Anda di halaman 1dari 17

Jaminan Mutu Pelayanan Apotek: Metode, Standar, dan Evaluasi Kepuasan

Pasien

1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Mutu pelayanan di apotek sangat diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah sadar
bahwa apotek merupakan pintu akhir bertemunya obat dengan pasien. Agar obat dapat
dimanfaatkan pasien dengan benar, maka pintu akhir ini haruslah berkualitas/bermutu tinggi.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 yang mengatur standar pelayanan
kefarmasian di apotek. Permenkes ini menggantikan standar pelayanan kefarmasian yang lama,
yaitu Kepmenkes 1027 Tahun 2004.

Permenkes 35/2014 lahir untuk:

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian


2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien.

Ada tiga aspek yang diatur oleh Permenkes 35/2014 untuk meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian di apotek. Ketiga aspek tersebut adalah:

1. Aspek Manajerial
Aspek manajerial berkaitan dengan kegiatan perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
2. Aspek Farmasi Klinik
Aspek farmasi klinik meliputi pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi
obat, konseling, home care, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek samping
obat.
3. Aspek Pendukung
Aspek pendukung merupakan komponen yang mendukung terselenggaranya kegiatan
manajerial dan farmasi klinik, yaitu sumber daya manusia dan sarana-prasarana.

Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilakukan evaluasi mutu
pelayanan kefarmasian. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, di
antaranya adalah:
1. Audit
Audit merupakan penilaian kinerja yang dibandingkan dengan standar yang ada.
2. Review
Review merupakan kajian terhadap pelaksanaan kegiatan tanpa dibandingkan dengan
standar.
3. Observasi
Observasi merupakan pengamatan terhadap suatu objek berdasarkan monitoring.
4. Survei
Survei merupakan pengumpulan data dengan atau tanpa alat bantu kuesioner

ndikator evaluasi mutu manajerial meliputi kesesuaian proses terhadap standar, serta
efektivitas dan efisiensi. Sedangkan evaluasi mutu pelayanan farmasi klinik meliputi zero
defect dari medication error, kesesuaian proses terhadap standar, lama waktu
pelayanan resep, serta output terapi.

Evaluasi Mutu Manajerial


1. Audit Standar Prosedur Operasional
Idealnya selalu ada standar prosedur operasional untuk setiap tahap pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP. Dimulai dari perencanaan hingga pelaporan.

Sebuah prosedur operasional setidaknya memuat:

 Tujuan
 Ruang lingkup
 Hasil
 Persyaratan
 Proses.

Audit dilakukan dengan menilai tindakan yang dilakukan sesuai dengan standar prosedur yang
ditetapkan atau tidak. Untuk mempermudah penilaian tersebut, dapat digunakan lembar kerja seperti
pada tabel berikut.

Tabel di atas dapat membantu apoteker untuk melihat apakah setiap prosedur telah dilakukan
atau tidak dilakukan. Prosedur yang tidak dilakukan dapat teridentifikasi sehingga dapat diambil
tindakan untuk memperbaikinya.
Hasil audit dikatakan baik apabila semua prosedur tertulis yang telah ditetapkan 100% dilakukan
setiap saat.

2. Audit Stok Sediaan Farmasi


Audit ini sering disebut dengan stock opname. Audit dilakukan dengan menilai apakah
jumlah barang yang ada sesuai dengan yang tercatat pada kartu stok atau stok yang tercatat
pada komputer. Stok yang tercatat adalah standar yang digunakan sebagai pembanding.
Hasil audit dikatakan baik apabila jumlah barang sebenarnya sama dengan yang
tercatat. Kategorisasi dapat juga dilakukan untuk menyatakan hasil audit. misalnya baik apabila
100% sesuai, cukup apabila 90-99% sesuai, dan kurang apabila kesesuaian di bawah 90%.

3. Audit Keuangan
Audit keuangan dapat dilakukan pada dua hal, yaitu kesesuaian fisik uang dengan catatan, dan
ketercapaian kinerja keuangan terhadap indikator keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Hasil audit dikatakan baik apabila jumlah fisik uang sesuai dengan catatan serta semua indikator
tercapai. Tabel di bawah ini merupakan contoh lembar kerja yang dapat digunakan untuk
mempermudah audit keuangan. Indikator dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.

4. Review Stok Slow Moving – Fast Moving

Apoteker dapat melakukan klasifikasi stok slow maving dan fast moving berdasar
pada data penjualan dalam suatu periode. Hasil review dapat digunakan untuk
bertindak/mengambil keputusan terhadap stok barang.

Misalnya mem-buffer item obat yang fast moving supaya tidak terjadi kekosongan
stok, meminimalisasi stok untuk item slow moving agar tidak banyak item yang
kedaluwarsa, atau bahkan drying stock untuk item obat very slow moving.
5. Review Harga Obat
Walaupun terdapat kaidah standar dalam pemberian harga, tetapi sangat mungkin
harga obat berbeda antara apotek satu dengan apotek yang lain. Perbedaan tersebut dapat
terjadi karena:

 harga dasar obat berbeda dari PBF (terdapat PBF yang memberi harga mahal, ada
yang murah).
 memasukkan diskon obat dari PBF dalam perhitungan harga jual apotek.
 mengubah margin, misalkan menurunkan margin untuk item fast moving agar apotek
terlihat terjangkau, atau menaikkan margin untuk item obat yang memiliki rentang
HET yang lebar.

Review harga obat ini penting dilakukan, terlebih apabila pasien apotek
merupakan pasien yang sensitif dengan harga. Sangat mungkin nilai terjangkau atau
murah adalah yang diinginkan oleh pasien.

Review harga obat juga perlu dilakukan untuk melihat apakah harga jual apotek
yang telah ditetapkan tidak melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan oleh
pemerintah. Peninjauan kembali/revisi harga jual apotek dapat dilakukan sesuai dengan
hasil review apoteker.

Evaluasi Mutu Pelayanan Farmasi Klinik


1. Audit Penyerahan Obat kepada Pasien
Audit penyerahan obat kepada pasien dapat dilakukan dengan dibandingkan dengan
standar yang telah dibuat sebelumnya seperti obat harus diserahkan oleh apoteker, penyerahan
obat disertai dengan informasi yang diperlukan.

2. Audit Waktu Pelayanan


Permenkes 35/2014 memberikan standar waktu pelayanan resep adalah 15-30 menit. Audit dapat
dilakukan dengan mengacu pada standar tersebut. Apabila target tersebut tidak tercapai, maka
apoteker harus mencari proses mana yang menjadi bottle neck.

3. Review Medication Error


Idealnya tidak boleh terdapat medication error di dalam pelayanan kefarmasian. Apabila
terdapat medication error, maka apoteker harus melakukan review.
Review dapat dimulai dengan mendata kejadian medication error yang muncul,
melakukan kategorisasi, kemudian mengambil tindakan untuk mencegah terulangnya
kejadian yang sama.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan bantuan kuesioner. Aspek yang
biasanya dinilai untuk mengetahui kepuasan pelanggan adalah responsiveness, reliability,
assurance, emphaty, tangible.
Apabila metode yang digunakan adalah audit, standar yang menjadi acuan dalam menilai
kepuasan pelanggan adalah proporsi customer yang merasa puas dan peningkatan jumlah
customer dalam kurun waktu tertentu.

5. Observasi Pelaksanaan SPO (Standar Prosedur Operasional)


Kegiatan ini hampir sama dengan audit kesesuaian SPO, hanya saja pada kegiatan observasi
tidak dibandingkan dengan standar, dan data yang diperoleh adalah data awal saja.

Kepuasan Pelanggan Sebagai Bagian dari Mutu Pelayanan


Kepuasan pelanggan merupakan perasaan yang timbul dari membandingkan antara
harapan dan kinerja (Kotler dan Keller, 2011). Pelanggan akan merasa puas apabila hasil kinerja
produk/jasa yang diterimanya sama atau lebih dari yang diharapkan.

Akan tetapi, pelanggan akan merasa tidak puas atau bahkan kecewa apabila hasil kinerja
produk/jasa di bawah yang diharapkan. Menurut Parasuraman (1988), terdapat lima atribut yang
membangun mutu pelayanan, kelimanya adalah sebagai berikut.

1. Tangible
Aspek ini mencakup segala hal yang tampak dan dapat dilihat, seperti fasilitas fisik yang dapat
digunakan oleh pelanggan, tampilan layout, penampilan karyawan, dan lain-lain. Tabel di bawah
ini merupakan contoh kuesioner pengukuran aspek tangible.
2. Realibility
Aspek keandalan merupakan ukuran kemampuan suatu produk atau jasa memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Tabel di bawah ini contoh
kuesioner pengukuran aspek realibility.

3. Responsiveness
Aspek daya tanggap merupakan ukuran yang dirasakan pelanggan mengenai keinginan
penyedia produk/jasa untuk membantu pelanggannya. Tabel berikut di bawah ini merupakan
contoh kuesioner pengukuran aspek responsiveness.
4. Assurance
Aspek jaminan mencakup kemampuan penyedia produk/jasa dalam memberikan rasa
percaya terhadap produk/jasanya kepada pelanggan. Tabel di bawah ini merupakan contoh
koesioner pengukuran aspek assurance.

5. Empathy
Aspek perhatian merupakan ukuran yang dirasakan pelanggan mengenai kemudahan,
komunikasi, dan perhatian penyedia produk/jasa terhadap kebutuhannya. Tabel di bawah ini
merupakan contoh kuesioner pengukuran aspek empathy.

Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pelanggan pada Pelayanan Apotek


Beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut.
1.Kemudahan
Kemudahan pasien untuk mengakses apotek menjadi faktor yang memengaruhi kepuasan
pasien/konsumen. Apoteker ketika akan mendirikan apotek harus memperhatikan faktor ini.

Hal ini dapat dilakukan dengan mencari lokasi yang strategis dari segi transportasi (mudah untuk
menuju ke lokasi apotek); dekat dengan penyedia pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit, klinik,
praktik dokter dan puskesmas; dekat dengan pemukiman penduduk yang memiliki kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya yang mana ketika masyarakat sakit mencari pelayanan kesehatan dan obat, tidak
ke paranormal, dukun, atau ke ahli nujum.

2. Kelengkapan Obat
Konsumen ketika mencari obat menginginkan seperti yang pasien cari, sehingga mereka
tidak suka kalau ditolak resepnya atau alasan obatnya belum tersedia di apotek. Hal ini harus
disikapi oleh apotek untuk berupaya melengkapi obat dan sediaan lainnya.

Kelengkapan obat di apotek dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Pedagang
Besar Farmasi (PBF), membuat jejaring apotek, serta dapat melakukan manajemen channel.

Faktor penentu lain yang berpengaruh juga adalah kemampuan apoteker untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada pasien.

Hal ini diperlukan dengan melakukan subtitusi, seperti dalam Pasal 24 Ayat b PP Nomor 51/2009 yang
menyebutkan bahwa dalam pelayanan kefarmasian, apoteker dapat mengganti obat merek dagang
dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien.

3. Delivery Time
Lama pelayanan merupakan faktor paling kritis menurut pasien. Delivery time adalah lama
pelayanan obat dari pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dan informasi
obat.

Pelayanan obat di apotek merupakan titik jenuh terakhir sebelum obat diberikan ke pasien,
yang sebelumnya pasien harus ke dokter, cek kesehatan di laboratorium (jika diperlukan),
kemudian mendapatkan resep, dan yang terakhir membeli obat di apotek.

Kondisi seperti ini yang mendorong pasien untuk segera memperoleh obat dengan cepat.
Namun, dengan pelayanan yang cepat, potensial terjadinya kesalahan (medication error) lebih
besar. Kondisi seperti ini harus disikapi oleh apoteker di apotek untuk selalu waspada dan
menerapkan SOP (Standar Operating Procedure).

4. Keramahan Karyawan
Keramahan karyawan, terlebih tenaga kefarmasian dapat menjadi poin penting yang
menyebabkan pasien loyal terhadap apotek.

Pasien akan mencari apotek yang karyawannya mampu melayani dengan baik, selalu tersenyum,
aktif berkomunikasi, dan santun. Apabila pasien tidak sensitif dengan harga, keramahan
karyawan menjadi faktor yang menentukan.
5. Harga

Harga menjadi salah satu faktor konsumen memilih apotek, terutama pasien yang sensitif
terhadap harga obat. Pasien yang sensitif terhadap harga obat selalu berupaya menawar harga
yang lebih murah.

Apoteker harus berupaya untuk menetapkan harga yang terjangkau dan bersaing dengan
kompetitornya.
Kepuasan pelanggan tidak hanya dapat diukur menggunakan metode survei.

Metode Mengukur Kepuasan Pelanggan Apotek


Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur
kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut.

1. Sistem Keluhan dan Saran


Keluhan dan saran dari pelanggan sebenarnya merupakan hal yang penting. Dari keluhan
dan saran tersebut, ide-ide dapat muncul untuk perbaikan pelayanan. Penyedia produk/jasa
sebaiknya memberikan fasilitas pelanggannya untuk menyampaikan keluhan dan sarannya.

Penyediaan kotak kritik dan saran adalah salah satu alat yang dapat memfasilitasi
pelanggan. Namun, seiring perkembangan teknologi dan informasi, penyampaian keluhan
dan saran dapat melalui media elektronik seperti email, sosial media, website, sampai
dengan sms hotline.
Kelemahan dari metode ini adalah sulit mendapatkan gambaran lengkap
mengenai kepuasan pelanggan karena metode ini bersifat pasif. Tidak semua pelanggan
yang tidak puas menyampaikan keluhannya.

2. Ghost Shopping
Beberapa orang direkrut untuk berperan sebagai pembeli di perusahaan dan di perusahaan pesaing.
Mereka kemudian dapat menyampaikan mengenai yang dirasakan, diamati, dan dialami pada saat
menjalankan peran tersebut.

3. Lost Customer Analysis

Penyedia produk/jasa sebaiknya menghubungi para pelanggan yang telah beralih ke penyedia
produk/jasa yang lainnya. Temuan-temuan khususnya mengenai alasan mereka tidak menjadi
pelanggan merupakan bahan evaluasi dan kemudian harus diperbaiki.

Pengukuran mengenai turunnya pelanggan juga merupakan salah satu indikator kepuasan
pelanggan. Apabila seiring berjalannya waktu jumlah pelanggan terus turun, maka kepuasan
pelanggannya rendah.
4. Survei Kepuasan Pelanggan

Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan secara langsung (bertemu dengan pelanggan)
ataupun via telepon dan yang lainnya. Apotek merupakan salah satu dari fasilitas tingkat
pertama/primer pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

Longe (2015) menemukan bahwa ketersediaan obat, waktu pelayanan, dan infomasi obat
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pasien rawat jalan peserta JKN di fasilitas
kesehatan tingkat pertama dan apotek jejaring. Ketiganya memegang peranan 48,4% dalam
membentuk kepuasan pasien seperti pada tabel di bawah ini.

Pada umumnya, pasien merasakan puas dengan ketersediaan obat pada fasilitas pelayanan
tingkat pertama karena pasien mendapatkan obat yang dibutuhkan. Beberapa pasien
mengeluhkan harus bolak-balik ke fasilitas pelayanan primer karena obat yang diberikan
terbatas.

Waktu pelayanankefarmasian pun relatif cepat. Informasi obat mengenai cara penggunaan,
waktu penggunaan, dan lama penggunaan pun dapat dipahami dengan mudah oleh pasien. Hasil
ini memberikan gambaran apabila apotek ingin meningkatkan kepuasan pelanggannya,
ketersediaan obat, waktu pelayanan, dan informasi obat harus sangat diperhatikan.

Merancang Jaminan Mutu Apotek

Mutu/kualitas harus selalu dijamin pada taraf tertinggi yang dapat diupayakan. Untuk
mencapainya, perlu dilakukan perbaikan berkesinambungan yang tidak pernah berhenti. Tujuan
akhir dari proses ini adalah kesempurnaan yang tidak akan pernah diraih, tetapi selalu
diupayakan.

Rangkaian proses ini dapat dilakukan dengan pola PDCA (Plan, Do, Check, Act) (Heizer dan
Render, 2009).

Proses PDCA tersebut dalam konteks pelayanan kefarmasian di apotek dapat dilakukan dengan
langkah-langkah berikut ini.

1. mengidentifikasi masalah atau menentukan perbaikan yang akan dilakukan


2. menguraikan proses pelayanan
3. menganalisis situasi saat ini
4. menentukan standar yang akan dicapai
5. melakukan usaha peningkatan pelayanan
6. melakukan uji coba
7. membuat alat untuk pengawasan
8. membuat alat untuk pelaporan
9. mengawasi sampai keadaan ideal tercapai
10. membuat SOP baru dan melanjutkan ke program quality assurance.

Contoh Kasus dalam Pelayanan di Apotek


Keluhan Pasien Menunggu Terlalu Lama

Apoteker Pengelola Apotek menerima keluhan dari pasien yang menunggu terlalu lama. Pasien
berharap apotek dapat menambah tenaga kefarmasiannya agar pelayanan dapat lebih cepat.

Tenaga kefarmasian dibagi menjadi dua shift ketika melayani pasien, yaitu pada pukul 07.00-
14.00 dan pukul 14.00-21.00. Setiap shift terdiri atas satu apoteker dan satu tenaga teknis
kefarmasian.

Apa yang seharusnya dilakukan oleh apoteker tersebut?

Penyelesaian

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh apoteker adalah mengidentifikasi masalah. Apakah
setiap saat terjadi penumpukan pasien atau hanya pada jam-jam tertentu saja. Diagram sebar
dapat digunakan untuk memetakan masalah tersebut.
Berdasarkan diagram sebar di atas, dapat diketahui bahwa kejadian pasien menunggu terjadi
pada rentang pukul 16.01-19.00. Selain pada rentang tersebut, hampir tidak ada penumpukan
pasien.

Apoteker selanjutnya dapat membuat target penurunan jumlah penumpukan, misalnya hanya ada
dua kali terdapat dua pasien yang menumpuk pada satu waktu. Setelah target ditetapkan,
apoteker dapat melakukan usaha untuk menuju tercapainya target tersebut.

Apabila menambah tenaga kefarmasian belum memungkinkan, salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah menggeser jam kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). TTK shift pagi,
digeser kerjanya dari pukul 07.00-14.00 menjadi 10.30-17.30.

Dengan demikian, pada jam sibuk pasien akan dilayani oleh tiga tenaga kefarmasian. Jumlah
pasien yang menunggu diharapkan dapat berkurang. Uji coba tersebut dapat dilakukan beberapa
waktu sebelum benar-benar ditetapkan sebagai sebuah keputusan.

Kontrol dapat dilakukan dengan alat diagram sebar seperti contoh di atas. Apakah dengan
pergeseran jam kerja tersebut dapat mengurangi jumlah penumpukan pasien pada pukul 16.01-
18.00 serta tidak menambah penumpukan pada pukul 07.00-10.00 atau tidak.

Jika cara tersebut sudah dapat mengatasi masalah, pergeseran jam kerja secara tetap dapat
diputuskan. Evaluasi secara periodik tetap harus dilakukan. Namun, apabila dengan cara tersebut
keadaan ideal tidak dapat tercapai, penambahan jumlah karyawan mungkin harus dilakukan.

Contoh SOP (Standar Operasional Prosedur) di Apotek

Keterangan:

 Apt = Apoteker
 TTK = Tenaga Teknis Kefarmasian

Prosedur Pelayanan Pasien OTC di Apotek


No Prosedur PJ

1 TK tersenyum dan menyapa pasien terlebih dahulu Apt/TTK

2 TK menanyakan keluhan yang dirasakan walaupun pasien Apt/TTK


langsung menyebut merek obat tertentu
3 TK memilihkan dan mengambilkan obat yang sesuai Apt/TTK

4 TK memberi informasi aturan pakai dan minimal 1 Apt/TTK


informasi lainnya yang meliputi: Penyimpanan Tanggal
kedaluwarsa
Terapi nonfarmakologi yang sesuai
5 TK melayani pembayaran Apt/TTK

6 TK mengucapkan terima kasih Apt/TTK

Prosedur Pelayanan Pasien OWA di Apotek

No. Prosedur PJ

1 Apt tersenyum dan menyapa pasien terlebih dahulu Apt.

2 Apt menanyakan keluhan yang dirasakan walaupun Apt.


pasien langsung menyebut merek obat tertentu
3 Apt memilihkan dan mengambilkan obat yang Apt.
sesuai
4 Apt memberi informasi aturan pakai dan minimal 1 Apt.
informas lainnya yang meliputi:
- Penyimpanan
- Tanggal kedaluwarsa
- Terapi nonfarmakologi yang sesuai
5 TK melayani pembayaran Apt./TTK

6 Apt mengucapkan terima kasih Apt.

7 Apt mendokumentasikan pelayanan OWA di buku Apt.


pelayanan OWA

Prosedur Pelayanan Pasien dengan Resep di Apotek

No. Prosedur PJ
1 Prosedur Apoteker tersenyum dan menyapa pasien Apt.
2 Apoteker menerima resep dan menanyakan 1 atau 2 Apt.
dari 3 'Three Prime Question
3 Apoteker melakukan 'skrining' resep Apt.
4 Apoteker melakukan konfirmasi kepada dokter jika Apt.
ditemukan masalah kategori klinis
5 Apoteker dapat mengganti obat pada resep sesuai Apt.
dengan peraturan perundangan yang berlaku
6 Apoteker meminta persetujuan harga kepada pasien Apt.
7 TTK menyiapkan obat dan menulis etiket yang TTK
sekurang kurangnya meliputi:
a. Tanggal
b. Nama Pasien
c. Aturan Pakai
d. Perhatian/Keterangan Tambahan
8 Apoteker memeriksa kembali dan menandatangani Apt.
etiket
9 Apoteker menuliskan 'copy' resep jika diperlukan
10 Apoteker menyerahkan obat kepada pasien disertai Apt.
informasi sebagai berikut:
a. Jawaban dari TPQ yang telah ditanyakan
b. Penyimpanan
c. Terapi nonfarmakologi
11 Apoteker mencatat alamat dan nomer telepon pasien Apt.
12 TK melayani pembayaran Apt./TTK
13 TK mengucapkan terima kasih Apt./TTK
14 TTK mendokumentasikan resep di buku dokumentasi Apt./TTK
resep

Prosedur Pemesanan, Penerimaan, dan Retur Sediaan Farmasi/Alat Kesehatan/ BMHP di Apotek

N Uraian PJ
O
1 Uraian Apoteker memesankan sediaan Apt
farmasi/alkes/bmhp kepada distributor dengan surat
pesanan (SP) bernomor (rangkap 2)
2 Apoteker menyerahkan lembar pertama SP kepada Apt
distributor dan memasukkan lembar kedua SP ke dalam
boks pemesanan
3 TK menerima barang yang datang, memeriksa jenis dan TTK
jumlahnya dengan faktur dan SP. Barang yang tidak
sesuai dengan SP wajib diretur pada saat itu juga (coret
faktur)
4 Apoteker menandatangani faktur Apt

Prosedur Administrasi Faktur di Apotek

No. Uraian PJ
1 Copy faktur datang di masukkan ke box belum dientri Admin
2 Copy faktur dientri ke komputer maksimal H+1 tanggal Admin
faktur
3 Copy faktur yang telah dientri dimasukkan ke map inkaso Admin
berdasarkan PBF yang diurutkan tanggal
4 Copy faktur yang akan diinkaso pagi hari disiapkan pada Admin
malam harinya. Copy faktur tersebut di masukkan ke box
siap bayar
5 Copy faktur yang telah dibayar dibubuhi tanda lunas oleh Admin
collector dan dicatat di buku inkaso
6 Faktur asli distaples dengan copy faktur, kemudian Admin
dimasukkan ke box sudah dibayar
7 Faktur lunas dientri ke dalam komputer maksimal Admin
H+1 tanggal lunas

Anda mungkin juga menyukai