ribu pada tahun

1832- 1964. Dalam karangan ini juga dipaparkan bagaimana peranan pendiri

suster SCMM dan Frater CMM yaitu Mgr. Joannes Zwijsen dalam membawa

kongregasi ke arah yang lebih baik. Dalam ini terdapat juga peraturan-

peraturan yang harus ditaati oleh para suster SCMM. Buku ini digunakan

untuk membahas bab II.

Segala Sesuatu Hanya Berdasarkan Cinta Kasih, karangan Jos Huls dan

Hein Blommestijn, diterjemahkan oleh Renate (tahun 1995). Di dalamnya

membahas segala pelayanan terutama yang berdasarkan cinta kasih. Juga

dibahas kesederhanaan sebagai sumber kehidupan religius menurut Joannes

Zwijsen sebagai pendiri Kongregasi SCMM. Buku ini digunakan untuk

membahas bab II dan III.


17

Dalam Gerakan Belaskasih, karangan Fr. Arrie van Greene dan

diterjemahkan Fr, Amando, dkk. Buku ini membahas tentang belaskasih yang

dikembangkan Mgr. Zwijsen dalam mendirikan Kongregasi SCMM dan

CMM. Mgr. Wijsen dituntun oleh belaskasih Vinsensius, yang kemudian

diteruskan kepada suster-suster SCMM terutama ketika ia mendampingi para

suster SCMM dalam mengembangkan kongregasi. Dalam buku ini juga

terdapat suatu tuntunan, bagaimana seorang suster dalam bertindak dan

melayani yang digerakkan oleh spiritualitas belaskasih. Buku ini digunakan

untuk membahas bab II.

Biografi Pendiri SCMM, buku yang membahas tentang otobiografi Mgr.

Joannes Zwijsen pendiri Kongregasi SCMM dan perkembangan Kongregasi

SCMM. Buku ini digunakan untuk membahas bab II.

Bunga Rampai Tapian Nauli Sibolga- Indonesia, oleh Panggabean, dkk,

diterbitkan PT. Nadhilah Ceria Indonesia, 1995, berisi tentang sejarah kota

Sibolga dan situasi masyarakat Sibolga pada masa pendudukan Belanda dan

Jepang. Buku ini digunakan untuk membahas bab II.

Sejarah Satu Abad Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria

Bunda Berbelaskasih di Indonesia, oleh Sr. Rosalina Kusnoharjono, SCMM.

Diterbitkan oleh Dewan Pimpinan Provinsi Indonesia, 1985, di Padang. Buku

ini berisi masuknya SCMM di Indonesia dan perkembangannya selama satu

abad. Buku ini digunakan untuk membahas bab II.

Segala Sesuatu Berdasarkan Cinta Kasih, oleh Jos Huls, diterbitkan oleh

Dewan Pimpinan Umum SCMM dan CMM di ‘s-Hertogenbosch-Tilburg,


18

1995. Buku ini berisi tentang spiritualitas cinta yang penuh belaskasih dan

penerapannya dalam menjalankan kaperutusan. Buku ini digunakan untuk

membahas bab III.

’Na de drie begijnen ging het verder’, karangan Jan Brouwers,

diterjemahkan oleh Sr. Agnes Syukur, SCMM dan Fr. Jan Koppens, CMM

(tahun 2000). Buku ini menggambarkan bagaimana awal mula pertumbuhan

dan perkembangan kongregasi di Nederland sampai tahun 1964, dan memberi

rangkuman atas perkembangan di dalam Kongregasi SCMM di luar

Nederland. Buku ini digunakan untuk membahas bab III.

Penulis juga dibantu dengan adanya buku-buku lain yang menjadi acuan

yang berasal dari berbagai pengarang. Dengan itu penulis berusaha untuk

mengkaitkan pemahaman satu sama lain sehingga apa yang menjadi gagasan

awal mempunyai kesinambungan yang sesuai dalam proses pembahasannya.

Penulis berupaya untuk memasukkan hal-hal yang sesuai dengan spiritualitas

kongregasi sehingga wacana yang dibangun lebih lebih komprehensif. Pada

intinya dalam pembahasan skripsi ini penulis tetap menggunakan dokumen,

buku yang diterbitkan oleh tarekat baik secara kolekif maupun secara pribadi

yang mengulas spiritualitas belaskasih dan perkembangan karya-karya

Kongregasi SCMM terutama dalam karya pendidikan.

F. Landasan Teori

Penulisan sejarah sangat terikat pada paham bahwa setiap kejadian

sejarah bersifat unik, hanya terjadi sekali dan tidak berulang lagi. Teori atau
19

alat-alat analisis lainnya dapat memberikan makna yang jelas dalam

penulisan sejarah.11 Demikian juga dalam menganalisis data-data yang telah

ditemukan diperlukan konsep-konsep dan teori-teori yang berfungsi sebagai

penyeleksian, pengidentifikasian, pengklasifikasian dan semua yang berkaitan

dengan pengolahan data. Teori adalah pendapat yang didasarkan pada

penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.12 Teori juga

diartikan interpretasi sistematis atas sebuah pengetahuan.13 Melalui teori

penulis dibantu untuk memberikan ramalan pada penelitian yang akan

dilakukan, yang pada akhirnya memberi kemudahan dalam menganalisis

fakta-fakta yang dikumpulkan dalam penelitian.

Ada beberapa fungsi teori, antara lain, sebagai berikut.

1. Memberi jawaban sementara terhadap permasalahan.

2. Memberi arah dalam mengumpulan dan penyeleksian data yang telah

dikumpul.

3. Membentuk perspektif kita terhadap objek studi.

4. Membantu untuk menentukan pendekatan yang kita pergunakan.

5. Membantu untuk mengolah data.

Dalam penulisan skripsi ini, teori-teori yang dimaksud di atas akan

dipergunakan untuk menyimpulkan generalisasi-generalisasi dari fakta-fakta

yang telah diteliti khususnya mengenai “Perkembangan Karya Pendidikan

Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang Berbelaskasih

11
Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama, 1992, hlm. 2-3.
12
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 2003, hlm, 1177.
13
Hill, (Terj), Teori-teori Pembelajaran, Bandung, Nusa Media, 2009, hlm. 27.
20

(SCMM) Di Sibolga Tahun 1930-2005.” Sebelum masuk pada pokok

permasalahan di atas untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis akan

menguaraikan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini,

yakni:

1. Perkembangan

Perkembangan manusia dipengaruhi oleh interaksi individu dengan

lingkungannya. Perkembangan tersebut berlangsung seumur hidup,

menyangkut berbagai macam perubahan dari faktor-faktor

perkembangan.14 Menurut Vygotsky dalam bukunya The Psychology of

Art yaitu lewat teorinya yang dikenal dengan teori sosiokultural

(sociocultural theory), perkembangan dipengaruhi oleh adanya pengaruh

interaksi sosial dan kultural.15 Artinya bahwa perkembangan individu

akan terjadi apabila individu tersebut terlibat dalam segala aktivitas yang

ada dalam hidup sehari-harinya baik dari lingkungan rumah maupun

lingkungan sesamanya. Hal ini dapat dilihat dalam kaitannya dengan

pendidikan, ritual-ritual keluarga dan kegiatan masyarakat. Perkembangan

terjadi bagi individu karena dipengaruhi situasi di luar diri individu

tersebut.

Perkembangan manusia menuju hidup secara utuh merupakan hasil

pembiasaan-pembiasaan yang terjadi baik dilingkungan rumah, lingkungan

sekolah dan alam sekitarnya. Perubahan ini juga tidak lepas dari pengaruh

14
Rita Eka, dkk, Perkembangan Peserta Didik, Yogyakarta, UNY Press, 2008, hlm.16.
15
Salkind, Teori Perkembangan manusia Sejarah Kemunculan, Konsesip Dasar , Analisis
Komparatif, dan Aplikasi, Bandung, Nusamedia, 2009, hlm. 373.
21

usaha tiap individu tersebut. Konsep perkembangan adalah urutan-urutan

dari perubahan sistematis yang juga disebut arah kehidupan yang lebih

baik dalam masyarakat dengan aktif, inisiatif sama dengan seluruh

masyarakat.16 Perkembangan adalah perubahan pada lembaga sosial dalam

suatu masyarakat yang mempengaruhi sosialnya, nilai-nilai, sikap-sikap

dan pola-pola prilaku individu dan kelompok-kelompok.17

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan- perubahan yang

dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang

berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik fisik

maupun psikis. Perkembangan juga bertalian dengan beberapa konsep

pertumbuhan, kematangan, dan belajar serta latihan.18

Konsep perkembangan menurut Ramlan dalam Lefrancois

(http://denirokhyadi.wordpress.com/2008/04/18/konsep-dasarmanifestasi-

dan-beberapa-cara) mempunyai makna yang luas, mencakup segi-segi

kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis seperti yang

terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau

pendidikan dan latihan.

Perkembangan dalam pendidikan dapat dilihat dari segi

kuantitatifnya yaitu jumlah siswa bertambah setiap tahun, demikian juga

dengan tenaga pendidik yang membantu anak-anak dalam pembelajaran,

pegawai yang membantu kelancaran dalam administrsi serta aktivitas

16
Soekanto, Kamus Sosiologi Edisi Baru, Jakarta, Rajawali, hlm. 147.
17
Anidal Hasjir, dkk, Kamus Istilah sosiologi, Jakarta, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, hlm, 59-60.
18
http://denirokhyadi.wordpress.com/2008/04/18/konsep-dasar-manifestasi didownload tanggal
25 Januari 2010.
22

sekolah. Adanya pertambahan jumlah siswa setiap tahun membutuhkan

penambahan tenaga pendidik. Perkembangan sekolah juga dapat dilihat

dari bertambahnya jumlah gedung sekolah, sarana dan prasarana yang

dipergunakan dalam menunjang pembelajaran dalam sekolah tersebut.

Perkembangan pendidikan dilihat juga dari kualitatif yaitu

keberhasilan sekolah terjadi jika tingkat kelulusannya meningkat setiap

tahun, nilai akademik siswa yang menunjukkan peningkatan yang baik,

prestasi yang diperoleh oleh sekolah tersebut. Selain itu juga dilihat dari

kualitas pelayanan tenaga pendidik dan pegawai dalam menjalankan

tanggung jawabnya.

Perkembangan dalam Gereja dapat dilihat dari perubahan-perubahan

yang terjadi dalam Gereja terutama setelah Konsili Vatikan II. Perubahan

itu tampak dalam cara pandang dan pemahaman, pengertian gereja yang

hakiki yang semula dipahami sebagai Gereja yang hirarkis piramida

berubah menjadi bentuk persekutuan yang oval dimana Kristus berada di

tengah-tengahnya. Hal ini dapat dilihat terutama adanya keterlibatan umat

dalam mengembangkan Gereja. Umat memberi peranan yang sangat

penting bagi Gereja, hal ini dapat dilihat dari munculnya aneka pelayanan

dan persekutuan di tengah-tengah umat yang membutuhkan pelayanan dari

imam dan tenaga pastoral. Adanya peranan umat dalam mengembangkan

gereja jumlah umat semakin banyak. Selain itu bangunan gereja semakin

bertambah jumlahnya.
23

Jumlah umat yang semakin bertambah juga berdampak pada

kebutuhan karya pelayanan yang semakin bertambah pula. Adanya

kebutuhan masyarakat ini mendorong Gereja bersama biarawan, biarawati

untuk mengembangkan karya kerasulannya seperti karya sosial, karya

kesehatan dan karya pendidikan. Kebutuhan karya kerasulan ini

merupakan perkembangan gereja yang sangat mempengaruhi kualitas

gereja secara khusus individu.

Dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang perkembangan

pendidikan kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang

Berbelaskasih (SCMM) Di Sibolga Tahun 1930-2005.” Pengertian

perkembangan tersebut dilihat dari segi kuantitas yaitu jumlah siswa yang

bertambah setiap tahun, kerjasama para suster SCMM dengan tenaga

pendidik serta orang tua siswa dan hubungan dengan perintah terutama

pemerintah daerah. Hal ini juga dilihat dari penyediaan sarana dan

prasarana yang dipergunakan dalam mengembangkan karya pendidikan

SCMM di Sibolga. Di mana para suster SCMM tetap mengikuti

perkembangan zaman dan menyediakan pendukung perkembangan

pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Melalui

penelitian ini penulis akan melihat bagaimana perkembangan pendidikan

yang dijalankan para suster SCMM di Sibolga dari segi kualitas yaitu nilai

akdemik siswa dan sikap dan tindakan siswa sehari-hari baik di rumah, di

sekolah dan lingkungan sekitarnya.


24

2. Karya Kerasulan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karya diartikan sebagia hasil

ciptaan, perbuatan.19 Karya dalam Gereja Katolik lebih pada karya amal

yang artinya pemberian perhatian kepada sesama dengan cara mengasihi,

mengajar orang belum mengerti tentang sesuatu yang berkaitan dengan

kebahagiaan hidup yang diajarkan oleh Kristus. Bagi Gereja karya amal

dilakukan atas dasar Injil Kristus yang diajarkan bagi umatnya.20

Bertambahnya jumlah penduduk mempengaruhi perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Hal ini mendorong awam mengembangkan

karya kerasulan baik di dalam Gereja maupun di dalam masyarakat. Awam

merupakan bagian dari Gereja untuk mewujudkan cinta kasih Allah di

dunia. Peranan awam sangat dibutuhkan oleh Gereja. Untuk itu awam

diharapkan dapat mengembangkan karya kerasulan mereka dengan baik.

Bidang-bidang kegiatan kerasulan awam yaitu: masyarakat Gereja,

keluarga, muda-mudi, lingkungan masyarakat, tata hidup nasional dan

internasional.21

Umat beriman turut ambil bagian dalam pewartaan Injil Kristus

menurut kemampuan, bakat, pelayanan dan kharisma masing-masing.

Kristus mengilhami panggilan setiap hati manusia sekaligus

membangkitkan Gereja mengembangkan kerasulannya lewat lembaga-

lembaga biarawan, biarawati. Melalui biarawan-biarawati inilah karya

19
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, op, cit hlm. 511.
20
Adolf Heuken, Esiklopedi Gereja Jilid II H-Konp, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 1992, hlm. 196.
21
J. Riberu, (Terj), Tonggak Sejarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta, Obor,
1989, hlm. 325.
25

kerasulan Gereja berkembang terutama dalam karya pendidikan baik

pendidikan iman maupun umum. Karya-karya kerasulan biawan, biarawati

yakni, karya sosial yang mencakup pastoral, asrama putra, asrama putri,

panti asuhan, panti jompo; karya bidang pendidikan dan kesehatan.

Karya kerasulan yang dijalankan para suster SCMM dalam bidang

pendidikan, kesehatan dan bidang sosial yaitu panti asuhan, panti jompo,

asrama putri, asrama putra dan pastoral. Di Sibolga karya kerasulan yang

lebih dominan dikembangkan adalah karya pendidikan sesuai dengan

kebutuhan masyaraka Sibolga.

3. Pendidikan

Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak lepas dari belajar tentang

segala sesuatu yang ditemukan dalam hidup sehari-hari. Belajar erat

kaitannya dengan pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan

nonformal. Semua manusia dari bangsa, lapisan dan usia manapun,

memiliki martabat pribadi. Oleh karena itu, manusia mempunyai hak

untuk mendapat pendidikan, yang sesuai dengan tujuan dan bakat masing-

masing demi tujuan dan memajukan kesatuan serta damai sejati di bumi.

Pendidikan adalah fenomena fundamental atau asasi dalam

kehidupan manusia. Artinya, dimana ada kehidupan manusia disana ada

pendidikan. Mendidik merupakan penanaman nilai sehingga manusia

saling mengangakat derajat satu sama lain. Jadi, pendidikan tidak lepas

dari kehidupan manusia. Segala tindakan yang dilakukan manusia dalam

hidup sehari-hari adalah tindakan mendidik.22 Peran pendidikan

22
Driyarkara, op. cit. hlm. 32-33.
26

diharapkan dapat mengubah hidup manusia dan sesamanya ke arah yang

lebih positif. Perkembangan yang terjadi dalam masyarakat juga

mempengaruhi perkembangan pendidikan, maka untuk membentuk

generasi muda sehingga mereka menjadi pribadi yang utuh dan

terintegrasi dibutuhkan pendidikan.

Pendidikan yang benar mengupayakan pembinaan pribadi manusia

untuk tujuan hidupnya dan demi kepentingan masyarakat.23 Konsep

tentang pendidikan memiliki banyak konsep mulai dari pengertian yang

sempit hingga pengertiaan yang luas. Konsep pendidikan menurut

Vembriarto, pendidikan adalah upaya membantu perserta didik untuk

mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, kecakapan, nilai, sikap

dan pola tingkah laku yang berguna bagi hidupnya.24 Konsep pendidikan

dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai proses mengubah sikap

dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses dan cara

pembuatan pendidikan.

Pendidikan tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Peran pendidikan

dalam masyarakat dapat mengubah struktur individu atau anggota dalam

masyarakat. Perubahan terjadi dalam masyarakat karena adanya

pendidikan yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Perubahan ini

dapat dilihat dari pengaruh para pemimpin dalam masyarakat. Para

pemimpin yang berperan penting dalam masyarakat adalah hasil dari

23
Ibid. hlm. 271.
24
Vembriarto dkk, Kamus Pendidikan, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994, hlm.
47.
27

pendidikan yang ditanamkan mulai dari anak-anak hingga dewasa.

Pendidikan dalam masyarakat diberikan untuk membantu generasi muda

menjadi manusia yang utuh, yang pandai dalam bidang pengetahuan,

memiliki nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat serta

bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan sesamanya.

Bagi masyarakat pendidikan kaum muda dapat membantu ia pada

kedewasaan hidup baik secara rohani maupun jasmani. Peran serta

masyarakat masih kurang optimal dalam pengembangan pendidikan. Hal

ini terjadi akibat dari keterbatasan kemampuan baik dalam hal materi,

fungsi dan pola pikir masyarakat terhadap pentingnya pendidikan bagi

generasi muda.

Ada tiga bentuk pendidikan di dalam masyarakat, yaitu pendidikan

formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal

merupakan bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara

terorganisir atau berjenjang, baik yang bersifat umum maupun yang

khusus.25 Konsep pendidikan nonformal menurut Djudju Sujana dapat

diartikan sebagai pendidikan yang berada di luar jalur pendidikan formal

yang dilaksanakan secara terstruktur, berjenjang, fleksibel, berlangsung

sepanjang hayat dan tingkat kompetensi peserta didik dapat diseterakan

dengan kompetensi pada pendidikan formal, sedangkan pendidikan

informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan

untuk menanamkan nilai-nilai agama, moral, etika, kepribadian, estetika

25
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, op, cit hlm. 115.
28

dan keterampilan fungsional dalam bentuk kegiatan belajar secara

mandiri.26 Pendidikan formal, nonformal dan informal adalah yang tidak

asing lagi bagi masyarakat terutama pendidikan formal sangat akrab

dengan hidup sehari-hari masyarakat.

Hakikat pendidikan menurut Dadang dan Nugraha dalam Nunu

Heryanto (http:tumoutou. net/3sem1 012/nunu h.htm) menjelaskan bahwa:

1) Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai

keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan

pendidik.

2) Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi

lingkungan yang mengalami perubahan yang semakin pesat.

3) Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.

4) Pendidikan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmu

pengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya.27

Pendidikan merupakan bekal bagi generasi muda karena pendidikan

memberikan arah bagi suatu kegiatan yang akan dicapai dan juga

merupakan hal yang ingin dicapai oleh indivu.

Pandangan Gereja terhadap pendidikan dalam masyarakat merupakan

upaya istimewa bagi pengembangan manusiawi dan pembebasan serta

pengembangan bagi kaum muda. Setiap individu bersama dengan ilmu

yang telah dimiliki dapat bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku

26
http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.53-58 didownload tanggal 2 Februari 2010
27
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan , op.cit, hlm. 263.
29

dalam masyarat dengan semangat yang dilandasi kasih sayang. Pendidikan

dapat membawa setiap individu dapat berdiri sendiri dan memberi

perhatian kepada sesamanya yang disemangati oleh Injil kebebasan dan

Cinta kasih.28

Gereja dalam mengembangkan pendidikan masyarakat memberi

perhatian khusus, dimana gereja melalui karya kerasulannya dengan

melibatkan para biarawan-biarawati memberi dorongan untuk

mengembangkan pendidikan terutama bagi anak-anak yang miskin,

menderita dan membutuhkan. Bagi Gereja penanam iman yang baik

dilaksanakan mulai dari kanak-anak sehingga sehingga setelah dewasa

manusia mampu memahami makna tujuan hidupnya. Kaum muda yang

dibekali iman yang kuat merupakan pondasi dari perkembangan gereja

untuk selanjutnya, sehingga pendidikan yang diberikan tidak hanya

sebagai upaya meraih kesuksesan dan keadilan tetapi penyadaran bagi

kaum muda untuk mampu mengabdi dan bertanggungjawab terhadap

sesamanya.

Sebagaimana tujuan awal pendirian kongregasi yang dicetuskan oleh

Mgr. Joanes Zwijsen bahwa suster-suster Cinta Kasih dalam menjalankan

dan mengembangkan karyanya lebih pada pembekalan anak-anak terutama

dalam bidang pendidikan. Para suster Cinta Kasih memberi perhatian yang

besar dalam bidang pendidikan.

28
Hardowiryono, Dokumen Sidang Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Asia 1970-1991,
Jakarta, KWI, 1995, hlm. 269.
30

Bagi para suster Cinta Kasih pendidikan tidak lepas dari cita-cita

Gereja bagi kaum muda. Sebagaimana tujuan pendidikan dalam Gereja

bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi gernerasi muda

demi mempersiapkan generasi muda menjadi manusia yang utuh,

bertanggungjawab terhadap masyarakat serta demi mencapai kebahagian

hidup yang sejati. Memanusiakan manusia secara holistik. Para suster

SCMM memaknai pendidikan adalah salah satu cara untuk membina anak-

anak dan remaja dalam pengembangan hidupnya baik secara intelektual,

secara emosional, secara motorik dan secara spiritualitas sebagaimana

yang termuat dalam visi dan misi Kongregasi SCMM.

Perkembangan dalam pendidikan dapat dilihat dari segi kuantitas dan

kualitasnya. Bila suatu lembaga pendidikan setiap tahun memiliki

pertambahan jumlah siswa maka lembaga pendidikan itu akan mengalami

perkembangan. Jumlah siswa yang bertambah setiap tahun akan

mempengaruhi kualitas pendidikan tersebut. Karya pendidikan yang

dikelola para suster SCMM setiap tahun mengalami pertambahan jumlah

siswa tanpa mengabaikan mutu dari pelayanan tersebut. Pada penulisan

skripsi ini penulis lebih mengembangkan pada pendidikan formal.

4. Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu

seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di

masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus

dilaksanakan.29 Peranan seorang tokoh dalam suatu peristiwa sangat

29
Ibid, hlm. 854.
31

mempengaruhi peristiwa tersebut. Tokoh yang utama yang ada dalam

Kongregasi SCMM adalah Mgr. Zwijsen yang mengawali pendirian

Kongregasi SCMM. Pada awal berdirinya Kongregasi SCMM Mgr.

Zwijsen terlibat langsung untuk mengembangkan kongregasi.

Keterlibatannya terlihat dari pencarian dana untuk membangun

kongregasi, pendampingan suster-suster SCMM pertama di Belanda lewat

konferensi-konferensinya setiap bulan, penetapan aturan-aturan yang harus

ditaati para suster SCMM setiap hari, dan juga pembuatan konstitusi yang

menjadi pedoman hidup para suster SCMM hingga sekarang.

Peranan seorang tokoh dalam suatu peristiwa membawa pengaruh

yang sangat kuat bagi orang-orang yang hidup disekitarnya. Tokoh yang

memiliki hati dan perhatian yang sangat besar bagi orang-orang yang

menderita akan membawa perubahan bagi si penderita. Dengan demikian,

peranan haruslah berwujud tindakan yang berbentuk tindakan-tindakan

konkrit. Tokoh yang memiliki prilaku yang lebih mengutamakan orang

lain daripada dirinya sendiri akan menjadi teladan bagi orang-orang di

sekitarnya bahkan bagi dunia yang mengaguminya.

Peranan Mrg.Zwijsen dalam perkembangan karya pendidikan para

suster SCMM memberikan tempat yang paling utama. Dimana wejangan

yang ditulis pendiri, sikap dan tindakannya semasa hidupnya merupakan

sumber inspirasi bagi para suster SCMM di dalam menjalankan karya-

karya kerasulannya hingga sekarang.


32

5. Kongregasi

Konsep kongregasi adalah perkumpulan para biarawan, biarawati,


30
rohaniwan, atau rohaniwati Katolik dari satu kesatuan yang khusus.

Kongregasi disebut juga tarekat yang berarti jalan menuju kebenaran, cara

atau aturan hidup dalam bidang keagamaan atau kepercayaan. Dalam

kongregasi orang-orang yang bersekutu atau hidup bersama menurut

aturan tertentu serta berusaha hidup sesuai dengan iman mereka.

Kongregasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kongregasi Suster-

Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih atau yang disingkat

dengan SCMM.

6. Berbelaskasih

Berbelaskasih berarti memberi belaskasihan.31 Belaskasih didasari

kasih, kasih dibangkitkan oleh pengalaman akan sebuah objek sebagai

sesuatu yang bernilai, yakni sebagai sesuatu yang keberadaan, pelestarian,

perolehan ataupun pemajuannya bersifat baik dan dikehendaki.

Spiritualitas belaskasih suster-suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda

Berbelaskasih (SCMM) menjadi keutamaan bagi para suster SCMM untuk

melayani sesama terutama dalam mendidik anak-anak bangsa serta

mengembangkan karya pendidikan agar anak-anak menjadi anak memiliki

kecerdasan intelektual, emosional, motorik dan kecerdasan spiritualitas.

30
Ibid, hlm. 587
31
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 2000, hlm. 115.
33

Kata “belaskasih” (compassion) umumnya menimbulkan pendangan

dan perasaan positif. Pandangan dan perasaan positif bermacam-macam,

misalnya baik, memahami, lemah lembut dan pengertian. Berbelaskasih

merupakan ungkapan kepedulian terhadap sesama terutama mereka yang

menderita. Belaskasih dalam bahasa Inggris disebut compassion. Kata

compassion berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari dua kata: pati dan

cum yang berarti menderita bersama. Belaskasih berarti memberi penuh

perhatian kepada manusia terutama yang sangat membutuhkan. Bila

belaskasih diartikan seperti ini, maka jelas bahwa di dalamnya terkandung

lebih dari sekedar suatu keramahan, pengertian dan kelembutan yang

biasa.32

Belaskasih berhadapan dengan situasi manusia. Untuk berbelaskasih

seseorang harus mengalami perjumpaan. Emanuel Levinas

menggambarkan sebuah perjumpaan sebagai epifania yakni muka yang

mengekspresikan diri, artinya apabila orang itu menyapa kita. Epifani

muka bersifat (mengandung makna).33 Belaskasih mendapatkan makna

bila berhadapan dengan orang lain. Perjumpaan dengan orang

menimbulkan sebuah tanggungjawab terutama bila seseorang menemukan

penderitaan di sekitarnya. Perjumpaan dengan penderitaan menimbulkan

tanggungjawab untuk berjuang mengatasi penderitaan sehingga

menimbulkan pembebasan bagi yang mengalami penderitaan tersebut.

Belaskasih tidak hanya berhenti pada perasaan pribadi, namun berlanjut


32
Henry J.M. Nouwen, Sehati Seperasaan: Sebuah Permenungan Tentang Hidup Kristen.
Yogyakarta, 1987, Kanisius, hlm. 15.
33
Magnis Suseno, Etika Abad Kedua Puluh, Yogyakarta, Kanisius, 2006 hlm. 89.
34

pada suatu tindakan yang nyata tanpa mengharapkan suatu balas jasa.

Belaskasih yang sejati bersumber dari Allah yang merupakan teladan

utama manunusia dalam memberi belaskasih bagi sesamanya.

Perkembangan karya pendidikan para suster SCMM di Sibolga

sangat dipengaruhi oleh spiritualitas kesederhanaan dan belaskasihan.

Dalam pendampingan para siswa, menjalin kerjasama dengan tenaga

pendidik yang berkarya di sekolah yang dikelola para suster SCMM dan

komunikasi dengan perintah, keserhanaan dan belaskasihan tetap mejadi

sumber utama untuk menjalankannya.

7. Suster-Suster Cinta kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih (SCMM)

Suster diartikan saudari yang pada awalnya digunakan sebagi sapaan

satu sama lain bagi penghuni biara-biara wanita. Perkembangan

selanjutnya kata suster dimaknai secara luas dengan semua anggota

lembaga-lembaga hidup bakti wanita yang mengikrarkan kaul.34 SCMM

adalah nama kongregasi,singkatan dari bahasa Latin yaitu Congregatio

Sororum Caritas a nostra Domina Matre Misericordiae yang artinya

Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih. Jadi suster

SCMM merupakan identitas dalam mengabdikan diri secara khusus untuk

melakukan belaskasih terhadap mereka yang berkekurangan dan menderita

dengan cinta tanpa pamrih merupakan semboyan Kongregasi SCMM.35

Suster-Suster Cinta kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih (SCMM)

dalam menjalankan karya kerasulan dan aktivitas hariannya memiliki visi

34
Adolf Heuken, Esiklopedi Gereja Jilid IV Ph-To, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 1992, hlm. 305.
35
DPU, op. ci.t hlm. 11-12.
35

dan misi, yang merupakan kelanjutan dari visi dan misi dasar Mgr.

Joannes Zwijsen sebagai pendiri Kongregasi SCMM. Visi dalam kamus

bahasa Indonesia diartikan kemampuan untuk melihat pada inti persoalan,

pandangan untuk melihat segala sesuatu yang dialami manusia dan perlu

ditangkapi.36 Visi Kongregasi SCMM adalah terbentuknya pribadi-pribadi

religius wanita apostolik, yang dalam menghayati ketiga kaulnya untuk

mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan melayani, mampu untuk

mengamalkan cinta yang berbelaskasih kepada sesamanya sebagai suatu

panggilan pembebasan dan penyelamatan, dengan menjadikan Maria

sebagai teladannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dijabarkan dalam inti

hidup religius, hidup doa, nasehat Injil dan karya perutusan.

Misi diartikan suatu tugas perutusan yang dilakukan oleh seseorang

suatu kewajiban yang dilakukan oleh seseorang demi agama.37 Misi

Kongregasi SCMM sebagai hamba yang melayani dengan mengamalkan

cinta penuh belaskasih merupakan warisan Mgr. Joannes Zjiwsen untuk

diwujudkan lewat tindakan, sikap dan tutur kata dalam semangat

kesederhanaan.

Penerapan atau wujud visi dan misi Kongregasi SCMM dilaksanakan

lewat penyelenggaraan karya-karya pelayanan cinta kasih yang

membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan-kebutuhan aktual

Gereja dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan

mengangkat martabat manusia, terutama lewat pendidikan, pembinaan dan

36
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan , op.cit, hlm. 1262.
37
Ibid. hlm. 749.
36

pengajaran anak-anak, wanita dan kaum muda, dengan prioritas orang

kecil, lemah, miskin dan tertindas, di bawah perlindungan dan inspirasi St.

Vinsensius a Paulo. Kongregasi SCMM lebih mengutamakan pendidikan

dalam menjalankan karya kerasulannya didasari oleh pandangan Mgr.

Joannes Zwijsen sebagai pendiri kongregasi bahwa untuk dapat

mengangkat harkat dan martabat manusia terutama mereka yang miskin,

menderita, kecil serta lemah terlebih dahulu memperbaiki pendidikan

masyarakat. Melalui pendidikan generasi muda dilatih untuk mandiri,

trampil serta mampu bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan

bangsanya. Hal inilah yang mendorong Kongregasi SCMM dalam

mengembangkan karya kerasulannya lebih mengutamakan pendidikan.

G. Metode dan Pendekatan Penelitian

1. Metode Penelitian Sejarah

Untuk memperoleh data dan menghasilkan jawaban dalam suatu

penelitian, metodologi memiliki aturan, cara atau proses yang lebih

spesifik yang biasa disebut dengan metode. Metode adalah cara atau

prosedur untuk mendapatkan objek, juga diartikan cara untuk berbuat atau

mengerjakan sesuatu dalam sustu sistem yang terencana dan teratur.38

Metode penelitian sejarah lazim juga disebut metode sejarah. Metode itu

sediri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis.

Metode sejarah dalam pengertian umumnya adalah penyelidikan atas suatu

38
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Ghaha Ilmu, 2010, hlm. 11.
37

masalah dengan mengaplisikasikannya dari sudut padang sejarah.39 Dalam

penelitian sejarah, aturan atau cara itu disebut dengan metode penelitian

sejarah (metode sejarah). Menurut Louis Gottschalk definisi metode

sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan

peninggalan manusia di masa lampau, rekonstruksi yang imajinatif

berdasarkan fakta-fakta atau data-data yang diperoleh melalui suatu proses

tersebut disebut historiografi (penulisan sejarah).

Metode sejarah terdiri dari metode pengumpulan data, metode alisis

data, pendekatan dan penulisan. Metode sejarah memiliki empat kegiatan

pokok yaitu heuristik atau pengumpulan sumber, verifikasi atau kritik

sumber, interpretasi terhadap sumber dan penulisan sejarah. Dengan

menggunakan metode sejarah dan historiografi, sejarawan berusaha untuk

merekonstruksi sebanyak-banyaknya dari masa lampau manusia.40

Menurut Kuntowijoyo penelitian sejarah terdiri dari: 1) pemilihan topik,

2) heuristik , 3 ) verifikasi, 4) interpretasi, dan 5) historiografi.41

Adapun tahap-tahap penelitian sejarah yang digunakan penulis

mencakup empat tahapan, yaitu:

a. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data memiliki dua tahapan yaitu pemilihan topik

dan pengumpulan sumber. Tahap pertama adalah pemilihan topik.

Seorang sejarawan sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu

39
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta, Ar-Russ Media, 2007, hlm.
53.
40
Louis Gottchlak, op. cit. hlm. 32.
41
Ibid. hlm : 90.
38

melakukan pemilihan topik. Adanya topik akan mempermudah dan

memperjelas arah dari penelitian sejarah yang akan dilakukan. Topik

sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan

intelektual. Kedekatan emosional terkait dengan ketekunan pada

periode sejarah yang hendak diteliti dan pengalaman peneliti terhadap

sesuatu hal yang terjadi di sekitarnya. Sedangkan kedekatan intelektual

terkait dengan disiplin ilmu dan kemampuan peneliti dalam menguasai

materi ataupun jenis bahasa. Kemudian peneliti akan menentukan

batasan waktu, tempat yang akan diteliti serta siapa-siapa yang turut

berperan dalam kejadian itu, apa yang mereka lakukan dan untuk apa

itu mereka lakukukan serta bagaimana itu terjadi.

Menurut Kuntowijoyo ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam pemilihan topik adalah: 1) kedekatan emosional, 2) kedekatan

intelektual, 3) rencana penelitian. Untuk mengkaji penelitian itu dapat

digunakan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: a) where, menunjuk

daerah mana yang menjadi objek penelitian, b) when menunjuk batasan

waktu yang dipilih, c) who menunjuk siapa saja yang terlibat di

dalamnya, d) what menunjuk apa yang dikerjakan oleh pelaku, e) why

menunjuk pada pertanyaan mengapa pelaku melakukan perbuatan itu,

dan f) how menunjuk pada pertanyaan bagaimana terjadinya peristiwa

itu.42 Pemilihan topik bagi penulis terutama penulisan sejarah

merupakan kegiatan yang sangat penting agar penulisannya lebih jelas

42
Kuntowijoyo, op. cit. hlm: 92
39

dan bermutu, sehingga pembaca lebih mudah memahami isi dari

tulisan tersebut.

Pemilihan topik “Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi

Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang Berbelaskasih

(SCMM) di Sibolga tahun 1930-2005”. Topik ini menarik bagi penulis

untuk diteliti karena topik ini belum pernah ditulis hingga usianya 75

kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih

berkarya di Sibolga. Hal ini juga bermanfaat bagi para suster SCMM

untuk menjadi bahan refleksi dan acuan dalam mengembangkan karya

kerasulan terutama karya pendidikan yang dikelola Kongregasi

SCMM. Adanya pemahaman akan perkembangan karya pendidikan ini

untuk selanjutnya para suster SCMM dalam menjalankan karya

kerasulannya diharapkan semakin baik dan sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Dalam pemilihan topik “Perkembangan Karya Pendidikan

Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang

Berbelaskasih (SCMM) di Sibolga tahun 1930-2005”, penulis memiliki

kedekatan emosional dan kedekatan intelektual karena penulis

merupakan anggota Kongregasi SCMM dan pernah menjadi tenaga

pendidik di karya pendidikan para suster SCMM di Sibolga.

Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan penulis ketika

melakukan pemilihan topik. Beberapa kriteria itu disebut sebagai

berikut.
40

1. Topik harus memiliki nilai, artinya topik yang dikembangkan

membawa perubahan ke arah positif dalam menjalani hidupnya.

2. Topik harus asli, artinya belum pernah ditulis oleh orang lain.

3. Topik harus praktis, artinya topik ini tidak membutuhkan waktu

yang lama dalam menjalankan penelitian dan pembahasan.

4. Topik harus sistematis dan saling berkaitan antara permasalahan

yang satu dengan yang selanjutnya.

Tahap kedua adalah pengumpulan sumber (Heuristik). Dalam

prosedur kerja seorang sejarawan yang pertama harus dilalui dalam

menyusun sejarah adalah usaha dalam menemukan jejak-jejak atau

sumber sejarah. Heuristik (heuristics) adalah kegiatan mengumpulkan

sumber-sumber yang sesuai dengan topik untuk mendapatkan data-data

atau materi sejarah.43 Sumber sejarah menurut bahannya ada dua yaitu

sumber tertulis (dokumen) dan sumber tidak tertulis (artifact). Sumber

sejarah tertulis dan tidak tertulis merupakan sumber sejarah yang

secara fisik dapat dilihat dan dipegang. Sumber tertulis (dokumen)

berupa surat-surat baik surat pribadi maupun surat dinas, arsip dan

lain-lain. Sumber sejarah tidak tertulis (artifact) contohnya foto,

tombak, jalan, istana dan alat-alat. Sedangkan sumber sejarah menurut

urutan penyampaiannya dibagi ke dalam sumber primer, sekunder dan

sumber tersier. Sumber primer adalah disampaikan oleh saksi mata

atau pelaku sejarah, misalnya catatan rapat, pidato, laporan dari

43
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah.Yogyakarta, Ombak, 2007, hlm. 86.
41

wartawan yang menyaksikan langsung suatu peristiwa atau transkripsi

wawancara dengan pelaku sejarah. Sumber sekunder apabila dihasilkan

oleh orang yang bukan saksi mata atau tidak terlibat langsung dalam

peristiwa yang dikisahkan.44 Konsep sumber tersier adalah sumber

sejarah tidak langsung yaitu penggabungan sumber primer dan sumber

skunder.

Adapun tahap pengumpulan sumber yang dilakukan dalam

penelitian ini, yaitu :

Tahap pertama pengumpulan sumber yang dilakukan dalam

penelitian ini dengan mempelajari dokumen-dokumen. Dokumen-

dokumen yang dipelajari penulis adalah dokumen-dokumen Yayasan

St.Maria Berbelaskasih yang sebelumnya bernama Yayasan

Kerahiman, lalu berganti nama Yayasan Belaskasihan, juga

menggunakan arsip Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria

Bunda Yang Berbelaskasih serta arsip dari kantor keuskupan Sibolga.

Penulisan ini juga menggunakan arsip daerah Kota Sibolga sebagai

Yang Berbelaskasih.

Tahap kedua adalah melalui wawancara terhadap saksi mata serta

penanggungjawab Karya Pendidikan Kongregasi Suster-Suster Cinta

kasih Dari Maria Bunda Yang Berbelaskasih yang dikenal dengan

penelitian lapangan. Penelitian di lapangan dilakukan dengan

44
Louis Gottchlak, op. cit. hlm: 35
42

wawancara dengan beberapa tenaga pendidik yang berkarya di karya

pendidikan kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih, juga wawancara dengan tokoh masyarakat kota Sibolga

yang mengikuti perkembangan serta memahami sejarah Kota Sibolga.

Wawancara juga dilakukan dengan beberapa suster dari kongregasi

Suster-suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Yang Berbelaskasih

sebagai penanggupjawab dari Yayasan Santa Maria Berbelaskasih.

Tahap ketiga mempelajari berbagai sumber buku yang berkaitan

dengan penulisan skripsi ini. Contoh buku dari pengumpulan sumber

ini dapat dilihat dari daftar pustaka yang tertera dalam skripsi ini.

b. Metode Analisis Data

Penelitian sejarah dengan judul ”Perkembangan Karya

Pendidikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda

Yang Berbelaskasih (SCMM) di Sibolga Tahun 1930-2005,” juga

melakukan analisis data. Analisis data dilakukan terhadap sumber-

sumber yang ditemukan baik sumber primer, sumber skunder serta

sumber tertier. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa

tahapan yaitu,

Pertama yaitu kritik sumber (verifikasi). Verifikasi adalah uji

keabsahan atau kritik sumber agar terhindar dari fantasi dan

manipulasi. Verifikasi dilakukan dengan cara menganalisis data yang

ada. Verifikasi dibagi menjadi dua, yaitu kritik eksternal dan kritik

internal. Kritik eksternal adalah usaha untuk mendapat otentitas atau


43

keaslian sumber dengan melakukan penelitian fisik terhadap sumber.

Kritik eksternal dapat dilakukan dengan mencermati jenis kertas,

sampul, ataupun gaya bahasa sebuah dokumen. Kritik internal adalah

kritik yang menguji kredibilitas atau kebenaran isi (data) yang

terkandung dalam suatu sumber sejarah.45

Untuk memperoleh data-data yang tepat, peneliti melakukan

perbandingan dengan sumber lainnya sehingga dapat diketahui apakah

data dari sumber tersebut mengandung kontradiksi atau tidak. Kritik

sumber dalam penelitian sejarah sangat penting demi menghindari data

dan penulisan sejarah yang palsu. Dalam skripsi ini penulis melakukan

kritik sumber dengan melihat dan mengkaji data yang telah diperoleh

sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya dan relevan.

Sebagai contoh kritik sumber (verifikasi) dalam penelitian ini

adalah membandingkan laporan tahunan dari sekolah-sekolah di karya

pendidikan Kongregasi SCMM dengan statistik jumlah siswa dan

tenaga pendidik yang ada di Yayasan Belaskasihan dan

membandingkan kronik suster SCMM pada tahun 1942 sampai dengan

tahun 1943 di Sibolga dengan buku sejarah Kongregasi SCMM yang

berjudul “120 Tahun Tarekat SCMM di Bumi Nusantara Indonesia 12

Juli 1885-2005”, terutama dalam hal perjuangan para suster SCMM

yang berkebangsaan Belanda pada masa pendudukan Jepang di

Sibolga. Melalui kritik sumber ini dapat diberi informasi lebih

terperinci dan dapat dipercaya.

45
Suhartono W. Pranoto, op. cit. hlm: 36-37.
44

Kedua yaitu interpretasi. Interpretasi adalah penafsiran sumber.

Interpretasi terdiri dari tiga bagian, yaitu analisis, sintesis dan

mengukuhkan. Dalam interpretasi juga didapat kesatuan data. Analisis

adalah proses menguraikan data dari masing-masing sumber. Sintesis

adalah menyatukan seluruh uraian data dari sumber yang telah

diperoleh. Setelah melakukan analisis dan sintesis, langkah berikutnya

adalah pengukuhan sumber yang akan digunakan. Meskipun telah

melewati tahap kritik eksternal dan internal, penyatuan dalam

penelitian sejarah perlu dilakukan untuk menetapkan sumber sejarah

yang memiliki data akurat. Pengolahan data dengan interpretasi subyek

akan menghasilkan penulisan yang semakin sempurna.

Dalam penulisan skripsi ini, interpretasi data dilakukan dengan

berusaha memahami faktor-faktor yang mendorong terjadinya suatu

peristiwa terutama dalam pengembangan karya pendidikan para suster

SCMM di Sibolga pada masa pendudukan Jepang di Sibolga. Setelah

data yang didapat diolah, penulis menemukan kebenarannya demi

menjawab permasalahan penulisan skripsi ini.

Sebagai contoh dalam intrepretasi sejarah tampak dalam bab II

tentang faktor-faktor yang mendorong pendiri, mendirikan Kongregasi

SCMM di Belanda. Peristiwa itu juga ditemukan di Indonesia terutama

di Sibolga hingga SCMM hadir di Sibolga pada tahun 1930 sampai

sekarang. Peristiwa pada tahun 1942-1945 perjuangan para suster

SCMM yang berkebangsaan Belanda ketika mereka menghadapi


45

tentara Jepang yang menduduki kota Sibolga. Setelah melakukan

analisis data maka fakta yang ada kemudian digabungkan menjadi satu

kesatuan sehingga diperoleh peristiwa sejarah yang bermakna.

Penggabungan data ini dapat disebut penulisan sejarah.

c. Pendekatan penelitian

Jenis pendekatan merupakan alat analisis yang menuntun

sejarawan untuk memecahkan suatu fenomena historis yang begitu

kompleks. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan multidimensional, artinya memandang suatu peristiwa

sejarah dan memecahkan permasalahannya dengan menggunakan

konsep-konsep dari berbagai perspektif ilmu. Pendekatan sangat

penting dalam metodologi sejarah sebab dengan pendekatan yang telah

diambil akan mempermudah dalam mengambil sudut pandang tertentu

dengan hasil kejadian tertentu.46

Pendekatan-pendekatan yang digunakan penulis adalah

pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi, pendekatan antropologi,

dan pendekatan politik. Pendekatan sosiologi akan dipergunakan untuk

menganalisis gejala-gejala yang terjadi dalam hubungan antarmanusia,

seperti penderitaan manusia akibat persaingan, jurang pemisah antara

orang miskin dan orang kaya yang terjadi di Belanda sehingga Mgr.

Zwijsen mendirikan Kongregasi SCMM di Belanda. Hal ini juga

menjadi salah satu pendorong Kongregasi SCMM membuka karya

46
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, 1992, hlm. 2-4.
46

pendidikan di Sibolga. Keprihatinan terhadap anak-anak miskin di

Sibolga yang tidak diterima di sekolah pemerintahan, mendorong

Kongregasi SCMM membuka karya pendidikan.

Pendekatan psikologi akan dipergunakan untuk menganalisis

perilaku manusia dalam menghadapi situasi, tindakan yang diambil

dan peneliti menafsirkan kepentingan apa yang dikehendaki dalam

melakukan suatu tindakan. Dalam penelitian ini pendekatan psikologi

digunakan untuk melihat sikap masyarakat Sibolga ketika terjadi krisis

ekonomi di Sibolga yang sangat mempengaruhi perkembangan karya

pendidikan SCMM di Sibolga. Selain itu, pendekatan ini juga

digunakan melihat bagaimana sikap para suster SCMM menanggapi

gejala sosial tersebut serta melihat bagaimana situasi pribadi para

suster SCMM yang berkebangsaan Belanda yang ditahan di kamp

pada masa Jepang menguasai Sibolga.

Pendekatan politik akan digunakan untuk menganalisis tentang

kebijakan-kebijakan kongregasi dalam mengembangkan karya

pendidikan suster SCMM di Sibolga ketika Jepang mulai mengambil

alih sarana dan prasarana yang digunakan untuk mendidik anak-anak

di Sibolga dan tindakan apa yang dilakukan para suster SCMM di

negeri Belanda ketika para suster SCMM yang berkebangsaan Belanda

di masukkan dalam kamp yang telah disediakan oleh Jepang.

Pendekatan antropologi akan digunakan untuk melihat cara para

suster yang pertama tiba di Sibolga mendekati masyarakat Sibolga


47

yang terdiri dari berbagai suku dengan budaya dan adat istiadat yang

berbeda. Pendekatan ini juga mau melihat budaya masyarakat Sibolga

yang berpengaruh bagi perkembangan pendidikan di Sibolga.

d. Penulisan Sejarah

Tahap terakhir adalah penulisan sejarah yang dikenal dengan

historiografi. Menurut Louis Gottschalk definisi historiografi sebagai

penulisan sejarah. Historiografi dipahami sebagai proses rekonstruksi

imajinatif peristiwa masa lalu berdasarkan data yang diperoleh dari

suatu sumber47. Pada bagian ini, peneliti harus mampu menyusun hasil

penelitiannya secara kronologis dan sistematis. Hal ini sangat penting

karena dalam menyampaikan peristiwa, penulis harus memaparkan

secara berurutan sesuai dengan waktu sehingga pembaca dapat lebih

mudah memahami jalannya peristiwa.

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga memperhatikan aspek

kronologis yang membantu penulis dalam menjelaskan permasalahan

yang terdapat dalam penelitian ini. Kapan peristiwa itu terjadi, adakah

perubahan dan perkembangannya. Sebagai contoh dalam penulisan

skripsi ini historigrafi tampak pada bab II dan bab III.

2. Jenis penulisan

Jenis penulisan penelitian ini berbentuk deskriptif analitis.

Deskriptif analitis diartikan sebagai cara penulisan sejarah dalam

pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek pemikiran

47
Louis Gottchlak, loc. cit² 32
48

berdasarkan fakta yang tampak sekarang.48 Dalam hal ini penulis

mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan karya pendidikan

Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang

Berbelaskasih (SCMM) di Sibolga tahun 1930-2005 dan peranan Mgr.

Zwijsen dalam mendirikan Kongregasi SCMM hingga menjadi kongregasi

yang besar dan menyebar ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia

terutama di Sibolga, dan penulis lebih pada menceritakan perkembangan

karya pendidikan Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih di Sibolga.

H. Sistematika penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang sesuai dengan permasalahan dalam

tulisan sejarah ini diperlukan uraian yang sistematis dan komprehensif.

Dengan demikian antara bagian yang satu dengan bagian yang lain memiliki

keterkaitan satu sama lain sehingga menjadi sebuah tulisan yang bisa

dipertanggungjawabkan. Secara keseluruhan penulisan skripsi ini terdiri dari

lima bab. Sistematika dalam penulisan skripsi yang berjudul “Perkembangan

Karya Pendidikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda

Yang Berbelaskasih (SCMM) Di Sibolga Tahun 1930-2005,” sebagai berikut.

BAB I Merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah dan

perumusan masalah. Dalam pendahuluan diuraikan tujuan

penulisan dan manfaat penulisan, juga diuraikan kajian pustaka,

landasan teori, metode penelitian, dan pendekatan serta

sistematika penulisan.

48
Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 5-6.
49

BAB II Menguraikan sejarah Sibolga sebagai tempat Kongregasi Suster-

suster Cinta Kasih menanamkan dan mengembangkan karya

pendidikannya, memaparkan situasi masyarakat Sibolga masa

prakemerdekaan dan pascakemerdekaan, menguraikan sejarah

berdirinya kongregasi Suster-suster Cinta kasih dari Maria Bunda

Berelaskasih hingga berkembang sampai ke Indonesia terutama di

Sibolga. Dalam bab ini juga akan dibahas peranan Mgr. Zwijsen

sebagai pendiri kongregasi suster-suster Cinta Kasih Dari Maria

Bunda Berbelaskasih, visi dan misi serta spiritualitas kongregasi

yang mendorong para suster SCMM untuk melakukan karya kasih

terutama dalam mengembangkan pendidikan di dunia terutama di

Sibolga.

BAB III Menguraikan perkembangan karya pendidikan kongregasi Suster-

suster Cinta kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih dari tahun

1930-2005, yang dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.

BAB IV Pengaruh kehadiran dan sumbangan karya pendidikan kongregasi

Suster-suster Cinta kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih dari

tahun 1930-2005 di Sibolga.

BAB V Bab ini adalah penutup. Dalam bab V ini akan dibuat sebuah

kesimpulan sebagai rangkuman atas permasalahan-permasalahan

disampaikan dalam sampai dengan bab IV.

Berdasarkan sistematika tersebut di atas, dalam bab berikutnya akan

dibahas sesuai dengan permasalahan yang diajukan.


BAB II

SEJARAH AWAL BERDIRINYA KONGREGASI SUSTER-SUSTER

CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA BERBELASKASIH DI SIBOLGA

Menurut Robert MacIver, masyarakat adalah suatu sistem hubungan yang

ditertibkan.49 Masyarakat dapat diartikan sebagai kelompok manusia yang sengaja

dibentuk secara rasional, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu.50

Masuknya Kongregasi SCMM ke Sibolga didorong adanya kebutuhan masyarakat

akan kehidupan yang lebih baik dibanding sebelumnya.

Perkembangan Kongregasi SCMM di Sibolga tidak lepas dari situasi

masyarakat Sibolga. Kehadiran para suster SCMM di Sibolga memberi

sumbangan tersendiri yang dapat membangun kehidupan masyarakat Sibolga

untuk selanjutnya. Selain perkembangan masyarakat, Sibolga juga dipengaruhi

letak geografis dan kondisi alam, penduduk, kehidupan ekonomi, budaya dan

agama (untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam bab II ini). Pada bagian ini akan

dibahas kondisi Sibolga sebelum kedatangan Kongregasi SCMM, sejarah awal

berdirinya Kongregasi SCMM hingga masuk ke Sibolga, sejarah pendiri

Kongregasi SCMM, dan karya-karya yang dikelola para suster SCMM di Sibolga.

49
Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, 2004, hlm. 33.
50
Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta, Rajawali,
1984, hlm. 106.

50
51

A. Selintas Mengenai Sibolga

1. Letak Geografis dan Kondisi Alam Sibolga

Letak geografis dan kondisi alam Sibolga akan diuraikan setelah

membahas sejarah Sibolga. Awal berdirinya daerah Sibolga sebagai

pemukiman atau tempat tinggal rakyat didorong oleh kepentingan

ekonomi antara orang pesisir dan rakyat pedalaman. Hal ini terjadi karena

Sibolga berada di daerah strategis untuk penyaluran barang-barang bagi

masyarakat pedalaman. Hasil bumi dari pedalaman ditukar dengan ikan

dan garam dari pesisir pantai. Daerah Sibolga menjadi tempat pertemuan

para pedagang baik dari Eropa, Arab, dan Cina. Adanya pertemuan yang

terus menerus ini mendorong para pedagang untuk mendirikan tempat

tinggal untuk beberapa hari. Hal ini juga mengundang masyarakat Batak

untuk mendirikan tempat tinggal di Sibolga.

Sibolga menjadi semakin ramai ketika terjadi gejolak antara Aceh

dengan Batak, sekitar tahun 1514-1574. Konflik ini mengakibatkan orang

Batak Toba mengalihkan perdagangan dan pemukimannya ke daerah

pantai Barat Sumatera.51 Tapian Nauli atau sekarang disebut Sibolga

semakin dipadati oleh para pedagang rempah-rempah dari Cina, India,

Portugis, dan Arab. Dalam perkembangan selanjutnya Belanda turut ambil

bagian dalam perdagangan tersebut. Melihat ramainya para pengunjung

hilir mudik ke Tapian Nauli maka Ompu Datu Hurinjom membuat

pemukiman di Simaninggir km 10 Utara Sibolga. Pendirian pemukiman

ini mendorong para pedagang menjadikan daerah tersebut tempat transit

51
Tanpa pengarang, Sibolga In Histori, Culture and Tourism office, Sibolga, tanpa tahun, hlm. 2-
3.
52

para pedagang atau persinggahan Parlanja Siraja.52 Nama tempat

persinggahan para pedagang disebut Huta ni Si Balga.53 Para pedagang

sangat menghormati Ompu Datu Hurinjom. Belanda yang telah menguasai

Indonesia, turut ambil bagian dalam perdagangan di Sibolga. Masuknya

Belanda ke Sibolga menimbulkan pemberontakan dari masyarakat

pribumi. Hal ini terjadi karena rakyat merasa dirugikan oleh para pedagang

dari Belanda. Kekalahan yang dialami rakyat pribumi terhadap Belanda

mendorong Ompu Datu Hurinjom dan anaknya Raja Ompu Timbo

mencari tempat strategis ke Mela Dolok dan ke perbukitan Simare-mare

yang sekarang termasuk bagian dari wilayah Sibolga.54

Situasi Sibolga setelah kedatangan bangsa Eropa penuh dengan

konflik. Untuk menghadapi Belanda maka Ompu Datu Hurinjom

Hutagalung mengumpulkan masyarakat Batak melakukan perlawanan

terhadap Si Bontar Mata.55 Perjuangan Ompu Datu Hurinjom Hutagalung

setelah usianya tua dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Raja Luka

Hutagalung yang bergelar Tuanku Dorong. Gelar ini diberikan masyarakat

karena ia yang memulai perluasan wilayah Sibolga hingga dekat dengan

pantai. Perkembangan selanjutnya nama ini berubah penyebutan seperti

kutipan berikut.56

52
Parlanja Siraja adalah para pedagang yang datang dari daerah Tarutung dengan berjalan kaki
membawa bahan makanan seperti beras, sayur dan buah ke Sibolga untuk ditukar dengan ikan dan
garam.
53
Huta ni Si Balga artinya kampung orang besar.
54
Ibid.
55
Si Bontar Mata adalah julukan orang Batak terhadap orang Eropa yang disebut si mata putih.
56
Wawancara dengan Drs. H. Raja Djafar Hutagalung pada tanggal 11 Januari 2010.
53

Sibalga... Si Boga...Siboga...(Batak)
Tulisannya SIBOLGA dibaca SIBOGA... (Pesisir)
Sibougah...(Belanda, Inggris)
Sibarugah...(Jepang)

Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara yaitu

di Teluk Tapian Nauli, ± 350 km Selatan kota Medan ibu kota Provinsi

Sumatera Utara. Secara Geografis kota Sibolga terletak di antara 01042'-

01046' LU dan 980 44' BT- 980 48' BT. Luas wilayah kota Sibolga (tidak

termasuk lautan) adalah 1.077 Ha atau 10, 77 km2 yang terdiri 889,16 Ha

(82,26%) daratan pulau Sumatera dan 187,84 Ha (17,44%) daratan

kepulauan (Pulau Saradik, Poncan dan Panjang). Secara administrasi kota

Sibolga terdiri empat kecamatan yakni Kecamatan Sibolga Utara 2,883

km2 (26,27%), Sibolga Kota 2,310 km2 (21,45%), Sibolga Selatan 3,216

km2 (29,86%), dan Kecamatan Sibolga Sambas 2,361 km2 (21,92%).

Keempat kecamatan tersebut dibagi menjadi 17 (tujuh belas) kelurahan

dan masing-masing kecamatan terdiri atas empat kelurahan kecuali

Kecamatan Sibolga Utara terdiri dari 5 (lima) kelurahan.

Wilayah Sibolga berada pada ketinggian antara 1-150 meter dpal (di

atas permukaan laut) dengan kemiringan lahan bervariasi yang meliputi

daratan Sumatera dan kepulauan kecil di sekitarnya. Kondisi iklim wilayah

Sibolga termasuk beriklim tropis dengan suhu tertinggi mencapai 32 C dan

suhu terendah mencapai 21,6 C. Di wilayah Sibolga curah hujan tidak

teratur sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

November.57

57
http://teropongkaca.com/?page_id=312 didownload tanggal 25 Januari 2010.
54

Kondisi geografis wilayah Sibolga dengan letak lintang antara

01042'-01046' LU, dan 980 44' BT- 980 48' BT dengan tofografi daerah

berbukit dikelilingi oleh wilayah yang berbukit dan laut. Berdasarkan

kondisi tersebut maka dampaknya bagi masyarakat Sibolga lebih pada

mata pencaharian, yaitu lebih didominasi oleh nelayan, walaupun sebagian

masyarakat masih memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Kota Sibolga merupakan kota pelabuhan yang menghubungkan

beberapa daerah pantai bagian barat pulau Sumatera yang dapat dilalui

oleh jenis transportasi berupa pelayaran rakyat, pelayaran perintis dan

pelayaran samudera. Tujuan transportasi pelayaran rakyat meliputi

wilayah pulau-pulau kecil, sedangkan palayaran perintis dan pelayaran

samudera wilayah tujuan utamanya pulau Nias dan Sumatera Barat.

Pelabuhan Sibolga ketika masih digunakan sebagai tempat peristirahatan

penumpang dari Jakarta, dipadati oleh para pedagang makanan dan lain-

lain. Adanya pelabuhan di Sibolga mendorong sebagian masyarakat

Sibolga untuk mengerjakan pekerjaan sampingan sebagai buruh bahkan

memilih pekerjaan sebagai buruh kapal.

Selain itu letak wilayah Sibolga yang merupakan daerah pantai juga

memiliki kelebihan tersendiri yang dapat menarik para wisatawan baik

dalam negeri maupun dari luar negeri. Salah satu objek wisata yang

terdapat di daerah Sibolga yaitu wisata bahari meliputi pulau Poncan

Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Panjang dan Pulau Sarudik. Selain itu

wilayah Sibolga memiliki wisata alam meliputi Torsimarbarimbing,


55

Puncak Gunung Santeong dan Puncak Pemancar TVRI.58 Potensi wisata

lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah wisata sejarah dan budaya.

Kota Sibolga banyak meninggalkan catatan sejarah masa lampau yang

penuh romantika perjuangan, dan sejumlah peninggalan sejarah masa lalu,

yang paling banyak adalah peninggalan masa penjajahan Jepang berupa

benteng dan gua-gua buatan. Objek wisata peninggalan sejarah di

antaranya adalah Gua Sikaje-Kaje, Gua Tangga Seratus, Benteng Sihopo-

hopo, Benteng di Simaremare, Benteng di Bukit Ketapang dan Pulau

Poncan Gadang yang menjadi basis tentara Jepang. Kondisi Sibolga

tersebut mempengaruhi kehidupan sebagian masyarakat Sibolga. Hal ini

tampak pada mata pencaharian masyarakat yang sebagian bekerja sebagai

pedagang di Area objek wisata. Gambar letak geografi Sibolga dapat di

lihat pada lampiran 2 & 3.

2. Demografi Sibolga

Di wilayah Sumatera Utara penduduk pantai kebanyakan dari suku

Melayu. Hal ini juga dapat dilihat dari di daerah Asahan, Langkat, Deli

Serdang, Sibolga. Barus dan Sibolga sebagai daerah pesisir masyarakat

Melayu disebut penduduk pesisir. Walaupun sebutan nama ini berbeda-

beda namun mereka menyatukan diri pada suku Melayu.59 Walaupun

Melayu menguasai daerah pantai di Sumatera Utara berbeda dengan

daerah pantai di Sibolga. Penduduk yang mendiami wilayah Sibolga

adalah etnis Batak Toba, tetapi bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat

58
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Sibolga didownload tanggal 22 Maret 2010.
59
Napitupulu, dkk, Sejarah Perlawanan Terhadap Kolonialisme Dan Imperialisme Di Sumatera
56

Sibolga adalah bahasa Pesisir Minangkabau sedangkan dalam adat istiadat

dan keseniannya terdapat pengaruh Melayu.60

Pada awal daerah Sibolga dibuka sebagai pemukiman masyarakat

pendatang berasal dari berbagai suku, terutama pada masa pemerintahan

Belanda. Pulau Poncan Ketek yang dijadikan sebagai bandar dan pasar

mengundang para pedagang datang terutama dari Aceh, Minang, Batak

dan Jawa. Perdagangan ini mengundang para pedagang asing datang

seperti Cina, India, Arab dan Belanda. Para pendatang dan pedagang ada

yang tinggal di Poncan Ketek turun temurun. Perkembangan selanjutnya

Pulau Poncan ini dikuasai oleh Belanda dan dijadikan sebagai tempat

tahanan bagi orang hukuman yang dikenal dengan nama “orang rantai”

yang didatangkan dari berbagai daerah di Indonesia. Daerah Poncan Ketek

didiami berbagai suku dan jumlah penduduknya sangat padat. Melihat

perkembangan ini, Belanda memindahkan perintahan dan perdagangan ke

daratan Sibolga.61

"Negeri berbilang kaum" demikianlah istilah yang tepat untuk

menggambarkan kondisi masyarakat Sibolga pada masa pendudukan

Jepang hingga sekarang, berdasarkan pada masa sebelumnya yakni masa

kolonial Belanda yang multietnis dan turut membentuk karakter dan

budaya masyarakatnya. Ada beberapa etnis yang ada di Sibolga di

antaranya Batak Toba, Mandailing, Melayu, Nias, Jawa, Minang, Bugis,

Aceh, suku-suku dari Indonesia bagian Timur, dan pendatang asing seperti

etnis Tiong Hoa, India dan Arab yang hidup berdampingan secara damai

60
Tanpa pengarang. Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah, Medan, Bali Scam, 1995, hlm. 27.
61
Bhudhisantoso. S, dkk, op, cit hlm. 58.
57

dan saling menghormati adat-istiadat masing-masing di mana adat masih

memegang peranan penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.62

Letak geografis Sibolga yang strategis mendorong para pedagang untuk

menempati Sibolga terutama orang-orang yang datang dari Silindung

Tapanuli Utara.

Melihat kenyataan ini maka John Prince selaku Residen Tapanuli

pada waktu itu menyadari perlunya menjaga keutuhan sistem kekerabatan

antara etnis satu dengan lainnya yang tentunya berpengaruh besar pada

stabilitas daerah yang dipimpinnya, maka beliau membuat suatu tatanan

kehidupan masyarakat dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian

"Parjanjian Batigo Badusanak" pada tanggal 11 Maret 1815 Isinya

yaitu,63

“Saling pengertian antara satu dengan yang lain, contohnya jika ada
perselisihan antara si A dan si B hendaklah si C yang menjadi
penengah demikian pula jika si A dan si C yang bertikai hendaklah
si B jadi penengah demikianlah mereka didamaikan secara bergilir
dan ini berlaku dalam kehidupan menurut adat maupun agama, jika
penyelesaian ini tidak berhasil barulah disampaikan kepada Residen.
Sistem ini semakin diperkuat dengan ditetapkannya beberapa
ketentuan mengenai adat yang berlaku di Sibolga oleh Raja Sibolga
yang disaksikan oleh Residen Belanda Conperus pada tanggal 1
Maret 1851 yang salah satu point-nya adalah bahwa adat pendatang
boleh berlaku apabila telah dilaporkan kepada pemangku adat atau
Raja.”

Dengan adanya penjanjian ini maka masyarakat yang ada di Sibolga

dapat saling berkomunikasi dengan pemerintah setempat juga dengan

sesama saling menghormati.

62
Jaka, dkk, Perjuangan Laskar Laut Sibolga dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI, Medan.
USU Press, 2006, hlm.6
63
Ibid. hlm.7
58

Kehidupan masyarakat pada masa pemerintahan Jepang sangat

memprihatinkan dan hukuman bagi rakyat pribumi semakin kejam,

kepatuhan pada tatanan hidup yang telah dibina semula menjadi kabur,

kepatuhan pada norma kehidupan berlangsung secara paksa jauh dari

kesadaran karena semata-mata takut pada pemerintah pendudukan Jepang.

Kondisi kehidupan masyarakat diperburuk dengan kondisi perekonomian

yang parah, rakyat berkekurangan dalam segala hal baik sandang, pangan

maupun papan maka seolah bukan suatu pandangan yang asing jika

banyak dijumpai rakyat berpakaian dari goni atau dari kulit kayu.64

Masuknya Jepang ke Indonesia untuk kepentingan ekonomi dan politik.

Tujuan pendudukan Jepang di Indonesia untuk menopong perekonomian

Jepang dalam rangka mendukung dana perang. Jepang sebagai bangsa

yang terkuat di Asia setelah berhasil membom Pearl Harbour.

Perkembangan selanjutnya Indonesia mencapai kemerdekaaannya.

Pada masa ini masyarakat Sibolga mulai memperbaiki kehidupan mereka

sehari-hari. Para suster SCMM yang telah mendiami wilayah Sibolga pada

masa pendudukan Belanda dan pada masa pendudukan Jepang yang

ditahan di kamp kembali ke Sibolga dan mulai menjalankan misinya serta

berusaha untuk beradaptasi kembali seperti pada awal masuknya para

suster SCMM ke Sibolga. Kehadiran para suster SCMM kembali

diharapkan tidak menjadi ancaman bagi masyarakat. Dalam menjalankan

perutusannya, para suster SCMM berusaha untuk memahami budaya

setempat.

64
Idem.
59

Masyarakat yang dominan di Sibolga adalah masyarakat Batak

Toba, Minang, Nias dan Tionghoa. Kelompok etnis yang terbanyak adalah

etnis Tapanuli/Toba yaitu sebanyak 45.695 jiwa atau sekitar 55,93 persen

dari jumlah penduduk. Populasi kelompok etnis Minang adalah yang

terbesar kedua (8.793 jiwa atau 10,76 persen), kemudian etnis Nias (7,70

persen), Jawa (6,46 persen), Madina (5,65 persen), Cina (4,23 persen),

Aceh (3,20 persen), Melayu (2,91 persen), Karo (0,52persen) dan

Simalungun (0,36 persen).

Para suster SCMM berusaha untuk memahami budaya suku-suku

yang ada di Sibolga. Bagi para suster SCMM pemahaman akan budaya

setempat akan mempermudah untuk menjalankan visi dan misi kongregasi

yang telah ditanamkan dari awal berdirinya kongregasi oleh pendiri.

Berikut ini akan dibahas tentang sosial budya masyarakat yang dilayani

para suster SCMM di Sibolga.

a. Masyarakat Batak Toba

Di wilayah Sibolga masyarakat yang paling dominan adalah

suku Batak terutama Batak Toba. Sistem kekerabatan masyarakat

Batak Toba dapat dilihat dari adanya pengakuan sahala65 orang yang

sudah meniggal dunia dan diyakini memiliki kekuatan, kharisma

sehingga masyarakat Batak Toba berusaha menghormati arwah para

leluhurnya karena diyakini sahala mereka selalu mengiringi perjalanan

langkah hidup keturunan berikutnya.

Bagi orang Batak roh leluhur yang telah meninggal diyakini

tetap menjaga dan memberi perhatian bagi keturunan selanjutnya.


65
Sahala artinya jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
60

Adanya keyakinan inilah yang membuat orang Batak berusaha

menghormati roh leluhurnya dan penghormatan itu dilaksanakan

dengan cara mangongkal holi66 serta meletakkannya ke tempat yang

lebih tinggi yang disebut tambak (tugu). Upacara mangongkal holi

diadakan keluarga bersama dengan masyarakat setempat serta kerabat

yang memiliki marga sama dengan keluarga berpesta.

Kehidupan sosial masyarakat Batak Toba diikat dengan sistem

kekerabatan yang disebut Dalihan Na Tolu.67 Dalihan Na Tolu sangat

penting dalam setiap aktivitas masyarakat Batak. Masyarakat Batak

toba mengakui tiga unsur kekerabatan yaitu: pertama dongan sabutuha

karena lahir dari rahim (butuha) yang sama yaitu ibu mereka sendiri.

Dalam perkembangan selanjutnya yang termasuk kelompok

kekerabatan dongan sabutuha ini adalah saudara laki-laki seayah,

saudara laki-laki senenek, saudara laki-laki senenek moyang, saudara

laki-laki semarga berdasarkan sistem garis keturunan laki-laki atau

patrilineal. Tentu si Suhut mempunyai isteri. Kedua, Orang tua dari

pihak istri suhut tadi atau mertua dari suhut dinamai hula-hula.

Ketiga, dalam hubungan yang lebih luas, keluarga hula-hula,

kelompok kekerabatan hula-hula, saudara-saudara laki-laki dari hula-

hula berdasarkan sistem kekeluargaan prinsip patrilineal, keseluruhan

menjadi hula-hula dari suhut, malahan keseluruhan keluarga suhut,

kelompok kekerabatan suhut, saudara laki-laki semarga dengan suhut

66
Mangongkal holi artinya menggali tulang-tulang orang yang sudah meninggal.
67
Dalihan Na Tolu artinya tiga tiang tungku yang dimaknai sistem kekerabatan masyarakat Batak
Toba yang mempunyai tiga kelompok kekerabatan yakni Dongan sabutuha/dongan tubu, hula-hula
dan boru.
61

dan keseluruhannya menjadi berhula-hula kepada hula-hula suhut.

Sebaliknya saudara perempuan dari suhut yang kawin dengan

seseorang disebut boru. Atau lebih jelasnya, suami dari saudara

perempuan suhut dinamai boru. Dalam hubungan yang selanjutnya,

semua saudara laki-laki dari boru, kelompok kekerabatan dari boru,

saudara laki-laki semarga dari boru menjadi boru dari suhut.

Telah dipaparkan secara jelas pada bagian sebelumnya

bagaimana peranan masing-masing dari ketiga unsur pokok Dalihan

Na Tolu. Hal ini berlaku bagi setiap pesta dan acara lainnya yang ada

dalam masyarakat Batak Toba, sebagai contoh upacara mangongkal

holi, pesta pernikahan dan lain-lain. Langkah pertama yang diambil

adalah sidang keluarga untuk menyusun acara pesta. Pada acara itu

ditetapkan siapa yang akan mengatur pesta atau kegiatan adat.

Bagaimana bentuk tugu, bentuk pesta, berapa ekor hewan yang akan

disembelih dan berapa biaya seluruhnya. Keputusan keluarga menjadi

keputusan semua dan harus ditaati sesuai dengan norma-norma adat.

Setelah semua rencana matang, maka pihak hula-hula

diberitahukan tentang hal-hal yang akan dilaksanakan dalam pesta

tersebut. Cara memberitahukan kegiatan yang akan dilaksanakan

selama pesta tersebut, dilengkapi dengan makanan adat yang dibawa

oleh hasuhuton kepada hula-hula darimana asal hasuhoton mengambil

perempuan menjadi istri. Acara pemebritahuan itu lengkap dengan

unsur Dalihan Na Tolu, suhut dan boru menjumpai hula-hulanya.

Demikian hula-hula lengkap dengan boru menerima boru suhut.


62

Setelah makanan dimakan oleh hula-hula, maka tujuan kedatangan

boru suhut pun disampaikan.

Upacara ini diiringi dengan musik Batak Toba dan semua yang

hadir dalam pesta tersebut secara khusus keluarga manortor (menari)

serta dibarengi dengan pemberian ulos (selendang) sesuai dengan

kedudukan masing-masing dalam keluarga. Biaya upacara ini sangat

besar dan ditanggung bersama semua keluarga dari keturunan leluhur

yang dipestakan. Dalam situasi inilah persatuan oang Batak Toba

sungguh terlihat. Untuk memahami budaya Batak Toba para suster

SCMM berusaha turut ambil bagian dalam kegiatan pesta terutama

dalam hal leturgi. Kehadiran para suster SCMM di tengah-tengah

umat mengarahkan masyarakat terutama yang menganut agama

Katolik untuk tetap berjuang menjalani hidupnya bersama Kristus.

Masyarakat Batak Toba banyak menganut agama Kristen, Katolik dan

sedikit Islam.

Masyarakat Batak Toba sangat memperhatikan pendidikan

anak-anak mereka. Bagi masyarakat Batak Toba anak adalah

merupakan kekayaan yang disebut dalam bahasa Batak Toba anakko

hi do hamoraon di au68. Terutama bagi anak laki-laki lebih dihormati

dalam keluarga dari pada perempuan. Anak laki-laki merupakan

penerus dari keluarga terututama marga dari ayah. Keberhasilan dan

kemajuan anak dalam menuntut ilmu merupakan kebanggaan orang

tua. Adanya prinsip ini maka masyarakat Batak Toba berusaha dan

68
Anakko hi do hamoraon di au artinya anakku adalah kekayaan bagi setiap orang tua atau
keluarga.
63

berjuang mencari daya dan nafkah demi perkembangan pendidikan

anak-anak mereka terutama bagi anak laki-laki. Tingginya perhatian

masyarakat Sibolga terhadap pendidikan anak-anaknya menjadi

potensi yang sangat berguna bagi perkembangan karya pendidikan

para suster SCMM di Sibolga. Demikian juga kehadiran para suster

SCMM mulai mengubah prinsip orang Batak yang kurang memberi

perhatian terhadap pendidikan anak perempuan.

b. Masyarakat Cina

Sumber ekonomi masyarakat Cina sebagian besar dari hasil

perdagangan. Sejak wilayah Sibolga dibuka dan dijadikan tempat

berdagang, masyarakat Cina telah mendiami kota Sibolga. Jadi

masuknya masyarakat Cina ke Sibolga karena berprofesi sebagai

pedagang. Masyarakat Cina yang masuk ke Sibolga menganut

berbagai agama. Ada yang beragama Budha, Konghucu, Islam,

Kristen dan Katolik. Masuknya para suster SCMM tahun 1930 ke

Sibolga, masyarakat Cina mulai mengenal agama Kristen terutama

Katolik. Adanya pengenalan ini mengakibatkan sebagian besar orang

Cina di Sibolga memeluk agama katolik. Hal ini terjadi adanya

keteladanan yang baik ditunjukkan oleh para suster SCMM, juga

dipengaruhi oleh berkat adanya kesamaan ritual masyarakat Cina

dengan tata perayaan keagamaan dalam gereja Katolik.

Masyarakat Cina bersifat tekun dan ulet dalam menjalankan

aktivitas hariannya terutama dalam hal berdagang. Berkat kerja keras

mereka sebagian besar usaha mereka maju, bahkan di wilayah Sibolga


64

masyarakat Cina pemegang utama dalam berbisnis atau pedagang

besar. Masuknya orang Cina ke Sibolga dan dapat diterima juga

dipengaruhi oleh keterbukaan orang Cina untuk menyesuaikan diri

dengan situasi di Sibolga, aktif dalam kegiatan sosial, dan mereka

membuka hati untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan orang

lain. Prinsip bagi orang Cina untuk memajukan keturunan berikutnya

sangat penting dan orang tua selalu berusaha memberikan yang

terbaik bagi anak-anaknya sehingga kelak dewasa mandiri dan dapat

memenuhi kehidupan sendiri. Bagi masyarakat Cina, jiwa untuk

mandiri dari dini telah ditanamkan terutama dalam hal pendidikan.

Masyarakat Cina berusaha mencari sekolah yang berkualitas, dan

mereka rela membayar biaya pendidikan yang mahal demi

mendapatkan pendidikan yang bermutu.

c. Masyarakat Nias 

Masyarakat Nias merupakan pendatang dari pulau Nias yang

terletak di sebelah utara Sibolga Masyarakat Nias dalam bahasa

aslinya "Ono Niha". Ono artinya anak atau keturunan; niha artinya

manusia. Masyarakat Nias hidup ahlak dan kebudayaan yang masih

tinggi. Hukum adat Nias secara umuni artinya yang mengatur sagala

segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian.

Masyarakat Nias mengenal sistem kasta dan mengakui adanya

perbedaan antara kasta bangsawan dan kasta biasa. Tingkatan kasta

yang tertinggi adalah "Balugu". Untuk mencapai tingkatan ini

seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang


65

ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi. Suku Nias

menerapkan sistem marga mengikuti garis ayah (patrilineal).

Budaya masyarakat Nias bila bertemu seseorang atau

saudaranya saling memberi salam yang disebut “Ya’ahowu” artinya

memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati

Tuhan Yang Maha Kuasa. Ketika kata Ya’ahowu diucapkan

Masyarakat Nias berusaha menampilkan sikap-sikap: perhatian,

tanggung jawab, pengetahuan, menghormatinya sebagai sesama

manusia sebagaimana adanya. Jika seseorang bersikap demikian,

berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan

orang lain. Bagi masyarakat Nias memiliki persaudaraan yang kuat

adalah wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk

pengembangan hidup bersama.

d. Masyarakat Minang

Masyarakat Minang yang mendiami wilayah Sibolga awalnya

telah memiliki agama. Mereka adalah pendatang dari Sumatera Barat

dan mayoritas menganut agama Islam. Sistem kekerabatan Minang

mengikuti pola garis keturunan ibu. Hubungan keluarga terdekat

disebut “saparuik” artinya berasal dari satu ibu. Seluruh anggota dari

paruik itu dihitung menurut garis ibu, sedangkan para suami dari pada

anggota tersebut tidaklah termasuk di dalamnya. Menurut istilah

Minangkabau para suami itu disebut “urang sumando”, artinya

sumando biasa juga dinamakan “urang datang”, karena ia datang dan

sebagai pendatang di rumah istrinya. Para suami tidak memiliki


66

kekuasaan dalam keluarga, dan ibu sebagai pimpinan yang

bertanggung jawab atas anak dan kemanakannya.

Dalam masyarakat Minang tiap-tiap paruik dipimpin oleh

seorang penghulu yang dijabat oleh seorang laki-laki dari saudara ibu

biasa dipanggil datuk, yang berperan mengayomi sanak kemenakan

dan kampungnya, dan dipilih oleh segenap anggota keluarga itu

sendiri. Masyarakat Minang hidup dengan bergotong royong dan

memiliki budaya tersendiri.

Pada tahun 1930 para suster SCMM masuk ke Sibolga. Para

suster SCMM berusaha menyesuaikan diri dengan budaya, adat

istiadat, kehidupan masyarakat setempat. Selain itu, juga berusaha

belajar bahasa masyarakat setempat terutama bahasa Batak karena

penduduk Sibolga mayoritas Batak agar dapat bertinteraksi dengan

masyarakat lokal pada saat berkomunikasi satu sama lain. Selain

menguasai bahasa setempat, para suster juga lebih dahulu belajar

bahasa Indonesia yang sudah lebih luas pemakaiannya di Indonesia.

Melayani masyarakat yang berasal dari berbagai suku dan

agama serta karakter yang berbeda-beda membutuhkan jiwa dan

semangat kesederhanaan serta keterbukaan. Para suster SCMM

berusaha melayani dan memperlakukan secara kemanusiaan dengan

semangat cinta tanpa pamrih, cinta tanpa membeda-bedakan. Para

suster SCMM berusaha menghormati segala perbedaan yang mereka

jumpai dalam perjalanan hidup dan karya mereka. Semangat cinta

yang berbelaskasihan ini mendorong para suster untuk terlibat,

memberi perhatian dengan semangat yang didukung oleh Mgr.


67

Joannes Zwijsen yang sederhana dan berbelaskasihan bagi semua

orang yang ia jumpai dalam perjalanan hidupnya. Kehadiran para

suster SCMM membawa kebaikan bagi masyarakat Sibolga.

Adanya perhatian dan perbaikan hidup bagi masyarakat Sibolga

mempengaruhi kualitas dan kuantitas masyarakat. Fungsi dari

perbaikan kehidupan wilayah tersebut bila dilihat dari segi kualitas

yaitu tampak pada sumber daya manusia masyarakat Sibolga yang

ingin dapat bersaing dan siap menjadi tenaga yang profesional.

Perkembangan selanjutnya adalah jumlah penduduk yang mendiami

wilyah Sibolga setiap tahun semakin bertambah. Masyarakat Sibolga

merupakan masyarakat yang heterogen atau negeri yang berbilang

kaum, tetapi masyarakatnya dapat bekerja sama, persaudaraan tetap

terjalin dalam membangun kota Sibolga.

Penduduk kota Sibolga setiap tahun bertambah jumlahnya.

Pertambahan jumlah penduduk ini terdapat di beberapa kecamatan.

Jumlah penduduk Kota Sibolga sampai dengan tahun 2008 sebesar

94.614 jiwa yang terdiri dari 47.420 jiwa penduduk laki-laki dan

47.194 jiwa penduduk perempuan yang tergabung dalam 20.565

rumah tangga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1

berikut ini.
68

Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Kota Sibolga
Dirinci Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2007 & 2008

Tahun
Kelompok Umur 2007 2008 Presentase
LK PR LK PR (%)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

0-4 5810 4903 5817 4360 -5,00

5-9 5787 5818 5988 6130 4,42

10 - 14 4369 4877 4059 3996 -12,88

15 - 19 4780 7712 4469 4501 -28,19

20 - 24 4278 5231 4200 5599 3,05

25 - 29 4747 4014 4928 4046 2,43

30 - 34 3435 3459 3380 3530 0,25

35 - 39 3222 2734 3225 2680 -0,86

40 - 44 2363 2292 2253 2223 -3,85

45 - 49 1965 2339 1919 2460 1,74

50 - 54 2581 2308 3169 2790 21,89

55 - 59 1144 2187 1200 2925 23,84

60 - 64 1049 633 1182 621 7,19

65 - 69 827 477 1288 462 34,20

70 - 74 214 255 232 217 -4,26

75 + 119 278 111 254 -8,06

Total 46.690 46.517 47.420 47.194


1,5
Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 47
69

Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Kota Sibolga
Dirinci Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
Tahun 2007 & 2008

Tahun

Kecamatan 2007 2008

LK PR LK PR

(1) (8) (9) (10) (11)

Sibolga Utara 10.144 10.706 10.317 10.862

Sibolga Kota 8.214 8.620 8.361 8.745

Sibolga Selatan 17.084 16.181 17.332 16.417

Sibolga Sambas 11.248 11.010 11.410 11.170

Total 46.690 46.517 47.420 47.194

Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 45

Dilihat dari data di atas baik dari segi jumlah penduduk tiap

kecamatan maupun dari segi kelompok umur yaitu dari tahun 2007

sampai dengan 2008 jumlah penduduk daerah Sibolga mengalami

pertambahan penduduk setiap tahun yaitu 1,5 persen. Jumlah

penduduk Sibolga hingga pada tahun 2008 berjumlah 94.614 jiwa.

Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk tentunya daerah

Sibolga membutuhkan peningkatan dan pembekalan pendidikan bagi

tiap individu dalam keluarga masyarakat daerah Sibolga. Adanya

kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat Sibolga mendorong

pemerintah atau yayasan untuk menyediakan atau membangun serta


70

meningkatkan sarana atau prasarana pendidikan serta peningkatan

kualitas yang terus menerus.

Berdasarkan tabel jumlah penduduk kota Sibolga dirinci

menurut kelompok umur dan jenis kelamin, kelompok umur 5-25

merupakan penduduk usia sekolah. Komposisi penduduk Sibolga

berdasarkan kelompok umur, pada tahun 2007 dan 2008 menunjukkan

bahwa kelompok umur 5-25 lebih tinggi dari kelompok umur usia

kerja ditambah dengan usia tua yaitu tahun 2007 terdapat 55,37

persen dan tahun 2008 terdapat 50,64 persen penduduk usia sekolah.

Keadaan ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk usia sekolah di

Sibolga sangat membutuhkan pembekalan pendidikan.

Adanya peningkatan kebutuhan akan pendidikan di daerah

Sibolga merupakan potensi yang sangat baik bagi Kongregasi SCMM

dalam meningkatkan karya kerasulannya terutama dalam bidang

pendidikan. Selain kebutuhan pendidikan penduduk Sibolga juga

membutuhkan perumahan yang layak terutama bagi masyarakat

nelayan yang mendirikan perumahan di tepi pantai dan bila pasang

naik sangat berbahaya bagi mereka. Selain itu juga membantu

masyarakat Sibolga yang mayoritas sebagai nelayan dan tinggal di

tempat yang tidak layak huni yang sangat membutuhkan air bersih dan

perbaikan tata niaga perikanan. Kebutuhan ini mulai diperhatikan

oleh perintah Sibolga. Hal ini juga menjadi perhatian para suster

SCMM sesuai dengan visi dan misi para suster SCMM dalam

menjalankan karya kerasulannya serta pelayanan dengan penuh

belaskasih kepada orang-orang di sekitar terutama mereka yang sangat


71

membutuhkan. Kongregasi SCMM lebih pada pengembangan

pendidikan dalam memenuhi kebutuhan penduduk Sibolga.

Pendidikan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam

memperbaiki sumber daya dan kualitas hidup manusia. Melalui

pendidikan manusia diharapkan mampu menghadapi situasi hidup

yang sungguh kompleks keberadaannya. Wilayah Sibolga sama

dengan wilayah lain di Indonesia ini dalam hal pentingnya pendidikan

bagi masyarakat. Hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia

sekolah yang lebih besar dan sangat membutuhkan pendidikan yang

merupakan sumber daya manusia yang kelak dapat membangun

wilayah Sibolga kearah yang lebih baik. Pentingnya pendidikan

menuntut pemerintah dan pihak swasta berusaha untuk

mengembangkan pendidikan di Sibolga. Pengembangan pendidikan

ini membutuhkan peran para suster SCMM sesuai dengan tujuan awal

konggregasi SCMM didirikan, yaitu lebih pada pengembangan karya

pendidikan bagi kaum muda.

Pertambahan jumlah penduduk di daerah Sibolga mendorong

para suster SCMM untuk meningkatkan sarana atau prasarana serta

kualitas pendidikan yang dijalankan oleh para suster SCMM.

Peningkatan yang telah dilaksanakan melalui penambahan

pembangunan sarana atau prasarana, tenaga pendidik serta kualitas

pendidikan yang diberikan para suster SCMM di Sibolga. Hal ini

dapat dilihat dari jumlah sekolah yang telah dibangun. Pada awalnya

dibangun hanya satu sekolah dasar. Tetapi sejalan dengan

perkembangan penduduk yang semakin cepat dan besarnya kebutuhan


72

akan pendidikan, maka para suster SCMM mendirikan sekolah dari

Taman Kanak-Kanak (TKK) hingga Perguruan Tinggi (PT).

3. Mata Pencaharian Masyarakat Sibolga

Sebelum Perang Dunia II daerah Sibolga mengalami pertumbuhan

perekonomian dengan baik. Sumber pendapatan rakyat dan pemerintah

adalah dari perkebunan karet rakyat, ordeneming Belanda, perikanan dan

perdagangan antarpulau di pantai Barat Sumatera.69 Kebutuhan sandang

dan pangan rakyat harus didatangkan dari daerah lain seperti: beras,

minyak goreng, kopi, minyak tanah gula, tekstil dan lain sebagainya.

Daerah pesisir pantai timur dan pantai barat dari Sumatera Utara telah

lama menjadi wilayah perdagangan. Kondisi alam Sibolga ini

mengakibatkan kehidupan ekonomi Sibolga sebagai daerah pesisir lebih

diwarnai dengan perdagangan dan nelayan. Sibolga menjadi transit

barang-barang yang diperjualbelikan. Adanya perdagangan ini

membutuhkan para buruh angkut barang. Mata pencaharian penduduk

lebih sebagai pedagang, nelayan dan buruh angkat barang.

Pada masa pemerintahan Jepang di Sibolga perekonomian

masyarakat mengalami kemerosotan. Hal ini terjadi sebagian penghasilan

rakyat disita oleh Jepang demi kepentingan dan memenuhi kebutuhan

hidup para tentara Jepang. Selama pemerintahan Jepang di Sibolga rakyat

hidup dengan sangat menderita. Setelah merdeka perekonomian

masyarakat Sibolga mulai mengalami perkembangan dengan penghasilan


69
Panggabean, Hamid, dkk, Bunga Rampai Tapian Nauli, Jakarta, NadhilaCeria Indondonesia,
1995, hlm. 82
73

utama dari hasil laut. Hal ini juga menjadi penghasilan utama daerah

tersebut hingga sekarang. Perekonomian yang telah terjadi pada awal

berdirinya daerah Sibolga masih diteruskan oleh masyarakat Sibolga

hingga sekarang dengan menggunakan peralatan yang lebih modern dari

sebelumnya.

Tingkat pertumbuhan perekonomian kota Sibolga ditahun 2008

sebesar 5,85 persen. Sektor pertanian (subsektor perikanan) merupakan

kontributor terbesar yaitu sebesar 24,73 persen dan diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran 22,46 persen dan sektor ketiga terbesar

yaitu sektor jasa sebesar 14,58 persen, sedang sisanya oleh 6 sektor

ekonomi lainnya yaitu sebesar 38,23 persen. 70

Mata pencaharian penduduk Sibolga memiliki komposisi yang

bervariasi. Namun, mata pencaharian penduduk Sibolga yang dominan

atau potensi utama perekonomian bersumber dari perikanan, peternakan,

pertanian, pariwisata, jasa, dan perdagangan. Hasil utama perikanan,

antara lain kerapu, tuna, kakap, kembung, bambangan, layang, lencam dan

teri.

Sumber ekonomi atau mata pencaharian penduduk Sibolga lainnya

datang dari berbagai macam pekerjaan seperti sebagai pengangkut, industri

pengolahan, industri maritim dan lain-lain.

Bagi masyarakat Sibolga baik laki-laki maupun perempuan dalam

setiap keluarga berusaha bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup

70
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Sibolga, op. cit, hlm. 1
74

mereka sehari-hari. Sebagian masyarakat Sibolga bekerja sebagai petani,

nelayan, pedagang, pengolahan industri, dan lain-lain. Angkatan kerja

(penduduk usia 15 tahun keatas) di Kota Sibolga dapat dilihat pada tabel

2.3.

Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas Yang Bekerja
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha Utama
Tahun 2008

Total Laki-
Laki Dan
Lapangan Usaha (Ekonomi) Laki-Laki Perempuan Perempuan

1. Pertanian, perburuan, perikanan. 8.984 2.365 11.349

2. Industri pengolahan 1.792 1.341 3.133

3.Perdagangan besar,eceran rumah mkn 5.756 16.390 22.146

4. Jasa kemasyarakatan 5.563 10.921 16.484

5.Lainnya(pertambangan, 9.460 1.692 11.152


penggalian, angkutan dll)

Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 52

Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa sebagian besar penduduk

Sibolga bekerja sebagai pedagang baik pedagang besar mapun pedagang

kecil terutama pedagang ikan dan sebagai petani serta nelayan. Sumber

penghasilan atau ekonomi sangat mempengaruhi keluarga yang akan

mengirim anak-anak mereka untuk menimba ilmu pengetahuan di daerah

maupun di luar daerah Sibolga, seperti Sumatera dan Jawa. Melihat

sumber penghasilan penduduk Sibolga, pemberian pendidikan bagi anak-

anak masyarakat untuk ke jenjang perguruan tinggi kecil kemungkinan

terutama ke luar daerah Sibolga. Fenomena ini mendorong Kongregasi


75

SCMM untuk mengembangkan karya pendidikannya mulai dari taman

kanak-kanak hingga perguruan tinggi di Sibolga.

4. Pendidikan Masyarakat Sibolga

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi

perkembangan kehidupan suatu masyarakat. Sarana pendidikan yang

pertama didirikan di Sibolga adalah sekolah Europeesche Lagere School

(ELS) 71 yang didirikan pada tahun 1910. Persyaratan masuk ELS:72

a. Anak orang Belanda, Indo, European berumur 6 tahun atau lebih.

b. Anak kepala kuria, kepala nagari dan kepala kampung.

c. Anak pegawai gouvernement (pribumi).

d. Anak keturunan Menado, Ambon berpangkat kopral ke atas dalam

dinas militer Belanda.

e. Anak terpandang keturunan Cina dari pedagang sukses.

Pada masa pemerintahan Belanda, Sibolga memiliki sarana

pendidikan yang baik. Hal ini didukung oleh Sibolga yang merupakan kota

perdagangan dan membutuhkan sarana pendidikan bagi anak-anak para

penguasa atau mereka yang berperan penting dalam masyarakat Sibolga.

Pendidikan tidak asing bagi masyarakat Sibolga. Untuk dapat menikmati

pendidikan sebagian masyarakat Sibolga berusaha menjadi pegawai

gouverment yang dinilai masyarakat jauh lebih tinggi derajatnya daripada

wiraswasta.

71
ELS (Europeesche Lagere School) adalah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di
Indonesia.
72
ibid, hlm.213.
76

Orang tua yang memiliki penghasilan yang tinggi mengirim anaknya

untuk menimba ilmu di sekolah Europeesche Lagere School (ELS). Mulai

pada tahun 1910 hingga perkbemangan selanjutnya pendidikan semakin

meningkat di daerah Sibolga. Seiring dengan perkembangan zaman

banyak hal mengalami perubahan di wilayah Sibolga seperti sekolah ELS

tidak lagi dipergunakan. Perubahan ini terjadi terutama pada masa

perintahan Jepang yang mendesak semua sekolah yang dibangun dengan

dipengaruhi oleh bangsa Belanda harus ditutup. Setelah Indonesia

memperoleh kemerdekaannya perkembangan pendidikan semakin nyata.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah sekolah yang setiap tahun bertambah di

Sibolga. Pada masa pendidikan Belanda di Sibolga perkembangan sarana

pendidikan ini tidak dapat dinikmati oleh masyarakat biasa terutama anak-

anak buruh pengangkut barang dari kapal yang singgah di Sibolga.

Masuknya para suster SCMM ke Sibolga membawa perubahan yang

baru bagi masyarakat Sibolga terutama bagi masyarakat biasa. Pada

awalnya para suster SCMM diminta untuk memberi pendidikan iman bagi

anak-anak Katolik di Sibolga. Perkembangan selanjutnya dengan melihat

situasi masyarakat Sibolga para suster SCMM mengajarkan berbagai ilmu

pengetahuan baik bagi anak-anak penguasa maupun rakyat biasa.

Masyarakat mulai memberi perhatian besar bagi perkembangan

pendidikan anak-anak Sibolga. Perhatian masyarakat Sibolga terhadap

pendidikan anak-anak mereka sangat besar terutama setelah Indonesia

mencapai kemerdekaan hingga sekarang. Sarana dan prasarana pendidikan


77

yang berada di Sibolga tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Sibolga tetapi

anak-anak dari Barus dan kabupaten di sekitarnya. Kota Sibolga menjadi

pusat pendidikan bagi masyarakat di sekitarnya.

Perkembangan pendidikan di Sibolga semakin menunjukkkan hasil

yang semakin baik terutama dengan adanya kerjasama perintahan daerah

dengan pihak sekolah swasta. Daerah Sibolga memiliki sarana dan

prasarana kependidikan mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga perguruan

tinggi. Masyarakat Sibolga mulai dari masyarakat yang memiliki status

yang dihormati dan masyarakat biasa dapat menikmati pendidikan, baik

sarana pendidikan yang disediakan pemerintah maupun swasta.

Kota Sibolga sampai pada tahun 2008 memiliki 61 sekolah, yang

terdiri dari 56 Sekolah Dasar (SD) negeri dan swasta dan 5 Madrasah

Ibtidiyah negeri dan swasta, dengan jumlah guru keseluruhan sebanyak

881 guru 16.494 murid. Sementara jumlah sekolah lanjutan tingkat

pertama ada 17 sekolah yang terdiri dari 13 Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) negeri dan swasta dan 4 Madrasah Tsanawiya (MTS)

negeri dan swasta dengan jumlah guru dan murid seluruhnya masing-

masing 443 guru dan banyaknya murid 7.236 murid. Jumlah sekolah

menengah umum ada 11 sekolah yang terdiri dari 8 Sekolah Menengah

Umum (SMU) negeri dan 3 SMU swasta dengan jumlah guru dan murid

seluruhnya masing-masing 357 guru dan banyaknya murid 4.626 murid.

Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 8, dengan jumlah guru 291

dan murid 2.947. Sementara jumlah perguruan tinggi di Sibolga 4, dosen


78

95 dan 1.371 mahasiswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

2.2 berikut ini.

Tabel 2.2.1
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid
Taman Kanak-Kanak (TK) Menurut Kecamatan
Tahun 2008

Banyaknya
Kecamatan TK Guru Murid
Sibolga Utara 2 10 111
Sibolga Kota 3 23 530
Sibolga Selatan 3 20 350
Sibolga Sambas 5 24 269
Total 13 77 1260
Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 83

Dari tabel di atas tersebut dapat dilihat bahwa masyarakat Sibolga

telah memberi perhatian bagi pendidikan anak-anak mereka yang dimulai

dari pendidikan Taman Kanak-Kanak. Untuk memenuhi sekolah usia

Taman Kanak-Kanak daerah Sibolga memiliki 13 sekolah terdiri dari 4-5

ruangan kelas dan masing-masing kelas menampung sekitar 20-25 orang

murid.

Setiap kecamatan memiliki sarana dan prasarana serta tenaga

pendidik untuk sekolah Taman Kanak-Kanak. Dilihat dari jumlah murid

TK dengan tenaga pendidiknya serta sarana prasarana yang disediakan

pemerintah dan swasta. Pendidikan untuk masyarakat Sibolga pada usia

sekolah Taman Kanak-Kanak relatif baik, memadai dan memenuhi standar


79

dengan kelas rasio 1:10 artinya bahwa untuk keseluruhan sekolah Taman

Kanak-Kanak untuk wilayah Sibolga 10 orang murid didampingi oleh satu

orang guru. Untuk Kecamatan Sibolga Utara 1:12 artinya diperkirakan

bahwa 12 orang murid Taman Kanak-Kanak didampingi oleh satu orang

guru. Sibolga Kota kelas rasionya yaitu 1:30 artinya bahwa bahwa 30

orang murid didampingi satu orang guru. Untuk usia sekolah Taman

Kanak-Kanak jumlah 30 murid untuk didampingi satu orang guru

melebihi standar yang telah ditentukan. Sibolga Selatan memiliki rasio

1:17 artinya 17 murid didampingi oleh satu orang guru. Kecamatan

Sibolga Sambas memiliki rasio 1:11 artinya diperkirakan bahwa 11 orang

murid Taman Kanak-Kanak didampingi oleh satu orang guru.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Sibolga akan pendidikan

Taman Kanak-Kanak, para suster SCMM juga turut ambil bagian dalam

pengembangan dan pembangunan serta pembinaan bagi anak-anak pada

usia Taman Kanak-Kanak. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan dan

penyediaan akan sarana serta prasarana sekolah Taman Kanak-Kanak

Maria Mutiara yang beralamat di jalan Mgr. Albertus Sugiyopranoto, SJ.

No. 1. dan Taman Kanak-Kanak Santa Melania yang beralamat di Jalan

Padangsidempuan No.15 KM 4. Para suster SCMM juga menerapkan visi

dan misi yang telah diterapkan Mgr. Joannes Zwijsen pada awal

mendirikan Kongregasi SCMM di Belanda. Aktualisasi dari penerapan

visi dan misi ini yaitu mendidik anak-anak yang membutuhkan dari semua

golongan.
80

Tabel 2.2.2
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid
Sekolah Dasar Negeri dan Swasta Menurut Kecamatan
Tahun 2008

Total Negeri dan


Negeri Swasta Swasta
Kecamatan SD Guru Murid SD Guru Murid SD Guru Murid
Sibolga Utara
13 150 2.356 2 22 342 15 172 2.698
Sibolga Kota
8 139 2.877 7 82 1.697 15 221 4.574
Sibolga Selatan
22 338 6510 1 14 245 23 352 6.755
Sibolga Sambas
4 86 1.724 4 50 743 8 136 2.467
Total
45 677 13.467 11 131 3.027 61 881 16.494
Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 63 – 66

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa jumlah sarana dan

prasarana serta tenaga pendidik untuk sekolah dasar yang disediakan di

wilayah Sibolga memenuhi standar untuk kelas ideal dengan jumlah murid

yang membutuhkan sekolah dasar yaitu 16.494 penduduk usia sekolah

dasar.

Setiap SD terdiri dari enam kelas dan setiap kelas terdiri dari 30-40

orang murid. Rasio kelas SD di Kecamatan Sibolga Utara 1:16 artinya

bahwa setiap guru mendampingi 16 orang murid. Demikian juga di

Sibolga Kota rasio kelasnya yaitu 1:21 artinya bahwa setiap tenaga
81

pendidik yang disediakan di Sibolga Kota mendampigi 21 orang murid.

Kecamatan Sibolga Selatan rasio kelas yang didampingi guru yang

tersedia yaitu 1:19 artinya satu orang tenaga pendidik mendampingi 19

murid, dan rasio kelas Sibolga Sambas 1:19 artinya satu orang tenaga

pendidik mendampingi 19 murid.

Pendidikan usia sekolah dasar bagi masyarakat Sibolga relatif

memadai dan berdampak positif. Bila dibandingkan dengan jumlah

penduduk Sibolga pada usia sekolah dasar dengan jumlah 21.088 dan

jumlah siswa sekolah dasar 16.494, masyarakat Sibolga rata-rata dapat

menikmati pendidikan tingkat sekolah dasar atau sederajat. Keberhasilan

ini juga didukung oleh adanya program pemerintah untuk memberantas

buta huruf di seluruh Indonesia. Semua masyarakat di Indonesia

diharapkan dapat mengecap pendidikan sekolah dasar.

Terjadinya keseimbangan pendidikan untuk sekolah dasar ini,

merupakan sumbangan para suster SCMM juga turut ambil bagian dalam

pemberian dan penyediaan sarana serta prasarana pendidikan sekolah

dasar bagi masyarakat Sibolga. Hal ini tampak bahwa Kongregasi SCMM

mendirikan lima sekolah dasar untuk masyarakat Sibolga. Untuk lebih

jelas akan perkembangan pendidikan sekolah dasar yang dikelola para

suster SCMM di Sibolga akan dibahas pada bab III.


82

Tabel 2.2.3
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
Menurut Kecamatan Tahun 2008

Total Negeri dan


Negeri Swasta Swasta
Kecamatan SLTP Guru Murid SLTP Guru Murid SLTP Guru Murid
Sibolga Utara
3 107 1.562 1 12 50 4 119 1.612
Sibolga Kota
2 87 1.522 5 91 1.373 7 178 2.895
Sibolga
Selatan
3 83 1.765 2 33 574 5 116 2339
Sibolga
Sambas
0 0 0 1 30 390 1 30 390

Total 45 277 13.084 9 166 3.027 17 443 7.236


Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 67 – 72

Bedasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa jumlah sarana

dan prasarana serta tenaga pendidik sekolah menengah pertama yang

disediakan di wilayah Sibolga cukup memadai dengan kebutuhan

masyarakat Sibolga. Peran para suster SCMM juga mempengaruhi adanya

keseimbangan akan tersedianya sarana dan prasarana serta tenaga pendidik

untuk tingkat usia SMP di wilayah Sibolga.

Wilayah Sibolga bila dilihat dari rasio kelas dan tenaga pendidik

yang dibutuhkan murid memenuhi daya tampung serta pembinaan bagi

sekolah menengah pertama. Hal ini dapat dilihat dari rasio guru dan murid.
83

Untuk Kecematan Sibolga Utara rasionya 1:14, Kecematan Sibolga Kota

rasionya 1:16, Kecematan Sibolga Selatan rasionya 1:20, Kecematan

Sibolga Sambas rasionya 1:13. Dilihat perbandingan rasio guru dan murid

rata-rata 1:16 artinya bahwa di wilayah Sibolga secara keseluruhan

memiliki pendidikan yang ideal sesuai dengan jumlah standar nasional

untuk tingkat usia SMP.

Tabel 2.2.4
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Menurut Kecamatan Tahun Pelajaran 2007/2008

Total Negeri dan


Negeri Swasta Swasta
Kecamatan SMU Guru Murid SMU Guru Murid SMU Guru Murid
Sibolga Utara 1 69 807 1 22 170 2 91 977
Sibolga Kota 1 45 516 3 67 1.454 4 112 1.970
Sibolga Selatan 2 87 1.221 2 45 243 4 132 1.464
Sibolga Sambas 0 0 0 1 22 218 1 22 218

Total 4 201 13.084 6 156 3.027 11 357 4.626


Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 73-82

Berdasarkan laporan badan statistik kota Sibolga, tahun 2009 di atas

bahwa wilayah Sibolga memiliki sarana dan prasarana serta tenaga

pendidik tingkat usia SMU yang memadai dan dapat menampung

kebutuhan masyarakat Sibolga akan sekolah menengah umum. Walaupun

pembangunan pendidikan SMU ini tidak merata di setiap kecematan di

Sibolga tetapi secara umum untuk wilayah Sibolga mengalami


84

keseimbangan antara jumlah tenaga pendidik yang tersedia dengan jumlah

siswa yang membutuhkan.

Rasio keseimbangan tenaga pendidik dan siswa untuk tingkat usia

SMU di wilayah Sibolga yaitu Kecamatan Sibolga Utara 1:11 artinya

setiap tenaga pendidik yang tersedia di Sibolga Utara mendidik 11 siswa.

Bagi Sibolga Kota rasio guru dan siswanya yaitu 1:15 artinya setiap guru

mendidik 15 siswa yang ada di sibolga Kota. Sibolga Selatan rasio

perbandingan jumlah guru dan murid yaitu 1:13 artinya bahwa setiap

tenaga pendidik mendampingi 13 orang murid. Untuk kecamatan Sibolga

Sambas rasio perbandingannya adalah 1:10 artinya setiap 1 orang guru

mendampingi 10 siswa. Bila dilihat rasio perbandingan guru dan siswa

yang ada di Sibolga berarti wilayah Sibolga memiliki sarana, prasarana

serta tenaga pendidik yang memadai untuk tingkat usia SMU sesuai

dengan jumlah siswa yang membutuhkan pendidikan sekolah menengah

umum. Terjadinya keseimbangan rasio antara guru dan murid pada

sekolah menengah umum di Sibolga juga dipengaruhi adanya keterlibatan

para suster SCMM yang berusaha untuk menyediakan dan meningkatkan

kualitas pendikan untuk usia SMU di Sibolga.


85

Tabel 2.2.5
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Menurut Kecamatan Tahun 2008

Total Negeri dan


Negeri Swasta Swasta
Kecamatan SMK Guru Murid SMK Guru Murid SMK Guru Murid
Sibolga Utara
1 45 455 1 8 16 2 53 471
Sibolga Kota
1 58 668 2 54 680 3 112 1.348
Sibolga Selatan
1 82 780 3 44 348 3 126 1.128
Sibolga Sambas
0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total 3 185 13.084 6 106 3.027 8 291 2.947


Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 77-82

Berdasarkan tabel di atas masyarakat Sibolga juga meminati sekolah

kejuruan dan pemerintah menyediakan ini bagi masyarakat Sibolga

walaupun pembangunan pendidikan akan SMK ini tidak di semua

kecamatan. Pendidikan SMK di Sibolga bila dilihat dari sarana dan

prasarana serta tenaga pendidik yang tersedia terhiutng memadai

dibandingkan dengan jumlah siswa yang meminati sekolah SMK.

Pembangunan pendidikan untuk SMK di Sibolga hal yang sangat penting

bagi masyarakat Sibolga terutama golongan masyarakat menengah ke

bawah atau masyarkat yang memiliki ekonomi rendah. Hal ini didorong

oleh keterbatasan dana untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Masyarakat Sibolga berharap setelah tamat dari SMK siap untuk mencari

lapangan pekerjaan.
86

Rasio jumlah tenaga pendidik dan jumlah siswa untuk sekolah

menengah kejuruan di wilayah Sibolga secara umum yaitu dari jumlah

tenaga yang tersedia sebanyak 291 orang, siswa yang membutuhkan 2947

orang dengan fasilitas yang tersedia 8 sekolah. Rasio guru dan siswa 1:11

ini berarti setiap tenaga guru mendidik sekitar 11 orang siswa SMK yang

ada di Sibolga.

Tabel 2.2.6
Jumlah Siswa Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi
Dirinci dari Jenis Kelamin Tahun 2008

Tahun 2008
Jenis Kelamin
Total Laki-
Sekolah Laki-Laki Perempuan Laki+Perempuan
Sekolah Dasar 8.454 8.040 16.494
Sekolah Menengah Pertama 3.583 3.653 7.236
Sekolah Menengah
Atas/sederajat 2.024 2.602 4.626
Perguruan Tinggi 809 562 1.371
Total 14.870 14.857 29.727
Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa kesadaran masyarakat

Sibolga baik terhadap anak laki-laki maupun perempuan untuk

memberikan pendidikan memiliki kedudukan yang hampir sama.

Kesadaran masyarakat Sibolga telah tumbuh untuk memperdayakan

perempuan dalam setiap proses pembangunan. Seiring perkembangan


87

zaman adat istiadat masyarakat Sibolga yang dahulunya lebih

mendahulukan laki-laki dalam berbagai kegiatan terutama dalam

mengenyam pendidikan mulai berubah. Perubahan ini terjadi juga

dipengaruhi oleh kehadiran para suster SCMM di Sibolga, sesuai dengan

tujuan awal pendiri Kongregasi SCMM memperdayakan perempuan dalam

segala aktivitas hidup terutama dalam pengembangan diri melalui

pendidikan.

Tabel 2.2.7
Jumlah Perguruan Tinggi, Mahasiswa dan Dosen
Di Sibolga Tahun 2008

Perguruan Tinggi Mahasiswa Dosen

Sekolah Tinggi Ilmu Muhammadiyah (STITM) 633 24


Sekolah Tinggi Perikanan Sibolga (STPS) 170 35
Akademi Kebidanan (AKBID) Nauli Husada 301 30
Akademi Perawat (AKPER) Nauli Husada 267 26
Total 1371 115
Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2009, hlm. 84

Berdasakan tabel di atas bahwa masyarakat Sibolga memiliki sarana

dan prasarana, jurusan terbatas serta tenaga dosen yang kurang memadai

akan perguruan tinggi. Kebutuhan masyarakat akan pendidikan untuk

tingkat perguruan tinggi di Sibolga tidak terpenuhi. Kurangnya

pembangunan pendidikan akan perguruan tinggi ini mengakibatkan

sebagian masyarkat Sibolga keluar dari daerah Sibolga untuk menimba


88

ilmu di daerh lain separti Pematangsiantar, Medan, Jakarta, Yogyakarta

dan lain-lain. Melihat situasi ini para suster SCMM teribat untuk

membantu masyarakat untuk menyediakan sarana, prasarana serta tenaga

dosen untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan perguruan tinggi

dengan membangun perguruan tinggi yang diberi nama STKIP Santa

Maria.

Dari tabel 2.2.1 sampai dengan tabel 2.2.6 dapat dilihat bahwa

jumlah sekolah serta sarana dan prasarana, siswa, tenaga pendidik

mengalami pertumbuhan setiap tahun di Sibolga. Hal ini menunjukkan

bahwa pendidikan masyarakat Sibolga semakin baik dan mulai merata.

Masyarakat semakin memberi perhatian terhadap pendidikan generasi

muda. Wilayah Sibolga menjadi pusat pendidikan bagi daerah yang ada di

sekitarnya.

5. Ragam Agama Masyarakat Sibolga

Masyarakat Kota Sibolga merupakan masyarakat yang heterogen

yang memiliki beraga agama yaitu, Islam, Kristen Protestan, Kristen

Katholik, Budha dan Hindu. Dilihat dari agama yang dianut berdasarkan

hasil Sensus Penduduk 2000, jumlah penduduk Sibolga 81.699 jiwa dan

sebahagian besar adalah beragama Islam 58,46 persen kemudian Protestan

32,36 persen, Katholik 5,21 persen, Budha 3,67 persen dan sisanya Hindu

dan lainnya sebanyak 0,3 persen. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel

2.2.7.
89

Tabel 2.2.7
Jumlah dan Persentase Penduduk Sibolga Dirinci Menurut
Agama Hasil Sensus Penduduk (SP) 2000

Agama Penduduk Presentase


Agama Islam 47.763 58,46 %
Katholik 4.259 5,21 %
Protestan 26.436 32,36 %
Hindu 115 0,14 %
Budha 3.000 3,67 %
Lainnya 126 0.16 %
Total 81.699 100 %
Sumber: Badan Statistik Kota Sibolga, tahun 2000.

Berdasarkan tabel di atas agama yang tebesar penganutnya adalah

agama Islam. Walaupun masyarakat Sibolga mayoritas Islam prinsip “kota

berbilang kaum” menjadi pegangan bagi masyarakat kota Sibolga dalam

menjalin kerjasama antarumat beragama di Sibolga. Masyarakat tetap

berusaha untuk selalu harmonis dalam menjalankan ibadah masing-

masing. Sikap saling menghormati satu sama lain tetap dijunjung tinggi

baik masyarakat itu sendiri maupun masyarakat yang merupakan

pendatang di kota Sibolga. Pemerintah bersama jajarannya dan masyarakat

saling memberi dukungan dalam menjaga kerukunan dan keamanan di

kota Sibolga. Sikap toleransi antarumat beragama dapat dilihat dari adanya

kesempatan untuk menjalankan dan membangun tempat ibadah bagi setiap

pemeluk agama yang ada di Sibolga. Masyarakat Sibolga saling memberi

dukungan dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing, hal ini

terlihat dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam hari kebesaran agama


90

yang ada, bekerja sama menjaga keamanan sehingga ibadat dan perayaan

yang dilaksanakan berlangsung dengan baik.

Pekembangan umat Katolik di Sibolga juga tidak lepas dari peranan

para suster SCMM yang menanamkan pembinaan iman bagi anak-anak

baik di sekolah tempat para suster berkarya, di gereja sebagai pengajar

anak-anak sekolah minggu, pastoral keluarga melalui kunjungan orang

sakit, doa bersama di rumah salah satu dari umat serta pembiaan di

asrama, persiapan baptis, persiapan komuni pertama, persiapan krisma,

memberi rekoleksi dan pendampingan kaum muda Katolik.

B. Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih

di Sibolga.

Kongregasi SCMM merupakan suatu lembaga hidup bakti. Kongregasi

SCMM berawal dari Belanda, adanya kepekaan para suster SCMM untuk

membebaskan masyarakat dari penderitaan akibat kemiskinan dan

ketidakmampuan membaca kebutuhan zaman maka kongregasi ini menyebar

hingga keberbagai negara di dunia. Salah satu negara tersebut adalah

Indonesia.

1. Sejarah Awal Berdirinya Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari

Maria Bunda Berbelaskasih.

a. Asal–usul Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria

Bunda Berbelaskasih

Akhir abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-19 merupakan

masa penuh kecemasan, kekacauan, pergolakan dalam sejarah Eropa.


91

Hal ini berakibat bahwa segi kehidupan keagamaan, politik, sosial dan

ekonomi semakin terpuruk dan memperihatinkan. Revolusi Perancis

juga menyebabkan rakyat semakin mengalami penderitaan. Hal ini

terlihat dari “Gejala Proletariat dan Pauperisme73 dengan kondisi kerja

masyarakat buruk yang menimpa kaum buruh, sungguh menimbulkan

masalah keadilan, perikemanusiaan dan martabat manusia dalam

masyarakat.74

Di Belanda waktu itu juga muncullah dua aliran yang populer di

Eropa sejak abad 17, yaitu: 1) Aliran Pencerahan yang lebih

mengandalkan rasio, kritis, yang hanya mau menerima hal-hal yang

masuk akal, meragukan iman; dan 2) Aliran Romantik yang mulai

berkembang pada tahun 1830-an dan menjadi suatu periode

kebangkitan hidup keagamaan, devosi (terutama kepada Maria),

kerinduan untuk ziarah, mukjizat, kesadaran akan dosa pribadi dan

kerinduan akan penebusan atau keselamatan jiwa mendambakan

Tuhan.

Pada masa Pencerahan, banyak biara-biara kontemplatif yang

ditutup karena dianggap tidak berguna oleh pemikiran rasionalisme.

Sebaliknya kongregasi-kongregasi aktif sangat berkembang. Tahun

1800 – 1850, berdiri 19 kongregasi aktif yang baru di Belanda.

Penyebabnya antara lain kebiasaan mendirikan biara hanya untuk

73
Ploretariat adalah kaum buruh sedangkan pauperisme yaitu kemiskinan, kemelaratan.
74
Aliks van de Molengraft, Tiga Wanita Saleh Yang Memulai, Yogyakarta, Andi Offset, 1992,
hal.1
92

kebutuhan lokal, cara kerja sendiri-sendiri dan kurang membina

persatuan di kalangan para Pemimpin Gereja, terbatasnya alat-alat

komunikasi dan peraturan pemerintah yang melarang berkumpulnya

lebih dari 20 orang untuk tujuan agama, politik dan sastra.

Situasi masyarakat saat itu mempengaruhi perkembangan Gereja

sehingga. organisasi Gereja semakin besar peranannya dalam

pengembangan karya pendidikan dan karya amal. Pastor adalah

seorang gembala gereja dan juga sebagai pelindung umat di dalam

Gereja. Pastor Joannes Zwijsen menjadi pastor paroki pada tanggal 23

November 1832 memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan

umat di parokinya. Berhadapan dengan situasi umatnya yang sehari-

hari sebagai buruh tekstil yang berpenghasilan sangat rendah, anak-

anak dipekerjakan di pabrik-pabrik dan bengkel-bengkel. Penghasilan

yang diterima para buruh tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari, bahkan anak-anak dilibatkan untuk mencari nafkah.

Lingkungan sosial yang sangat buruk menggerakkan hatinya untuk

mengatasi krisis yang dialami umat di parokinya.

Pastor Joannes Zwijsen berusaha untuk membebaskan umatnya

dari krisis dan penderitaan tersebut. Sentuhan hati yang penuh

belaskasihan terhadap fenomena ini mendorong Pastor Joannes

Zwijsen mendirikan karya pendidikan dan karya amal untuk menolong

umatnya lepas dari penderitaan yang mereka alami dan masyarakat di

parokinya memiki kehidupan yang layak baik dalam bidang ekonomi,


93

bidang pendidikan, agama dan kehidupan sosial. Keadaan umat di

Parokinya, ia lukiskan dalam kalimat-kalimat sebagai berikut:75

"Sejak ditunjuk sebagai pastor di paroki ini pada tahun 1832,


saya memutuskan untuk mendirikan suatu Lembaga Karya Kasih
untuk bekerja di paroki saya, secara khusus bagi kesejahteraan
anak-anak miskin yang tidak mempunyai sarana untuk menerima
pendidikan bahkan yang paling dasarpun. Saya hanya bermaksud
untuk mendirikan sebuah sekolah, di mana anak-anak miskin itu
dapat belajar membaca, menulis, menjahit dan merajut."

Pastor Joannes Zwijsen mulai bekerja keras untuk mencari

puteri yang mau membantu dia dalam melaksanakan cita-citanya untuk

membebaskan umatnya dari penderitaan. Niat hati yang tulus ini

ditanggapi oleh Tuhan dengan mempertemukannya dengan: Sr. Maria

Michael Leysen dan kedua kemenakannya Sr. Maria Catharina Janssen

dan Sr. Maria Theresia Smith yang berasal dari Hoogstraten, sebuah

kota kecil di Belgia. Pertemuan ini membawa kebahagiaan bagi Pastor

Joannes Zwijsen dan ketiga suster pertamanya tersebut dibawa ke

suatu rumah kecil di daerah ‘t Heike di Tilburg.

Para wanita ini memilih hidup selibat dan berjanji membaktikan

diri seluruhnya untuk kaum miskin dalam paroki pastor Zwijsen.

Mereka memulai pekerjaan ini dalam sebuah kediaman kecil di jalan

Pius di Tilburg. Rumah kedua, di mana sisi depan bangunannya masih

terpelihara, dinamakan ‘rumah dengan tiga belas sel’. Ketiga suster ini

menjadi inti dalam kongregasi. Kongregasi yang didirikan Mgr.

Joannes Zwijsen bernama SCMM, didirikan pada tanggal 23

75
DPU, op.cit, hlm, 8
94

November 1832 di ‘t Heike, Tilburg, Belanda. Kongregasi SCMM

didirikan oleh Mgr. Joannes Zwijsen ketika ia menjabat sebagai pastor

paroki.

Gagasan Pastor Joannes Zwijsen untuk mendirikan kongregasi

ini diajukannya kepada Mgr. Den Dubbelden, lewat suratnya pada

tanggal 23 Oktober 1832. Isi surat tersebut sebagai berikut.76

“...Saya prihatin karena nasib anak-anak miskin yang sama


sekali diterlantarkan. Apabila mereka ditata (untuk menerima
komuni pertama pada umur 12 tahun), kebanyakan mereka dan
hampir tak dapat membuat tanda salib. Telah lama saya berniat
memperbaiki nasib anak-anak malang itu. Akhirnya akan
didirikan sebuah sekolah bagi anak-anak miskin, di tempat mana
para putri dapat menikmati pendidikan agama Katolik serta
pelajaran kerajinan tangan. Beberapa Suster Hitam dari desa
Engelen sanggup melaksanakan tugas itu tanpa memungut biaya.
Saya tidak ragu-ragu bahwa rencana saya ini akan disetujui oleh
Paduka Yang Mulia. Dewan kota sangat mendukung rencana ini,
sebab setiap manusia yang berkemauan baik, akan menyadari
betapa perlunya lembaga serupa. Kiranya Paduka Yang Mulia
telah mengetahui, bahwa saya dapat menyediakan sebuah dana
sebesar 6.000 gulden demi perwujudan lembaga serupa itu. Saya
berharap semoga Tuhan memberkati usaha saya ini.”

Pada tanggal 5 Februari 1834, para suster yang waktu itu

jumlahnya sudah bertambah menjadi enam, mereka mengikrarkan

kaul-kaul kebiaraan dalam gereja paroki “t Heike”, dihadapan Pendiri

mereka yaitu, Pastor Zwijsen. Pada hari yang sama, sebelum upacara

profesi dimulai, diadakan pemilihan pemimpin. Dalam pemilihan

tersebut Muder Michael Leysen terpilih menjadi pemimpin umum

kongregasi pertama.77

76
Ibid, hlm. 41-42
77
DPU, op.cit, hlm. 9.
95

Pastor Zwijsen dalam mengembangkan kongregasinya

membatasi jumlah anggota kongregasinya. Ia membangun satu rumah

untuk menampung tiga belas suster. Pastor Zwijsen pada prinsipnya

cukup memiliki kongregasi yang hanya beranggotakan tiga belas

suster. Namun melihat situasi masyarakat yang sangat membutuhkan

bantuan para suster, ia dengan kepercayaan yang teguh akan

Penyelenggaraan Ilahi, ia meninggalkan niatnya untuk membatasi

jumlah anggota di dalam kongregasi yang didirikannya. Meningkatnya

kebutuhan dalam bidang pendidikan dan perawatan kesehatan,

kongregasi berkembang cepat hingga ke luar dari negeri Belanda.

Mgr. Jonnes Zwijsen menyampaikan kepada para suster SCMM

mengenai tujuan kongregasi. Tujuan kongregasi yang ia gagas yaitu

untuk mengikuti dan meneladani Yesus Kristus dalam kesederhanaan

dan cinta yang penuh belaskasih melayani sesama terutama yang

miskin, melarat, menderita dan yang kekurangan dengan menimba

inspirasi Bunda Maria yang penuh belaskasih.

Mgr. Joannes Zwijsen dalam menjalankan belaskasih yang

merupakan harapannya untuk dijalankan para suster dalam kongregasi

yang didirikan adalah meneladani Yesus yang berbelaskasih. Yesus

adalah teladan utama dalam membagi belaskasih kepada sesama

terutama rakyat yang menderita, tertindas dan tesingkir.Yesus

memberikan belaskasihNya secara konkret dengan menyembuhkan

orang sakit, membebaskan orang-orang yang menderita dan memberi


96

perhatian yang serius bagi orang-orang kecil. Hal inilah yang

diharapkan Mgr. Jonnes Zwijsen untuk dapat dilaksanakan para

suster SCMM dalam melaksanakan karya perutusan serta

mengembangkan kongregasinya.

Tujuan kongregasi yang disampaikan Mgr. Joannes Zwijsen

pada praktiknya bagi para suster SCMM dilaksanakan dengan cinta

tanpa pamrih.78 Artinya para suster SCMM dalam menjalankan tugas

perutusannya menjalankannya dengan penuh perhatian, cinta yang

penuh belaskasihan tanpa mendapat imbalan jasa. Segalanya dilakukan

demi kasih Allah yang terlebih dahulu mengasihi dan mencintai

manusia. Tujuan ini juga menjiwai para suster untuk siap diutus kapan

dan di mana pun melayani mereka yang sangat membutuhkan

pertolongan. Perkembangan selanjutnya kongregasi tidak hanya

melayani dalam bidang pendidikan tetapi juga membaktikan diri dalam

pekerjaan pemeliharaan para yatim-piatu, para jompo dan orang-orang

cacat dan perawatan orang sakit dalam di negeri Belanda dan tempat-

tempat lain di mana Kongregasi SCMM berada. Perkembangan

kongregasi ini dimulai dengan pendirian rumah cabang pertama di

Delf.

Zwijsen memberi nama Kongregasi yang didirikannya dengan

sebutan “Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Yang

Berbelaskasih.” Baginya Suster-Suster Cinta Kasih dalam menjalankan

78
Cinta tanpa pamrih adalah memberikan perhatian, menolong, melayani sesama tanpa
mengharapkan imbalan jasa.
97

perutusannya lebih pada keutamaan cinta kasih dan belaskasih yang

harus diselenggarakan secara khusus dalam kongregasi. Ditambah lagi

dengan bunda yang berbelaskasih karena kongregasi telah didirikan

secara khusus untuk melakukan belaskasih terhadap mereka yang

berkekurangan dan yang menderita. Dengan demikian para suster

seharusnya diilhami oleh Maria Bunda mereka yang begitu penuh

kebaikan dan belaskasih bagi setiap manusia yang mengalami.

b. Peranan Mgr. Zwijsen dalam Mendirikan Kongregasi Suster-

Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih.

1) Riwayat Singkat Hidup Mgr. Joannes Zwijsen

Joannes Zwijsen lahir pada tanggal 28 Agustus 1794 sebagai

seorang putra penggiling gandum di kampung Kerkdriel. Joannes

Zwijsen anak seorang pengusaha gandum yang bernama Petrus

Zwijsen, ibunya bernama Wilhelmina Van Herpen.79 Joannes

Zwijsen berasal dari keluarga yang sederhana, ia banyak mengenal

bahkan merasakan kehidupan yang serba kekuragan. Keadaan

kehidupan yang ia saksikan ini mendorong dan menggerakkan hati

Joannes Zwijsen untuk memberi perhatian kepada orang-orang

miskin.

Pada tahun 1806-1808 Joannes Zwijsen dikirim oleh orang

tuanya ke Sekolah Perancis di Reek tempat bagi Zwijsen untuk

belajar bahasa Perancis. Dia dibimbing oleh Van Der Els.

79
Pieter van Lierop, Joannes Zwijsen Uskup Agung Dan Pendiri Kongregasi, Menado, Yafa,
1995, hlm. 3
98

Pendidikan bahasa Prancis yang diberikan kepadanya tidak ia sukai

yang mengakibatkan ia melarikan diri dari Reek kembali ke orang

tuanya. Kedatangan Zwijsen kembali ke rumah tidak mengubah

tujuan awal ayahnya, lalu ia diantar kembali ke Reek. Tamat dari

sekolah Prancis, ia melanjutkan studinya ke Sekolah Latin80 di

Kampung Uden dan Helmond. Pada tahun 1813-1817, Zwijsen

masuk seminari di Kampung Herlaer, Belgia. Pada masa di

Seminari Zwijsen memiliki semangat rohani yang sungguh-

sungguh mendalam dan berkembang tanpa kesalehan yang

pietisme81 atau manis-manis.82 Pada tanggal 19 Januari 1817

ditahbiskan menjadi diakon di desa Kevelar negeri Jerman. Pada

tanggal 20 Desember 1817 Joannes Zwijsen ditahbiskan menjadi

imam oleh Uskup Agung Fransiskus de Mean di Kota Mechelen

Belgia.

Sesudah ditahbiskan menjadi imam, Joannes Zwijsen

ditugaskan di Paroki Heike di Tilburg, kemudian menjadi pastor

pembantu di desa Schijndel. Tahun 1828-1832 menjadi pastor di

Best. Joannes Zwijsen sebagai pastor paroki di Best memberi

perhatian yang besar terhadap tuga-tugas kerasulannya, bahkan ia

berusaha mencari guru Katolik untuk mengajar di sekolah negeri.

80
Sekolah Latin setarap dengan SMA dengan bahasa Latin dan Yunani sebagai bahasa utama
dalam kurikulum.
81
Pietisme adalah suatu semangat rohani yang membimbing umat, sehingga agama terutama
dihayati dan dirasakan.
82
idem.
99

Perhatian Pastor. Zwijsen membawa perubahan positif bagi

perkembangan pendidikan di Best.83

Perhatian Pastor Zwijsen yang besar terhadap pendidikan

anak-anak terutama di wilayah parokinya, menggerakkan hatinya

mendirikan suatu lembaga kasih demi perkembangan pendidikan

anak-anak Belanda. Berhubung adanya pemberontakan di wilayah

Belgia (1830-1839), Pangeran Schimmepenninck tinggal di

Pastoran. Lewat pengeran itu Joannes Zwijsen dapat berkontak

dengan Putra Mahkota Belanda yang kelak menjadi Raja Willem

II. Pada tahun 1832 Joannes Zwijsen pindah dari kampung Best ke

kota Tilburg untuk menjadi pastor Paroki di Heike. Di kota Tilburg

Joannes Zwijzen semakin mengembangkan relasinya dengan

Pangeran Willem dari Oranye yang sangat penting artinya bagi

perkembangan hidup membiara dan umat Katolik di kota Tilburg.

2) Langkah Awal Mgr. Joannes Zwijsen dalam Mendirikan

Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih.

Pada tanggal 11 Mei 1832 Joannes Zwijsen diangkat menjadi

pastor paroki di ‘t Heike di kota Tilburg. Tilburg adalah kota

industri kecil yang sedang berkembang, memiliki 58 pabrik wol

kecil dan mempekerjakan sekitar 6000 buruh. Di kota industri kecil

ini, pastor Joannes Zwijsen menemukan kehidupan sosial yang

83
ibid. hlm. 7&8
100

memperihatikan, yaitu banyak anak di bawah umur 12 tahun

bekerja di pabrik, penduduk di pinggiran mati kelaparan, angka

kematian di bawah umur 5 tahun tinggi, situasi perumahan buruk,

upah buruh pabrik tidak seimbang dengan jam kerja.84 Kemiskinan

hidup yang mencakup kemiskinan secara ekonomi, sosial,

pendidikan dan agama dilihat oleh pastor Joannes Zwijsen sebagai

tantangan dalam hidupnya.

Pastor Joannes Zwijsen tidak bermaksud mengubah struktur

sosial dengan cara mengadakan revolusi sosial tetapi ia hanya ingin

mengangkat tingkat sosial umatnya yang sungguh memperihatikan.

Untuk mengangkat tingkat sosial umatnya maka memerlukan

tenaga-tenaga untuk membantunya. Hal yang pertama yang ia

lakukan dalam mencari tenaga itu adalah mendirikan suatu lembaga

kasih untuk membantunya memperbaiki kehidupan sosial umat di

Parokinya.

Kenyataan kemiskinan hidup yang mencakup ekonomi, sosial,

pendidikan dan agama dilihat oleh Pastor Joannes Zwijsen sebagai

tantangan dalam hidupnya. Untuk itu, ada beberapa hal yang

dilakukan oleh Pastor Joannes Zwijsen dalam menanggapi

masalah-masalah pada zamannya. Pastor Joannes Zwijsen percaya

akan penyelenggaraan Ilahi apa yang menjadi harapannya ketika

melihat umat diparokinya yang sangat menderita, ia mulai

memikirkan langkah-langkah yang akan dilaksanakan.

84
Andre de Veer, Ziarah Bersejarah Mgr. Joannes Swijzen, DPP CMM, Yogyakarta, 2001, hlm. 9
101

Pada tanggal 23 November 1832 sebuah lembaga kasih ia

dirikan dengan nama kongregasi Suster-Suster Cinta kasih Dari

Maria Bunda Berbelaskasih. Hal ini dimulai oleh tiga suster

pertama, mereka telah mengikuti novisisat di kongregasi Jesus

Maria Josep (JMJ) di kampung Engelan. Bagi Pastor Joannes

Zwijsen pemberian nama lembaga ini dengan bertujuan bahwa para

suster yang akan mengembangkan lembaga ini lebih

mengutamakan belaskasih yang merupakan belaskasih dari Allah.

Jadi inti dari penyelengaraan lembaga ini adalah demi

pengembangan belaskasih Allah di dunia ini.85

Pada tanggal 25 November 1832 tiga suster pertama mulai

mendidik beberapa puteri dengan pelajaran agama dan

keterampilan tangan. Mendidik anak-anak yatim piatu. Pendidikan

yang diberikan para suster SCMM tidak memungut biaya.

Kongregasi SCMM dimulai dengan sebuah rumah dengan 13

kamar tidur kecil. Tetapi perkembangan kongregasi sesudah 10

tahun rumah pertama didirikan maka kongregasi berkembang

menjadi 15 biara SCMM di Belanda dan Belgia. Perkembangan

selanjutnya setelah Mgr. Joannes Swijzen wafat kongregasi

kongregasi berkembang menjadi 70-an komunitas dengan 14.000

anggota.

85
Pieter van Lierop, hlm. 19.
102

3) Spiritualitas Mgr. Joannes Zwijsen

Setiap tokoh pendiri suatu kongregasi memiliki spiritualitas

tersendiri, spiritualitas Mgr. Joannes Zwijsen yaitu hidup yang

disentuh oleh Injil akan belaskasih Allah, dan melaksanakannya

dalam sikap dan tindakan sehari-hari dengan semangat

kesederhanaan dan belaskasihan. Melalui Spiritualitas ini, Mgr.

Joannes Zwijsen tergerak untuk melakukan cinta yang penuh

belaskasihan bagi orang-orang yang menderita pada zamannya.

Mgr. Joannes Zwijsen juga memadukan spiritualitasnya ini dengan

spiritualitas St. Vinsentius de Paul yaitu menjadi hamba yang

sederhana dan berbelaskasih.

Sejak Mgr. Joannes Zwijsen mendirikan Kongregasi SCMM

yang diawali di Belanda, spiritualitasnya diterapkan melalui para

suster yang bergabung dalam kongregasi yang didirikannya.

Spiritualitas ini juga dilaksanakan oleh para Frater CMM,

kongregasi yang didirikan Mgr. Joannes Zwijsen setelah

Kongregasi SCMM berdiri. Penerapan spiritualitas kesederhanaan

ini oleh para suster SCMM diwujudkan sesuai kebudayaan

masyarakat yang dilayani dengan menyatukannya dengan pribadi

Yesus Kristus.
103

4) Visi dan Misi Mgr. Joannes Zwijsen

Visi pendiri Kongregasi SCMM yaitu orang-orang kecil,

lemah, miskin dan tertindas mengalami cinta dan belaskasih Allah

yang membebaskan dan menyelamatkan lewat kehadiran dan

pelayanan yang tulus dan ikhlas. Dalam perkembangan selanjutnya

visi ini tetap dilaksanakan terutama setelah Mgr. Joannes Zwijsen

mendirikan Kongregasi SCMM pada tanggal 23 November tahun

1832. Mgr. Joannes Zwijsen berusaha untuk mendampingi para

suster SCMM agar visi dan misi yang ia mulai tetap dijalankan

sehingga tujuan awal kongregasi terwujud.

Mgr. Joannes Zwijsen sebagai hamba yang berbelaskasihan,

melihat situasi masyarakat di parokinya menggerakkan hatinya

untuk bertindak memberi perhatian yang khusus dalam

membebaskan mereka dari kemiskinan dan penderitaan. Misi Mgr.

Joannes Zwijsen sebagai hamba yang berbelaskasihan mewujudkan

belaskasihan Allah melalui tindakan-tindakan nyata dengan

berpedoman pada semangat kesederhanaan. Sebagai gembala umat

yang dipilih Allah Mgr. Joannes Swijzen melayani orang-orang

yang membutuhkan pertolongannya dengan tulus ikhlas dan cinta

tanpa pamrih. Misi Mgr. Joannes Zwijsen yang telah dimulainya

dari sejak ia menjadi pastor paroki di Tiburg diwariskannya bagi

kongregasi yang didirikannya yaitu para suster SCMM dan frater

CMM.
104

5) Mgr. Joannes Zwijsen dan Mottonya Mansuete et Fortiter.

Sepuluh tahun pertama berdirinya Kongregasi SCMM yaitu

tahun 1832-1842, tugas Pastor Joannes Zwijsen adalah menjadi

pastor Paroki. Pada tahun 1842 Keuskupan ‘s-Hertogensbosch

membutuhkan seorang pembantu Vikaris Mgr. Den Dubbelden

dengan hak menjadi penggantinya sebab telah timbul masalah

antara Vikariat Ravenstein dan Grave, yang kedudukannya di

bawah Vikaris ‘s-Hertogenbosch. Mgr. Den Dubbelden

membutuhkan seorang pribadi yang tegas untuk memulihkan

keadaan. Pada tanggal 14 Januari 1842, Zwijzen diangkat menjadi

Vikaris pembantu dengan mendapat gelar Uskup Gerra.

Pentabisannya menjadi uskup dilaksanakan pada tanggal 14 April

1842 di paroki ‘t Heike.86

Pengangkatan Pastor Joannes Zwijsen sebagai uskup

dipengaruhi oleh kedekatan persahabatannya dengan Raja Willem

II di Tilburg. Sesudah ditahbiskan sebagai Vikaris pembantu,

Zwijsen tetap tinggal di Tilburg sebagai pastor paroki. Tahun 1853

ia diangkat menjadi Uskup Agung di Utrecht merangkap sebagai

uskup di ‘s-Hertogenbosch. Pastor Joannes Zwijsen mengambil

motto tahbisan uskupnya yang juga sekaligus melambangkan

kepribadiannya adalah Mansuete et Fortiter87. Artiya: ”Dengan

kelembutan dan kekuatan atau ketegasan”. Kelembutan dan

86
Aliks van de Molengraft, op. cit hlm. 18.
87
Mansuete et Fortiter artinya kelembutan dan kekuatan/ketegasan.
105

ketegasan dua sikap yang bertentangan bagi pandangan setiap

orang.

Namun bagi Mgr. Joannes Swijzen kedua sikap ini merupakan

sifat yang mendorong dia memberi perhatian bagi semua orang

yang membutuhkan belaskasihan. Sejak ia menjadi pastor paroki

hingga menjadi seorang uskup sifat kelembutan yang dimiliki Mgr.

Joannes Swijzen memudahkan ia memberi belaskasihan bagi

semua orang yang membutuhkan pertolongan terutama mereka

yang menderita. Sikap tegas bagi banyak orang sering diidentikkan

dengan sifat keras, mau menang sendiri serta tidak mau

mendengarkan orang lain. Bagi Mgr. Joannes Zwijsen sikap tegas

yang ia miliki mendorongnya untuk dapat menyelesaikan segala

masalah yang dihadapinya di wilayah keuskupannya, mengatur dan

bertindak tegas atas segala sesuatu yang dianggap tidak tertib dan

tidak mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama untuk

dilaksanakan. Sifat ketegasan ini tidak hanya diterapkan bagi para

imam yang berkarya di wilayah keuskupannya juga bagi umatnya.

Penerapan motto tahbisan uskup Mgr. Joannes Swijzen sangat

terlihat dalam menjalankan tugas perutusannya sebagai uskup.

Tampak ketika umat di parokinya berjualan di samping Gereja dan

dinding Gereja dijadikan sebagai tempat untuk menggantung jualan

mereka, ia dengan tegas mengusir para penjual tersebut. Ia seorang

yang lembut tampak dari ketergerakan hatinya melihat nasib orang


106

miskin, dan ingin membantu mereka. Ia memiliki belaskasihan

yang tinggi. Hal ini juga diterapkannya bagi kedua kongregasi yang

didirikannya, terutama dalam menerapkan aturan-aturan yang akan

dijalankan para suster SCMM dan frater CMM.

Mgr. Joannes Swijzen mendampingi para suster SCMM

hingga akhir hayat hidupanya. Pendampingan itu dapat dilihat

ketika ia sakit, ia tetap memberi bimbingan bagi para suster SCMM

melalui konferensinya yang diadakan mulai dari tanggal 3

Desember 1863 sampai dengan 8 Maret 1864. Ia diantar dua kali

seminggu diantar dari Frateran CMM ke Gasthuisring ke

Moederhuis di Oude Dijk. Konferensi disebut “Percakapan-

Percakapan Akrab”. Peranan Mgr. Joannes Swijzen dalam

perkembangan Kongregasi SCMM sangat besar mulai dari

pendirian lembaga, penyediaan dana dan tempat tinggal bagi para

suster pertama, pembinaan iman lewat rekoleksi para suster,

penerapan aturan harian serta menyusun konstitusi SCMM.

Mgr. Joannes Zwijsen meninggal dunia pada tahun 1877.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai uskup sikap yang paling

menonjol adalah sikap tegas, sehingga pada zamannya keuskupan

Utrecht dan keuskupan ‘s-Hertogenbosch semakin berkembang

baik dalam jumlah umatnya, kongregasi yang berkarya dalam

keuskupannya.
107

6) Konstitusi dan Statuta

Arti Konstitusi dalam bahasa Indonesia adalah segala

ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan atau undang-undang

dasar.88 Statuta diartikan anggaran dasar suatu organisasi.89 Sejak

Mgr. Joannes Swijzen mendirikan Kongregasi SCMM, ia tetap

memberi perhatian khusus serta melengkapi hal-hal yang

dipergunakan para suster SCMM dalam melanjutkan kongregasi ke

masa depan yang lebih baik.

Adanya Kongregasi SCMM mendorong Mgr. Joannes Zwijsen

membuat peraturan-peraturan yang ditulis oleh Mgr. Joannes

Swijzen sendiri disahkan di Roma pada tanggal 18 Desember 1843.

Peraturan tersebut tertuang dalam satu konstitusi. Dengan

disahkannya peraturan-peraturan ini Kongregasi SCMM disetujui

sebagai lembaga religius pada tahun 1848 oleh Bapak Suci Paus

Pius IX dan menjadi kongregasi kepausan.90 Konstitusi yang

dibuat oleh Mgr. Joannes Swijzen sesuai dengan hukum Kanonik

Gereja tahun 1917 diajukan ke Roma, dan konstitusi tersebut

disetujui pada tanggal 4 April 1922. Isi Konstitusi ini merupakan

peraturan yang akan dijalankan oleh para suster SCMM.

Setelah Konsili Vatikan II diadakan pada tahun 1962-1965,

semua kongregasi diminta untuk memperbaharui konstitusinya dan

88
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, op, cit hlm.590.
89
Ibid.
90
DPU, op, cit hlm.15.
108

menyesuaikan dengan dekrit-dekrit konsili. Adanya peraturan ini

Kongregasi SCMM juga turut memperbaharui konstitusi yang

ditulis pendiri. Pada tanggal 19 April 1969 pada kapitel umum luar

biasa yang diadakan di Roma konstitusi yang diperbaharui tersebut

terdiri dari dua bagian, yaitu Konstitusi dan Statuta Umum yang

disetujui sebagai percobaan untuk jangka waktu enam tahun.

Persetujuan ini diperbaharui lagi pada kapitel umum pada tahun

1975.91 Dekrit pengesahan resmi Konstitusi baru itu diperbaharui

di Roma pada tanggal 23 November 1988. Para suster SCMM

bergembira dan bersyukur menerima rahmat pengesahan ini.

Konstitusi dan statu bagi lembaga religius memiliki peranan

yang sangat penting. Jalannya kongregasi karena adanya peraturan

yang telah disepakati harus dilaksanakan bersama. Konstitusi dan

statu yang telah ditulis Mgr. Joannes Swijzen memberi arah dan

pedoman bagi para suster SCMM untuk mengembangkan

kongregasi sesuai dengan yang diharapkan dan kebutuhan aktual

masyarakat yang dilayani.

Secara garis besar isi dari konstitusi SCMM yang diwariskan

Mgr. Joannes Swijzen dan disahkan pada tanggal 23 November

1988 sebagai berikut : Bab I Ciri Khas dan Tujuan Kongregasi, Bab

II Dipanggil dan Diutus, Bab III Komunitas, Bab IV Prasetia, Bab

V Kemurnian religius, Bab VI Ketaatan Religius, Bab VII

91
Ibid. hlm. 16.
109

Kemiskinan Injili, Bab VIII Doa, Bab IX Kepemimpinan, Bab X

Penerimaan dan Pembinaan di Dalam Kongregasi, Bab XI

Pengelolaan Harta Benda Kongregasi, dan isi terakhir dari

konstitusi pada Bab XII adalah dalam hal Mengakhiri Keanggotaan

Kongregasi.

c. Karisma dan Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih

dari Maria Bunda Berbelaskasih.

1) Karisma Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria

Bunda Berbelaskasih.

Karisma adalah karunia istimewa yang dianugerahkan Tuhan

kepada orang-orang tertentu supaya diabdikan kepada sesama dan

Gereja.92 Karisma yang dimiliki seseorang merupakan anugerah

yang mendorong mereka terampil dan bersedia menerima berbagai

pekerjaan dan perutusan. Setiap kongregasi dalam Gereja memiliki

karisma yang merupakan daya penggerak bagi anggota kongregasi

tersebut dalam menjalankan tugas perutusannya. Karisma itu

sebagian besar diambil dari warisan pendiri kongregasi tersebut.

Mgr. Joannes Zwijsen sebagai pendiri Kongregasi SCMM

memiliki karisma kepekaan terhadap kabar baik, kesederhanaan

dan belaskasih yang diwartakan dalam Injil. Mgr. Joannes Zwijsen

dalam melaksanakan karismanya dengan tetap mengandalkan

kuasa Roh Kudus, membuka jalan baru, dan siap menanggung

92
Adolf Heuken, Esiklopedi Gereja Jilid II H-Konp, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 1992, hlm, 192.
110

risiko-risiko sebagai sesuatu yang tak terelakkan. Karisma Mgr.

Joannes Zwijsen dipengaruhi oleh spiritualitas St. Vinsensius a

Paulo, yaitu menjadi hamba yang sederhana dan berbelaskasih

terutama kepada mereka yang menderita, yang terbuang, dan yang

kurang diperhatikan oleh orang di sekitarnya. Bagi St. Vinsensius

a Paulo dalam diri orang miskin ia dapat bertemu dengan Tuhan

sumber keselamatan. Hal ini juga menjadi misi dan keinginan Mgr.

Joannes Zwijsen untuk tetap dilaksanakan oleh dirinya sendiri dan

kongregasi yang didirikannya. Para suster SCMM memiliki

karisma, yaitu,93

(5) Sebagai Suster Cinta kasih dari Maria, Bunda yang


Berelaskasih kita telah disentuh, sama seperti Pendiri dan
pendahulu kita, oleh Injil dan kabar baik tentang Belaskasih Allah.

(6) Kita telah dipanggil dan menerima panggilan khusus untuk


menampakkan dalam kehidupan kita cinta Allah yang penuh
belaskasih dan kehadiran Tuhan kita yang telah bangkit, yang
membawa keselamatan.

(7) Kita melakukan hal ini dengan mengabdikan diri untuk


memulihkan keretakan di dunia sekitar kita, untuk membawa
keselamatan dan pembebasan khususnya dengan perhatian
sepenuhnya kepada orang yang sangat membutuhkan pertolongan
yaitu yang malang, miskin dan tertindas, baik yang dekat maupun
yang jauh.

Inti dari karisma para suster SCMM yaitu cinta melalui

belaskasih. Sebagai suster belaskasih penerapan karisma ini

dilakukan dengan penuh belaskasih dalam mengabdikan diri untuk

memulihkan keretakan dunia, untuk membawa keselamatan dan

93
DPU, op.cit. hlm. 20-21
111

pembebasan khususnya dengan perhatian sepenuhnya kepada orang

yang sangat membutuhkan pertolongan yaitu yang malang, miskin

dan tertindas baik yang dekat maupun yang jauh; menjawab,

menjalani panggilan Tuhan, melaksanakan tugas perutusan dengan

kesederhanaan dan cinta yang penuh belaskasihan. Para suster

SCMM menyadari, untuk melakukan hal ini seutuhnya harus

bekerja sama dengan semua orang yang turut memperjuangkan

keadilan di manapun di dunia ini.

2) Spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria

Bunda Berbelaskasih.

Spiritualitas merupakan hubungan pribadi seseorang beriman

dengan Tuhan yang diwujudkan lewat sikap dan tindakan.94

Spiritualitas mencakup seluruh kehidupan umat beriman yang

tampak dalam pengorbanan dan pelayanan kepada sesama. Dalam

Gereja terdapat berbagai spiritualitas yang merupakan pendorong

pribadi seseorang untuk menjalin komunikasi dengan Allah sumber

kehidupan. Spiritualitas menjadi sumber inspirasi bagi seseorang

untuk mewujudkan cita-cita hidupnya. Munculnya spiritualitas

dilatarbelakangi pengalaman pribadi seseorang akan kasih dan

karunia Allah dalam hidup sehari-hari. Hal ini menjadi pedoman

bagi banyak orang yang mengikutinya.

94
Adolf Heuken, Esiklopedi Gereja Jilid IV Ph-To, Jakarta, Cipta Loka Caraka, 1994, hlm, 277.
112

Para suster SCMM dalam menjalankan perutusannya harus

berpedoman pada spiritualitas Mgr. Joannes Zwijsen sebagai

pendiri kongregasi. Pengalaman pendiri dalam hidup sehari-hari

akan penyelengaraan Allah menjadi acuan bagi hidup rohani para

Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih.

Spiritualitas pendiri tentang belaskasih Allah, oleh para suster

SCMM juga diwujudnyatakan dan dihayati lewat sikap bekerja

dengan tulus secara efisien dan efektif, jujur, sederhana dan

menjalankan karya pelayanan secara profesional terutama bagi

mereka yang tertindas, menderita dan miskin.

Mgr. Joannes Zwijsen mengarahkan kongregasinya untuk

menjalankan spiritualitasnya dengan spiritualitas St. Vinsentius de

Paul yaitu “meninggalkan Tuhan demi Tuhan”, artinya dalam

situasi apapun terutama dalam situasi para suster SCMM sedang

bordoa bila seseorang membutuhkan pertolongan para suster

SCMM maka mereka akan meninggalkan doanya dan segera

memberi pertolongan. Spiritualitas itu juga terwujud melalui

kepekaan, keprihatinan, kesederhanaan dan kecekatan dalam karya

pelayanan yang tanpa pamrih dan penuh belaskasih. Itulah yang

menjadi spiritualitas Kongregasi SCMM yang disebut dengan cinta

melalui belaskasih.

Spiritualitas Mgr. Joannes Zwijsen berpedoman pada Injil

Yesus Kristus. la menegaskan spiritualitasnya, bahwa mengikuti


113

Yesus Kristus secara lebih dekat sebagaimana Injil menyatakan-

Nya kepada para pengikut-Nya dalam persekutuan abadi dengan

Bapa dalam semangat keserhanaan dan cinta yang berbelaskasih

kepada pelayanan bagi orang lain, seperti yang tertuang dalam

konstitusi,95

"Dengan mewujudkan belaskasih Allah melalui tindakan-


tindakan kita dalam semangat kesederhanaan, kita menjawab
panggilan untuk melayani, terutama mereka yang miskin,
tertindas dan erkekurangan."

Hal inilah yang menjadi dasar para suster SCMM dalam

menjalankan segala karya kasih yang dipercayakan kepada setiap

pribadi para suster SCMM.

d. Visi dan Misi Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria

Bunda Berbelaskasih

1) Visi Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih

Visi keseluruhan pandangan hidup para suster SCMM dalam

menanggapi situasi masyarakat berdasarkan konstitusi para suster

SCMM. Visi diwujudkan dalam tugas perutusan. Misi merupakan

tugas atau tanggung jawab yang akan dilaksanakan seseorang demi

kemuliaan Allah. Visi dan misi para suster SCMM diwujudkan

lewat karya peratusan.

95
DPU, op,cit, hlm. 19.
114

Visi Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih didasari dari visi Mgr. Joannes Zwijsen yaitu semua

orang, terutama mereka yang kecil, lemah, miskin dan tertindas

mengalami belaskasih Allah yang membebaskan dan

menyelamatkan lewat kehadiran dan pelayanan para suster SCMM.

Hal ini telah dilaksankan pendiri pada zamannya. Perhatian yang

sungguh tulus diberikannya kepada kaum papa dan miskin. Visi ini

menjadi dasar dari visi para suster SCMM.

Visi para suster SCMM yaitu terbentuknya pribadi-pribadi

religius, wanita apostolik yang memiliki inti hidup sesuai yang

diarahkan Mgr. Joannes Zwijsen, yaitu menjalankan tugas

perutusan dengan berdasarkan cinta penuh belaskasihan, dalam

menghayati ketiga kaulnya yaitu hidup dengan semangat Yesus

yang murni, taat dan tulus dalam menolong orang-orang yang

sangat miskin, tertindas, menderita dan membutuhkan. Untuk

mengikuti Yesus Kristus yang berdoa dan melayani.

Bagi para suster SCMM doa merupakan sumber kekuatan

dalam menjalani panggilan hidup sebagai religius. Kasih Allah

dapat dijalankan dengan penuh kasih ketika para suster SCMM

menimba kekuatan dari Kristus lewat doa-doa yang dipanjatkan

setiap saat. Lewat doa para suster SCMM dapat menimba kekuatan

dari Allah sehingga Roh Yesus memelihara, memenuhi harapan,

keinginan dan memberi hidup bagi manusia. Bersama Allah para


115

suster SCMM dapat melayani orang-orang di sekitar mereka

dengan semangat kesederhanaan dan cinta tanpa pamrih.96 Doa

menjadi daging dan darah, nafas kehidupan yang meresapi segala

tindakan manusia. Sumber doa adalah iman manusia akan Yesus

Kritus yang merupakan teladan utama dan tetap membimbing.

Dalam doa manusia membawa kerajaan Allah lebih dekat,

bersama-sama sebagi suster Cinta kasih. Mampu untuk

mengamalkan cinta yang berbelaskasih kepada sesamanya sebagai

suatu panggilan pembebasan dan penyelamatan, dengan

menjadikan Maria sebagai model teladannya.

Terselenggaranya karya-karya pelayanan cinta kasih yang

membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan aktual Gereja

dan masyarakat setempat demi peningkatan taraf hidup dan

mengangkat martabat manusia, terutama lewat pendidikan,

pembinaan dan pengajaran anak-anak, wanita dan kaum muda,

dengan prioritas orang kecil, lemah, miskin dan tertindas, di bawah

perlindungan dan inspirasi St. Vinsensius a Paulo. Karya-karya

kasih terarah kepada Allah dan belaskasih menjadi keutamaan

dalam melaksanakannya.

96
Wawancara dengan Sr. Margaretha Gultom, SCMM tanggal 13 Januari 2010.
116

2) Misi Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih

Misi tugas yang akan dilaksanakan oleh seseorang demi

agama. Misi para suster SCMM sesuai dengan misi awal Mgr.

Joannes Zwijsen yaitu mewujudkan kerajaan belaskasihan Allah

melalui tindakan-tindakan kita dalam semangat kesederhanan.

Kehidupan sosial masyarakat Belanda pada zaman Mgr. Joannes

Zwijsen menumbuhkan semangat belaskasihan untuk meringankan

beban masyarakatnya pada saat itu.

Misi para suster SCMM dalam penerapan misinya pertama-

tama memperhatikan kebutuhan para anggotanya dengan cara

membina dan mempersiapkan pribadi-pribadi anggota agar

menjadi religius apostolik, yang dalam mengikuti Yesus Kristus

yang berdoa dan melayani, mampu menanggapi panggilan

pembebasan dan penyelamatan Allah dalam hidupnya dengan

mengamalkan cinta yang berbelaskasih serta menghayati ketiga

kaul religiusnya seturut teladan Maria Hamba Tuhan dan Bunda

yang Berbelaskasih. Para suster SCMM melanjutkan misi Yesus

Kristus di dunia ini, turut ambil bagian dalam pelayanan Gereja.

Jadi para suster SCMM dalam menjalankan karya perutusannya

tidak lepas dari perutusan Gereja, seperti yang tertulis dalam

konstitusi, yaitu,97

97
DPU, op.cit., hlm. 23
117

(14) Hidup religius kita memberi kesaksian akan nilai-nilai


Kerajaan Allah yang melebihi segala sesuatu, dan turut ambil
bagian dalam panggilan dan perutusan Gereja.

(15) Dalam menanggapi nudangan Allah kita menyadari bahwa


kita dipanggil untuk mengabdi kepada Gereja dalam Kongregsi
Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih.

Penerapan misi para suster SCMM dikembangkan dalam

masyarakat dengan menyelenggarakan karya-karya pelayanan cinta

kasih yang membebaskan dan menyelamatkan sesuai kebutuhan-

kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat setempat demi

peningkatan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia,

terutama lewat pendidikan, pembinaan dan pengajaran anak-anak,

wanita dan kaum muda, dengan prioritas orang kecil, lemah,

miskin dan tertindas, di bawah perlindungan dan inspirasi St.

Vinsensius a Paulo.

Karya perutusan Kongregasi SCMM mengutamakan

pendidikan. Pendidikan hal yang sangat berperan penting dalam

mengubah status dan kehidupan sosial masyarat. Hal ini menjadi

perhatian basar bagi Mgr. Joannes Zwijsen hingga ia terdorong

mendidirkan sebuah lembaga. Para suster SCMM melanjutkan cita-

cita Mgr. Joannes Zwijsen sehingga dalam mengembangkan karya

perutusan lebih memprioritaskan karya pelayanan dalam bidang

pendidikan. Belaskasihan Allah juga diwujudkan oleh para suster

SCMM dalam bidang karya-karya sosial seperti asrama, panti

asuhan, panti lansia, pastoral gereja yang juga mendapat perhatian

khusus.
118

Pelaksanaan karya-karya perutusan para suster SCMM

memiliki aturan khusus seperti yang dijabarkan dalam konstitusi

yaitu dalam hal ketaatan religius. Ketaatan membawa setiap pribadi

para suster SCMM memiliki kebebasan batin, semangat iman

dalam menjalankan karya perutusannya. Ketaatan bagi para suster

SCMM merupakan ketaatan yang siap menerima tugas perutusan

di manapun, kapanpun diutus untuk menyelamatkan dan

mengarahkan masyarakat di dunia ini semakin dekat dengan Allah

sumber kehidupan.

2. Awal Kongregasi SCMM di Indonesia

Kongregasi SCMM masuk ke Indonesia pertama kali di Padang.

Padang adalah ibu kota Provinsi Sumatera Barat. Pada awal abad ke-19

terutama sejak VOC dibubarkan kehidupan beragama di Indonesia

mengalami perubahan. Hal ini juga dirasakan oleh Gereja Katolik.

Perubahan tersebut antara lain kegiatan keagamaan yang dijamin oleh

pemerintah dan karya-karya kerasulan dapat dikembangkan kepada

masyarakat Indonesia.

Pada tahun 1830 pastor Y.Y.Candahl dari Prancis memulai misinya

untuk mewartakan Cinta kasih Allah di Padang. Perkembangan

selanjutnya misi tersebut berhenti karena pada tahun 1835 semua

misionaris Prancis dan yang bukan berkebangsaan Belanda harus

meninggalkan Sumatera. Tugas mulia pastor Y.Y. Candahl dilanjutkan


119

oleh Th. Staal, namun misi ini berhenti lagi pada tahun 1847 karena ia

dibunuh oleh pelayan pastorannya.98

Pada tahun 1873 Serikat Jesuit mengambil alih misi dan karya

kerasulan di seluruh Indonesia dari imam-imam diosesan. Wilayah

Indonesia yang luas dan perkembangan umat yang setiap tahun bertambah

mengakibatkan para misionaris Jesuit kekurangan tenaga. Perkembangan

ini juga dirasakan oleh umat Katolik di Padang.

Perkembangan umat Katolik di Padang membutuhkan bantuan untuk

mengajar katekismus terutama bagi anak-anak. Padang belum memiliki

sekolah Katolik pada awal masuknya Pater A.P.Smit, SJ. Untuk mengajar

katekismus bagi anak-anak Pater A.P. Smit SJ melakukannya pada sore

hari. Padatnya aktivitas Pater A.P. Smit, SJ, mendorong ia mencari jalan

keluar mengatasi kebutuhan umat Katolik Padang pada saat itu, dengan

cara membuka sekolah Katolik. Untuk menumbuhkan perhatian

masyarakat dan pejabat di Belanda akan kebutuhan masyarakat Padang

Pater A.P.Smit, SJ, menulis suatu karangan dalam majalah St. Claverbond

bunyi tulisannya yaitu,99

“Jika kita mau bekerja dengan baik, maka harus ada sekolah-sekolah yang
dikelola oleh suster-suster. Apapun usaha Pastor, tanpa bantuan para
suster, akan lebih banyak mengalami kekecewaaan daripada kesuksesan,”

98
G. Vriens, S. J, Sejarah Katolik Indonesia, Flores, Arnoldus, 1972, hlm.179
99
Rosalina Kusnoharjono, Napak Tilas 110 Tahun SCMM di Indonesia 1885-1995, Yogyakarta,
Andi Offset, 1995, hlm. 19.
120

Kekurangan tenaga dalam penanaman iman Katolik di Padang,

mendorong para misionaris Jesuit meminta bantuan dari ordo atau

kongregasi lain. Terutama dalam mengelola sekolah Katolik di Padang.

Pater A.P.Smit, S.J menyampaikan kebutuhan masyarakat Padang

ini kepada uskup ‘s Hertogenbosh, yang dijabat oleh Mgr. Godschalk.

Kebutuhan masyarakat Padang akan pendidikan dan pembinaan iman yang

mendesak ini mendorong Mgr. Godschalk meminta para suster SCMM

untuk berkarya di Padang. Keinginan para pastor Jesuit untuk mendidik

kaum muda dan mensejahterakan masyarakat Padang, khususnya dalam

bidang pendidikan segera ditanggapi pemimpin umum Kongregasi SCMM

dan disampaikan kepada Mgr. Godschalk.

Setelah segalanya dipersiapkan dengan baik dan berkat

Penyelenggaraan Ilahi, maka pada tanggal 27 Mei 1885 Kongregasi

SCMM dari negeri Belanda mengutus sembilan orang suster SCMM,

sebagai suster perintis, atau pionir ke Indonesia. Para suter tersebut yaitu

Sr. Ewalda van Beek , Sr. Walfrida Screuder, Sr. Irmine van Apol, Sr.

Custodie Boerkamp, Sr. Melchiorine Schrender, Sr. Philomeno Visser, Sr.

Ludovicus Molenaar, dan Sr. Veronie van Abele. Pada tanggal 27 Mei

1885 mereka berangkat dengan kapal dan mereka menempuh perjalanan

yang sangat panjang dan melelahkan. Tetapi dengan semangat mereka

tetap bertahan dan berjuang hingga tiba di Padang pada tanggal 12 Juli

1885. Tanggal ini merupakan tanggal peringatan bersejarah bagi

Kongregasi SCMM untuk provinsi Indonesia.


121

Karya kerasulan yang pertama dilakukan para suster SCMM yaitu

memberi pengajaran agama dan membuka sekolah taman kanak-kanak

dalam dua bentuk yaitu sekolah taman kanak-kanak yang mampu

membayar uang sekolahnya dan sekolah taman kanak-kanak yang tidak

mampu membayar uang sekolahnya atau miskin. Mengadakan sekolah

bahasa, sekolah kerajinan tangan. Jadi Kongregasi SCMM berkarya di

Padang karena permintaan dan kebutuhan masyarakat Padang, terutama

dalam bidang pendidikan bagi masyarakat yang sungguh membutuhkan.

3. Tantangan yang Dihadapi Para Suster SCMM Pertama Masuk ke

Padang, Sumatera Barat

Kedatangan para suster SCMM untuk menanamkan kasih Tuhan

lewat karya-karya kerasulannya di Padang tidaklah mudah dan mengalami

berbagai tantangan. Tantangan pertama yang mereka alami adalah

perjuangan selama tiga bulan berlayar di samudera luas. Namun, tantangan

yang dihadapi para suster SCMM tidak menjadi penghalang dalam

mengembangkan karya kerasulannya di ranah Minang, Sumatera Barat.

Tiba di tempat yang baru menemukan tantangan yang baru juga, tantangan

yang dialami para suster pionir pertama di Padang yaitu,

a. Bahasa dan Budaya

Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat komunikasi satu

dengan yang lain. Aristoteles dalam Sumarsono menyebutkan bahasa

adalah alat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan manusia.100

100
Sumarsona, Buku Ajar Filsafat Bahasa, Jakarta, Grasindo, 2004, hlm.58
122

Para suster SCMM pada awal mengembangkan karya kerasulannya di

Padang mengalami tantangan dalam hal bahasa. Hal ini terjadi karena

para suster misionaris SCMM pertama, dibekali bahasa Indonesia yang

masih sederhana, sedangkan masyarakat Padang dalam menjalin

komunikasi sehari-hari lebih menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa

Minang. Hal ini menjadi perjuangan besar bagi mereka dan

membutuhkan tenaga, waktu untuk mempelajarinya.

Kondisi sosial masyarakat yang dijumpai para misionaris

pertama suster SCMM mendorong mereka terlebih dahulu

memahaminya. Untuk mendukung kelancaran komunikasi tersebut

para suster SCMM berusaha untuk mempelajari bahasa setempat.

Tantangan yang lain yang dialami para suster SCMM di Padang

meliputi adat-istiadat setempat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat

setempat masih melekat dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat

Minang. Para suster SCMM berusaha menerima dan beradaptasi

dengan situasi kehidupan sosial yang mereka temui di Padang. Para

suster SCMM tetap berjuang menabur benih kasih Tuhan dengan

berpegang pada penyelenggaraan Ilahi dan semangat Spiritualitas Mgr.

Joannes Zwijsen, Pr, sebagai pendiri Kongregasi SCMM.

b. Iklim

Iklim Eropa dengan iklim Indonesia sangat berbeda. Perbedaan

ini menjadi tantangan besar bagi para suster SCMM terutama iklim di

daerah Padang yang memiliki iklim tropis yang mengakibatkan para


123

suster SCMM mengalami kepanasan dengan penggunaan jubah yang

sudah ditetapkan dari Belanda. Pakaian yang mereka kenakan sama

dengan pakaian yang dikenakan para suster SCMM di Eropa yang

tinggal di daerah beriklim dingin dan mengenakan pakaian yang sangat

tebal. Adanya keseragaman pakaian ini, para suster SCMM mengalami

kepanasan yang mengakibatkan mereka mudah lelah dalam

menjalankan karya kerasulan mereka. Tetapi dalam kelelahan ini

mereka menimba kekuatan dari Allah hingga mereka tetap bertahan

dan bersemangat untuk mendidik anak-anak yang dipercyakan. Para

suster SCMM juga beradaptasi dengan masyarakat setempat yang

merupakan mayoritas agama Islam, mereka berusaha agar kehadiran

mereka tidak menjadi ancaman bagi masyarakat Padang.

c. Para Elite Belanda yang Tidak Menganut Agama

Jumlah murid yang dididik para suster pionir SCMM adalah 14

orang, berkat kerja keras dan ketekunan, jumlah tersebut menjadi 140

orang. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi Elite Belanda

yang tidak menganut agama dan tinggal di Padang. Para Elite Belanda

mulai mempengaruhi orang tua siswa agar tidak mengirim anak-anak

mereka untuk dididik di sekolah yang diselenggarakan para suster

SCMM. Alasan yang diberikan adalah bahwa para suster SCMM dan

guru tidak memiliki ijazah. Tantangan ini mengakibatkan orang tua

murid menarik anak-anak mereka dan disekolahkan di sekolah lain.


124

Tantangan ini tidak mematahkan semangat para suster SCMM

untuk mengembangkan misi di Padang. Mereka berusaha untuk

memulihkan kepercayaan masyarakat dengan cara tetap membuka

sekolah walaupun siswanya sedikit. Kesetiaan, kesabaran dan

perjuangan ini membawa hasil yang baik. Masyarakat kembali

menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang diselenggarakan

para suster SCMM.

Para suster Belaskasih menjalankan tujuan utama kongregasi

sebagaimana yang tercantum dalam Konstitusi yaitu mengabdi kepada

sesama terutama mereka yang miskin dan tertindas dengan semangat

kesederhanaan dan cinta yang berbelaskasih.101 Pengabdian yang

pertama dilakukan adalah memberikan pendidikan dasar bagi anak-

anak miskin. Hal ini juga yang mendorong para suster SCMM

membuka karya-karya perutusannya di manapun mereka berada.

Setelah berkarya di Padang mulai dilaksanakan beberapa tahun

kemudian para suster SCMM diminta berkarya di beberapa daerah di

Indonesia hingga ke Sibolga.

4. Awal Kongregasi SCMM di Sibolga

Sejak pemerintah memberi ijin kepada para misionaris untuk

mengembangkan karya kerasulannya, penanaman iman Katolik Sibolga

mulai dilakukan. Hal ini dilakukan oleh seorang imam Kapusin. Di

Sibolga sebelum penanaman iman Katolik, masyarakat Sibolga telah telah

101
Kusnoharjono, Sejarah Satu Abad Kongregasi SCMM di Indonesia, hlm.42
125

menganut agama Protestan. Sibolga sebagai kota yang memiliki pelabuhan

yang strategis dan banyak disinggahi para pedagang mengakibatkan di

kota Sibolga terdapat penduduk dari berbagai suku dan agama.

Perkembangan ini juga diikuti oleh bertambahnya jumlah umat Katolik.

Jumlah umat Katolik yang bertambah di Sibolga membutuhkan

bantuan untuk mendampingi mereka dalam pengajaran agama Katolik dan

pelajaran lainnya. Melihat situasi ini maka Mgr. Brans selaku

Administrator Apostolik meminta bantuan suster dari Tilburg untuk

mewartakan kabar baik dari Allah di Sibolga. Permintaan ini dipenuhi oleh

suster Belaskasihan dari Tilburg.

Kehadiran para suster Belaskasih disambut baik oleh Uskup, umat

dan pastor Timmermans sebagai pastor paroki Sibolga. Para suster yang

berangkat ke Sibolga untuk mengadakan peninjauan adalah Sr. Michaelle,

Sr. Basilia, Sr. Eugenia. Dari Belanda yang dikirim untuk menjalankan

misi suster Belaskasihan di Sibolga, angkatan pertama Muder Angelbertis,

Sr. Anselma Verbeek dan angkatan kedua Sr. Ladisla de Koning, Sr.

Aloysina dan Sr. Canisa.102 Para suster Berbelaskasihan langsung

menjalankan tugas perutusan mereka sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Sibolga. Karya kasih yang pertama mereka lakukan adalah mendidik anak-

anak Cina yang dimulai tanggal 7 Juni 1930.

102
Agnes Syukur, SCMM dan Yustina, SCMM, 120 tahun Tarekat SCMM di Bumi Nusantara-
Indonesia, Yogyakarta, Andi offset, 2005, hlm.44
126

5. Karya-Karya Kongregasi SCMM di Sibolga

Pendiri Kongregasi SCMM Mgr. Joannes Zwijsen dalam

konferensinya yang ketujuh artikel keduapuluhsembilan mengenai karya-

karya kasih para suster SCMM mengatakan,103

“Ia harus bekerja demi kasih Allah, demi Dia sendiri, membuat
Allah berkenan dan untuk mengarahkan jiwa-jiwa kepadaNya demi
keselamatan mereka. Maka, tidak penting macam apa karya kasih
yang kalian kerjakan, apakah mengajar anak-anak, melayani orang
sakit, memperhatikan atau melayani orang tua, motif kalian haruslah
melulu memenuhi kebutuhan badani mereka, tetapi pelayanan kalian
mengarahlan mereka kepada Allah.”

Pelayanan yang diberikan kepada orang yang membutuhkan

mempunyai suatu motivasi yakni demi Allah, artinya demi melaksanakan

kehendak Allah. Karya-karya yang dikerjakan menghantar orang pada

pengenalan akan Allah sebagaimana dilakukan oleh Yesus. Pelayanan

yang diberikan kepada semua orang didasarkan pada semangat belaskasih

berarti turut ikut mengambil bagian dalam pelayanan Yesus agar semua

orang dilayani dapat dihantar dan mengenal Allah.

Para suster SCMM berusaha untuk menghayati dan menjalankan

motivasi yang ditekankan oleh pendiri dalam mejalankan karya-karya

kasihnya. Para suster SCMM memiliki beberapa karya kasih yang

dijalankan di Sibolga, yaitu :

1) Bidang Pendidikan

Pada awal pendirian kongregasi oleh Mgr. Joannes Zwijsen

perhatian utamanya adalah mengubah kehidupan umat di parokinya

103
Joannes Zwijsen, Langkah-Langkah kebijaksanaan Warisan MGR. Joannes Zwijsen,
Yogyaakarta, , Andi offset, (Tanpa tahun), hlm.50
127

yang penuh penderitaan dengan pemberian dan pengembangan

pendidikan. Baginya pendidikan puteri-puteri dan sekolah-sekolah

merupakan karya yang baik. Pendidikan kaum wanita merupakan hal

yang sangat penting karena wanita mempunyai pengaruh yang sangat

besar terhadap pendidikan dan pembentukan kaum muda. Jadi,

kesejahteraan Gereja dan negara tergantung pada wanita. Seorang ibu

yang saleh dan beriman ia akan memperhatikan perkembangan anak-

anaknya dan ia akan membina iman mereka.104

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat hakiki bagi setiap

manusia di bumi ini. Demikian juga bagi masyarakat Sibolga,

pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda terutama pendidikan

iman merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Hal inilah yang

menjadi salah satu faktor yang mendorong Mgr.Brans untuk meminta

para suster Belaskasihan berkarya di Sibolga. Karya-karya pendidikan

yang pertama hingga sekarang dibuka dan ditangani para suster

Belaskasihan yaitu,105SR (HIS) yang dibuka tanggal 7 Juni 1930,

sekolah ini dikhususkan bagi anak-anak keturunan Cina.

104
Zwijsen Mgr. Joannes, Gemeenzame Gesprekken : Pembicaraan-Pembicaraan Akrab 1863-
1864, Tilburg, R.K. Jongens-Weeshuis, 1864, hal. 76. Pembicaraan-pembicaraan akrab berisi
banyak konferensi Mgr Zwijsen yang menjelaskan banyak hal kepada para Suster SCMM (dan
kepada Frater CMM) sebagai prinsip dalam melayani secara belaskasih.Total konferensi yang
dibuat oleh Mgr Zwijsen dalam Pembiacaraan-Pembicaraan Akrab sebanyak duapuluh tujuh
konferensi.
105
Arsip Yayasan Santa Maria Berbelaskasihan dalam Laporan Tahunan Karya Pendidikan
Suster SCMM di Sibolga, 1990-2005.
128

a. Sekolah Holand Chinese School (HCS) untuk anak-anak

keturunan Cina dan Batak. Sekolah ini memiliki delapan kelas,

mendapat izin untuk membangun pada tahun 1934.

b. Sekolah HSC tidak dapat menampung seluruh anak-anak pribumi

maka dibuka kembali sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak

pribumi (Batak).

c. Perkembangan selanjutnya sekolah binaan para suster semakin

diminati banyak orang. Selanjutnya sekolah-sekolah di atas

berubah nama yaitu Sekolah Dasar (SD) Swasta RK No. 1 yang

didirikan pada tahun 1932 yang beralamat di jalan Raja

Djunjungan Lubis No.2 Sibolga.

d. Sebelum masuk Sekolah Dasar (SD) para suster Belaskasihan

mulai memikirkan sekolah untuk Taman Kanak-Kanak (TKK),

maka didirikanlah TKK pada tahun 1947 yang diberi nama Taman

Kanak-Kanak Maria Mutiara, dengan alamat Mgr. Albertus

Sugiyopranoto SJ. No. 1. Sebelum TKK resmi didirikan para suster

Belaskasihan telah mengelola sekolah Taman Kanak-Kanak

(TKK).

e. Melihat banyak jumlah siswa yang lulus dari Sekolah Dasar (SD)

Swasta RK No. 1, maka para Suster-Suster Cinta Kasih mulai

membuka Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yang

didirikan pada tahun 1956, beralamat di jalan Mgr.Albertus

Sugiyopranoto SJ. No. 6 yang diberi nama SLTP swasta Fatima

Sibolga.
129

f. Pendidikan yang diharapkan masyarakat dari binaan para suster

tetap berlanjut maka tamatan dari Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) swasta Fatima Sibolga tetap dibina oleh para

suster. Adanya harapan masyarakat pada sekolah Katolik untuk

membina anak-anak mereka maka pada tahun 1959, Sekolah

Menengah Umum dibuka yang diberi nama SMU swasta Katolik

Sibolga.

g. Kebutuhan akan pendidikan semakin mendesak maka pada tahun

1962, kembali dibuka sekolah dasar yang diberi nama Sekolah

Dasar (SD) Swasta RK No. 2, yang beralamat di jalan Raja

Djunjungan Lubis No.2 Sibolga.

h. Jumlah siswa yang ingin mengenyam pendidikan di sekolah dasar

yang diselenggarakan Kongregasi SCMM bertambah, mendorong

para suster untuk membuka kembali sekolah dasar yang baru pada

tahun 1970 dengan nama SD Swasta Roma Katolik (RK) No. 3,

yang beralamat di jalan Raja Djunjungan Lubis No.2 Sibolga.

i. Pada tahun 1989 kembali dibuka sekolah dasar yang diberi nama

Sekolah Dasar (SD) Swasta Roma Katolik (RK) No. 4, yang

beralamat di jalan Raja Djunjungan Lubis No.2 Sibolga.

j. Pertumbuhan penduduk tidak dapat dibendung, seiring dengan

perkembangan zaman kebutuhan akan pendidikan pun semakin

besar. Para suster Belaskasihan menyadari akan hal ini. Selain itu,

banyaknya orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah para suster


130

mendorong dibukanya sekolah Taman Kanak-Kanak yang baru di

Jalan Padangsidempuan No.15 KM 4, pada tahun 1994 dengan

nama Taman Kanak-Kanak Katolik Santa Melania.

k. Pembangunan Taman Kanak-Kanak di Jalan Padangsidempuan

No.15 KM 4, membutuhkan sarana yang baru untuk menampung

anak-anak yang telah lulus dari Taman Kanak-Kanak Katolik Santa

Melania. Para suster SCMM kembali membuka sekolah Dasar di

Jalan Padangsidempuan No.15 KM 4 yang diberi nama Sekolah

Dasar (SD) Santa Melania. Sekolah Dasar ini dibuka pada tahun

1994.

l. Kebutuhan Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama sengat dibutuhkan

terutama setelah dibuka SD Santa Melania. Lulusan dari SD ini

diharapkan melanjutkan sekolahnya di sekolah binaan para suster

Belaskasihan. Melihat kebutuhan ini maka para suster SCMM

membuka kembali Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di

Jalan Padangsidempuan No.15 KM 4 pada tahun 2000, diberi

nama SLTP Fatima 2.

Perkembangan selanjutnya seiring bertambahnya jumlah

penduduk serta kesadaran orang tua yang mulai memperhatikan dan

memenuhi kebutuhan anak mereka untuk melanjutkan sekolah ke

perguruan tinggi, mendorong para suster SCMM mendirikan

perguruan tinggi pada tahun 2009. Dalam pembangunan, penyediaan

sarana dan prasarana pendidikan di Sibolga, para suster SCMM


131

berharap dapat membangun masyarakat Sibolga yang beriman dan

berkualitas siap menghadapi situasi hidup sehari-hari.

2) Bidang Kesehatan

Karya kesehatan dilaksanakan para suster Belaskasih pada awal

masuk ke Sibolga dengan cara merawat orang sakit melalui kunjungan

ke rumah-rumah. Bila ada salah seorang anggota keluarga yang sakit

maka suster perawat menjemputnya ke Biara. Para suster juga

melakukan kunjungan orang sakit dan mengobatinya. Pengobatan

keliling ini dilakukan oleh Sr. Aloysina, SCMM. Melihat kebutuhan

masyarakat akan kesehatan maka para suster belaskasihan membuka

balai pengobatan di Jalan Katomso No. 12 yang dikelola oleh Sr.

Monika, SCMM. Namun, balai pengobatan ini mulai tahun 2006 tidak

lagi difungsikan maka ditutup.

Kebutuhan akan kesehatan bagi para nelayan, buruh bangun, dan

tukang becak yang kurang mampu untuk membawa anggota

keluarganya ke rumah sakit mendorong para suster SCMM membuka

poliklinik di Jalan Padangsidempuan No.15 KM 4 pada tahun 1993.106

Perintis awal poliklinik ini adalah Sr. Roberta Simarmata, SCMM.

Poliklinik digunakan tidak hanya sebagai pengobatan tetapi sebagai

tempat penitipan anak-anak yang orang tuanya sibuk bekerja dan

terikat tugas di kantor. Poliklinik ini juga digunakan untuk

pemeriksaan kandungan ibu hamil dan membantu mereka hingga

melahirkan.

106
Wawancara dengan Sr. Roberta Simarmata, SCMM tanggal 12 Januari 2010
132

3) Karya Sosial (Asrama putri, pastoral)

Kedatangan para suster Belaskasihan ke Sibolga selain

membantu mengembangkan pendidikan bagi generasi muda juga

mendampingi para keluarga yang membutuhkan. Pada awal SCMM

masuk ke Sibolga para suster pertama telah melaksanakan karya

pastoral ini dengan mengajar ibu-ibu yang belum memahami ajaran

agama Katolik dalam bahasa Batak. Selanjutnya mengasuh anak-anak

orang Barat yang orangnya tinggal di perkebunan juga pulang ke

negeri Belanda. Para suster juga memberi kursus menjahit bagi ibu-ibu

dan putri yang tidak melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih

tinggi.

Karya sosial yang telah dirintis oleh para suster belaskasih yang

pertama masih tetap dijalankan oleh para suster SCMM. Baik

pendampingan asrama putri, terlibat dalam kegiatan Gereja. Pastoral

yang dilakukan mengunjungi orang sakit, turut berdoa bersama di

lingkungan dan mendampingi anak-anak di Gereja, serta

pendampingan kaum muda Katolik.

Pada awal masuknya para suster SCMM karya sosial yang

diberikan bagi puteri-puteri yang tidak dapat melanjutkan sekolah

adalah menjahit. Para suster SCMM mendidik puteri-puteri yang putus

sekolah agar dapat mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Pada awalnya biaya untuk membeli bahan jahitan

disediakan oleh para suster SCMM, setelah mereka dapat menjahit


133

maka biaya ditanggung sendiri. Sedangkan karya pastoral yang

dilakukan para suster SCMM sejak kehadirannya di Sibolga yaitu

mengajarkan agama, pendampingan anak-anak atau bina iman di

Gereja setiap hari Minggu, persiapan baptis, persiapan komuni

pertama, persiapan krisma, memberi rekoleksi, mengantar komuni bagi

umat yang sakit dan tidak dapat berangkat ke Gereja. Pastoral bagi

para suster SCMM memiliki peranan yang sangat penting dalam

mengembangkan karya-karya kongregasi terutama demi

memperlihatkan kebaikan Allah di dunia ini. Allah sungguh sangat

berkarya bagi penyelamatan manusia di dunia ini.

C. Analisis

Bagian ini merupakan analisis dari pembahasan permasalahan yang

kedua yaitu tentang ‘Sejarah awal berdirinya Kongregasi Suster-Suster Cinta

Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga’. Pada masa penjajahan

Belanda dan Jepang wilayah Sibolga memiliki peranan yang sangat penting

dan strategis untuk mengadakan transaksi ekonomi dan penjualan barang ke

daerah pedalaman. Wilayah Sibolga merupakan kawasan pantai Barat

Sumatera Utara. Hal inilah yang mengakibatkan Sibolga menjadi pusat

perhatian para pedagang pada masa Kolonial Belanda dan Jepang bahkan

hingga sekarang. Selain itu perkembangan selanjutnya wilayah Sibolga juga

merupakan tempat wisata bagi daerah di sekitarnya.


134

Letak geografis wilayah Sibolga mempengaruhi masyarakat yang

mendiaminya. Sebagai tempat transaksi ekonomi, wilayah Sibolga didiami

berbagai suku yang memiliki budaya dan karakter berbeda-beda yakni Batak,

Melayu, Nias dan Cina. Mata pencaharian masyarakat Sibolga lebih pada

berdagang dan sebagai nelayan. Pada masa Kolonial Belanda, masyarakat

Sibolga terutama yang beragama Katolik sangat membutuhkan pembinaan

iman dan pendidikan bagi masyarakat miskin. Kondisi masyarakat ini

mendorong Pastor Timmermans untuk meminta Kongregasi SCMM berkarya

di Sibolga. Permohanan ini dikabulkan oleh para suster SCMM dari Belanda.

Pada perkembangan selanjutnya wilayah Sibolga mengalami

pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk tersebut setiap tahun

rata-rata 1,5 persen. Pertambahan penduduk ini menjadi sumber yang positif

bagi Kongregasi SCMM dalam mengembangkan karya kerasulannya terutama

dalam bidang pendidikan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di

Sibolga, karya pendidikan juga mengalami perkembangan baik yang dikelola

perintah maupun pihak swasta. Sekolah tersebut mulai dari Taman Kanak-

Kanak (TKK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP),

Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT).

Kongregasi SCMM didirikan oleh Mrg. Joannes Zwijsen dengan tujuan

untuk mewujudkan belaskasih Allah di dunia. Berkembangnya Kongregasi

SCMM merupakan salah satu berkat peranan Mrg. Joannes Zwijsen yang

berjuang dan bekerja keras untuk mengembangkannya. Kongregasi SCMM

dalam menjalankan segala aktivitasnya memiliki aturan dan peraturan sesuai


135

dengan isi konstitusi yang telah disepakati bersama, dan menjalankannya

sesuai dengan visi-misi kongregasi dengan berpusat kepada Allah sumber

kehidupan manusia.

Kongregasi SCMM berkembang pesat di Eropa hingga masuk ke

Indonesia. Di Indonesia karya kerasulan Kongregasi SCMM pertama kali di

buka di daerah Padang, Sumatera Barat. Masuknya para suster pionir SCMM

ke Padang mengalami berbagai tantangan yakni bahasa dan budaya, iklim dan

para Elite Belanda yang tidak mendukung kehadiran para suster tersebut.

Namun, tantangan tersebut tidak mematahkan semangat para suster SCMM

karena mereka percaya Allah akan selalu memberikan yang terbaik.

Keyakinan dan semangat belaskasih ini membawa hasil yang berlimpah. Hal

ini nampak dari perkembangan kongregasi, anggota dan karya-karyanya. Dari

Padang Kongregasi SCMM berkembang ke berbagai daerah di Indonesia.

Salah satunya adalah wilayah Sibolga. Adanya kebutuhan masyarakat Sibolga

akan pendidikan membuat Kongregasi SCMM membuka karya pendidikan di

daerah tersebut. Karya-karya tersebut yaitu bidang pendidikan, bidang

kesehatan dan bidang sosial.

Spiritualitas Kongregasi yang dihayati dan dihidupi memberikan

motivasi bagi para suster SCMM untuk tetap berkarya sebagai misonaris dan

pendidik dalam upaya memanusiakan masyarakat di mana Kongregasi SCMM

berkarya. Visi dan misi Kongregasi menjadi landasan dalam upaya

mengentaskan kemiskinan, penderitaan dan terutama pengembangan


136

pendidikan bagi masyarakat yang kemampuan ekonominya di bawah garis

kemiskinan.

Kondisi masyarakat Sibolga dengan berbagai permasalahan kehidupan

sosialnya membutuhkan penyelamat. Para suster SCMM dipanggil dan

tergerak hati untuk menyelamatkan dan mengembangkan karya kerasulan

khususnya di bidang pendidikan, bagi mereka yang miskin dan terlantar.

Hadirnya Kongregasi SCMM di Sibolga merupakan gerakan dari Roh Allah

untuk menyelamatkan umat-Nya terutama bagi orang yang membutuhkan.

Dengan gerakan ini, para suster SCMM membuka hati untuk mengembangkan

karya kerasulannya di Sibolga dan mampu bertahan dan berjuang hingga

sekarang.
BAB III

PERKEMBANGAN KARYA PENDIDIKAN SUSTER-SUSTER CINTA

KASIH DARI MARIA BUNDA BERBELASKASIH

DI SIBOLGATAHUN 1930-2005

Perkembangan merupakan proses bertambahnya sesuatu. Dengan adanya

perkembangan, sesuatu dapat disebut berhasil atau memberikan hasil yang baik.

Kongregasi SCMM yang selama ini berkarya di bidang pendidikan dapat

dikatakan dapat mengalami perkembangan. Hal itu dapat dilihat dari berhasilnya

karya pelayanan yang dilaksanakan, yaitu dapat membawa perubahan bagi

masyarakat dan Kongregasi SCMM sendiri.

Dalam bab III ini akan dibahas perkembangan karya pendidikan

Kongregasi SCMM. Perkembangan tersebut dilihat dari jumlah sekolah yang

dikelola dan peserta didik, jumlah tenaga pendidik yang dibutuhkan, sarana dan

prasarana yang tersedia, dan penerapan visi misi serta penanggulangan tantangan

dalam mengelola karya pendidikan di Sibolga. Pembahasan perkembangan karya

pendidikan tersebut dilihat dari periode persepuluh tahun. Hal ini terjadi karena

keterbatasan data yang tersedia di sekolah, Yayasan Santa Maria Berbelaskasih,

dan dari Kongregasi SCMM.

A. Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga pada

tahun 1930-1942

Besarnya perhatian bangsa di dunia terhadap rempah-rempah Indonesia

pada abad ke-16 mengakibatkan orang-orang Eropa datang ke Indonesia.

Faktor alam Indonesia yang kaya akan rempah-rempah mendorong Belanda

137
138

untuk menguasai Indonesia. Penguasaan ini ditandai oleh kenyataan bahwa

seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia diatur oleh bangsa Belanda

termasuk karya pelayanan di bidang pendidikan. Seiring dengan situasi

tersebut, para misionaris dari Belanda juga mulai masuk ke Indonesia. Tiba di

Indonesia para misionaris tersebut disebarkan ke berbagai wilayah.

Masuknya bangsa Eropa dan misionaris ke Indonesia merupakan awal

dari masyarakat mulai mendapatkan pendidikan formal. Pendidikan formal ini

pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Portugis di daerah Ternate dan

berkembang hingga ke seluruh daerah lainnya di Indonesia. Setelah tahun

1900 pendidikan masyarakat Indonesia mulai menunjukkan perkembangan

yang lebih baik.

Pihak swasta pun berusaha untuk mengembangkan pendidikan dan

pengajaran bagi masyarakat Indonesia. Pendidikan yang diberikan masih

bernuansa pendidikan barat. Hal ini didukung oleh kebutuhan akan tenaga

kerja terutama jabatan dalam pemerintahan yang seringkali lebih

mengutamakan tamatan dari sekolah barat. Peluang untuk mengembangkan

pendidikan masyarakat Indonesia mengundang misi dan Zending

mengembangkan pendidikan di seluruh Indonesia. Adanya perhatian besar

dari pemerintah Belanda terhadap pendidikan masyarakat Indonesia

mendorong para pastor yang berkarya di berbagai daerah untuk turut

mengambil bagian dalam memberikan pendidikan bagi masyarakat Indonesia

terutama masyarakat di daerah yang mereka layani.


139

Salah satu di antara para pastor tersebut adalah Pastor Timmermans

yang berkarya di Sibolga. Sebagai pastor paroki ia mulai membenahi umat

yang dilayaninya dengan memberikan pendidikan pembinaan iman. Karena

perhatiannya yang begitu besar terhadap dunia pendidikan, ia berusaha untuk

memberikan dan mengembangkan pendidikan bagi umat yang dilayaninya

terutama pendidikan iman bagi masyarakat Sibolga. Niat hatinya yang tulus

ini terlaksana ketika ia bertemu dengan Pastor Spanjers di Tanjung Sakti,

Sumatera Selatan dan mendapatkan informasi tentang karya pelayanan SCMM

yang telah ditutup di daerah parokinya. Hal inilah yang menjadi motivasi awal

yang mendorong Kongregasi SCMM hadir dan berkarya di Sibolga.

Setelah Kongregasi SCMM menarik diri dari Tanjung Sakti awal tahun

1930, mereka kembali ke Padang, Sumatera Barat. Padang merupakan tempat

komunitas pertama SCMM di Indonesia. Pada pertengahan tahun 1930

Kongregasi SCMM masuk ke Sibolga dan mulai menjalankan karya yang

dirintis oleh delapan orang suster yaitu Muder Angelbertis sebagai pemimpin

biara, Sr. Anselma Verbeek, SCMM, Sr. Ladisla de Koning, SCMM, Sr.

Aloysina, SCMM, Sr. Canisa, SCMM, Sr. Michaelle, SCMM, Sr. Basilia,

SCMM, dan Sr. Eugenia, SCMM.

Tujuan awal didirikannya Kongregasi SCMM adalah membina dan

mendidik anggota kongregasi untuk menjadi Biarawati dan misionaris yang

berkarya di bidang pendidikan. Karena itu, ketika Kongregasi SCMM hadir di

Sibolga, karya kasih yang pertama dilakukan adalah pendidikan. Karya

pendidikan tersebut dimulai dengan sangat sederhana. Bangunan sekolah


140

dibuat dari kayu dengan fasilitas yang masih sangat terbatas. Sebagai kota

pelabuhan, masyarakat yang berdiam di sekitar daerah Sibolga memiliki

status sosial yang beragam. Status sosial yang berbeda ini turut mempengaruhi

kebijakan pemerintah Belanda dalam mengembangkan pendidikan bagi

masyarakat Sibolga. Kebijakan pemerintah Belanda dalam mengembangkan

pendidikan tersebut dapat dilihat terutama dalam hal penerimaan murid baru

berdasarkan status sosialnya. Hal ini yang menutut Kongregasi SCMM untuk

mendirikan sekolah yang tanpa membeda-bedakan murid sesuai dengan status

sosialnya.

Pada awalnya Kongregasi SCMM menemui banyak kesulitan karena

perbedaan status yang sudah dimulai dan dilaksanakan oleh pemerintah

Belanda dan masyarakat sekitarnya sudah menerima kebijakan tersebut.

Karena itu, Kongregasi SCMM tidak secara radikal mengubah kebijakan

membedakan status sosial masyarakat itu, akan tetapi berusaha beradaptasi

dan memperkenalkan sistem pendidikan yang tanpa membedakan status sosial.

Suster-suster SCMM berusaha mewujudkan sistem pendidikan sebagaimana

yang dicanangkan sejak awal oleh pendiri yakni memerima murid untuk

dibina dan dididik tanpa melihat perbedaan. Usaha Kongregasi SCMM itu

berhasil setelah Indonesia merdeka.

Sebagaimana dijelaskan pada bab II bahwa masyarakat yang dominan

mendiami wilayah Sibolga adalah masyarakat Batak. Pada umumnya dalam

masyarakat Batak, kehadiran anak laki-laki dalam keluarga merupakan suatu

kebanggaan dan penerus atau ahli waris keluarga. Pentingnya status dan
141

kedudukan laki-laki di masyarakat Batak itu turut mempengaruhi perlakuan

terhadap anak-anak terutama dalam mengenyam pendidikan. Dengan kata

lain, anak laki-laki lebih diutamakan daripada anak perempuan. Perbedaan ini

bagi Kongregasi SCMM sangat bertentangan dengan tujuan awal didirikan

oleh Mgr. Zwijsen. Bagi Mgr. Zwijsen perempuan memiliki peranan yang

penting dalam pembinaan iman dan pendidikan dalam keluarga. Anak lebih

banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibunya. Pandangan ini

mendorong Mgr. Swijsen untuk memberikan pendidikan bagi kaum

perempuan.

Situasi masyarakat yang membedakan status laki-laki dan perempuan

dalam kehidupan sosial masyarakat Batak Toba terutama dalam pendidikan

mendorong Kongregasi SCMM untuk mengembangkan karya misinya di

Sibolga. Pada awal mendampingi masyarakat tersebut, kongregasi tetap

menyesuaikan diri dengan situasi masyarakat yang dilayaninya.

Pada tahun 1930 Kongregasi SCMM tiba di Sibolga dan langsung

membuka sekolah Taman Kanak-Kanak dan HCS (Holand Chinese School)

yang dikhususkan bagi anak-anak Cina, dengan jumlah murid sebanyak 100

orang. Untuk menampung anak-anak yang masuk ke sekolah yang baru ini

dibutuhkan sarana berupa asrama baik asrama putera maupun puteri.

Kebutuhan akan asrama ini, mendorong Kongregasi SCMM membangun

sebuah asrama pada tahun 1931. Kemudian pada tahun 1932 membuka

sekolah SR (Sekolah Rakyat) yang memiliki 8 kelas yang diperuntukan bagi

anak keturunan Cina dan Batak. Sekolah HCS tidak dapat lagi menampung
142

seluruh anak-anak pribumi, fenomena ini mendorong Kongregasi SCMM

untuk membuka sekolah yang dikhususkan bagi anak-anak pribumi (Batak).

Kongregasi juga membangun sekolah SR yang dikhususkan bagi anak-anak

Eropa. Jumlah anak-anak yang dipercayakan masyarakat untuk dibina dan

dididik oleh Kongregasi SCMM semakin banyak. Hal ini mendorong

Kongregasi SCMM untuk membuka 3 sekolah dalam periode tahun 1930-

1934. Jumlah siswa yang ditampung dalam setiap kelas tidak dibatasi.

Perkembangan karya pendidikan yang dirintis oleh Kongregasi SCMM

di Sibolga periode 1930-1942 tidak stabil. Ketidakstabilan itu dipengaruhi

situasi sosial masyarakat pribumi sendiri yang selalu berusaha untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama pangan dan mereka lebih

mengutamakan pendidikan bagi kaum laki-laki. Selain itu, bangsa Belanda-lah

yang mengendalikan semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan

demikian karya pendidikan Kongregasi SCMM mengalami hambatan.

Kongregasi SCMM pada waktu itu tidak menghitung jumlah seluruh siswa

yang mereka layani pada awal karya pendidikan dibuka di Sibolga. Pada

prinsipnya semua anak yang berminat untuk mengenyam pendidikan di

sekolah Kongregasi SCMM diterima.

Seiring dengan perkembangan waktu, pendidikan yang dirintis oleh

Kongregasi SCMM di Sibolga mulai mengalami perkembangan.

Perkembangan itu menuntut kongregasi untuk menambah jumlah tenaga

pendidik terutama para suster. Oleh karena itu, pada tahun 1930-1942

kongregasi menambah jumlah tenaga pendidik dengan mendatangkan


143

misionaris Kongregasi SCMM dari negeri Belanda sebanyak 26 orang suster.

Dengan bertambahnya jumlah tenaga pendidik ini maka semakin berkembang

juga karya pendidikan Kongregasi SCMM. Dengan kata lain, peranan

kongregasi dalam mengembangkan karya pendidikan sangat penting dan

bermanfaat bagi masyarakat. Perlu diingat bahwa karya pendidikan yang

dikembangkan itu bukanlah semata-mata hasil usaha kongregasi sendiri,

melainkan juga ada peranan dari kaum awam yakni tenaga pendidik dari

masyarakat yang turut mengajar di sekolah.

Sarana dan prasarana pedidikan yang tersedia pada awal berdirinya

sekolah di Sibolga sangat terbatas. Keterbatasan tersebut mendorong

Kongregasi SCMM untuk memperbaiki keadaan ini dengan membangun

gedung sekolah yang baru. Karena kebutuhan akan gedung yang baru ini

sangat mendesak, pada tanggal 12 Februari 1932 gedung SD yang baru mulai

dibangun.

Perkembangan karya pendidikan yang dikelola Kongregasi SCMM

periode 1930-1942 dapat dilihat dari bertambahnya jumlah sekolah dan

kelas, tenaga pendidik baik awam maupun para suster. Perkembangan itu juga

dilihat dari permohonan penambahan dana untuk kepentingan karya

pendidikan oleh Kongregasi SCMM yang berkarya di Sibolga dari biara pusat

di Belanda pada tahun 1937. Dengan dana pendidikan yang diminta dari

Belanda itu, dimulailah pembangunan asrama putera dan puteri.

Tersedianya kebutuhan akan sarana dan prasarana, dana serta tenaga

pendidik untuk mengembangkan karya pendidikan, dapat dikatakan bahwa


144

setiap tahun karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga mengalami

perkembangan pada periode 1930-1942. Perkembangan tersebut juga dapat

dilihat dari pembangunan biara yang baru sebagai tempat tinggal para suster

SCMM yang setiap tahun bertambah jumlahnya. Para suster SCMM tersebut

merupakan misionaris dari negeri Belanda yang diutus kongregasi untuk

mengembangkan karya kerasulan SCMM di Sibolga. Karya pendidikan yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM dibangun secara bertahap. Salah satu

gedung yang pertama di bangun gedung SD RK No. 1 Sibolga. Proses

pembangunan dan peletakkan batu pertama pada gedung SD yang dibangun

pada tahun 1932, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumber: Arsip Kongregasi SCMM tahun 1932

B. Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi SCMM Di Sibolga Tahun

1942-1945

Pada tanggal 8 Maret tahun 1942 Belanda menyerah kepada Jepang.

Seluruh aspek kehidupan rakyat Indonesia yang sebelumnya berada di bawah


145

kekuasaan Belanda, mulai berpindah tangan dan dikuasai oleh Jepang. Sibolga

sebagai kota pelabuhan dengan cepat dikuasai oleh Jepang. Pada tanggal 15

Maret 1942 Jepang sudah menguasai Sibolga. Setelah tiga bulan Jepang

berada di Sibolga dan mulai mempelajari situasi daerah tersebut, Jepang mulai

menerapkan sistem pendidikannya bagi anak-anak di sekolah. Pada zaman

Belanda pendidikan diberikan bagi rakyat Indonesia agar dapat membantu

mereka sebagai pegawai dalam hal juru tulis. Setelah Jepang menduduki

Indonesia semua sekolah binaan Belanda dilebur menjadi satu jenis yaitu

Sekolah Rakyat 6 tahun yang disebut dalam bahasa Jepang, Zinzyo Koto

Syogakko, milik pemerintah.107

Anak-anak yang pada masa penguasaan Belanda ada pemisahan antara

pribumi dan nonpribumi, pada masa Jepang dilebur kecuali sekolah Cina yang

masih dapat berdiri sendiri tetapi tetap dalam pengawasan Jepang. Dasar

pendidikan Jepang diberikan demi pengabdian kepada pemerintah tanpa

memperhatikan kepentingan pribadi. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah

kembali mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan negara pada

saat itu, yakni pendidikan lebih diarahkan agar anak-anak Indonesia semakin

mencintai bangsanya dan mampu mengisi kemerdekaan dengan

menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi kepentingan bangsa dan negara.

Kongregasi SCMM dalam menanggapi kebutuhan pendidikan di Sibolga

melakukan perjuangan yang panjang hingga sekarang memiliki sekolah taman

kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Bagi Kongregasi SCMM

107
Jaka, dkk. Ibid. hlm. 85
146

perkembangan karya pendidikan ini terjadi berkat penyelenggaraan Ilahi yang

selalu membimbing dalam setiap tugas perutusannya. Pendidikan menjadi

karya utama Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Belaskasihan sesuai dengan harapan Mgr. Zwijsen pada awal mendirikan

kongregasi ini di negeri Belanda.

Pada saat Jepang menduduki Sibolga karya-karya misi Kongregasi

SCMM terutama karya pendidikan tidak berjalan dengan baik sebagaimana

pada masa pemerintahan Belanda. Sekolah-sekolah ditutup dan segala

kegiatan kongregasi yang menyangkut kepentingan orang banyak dilarang.

Hal ini terjadi karena semua gedung milik Kongregasi Suster-Suster Cinta

Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih disita oleh Jepang dan dijadikan

sebagai tempat tinggal mereka demi kepentingan perang. Bahkan semua suster

SCMM yang berkebangsaan Belanda akhirnya dibawa ke kamp dan

dipenjarakan di Tarutung. Biara-biara suster SCMM di Sibolga ditempati oleh

Kongregasi dari Jerman dan pribumi.

Para Imam, suster, pendeta dan semua yang berkebangsaan Belanda yang

berada di Indonesia ditangkap dan diinternir108 oleh Jepang. Namun

kongregasi yang berasal Jerman dan pribumi tidak ditangkap. Sekolah-sekolah

milik Kongregasi SCMM dijadikan tempat bagi para imam Jerman yang

bertugas di Flores dan pulau-pulau Kei yang sedang diinternir oleh Jepang.

Dalam situasi seperti di atas, para suster SCMM tetap melaksanakan karya

kerasulannya walaupun dalam keaadaan ketakutan.

108
Diinternir artinya dikumpul di satu tempat dan dijadikan tawanan perang
147

Penguasaan Jepang di Indonesia membawa dampak negatif bagi

perkembangan karya pendidikan yang dirintis para misionaris dari Belanda.

Semua karya kerasulan yang terutama karya pendidikan yang ada di seluruh

Indonesia yang dikelola para misionaris dari Belanda ditutup. Adanya

penutupan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga pada tahun 1942-

1945 mengakibatkan karya pendidikan yang dikelola Kongregasi SCMM tidak

dapat beroperasi dan perkembangannya tidak dapat dilihat.

C. Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga Tahun

1946-2005

Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang ditaklukkan oleh Amerika.

Kekalahan Jepang dari Amerika ikut berpengaruhi pada semua daerah yang

dikuasai Jepang, termasuk Indonesia. Dampak dari peyerahan Jepang terhadap

Amerika, Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus

1945. Kemerdekaan yang diproklamasikan bangsa Indonesia ini memberi

harapan yang baru bagi para misionaris dari Belanda untuk dapat kembali

mengembangkan karya yang telah dimulai pada masa perintahan Belanda di

Indonesia.

Pembebasan bagi para misionaris Belanda juga dialami Kongregasi

SCMM sehingga mereka dapat kembali ke Sibolga. Kembalinya misionaris ke

Sibolga tidak langsung melaksanakan karya pendidikan. Hal ini terjadi karena

situasi politik di Indonesia masih belum stabil. Karya kerasulan terutama

karya pendidikan dapat dilaksanakan setelah kunjungan Presiden Soekarno ke


148

Sibolga. Kunjungan ini memberi harapan yang baru bagi Kongregasi SCMM

dan karya pendidikannya. Meskipun tantangan yang dihadapi misionaris

SCMM sungguh berat ketika ditahan Jepang di kamp, kongregasi tidak

mundur untuk mewartakan cinta kasih Allah di Sibolga. Mereka percaya akan

penyelenggaraan Ilahi yang tetap berkarya dalam perjuangan mereka.

Berdasarkan semangat ini akhirnya karya pendidikan di Sibolga mulai

beroperasi dengan baik pada tahun 1947.

1. Taman Kanak-Kanak (TKK) Maria Mutiara dan TKK St. Melania

a. Taman Kanak-Kanak (TKK) Maria Mutiara

Segi kuantitas

Sekolah Taman Kanak-Kanak Maria Mutiara didirikan pada

tahun 1947, dengan alamat Jalan Mgr. Albertus Sugiyopranoto SJ. No.

1. Jumlah siswa sejak didirikan mengalami perkembangan yang sangat

pesat. Hal inilah yang membuat lembaga pendidkan TKK Maria

Mutiara tetap berdiri kokoh walaupun ada banyak TKK yang baru.

Orang tua murid tetap berminat untuk menyekolahkan anak-anaknya

pada TKK yang diselenggarakan oleh Kongregasi SCMM. 

Jumlah murid bukanlah merupakan suatu jaminan bahwa

sekolah tersebut berkualitas. Karena itu Kongregasi SCMM mengelola

karya pelayanan di bidang pendidikan tetap memperhatikan kualitas

pendidikan itu sendiri. Dengan kata lain, kualitas pendidikan bagi para

siswa lebih diutamakan dari pada kuantitas. Hal inilah yang


149

mendorong orang tua siswa mempercayakan anak-anak mereka untuk

dibina dan dididik oleh Kongregasi SCMM.

Jumlah murid TKK Maria Mutiara pada tahun 1946 sampai

dengan 1955 mencapai 120 orang, tenaga pendidik 5 orang, dan

jumlah ruangan yang tersedia 5 kelas. Pada tahun 1956 sampai tahun

1965 jumlah murid TKK Maria Mutiara sebanyak 150 orang, tenaga

pendidik 5 orang, dan jumlah ruangan yang tersedia 5 kelas. Pada

tahun 1966 sampai tahun 1975 jumlah murid TKK Maria Mutiara 160

orang, tenaga pendidik 6 orang. Mulai tahun 1976 sampai tahun 1985

adalah 152 orang. Pada tahun 1986 sampai degan 1995 jumlah murid

TK sebanyak 159 orang, jumlah laki-laki 74 orang dan perempuan 85

orang dengan tenaga pendidik 6 orang.

Pada tahun 1996 sampai 2005 jumlah murid 180 orang, jumlah

laki-laki 99 dan perempuan 91 orang dengan tenaga pendidik 7 orang.

Jumlah murid TKK Maria Mutiara bertambah setiap tahun.

Peningkatan jumlah siswa yang begitu besar mengakibatkan sarana

dan prasarana yang tersedia tidak mencukupi. Situasi ini mendorong

Kongregasi SCMM untuk mendirikan gedung sekolah lagi untuk usia

TKK. Karena itu pada tanggal 9 Juni 1989 didirikan TKK St. Melania

di Jl. Padang Sidempuan No. 15 KM 4.

 
 
 
 
150

b. Taman Kanak-Kanak (TKK) St. Melania

Setelah didirikan sekolah TKK St. Melania, jumlah murid pada

usia TKK yang dikelola Yayasan Santa Maria Berbelaskasihan

bertambah.109 Jumlah murid TKK St. Melania dari tahun 1986 sampai

dengan tahun 1995 sebanyak 69 orang, menurut jenis kelamin 42 orang

laki-laki dan 27 orang perempuan. Tenaga pendidik sebanyak 3 orang.

Pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2005 jumlah murid TKK

Melania sebanyak 156 orang, laki-laki 72 orang dan perempuan 84

orang, dengan tenaga pendidik sebanyak 5 orang. Untuk lebih jelas

perkembangan jumlah guru dan siswa setiap sepuluh tahun dari tahun

1946-2005 dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.

 
Tabel 3.1
Jumlah Guru dan Murid
Taman Kanak-Kanak (TKK) Maria Mutiara dan Santa Melania
Tahun 1946-2005

Tahun
1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005
Sekolah Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid
TKK Maria
Mutiara 5 120 5 150 6 160 6 150 6 159 7 180
TKK
St.Melania - - - - - - - - 4 69 5 156

Total 5 120 5 150 6 160 6 150 10 228 12 336


Sumber : Arsip Yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan arsip Kongregasi SCMM Provinsi
Indonesia Tahun 1946-200

109
Wawancara dengan Sr. Patrisia Sitanggang, SCMM tanggal 6 Januari 2010
151

Grafik 3.1
Jumlah Guru dan Murid
Taman Kanak-Kanak (TKK) Maria Mutiara dan Santa Melania
Tahun 1946-2005

350
TKK Maria Mutiara
TKK St. Melania
300
Total
250

200

150

100

50

0
Guru

Murid

Guru

Murid

Guru

Murid

Guru

Murid

Guru

Murid

Guru

Murid
1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005

Tahun

Berdasarkan tabel dan grafik di atas terlihat bahwa karya

pendidikan Kongregasi SCMM untuk usia TKK mengalami

perkembangan. Perkembangan itu dapat dilihat dari jumlah murid

dan tenaga pendidik yang bertambah dalam karya pendidikan

Kongregasi SCMM. Pada sepuluh tahun kedua jumlah siswa pada

TKK Maria Mutiara bertambah sebesar 25 %, sepuluh tahun

ketiga sebesar 20 %. Namun pada sepuluh tahun keempat jumlah

murid TKK Maria Mutiara menurun sebesar 6,25 %. Pada sepuluh

tahun kelima jumlah murid tersebut kembali bertambah sebesar 6


152

% dan sepuluh tahun keenam sebesar 13 %. Jumlah guru

mengalami perkembangan pada sepuluh tahun keenam yaitu 16 %.

Perkembangan juga dilihat dari jumlah bangunan sekolah

TKK yang awalnya hanya satu tetapi karena kebutuhan masyarakat

yang mendesak, akhirnya Kongregasi SCMM membangun satu

sekolah TKK di Jl. Padang Sidempuan No. 15 KM 4. Namun pada

tahun 1976-1985 jumlah murid mengalami penurunan tetapi tidak

membawa dampak negatif bagi karya pendidikan SCMM, karena

pada 1996-2005 mengalami peningkatan kembali. Perkembangan

TKK Maria Mutiara maupun Santa Melania mengalami

peningkatan. Perkembangan tersebut dilihat setiap sepuluh tahun.

Terjadinya perkembangan karya pendidikan suster SCMM

merupakan peluang bagi kongregasi untuk memberdayakan

masyarakat Sibolga yang memiliki minat mengajar di Taman

Kanak-Kanak. Perkembangan karya pendidikan suster SCMM

merupakan berkat dan penyelenggaraan Ilahi serta kerjasama yang

baik antara yayasan, pemerintah, guru, dan masyarakat serta

kongregasi yang berkarya di Sibolga. Hal ini juga dipengaruhi oleh

sarana dan prasarana yang disediakan.

Sarana dan prasarana untuk mendukung pembelajaran murid

di TKK Maria Mutiara dan Santa Melania sungguh diperhatikan

baik dari segi pembelajaran di dalam kelas maupun tempat bermain

anak-anak. Alat-alat pembelajaran yang mendukung proses belajar


153

mengajar yang dimaksud antara lain passel, gambar-gambar

berhitung dan gambar peluncuran, permainan yang mengasah otok

seperti balok-balok dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada lampiran foto3,4&5.

Sarana dan prasarana tersebut yang disediakan sekolah untuk

mempermudah tenaga pendidik dalam proses belajar mengajar.

Mengapa? Karena mengajar anak-anak pada usia TKK, para tenaga

pendidik seringkali menemui banyak kesulitan. Akan tetapi dengan

adanya alat-alat peraga itu kesulitan-kesulitan dalam

menyampaikan materi pembelajaran menjadi lebih mudah dan

dapat dicerna oleh anak-anak. Selain itu, kesulitan-kesulitan itu

dapat diatasi oleh Kongregasi SCMM berkat kesetiaan dan

spritualitas belaskasihan yang diwariskan Mgr. Joannes Zwijsen.

Dengan kata lain, Spiritualitas dan kesetiaan merupakan senjata

ampuh bagi Kongregasi SCMM dalam mengatasi kesulitan-

kesulitan dalam proses belajar mengajar.

Segi Kualitas

Meskipun banyak tantangan dan persaingan dalam

menjalankan karya pelayanan di bidang pendidikan, Kongregasi

SCMM dan tenaga pendidik lainnya tetap menjaga kualitas TKK

Maria Mutiara dan Santa Melania. Siswa yang semakin banyak

mendorong Kongregasi SCMM dan tenaga pendidik untuk tetap

menjaga kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga


154

pendidikan yang ditangani oleh suster SCMM. Kehadiran sekolah

TKK Maria Mutiara dan Santa Melania di Sibolga memberikan

manfaat yang sangat besar bagi masyarakat yakni ketika anak-anak

mereka masuk sekolah dasar, orang tua dan guru di sekolah dasar

terutama guru kelas 1 tidak mengalami banyak kesulitan dalam

mendampingi anak-anak tersebut belajar.110

Setiap sekolah yang dikelola Kongregasi SCMM lebih

mengutamakan kualitas. Hal ini sesuai dengan tujuan awal

kongregasi bahwa setiap pribadi manusia memiliki arti yang sangat

besar di hadapan Tuhan dan sesama. Tujuan tersebut dapat

terwujud melalui pendidikan yang berkualitas. Penanaman

pendidikan yang berkualitas sejak dini akan membawa dampak

yang positif bagi perkembangan pribadi anak-anak selanjutnya.

Karena itu Kongregasi SCMM memberikan perhatian penuh

kepada pendidikan usia dini yang berkualitas. Apabila pendidikan

berkualitas diberikan kepada anak sejak usia dini maka sudah

barang tentu akan membawa dampak yang sangat baik untuk

perkembangan intelektual anak selanjutnya.

2. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik 1, 2, 3, 4 dan Sekolah Dasar Swasta St.

Melania

Sekolah Dasar Roma Katolik (SD RK) 1, 2, 3 dan 4 terletak di Jalan

Raja Djunjungan Lubis No.2 Sibolga. Pendirian SD RK 1, 2, 3, dan 4

110
Wawancara dengan Nelli Mariani Nainggolan tanggal 7 Januari 2010
155

waktunya tidak bersamaan, namun SD ini terbagi empat karena kebutuhan

ruangan akibat banyaknya orang tua mendaftarkan anak-anaknya di

sekolah binaan Kongregasi SCMM. Awal didirikannya sekolah ini adalah

karena kurangnya perhatian pemerintah Belanda terhadap pendidikan

anak-anak pribumi. Perkembangan selanjutnya sekolah ini tidak hanya

bagi pribumi tetapi semua masyarakat yang ada di Sibolga yang meminati

sekolah Kongregasi SCMM tersebut.

a. Sekolah Dasar Roma Katolik No. 1

Segi Kuantitas

Pelayanan pendidikan sekolah dasar yang diberikan Kongregasi

SCMM tidak sia-sia karena sekolah dasar ini setelah Indonesia

merdeka perkembangannya sangat pesat. Pada masa Belanda

menduduki Sibolga sekolah dasar yang diselenggarakan Kongregasi

SCMM hanya satu SD yaitu SD RK No. 1, didirikan pada tahun 1932

yang beralamat di Jalan Raja Djunjungan Lubis No.2, Sibolga. Jumlah

siswa yang diterima di SD RK No 1, pada awal kemerdekaan tidak

dibatasi.

Jumlah siswa SD RK No.1 dari tahun 1946 sampai dengan 1955

adalah 780 orang dengan tenaga pendidik 15 orang. Pada tahun 1956

sampai dengan 1965 jumlah siswa SD RK No. 1 sebanyak 720 orang

dengan menggunakan kelas paralel, kelas I sampai dengan kelas VI

masing-masing dua kelas. Tenaga pendidik 15 orang. Tahun 1966


156

sampai dengan 1975 jumlah siswanya 660 orang dengan tenaga

pendidik 15 orang.111

Hal ini berkurang karena adanya pembangunan gedung baru

untuk sekolah dasar pada tahun 1970. Pembangunan ini dilakukan

karena jumlah siswa dalam satu kelas melebihi kapasitas ruangan

kelas, akhirnya siswa tidak lagi efektif dalam menerima materi. Jumlah

siswa pada tahun 1976 sampai dengan 1985 adalah 540 orang, dan

jumlah tenaga pendidik 10 orang. Pada tahun 1986 sampai dengan

1995 sebanyak 308 orang, laki-laki 173 orang dan perempuan 135

orang. Tenaga Pendidik sebanyak 11 orang. Pada tahun 1996 sampai

dengan 2005 adalah 277 orang, laki-laki 152 orang dan perempuan 125

orang.

b. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No. 2

Sekolah Dasar RK No.1 mengalami kelebihan siswa dan

membutuhkan ruangan yang baru, maka didirikanlah SD RK No.2

pada tahun 1962 di daerah yang sama dengan SD RK No.1.

Perkembangan jumlah murid sekolah dasar sangat besar jumlahnya

mulai tahun 1962. Jumlah siswa SD RK No.2 pada tahun 1956 sampai

dengan 1965 sebanyak 360 orang. Tenaga pendidik 8 orang. Tahun

1966 sampai dengan 1975 jumlah siswanya 330 orang dengan tenaga

pendidik 10 orang.112 Hal ini berkurang karena adanya pembangunan

111
Wawancara dengan Sr. Martha Chandra, SCMM tanggal 6 April 2010
112
Wawancara dengan Sr. Martha Chandra, SCMM tanggal 6 April 2010
157

gedung baru untuk sekolah dasar pada tahun 1970. Pembangunan ini

dilakukan karena jumlah siswa dalam satu kelas melebihi kapasitas

ruangan kelas, akhirnya siswa tersebut dalam menerima materi tidak

lagi efektif.

Jumlah siswa pada tahun 1976 sampai dengan 1985 adalah 288

orang, dengan 153 laki-laki dan 135 perempuan, dan jumlah tenaga

pendidik 10 orang. Pada tahun 1986 sampai dengan 1995 sebanyak

261 orang, laki-laki 150 orang dan perempuan 111 orang. Tenaga

pendidik 10 orang. Pada tahun 1996 sampai dengan 2005 jumlah

murid sebanyak 276 orang, laki-laki 146 dan perempuan 130. Tenaga

pendidik yang mengajar di SD RK No. 2 adalah 11 orang.

Bila dilihat dari segi kuantitas jumlah murid SD RK No. 2 dalam

persepuluh tahun mengalami penurunan. Penurunan tersebut sengaja

dilakukan oleh pihak sekolah dan kongregasi karena rasio kepadatan

kelas melebihi kelas ideal. Rasio kepadatan setiap kelas di atas 40

orang. Situasi ini kurang kondusif bagi para pendidik dalam

menyampaikan dan membimbing anak-anak untuk memahami materi

dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, Kongregasi SCMM

membatasi jumlah penerimaan siswa sehingga rasio kepadatan murid

dalam satu kelas 30 sampai 40 orang atau 20 orang per kelas. Dengan

demikian kualitas pendidikan yang diharapkan oleh Kongregasi

SCMM dan masyarakat dapat tercapai.


158

c. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik No. 3

Jumlah siswa SD RK No.1 dan No. 2 periode tahun 1946

sampai dengan 1969 mengalami peningkatan yang cukup pesat.

Peningkatan jumlah siswa ini sangat mempengaruhi kualitas

pendidikan. Dengan kata lain, rasio kepadatan setiap kelas di atas 40

orang. Untuk mengatasi kendala ini pihak yayasan berusaha

menambah satu unit bangunan sekolah dasar baru. Hal ini dilakukan

untuk menjaga kualitas pendidikan yang dikelola Kongregasi SCMM

dan pada tahun 1970 dibangun SD RK No. 3. Tahun 1970 sampai

dengan 1975 jumlah siswanya 250 orang dengan tenaga pendidik 8

orang.113

Jumlah siswa pada tahun 1976 sampai dengan 1985 adalah 262

orang, laki-laki 143 dan 119 perempuan, dan jumlah tenaga pendidik 9

orang. Pada tahun 1986 sampai dengan 1995 sebanyak 251 orang, laki-

laki 135 orang dan perempuan 116 orang. Tenaga pendidik 9 orang.

Pada tahun 1996 sampai dengan 2005 adalah 203 orang, laki-laki 110

dan perempuan 93 orang.Tenga pendidik yang berkarya adalah 10

orang.

d. Sekolah Dasar Swasta Roma Katolik 4

SD RK No. 1, 2, dan 3 setiap tahun mengalami pertambahan

jumlah murid bahkan setiap tahun ajaran baru banyak murid baru yang

ditolak. Hal ini dilakukan karena fasilitas yang tersedia kurang

memadai. Anak-anak masuk kelas bergantian; ada yang masuk sekolah

113
Wawancara dengan Sr. Martha Chandra, SCMM tanggal 6 April 2010
159

pada pagi hari dan ada yang sekolah siang. Menyikapi fenomena yang

kurang ideal ini, Kongregasi SCMM membangun lagi gedung sekolah

untuk usia sekolah dasar. Pada tahun 1989 mulai membuka sebuah

sekolah dasar yang diberi nama SD Swasta RK No. 4, beralamat di

Jalan Raja Djunjungan Lubis No.2, Sibolga. Pembangunan ini

dilakukan karena jumlah siswa dalam satu kelas melebihi kapasitas

ruangan kelas sehingga kurang efektif dalam proses belajar mengajar.

Jumlah siswa pada tahun 1986 sampai dengan 1995 sebanyak

316 orang, laki-laki 172 orang dan perempuan 144 orang. Tenaga

pendidik 10 orang. Pada tahun 1996 sampai dengan 2005 adalah 221

orang. Jumlah laki-laki 125 orang dan perempuan 96 orang. Tenaga

pendidik 11 orang. Penurunan ini terjadi karena para pendidik mau

menerapkan kelas ideal yang bertaraf internasional. Juga untuk

menjaga mutu atau kualitas pendidikan yang dikelola Kongregasi

SCMM dan telah diakui pemerintah dan masyarakat.

e. Sekolah Dasar Swasta Santa Melania

Jumlah siswa SD RK No.1, 2, 3 dan 4 mengalami peningkatan

setiap tahun. Untuk mengatasi kendala itu, Kongrgasi SCMM

melakukan pembatasan penerimaan jumlah murid dan membangun

gedung baru untuk usia sekolah dasar pada tahun 1994. Pada tahun

1995 mulai digunakan. Jumlah siswa yang mendaftar sebanyak 100

orang, laki-laki 58 orang dan perempuan 42 orang. Tenaga pendidik

yang dibutuhkan 4 orang. Pada tahun 1996 sampai dengan 2005

sebanyak 426 orang, laki-laki 222 orang dan perempuan 204 orang.

Tenaga pendidik yang dibutuhkan sebanyak 14 orang.


160

Sejak dibangunnya SD Santa Melania, jumlah siswa mengalami

pertambahan yang cepat setiap tahun. Pertambahan jumlah siswa ini

menuntut Kongregasi SCMM membuka kelas paralel untuk sekolah

dasar Santa Melania. Pembukaan kelas paralel dilakukan untuk

menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi para siswa.

Pembangunan beberapa gedung sekolah dasar di yayasan Santa Maria

Berbelaskasih membawa pengaruh bagi SD RK No. 1 yaitu mengalami

penurunan jumlah murid dan guru. Tetapi kualitas dari sekolah ini

semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi adanya perhatian yang besar

terhadap kualitas pendidikan yang diberikan dengan cara pengurangan

siswa yang diterima setiap tahun di SD RK No. 1. Pada tabel dan

grafik di bawah ini dapat dilihat perkembangan jumlah siswa serta

guru yang berkarya di sekolah dasar milik Kongregasi SCMM di

Sibolga.

Tabel 3.2
Jumlah Guru dan Murid
Sekolah Dasar Swata RK No. 1, 2, 3, 4 dan Santa Melania
Tahun 1946-2005

Tahun
1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005
Sekolah Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid
SD RK No. 1 18 780 15 720 15 660 15 540 11 308 11 277
SD RK No. 2 8 360 10 330 10 288 10 261 11 276
SD RK No. 3 9 262 9 251 10 203
SD RK No. 4 10 316 11 221
SD St. Melania 4 100 14 426
Total 18 780 23 1.080 25 990 34 1.090 44 1.236 57 1.403
Sumber : Arsip yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan arsip Kongregasi SCMM Provinsi
Indonesia tahun 1946-2005
161

Grafik 3.2
Jumlah Guru dan Murid
Sekolah Dasar Swata RK No. 1, 2, 3, 4 dan Santa Melania
Tahun 1946-2005

Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat dinyatakan bahwa

karya pendidikan Kongregasi SCMM untuk usia sekolah dasar

mengalami perkembangan, dan perkembangan itu dapat dilihat dari

jumlah murid dan tenaga pendidik yang bertambah dalam karya

pendidikan Kongregasi SCMM. Namun, bagi SD RK No.1 jumlah

muridnya mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi karena ada

pembangunan gedung sekolah yang baru untuk menampung jumlah


162

murid yang terlalu banyak di SD RK No.1. Tujuan lain didirikan

gedung sekolah yang baru adalah untuk mewujudkan kelas yang ideal

dan bermutu. 

Pada sepuluh tahun ke-2 penurunan jumlah siswa pada SD RK

No. 1 sebesar 7,69 %, sepuluh tahun ke-3 sebesar 8,33 %, tahun ke-4

jumlah murid SD RK No. 1 menurun sebesar 18,18 %. Pada sepuluh

tahun ke-5 jumlah murid tersebut kembali menurun sebesar 42,96 %

dan sepuluh tahun ke-6 sebesar 10%. Sedangkan jumlah guru

mengalami penurunan seiring dengan menurunnya jumlah siswa.

Penurunan jumlah siswa tersebut tidak mempengaruhi kekurangan

dana yang dibutuhkan SD RK No. 1. Hal ini terjadi karena adanya

pengurangan jumlah siswa untuk meningkatkan kualitas pendidikan

yang diselenggarakan oleh Kongregasi SCMM.

Perkembangan sekolah dasar milik Kongregasi SCMM dilihat

dari jumlah bangunan sekolah SD yang awalnya hanya satu tetapi

karena kebutuhan masyarakat semakin meningkat, Kongregasi SCMM

membangun beberapa sekolah dasar. Salah satu sekolah dasar yang

dibangun yaitu SD RK No. 2. Pada sepuluh tahun ketiga penurunan

jumlah siswa pada SD RK No. 2 sebesar 8,33 % tetapi tenaga pendidik

mengalami perkembangan sebesar 25%. Sepuluh tahun keempat

sebesar 30,91 %. Pada sepuluh tahun kelima jumlah murid SD RK No.

2 menurun sebesar 9 %. Pada sepuluh tahun keenam jumlah murid

SD RK No. 2 tersebut kembali mengalami perkembangan sebesar 5,36

% dan tenaga pendidik sebesar 10 %.


163

SD RK No. 2 mengami penurunan sama seperti SD RK No. 1

juga adanya pembangunan gedung baru untuk tingkat sekolah dasar

yang diberi nama Sekolah Dasar (SD) RK No.3. Perkembangan

sekolah ini dilihat dari jumlah guru yang mengalami perkembangan

hingga 10 %. Tetapi jumlah murid rata-rata setiap sepuluh tahun

sebesar 19,12 %. Penurunan ini terjadi karena adanya perbaikan dan

peningkatan mutu pendidikan pada usia sekolah dasar bagi Kongregasi

SCMM di Sibolga.

Perbaikan dengan membangun kembali dua sekolah untuk

tingkat usia sekolah dasar yaitu SD RK No. 4 dan SD Santa Melania.

Perkembangan yang lebih besar dapat dilihat pada SD Santa Melania

sebesar 326 % dan tenaga pendidik sebesar 250 %. SD RK No. 1, 2, 3,

dan 4 mengalami penurunan dari segi jumlah murid karena adanya

perhatian kongregasi untuk meningkatkan kualitas sehingga SD yang

memiliki kelas paralel ditiadakan. Setiap kelas murid yang ditampung

rata-rata 35 orang sehingga dalam menjalankan proses belajar lebih

efektif dan guru lebih intensif untuk menjalankan tugasnya sebagai

pendidik.

Untuk menunjang pembelajaran dan meningkatkan kualitas

murid, Kongregasi SCMM menyediakan sarana dan prasarana belajar

bagi murid di SD RK No. 1, 2, 3, 4 dan Melania. Dengan adanya

perhatian ini, diharapkan pembelajaran yang disampaikan kepada

para murid dapat diserap dengan baik. Hal ini juga membantu tenaga
164

pendidik dan siswa untuk lebih aktif dan kreatif terutama selama

proses belajar dan mengajar berlangsung. Sarana dan prasarana yang

dimaksud antara lain: buku-buku pelajaran, alat-alat pratik untuk

pembelajaran IPA dan ruang komputer. Selain itu, untuk melatih

kebiasaan anak membaca juga disediakan perpustakaan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Foto 15 dalam lampiran.

Segi Kualitas

Bertambahnya jumlah murid di sekolah dasar Katolik di Sibolga

merupakan sesuatu yang patut disyukuri oleh Kongregasi SCMM.

Namun, perkembangan zaman menjadi tantangan besar sekaligus juga

menjadi peluang bagi peningkatan kualitas karya pendidikan tersebut.

Untuk menjawab tantangan tersebut mulai tahun 2000, tenaga pendidik

sekolah dasar yang berkarya di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih

didorong untuk menambah wawasan tentang kependidikan.

Penambahan wawasan kependidikan tersebut diselenggarakan melalui

lokakarya, pertemuan-pertemuan, baik yang diselenggarakan oleh

yayasan maupun pemerintah setempat. Bahkan untuk meningkatkan

kualitas sumber daya tenaga pendidik, para guru diberi kesempatan

untuk melanjutkan studi di jenjang yang lebih tinggi.

Pelayanan pendidikan yang diberikan Kongregasi SCMM tetap

memperhatikan mutu. Bagi Kongregasi SCMM dalam

mengembangkan karya pendidikan, yang lebih diutamakan adalah


165

kualitas daripada kuantitas. Hal ini sesuai dengan pendidikan yang

diharapkan pendiri pada awal berdirinya Kongregasi di Belanda.

Harapan pendiri bagi Kongregasi SCMM sebagai penyelenggara

pendidikan yaitu menjadikan anak-anak bangsa yang beriman dan

memiliki pengetahuan yang dapat membawanya sampai kepada tingkat

kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual, kecerdasan

psikomotorik, dan kecerdasan spritual.

Mutu pendidikan yang diberikan Kongregasi SCMM dalam karya

pendidikan pada tahap usia sekolah dasar dibina dari segi kecerdasan

intelektual melalui proses belajar mengajar setiap hari. Pembinaan segi

emosional dan spritualitas dilaksanakan dengan penyediaan guru

bimbingan dan konseling, retret dan rekoleksi bagi para murid.

Sedangkan pembinaan motorik diwujudkan dengan memberikan

pembinaan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat para murid.

Pembinaan motorik ini dilakukan pada sore hari. Selain itu, pembinaan

tersebut diberikan terutama lewat teladan Kongregasi SCMM, tenaga

pendidik yang disiplin, sopan, rapi, dan lain-lain.

Pelayanan pendidikan yang diberikan Kongregasi SCMM dan

para tenaga pendidik yang berkarya di SD RK No. 1, 2, 3, 4 dan

Melania mendapat simpati dan pengakuan dari masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang

orang tua murid bahwa murid-murid hasil didikan Kongregasi SCMM


166

menunjukkan sikap dan tindakan yang terpuji di tengah masyarakat.

Sikap dan tindakan terpuji yang dimaksud antara lain: murid-murid

berlaku sopan terhadap orang tua dan orang yang lebih tua darinya,

rajin dan giat berdoa serta menjalankan kegiatan keagamaannya,

menolong orang tua di rumah, mudah memberi pertolongan kepada

teman-teman sebayanya, dan disiplin. Nilai-nilai akademik para murid

juga sangat memuaskan bagi orang tua murid.114

Kehadiran sekolah dasar Katolik di Sibolga sangat membantu

orang tua di Sibolga dalam membina anak-anak mereka, baik dalam

akademik maupun dalam penanaman nilai-nilai moral yang berlaku

dalam masyarakat. Anak-anak tamatan dari sekolah dasar yang

dikelola kongregasi selalu unggul di manapun anak-anak itu

disekolahkan. Hal ini juga diakui masyarakat baik dari segi

akademiknya maupun sikap dan tindakannya sehari-hari.115

3. Sekolah Menengah Pertama Fatima 1 dan Fatima 2

a. Sekolah Menengah Pertama Fatima 1

Segi Kuantitas

Karya pendidikan yang diselenggarakan oleh Kongregasi SCMM

sangat berkualitas. Kualitas pendidikan itu mempengaruhi minat

masyarakat setempat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah-

114
Wawancara dengan Ibu Lilia tanggal 10 Januari 2010, di rumah Ibu Maria Oie.
115
Wawancara dengan Bapak Nelson Sitohang, S.Pd. Kepala Sekolah SD RK No. 1 tanggal 8
Januari 2010 di Kantor SD RK No. 1.
167

sekolah yang bernaung di bawah Yayasan Santa Maria Berbelaskasih.

Minat masyarakat yang tinggi menyebabkan jumlah siswa yang

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Fatima jauh

melebihi target.

Pada tahun 1955 banyak murid SD RK No. 1 yang tamat.

Masyarakat meminta Kongregasi SCMM untuk membangun sekolah

menengah pertama untuk menampung para siswa yang tamat dari SD

RK No.1 tersebut. Hal ini mendorong Kongregasi SCMM membangun

SMP Fatima 1, yang akte pendiriannya pada tahun 1956, beralamat di

Jalan Mgr. Albertus Sugiyopranoto SJ. No. 6 Sibolga.

Pada tahun 1956 sampai dengan tahun 1965 jumlah siswa 450

orang, tenaga pendidik 15 orang. Pada tahun 1966 sampai 1975 adalah

540 orang dan tenaga pendidik sebanyak 19 orang.116 Jumlah siswa ini

mulai tahun 1976 sampai tahun 1985 meningkat menjadi 696 orang,

jumlah laki-laki 383 orang, dan perempuan 313 orang. Jumlah siswa

ini mulai tahun 1986 sampai tahun 1995 meningkat menjadi 700 orang.

Laki-laki 385 orang dan perempuan 315 orang. Pada tahun 1996

sampai dengan 2005 adalah 701 orang, menurut jenis kelamin jumlah

laki-laki 350 orang, dan perempuan 351 orang. Jumlah siswa yang

mendaftar meningkat setiap tahun dan pada tahun ajaran baru ada

beberapa siswa yang tidak diterima. Pembatasan penerimaan jumlah

murid yang masuk ke SMP Fatima 1 disebabkan oleh sarana dan


116
Wawancara dengan Sr. Matea Wijaya, SCMM tanggal 20 April 2010
168

prasarana kurang memadai. Melihat kebutuhan masyarakat untuk usia

SMP Kongregasi SCMM mengambil kebijakan dengan menambah

satu gedung untuk SMP. Peningkatan jumlah siswa yang mendaftar di

SMP Fatima 1 terlihat mulai tahun 2000.

b. Sekolah Menengah Pertama Fatima 2

Melihat perkembangan jumlah SMP Fatima 1 dan fasilitas yang

kurang memadai, pada tahun 2000 didirikan sebuah SMP dengan nama

SMP Fatima 2 di Jalan Padangsidempuan No 15. SMP Fatima 2 mulai

beroperasi pada tahun 2000. Jumlah siswa SMP Fatima 2 dari tahun

2000 sampai dengan 2005 adalah 211 orang, tenaga pendidik 15 orang

Tabel 3.3
Jumlah Guru dan Murid
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Fatima 1 dan 2
Tahun 1946-2005

Tahun
1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005
Sekolah Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid
SMP Fatima 1 - - 15 450 19 540 22 696 26 700 27 701
SMP Fatima 2 - - - - - - - - - - 15 211
Total 15 450 19 540 22 696 26 700 42 913

Sumber : Arsip yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan arsip Kongregasi SCMM Provinsi
Indonesia Tahun 1946-2005.
169

Grafik 3.1
Jumlah Guru dan Murid
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Fatima 1 dan 2
Tahun 1946-2005

1000 SMP Fatima 1


900 SMP Fatima 2
800 Total
700
600
500
400
300
200
100
0
Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid

1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005

Tahun

Berdasarkan tabel dan grafik di atas jumlah siswa yang sekolah di

SMP Fatima 1 mengalami perkembangan walaupun sedikit. Pada

tahun 1996 sampai 2005 perkembangan tidak terlihat besar tetapi

mengalami perkembangan jumlah siswa dan guru. Pada sepuluh tahun

kedua perkembangan jumlah siswa pada SMP Fatima 1 sebesar 20 %

dan tenaga pendidik sebesar 26,67 %. Sepuluh tahun ketiga

perkembangan tersebut meningkat sebesar 28,89 % dan tenaga

pendidik sebesar 15,78 % . Pada sepuluh tahun keempat jumlah

perkembangan siswa tersebut 28,89 %, tenaga pendidik sebesar 18,18

%. Pada sepuluh tahun kelima dan sepuluh tahun keenam jumlah


170

siswa SMP Fatima 1 tidak mengalami perkembangan tetapi juga tidak

mengalami penurunan. Namun, tenaga pendidik mengalami

perkembangan sebesar 3,85 %.

Berdasarkan data di atas tersebut dapat dilihat bahwa sekolah

SMP Fatima 1 mengalami perkembangan baik dari segi jumlah siswa

maupun tenaga pendidik. Perkembangan tersebut juga didukung oleh

adanya penambahan satu gedung untuk usia sekolah menengah

pertama, yang diberi nama SMP Fatima 2. Pembangunan ini

dilaksanakan karena tingginya minat masyarakat untuk

menyekolahkan anaknya di SMP Fatima 1, akan tetapi sarana dan

prasarana yang tersedia tidak memadai. Melihat fenomena ini

Kongregasi SCMM mengambil kebijakan untuk membangun gedung

sekolah yang baru untuk usia SMP.

Perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada usia

SMP merupakan suatu kebahagian dan tantangan bagi Kongregasi

SCMM sebagai penyelenggara pendidikan. Besarnya perhatian

masyarakat bagi sekolah ini mendorong Kongregasi SCMM untuk

tetap siap sedia menyediakan hal-hal yang dibutuhkan terutama dana.

Zaman yang semakin maju juga mempengaruhi pendidikan. Sekolah

sebagai lembaga pelatihan masyarakat diharapkan menyediakan

kebutuhan pengembangan diri siswa yang sekolah di lembaga tersebut.

Adanya tutuntan zaman tersebut tentunya menuntut Kongregasi

SCMM untuk meningkatkan sumber daya manusia serta penyediaan

sarana dan prasarana yang dibutuhkan.


171

Segi Kualitas

Sejak didirikannya SMP Fatima oleh Kongregasi SCMM,

jumlah siswa mengalami perkembangan setiap tahunnya, tetapi demi

menjaga kualitas sekolah tersebut, jumlah siswa yang masuk ke SMP

Fatima dibatasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh keterbatasan sarana dan

prasarana yang disediakan. Untuk menunjang pembelajaran yang

berkualitas dan juga demi mendidik kepribadian siswa yang bermutu,

Kongregasi SCMM dan bersama tenaga pendidik bekerjasama

menyediakan alat-alat yang mendukung pembelajaran. Selain

pembekalan akademik, para siswa yang dididik oleh Kongregasi

SCMM dibekali dengan pembinaan rohani seperti mengadakan

rekoleksi setiap maksimal sekali setiap semester, merayakan ekaristi

setiap bulan, doa bersama di sekolah, merayakan hari besar agama, dan

lain-lain.

Bagi masyarakat Sibolga dan masyarakat dari luar daerah

Sibolga yang mempercayakan anak-anak mereka dididik oleh

Kongregasi SCMM bersama para tenaga pendidik yang berkarya di

SMP Fatima 1,2, SMP Fatima merupakan sekolah yang memberi

bantuan yang sangat besar dalam membina akademik dan moral anak-

anak mereka. Hal ini dirasakan dari hasil akademik serta tindakan

anak-anak mereka setiap hari yang tidak mengecewakan orang tuanya.

Bahkan ketika anak-anak mereka melanjutkan sekolah ke luar dari

daerah Sibolga mereka menjadi teladan bagi teman-temannya dan

unggul dalam akademik.


172

4. Sekolah Menengah Atas (SMA) Santa Maria

Segi kuantitas 

Pada saat SMP Fatima 1 dibangun Kongregasi SCMM belum

menyediakan sarana dan prasarana untuk menampung siswa yang tamat

dari SMP Fatima 1. Pada tahun 1958 adanya perkembangan jumlah siswa

yang tamat dari SMP Fatima 1, Kongregasi SCMM mulai membangun

sekolah untuk usia SMA yang diberi nama SMA Katolik.

Jumlah siswa SMA Katolik pada tahun 1956 sampai dengan tahun

1965 adalah 447 orang. Jumlah tenaga pendidik yang membantu dalam

menjalankan karya pendidikan di SMA ini 20 orang. Jumlah siswa pada

tahun 1966 sampai dengan 1975 adalah 470 orang. Tenaga pendidik 22

orang. Pada tahun 1976 sampai 1985 jumlah siswa 480 dengan tenaga

pendidik 22 orang. Pada tahun 1986 sampai 1995 adalah 467 orang, laki-

laki 223 orang dan perempuan 244 orang. Masyarakat meminta kepada

Kongregasi SCMM untuk menambah penerimaan jumlah siswa baru dan

melengkapi sarana, prasarana yang dibutuhkan untuk usia SMA. Hal ini

dipenuhi kongregasi, sehingga jumlah siswa pada tahun 1996 sampai

dengan tahun 2005 bertambah menjadi 568 orang. Berdasarkan jenis

kelamin siswa laki-laki berjumlah 268 dan perempuan 300 orang.

Bertambahnya jumlah siswa mengakibatkan jumlah tenaga pendidik juga

ditingkatkan menjadi 26 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel dan grafik di bawah ini.


173

Tabel 3.4
Jumlah Guru dan Murid
Sekolah Menengah Atas (SMA) Sibolga
Tahun 1946-2005

Tahun
1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005
Sekolah Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid
SMA
Katolik - - 20 447 22 470 22 480 24 467 26 568
Total - - 20 647 22 470 22 480 24 467 26 568

Sumber : Arsip yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan arsip Kongregasi SCMM Provinsi Indonesia
Tahun 1946-2005.

Grafik 3.4
Jumlah Guru dan Murid
Sekolah Menengah Atas (SMA) Sibolga
Tahun 1946-2005

600 SMA Katolik - -


Total - -
500

400

300

200

100

0
Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid Guru Murid
1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005

Berdasarkan tabel dan grafik di atas jumlah siswa dan tenaga

pendidik yang dikelola Kongregasi SCMM untuk masyarakat usia SMA

pada tahun 1956 sampai 2005 mengalami perkembangan walaupun sedikit

tetapi perkembangan itu berhenti pada tahun 1985 sampai 1995.


174

Penurunan jumlah siswa ini terjadi karena adanya sekolah baru untuk usia

SMA yang didirikan oleh yayasan lain yang dianggap masyarakat

memiliki kelebihan dalam penyediaan sarana dan prasarana untuk

mendukung pembelajaran.

Kehadiran sekolah lain yang dianggap masyarakat lebih lengkap

dari segi sarana dan prasarana merupakan tantangan dan refleksi bagi

Kongregasi SCMM untuk lebih memperhatikan sarana dan prasarana di

SMA Katolik miliknya; juga menjadi refleksi untuk memperbaiki mutu

pendidikan yang telah diberikan bagi masyarakat serta mencari alternatif

lain untuk dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada SMA

Katolik.  

Persentase jumlah siswa SMA Katolik Sibolga pada sepuluh tahun

ketiga sebesar 5%, tenaga pendidik mengalami perkembangan sebesar

10%. Perkembangan jumlah siswa pada SMA Katolik Sepuluh tahun

keempat sebesar 2,13% dan tenaga pendidik tidak mengalami

perkembangan. Pada sepuluh tahun ke-5 jumlah siswa menurun sebesar

2,71%, tenaga pendidik berkembang sebesar 9,1%. Penurunan jumlah

siswa pada tahun 1985 sampai 1995 mendorong Kongregasi SCMM untuk

membenahi karya pendidikannya sehingga masyarakat mempercayakan

anak-anak mereka untuk didampingi dalam belajar. Adanya pembenahan

dan pengelolaan karya pendidikan untuk SMA oleh Kongregasi SCMM

membuat jumlah siswa kembali mengalami perkembangan. Pada sepuluh

tahun keenam jumlah siswa SMA Katolik mengalami perkembangan


175

sebesar 21,63 %, dan tenaga pendidik 8,33 %. Jadi jumlah siswa SMA

Katolik mengalami perkembangan pada tahun 1966 sampai dengan tahun

1985 sebesar 7,13 %, dan pada tahun 1996 sampai pada tahun 2005

sebesar 21,63 %.

Hal ini terjadi karena kongregasi mulai memperbaiki mutu dari

pendidikan tersebut. Perbaikan mutu tersebut dilakukan dengan berbagai

cara, salah satunya penyediaan media pembelajaran. Grafik batang pada

grafik 3.1 menunjukkan bahwa perkembangan pendidikan usia SMA

Katolik dan tenaga pendidik yang dibutuhkan lebih besar terjadi pada

tahun 1996 sampai 2006. Dari grafik itu terlihat dengan jelas bahwa

perkembangan murid jauh lebih cepat dibandingkan dengan jumlah tenaga

pendidik.

Perkembangan tersebut terjadi juga dipengaruhi oleh adanya

perhatian Kongregasi SCMM untuk menyediakan sarana dan prasarana

yang dibutuhkan oleh siswa pada usia SMA pada Yayasan Santa Maria

Berbelaskasih di Sibolga. Untuk lebih jelas sarana dan prasarana yang

disediakan Kongregasi SCMM dapat dilihat pada gambar 4.4 dalam

lampiran.

Segi kualitas 

Karya pendidikan yang dikelola oleh Kongregasi SCMM memiliki

nilai plus dibandingkan dengan sekolah di lembaga lain. Sifat pelayanan

yang lebih mengutamakan cinta kasih mendorong Kongregasi SCMM dan

tenaga pendidik lainnya memberi pelayanan dengan lebih sungguh-


176

sungguh. Mendidik anak-anak dengan memperhatikan kualitas dalam segi

akademik dan moralnya, terutama siswa SMA benar-benar dipersiapkan

dalam pengolahan keberanian agar siap bersaing di perguruan tinggi bagi

yang melanjutkan pendidikannya dan mempersiapkan siswa bagi yang

akan memasuki lapangan pekerjaan. Para siswa tamatan SMA Katolik

memberi kepuasan tersendiri bagi orang tua dan masyarakat, siswa

tersebut dalam masyarakat maupun dalam keluarga tidak mengecewakan

orang tua.117

Karya pendidikan Kongregasi SCMM juga memperhatikan

perkembangan hidup rohani para siswa. Demikian juga untuk siswa usia

SMA, Kongregasi SCMM berusaha membekali para siswa dari segi hidup

rohani. Hal ini juga dilakukan bagi tenaga pendidik. Sebagai lembaga

yang menjalankan tugas Gereja, Kongregasi SCMM juga memiliki

tanggungjawab untuk membina iman masyarakat terutama siswa dan

semua orang yang turut ambil bagian dalam pengembangan karya

kerasulan SCMM di dunia terutama di tempat Kongregasi SCMM

berkarya. Pendampingan anak secara pribadi juga dilakukan.

Bagi Kongregasi SCMM pendampingan rohani dan pribadi siswa

sangat penting sesuai dengan visi dan misi kongregasi. Terselenggaranya

karya-karya pelayanan cinta kasih yang membebaskan dan menyelamatkan

sesuai kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat setempat demi

meningkatkan taraf hidup dan mengangkat martabat manusia terutama

117
Wawancara dengan Nelli Mariani Nainggolan tanggal 7 Januari 2010
177

lewat pendidikan, pembinaan dan pengajaran anak-anak, wanita dan kaum

muda, dengan prioritas orang kecil, lemah, miskin dan tertindas, di bawah

perlindungan dan inspirasi St. Vinsensius de Paul. Kualitas karya

pendidikan para SCMM teruatama SMA Katolik masih tetap menjadi

perhatian para orang tua siswa di Sibolga hingga mereka tetap

mempercayakan anak-anaknya untuk dididik di sekolah SMA Sibolga.

Kualitas ini ditingkatkan dengan didukung oleh fasilitas untuk proses

pembelajaran yang diadakan di sekolah seperti ruang komputer dan

laboratorium bahasa.

Perkembangan jumlah siswa, tenaga pendidik serta gedung sekolah

yang dipergunakan Kongregasi SCMM dapat dilihat pada tabel dan grafik

di bawah ini.

Tabel 3.5
Jumlah Guru dan Siswa
Karya Pendidikan Kongregasi SCMM TK, SD, SMP, SMA,
Di Sibolga dari Tahun 1946 s/d 2005

Tahun
Jenjang 1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005
Sekola Gur Muri Gur Muri Gur Muri Gur Muri Gur Muri Gur Muri
h u d u d u d u d u d u d
TKK 5 120 5 150 6 160 6 150 9 228 12 336
SD 18 780 23 1.080 25 990 34 1.090 44 1.236 57 1.403
SMP 0 0 15 450 19 540 22 696 26 700 42 912
SMA 10 316 11 221
Total 23 900 43 1.680 50 1.690 62 1.936 89 2.480 122 2.872
Sumber : Arsip yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan arsip Kongregasi SCMM Provinsi
Indonesia tahun 1946-2005.
178

Grafik 3.5
Jumlah Guru dan Siswa
Karya Pendidikan Kongregasi SCMM TK, SD, SMP dan SMA,
Di Sibolga dari Tahun 1946 s/d 2005

3000
TK K
2500
SD
2000 S MP
1500 S MA
Total
1000

500

0
G uru Murid G uru Murid G uru Murid G uru Murid G uru Murid G uru Murid

1946‐1955 1956‐1965 1966‐1975 1976‐1985 1986‐1995 1996‐2005

Tahun

Berdasarkan tabel dan grafik batang di atas perkembangan murid

yang masuk di sekolah dasar yang diselenggarakan Kongregasi SCMM

tidak stabil. Hal ini terjadi karena adanya sekolah negeri dan swasta yang

baru dibuka, tetapi sekolah dasar Katolik di Sibolga selalu diminati oleh

masyarat sejak berdiri pada tahun 1932. Masyarakat Sibolga memberi

kepercayaan kepada pendampingan Kongregasi SCMM dan tenaga

pendidik yang berkarya di SD RK No. 1, 2, 3, 4 dan Santa Melania untuk

mendidik anak-anak mereka. Secara keseluruhan jumlah siswa untuk usia

sekolah dasar yang diselenggarakan Kongregasi SCMM mengalami

perkembangan.

Perkembangan itu juga terjadi bagi sekolah SMP Fatima dan SMA

Katolik. Adanya perkembangan ini Kongregasi SCMM tetap


179

mengupayakan kualitas dalam mengembangkan pelayanan kerasulan

terutama dalam bidang pendidikan. Peningkatan kualitas tersebut

diharapkan dapat membekali siswa untuk siap berjuang dengan sportif,

jujur, dan menjadi manusia yang mau bekerja keras serta memiliki

kepribadian yang dewasa.

Perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga juga

dapat dilihat dari penambahan jumlah gedung yang didirikan. Pada

awalnya memiliki satu gedung SD, tetapi karena pertambahan murid dan

perkembangan zaman menuntut kongregasi membangun gedung baru

sebagai sarana untuk mengembangkan pendidikan. Jumlah gedung sekolah

yang dibangun di Sibolga sebanyak 10 gedung sekolah yang terdiri dari 2

gedung untuk sekolah taman kanak-kanak (TKK), 5 gedung untuk usia

sekolah dasar (SD), 2 gedung untuk usia sekolah menengah pertama (

SMP) dan 1 gedung untuk usia sekolah menengah atas (SMA). Kemudian

pada tahun 2008 dibangun satu gedung untuk perguruan tinggi (PT).

Perkembangan jumlah gedung sekolah yang diselenggarakan Kongregasi

SCMM dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini

Tabel 3
Jumlah Sekolah Karya Pendidikan Kongregasi SCMM TK, SD, SMP, SMA,
Di Sibolga dari Tahun 1946 s/d 2005
Jenjang Tahun
Sekolah 1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2005
TKK 1 1 1 1 2 2
SD 3 3 3 3 5 5
SMP 1 1 1 1 1 2
SMA 1 1 1 1 1 1
Total 6 6 6 6 9 10
Sumber : Arsip yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan arsip Kongregasi SCMM Provinsi
Indonesia Tahun 1946-2005.
180

Grafik 3
Jumlah Sekolah Karya Pendidikan Kongregasi SCMM
Tingkat TKK, SD, SMP, SMA,
Di Sibolga dari Tahun 1946 s/d 2005

12

10

8 TKK
SD
6
S MP
S MA
4
Total

0
1946‐1955 1956‐1965 1966‐1975 1976‐1985 1986‐1995 1996‐2005

Perkembangan pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator

antara lain jumlah siswa, tenaga pendidik, dan sarana dan prasarana yang

dipergunakan untuk menunjang proses belajar mengajar. Dari tabel dan

diagram di atas dapat dilihat bahwa karya pendidikan Kongregasi SCMM

di Sibolga mengalami perkembangan walaupun jumlahnya sedikit.

Perkembangan tersebut dapat dilihat dari segi jumlah siswa, jumlah guru,

dan jumlah gedung sekolah yang dipergunakan.

Sebagaimana perkembangan karya pendidikan yang telah

dipaparkan di muka dapatlah disimpulkan bahwa pada intinya karya

pendidikan Kongregasi SCMM mengalami perkembangan. Sehingga dapat

dinyatakan bahwa Kongregasi SCMM berhasil dalam mengembangan

karya kerasulannya di Sibolga. Perkembangan dan keberhasilan karya

kerasulan tersebut terutama dalam bidang pendidikan yang dikelola


181

Kongregasi SCMM merupakan kerja keras para Suster SCMM, para

donator, dan mereka yang menjadi mitra kerja para suster SCMM.

Keberhasilan itu juga terjadi terutama berkat penyelengaraan Ilahi

dan perlindungan Bunda Maria sebagai pelindung Kongregasi SCMM.

Penyerahan para suster SCMM kepada Allah penyelengara segalanya

dalam hidup manusia menjadi kekuatan para suster SCMM untuk

mengembangkan karya kerasulannya. Penyerahan tersebut dilakukan lewat

doa-doa para suster SCMM setiap hari. Sebelum dan sesudah

melaksanakan segala aktivitasnya, para Suster SCMM selalu

mempersembahkan diri kepada penyelenggaraan Ilahi lewat doa bersama

dan pemeriksaan batin setiap hari di komunitas. Penyerahan ini menjadi

sumber kekuatan dalam menerima segala keberhasilan dan kegagalan

dalam menjalankan karya kerasulan kongregasi.118

D. Faktor-Faktor yang Mendorong Perkembangan Karya Pendidikan

Kongregasi SCMM di Sibolga.

Keberhasilan dalam mengembangkan karya pendidikan yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM dipengaruhi berbagai faktor baik faktor

internal maupun faktor Eksternal yang berada di lingkungan karya pendidikan

tersebut. Faktor-faktor tersebut yakni:

1. Faktor Internal

Para suster SCMM sebagai penyelenggara pendidikan merupakan

pengendali utama dalam jalannya aktivitas sekolah-sekolah yang

118
Wawancara dengan Sr. Margaretha Gultom, SCMM tanggal 13 Januari 2010
182

didirikan. Tanggungjawab yang besar ini mendorong kongregasi untuk

mempersiapkan anggotanya agar mampu mengelola karya-karya

kerasulannya. Sumber daya para suster ini merupakan salah satu modal

dan penunjang keberhasilan Kongregasi SCMM dalam mengembangkan

karya pendidikan di Sibolga. Hal ini juga diperoleh berkat kerja keras dan

adanya selasi yang baik antara para suster SCMM dengan masyarakat

juga dengan pemerintah.

Pekembangan karya pendidikan tesebut juga merupakan kerja keras

para guru dan karyawan sebagai rekan kerja Kongregasi SCMM. Rekan

kerja yang berada di lingkungan Kongregasi SCMM salah pendukung

keberhasilan dalam mengembangkan karya pendidikan tersebut.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor Sosial Masyarakat Sibolga

Pendidikan dan kebudayaan eratnya hubungan atau kaitan apabila

dalam dunia pendidikan terjadi perubahan-perubahan maka hal ini pun

secara langsung maupun tak langsung akan terjadi dalam dunia

kebudayaan. Eratnya hubungan antara pendidikan dan kebudayaan

juga sering dilukiskan dalam suatu hubungan timbal balik artinya

hubungan yang saling mempengaruhi. Pada bab II telah dibahas bahwa

masyarakat yang lebih dominan mendiami wilayah Sibolga adalah

masyatakat Batak Toba. Bagi masyarakat Batak Toba anak merupakan

sumber kekayaan. Pandangan masyarakat Batak Toba ini mendorang

orangtua memotivasi anak-anak mereka untuk menimba ilmu

pengetahuan dari tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi.


183

Penanaman nilai emansipasi masyarakat telah memberikan

pengaruh yang positif pada masyarakat Sibolga yakni laki-laki dan

perempuan mempunyai hak yang sama untuk mengeyam pendidikan

mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Bagi masyarakat

Batak Toba, laki-laki memiliki kedudukan yang sangat tinggi

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini juga berlaku dalam menimba

ilmu pengetahuan.

Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan dari dunia

pendidikan dan kemajuan teknologi yang semakin pesat

mempengaruhi pandangan masyarakat Batak Toba terhadap perbedaan

kedudukan laki-laki dan perempuan di tengah-tengah keluarga maupun

masyarakat. Kesadaran ini memberi pengaruh yang besar terhadap

perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh Kongregasi

SCMM di Sibolga. Pengaruh tersebut yaitu masyarakat Sibolga

menyekolahkan anak-anak mereka baik laki-laki maupun perempuan

mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dampak dari

kesadaran ini dialami oleh Kongregasi SCMM sebagai salah satu

kongregasi penyelenggara karya pendidikan di Sibolga. Keberhasilan

Kongregasi SCMM dalam mengembangkan karya pendidikan di

Sibolga adalah salah satu pengaruh perubahan kebudayaan masyarakat

Sibolga.

b. Faktor Ekonomi Masyarakat Sibolga

Pada bab II telah dijelaskan bahwa perekonomian masyarakat

Sibolga mengalami pertumbuhan sebesar 5,85% setiap tahun.


184

Perkembangan perekonomian tersebut turut mempengaruhi

perkembangan karya pendidikan yang diselenggarakan Kongregasi

SCMM. Perekonomian dan pendidikan mempunyai hubungan yang

mutualisme artinya keduanya saling memberi keuntungan atau ada

keterkaitan. Keterkaitan tersebut yaitu perekonomian masyarakat yang

baik akan memperbaiki mutu pendidikan masyarakat. Sebaliknya

pendidikan yang bermutu akan membantu masyarakat untuk

memperbaiki taraf hidup mereka.

Masalah kondisi sosial ekonomi dan harapan masa depan anak

merupakan salah satu faktor bagi orangtua untuk menentukan alternatif

pilihan terhadap kelanjutan sekolah anak–anaknya. Tingkat pendapatan

masyarakat yang meningkat memampukan masyarakat untuk

menyekolahkan anaknya. Perekonomian yang baik juga meningkatkan

daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk

pendidikan. Jadi keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi

perkembangan pendidikan anak-anak mereka. Adanya pertumbuhan

ekonomi masyarakat Sibolga yang baik, memampukan mereka untuk

menyekolahkan anak-anak mereka. Anak-anak tersebut banyak yang

disekolahkan di sekolah binaan para suster SCMM. Hal ini memberi

sumbangan bagi perkembangan dan keberhasilan karya pendidikan

Kongregasi SCMM.
185

E. Penerapan Visi dan Misi Kongregasi SCMM dalam Karya Pendidikan

Arah utama visi kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih adalah semua orang, terutama mereka yang kecil, lemah,

miskin, dan tertindas agar mengalami belas kasih Allah yang membebaskan

dan menyelamatkan lewat kehadiran dan pelayanan para suster SCMM.

Dorongan visi yang telah dihayati oleh para suster SCMM diterapkan lewat

pelayanan yang diberikan setiap hari baik dalam karya pelayanan di tengah-

tengah masyarakat maupun dalam komunitas.

Melalui belas kasih Allah, para suster SCMM memberikan pelayanan

yang tulus untuk setiap wujud karya, khususnya karya pendidikan. Dalam

bentuk penerimaan siswa baru, para suster SCMM tetap mengupayakan anak-

anak dari golongan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Hal ini dapat

dilihat dari penerimaan uang sekolah anak-anak yang dibedakan berdasarkan

kemampuan ekonomi. Anak-anak dari kalangan ekonomi golongan menengah

ke atas lebih besar uang sekolahnya dibandingkan dengan anak-anak yang

orang tuanya sebagai buruh, nelayan dan tukang becak, serta pedagang kecil

(golongan ekonomi menengah ke bawah). Walaupun ada pembedaaan dalam

penerimaan uang sekolah ini, semua anak yang sekolah di sekolah yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM menerima perlakuan yang sama baik dari

para suster, tenaga pendidik, serta penggunaan sarana dan prasarana yang

disediakan untuk menunjang pembelajaran.

Kongregasi SCMM juga memberi perhatian yang khusus bagi anak-anak

yang kurang mampu dengan cara memberi beasiswa dan pencarian donator
186

yang rela membantu anak-anak miskin yang memiliki kemampuan intelektual

yang tinggi dan memiliki keinginan untuk melanjutkan studinya ke perguruan

tinggi. Sebagi contoh beberapa anak dari Sumba, Nusa Tenggara Timur, Nias,

Sibolga Sumatera Utara yang di bina para suster SCMM dan memiliki

ekonomi rendah dibantu oleh para suster SCMM baik kebutuhan sehari-hari

mereka maupun kebutuhan studinya. Setelah mereka tamat dari perguruan

tinggi mereka diberi kebebasan untuk memilih tempat bekerja. Para suster

SCMM juga menyediakan pekerjaan bagi mereka yang dibantu untuk

melanjutkan studinya.

Misi Kongregasi SCMM mewujudkan kerajaan dan belas kasihan Allah

melalui tindakan-tindakan dalam semangat kesederhanaan. Kongregasi

SCMM dalam menjalankan karya kerasulannya berpedoman pada misi yang

diembannya yakni memberi perhatian kepada semua orang tanpa membeda-

bedakan dengan cinta tanpa pamrih. Melayani melalui sikap menyapa dengan

ramah, lembut, dan tegas bila situasi menuntut. Sebagai contoh bila para suster

mengajar di kelas para suster SCMM memberi sapaan yang lembut sebagai

mana seorang ibu yang menyapa anaknya, tetapi tetap menunjukkan ketegasan

bila anak-anak melanggar aturan yang berlaku di sekolah bahkan demikian

juga bagi tenaga pendidik.

Pendidikan dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Untuk

menanggapi perkembangan ini Kongregasi SCMM melakukan berbagai upaya

untuk mengikuti tuntutan zaman tersebut. Sekolah-sekolah yang didirikan

Kongregasi SCMM berupaya memperbaiki mutu pendidikan sesuai dengan


187

tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui

penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Sebagai contoh ketika

siswa dituntut untuk mampu menguasai penggunaan komputer, penguasaan

bahasa Inggris, dan internet, Kongregasi SCMM menyediakan sarana tersebut

yaitu laboratorium bahasa, laboratorium komputer, laboratorium Fisika,

Biologi dan perpustakaan. Sarana ini dapat dilihat pada halaman lampiran 11

sampai dengan 19. Sarana yang lain yang disediakan untuk pengembangan

bakat dan kreativitas seni seperti recorder, gitar, drum band, angklung,

pianika, dan alat-alat musik band bagi siswa yang menyukai band. Para suster

SCMM bertindak sesuai kebutuhan zaman dengan tetap memperhatikan nilai-

nilai kemanusiaan yang mendidik kaum muda menjadi manusia yang memiliki

pribadi yang dewasa.

Kongregasi SCMM dalam pengembangan karya pendidikannya juga

memperhatiakan kualitas tenaga pendidik yang berkarya di sekolah-sekolah

Kongregasi SCMM. Tindakan yang nyata yang diambil sabagaimana misi

Kongregasi SCMM adalah tenaga pendidik diberi kesempatan untuk

mengembangkan ilmu yang didapat dari pendidikan formal yang telah dimiliki

ketika duduk di bangku kuliah. Pengembangan tersebut diberikan dengan

mengikuti lokakarya, kursus dan studi S-2 bagi guru yang memiliki

kemampuan akademik yang lebih dan kepribadian yang tinggi untuk

mengabdi bagi karya pendidikan Kongregasi SCMM. Bagi guru-guru yang

masih memiliki ijasah SPG dan D-2 diberi kesempatan untuk melanjutkan

studi ke jenjang S-1.


188

Peningkatan mutu juga diberikan bagi para suster yang sesuai dengan

kemampuan dan bakat masing-masing. Studi lanjut bagi para suster

diharapkan dapat berkarya dengan lebih baik sebagaimana tuntutan zaman

yang semakin kompleks; menjadi teladan dan pembawa keselamatan bagi

orang-orang yang dijumpai sebagaimana yang tertuang dalam visi dan misi

Kongregasi SCMM. Pemberian studi lanjut bagi para suster SCMM sangat

penting demi pengembangan sumber daya manusia yang sangat berpengaruh

terhadap karya kerasulan terutama dalam bidang pendidikan. Sebagaimana

tenaga pendidik yang lain para suster yang berkarya di karya pendidikan

Kongregasi SCMM juga diberi tanggung jawab yang besar dan diwajibkan

untuk mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat sekolah dan yayasan.

Perkembangan zaman semakin mendesak banyak orang untuk

membenahi diri. Perkembangan ini juga memunculkan berbagai permasalahan

yang sungguh kompleks. Adanya desakan ini bagi para Suster SCMM

merupakan peluang untuk membenahi diri, meningkatkan mutu dan mulai

menyesuaikan karya kerasulannya dengan situasi masyarakat. Sebagai

kongregasi yang aktif berkarya dan berdoa bersama umat maka tujuan

utamanya adalah membawa keselamatan dan pembebasan bagi semua orang

yang miskin, menderita, dan membutuhkan. Pelayanan Kongregasi SCMM

pada zaman sekarang diarahkan bagi semua orang yang sungguh

membutuhkan.

Saat ini sebagian besar masyarakat menganggap pendidikan sangat

mahal. Kenyataan inilah yang menjadi tantangan bagi Kongregasi SCMM


189

dalam mengembangkan karya pendidikannya. Bagi para suster SCMM adanya

pendidikan yang mahal ini sebagaimana visi dan misi Kongregasi SCMM

tidak menutup karya untuk mereka yang memiliki ekonomi rendah. Hal ini

juga menjadi perjuangan bagi Kongregasi SCMM untuk mencari dana dan

mengolahnya sehingga karya pendidikan di daerah yang masyarakatnya serba

kekurangan dapat tetap beroperasi. Dana diolah terutama dalam membantu

karya pendidikan di daerah yang warga masyarakatnya secara ekonomi

tergolong tidak mampu.

Pentingnya pendidikan dalam membantu kaum muda sehingga menjadi

manusia yang berguna bagi bangsa dan masyarakat merupakan salah satu

tanggung jawab Kongregasi SCMM sebagai bagian dari Gereja dan bangsa.

Adanya pendidikan yang diberikan Kongregasi SCMM melalui karya

pendidikan membuat masyarakat mengalami pembebasan dari beban hidup

sehingga memperoleh tujuan hidup untuk bahagia. Pengembangan pendidikan

yang diselenggarakan merupakan salah satu cara untuk membawa perubahan

yang baik, menjawab kebutuhan zaman, serta bersama-sama merealisasikan

visi dan misi kongregasi sesuai dengan pedoman dan semangat Mgr. Joannes

Zwijsen sebagai pendiri kongregasi.

F. Persoalan dan Tantangan dalam Pengembangan Karya Pendidikan

Kongregasi SCMM

Pergulatan dan tantangan merupakan sarana yang menguji ketangguhan

dan keberanian manusia dalam menjalani hidup harian. Kadang-kadang,

pergulatan dan tantangan itu dialami bukan untuk diri kita sendiri, melainkan
190

demi orang lain. Demikian juga hal bagi para Suster SCMM. Banyak dari para

Suster SCMM yang mengalami tantangan hidup sejak memasuki daerah

Sibolga hingga sekarang.

1. Penduduk Asli

Beradaptasi dengan masyarakat yang memiliki kemiripan dalam hal

budaya dan karakter bangsa lebih mudah dibandingkan beradaptasi dengan

bangsa lain. Para pionir para suster SCMM yang memulai karya kerasulan

mereka di Sibolga juga mengalami tantangan hidup yang menuntut mereka

untuk lebih bersabar. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab II,

masyarakat yang dominan mendiami daerah Sibolga adalah masyarakat

Batak Toba.

Bagi masyarakat Batak Toba anak adalah harta yang memiliki nilai

tinggi dalam hidupnya, terutama anak laki-laki yang merupakan penerus

marga keluarga dan sangat dihormati. Keluarga memberi kedudukan

nomor satu bagi anak laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Salah

satunya adalah aspek sosial terutama dalam menimba ilmu pengetahuan.

Anak laki-laki diberi kesempatan untuk menimba ilmu setinggi-tingginya.

Hal ini tidak berlaaku bagi anak perempuan karena bagi orang Batak anak

perempuan, kelak ia menikah menjadi milik orang lain. Tanggung jawab

anak perempuan dalam keluarnya sangat kecil sehingga anak perempuan

tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Anak perempuan cukup dengan bisa

membaca dan menulis. Pandangan masyarakat Batak Toba terhadap laki-

laki mempengaruhi suku-suku yang berada di sekitar daerah Sibolga.


191

Perbedaan pandangan masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan

yang berada di Sibolga menjadi tantangan besar bagi Kongregasi SCMM

pada awal memasuki daerah Sibolga. Kehadiran Kongregasi SCMM di

Sibolga adalah untuk melayani semua masyarakat terutama bagi kaum

muda tahap usia sekolah baik perempuan maupun laki-laki. Mengubah

situasi sosial masyarakat Sibolga tidaklah mudah bagi para suster SCMM.

Untuk mengubah keaadaan tersebut para suster SCMM berusaha untuk

melakukan pendekatan dan menyadarkan masyarakat tentang kesaamaan

kedudukan laki-laki di hadapan masyarakat terutama Tuhan.

2. Perkembangan Zaman

Perkembangan dari era industri ke era informasi membawa

perubahan yang berarti dan cepat bagi kehidupan masyarakat yang

mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Laju informasi dan

segala tuntutannya yang begitu cepat membawa perubahan ke arah positif

dan negatif. Positif karena banyak kemudahan yang dapat diperoleh

manusia bahkan manusia tidak lagi dituntut untuk bekerja keras, segala

informasi dan hal-hal yang diperlukan dapat dengan mudah dan cepat

diperoleh. Kemajuan dan perkembangan ini di sisi lain dapat merusak

manusia karena kemajuan yang tidak tidak diimbangi dengan kedewasaan

pribadi dapat menciptakan manusia yang tidak tahan menghadapi

tantangan hidup dan merusak mentalitas. Pendidikan yang diberikan

kepada generasi muda pada era sekarang ini membutuhkan pembekalan

kematangan dalam memilih, mengolah, memaknai, dan memanfaatkan


192

segala kemajuan dan perkembangan tehnologi yang ada di tengah-tangah

masyarakat.

Pengaruh kemajuan zaman tersebut mendorong Kongregasi SCMM

memberi perhatian yang lebih serius terhadap pendidikan yang

diselenggarakannya. Pendidikan yang diselenggarakan Kongregasi SCMM

diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan hidup manusia ke arah positif

dan mampu meningkatkan sumber daya manusia menjadi semakin

bermartabat dan bermoral. Dalam penyelenggaraan pendidikan zaman

sekarang ini setiap lembaga atau yayasan berjuang untuk menghadapi

tantangan dari kemajuan zaman serta menyediakan dana untuk sarana dan

prasarana yang dibutuhkan.

a. Kemajuan Teknologi

Pada zaman sekarang setiap orang berusaha untuk mengusai

tehnologi. Hal ini terjadi karena tuntutan dunia kerja yang menerima

tenaga kerja ketika ia telah memiliki softskill yang salah satunya

adalah penguasaan teknologi terutama tekologi informatika.

Permintaan lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja yang

memiliki kemampuan penguasaan tekologi menjadi tantangan yang

besar bagi Kongregasi SCMM sebagai salah satu lembaga pengelola

pendidikan.

Perkembangan teknologi telah mengakibatkan perubahan dalam

struktur masyarakat untuk berkompetisi dan melaksanakan kegiatan

untuk melayani masyarakat. Akibat lain kemajuan teknologi,


193

komunikasi semakin lancar sehingga kemampuan organisasi untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan semakin cepat, dan dengan

penerapan teknologi informasi yang terencana, semua aktivitas

manusia mengalami perubahan yang cepat dalam pelaksanaannya.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat membawa pengaruh

yang luas terhadap peradaban umat manusia saat ini khususnya dalam

dunia usaha, tenaga manusia dapat dilipatgandakan, sehingga

berdampak pada cara hidup dan pola berpikir masyarakat. Hal ini juga

mempengaruhi dunia pendidikan, sehingga pendidikan kaum muda

dipersiapkan untuk kelak terjun ke dunia usaha yang menggunakan

teknologi yang lebih maju dan siap bersaing. Adanya jarak yang

semakin dekat, kebutuhan informasi dan teknologi yang semakin

cepat, kompetensi diri harus dikembangkan untuk dapat mengikuti

kemajuan tersebut. Laju perkembangan teknologi yang semakin pesat

telah mengubah pandangan masyarakat tentang dunia pendidikan

sehingga berdampak terhadap lembaga pendidikan sebagai pengelola

pendidikan.

Dampak positif kemajuan tersebut membawa manusia semakin

maju dan dapat melakukukan segala aktivitasnya dengan mudah.

Perkembangan teknologi ini juga membawa dampak negatif bagi

masyarakat terutama bagi kaum muda. Anak-anak semakin

individualis, tidak mengenal sesama di sekitarnya karena sibuk dengan

dirinya sendiri. Orang tua didesak untuk menyediakan fasilitas-fasilitas


194

yang dibutuhkan anak-anak tersebut. Dunia anak-anak tersebut

menggerakkan para suster SCMM dan guru untuk bekerja keras dalam

mendampingi anak-anak untuk memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Melalui pendidikan yang diberikan, para Suster SCMM berusaha

untuk menyadarkan bahwa kesuksesan bukanlah keterampilan teknis

melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan

berhubungan dengan orang lain.

b. Biaya Hidup yang Mahal

Salah satu faktor dalam kehidupan masyarakat yang

mempengaruhi perkembangan masyarakat baik dari segi jasmani dan

rohani adalah faktor ekonomi. Ekonomi masyarakat dapat

dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan antara lain ekonomi

masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah. Ekonomi kelas atas

digolongkan kaya raya dan memiliki modal besar termasuk dalam

pengembangkan sumber daya manusianya. Ekonomi menengah

memiliki ekonomi sedang memiliki modal yang sedang untuk

mengembangkan sumber daya manusianya. Ekonomi kelas bawah

yang miskin dan berjuang untuk mencari makan, dan tidak mempunyai

modal untuk mengembangkan sumber daya manusianya ke jenjang

yang lebih tinggi.

Situasi perekonomian keluarga dan masyarakat tersebut di atas

mempengaruhi pendidikan keluarga atau masyarakat. Masyarakat yang

memiliki perekonomian yang baik akan memberi kesempatan yang


195

baik untuk menimba ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Masyarakat

ekonomi menengah berjuang untuk mencari dana untuk meningkatkan

pendidikan anaknya. Sedangkan bagi masyarakat miskin kesempatan

untuk meningkatkan pendidikan tidak menjadi perhatian karena lebih

mengutamakan pangan untuk kebutuhan hariannya. Untuk memenuhi

kebutuhan hidup terutama dalam bidang ekonomi masyarakat bekerja

keras dan berusaha mencari kesempatan yang baik untuk memajukan

perekonomiaannya.

Kuatnya persaingan dalam bidang ekonomi, tahun demi tahun

seiring dengan perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan,

masyarakat yang perekonomiannya rendah akan mengalami kesulitan

untuk menimba ilmu pengetahuan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini

juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Sibolga yang mata

pencahariannya lebih pada nelayan dan buruh. Seperti yang telah

dijelaskan pada bab I bahwa masyarkat Sibolga mengalami

keterpurukan ekonomi terutama pada tahun 2005. Pada tahun 2005

harga minyak solar naik dan disamamakan dengan harga bensin.

Kenaikan tersebut terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Minyak solar

sangat penting peranannya bagi masyarakat Sibolga terutama bagi

nelayan yang mempergunakan kapal untuk menangkap ikan. Kenaikan

harga minyak solar ini mengakibatkan para nelayan mempergunakan

minyak tanah untuk mengganti minyak solar. Hal ini

mengakibatkankan harga minyak tanah mahal dan sulit di dapat di

Sibolga serta semua kebutuhan masyarakat harganya mengalami


196

kenaikan. Kondisi ekonomi yang buruk ini mengakibatkan masyarkat

mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama

kebutuhan akan pendidikan bagi anak-anak mereka.

Situasi ekonomi masyarakat Sibolga yang berada pada ekonomi

kelas menengah dan rendah serta harga kebutuhan masyarakat yang

mengalami kenaikan setiap tahun menjadi tantangan yang besar bagi

Kongregasi SCMM terutama dalam penetapan uang sekolah bagi siswa

yang diterima di sekolah yang diselenggarakan para suster SCMM.

Uang sekolah yang diterima dari siswa sangat penting peranannya

bagi karya pendidikan SCMM. Dari uang sekolah ini kongregasi

mengelola untuk menggaji para tenaga pendidik, penyediaan sarana

dan prasarana yang dibutuhkan.

Biaya hidup yang mahal ini di pihak lain yaitu para donatur,

menjadi pergumulan dan tantangan dalam hidupnya. Tantangan itu

berkaitan dengan perekonomian bisnis yang mereka kelola. Hal ini

juga mempengaruhi karya Kongregasi SCMM terutama dalam

pengelolaan sekolah, yaitu dari segi finansial. Situasi ekonomi

masyarakat yang tidak stabil ini mengurangi dana yang dikirim para

donatur bagi Kongregasi SCMM.

Pada awal pendiriannya para suster SCMM dari Belanda

memberikan kontribusi yang besar bagi biaya operasionalnya,

termasuk pengadaan fasilitas. Namun, ketika dana dari Belanda

sebagai donatur utama berkurang, Kongregasi SCMM berusaha untuk


197

mencari alternatif lain dalam pemgelolaan dan pengembangan karya

pendidikan di Sibolga.

c. Kebijakan Pemerintah tentang Pendidikan di Indonesia

Peranan pendidikan sangat besar bagi kemajuan suatu bangsa.

Hal ini mendorong setiap bangsa untuk memperhatikan dan

meningkatkan mutu pendidikan masyarakatnya. Berangkat dari

pentingnya pendidikan ini pemerintah Indonesia dari sejak merdeka

berusaha untuk memperhatikan pendidikan yang diberikan bagi

masyarakat. Perhatian tersebut terlihat jelas dalam pengambilan

kebijakan pemerintah terhadap beberapa hal dalam proses

pengembangan pendidikan di Indonesia baik yang dilakukan pihak

negeri maupun swasta. Kebijakan tersebut antara lain Undang-Undang

nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan

Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Bahwa inti dari kedua Undang-Undang tersebut adalah bahwa adanya

usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia

baik yang dikelola pemerintah maupun swasta diharapakan memberi

kemudahan bagi masyarakat untuk menimba ilmu pengetahun. Untuk

memperkuat mutu tersebut pertama-tama mutu tenaga pendidik harus

ditingkatkan. Peningkatan mutu tersebut dilihat dari segi kualifikasi

akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik dan sehat jasmani dan

rohani.
198

Salah satu kemudahan tersebut adalah siswa tidak dipungut biaya

sekolah atau sekolah gratis. Sekolah gratis yang dianjurkan

pemerintah ini di satu pihak ada yang diuntungkan dan di pihak lain

ada yang dirugikan. Pihak yang diuntungkan adalah masyarakat dan

pihak yang dirugikan yaitu pihak pengelola sekolah swasta. Hal ini

menjadi tantangan besar bagi sekolah swasta, juga bagi Kongregasi

SCMM karena adanya kabar sekolah gratis ini masyarakat Sibolga

minta agar para suster SCMM tidak memungut uang sekolah tinggi.

Menurut masyarakat Sibolga penetapan uang sekolah di Yayasan Santa

Maria Berbelaskasih termasuk tinggi, bahkan masyarakat minta agar

Kongrasi SCMM menetapkan uang sekolah yang rendah.

Kongregasi SCMM tidak dapat memenuhi permintaan ini karena

bagi Kongregasi SCMM biaya sekolah siswa tersebut sudah tergolong

murah. Sekolah gratis tidak dapat dipenuhi karena Kongregasi SCMM

dalam mengelola dan membayar gaji tenaga pendidik, penyediaan

fasilitas pembelajararan, dan lain-lain sandaran utamanya adalah dari

uang sekolah siswa. Bahkan uang sekolah yang diterima dari siswa

kurang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan di sekolah tersebut.

Peningkatan mutu dan sertifikasi guru juga menjadi perjuangan

dan membutuhkan dana yang besar, karena peraturan pemerintah

menganjurkan semua tenaga pendidik harus S-1 atau memiliki akta IV.

Tuntutan pemerintah ini menjadi perhatian yang serius dari Kongregasi

SCMM terutama dalam penyediaan dana untuk meningkatkan mutu

sekolah dan tenaga pendidik.


199

G. Kebijakan-kebijakan dalam Usaha Melaksanakan Visi dan Misi dan

Tantangannya.

Karya pendidikan Kongregasi SCMM mendapat perhatian yang besar dari

masyarakat Sibolga. Adanya sambutan yang baik inilah yang membuat para

suster SCMM berusaha untuk tetap meningkatkan hal-hal yang mendukung

perkembangan karya tersebut. Perhatian ini juga didukung oleh karya yang

berkaitan dengan kehidupan kaum muda untuk selanjutnya. Hal ini

mendorong para suster SCMM untuk memperhatikan langkah-langkah atau

kebijakan-kebijakan yang akan diiaksanakan untuk mengatasi segala

hambatan dan hal-hal yang dapat mengembangkan dan menyelenggarakan

karya pendidikan tersebut.

1. Pastoral Keluarga

Kunjungan atau pastoral keluarga telah menjadi suatu pelayanan

yang mulia yang dilakukan sejak misionaris masuk ke Indonesia. Dalam

banyak hal, bentuk pelayanan ini sangat membantu para misionaris dalam

mengembangkan karya kerasulan terutama dalam menyebarkan ajaran

agama. Kongregasi SCMM merupakan bagian dari gereja, sebagai

lembaga yang memiliki tanggung jawab terhadap Gereja juga turut ambil

bagian dalam niemajukan masyarakat terutama masyarkat Sibolga. 

Ada berbagai cara yang dilakukan oleh para suster SCMM dalam

mengubati kehidupan masyarakat Sibolga agar menjadi Iebih baik

terutama saat awal memasuki wilayah tersebut bahkan cara ini masih

dipergunakan hingga sekarang. Salah satu cara yang digunkan adalah


200

kunjungan dari rumah ke rumah yang disebut pastoral keluarga. Fungsi

utama kunjungan pastoral dalam pertumbuhan rohani adalah membantu

orang atau orang-orang dalam keluarga untuk menyelami pengalaman

hidup mereka, dan selanjutnya mengaitkan pengalaman itu dengan iman

mereka sehari-hari.

Melalui kunjungan keluarga ini para suster SCMM mulai

mendekatkan diri dengan masyarakat agar lebih memperhatikan kehidupan

anak-anak mereka terutama dalam penanaman pendidikan. Pada saat

seperti ini juga dijelaskan bahwa perempuan memiliki peranan yang

penting dalam memajukan kehidupan keluarga. Penyadaran yang diberikan

para Suster SCMM melalui pastoral keluarga ini memiliki proses yang

lama, tetapi hal ini sangat membantu para Suster SCMM dan berhasil

untuk mengembangkan tujuan awal mereka memasuki wilayah Sibolga.

Keberhasilan ini dapat dilihat dari jumlah anak perempuan yang

mengenyam pendidikan di lembaga pendidikan Kongregasi SCMM dan

juga lembaga lain yang mulai memperhatikan keseimbangan antara jumlah

anak laki-laki dengan perempuan. 

2. Peningkatan Mutu Karya Pendidikan

Perubahan zaman yang demikian cepat membawa dampak baik

positif maupun negatif dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam

dunia pendidikan. Kemajuan tersebut menuntut setiap pribadi terutama

generasi muda untuk terus menerus menyesuaikan diri mengikuti

perkembangan, tetapi perkembangan tersebut di lain pihak harus tetap

kritis dan selektif.


201

Desakan dari perkembangan zaman inilah yang membuat

Kongregasi SCMM dari zaman ke zaman berusaha untuk meningkatkan

mutu dari pendidikan tersebut. Dengan berprinsip bahwa visi-misi

pelayanan pendidikan Kongregasi SCMM tidak tergeser oleh pengaruh

negatif dari perubahan tersebut. Untuk itu, para suster SCMM bersama

tenaga pendidik dituntut untuk memiliki keberanian dan ketangguhan

dalam menghadapi tantangan yang ada, serta menanggapi tanda-tanda

zaman secara bijaksana.

Hal-hal yang dilakukan dalam peningkatan mutu terutama pada

keterampilan mengelola diri dan orang lain, terutama kualitas diri yang

termasuk keterampilan berhubungan dengan orang lain. Mengembangkan

sikap mau bekerja keras, kepercayaan diri tinggi, mempunyai visi ke

depan, bisa bekerja dalam tim, memiliki kepercayaan matang, mampu

berpikir analitis, mudah beradaptasi, mampu bekerja dalam tekanan, dan

mampu mengorganisir pekerjaan serta berusaha menguasai salah satu

bahasa negara lain terutama bahasa Inggris.

Peningkatan mutu pendidikan dalam karya Kongregasi SCMM juga

dilakukan dengan peningkatan serta penyediaan sarana dan prasarana yang

dibutuhkan atau memadai. Hal lain yang dilakukan yaitu berupaya

mempunyai kurikulum yang diampu para guru dengan kompetensi unggul

yang mampu mentrasformasikan ilmu pengetahuan guru kepada perserta

didik. Pengadaan kurikulum ini dilaksanakan dengan memadukan

kurikulum yang diberikan pemerintah. Pengembangan iman merupakan

salah satu ciri khas dari sekolah-sekolah para SCMM. Pembinaan mental
202

dan spritualitas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sekolah

yang diselenggarakan Kongregasi SCMM. Diharapkan lulusan tersebut

unggul dalam pembentukan manusia yang utuh, meliputi aspek-aspek

intelektualitas, emosi, psifco-motorik, humaniora, dan religiositas. Suasana

belajar dan penyediaan fasilitas tersebut diupayakan agar peserta didik

cerdas akademik dan memiliki hidup rohani yang dewasa dan suasana

belajar menyenangkan serta efektif.  

3. Studi Lanjut bagi Para Suster SCMM

Peranan para suster SCMM dalam menyelenggarakan dan

mengembangkan karya pendidikan di Sibolga memberi arti yang sangat

besar. Salah satu atau lebih suster menjadi tenaga pendidik di setiap

instansi atau sekolah yang diselenggarakan Kongregasi SCMM.

Kehidupan yang semakin kompleks dan kemajuan zaman para suster

SCMM juga membenahi sumber daya para susternya. Pembekalan dan

pengembangan sumber daya para suster SCMM dilaksanakan dengan cara

studi lanjut bagi para suster terutama suster muda.

Para suster SCMM yang hendak studi lanjut diberi kebebasan

memilih jurusan sesuai dengan kemampuan diri sendiri dan kebutuhan

karya kerasulan Kongregasi SCMM. Kesempatan untuk studi dan

pengembangan diri bagi para suster SCMM merupakan salah satu cara

untuk memperbaiki kualitas karya kerasulan Kongregasi SCMM. Setiap

suster SCMM diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat-bakat yang

ada pada diri baik dengan mengikuti kursus maupun studi lanjut.119

119
Ibid.
203

Kongregasi SCMM sebagai penyelenggara karya pendidikan,

berusaha untuk mengembangkan mutu dari para Suster SCMM.

Pengembangan pribadi dan intelektual para suster tersebut pada akhirnya

diharapkan memiliki kemampuan komunikasi, kejujuran, kemampuan

bekerja sama, kemampuan interpersonal, beretika, motivasi atau inisiatif,

kemampuan beradaptasi, daya analitik, kepercayaan diri, ramah, sopan,

bijaksana, indeks prestasi, kreatif, humoris, kemampuan komputer,

kemampuan berorganisasi, berorientasi pada detail, kepemimpinan dan

lain-lain.

4. Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik

Tenaga pendidik merupakan inti dari pengembangan kualitas setiap

sekolah. Kongregasi SCMM melalui yayasan mengupayakan berbagai cara

untuk pengembangan kualitas tenaga pendidik sehingga lebih profesional

dalam melayani para siswa. Juga untuk siap menghadapi persaingan

dengan sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan tertentu dengan

sekolah-sekolah yang diselenggarakan para suster SCMM.

Besarnya peranan guru dalam mengembangkan karya pendidikan

Kongregasi SCMM, membuagt para guru diberi kesempatan untuk

mengembangkan ilmu dan menimba ilmu baru tentang kependidikan.

Peningkatan kualitas tersebut dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan

peningkatan mutu melalui lokakarya, seminar, dan lain-lain. Peningkatan

kualitas guru tersebut dilakukan secara bertahap. Melalui pengembangan

wawasan ilmu bagi para guru yang pada akhirnya diharapakan terjadi
204

proses pemanusiaan manusia melalui pendidikan yang diberikan kepada

para murid.

Peserta didik merupakan generasi penerus segala aspek kehidupan di

dunia ini. Dalam mengembangkan potensi dirinya untuk menjadi pribadi

yang cerdas, berakhlak, dan terampil mengelola kehidupannya demi

kepentingan masyarakat, bangsa serta negara, guru dan orang-orang di

sekitarnya turut ambil bagian. Adanya Guru sebagai pembagi ilmu,

diharapkan dapat mewujudkan pengembangan potensi murid tersebut

sehingga generasi muda menjadi teladan bagi sesama di sekitarnya.

Selain peningkatan intelektual, mutu guru juga dikembangkan

dengan beberapa aspek lain. Salah satunya adalah peningkatan spritualitas

para guru. Pembinaan mental dan spritualitas merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari sekolah yang diselenggarakan Kongregasi SCMM.

Pembinaan spritualitas yang diberikan kepada para guru dengan ibadat

bersama setiap bulan, rekoleksi bersama, pertemuan antarguru setiap

sekolah setiap bulan dan lain-lain.

5. Penggalangan Dana dan Subsidi Silang

Pengelolaan karya pendidikan merupakan perjuangan yang

membutuhkan pemikiran tajam terhadap segala aspek yang mempengaruhi

perkembangan pendidikan tersebut. Kongregasi SCMM sebagai lembaga

pelayanan kasih memiliki perjuangan tersendiri dalam mengembangkan

karya pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia secara khusus di

Sibolga. Tuntutan hidup dan berkurangnya dana dari pusat kongregasi di


205

Belanda mendesak Kongregasi SCMM untuk bergeser pada swadaya

sendiri. Swadaya tersebut dilakukan dengan memberi kepercayaan bagi

sekolah-sekolah di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih untuk mandiri

sesuai dengan jumlah SPP yang diterima dari siswa. Pengelolaan tersebut

dilakukan dengan mengalokasikan dana yang dibutuhkan setiap tahun

untuk pengembangan pembelajaran. Hal ini merupakan suatu kerja keras

yang dilakukan sekolah-sekolah bersama yayasan.

Sekolah yang memiliki pemasukan yang besar dan surplus,

disumbangkan kepada sekolah yang berkekurangan atau disebut subsidi

silang. Subsidi silang ini merupakan penerapan visi dan misi Kongregasi

SCMM sebagai lembaga pelayanan kasih.120 Dana ini juga diberikan dalam

memenuhi tuntutan kesejahteraan guru atau karyawan. Hal ini juga

menjadi perhatian besar bagi Kongregasi SCMM, sehingga Kongregasi

SCMM bekerja keras untuk menjamin kesejahteraan para pegawai

tersebut. Salah satu cara yang ditempuh adalah mengusahakan dana

insentif guru dari pihak pemerintah dan bekerja sama untuk mengangkat

guru di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih menjadi pegawai negeri.

H. Analisis

Pembahasan pada permasalahan ketiga mengenai perkembangan karya

pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga pada tahun 1930-2005,

menggunakan pendekatan sosiologis, politik dan antropologi. Perkembangan

120
Ibid.
206

karya tersebut dilihat dari tiga periode yakni; pertama pada tahun 1930-1942,

kedua pada tahun 1942-1945, dan ketiga pada tahun 1946-2005.

Perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga pada

masa kolonial Belanda tahun 1930-1942 memperlihatkan perkembangan yang

cukup positif, baik dari segi jumlah siswa dan jumlah guru serta jumlah

bangunan yang dibutuhkan. Bahkan perkembangan tersebut juga dilihat dari

adanya pendirian asrama puteri dan putera untuk menampung anak-anak yang

letak rumahnya jauh dari sekolah.

Perkembangan tersebut juga ditinjau dari segi penambahan jumlah suster

SCMM yang dikirim dari Belanda sebagai tenaga pendidik. Dan para suster

SCMM di Sibolga setiap tahun mengajukan permintaan penambahan dana

operasional dari Belanda, yang dibutuhkan dalam mengembangkan karya

pendidikan tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa karya pendidikan yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM pada masa kolonial Belanda mendapat

perhatian besar dari masyarakat baik masyarakat bawah, menengah dan atas.

Bila ditinjau dari segi kualitas karya pendidikan tersebut masih kurang

efektif, hal ini terjadi karena situasi politik di Indonesia masih kurang stabil.

Hal ini juga dipengaruhi situasi ekonomi masyarakat serta keterbatasan tenaga

pendidik, sarana serta prasarana yang disediakan para suster SCMM untuk

mendukung proses belajar mengajar. Situasi sosial masyarakat tersebut

mendorong para misionaris suster SCMM untuk meningkatkan kualitas

pendidikan yang diberikan kepada anak-anak dengan cara penyediaan sarana

dan prasarana yang mendukung pembelajaran tersebut serta penyediaan dana

dari negeri Belanda.


207

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia yaitu tahun 1942-1945,

karya pendidikan Kongregasi SCMM tidak mengalami perkembangan bahkan

semua gedung serta sarana prasarana yang digunakan untuk pengembangan

karya tersebut disita oleh Jepang. Bahkan para para suster dan tenaga pendidik

yang berkebangsaan Belanda ditahan dan diingkirakan ke tempat pengungsian.

Selama Jepang menguasai wilayah Sibolga semua karya kerasulan Kongregasi

SCMM berhenti.

Pada periode 1946-2005 karya pendidika Kongregasi SCMM

menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan tersebut bila

dilihat dari segi kuantitaf menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari

jumlah siswa dan tenaga pendidik yang bertambah setiap tahun, penambahan

sarana prasara, jumlah gedung. Peningkatan itu juga dapat dilihat dari

perbaikan mutu karya pendidikan tersebut. Bahkan peningkatan mutu tersebut

dilakukan dari dini dengan cara, setiap siswa baru yang masuk ke sekolah

yang dikelola Kongregasi SCMM terlebih dahulu di tes. Bila hasil tes

memenuhi standar yang telah diterapan sekolah, anak tersebut dapat diterima

utnuk dididik di sekolah tersebut. Perkembangan karya pendidikan yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM di Sibolga tahun 1930-2005 mengalami

peningkatan yang positif baik dari segi kuantitaf maupun kualitas.

Keberhasilan pengembangan dan peningkatan karya pendidikan yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM, didukung oleh adanya kerjasama dengan

berbagai pihak yakni para suster, guru, siswa, perintah daerah dan masyarakat.

Hal ini juga dipengaruhi oleh perubahan budaya masyrakat Batak Toba
208

terhadap kedudukan lagi-laki dan perempuan secara khusus dalam menimba

ilmu pengetahuan. Keberhasilan itu juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi

masyarakat Sibolga yang mengalami peningkatan setiap tahun.

Perkembangan tersebut juga didukung oleh keyakinan para suster SCMM

akan penyelenggaraan Ilahi dalam perjuangan hidup mereka, juga karena

adanya usaha-usaha Kongregasi SCMM dalam peningkatan mutu karya

pendidikan tersebut baik mutu para suster, tenaga pendidik dan pegawai serta

didukung penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan sesuai

dengan tuntutan jaman ini.

Para suster SCMM dalam mengembangkan karya pendidikan

mengalami suka dan duka hidup, ketika mengalami duka para suster SCMM

tetap berjuang dan bekerja keras serta menyerahkan segalanya ke dalam

Penyelenggaraan Ilahi. Keberhasilan yang dialami Kongregasi SCMM dalam

mengembangkan karya pendidikannya merupakan anugrah Tuhan yang

membantu Kongregasi SCMM sehingga dapat bekerja sama dengan berbagai

pihak.

Kerberhasilan tersebut juga menjadi bahan refleksi bagi para suster

SCMM dan penulis bagaimana meningkatkan kerjasama yang baik antara

pihak manajemen (Pengelola/Yayasan) dan Kongregasi serta para pendidik

sehingga perkembangan yang terjadi selama ini tetap dipertahankan bahkan

ditingkatkan. Dengan demikian kualitas sekolah menjadi panutan bagi

masyarakat dan pemerintah setempat serta dapat membebaskan masyarakat

terutama masyarakat usia sekolah dari penderitaan dalam mendapatkan

pendidikan.
BAB IV

SUMBANGAN KARYA PENDIDIKAN KONGREGASI SUSTER-SUSTER

CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA BERBELASKASIH (SCMM)

BAGI MASYARAKAT SIBOLGA

Persoalan hidup yang ada di sekitar manusia mengakibatkan berbagai gejala

dalam kehidupan manusia. Gejala tersebut antara lain ketikadilan, lemahnya

kecerdasan bangsa, persoalan ekonomi, budaya dan lain-lain. Salah satu faktor

penyebab persoalan tersebut adalah lemahnya sistem pendidikan yang ditanamkan

bagi generasi muda. Kongregasi SCMM sebagai salah satu lembaga

penyelenggara pendidikan di Indonesia juga ambil bagian dalam mengentas gejala

sosial negatif tersebut. Kongregasi SCMM berusaha mengembangkan dan

menanamkan pendidikan bagi kaum muda sehingga menjadi generasi muda yang

cerdas dalam bidang akademis, visioner, dan menjadi pemimpin-pemimpin yang

bijaksana dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.

Kongregasi SCMM berusaha membekali anak didik dengan menanamkan

nilai-nilai kemanusiaan sejak dini. Nilai-nilai kemanusiaan yang ditanamkan

dalam diri anak didik tersebut antara lain: rasa percaya diri, rasa hormat kepada

orang lain, tanggungjawab, kejujuran, keadilan dan lain-lain. Cita-cita

Kongregasi SCMM bagi kaum muda Indonesia terutama masyarakat Sibolga

adalah mengembangkan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan

sehingga kelak mereka menjadi generasi yang bermanfaat dan berguna bagi

bangsa, Gereja dan masyarakat pada umumnya.

209
210

Sesuai dengan cita-cita tersebut di atas, Kongregasi SCMM telah

mengembangkan karya kerasulannya dalam bidang pendidikan selama 75 tahun

yaitu dari tahun 1930-2005. Karya pendidikan yang dijalankan selama kurun

waktu tersebut, telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi

masyarakat Sibolga. Pada bab IV dari penelitian ini akan dibahas nilai-nilai

kemanusian, akademik yang dikembangkan yang merupakan sumbangan

Kongregasi SCMM bagi perkembangan kehidupan masyarakat Sibolga.

A. Sumbangan bagi Siswa di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih

1. Nilai-nilai Kemanusiaan (Humanistik)

Nilai merupakan penggerak utama dalam hidup manusia. Nilai

memiliki peranan penting dalam mencapai tujuan hidup manusia, karena

nilai merupakan arah, tujuan hidup manusia dalam mencapi kebahagiaan

hidup. Nilai juga akan mengantar orang agar mampu memilih dan bertindak

dengan bijaksana.121

Dalam hidup manusia ditemukan berbagai nilai yang sudah lama

dihidupi, antara lain bijaksana, menghormati sesamanya, keadilan dan lain-

lain. Nilai–nilai tersebut dapat ditanamkan kepada anak muda melalui

pendidikan baik dalam keluarga maupun di sekolah.

Nilai-nilai tersebut semakin ditingkatkan kualitasnya ketika ada

perubahan yang mempengaruhi seluruh aspek hidup manusia. Salah satu

perubahan tersebut yaitu pengaruh dari kolonialisme dan industrialisasi serta

dampak dari globalisasi. Adanya gejala ini muncullah pemikiran-pemikiran

121
Darminta. J, Praksis Pendidikan Nilai, Yogyakarta, Kanisius, 2006, hlm.24
211

kritis dan reflektif tentang nilai yang terkandung dalam pendidikan. Hal ini

terjadi karena melalui pendidikan manusia berusaha untuk memperbaiki

hidupnya ke arah yang lebih baik. Pendidikan juga memberikan bekal dan

kekuatan untuk memelihara jati diri setiap individu maupun bangsa. Proses

pendidikan berlangsung terus selama manusia hidup dan tumbuh, oleh

karena itu semakin banyak seseorang belajar akan semakin bertambah

pengetahuan, pengalaman serta pengertian tentang sesuatu seperti cara

berpikir maupun cara bertindak.

Nilai kemanusiaan juga terdapat dalam isi deklerasi Konsili Vatikan

II, bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap manusia dan manusia

memiliki martabat pribadi yang harus dikembangkan. Artinya

pengembangan pribadi tersebut meliputi semua aspek moral, fisik,

intelektual, aspek sosial dan rasa tanggungjawab. Pendidikan merupakan

salah satu sarana yang membantu manusia dalam mengembangkan akal

budi, perasaan, hati nurani, kehidupan rohani dan kehidupan sosial.

Besarnya peranan nilai dalam pengembangan dan perubahan

kehidupan manusia, Kongregasi SCMM sebagai salah satu lembaga yang

menghormati harkat dan martabat manusia, juga turut ambil bagian dalam

menjunjung tinggi nilai-nilai luhur tersebut. Pengembangan dan penanaman

nilai-nilai tersebut dilakukan melalui pendidikan yang dikembangkan oleh

Kongegasi SCMM. Pengembangan nilai tersebut merupakan cara

Kongregasi SCMM untuk bertindak dalam menjawab tantangan hidup

akibat dampak dari industrialisasi tersebut. Kongregasi SCMM berusaha


212

untuk mengembangkan karya pelayanannya dalam bidang pendidikan

dengan memperhatikan nilai-nilai budaya yang diakui oleh masyarakat.

Melalui visi dan misi, Kongregasi SCMM, turut mengambil bagian

dalam usaha mencapai cita-cita bangsa dan gereja yakni mewujudkan

prinsip-prinsip dan tujuan pendidikan. Kongregasi SCMM bekerja sama

dengan masyarakat melalui karya kerasulannya juga berusaha untuk

berpartisipasi dalam usaha melindungi dan meningkatkan harkat dan

martabat manusia di dunia ini. Pendidikan yang diberikan Kongregasi

SCMM salah satu peruwujudan iman terhadap Tuhan.

Nilai yang pertama-tama ditanamkan oleh para suster SCMM terhadap

tenaga pendidik bagi anak-anak adalah membentuk dan mendidik anak-

anak menjadi pribadi yang beriman dan berpenggharapan kepada Tuhan,

terutama pada saat mengalami tantangan hidup. Melalui pembinaan iman ini

generasi muda dilatih untuk tangguh dan gigih menghadapi situasi hidup

terutama pada setiap penderitaan hidup dengan mengandalkan Allah sebagai

Sumber Hidup. Penanaman iman akan Tuhan bagi kaum muda, juga

dirasakan oleh masyarakat Sibolga terutama orang tua. Hal positif dari

tindakan tersebut, anak-anak yang dididik oleh Kongregasi SCMM pada

umumnya setia pada iman serta mampu menjadi teladan bagi orang-orang

di sekitarnya. Banyak diantara mereka yang menjadi pemimpin agama.122

Kongregasi SCMM yang memiliki spritualitas cinta berbelaskasih

juga menanamkan nilai cinta kasih kepada anak didik. Semua agama yang

122
Sr. Margaretha Gultom, SCMM op.cit.
213

ada di dunia, tetap mengajarkan nilai cinta kasih. Dalam ajaran Kristiani, hal

ini sangat jelas dilihat dalam 1 Yohanes 4:20: ”Jika seorang berkata, aku

mengasihi Allah dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta,

karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak

mungkin mengasihi Allah yang tidak kelihatan.” Seperti yang dijelaskan

bagian terdahulu Allah adalah pusat Cinta kasih. Anak-anak dididik untuk

menghayati cinta kasih dan membagikan Cinta kasih tersebut kepada

sesamanya. Hal ini sangat penting karena cinta kasih merupakan unsur

hakiki dalam kehidupan manusia.

Nilai Cinta kasih yang ditanamkan para suster SCMM dan guru

melalui karya pendidikan bagi kaum muda Sibolga yakni mendidik dan

melatih para siswa agar mampu bekerja sama dan berinteraksi dengan

pribadi dan kebidupan sosialnya melalui pendampingan. Pendamapingan ini

dilakukan melalui pembelajaran dan bimbingan secara pribadi maupun

kelompok sesuai dengan teladan yang ditunjukkan oleh para suster SCMM

dan guru. Para suster SCMM bersama tenaga pendidik, berusaha

mengarahkan anak didik untuk mampu menyadari, bahwa berkomunikasi

dengan orang lain akan menghantar diri mereka dalam menghargai orang

lain. Bagi Kongregasi SCMM, penghargaan ini sangat bermanfaat bagi

kaum muda terutama terhadap perkembangan hidup mereka yang lebih baik.

Selain nilai cinta kasih, Kongregasi SCMM juga menanamkan dan

mendidik para siswa akan nilai-nilai kebenaran agar dirinya dikuasai oleh

kebenaran. Bila sesorang mampu mencintai Allah sebagai sumber


214

kebenaran dan sesama, maka ia akan berusaha untuk mengarahkan seluruh

hati dan pikirannya kepada kebenaran dan kejujuran. Nilai-nilai ini sangat

penting dan perlu ditanamkan pada diri anak didik sehingga mereka

berkembang dan bertumbuh menjadi pribadi yang jujur, dan mengakui

kelebihan dan kekurangan, baik dari diri mereka sendiri maupun orang lain.

Dengan demikian setiap pribadi diarahkan untuk bertindak sesuai dengan

pikiran dan perkataannya. Dan tindakan tersebut membawa dampak yang

positif bagi dirinya sendiri dan kehidupan soialnya.

Hidup bermasyarakat membutuhkan keadilan. Setiap manusia

berharap dan berusaha untuk tetap mendapatkan keadilan dari sesamanya.

Oleh karena itu para suster SCMM dan guru mendidik siswa-siswanya

untuk mampu hidup dalam keadilan. Penanaman nilai keadilan ini diberikan

pertama-tama melalui teladan para suster SCMM dan guru yang melayani

dengan didasari cinta kasih, kejujuran dan keadilan.

Keadilan itu juga ditanamkan kepada siswa melalui lingkungan

sekolahnya dengan menunjukkan dan mengingatkan perbuatan adil yang

dialami dalam hidup mereka. Di dalam praktik keadilan yang ditunjukkan

para suster SCMM bagi para suster junior, yaitu memperlakukan siswa

dengan sikap ramah, sopan dan tegas tanpa membedakan status sosial.

Menyediakan fasilitas yang dibutuhkan bagi semua siswa dalam menunjang

pembelajaran tanpa melihat besarnya uang sekolah yang diterima serta

memberi penilaian yang sesuai dengan hasil yang diperoleh. Selanjutnya

siswa diarahkan untuk mampu melaksanakan keadilan tersebut baik dalam

keluarga, teman di sekolah maupun dalam masyarakat.


215

Agar nilai-nilai kemanusiaan yang ditanamkan pada kaum muda tetap

terjaga, sekolah-sekolah milik Yayasan Santa Maria Berbelaskasih

senantiasa berusaha menciptakan suasana keagamaan yang baik, khususnya

agama Katolik. Setiap kegiatan yang dilaksanakan selalu diawali dan

diakhiri dengan doa. Selain kegiatan rutin harian tersebut, juga terdapat

kegiatan rutin bulanan, atau kegitan pembinaan iman kristiani siswa, seperti

retret, rekoleksi, Misa, doa rosario pada bulan rosario, dan jalan salib pada

masa prapaskah.

Besarnya perhatian Kongregasi SCMM dalam penanaman nilai-nilai

kemanusiaan tersebut, bertujuan untuk membentuk kepribadian generasi

muda menjadi pribadi yang utuh dan berbelarasa. Nilai-nilai luhur yang

ditanamkan bagi generasi muda ini membawa hasil yang baik dan

bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari para

lulusan sekolah yang diselenggarakan oleh Suster SCMM. Mereka memiliki

pengetahuan dan ketrampilan yang memadai, seperti ketrampilan dalam cara

berpikir, kepribadian yang baik, jujur, disiplin, bertoleransi, percaya diri,

mandiri dan memiliki kasih sayang terhadap sesama dan lingkungannya,

memiliki daya juang yang tinggi dan bekerja keras. Banyak di antara

mereka juga ada yang bekerja pada instansi pemerintah dan lembaga-

lembaga yang lain yang berada di Indonesia bahkan ada yang bekerja di luar

negeri.

Output atau lulusan dari sekolah yang diselenggarakan Kongregasi

SCMM memberikan sumbangan yang positif bagi masyarakat. Berpijak dari


216

paduan pendapat di atas dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan

proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar, seksama dan dengan

pembiasaan melalui bimbingan, latihan dan sebagainya yang semuanya

bertujuan untuk membentuk kepribadian anak didik secara bertahap.

2. Nilai-Nilai Akademik

Pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap perkembangan

potensi yang dimilikinya, termasuk potensi emosional, pengetahuan, sikap

dan keterampilan. Dengan kematangan akademik yang dimiliki, kaum muda

akan memberikan kontribusi yang besar bagi orang-orang di sekitarnya dan

juga untuk dirinya sendiri. Dengan demikian, mereka bertindak lebih

dewasa, bijaksana dan mampu meraih keberhasilan dalam hidupnya.

Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, akan

mempunyai kemampuan kualitas personal (kemampuan untuk memahami

diri sendiri) dan interpersonal (kemampuan untuk memahami orang lain)

yang tinggi. Kecerdasan emosional ini akan membawa pengaruh yang baik

bagi sesama yang ada di sekitarnya, karena individu tersebut mampu dan

mudah beradaptasi dengan lingkungannya.

Kedewasaan dalam mengendalikan emosianal merupakan hasil dari

pembinaan dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Pembinaan ini juga

mempengaruhi nilai-nilai akademik kaum muda di sekolah. Program

selanjutnya yang dilakukan Kongregasi SCMM adalah mengembangkan

inteligensi atau kreativitas anak atau yang disebut juga nilai-nilai akademik.
217

Nilai akademik tersebut dikembangkan dengan cara mendorong dan

memotivasi para tenaga pendidik agar menyiapkan materi pembelajaran

dengan baik sebelum proses pembelajaran dimulai. Materi pembelajaran

yang disiapkan, disesuaikan dengan kurikulum nasional dan kebutuhan

masyarakat setempat sehingga anak didik bisa memahami dan menyerap

materi yang diajarkan. Para guru juga menunjang keberhasilan nilai

akademik siwa perlu menjabarkan kurikulum bidang studinya dalam

Perangkat Administrasi guru yang terdiri dari Silabus, Program

tahunan/Semester, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), program

remedial dan pengayaan sampai laporan hasil belajar.

Proses belajar mengajar di kelas tidak terlepas dari tersedianya buku –

buku yang menjadi sumber belajar siswa dan juga merupakan pegangan

guru. Dan juga didukung dengan tersedianya vasilitas belajar yang berguna

sebagai media pembelajaran seperti: Tape recorder, TV, VCD Player dan

semua program yang membantu pemahaman murid terhadap materi

pelajaran.

Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar di bawah ini para guru SD

Roma Katolik No. 2 sedang mempersiapkan bahan ajar yang akan diberikan

kepada murid-murid di SD RK No.2, Sibolga.


218

Foto 4.1. Guru-guru SD RK No. 2 sedang mempersiapkan materi yang akan disampaikan kepada anak-
anak di SD RK No. 2.

Nilai-nilai akademik yang diperoleh dan semua proses pembelajaran,

disampaikan kepada orang tua yang merupakan pendidik utama siswa. Hal

ini juga dilakukan sebagai sebuah pertanggungjawaban sekolah atas

pendampingannya di bidang pendidikan dalam bentuk laporan hasil belajar

yang sering dikenal dengan raport. Laporan diberikan dalam dua periode

yaitu laporan Mid semester dan semester. Laporan yang disajikan bukan

saja nilai akademis tetapi juga nilai non akademis termasuk sikap dan

prilaku siswa.

Melalui hasil akademik dapat dilihat, bahwa output dari sekolah-

sekolah yang diselenggarakan Kongregasi SCMM memiki nilai akademik

yang sangat baik dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain yang ada di

Sibolga. Bahkan 90% siswa memiliki nilai akademik yang sangat

memuaskan sekolah dan orang tua. Dan setiap tahun siswa SD, SMP dan

SMA lulus 100%. Artinya bahwa sekolah yang dikelola Kongregasi SCMM

memberi konstribusi yang baik bagi masyarakat Sibolga. Dengan demikian


219

Kongregasi SCMM turut menuntaskan program pemerintah yakni

pemerataan pendidikan sembilan tahun sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem

Pendidikan Nasional.

Untuk menjaga keseimbangan antara kemampuan intelektual dan

nilai-nilai kemanusiaan, para siswa juga dilatih untuk memiliki kemampuan

di bidang bakat yang erat hubungannya dengan hobinya. Pengembangan

bakat siswa itu dilaksanakan melalui bidang Seni Budaya, yaitu seni musik

band, tarian, marching band dan paduan suara. Marching band SMA Katolik

Sibolga sangat besar peranannya dan menjadi langganan dalam berbagai

kegiatan pemerintah daerah. Kegiatan bidang olah raga seperti basket, voli,

footsal, badminton dan lain-lain. Bidang sosial, pada masa prapaskah turut

mengumpulkan dana yang akan diserahkan kepada saudara-saudara yang

membutuhkan.

Salah satu aspek yang mendukung keberhasilan dalam

mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dan akademik, Kongregasi SCMM

melaksanakan fungsi pendidikan dengan baik dan efektif serta bekerjasama

dengan guru, siswa, karyawan, pemerintah daerah, orang tua dan

masyarakat. Kongregasi SCMM dalam mengelola pendidikannya berusaha

untuk mengorganisir pendidikan yang berkaitan dalam pengembangan

pendidikan. Salah satu usaha yang dilakukan yaitu meningkatkan

kedisiplinan administrasi di sekolah maupun di yayasan dengan cara melatih

para tenaga atau rekan kerja Kongregasi SCMM sehingga memiliki keahlian

yang lebih baik dalam pengelolaan administrasi.


220

Pengelolaan pendidikan ini menjadi panutan dan salah satu penentu

perkembangan pendidikan bagi masyarakat Sibolga. Dalam lembaga

pendidikan formal inilah para suster SCMM bersama tenaga pendidik

lainnya menganalisis dan mengkaji berbagai ide dan gagasan, teori, teknik

dan metode untuk meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Para

pendidik juga berusaha mendorong para murid untuk aktif dan kreatif dalam

memahami dan mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman

hidup setiap hari. Dengan demikian mereka bisa berkembang dan

bertumbuh menjadi pribadi utuh baik jasmani maupun rohani. Potensi siswa

yang dikembangkan membawa hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari

prestasi yang diraih oleh para siswa dan guru di sekolah yayasan Santa

Maria Berbelaskasih, misalnya, para siswa ini mewakili propinsi Sumatera

Utara dalam lomba pidato di Jakarta pada tahun 2005; atau sekolah ini

dipercayakan mewakili kabupaten untuk mengikuti lomba matematika IPA,

IPS, dan Kesenian di tingkat Propinsi setiap tahunnya. Sedangkan prestasi

yang diraih oleh para guru adalah ada yang berhasil menjadi guru teladan

untuk daerah Sibolga.

Berbagai prestasi ini sungguh menjadi bukti yang semakin jelas bahwa

sekolah yang diselenggarakan Kongregasi SCMM memberikan sumbangan

yang besar dan bermanfaat bagi masyarakat. Dengan prestasi-prestasi yang

diraih itu, maka Dinas Pendidikan setempat memberikan penghargaan

kepada sekolah-sekolah yang berada di bawah Yayasan Kongregasi SCMM

di Sibolga. Demikian juga masyarakat telah menikmati hasil pendidikan


221

yang dikelola Kongregasi sehingga dari tahun ke tahun semakin bertambah

jumlah siswa yang ingin mengenyam pendidikan pada lembaga ini.

Pendidikan dan ketrampilan yang diberikan kepada anak didik itu sedapat

mungkin menolong generasi muda untuk melaksanakan tugas dan perannya

di masyarakat dimana mereka hidup.

Proses belajar mengajar tidak terlepas dari kinerja guru dalam

menyiapkan materi pembelajaran sehari–hari, ulangan harian sampai pada

materi ulangan umum maupun ujian akhir semester. Hasil kinerja guru,

siswa dan rekan kerja yayasana lainnya sungguh dihargai oleh Kongregasi.

Kongregasi SCMM memberi perhatian yang besar bagi keberhasilan siswa

dan guru serta rekan kerjanya tersebut.

Salah satu penghargaan tersebut yaitu pada akhir belajar siswa SMP

dan SMA 3 tahun di sekolah Yayasan Santa Maria para siswa akan

memperoleh penghargaan sesuai dengan hasil ujian yang mereka peroleh

baik hasil ujian sekolah, maupun ujian nasional. Demikian juga untuk siswa

Sekolah Dasar (SD), mereka yang berhasil memiliki nilai akademik yang

baik akan memperoleh penghargaan setelah enam tahun di Sekolah

Dasar Roma Katolik. Sedangkan untuk guru dikaitkan dengan masa kerja

mereka, masa pengabdian mereka di sekolah ini. Pesta 25 tahun menjadi

pilihan waktu untuk memberikan sebuah penghargaan dari Yayasan Santa

Maria Berbelaskasih kepada para guru, pegawai dan dana pensiun pada

saat masa pensiun tiba sebagai wujud terima kasih atas pengorbanan dan

kesetiaan mengembangkan karya kerasulan dan karya dalam bidang

pendidikan.
222

Dengan sejumlah fasilitas serta didukung oleh staf pengajar yang

memiliki kompetensi di bidangnya, sekolah yang dikelola Kongregasi

SCMM, berkomitmen untuk menjaga kualitas pendidikannya serta menjadi

salah satu sekolah yang patut diperhitungkan prestasinya baik di kota

Sibolga maupun dalam skala nasional.

B. Sumbangan Bagi Guru dan Karyawan di Yayasan Santa Maria

berbelaskasih.

1. Nilai-nilai Kemanusiaan

Keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah guru merupakan salah

satu penentu keberhasilan pendidikan teresebut. Tugas utama guru adalah

mendidik. Guru juga sebagai pemikir dan perancang pembelajaran yang

akan diberikan kepada siswa, diharapkan dapat mengembangkan

gagasannya dengan kreatif.

Sejalan dengan tugas utamanya sebagai pendidik di sekolah, para guru

di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih selalu dihimbau dan didorong untuk

melakukan tugas-tugas kinerja pendidikan dalam bimbingan, pengajaran

dan pelatihan. Hal ini diharapkan agar semua kegiatan tersebut sesuai

dengan upaya pengembangan para peserta didik yang dilaksanakan dengan

professional dan tulus, melalui sikap profesional dan tulus terhadap

tugasnya sebagai pendidik. Sikap ini membawa hasil yang baik sehingga

guru, melalui keteladanannya, dapat menciptakan lingkungan pendidikan

yang kondusif dalam membimbing, mengajar, dan melatih peserta didik.


223

Pentingnya peranan guru dalam pengembangan karya pendidikan ini

dan sekaligus sebagai agen pembaharuan serta pelaku perubahan peserta

didik, Kongregasi SCMM berusaha dengan berbagai cara untuk

mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri setiap guru. Guru tetap

diupayakan dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, yang memiliki

kepribadian dan kerohanian yang mendukung tanggung jawabnya sebagai

pendidik dan sebagai anggota masyarakat.

Untuk mendukung kepribadian yang bermutu, Kongregasi SCMM

berusaha menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan bagi

tenaga pendidik dan rekan kerja di Yayasan St. Maria Berbelaskasih. Hal

ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan

kompetensi tenaga kerja dalam mengembani tugas dan taggung jawab yang

dipercayakan kepadanya. Kompetensi yang dimaksud antara lain

kemampuan mendidik, melatih, dan membentuk karakter kepribadian dan

nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, unggul dalam akademik, bermoral dan

berwawasan luas. Kemampuan ini sungguh menolong tenaga pendidik

dalam mengembangkan pribadi kaum muda dan masyarkat dalam mencapai

kebahagiaan hidup mereka.

Untuk menjadikan guru memiliki pribadi yang berkualitas Kongregasi

SCMM berusaha untuk membina nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam

masyarakat terutama cinta kasih, kejujuran, dan keadilan secara terus

menerus. Hal ini sangat penting karena guru menjadi teladan para siswa di

sekolah maupun di tengah-tengah masyarakat. Pembinaan tersebut


224

dilakukan melalui retret, rekoleksi, seminar dan pembinaan pribadi yang

dilakukan oleh kepala sekolah dan yayasan.

2. Bidang Ekonomi

Semua karya kerasulan para suster SCMM dapat beroperasi berkat

bantuan banyak orang, terutama para guru dan karyawan sebagai mitra kerja

Kongregasi SCMM. Kongregasi SCMM sebagai penanggung jawab karya-

karya kerasulan tersebut, juga memberi perhatian terhadap kesejahteraan

mereka yang turut mengambil bagian dalam pengembangan karya-karya

tersebut. Salah satu bentuk perhatian yang diberikan Kongregasi adalah

pemberian gaji yang layak bagi semua pegawai, guru dan karyawan lainnya.

Mereka mendapatkan gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sehari-hari. Gaji yang diberikan pun disesuaikan dengan Upah Minimum

Pemerintah (UMP) serta golongannya yang berlaku di daerah Sumatera

Utara secara khusus di Sibolga.

Dalam kamus bahasa Indonesia gaji merupakan upah kerja yang

dibayar waktu yang tetap.123 Gaji juga diartikan jasa yang diberikan kepada

seseorang atas prestasi dan kerja keras yang diberikan oleh seseorang

kepada orang lain atau individu. Gaji pada umumnya dibayarkan kepada

seseorang setiap bulan. Gaji yang dibayarkan Kongregasi SCMM bagi

guru dan karyawan yayasan disesuaikan dengan golongannya dan lama

kerja atau sebesarnya tingkat komitmen mereka bagi karya kerasulan para

suster SCMM.

123
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, op, cit hlm. 327.
225

Gaji yang diterima seseorang dari suatu instansi atau lembaga akan

mempengaruhi kerja seseorang, status sosial, cara kerja dan lain-lain. Gaji

yang dibayarkan Kongregasi SCMM bagi guru dan karyawan diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Jadi adanya gaji ini,

merupakan bantuan yang besar bagi guru dan karyawan untuk memenuhi

serta memperbaiki kehidupan ekonominya dan keluarga.

C. Sumbangan Bagi Masyarakat

1. Sumbangan Pendidikan Bagi Perkembangan Agama Katolik di

Sibolga.

Pendidikan yang dikembangkan oleh Kongregasi SCMM merupakan

perwujudan dari misi Gereja yakni menanamkan nilai-nilai iman bagi

umatnya. Penanaman iman tersebut memberi hasil yang baik dan

menghasilkan generasi baru dalam mengembangkan Gereja. Hal ini dapat

diamati dari para alumni, ada beberapa di antara mereka yang menjadi

aktivis Gereja Katolik seperti menjadi biarawan/biarawati.

Keberhasilan dalam mengembangkan pendidikan itu disebabkan

karena teladan hidup para suster SCMM dan para pendidik. Dari teladan

hidup itu ada pemeluk agama lain yang merasa tertarik untuk menjadi

Katolik secara khusus mereka yang beragama Budha. Banyak diantara

mereka yang dibaptis ketika mereka masih duduk dibangku sekolah yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM. Bahkan orang tua mereka akhirnya

memilih untuk dibaptis dalam Gereja Katolik. Hal ini terjadi dengan
226

menyaksikan sikap dan tindakan anak-anak mereka dalam keluarga.124 Jadi

pendidikan yang diselenggarakan Kongregasi SCMM turut ambil bagian

dalam perekembangan Gereja Katolik. Walaupun tujuan pendidikan yang

diselenggarakan bukan untuk mengkatolikkan pemeluk agama lain.

Berdasarkan hasil refleksi para suster SCMM mereka yang masuk

menjadi Katolik itu bukanlah karena ada paksaan dari pihak tertentu,

terutama dari para suster SCMM sebagai penyelenggara pendidikan,

melainkan karena kemauan dan kesadaran dari orang yang bersangkutan.

Selain itu ada faktor penting yang mendorong mereka untuk menjadi

Katolik yakni karya Roh Kudus dalam diri mereka dan teladan hidup yang

ditunjukkan oleh para suster SCMM dalam karya kerasulannya secara

khusus karya pendidikan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa para suster SCMM

mendidik anak-anak yang disekolahkan di sekolah-sokalah yang bernaung

di bawah Yayasan Santa Maria Berbelaskasih mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap perkembangan agama Katolik di Sibolga walaupun

jumlahnya sedikit.

2. Sumbangan Pendidikan Bagi Kehidupan Sosial Masyarakat Sibolga.

Karya pendidikan Kongregasi SCMM terletak di tengah-tengah

masyarakat. Dengan kata lain antara karya pendidikan dan masyarakat

merupakan satu kesatuan. Artinya Karya pendidikan tersebut berkembang

124
Wawancara dengan Sr. Matea Wijaya, SCMM, tanggal 15 April 2010
227

karena ada partisipasi dari masyarakat untuk memajukannya. Kongregasi

dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat satu sama lain dalam

mengembangkan pendidikan di Sibolga.

Kongregasi SCMM berperan untuk membantu masyarakat dalam

mendidik kaum muda sehingga mampu menyesuaikan diri dengan

kehidupan sosialnya, mampu melakukan kegiatan-kegiatan kreatif serta

berpartisipasi positif bagi masyarakat. Misalnya berusaha untuk menjaga

keamanan dalam masyarakat, berusaha tidak melakukan tawuran terutama

ketika terjadi salah paham antara siswa dari sekolah lain dalam

perlombaan kreatifitas antar siswa di Sibolga.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara

keseluruhan, kehadiran para suster SCMM bersama karya kerasulannya

merupakan unsur strategis sebagai anggota, agen, dan pendidik

masyarakat. Sebagai anggota masyarakat para suster SCMM berperan

memberikan teladan bagi masyarakat di sekitarnya baik kehidupan

pribadinya maupun kehidupan bersama dalam satu komunitas. Terkait

dengan hal ini, para suster SCMM berusaha membawa dan

mengembangkan berbagai upaya pendidikan di sekolah ke dalam

kehidupan di masyarakat, dan juga membawa kehidupan di masyarakat ke

sekolah. Mengembangkan berbagai upaya pendidikan yang dapat

menunjang pencapaian hasil pendidikan yang bermutu di tengah-tengah

masyarakat.
228

Lembaga pendidikan Kongregasi SCMM juga menyediakan

lapangan kerja baru yang bermanfaat bagi masyarakat baik dari dalam

maupun luar daerah Sibolga. Penyediaan lapangan pekerjaan ini

merupakan salah satu cara untuk mengurangi sebagian pengangguran yang

semakin meningkat di tengah-tengah masyarakat.

Pembinaan nilai-nilai kemanusiaan kepada guru dan karyawan

seperti yang dijelaskan terdahulu membawa pengaruh positif bagi

masyarakat. Para guru dan karyawan yang berkarya di lembaga pendidikan

Kongregasi SCMM menjadi teladan di tengah-tengah masyarkat. Guru dan

karyawan tersebut mampu menjalankan perannya sebagai pendidik

sekaligus individu yang memiliki sikap sosial. Jadi karya pendidikan yang

diselenggarakan para suster SCMM juga memproses dengan menyediakan

tenaga kerja yang kelak memiliki pribadi yang menghormati dan

menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Partisipasi positif ini juga

terdapat pada lulusan dari sekolah yang diselenggarakan para suster

SCMM, bahwa banyak diantara mereka menjadi tenaga kerja yang disiplin

dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas di tengah-tengah

masyarakat.

Sumbangan lain yang diberikan Kongregasi SCMM yaitu berperan

dalam penyebaran agama Katolik secara tidak langsung, turut membela,

melindungi harkat dan martabat manusia. Keterlibatan tersebut demi

kepentingan yang miskin, lemah, dan menderita akibat ketidakadilan,

kekerasan, dan penindasan, merupakan wujud solidaritas Kongregasi


229

SCMM sebagaimana yang tertuang dalam visi-misinya. Solidaritas ini

bertujuan untuk menghidupkan harapan, kepercayaan mereka, dan

menampakkan belas kasih Tuhan di dunia ini. Mencintai dengan tulus hati

dan berbela rasa, memperjuangkan kehidupan sesuai dengan harkat dan

martabat manusia, rela berbagi hidup dan membangun persaudaraan

sejati dengan yang lain, mengembangkan kreativitas dan kemampuan,

berani dan tangguh menghadapi tantangan hidup, serta terbuka

menanggapi tanda-tanda jaman. Aspek-aspek tersebut bersumber pada

kasih Allah yang berbela rasa.

Kehadiran Kongregasi SCMM di Sibolga membantu orang tua dan

masyarakat menunaikan tugas mereka. Tugas tersebut yaitu

mempersiapkan kaum muda menjadi anggota masyarakat yang

bertanggung jawab terhadap dirinya, sesama dan bangsanya. Dengan

demikian anak-anak diharapkan kelak menjadi masyarakat yang

berpartisipasi positif dalam memajukan kehidupan masyarakat. Dapat

membantu orang memperoleh perkembangan pribadi yang utuh, dewasa,

integral dalam semua aspek pribadinya. Melalui pendidikan tersebut

masyarakat juga dibantu untuk hidup sebagai manusia yang berbudaya,

yang tahu akan tata adab, serta mampu membuat pertimbangan-

pertimbangan etis dengan tahu menempatkan diri dan bersikap yang tepat

dalam situasi tertentu.

3. Sumbangan Pendidikan Bagi Kehidupan Ekonomi Masyarakat.


230

Pembangunan nasional suatu terletak pada peningkatan

kemampuan masyarakatnya. Salah satu faktor pendukung pembangunan

adalah peningkatan pendidikan masyarakatnya. Hal ini juga berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut. Semakin tinggi

pendidikan masyarakat maka ekonomi masyarakat tersebut akan

mengalami perubahan kearah pertumbuhan yang positif.

Pendidikan merupakan penyiapan tenaga kerja artinya bahwa

pendidikan diselenggarakan untuk meningkatkan keterampilan dan

pengatahuan untuk bekerja. Dengan kata lain, pendidikan menyiapkan

tenaga-tenagayang siap bekerja. Pendidikan juga merupakan investasi

seseorang yang kemudian meningkatkan pendapatannya. Jadi pendidikan

memberi kontribusi yang besar bagi peningkatan perekonomian

masyarakat.

Tujuan awal masuknya Kongregasi SCMM ke Sibolga

menyelamatkan dan membawa pembebasan bagi mereka yang menderita,

tertindas dan mempersiapkan masa depan generasi muda. Melalui karya

pendidikan yang diselenggarakan Kongregasi SCMM perekonomian

masyarakat mengalami perubahan. Hal ini dapat diamati dari para alumni

sekolah tersebut rata-rata diantara mereka memiliki kehidupan ekonomi

yang lebih baik dari sebelumnya.

4. Analisis

Bagian ini berisi analisis dari pembahasan permasalahan yang ketiga

yaitu Sumbangan Karya Pendidikan kongregasi Suster-Suster bagi


231

Masyarakat Sibolga. Pendidikan yang diselenggarakan Kongregasi SCMM

memberi sumbangan tersendiri bagi masyarakat Sibolga. Sumbangan

tersebut yaitu anak-anak dididik untuk memiliki nilai-nilai kemanusiaan

dan nilai akademik yang memiliki peranan penting untuk perkembangan

masa depan mereka. Nilai-nilai ini merupakan keunggulan tersendiri bagi

sekolah yang diselenggarakan Kongregasi SCMM bila dibandingkan

dengan sekolah lain. Anak-anak yang dididik para suster SCMM terlebih

dahulu dihantar kepada pengenalan dan pendalaman akan imannya. Para

suster bersama tenaga pendidik lainnya berusaha membimbing para murid

untuk menjadi manusia yang beriman dan berpengharapan.

Kongregasi SCMM dalam mengembangkan karya kerasulannya lebih

mengutamakan belaskasih. Nilai ini juga ditanamkan bagi para anak

dididik yang berada di sekolah yang diselenggarakan Kongregasi SCMM.

Anak-anak dididik untuk memiliki belaskasih terhadap sesamanya serta

dunia sekitarnya, nilai kejujuran dan keadilan. Hal ini sangat penting

dengan melihat perkembangan zaman sekarang lebih mengandalkan

teknologi dan dapat mengarahkan anak-anak lebih mementingkan diri

sendiri. Diharapkan dengan pendidikan nilai-nilai kemanusiaan ini, kaum

muda dapat berkembang menjadi pribadi yang dewasa baik rohani maupun

jasmani.

Selain pendidikan nilai sekolah yang diselenggarakan Kongregasi

SCMM, juga mengembangkan nilai-nilai akademik para anak didik.

Pendidikan akademik ini, diharapkan membekali para murid untuk


232

memiliki ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu bekal untuk meraih

cita-cita mereka. Nilai akademik yang diperoleh para murid sangat

memuaskan sekolah dan orang tua mereka. Nilai akademik siswa tersebut

disampaikan kepada orang tua melalui rapor setiap akhir semester. Hal ini

juga dapat dilihat dari alummi dari sekolah tersebut, banyak diantara

mereka yang berhasil dalam dunia pekerjaan dan menjadi teladan bagi

masyarakat sekitarnya. Banyak prestasi yang diperoleh oleh anak didik

yang menjadi keunggulan sekolah tersebut. Prestasi tersebut diperoleh

berkat adanya kerja sama antara Kongregasi SCMM, para pendidik,

pemerintah dan masyarakat.

Sumbangan tersebut juga dirasakan oleh tenaga pendidik dan

karyawan yang berada di Yayasan Santa Maria Berbelaskasih dan

Kongregasi SCMM. Mereka juga dibekali dengan pembinaan nilai-nilai

humanistik lewat kursus, retret dan lain-lain. Adanya karya kerasulan

Kongregasi SCMM dapat memperbaiki kehidupan ekonomi para,

karyawan dan masyarakat. Kehadiran Kongregasi SCMM bagi masyarakat

sangat berarti terutama dalam pembinaan iman Katolik dan membantu

masyarakat untuk mendidik anak-anak mereka. Para suster SCMM

berusaha untuk menjaga kepercayaan masyarakat tersebut, dan berusaha

memberikan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan zaman.

Semua uraian di atas sekaligus menjadi bahan refleksi bagi penulis

sebagai seorang pendidik. Bertolak dari situ, di sini hendak dikemukakan

bahwa nilai-nilai pendidikan yang telah dikembangkan Kongregasi dan


233

para tenaga pendidik lainnya menjadi pedoman bagi penulis dalam upaya

mengembangkan dan menanamkan nilai-nilai itu pada anak didik di masa

yang akan datang. Sebagai pendidik sekaligus misionaris yang berkarya di

bidang pendidikan, penulis memiliki rasa rasa tanggung jawab untuk

membentuk dan mendidik anak-anak menjadi manusia yang berguna dan

bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian yang berjudul “Perkembangan Karya Pendidikan Kongregasi

Suster-suster Cinta Kasih dari Maria Bunda yang Berbelaskasih (SCMM) di

Sibolga Tahun 1930-2005” memaparkan tiga permasalahan pokok.

Permasalahan tersebut yaitu: 1) sejarah awal berdirinya kongregasi Suster-

Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda Berbelaskasih di Sibolga, 2).

perkembangan karya pendidikan Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih di Sibolga tahun 1930-2005, dan 3) sumbangan karya

pendidikan Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih dari Maria Bunda

Berbelaskasih bagi masyarakat di Sibolga. Permasalahan-permasalah itu telah

dibahas dalam bab-bab terdahulu.

Dari keseluruhan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai

berilkut.

1. Situasi masyarakat yang penuh dengan penderitaan mendorong setiap orang

yang memiliki hati untuk memberikan perhatian dalam membebaskan

rakyat dari penderitaan tersebut. Hal inilah yang dilakukan Mgr. Joannes

Zwijsen pada awal mendirikan kongregasi Suster-Suster Belaskasihan dari

Maria Bunda Berbelaskasih di Belanda. Tujuan awal didirikannya karya

amal ini ialah untuk membantu anak-anak di parokinya dapat menulis,

membaca (bagi anak putra maupun puteri), dan merajut (bagi anak putri).

234
235

Dalam perjalanan waktu, kongregasi SCMM berkembang hingga ke Asia,

yaitu Filipina dan Indonesia. Pada masa panjajahan Kongregasi SCMM

masuk pertama kali ke Sibolga pada tahun 1930 atas undangan Pastor

Timmermans, OFMCap sebagai pastor pertama di Sibolga. Masuknya

kongregasi SCMM di Sibologa bertujuan untuk membantu

mengembangkan misi Katolik. Pastor Timmermans, OFM Cap

membutuhkan tenaga para suster untuk mendampingi anak-anak, terutama

sekali anak-anak yang miskin, supaya mereka dapat belajar. Tujuan lebih

jauh ialah untuk membantu pembinaan iman katolik di Sibolga. Sibolga

merupakan daerah yang strategis sebagai tempat perdagangan.Belanda,

Sibolga dijadikan tempat persinggahan dan pertukaran barang-barang, baik

di pedalaman maupun yang di luar Sibolga. Aktivitas perdagangan ini

mengakibatkan Sibolga menjadi sebuah pemukiman yang ditempati

berbagai suku. Sistuasi masyarakat di Sibolga terutama pribumi yang

kurang mendapat perhatian dalam pendidikan anak-anak mereka,

mendorong Pastor Timmermans OFMCap berkarya di Sibolga. Para suster

SCMM di Indonesia menjalankan karya kerasulannya sesuai dengan visi-

misinya dengan cinta yang penuh belaskasihan dan mengutamakan orang-

orang miskin, menderita serta yang membutuhkan pertolongan. Karya-

karya kerasulan SCMM yaitu bidang pendidikan, bidang sosial, dan bidang

kesehatan. Karya yang lebih menonjol yang didirikan adalah karya

pendidikan. Bagi para suster SCMM, pendidikan yang baik diberikan bagi

kaum muda akan membawa bangsa kepada kemakmuran.


236

2. Perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga

a. Perkembangan karya pendidikan kongregasi SCMM pada periode 1930

sampai 1945 dapat dilihat jelas pada inisiatif para suster SCMM dalam

mendirikan Taman Kanak-Kanak, HCS (Holand Chinese School),

asrama putera dan puteri, dan SR baik untuk anak pribumi maupun

untuk anak Eropa.

b. Perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada periode 1942

sampai 1945 mengalami disorientasi atau kegongancangan. Hal itu

terjadi ketika Jepang memaksa karya pendidikan para suster SCMM

untuk diserahkan kepada Jepang, atau bahkan karya pendidikan yang

ditangani para suster tersebut ditutup. Setelah Jepang kalah dan

meninggalkan Sibolga, karya pendidikan tersebut baru bisa dibuka

kembali.

c. Perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada periode 1946

sampai tahun 2005 boleh dikatakan mengalami peningkatan dalam

berbagai aspeknya. Sekolah Dasar yang dikelola kongregasi SCMM

mengalami perkembangan yang sungguh pesat. Hal ini tampak dari

bertambahnya jumlah gedung sekolah yang dididirikan. Pada awalnya,

sekolah dasar dibuka hanya dengan 1 gedung. Dalam

perkembangannya, baik jumlah gedung maupun jumlah siswa kian

tahun kian bertambah. Sampai tahun 2005 terdapat (5 gedung sekolah

dasar, 4 gedung sekolah dasar) dengan jumlah murid rata-rata 35-40

orang dalam satu ruangan kelas, 1 gedung sekolah dasar yang memiliki
237

kelas paralel, dengan jumlah murid rata-rata 40-45 orang. Taman

Kanak-Kanak yang dikelola para suster SCMM setiap tahun mengalami

pertambahan jumlah siswa walaupun relatif sedikit. Perkembangan

sekolah dasar berpengaruh pada sekolah menengah pertama sehingga

Kongregasi SCMM mendirikan 2 gedung yang diberi nama SMP

Fatima 1 dan Fatima 2. Kongregasi SCMM juga mendidirikan 1 gedung

untuk siswa usia SMA. Perkembangan karya pendidikan ini semakin

nampak peningkatannya dengan didirikannya Perguruan Tinggi yang

dikelola para suster SCMM.

Jadi, karya pendidikan Kongregasi SCMM periode 1930 sampai dengan

2005 dapat dilihat dari adanya pertambahan jumlah siswa, tenaga

pendidik, dan karyawan yang berkarya di lembaga pendidikan

Kongregasi SCMM. Perkembangan tersebut juga ditinjau dari jumlah

gedung sekolah yang dibangun serta sarana dan prasarana yang

disediakan. Perkembangan tersebut juga dilihat dari segi kualitas para

suster SCMM, tenaga pendidik dan karyawan dengan memberi

kesempatan untuk mengembangkan ilmu yang telah di dapat melalui

program lokakarya, seminar dan studi lanjut ke jenjang S-1 dan S-2.

Kualitas tersebut juga ditingkatkan bagi pembelajaran para siswa

melalui peningkatan dan penyediaan sarana-prasara di setiap sekolah

yang diselenggarakan Kongregasi SCMM.

3. Kehadiran karya kerasulan terutama karya pendidikan yang

diselenggarakan Kongregasi SCMM di Sibolga memberi hasil yang positif


238

dan bermanfaat bagi siswa, guru dan karyawan yang berkarya di Yayasan

Santa Maria Berbelaskasihan serta masyarakat. Hal ini menjadi sumbangan

besar Kongregasi SCMM bagi Gereja dan masyarakat. Sumbangan tersebut

antara lain pembinaan iman, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-

nilai akademik siswa serta perbaikan ekonomi bagi guru, karyawan di

Yayasan Santa Maria Berbelaskasihan. Bagi masyarakat penyelenggaraan

karya kerasulan secara khusus karya pendidikan tersebut membantu

masyarakat terutama orang tua sebagai pendidik utama dalam mendidik

anak-anak mereka, sehingga kelak menjadi anak-anak yang memiliki

kecerdasan intelektual, emosional, motorik dan spritualitas.

B. Refleksi

Kehadiran Kongregasi SCMM di Sibolga merupakan undangan seorang

imam Kapusin setelah beliau melihat penderitaan masyarakat Sibolga, terutama

mereka yang miskin. Masyarakat golongan rendah pada masa kolonial Belanda

diperlakukan tidak adil, terutama dalam hal menimba ilmu pengetahuan.

Situasi sosial yang kurang adil ini akhirnya mendorong Kongregasi SCMM

membuka karya pendidikannya. Perkembangan pendidikan tersebut

berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kemajuan zaman

yang menuntut kaum muda memiliki keahlian tertentu untuk mendukung

dirinya agar dapat diterima di dunia pekerjaan.

Karya pendidikan yang diselenggarakan Kongregasi SCMM sejak awal

mengalami perkembangan, walaupun perkembangan tersebut terhenti pada saat


239

pemerintahan Jepang menguasai Indonesia. Setelah Indonesia merdeka karya

pendidikan tersebut kembali beroperasi dan memberi hasil yang positif.

Perkembangan yang positif ini mendorong Kongregasi SCMM untuk semakin

mempersiapkan sumber daya para suster SCMM. Hal ini sangat penting,

karena para suster SCMM memiliki peranan yang penting sebagai

penanggungjawab besar terhadap jalannya aktivitas karya pendidikan tersebut.

Para suster SCMM dan Yayasan berusaha memberikan yang terbaik sesuai

dengan tujuan, visi-misi dan harapan pendiri kongregasi SCMM.

Para suster SCMM provinsi Indonesia pantas bersyukur kepada Allah

sang penyelenggara hidup manusia atas pendampinganNya dalam membangun

kongregasi hingga memiliki karya yang mengalami perkembangan setiap

tahun, dan tetap mempertahankan keberhasilan dari karya-karya kerasulannya

yang diawali oleh para suster pionir SCMM dari Belanda dengan berbagai suka

dan duka yang dialami mereka. Tuntutan zaman setiap tahun berubah-ubah,

suatu tantangan besar bagi Kongregasi SCMM untuk mengembangkan karya-

karyanya terutama karya pendidikan untuk selanjutnya. Percaya kepada Allah,

saling bekerjasama dan mendukung dengan berbagai pihak, maka keberhasilan

tersebut akan semakin menunjukkan kualitasnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2009). Asimilasi Cina Melayu di Bangka. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Agnes Syukur dan Yustina. (2005). 120 Tahun Tarekat SCMM di Bumi Nusantara
Indonesia 12 Juli 1885-2005, Yogjakarta: Andi Offset.

Anidal Hasjir, dkk. (1984). Kamus Istilah sosiologi, Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Abu Ahmadi. (1975). Sejarah Pendidikan. Semarang : Toha Putra

Bangun Payung, dkk. (1978). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera


Utara. Jakarta: Depdikbud.

Beding, Marcel. (1984). Dives In Misericordia. Flores: Nusa Indah.

Blommestijn, Hein dan John Huls. (1995). Segala Sesuatu Hanya Berdasarkan
Cinta. Tilburg: Titus Brandsma Instituut.

Brouwers, Jan. (2000). Setelah Tiga Anggota Pertama Sejarah Diteruskan.


s-Hertogenbosch: ___

Dadang Suhardan,dkk.(2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Dadang Suparman. (2008). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan


Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Darminta. J. (2006). Praksis Pendidikan Nilai, Yogyakarta : Kanisius

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2000). Kamus Besar Bahasa


Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. (2003). Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dewan Pimpinan Umum. (1989). Konstitusi SCMM, s’-Hertogenbosch: ___

Driyarkara. (1980). Tentang Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Drost, J. (1999). Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan. Jakarta : PT


Gramedia Widiasarana Indonesia..

Dudung Abdurahman. (2007). Metodologi Penelitian Sejarah : Yogyakarta,


Ar-Russ Media.

240
241

Gottschalk, Louis. (1985). Understanding History a Primer of Historical Method


Indeks. Diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto dengan judul Mengerti
Sejarah. Jakarta : Universitas Indonesia.

Harahap, Basyral dan Siahaan, Hotman. (1987). Orientasi Nilai-Nilai Batak Toba.
Jakarta : Sanggar Willem Iskander.

Hardowiryono.(1995). Dokumen Sidang Federasi Konferensi-Konferensi Para


Uskup Asia 1970-1991, Jakarta: KWI.

Harrie van Greene. (1993). Dalam Gerakan Belaskasih. Tilburg : ___

Helius Sjamsuddin. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Ombak.

Hill, F. Winfred. (2009). Teori-teori Pembelajaran, Bandung: Nusa Media.

Heuken Adolf. (1992). Esiklopedi Gereja Jilid IV Ph-To. Jakarta: Cipta Loka
Caraka.

Heuken Adolf. (1992). Esiklopedi Gereja Jilid II H-Konp, Jakarta: Cipta Loka
Caraka.

Joannes Zwijzen. (1998). Belaskasih Panggilan Hidup (terjemahanJan Koppens).


Tilburg: Valkof Press.

Jongens-Weeshuis. Jaka, dkk. (2006). Perjuangan Laskar Laut Sibolga dalam


Mempertahankan Kemerdekaan RI, Medan: USU Press.

________. (2010). Gereja Mandiri Solider dan Membebaskan. Sibolga:


Keuskupan Sibolga.

Karl-Heinz Peschke. (2003). Etika Kristiani Jilid III Kewajban Moral Dalam
Hidup pribadi. Maumere: Ledalero.

Lierop, Pieter van. (1995). Joannes Zwijsen Uskup dan Pendiri Kongregasi,
Manado: Yafa

Lierop, Pieter van. (1995). Spiritualitas Mgr Zwijsen. Manado: Yafa.

Maria, Johannes. (2001). Asal Usul Masyarakat Nias Suatu Interpretasi.


Gunungsitoli : Yayasan Pustaka Nias.

Miriam Budiharjo. (2004). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Molengraft, van de Alix. (2003). Tiga Wanita Saleh Yang Memula. Yogjakarta:
Andi Offset

Nouwen, Henry J.M. (1986). Pelayanan Yang Kreatif. Yogjakarta: Kanisius


242

Pip Jones. (2009). Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Obor.

Riberu, J. (1989). Tongkak Sejarah Pedoman Arah: Dokumen Konsili Vatikan II,
Jakarta: Obor.

Rita Eka, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik, Yogyakarta: UNY Press.

Rosalina Kusnoharjono.(1985). Sejarah Satu Abad Kongregasi Suster-Suster


Cinta kasih Dari Maria Bunda Berbelaskasih. Padang :___

Rosalina Kusnoharjono.(1997). Butir Emas. Yogyakarta : Andi Offset

Rosalina Kusnoharjono.(1995). Napak Tilas 110 Tahun SCMM di Indonesia


1885-1995. Yogyakarta: Andi Offset.

Rosalina Kusnoharjono.(1995). Napak Tilas 115 Tahun SCMM di Indonesia


1885-2000. Yogyakarta: Andi Offset

Salkind. (2009). Teori Perkembangan manusia Sejarah Kemunculan, Konsesip


Dasar , Analisis Komparatif, dan Aplikasi. Bandung: Nusamedia..

Sartono Kartodirdjo. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sartono Kartodirdjo, dkk. (1977). Sejarah Nasional Indnesia Jilid VI. Jakarta:
Depdikbud dan Balai Pustaka.

Sisters SCMM and Brother CMM. (2005). Journey Through History, Tilburg:___

Soekanto. ____. Kamus Sosiologi Edisi Baru, Jakarta: Rajawali.

Streenbrink Karel. (2006). Orang-Orang Katolik Di Indonesia 1808-


1942.Maumere: Ledalero.

Suhartono W. Pranoto. (2010) Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ghaha


Ilmu

Sumarsono Moeotiko. (1986). Pendidikan Di Indonesia Dari Jaman Ke Jaman.


Jakarta : Balai Pustaka

Sutrisna, Albertus. (1994). Mencari Arah Masa Depan Pengembangan Karya


Pendidikan Katolik Indonesia.Jakarta: Caritas Indonesia – LPPS – KWI

Van Der Veen dan Verhoeven. (2005). Namun Tetap Berbeda Suster-Suster Cinta
Kasih dari Maria Bunda yang Berbelaskasih 1960-2000. Postbus :
Verloren.
243

Vembriarto dkk.(1994). Kamus Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana


Indonesia.

Vriens, G. S. J. (1972). Sejarah Katolik Indonesia. Flores: Arnoldus.

Wina, Sanjaya. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Zwijsen Joannes. ____. Langkah-Langkah kebijaksanaan Warisan MGR. Joannes


Zwijsen. Yogjakarta : Andi Offset.

Zwijzen Joannes. (2000). Pembicaraan-Pembicaraan Akrab. Tilburg: R.K.


Jongens-Weeshuis.

ARSIP/DOKUMEN

Yayasan Santa Maria Berbelaskasihan.1950-2005. Laporan Tahunan. Sibolga:___

Keuskupan Sibolga. 1995-1998. Laporan Tahunan . Sibolga:___

SCMM. 1942-1945. Kronik. Sibolga:___

Kongregasi SCMM. 1885-1930. Arsip SCMM di Indonesia. Padang:___

SUMBER INTERNET

Djudju.____. Pendidikan formal dalam http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.53-


58 didownload tanggal 2 Februari 2010.

Ramlan. 2008. Konsep perkembangan dalam http://denirokhyadi.wordpress.com/-


2008/04/18/konsep-dasar manifestasididownload tanggal 25 januari 2010.
LAMPIRAN
  244

Lampiran 1

DAFTAR NAMA RESPONDEN

1. Nama : Sr. Rosalina Kusnoharjono, SCMM


Tanggal Lahir : Bangkalan, 7 Agustus 1942
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kaul Kekal
Profesi : Pensiun Guru, Pernah menjabat sebagai
Dewan Pimpinan Privinsi Indonesia.
Alamat Tempat Tinggal : Komunitas St. Leo, Padang
Hasil Korespondensi : 21 November 2009

2. Nama : Sr. Patrisia Sitanggang, SCMM


Tanggal Lahir : Tanjung Balai, 15 Juli 1975
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kaul Kekal
Profesi : Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak
(TKK) Maria Mutiara
Alamat Tempat Tinggal : Komunitas Hati Kudus, Sibolga
Hasil Korespondensi Tgl : 6 Januari 2010

3. Nama : Sr. Roberta Simarmata, SCMM


Tanggal Lahir : Samosir, 13 Januari 1952
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kaul Kekal
Profesi : Bidang di Poliklinik St. Melania
Alamat Tempat Tinggal : Komunitas St. Melania, Sarudik
Hasil Korespondensi Tgl : 12 Januari 2010

4. Nama : Sr. Margaretha Gultom, SCMM


Tanggal Lahir : Janjimatogu, 10 Maret 1953
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kaul Kekal
Profesi : Dewan Pimpinan Provinsi Indonesia.
Alamat Tempat Tinggal : Komunitas St. Mikael, Medan
Hasil Korespondensi Tgl : 13 Januari 2010
  245

5. Nama : Sr. Martha Chandra, SCMM


Tanggal Lahir : Padang, 12 Mei 1944
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kaul Kekal
Profesi : Pensiun Guru, pernah menjadi pemimpin
Novis.
Alamat Tempat Tinggal : Komunitas St. Sesilia, Yogyakarta
Hasil Korespondensi tgl : 6 April 2010

6. Nama : Sr. Matea Wijaya, SCMM


Tanggal Lahir : Sukabumi, 26 Februari 1938
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kaul Kekal
Profesi : Pensiun Guru
Alamat Tempat Tinggal : Komunitas St. Petrus, Sumba
Hasil Korespondensi tgl : 20 April 2010

7. Nama : Ibu Maria Oei


Tanggal Lahir : Sibolga 28 Juli 1955
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Ibu Rumah Tangga
Profesi : Guru SD Roma Katolik 2
Alamat Tempat Tinggal : Jln.Sisingamangaraja No.40 Belakang, Sibolga
Hasil Korespondensi Tgl : 6 Januari 2010

8. Nama : Ibu Nelli Mariani Nainggolan


Tanggal Lahir : Medan, 12 Desember 1966
Jenis Kelamin : Pertempuan
Status : Ibu Rumah Tangga
Profesi :-
Alamat Tempat Tinggal : Jln. Horas No. 55, Sibolga
Hasil Korespondensi Tgl : 7 Januari 2010

9. Nama : Ibu Liliana


Tanggal Lahir : Padang, 13 November 1956
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Ibu Rumah Tangga
Profesi :-
Alamat Tempat Tinggal : Jln. Katamso No.24, Sibolga.
Hasil Korespondensi tgl : 10 Januari 2010
  246

10. Nama : Bapak Nelson Sitohang


Tanggal lahir : Hutari, 1 Oktober 1955
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Kepala Rumah Tangga
Profesi : Kepala Sekolah SD Roma Katolik (RK) 1
Alamat Tempat Tinggal : Jln. Merbau No.3, Sibolga
Hasil Korespondensi Tgl : 8 Januari 2010
LAMPIRAN
PETA
 

 
  247

Lampiran 2

Sumber: ATLAS DUNIA 

Gambar 1 : Peta Negara Indonesia


  248

Lampiran 3

Daerah Karya Pendidikan 
Kongregasi SCMM 

Sumber:http://www.google.co.id/images?hl=id&q=peta%20wilayah%20sumatera
%20utara&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi&biw=1440&bih=736.
Gambar 2 : Peta Sumatera Utara dan Letak Geografis Sibolga.

 
  249

Lampiran 4

Sumber: Arsip Skretariat Kongregasi SCMM Provinsi Indonesia.

Gambar 3: Maria Bunda Berbelaskasih Pelindung Kongregasi SCMM

 
  250

Lampiran 5

Sumber: Arsip Skretariat Kongregasi SCMM Provinsi Indonesia.

Gambar 4 : Lambang Kongregasi Suster-Suster Cinta Kasih Dari Maria Bunda


Berbelaskasih.
LAMPIRAN
FOTO
 

 
  251

Lampiran 6

Sumber: Arsip Skretariat Kongregasi SCMM Provinsi Indonesia.

Foto 1. Mgr. Joannes Zwijsen Pendiri Kongregasi SCMM


  252

Lampiran 7

Suster Marie Michael Leysen Pemimpin Pertama Kongregasi SCMM

Sumber: Arsip Skretariat Kongregasi SCMM Provinsi Indonesia.

Foto 2. Suster Marie Michael Leysen Pemimpin Pertama Kongregasi SCMM


  253

Lampiran 8

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 


Foto 3. Gedung Taman Kanak-Kanak Maria Mutiara.

Sumber: Koleksi Sekolah TKK St. Maria Mutiara, Sibolga.


Foto 4. Salah Satu Keterampilan Murid-Murid Sekolah TKK St. Maria Mutiara,
Sibolga.
  254

Lampiran 9

Sumber: Koleksi Sekolah TKK St. Maria Mutiara, Sibolga.


Foto 5. Salah Satu Keterampilan Murid-Murid Sekolah TKK St. Maria Mutiara,
Sibolga.

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 6. Gedung Taman Kanak-Kanak St. Melania.
  255

Lampiran 10

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 7. Gedung Sekolah Dasar RK NO. 1

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 

Foto 8. Gedung Sekolah Dasar RK NO. 2 


  256

Lampiran 11

Sumber: Arsip SD RK No.3&4.

Foto 9. Gedung SD RK No.3&4.

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 10. Gedung Sekolah Dasar St. Melania.
  257

Lampiran 12

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 

Foto 11. Murid Kelas 2 SD RK No.1 sedang Mengikuti Proses Belajar Mengajar.

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 


Foto 12. Sr. Hubertine, SCMM sedang Mengajar di Kelas 2 SD RK No.2
  258

Lampiran 13

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 13. Murid SD RK No 1,2 yang Mempergunakan Waktu Istirahat Mereka
dengan Berbagai Kegiatan.
 

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 14. Ibu Maria Oei sedang Mengajar Kelas 1 SD No. 2
  259

Lampiran 14

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 

Foto 15. Murid SD St. Melania sedang Kebersihan di Lingkungan Sekolahnya.

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 

Foto 16. Guru-guru SD RK No. 2 sedang Mempersiapkan Materi yang akan


Disampaikan.
  260

Lampiran 15

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 17. Laboratorium Komputer SD RK No. 1,2, 3 dan 4 
 

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 


Foto 18. Gedung Sekolah Menengah Pertama Fatima 1.
  261

Lampiran 16

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 19. Gedung Sekolah Menengah Pertama Fatima 2.
 

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 20. Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama Fatima 1.
  262

Lampiran 17

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 21. Siswa SMP Fatima 1 sedang Mempergunakan Perpustakaan.

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 22. Lingkungan SD St. Melania dan Siswa SMP Fatima 2, Sibolga.
  263

Lampiran 18

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 23. Gedung Sekolah Menengah Atas Katolik Sibolga
 

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 24. Siswa kelas 3 IPA 1 SMA Katolik sedang Belajar Bahasa Inggris di
Laboratorium Bahasa.
  264

Lampiran 19

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 25. Siswa kelas 3 IPA 1 SMA Katolik sedang Belajar Bahasa Inggris Di
Laboratorium Bahasa.

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 26. Siswa Kelas 3 IPA 1 SMA Katolik sedang di Laboratorium Komputer.
  265

Lampiran 20

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 27. Siswa Kelas 3 IPA 2 SMA Katolik Sedang di Laboratorium Komputer.

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 28. Siswa Kelas 3 IPA 1 SMA Katolik Sedang di Laboratorium Komputer.
  266

Lampiran 21

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 


Foto 29. Ibu R. Nabaho Pengelola Perputakaan SMA Katolik Sibolga. 
 

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 30. Gedung Sekolah Tinggi Geguruan dan Ilmu Pengetahuan.
  267

Lampiran 22

 
Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 
Foto 31. Salah Satu Karya sosial yang Diselenggarakan Kongregasi SCMM yaitu
Penipan Anak Bayi.
 

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis. 

Foto 32. Anak-Anak Dipenitipan Bayi yang Diselenggarakan Kongregasi SCMM


sedang Bermain Berhitung.
  268

Lampiran 23

Sumber: Koleksi pribadi penulis

Foto 33. Mahasiswa PGSD STKIP Sibolga sedang Mengikuti Perkuliahan.

Sumber: Koleksi pribadi penulis

Foto 34. Para Tenaga Pendidik yang Bernaung di Yayasan Santa Maria
Berbelaskasih.
LAMPIRAN
SILABUS DAN RPP
269

SILABUS DAN SISTEM PENILAIAN


Mata Pelajaran : SEJARAH
Satuan Pendidikan : SMA Santa Maria Sibolga
Kelas : XI IPS
Semester :2
Tahun Pelajaran : 2010/2011

Standar Kompetensi : Menganalisis perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga tahun 1930-2005.

Kompetensi INDIKATOR Kegiatan Belajar Materi Pokok dan Penilaian Alokasi Sumber/ Bahan/ Alat
Dasar Mengajar Uraian Materi Pokok Jenis Bentuk Contoh Waktu
Tagihan Instrumen Instrumen
1. Menganalisis Perkembangan karya a. Tugas • Laporan Terlampir 4 x 45 1) Agnes Syukur dan
sejarah awal • Menjelaskan • Melalui kajian pustaka, pendidikan Kongregasi kelompok tertulis Menit Yustina. 2005. 120
berdirinya sejarah awal diskusi kelompok, dan SCMM di Sibolga pada b. Tugas (Essay) Tahun Tarekat
Kongregasi berdirinya presentasi siswa dapat tahun 1930-2005. individu • Laporan SCMM di Bumi
SCMM di Kongregasi menganalisis sejarah awal c. Presentasi hasil
Nusantara Indonesia
Sibolga, SCMM di Sibolga berdirinya Kongregasi Uraian Materi : d. Ulangan diskusi
perkembangan harian
12 Juli 1885-2005,
SCMM di Sibolga
karya • Sejarah awal e. UTS dan Yogjakarta:Andi
pendidikan di • Mendeskripsikan • Melalui kajian berdirinya Kongregasi UAS Offset.
Sibolga dan perkembangan pustaka, diskusi SCMM di Sibolga f. Fortopolio 2) Blommestijn, Hein
sumbangan karya pendidikan kelompok dan presentasi, dan John Huls. 1995.
karya Kongregasi SCMM siswa dapat menganalisis • Perkembangan karya Segala Sesuatu
pendidikan di Sibolga pada perkembangan karya pendidikan Kongregasi Hanya Berdasarkan
Kongregasi tahun 1930-2005. pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga pada Cinta. Tilburg: Titus
270

SCMM bagi SCMM di Sibolga pada tahun 1930-2005 Brandsma Instituut.


masyarakat tahun 1930-2005. 3) Brouwers, Jan. 2000.
Sibolga. Setelah Tiga
• Mendeskripsikan • Melalui kajian Anggota Pertama
sumbangan karya pustaka, diskusi kelompok Sejarah Diteruskan.
pendidikan bagi dan presentasi, siswa dapat
s-Hertogenbosch:
masyarakat menganalisis sumbangan • Sumbangan karya
Sibolga. karya pendidikan bagi pendidikan bagi
4) Driyarkara.1980.
masyarakat Sibolga. masyarakat Sibolga. Tentang Pendidikan.
Yogyakarta:Kanisius
• Merefleksikan nilai-nilai 5) Jongens-Weeshuis.
yang dapat diperoleh • Nilai-nilai universal Jaka,dkk. 2006.
dengan mempelajari perjuangan para suster Perjuangan Laskar
Perkembangan karya SCMM dalam Laut Sibolga dalam
pendidikan Kongregasi mengembangkan karya Mempertahankan
SCMM di Sibolga tahun pendidikan di Sibolga. Kemerdekaan RI,
1930-2005. Medan: USU
6) Lierop, Pieter van.
1995. Joannes
Zwijsen Uskup dan
Pendiri Kongregasi,
Manado: Yafa
7) Molengraft, van de
Alix. 2003. Tiga
Wanita Saleh Yang
Memula. Yogjakarta:
Andi Offset
271

8) Arsip/Dokumen
Kongregasi SCMM
tahun 1930-2005.

b.Alat :
• White board
• Internet
• Foto tenaga pendidik,
anak-anak dan bangunan
karya pendidikan
kongregasi SCMM.

Mengetahui Yogyakarta, 03 November 2010


Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

(Drs. Sutarjo Adisusilo J.R.,S.Th., M.Pd) (Merdilince Sitorus)


272

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA


Mata Pelajaran : Sejarah
Kelas / Semester : XI / II IPS
Pertemuan : 1 dan 2
Waktu : 4 x 45 menit (2x pertemuan)

I. Standar Kompetensi
Menganalisis perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga
tahun 1930-2005.

II. Kompetensi Dasar


Menganalisis sejarah awal berdirinya Kongregasi SCMM di Sibolga,
perkembangan karya pendidikan di Sibolga dan sumbangan karya pendidikan
Kongregasi SCMM bagi masyarakat Sibolga.

III. Indikator Pencapaian


a. Hasil
- Siswa mampu menjelaskan sejarah awal berdirinya Kongregasi
SCMM di Sibolga.
- Siswa mampu menganalisis perkembangan karya pendidikan
kongregasi SCMM di sibolga tahun 1930-2005.
- Siswa mampu mendeskripsikan sumbangan karya pendidikan
Kongregasi SCMM bagi masyarakat Sibolga.

b. Proses
- Siswa mampu menjelaskan sejarah awal berdirinya Kongregasi
SCMM di Sibolga.
- Siswa mampu menganalisis perkembangan karya pendidikan
kongregasi SCMM di sibolga tahun 1930-2005.
273

- Siswa mampu menjelaskan sumbangan karya pendidikan Kongregasi


SCMM bagi anak-anak yang disekolahkan di sekolah yang
diselenggarakan Kongregasi SCMM dan juga bagi masyarakat.
- Siswa mampu menjelaskan sumbangan karya pendidikan Kongregasi
SCMM bagi tenaga pendidik dan karyawan yang bekerja di Yayasan
Santa Maria Berbelaskasih.

c. Sikap
- Siswa mampu meneladani sifat dan tindakan para suster SCMM yang
melayani dengan penuh belaskasih dan semangat kesederhanaan.
- Siswa mampu bekerjasama yang baik dalam kelompok
- Siswa memiliki sikap mandiri dalam belajar.

IV. Materi Ajar


Perkembangan karya pendidikan Kongregasi Suster-suster cintakasih dari
Maria Bunda yang berbelaskasih di Sibolga tahun 1930-2005.

V. Metode
Cooperative Teaching Learning (CTL) dengan teknik diskusi kelompok

VI. Langkah-Langkah Pembelajaran


Pertemuan I
a. Pendahuluan
Apersepsi : Guru memberikan apersepsi tentang pendidikan melalui
beberapa pertanyaan singkat.
Motivasi : Siswa dapat memahami perkembangan karya pendidikan
Kongregasi Suster-suster cintakasih dari Maria Bunda yang berbelaskasih
di Sibolga tahun 1930-2005.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
274

b. Kegiatan Inti
ƒ Guru
- Guru menjelaskan sejarah awal berdirinya Kongregasi SCMM di
Sibolga.
- Guru membagi siswa dalam 5 kelompok yang masing-masing
kelompok terdiri dari 6 orang siswa dan salah satu diantaranya menjadi
ketua kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk berdiskusi
membahas permasalahan yang berbeda dalam waktu 25 menit dan
membuat laporan tertulis untuk dipresentasikan.
- Pembagian tugas diskusi kelompok adalah
• Kelompok 1 membahas dan membuat laporan tertulis mengenai
demografi dan mata pencaharian masyarakat Sibolga.
• Kelompok 2 membahas dan membuat laporan tertulis tentang
pendidikan masyarakat Sibolga.
• Kelompok 3 membahas dan membuat laporan tertulis tentang
sejarah awal berdirinya Kongregasi SCMM di Belanda.
• Kelompok 4 membahas dan membuat laporan tertulis tentang awal
Kongregasi SCMM di Indonesia.
• Kelompok 5 membahas dan membuat laporan tertulis tentang awal
Kongregasi SCMM di Sibolga.
- Membimbing siswa untuk diskusi dalam kelompok
- Meminta salah satu wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas.
ƒ Siswa
- Siswa membaca buku sumber bahan belajar yang telah diberikan oleh
guru.
- Setiap siswa mencari pasangan dengan mencocokkan kartu soal yang
sama.
- Setiap siswa bergabung dalam kelompok yang anggotanya memiliki
kartu sejenis.
275

- Siswa berdiskusi dalam kelompok untuk mengerjakan sesuai dengan


pembagian tugas kelompok.
- Maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
c. Penutup
- Guru memberi kesempatan bagi siswa untuk bertanya.
- Guru menyimpulkan hasil diskusi dan materi serta memberi penguatan.
- Siswa membuat rangkuman dari kesimpulan hasil diskusi.
- Guru dan siswa melakukan refleksi.
- Masing-masing kelompok mengumpulkan laporan tertulis hasil diskusi.
- Tindak lanjut : siswa diminta untuk mempelajari materi pelajaran
selanjutnya.

Pertemuan II
a. Pendahuluan
Apersepsi : Guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi yang
sudah dibahas dan yang akan dipelajari.
Motivasi : Siswa dapat memahami perkembangan karya pendidikan
Kongregasi Suster-suster cintakasih dari Maria Bunda yang berbelaskasih
di Sibolga tahun 1930-2005.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Inti
ƒ Guru
- Guru menjelaskan perkembangan karya pendidikan Kongregasi
SCMM di Sibolga tahun 1930-2005.
- Guru membagi siswa dalam 5 kelompok yang masing-masing
kelompok terdiri dari 6 orang siswa dan salah satu diantaranya
menjadi ketua kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk
berdiskusi membahas permasalahan yang berbeda dalam waktu 25
menit dan membuat laporan tertulis untuk dipresentasikan.
276

- Pembagian tugas diskusi kelompok adalah


• Kelompok 1 membahas dan membuat laporan tertuli tentang
perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada tahun
1930-1942.
• Kelompok 2 membahas dan membuat laporan tertulis tentang
perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada tahun
1942-1945.
• Kelompok 3 membahas dan membuat laporan tertulis tentang
perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada tahun
1945-2005.
• Kelompok 4 membahas dan membuat laporan tertulis tentang
persoalan, tantangan dan kebijakan dalam mengembangkan.
• Kelompok 5 membahas dan membuat laporan tertulis tentang
sumbangan perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM
pada tahun 1945-2005.
- Membimbing siswa untuk diskusi dalam kelompok
- Meminta salah satu wakil kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas.
ƒ Siswa
- Siswa membaca buku sumber bahan belajar yang telah diberikan
oleh guru.
- Setiap siswa mencari pasangan dengan mencocokkan kartu soal yang
sama.
- Setiap siswa bergabung dalam kelompok yang anggotanya memiliki
kartu sejenis
- Siswa berdiskusi dalam kelompok untuk mengerjakan sesuai dengan
pembagian tugas kelompok.
- Maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
277

c. Penutup
- Guru memberi kesempatan bagi siswa untuk bertanya mengenai materi
yang telah dibahas.
- Guru menyimpulkan hasil diskusi dan memberi penguatan.
- Siswa membuat rangkuman dari kesimpulan hasil diskusi dan penguatan
dari siswa.
- Guru dan siswa melakukan refleksi
- Masing-masing kelompok mengumpulkan laporan tertulis hasil diskusi
- Tindak lanjut : siswa diminta untuk mempelajari materi pelajaran
selanjutnya.

VII. Alat / Bahan / Sumber Belajar


a. Alat : Buku Paket, Kartu soal, OHP, LCD, white board.
b. Bahan : LKS dan Gambar
c. Sumber Bahan
- Agnes Syukur dan Yustina. 2005. 120 Tahun Tarekat SCMM di Bumi
Nusantara Indonesia 12 Juli 1885-2005, Yogjakarta:Andi Offset.
- Blommestijn, Hein dan John Huls. 1995. Segala Sesuatu Hanya
Berdasarkan Cinta. Tilburg: Titus Brandsma Instituut.
- Driyarkara.1980. Tentang Pendidikan. Yogyakarta:Kanisius.
- Jongens-Weeshuis. Jaka,dkk. 2006. Perjuangan Laskar Laut Sibolga
dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI, Medan: USU.
- Lierop, Pieter van. 1995. Joannes Zwijsen Uskup dan Pendiri
Kongregasi, Manado: Yafa.
- Molengraft, van de Alix. 2003. Tiga Wanita Saleh Yang Memula.
Yogjakarta: Andi Offset.
- Arsip/Dokumen Kongregasi SCMM tahun 1930-2005.

VIII. Penilaian
a. Jenis Penilaian : tertulis, performance, observasi
278

Bentuk Penilaian : Tes (Soal), presentasi (OHP), portofolio (Kertas


Soal), pengamatan (Tabel Pengamatan).

CONTOH TES
1. Jelaskan sejarah awal berdirinya Kongregasi SCMM di Sibolga?
2. Jelaskan perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada
tahun 1930-1942?
3. Jelaskan perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada
tahun 1942-1945 ?
4. Jelaskan perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM pada
tahun 1945-2005?
5. Jelaskan tantangan dan kebijakan dalam mengembangkan karya
pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga?
6. Jelaskan sumbangan karya pendidikan bagi masyarakat Sibolga?
7. Tuliskan nilai-nilai universal yang anda peroleh dari mempelajari
perkembangan karya pendidikan Kongregasi SCMM di Sibolga pada
tahun 1930-2005?

b. Penilaian Proses
• Jenis tagihan : Laporan tertulis
Contoh :
Buatlah karangan minimal 2 halaman dengan tema ” Perjuangan para
suster pionir SCMM di Sibolga”.
• Lembar penilaian Afektif
No Nama Menghargai Mengambil Mengajukan Mempresentasikan Menjawab Jumlah Nilai
Siswa teman giliran pertanyaan pertanyaan

Keterangan :
Skor 1 : Pasif, tidak kooperatif, dan tidak menghargai teman
Skor 2 : Pasif, tidak kooperatif tetapi dapat menghargai teman
Skor 3 : Pasif, tidak kooperatif dan mengahrgai teman
Skor 4 : Aktif, kooperatif dan menghargai teman
Skor 5 : Aktif, sangat kooperatif dan menghargai teman
279

N = Jumlah Skor X 100 %


25
NA = Nilai Proses + Nilai Produk
2
Keterangan :
N = Nilai
NA = Nilai Akhir
b). Pengamatan
Lembar Observasi terlampir

Skor Penilaian Proses : Pengamatan (60%) + Performance (40%)

1. Penilaian Produk
a. Tes : Esay (50%) , pilihan ganda (30%) dan Jawaban singkat
(20%)
b. LKS : Esay (50%) dan Pilihan Ganda (50%)
c. Portofolio

Skor Penilaian Produk : Tes (50%) + Portofolio (30%)+LKS (20%)

Nilai Akhir : Skor Penilaian hasil (60%) + Skor Penilaian Skor Proses (40%)

2. Tindak Lanjut
- Siswa dinyatakan berhasil jika tingkat pencapaiannya 65% atau
lebih
- Memberikan program remidi untuk siswa yang tingkat
pencapaiannya kurang dari 65 %
- Memberi program penganyaan untuk siswa yang tingkat
pencapainnya lebih dari 65 %

Anda mungkin juga menyukai