PERKEMBANGAN MANUSIA 2
15 SEPTEMBER 2016
OLEH:
KELOMPOK 7
KELAS GANJIL (A)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
ADOLESCENT COGNITION
Tahapan-Tahapan Kognitif
ADOLECENT EGOCENTRISM
Egosentrisme remaja adalah meningkatnya kesadaran diri pada remaja.
Egosentrisme remaja memiliki dua komponen utama, yaitu imaginary audience
yang merupakan keyakinan remaja bahwa orang lain berminat pada dirinya
sebagaimana ia berminat pada dirinya sendiri, termasuk juga tingkah laku mencari
perhatian agar diperhatikan. Hal ini biasanya timbul pada remaja awal. Komponen
selanjutnya adalah personal fable yang merupakan bagian dari egosentrisme
remaja yang mengandung penghayatan bahwa dirinya unik dan tidak terkalahkan.
Anak yang sedang berada dalam masa remaja cenderung merasa dirinya yang
terhebat bila dibandingkan dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya.
Hormon-hormon dalam diri mereka yang terlepas seketika membuat mereka
menjadi pribadi yang tidak stabil secara emosional.
Perasaan ingin dihargai namun di sisi lain merasa bahwa tidak seorangpun
dapat mengerti kondisi diri mereka. Persaan tidak dimengerti oleh siapapun ini
bercampur dengan perasaan bahwa dirinya adalah yang terhebat, kuat dan kebal
dari situasi apapun membuat remaja sulit mengendalkan diri dan tidak sedikit
yang akhirnya berkembang ke arah yang salah seperti masuk geng mobil/motor,
merokok, penggunaan narkoba, penggunaan alat kontrasepsi, dan sebagainya.
INFORMATION PROCESSING
Deanna Kuhn (2009) mengidentifikasi beberapa karakteristik penting pada
remaja, bagaimana cara mereka memproses suatu informasi dan berfikir. Menurut
pendapatnya, pada tahun terakhir dan menuju remaja, tingkat kognitif mungkin
atau mungkin tidak tercapai. Berbeda dengan tingkat kognitif universal yang
dapat dicapai anak-anak. Pada remaja, memiliki variasi dalam fungsi kognitif
masing-masing individu. Variasi tersebut dapat membantu mereka untuk
perkembangan diri yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak.
Khun (2009) , peningkatan dalam cognitive function merupakan kognitif
yang paling penting yang terjadi pada masa remaja. Cognitive function itu sendiri
melibatkan aktivitas seperti penalaran, membuat keputusan, memonitor
bagaimana cara berpikir serta memonitor perkembangan seseorang. Aktivitas
kognitif yang lebih tinggi tersebut dapat membantu proses belajar remaja menjadi
lebih baik yaitu bagaimana memberikan perhatian, memutuskan suatu hal
(mengambil keputusan) dan berpikir kritis.
Cognitive Control
Cognitive control yaitu mengontrol pemikiran termasuk mengontrol
perhatian, mengurangi keikutcampuran dan menjadi pemikiran yang fleksibel.
Cognitive control terus meningkat saat remaja dan muncul ketika dewasa.
Tidak semua hal harus terlibat dalam pemikiran remaja, remaja perlu
mengontrol pikiran seperti mengikuti situasi :
Membuat upaya untuk tetap dengan aktivitas sendiri, dan menghindari
keikutcampuran dalam berpikir dari lingkungan.
Berhenti dan berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak sehingga
terhindar dari hal yang tidak diinginkan.
Mengerjakan sesuatu yang penting namun akan bosan ketika ada yang
lebih menarik untuk dilakukan, menghambat perilaku mereka dan
mengerjakan tugas yang membosankan namun penting , mengatakan
kepada diri mereka sendiri “Saya harus melakukan disiplin diri untuk
menyelesaikan tugas ini.”
Be Cognitive Flexible
Pemikiran yang fleksibel melibatkan pilihan alternative yang ada dan
menyesuaikan dengan situasi. Sebelum remaja dan dewasa menyesuai perilaku
dengan situasi, mereka harus menyadari bahwa cara berpikir harus berubah atau
lebih baik dan memotivasi diri dalam melakukan kegiatan.
Memiliki kepercayaan bahwa mereka mampu untuk menyesuaikan cara
pikir dengan situasi tertentu merupakan suatu aspek kepercayaan diri. Jadi
pemikiran yang fleksibel merupakan suatu hal penting yang dapat membantu
perkembangan sehingga menjadi lebih baik.
Decision Making
Masa remaja adalah masa dimana seseorang dihadapkan pada banyak
situasi yang pada penghujung situasi remaja harus dapat mengambil keputusan.
Dengan arti lain setiap ada situasi yang terjadi pada seorang remaja maka ia harus
mengambil keputusan atas situasi tersebut. Seberapa kompetenkah pengambilan
keputusan pada remaja tersebut? Dalam sebuah riset diketahui bahwa remaja yang
lebih tua lebih kompeten dalam pengambilan keputusan dari pada remaja awal,
dan remaja awal lebih kompeten dibandingkan dengan anak-anak (Keating,1990).
Sebagian besar orang mengambil sebuah keputusan dengan baik apabila
mereka dalam kondisi tenang dibandingkan ketika sedang emosi. Secara khusus
hal ini berlaku pada remaja yang memiliki emosi yang tidak stabil. Ketika emosi
dalam diri seseorang sedang stabil maka semakin bijaksanalah keputusan yang
didapatkan, sebaliknya ketika emosi sedang tidak stabil maka semakin buruklah
kualitas keputusan yang dihasilkan. Dalam kondisi demikian, emosi sering sekali
menghambat kemampuan mengambil sebuah keputusan.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kehadiran teman sebaya akan
sangat mempengauhi remaja dalam mengambil sebuah keputusan. Salah satu
model dalam pengambilan keputusan pada remaja adalah model proses-ganda
(dual-process model), yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan
dipengaruhi oleh dua sistem kognitif yaitu analitis dan pengalaman yang saling
berkompetisi. Dengan kata lain bahwa ketika seseorang dihadapkan pada sebuah
keputusan maka ia akan mengalami dua pemikiran dalam pengambilan keputusan
tersebut. Pertama, analisis yaitu pengambilan sebuah keputusan dengan menelaah
terlebih dahulu apa yang harus dilakukan dalam pengambilan keputusan tersebut.
Kedua, pengalaman yaitu pengambilan keputusan dengan melihat apa-apa saja
yang sudah terjadi sebelumnya dan belajar dari masa lalu yang berfungsi dalam
pengambilan keputusan tersebut.
. Dalam dunia remaja sekarang ini banyak sekali remaja yang salah
menggunakan keputusan. Remaja seolah – olah tidak memikirkan secara matang
terlebih dahulu sebelum mengambil sebuah keputusan. Banyak keputusan yang
diambil oleh remaja sekarang ini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri, contoh
remaja saat ini lebih banyak mementingkan lifestile daripada mementingkan
urusan sekolah. Kurangnya kematangan pengambilan keputusan pada remaja
mengakibatkan banyak sekali dampak negatif seperti berhubungan seks diluar
nikah, obat-obatan terlarang, kebut – kebutan, hal ini banyak sekali dijumpai pada
remaja. Sebenarna, remaja membutuhkan lebih banyak kesempatan untuk melatih
dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis.
Critical Thinking
Masa remaja adalah periode transisi yang penting dalam perkembangan
berfikir kritis pada remaja. Seandainya keterampilan dasar seperti literasi dan
matematika tidak dikembangkan semasa anak anak maka keterampilan berfikir
kritis pada masa remaja akan kurang. Para remaja yang kurang mengembangkan
keterampilan dasar semacam itu(belajar literasi dan metematika pada masa kanak
- kanak) kurang memiliki kemampuan untuk dapat berfikir kritis. Adapun fungsi
dari berfikir kritis adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kecepatan, keotomatisan, dan kapasitas pemrosesan
informasi dalam berbagai aspek kedepannya.
2. Mempunyai pengetahuan yang luas diberbagai bidang
3. Meningkatkan kemampuan untuk membangun ilmu pengetahuan baru
4. Dapat menciptakan strategi dalam mengaplikasikan dan memperoleh
pengetahuan seperti perencanaan, mempertimbangkan berbagai
alternatif.
HIGH SCHOOL
Sebagaimana terdapat kekhawatiran terhadap pendidikan sekolah
menengah pertama di Amerika, demikian pula yang terjadi pada sekolah
menengah atas. Dunia pendidikan di AS sangat mengkhawatirkan keberadaan
remaja karena fenomena putus sekolah. Fenomena ini terjadi dengan berbagai
alasan, seperti alasan tidak suka sekolah atau dikeluarkan dari sekolah, alasan
ekonomi, dan sepertiga persen dari siswa perempuan menyatakan alasan pribadi
seperti hamil atau menikah. Sehingga tidak sedikit dari para remaja yang memiliki
kemampuan membaca, menulis, dan matematika yang tidak memadai. Mereka
bahkan tidak memiliki kemampuan untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi
kecuali beberapa remaja yang harus menempuh jalur remedial terlebih dahulu.
Sangat banyak remaja yang tetap mengikuti sekolah menengah atas pula namun
tetap tidak memenuhi keterampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh pekerjaan
yang layak, apalagi menjadi warga negara berpengetahuan.
EXTRACURRICULAR ACTIVITIES
Bertolak dari sekolah-sekolah di AS, setiap sekolah memiliki beragam
aktivitas ekstrakurikuler yang disediakan bagi seluruh siswa. Kegiatan
ekstrakurikuler umumnya dilakukan setelah jam sekolah selesai. Namun beberapa
sekolah yang menerapkan jadwal sekolah Senin sampai Jum’at cenderung
mengadakan kegiatan ekstrakurikuler di hari Sabtu. Kegiatan esktrakurikuler pada
umumnya seperti olahraga, klub akademik, band, drama, atau klub matematika.
Penelitian membuktikan bawah ekstrakurikuler cenderung meningkatkan nilai
yang diperoleh siswa, tidak putus sekolah, meningkatkan kemungkinan
meneruskan kuliah, meningkatkan harga diri, dan juga menurunkan tingkat
depresi, kenakalan remaja, dan penyalahgunaan obat terlarang (Fredrick & Eccels,
2010; Mahoney, dkk, 2009).
Selain meningkatkan potensi diri dan berkembang sesuai minat dan bakat
mereka, esktarkurikuler juga merupakan sarana untuk meningkatkan keterlibatan
diri di sekolah, aktivitas yang menantang dan berani, serta meningkatkan
keterampilan yang ada. Disamping itu, kegiatan ini juga dapat dijadikan sarana
meningkatkan rasa tanggung jawab dalam diri siswa, dimana siswa wajib
menjalani aktivitas yang telah dipilih untuk dikerjakan.
SERVICE LEARNING
Adalah suatu bentuk pendidikan yang bertujuan mengembangkan
tanggung jawab sosial dan layanan kepada masyarakat. Dalam aktivitas ini siswa
melakukan aktivitas-aktivitas seperti mengajar, membantu orangtua, bekerja di
rumah sakit, membantu di pusat penitipan anak, atau membersihkan tanah kosong
agar menjadi tempat bermain. Aktivitas ini dilakukan untuk meningkatkan rasa
simpati dan empati remaja terhadap lingkungan sekitar dan agar remaja tidak
berpusat pada dirinya sendiri. Dua hal yang mendorong efektifitas kegiatan ini
adalah: (1) memberikan pilihan aktivitas pelayanan yang dapat dipilih siswa, dan
(2) memberikan kesempatan pada siswa untuk memikirkan partisipasinya.
Ciri utama dari service learning adalah bahwa kegiatan itu menguntungkan
baik siswa sebagai sukarelawan maupun orang yang menerima bantuan.
Peningkatan perkembangan remaja terkait kegiatan ini mencakup nlai yang
membaik, penetapan tujuan yang lebih baik, harga diri yang lebih tinggi, merasa
lebih mampu membuat sesuatu bagi orang lain, dan meningkatkan kecenderungan
untuk menjadi sukarelawan dalam diri remaja di masa depan (Hart, Matsuba,
&Atkins, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J.W. (2015) Life-Span Development. (15th ed). Dallas: McGraw-Hill.
Papalia, E. D. (2008). Psikologi Perkembangan. (9th ed). Jakarta: Kencana.
Aditya, 2015, 5 Manfaat Anak Ikut Kegiatan Ekstrakurikuler, (13 Oktober 2015)
<http://health.liputan6.com/read/2338843/5-manfaat-anak-ikut-kegiatan-
ekstrakurikuler>