Anda di halaman 1dari 20

CASE SCIENTIFIC SESSION

MODUL 3
(KELAINAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT)

“Linear IgA Disease ”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik pada Modul 3

Oleh:
MILA SULISTIA AGUSTINI
19-073

Dosen Pembimbing
Dr. drg. Dhona Afriza , M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PA D A N G
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Scientific Session “Linear IgA
Disease” untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul
3 (kelainan jaringan lunak rongga mulut) dapat diselesaikan.

Dalam penulisan naskah penulis menyadari, bahwa semua proses yang telahdilalui
tidak lepas dari bimbingan Dr. drg. Dhona Afriza, M.Biomed Selaku dosen pembimbing,
bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.

Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran
sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada


kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan
sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Padang, 2020

Penulis
MODUL 3

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Case Scientific Session Linear IgA Disease guna melengkapi
persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Modul 3.

Padang, 05 Agustus 2020

Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

(Dr. drg. Dhona Afriza, M.Biomed)


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Linear IgA disease (LAD) merupakan kelainan didapat, autoimun, kelainan


subepidermal seperti melepuh ditandai dengan endapan IgA linear sepanjang membrane
dasar dermoepidermal (Pinto dkk, 2013; Shah dkk, 2017). Linear IgA disease merupakan
kelainanan autoimun kronik yang langka (Joseph dkk, 2015). Meskipun LAD awalnya
diperkirakan sebagai jenis khusus penyakit lainnya seperti bullous pemphigoid atau
herpetiform dermatitis, sejak decade ke 70 LAD diduga sebagai suatu kelainan independent
(Valle dkk, 2014). Kelainan ini dikaitkan dengan beberapa inflammatory bowel disorder,
dipicu obat-obatan, keganasan atau idiopatik (Wang dkk, 2017).
Linear IgA disease melibatkan kulit dan mukosa. Pada permukaan kulit kurang lebih
80% mengenai permukaan ocular, oral, nasal atau genital sehingga menimbulkan lesi
mukosa. Hingga 50% pasien memiliki lesi oral yang melibatkan palatum keras dan lunak,
tonsil, mukosa bukal, lidah dan gingiva. Terkadang pada rongga mulut terdapat gingivitis
deskuamatif atau disertai vesikel, erosi, dan ulser (Angiero dkk, 2007; Shah dkk, 2017).
LAD dibagi menjadi dua tipe berdasarkan umur yaitu Linear IgA bullous dermatosis
pada anak-anak dan Linear IgA bullous dermatosis pada dewasa. Kelainan ini langka dan
tidak biasa dengan gambaran klinis atipikal pada dewasa melibatkan oral dan ocular
(Joseph dkk, 2015). LAD berkembang pada semua umur, tetapi lebih sering pada decade
ke-4 dan ke-5 kehidupan seseorang. Tidak ada keterlibatan jenis kelamin berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya (Valle dkk, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Linear IgA disease?
2. Apakah penyebab dari Linear IgA disease?
3. Bagaimanakah gambaran klinis Linear IgA disease?
4. Bagaimanakan pathogenesis dari Linear IgA disease?
5. Bagaimanakah gambaran histopatologi dari Linear IgA disease?
6. Apa saja perawatan dari Linear IgA disease?
7. Apa saja diagnosis banding dari Linear IgA disease?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Linear IgA disease
2. Untuk mengetahui penyebab dari Linear IgA disease
3. Untuk mengetahui gambaran klinis Linear IgA disease
4. Untuk mengetahui pathogenesis dari Linear IgA disease
5. Untuk mengetahui gambaran histopatologi dari Linear IgA disease
6. Untuk mengetahui perawatan dari Linear IgA disease
7. Untuk mengetahui diagnosis banding dari Linear IgA disease
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Linear IgA disease


Linear IgA disease, juga dikenal sebagai linear IgA bullous dermatosis, merupakan
kelainan subepidermal blistering autoimun yang ditandai dengan penumpukan secara linear
IgA pada membrane dasar epidermis. Gambaran kelainan ini pertama kali dijelaskan pada
tahun 1901 pada anak-anak dengan diagnosis dermatitis herpetiformis. LAD merupakan
penyakit langka, kronik, bersifat autoimun dengan keterlibatan kulit dan mukosa. Insidensi
pertama kali dilaporkan terdapat di China, Malaysia, Sri lanka, dan Thailand. Angka
kejadian pertahun 250.000 di Inggris. Berdasarkan literatur yang ada, dilaporkan kasus
paling sedikit di India dan pertama kali kasus tersebut dilaporkan di India selatan pada
tahun 1997 (Aswani dkk, 2014; Joseph, dkk.2015).
2.2 Etiologi Linear IgA disease
Faktor pemicu terhadap produksi autoantibodi IgA pada pasien dengan LAD tidak
jelas. Meskipun, induksi pada pasien respon autoimun IgA terhadap membrane dasar
epidermis dipicu oleh infeksi virus, obat-obatan (vankomisin, diklofenak, dan captopril),
dan keganasan yang diduga (Saccucci dkk, 2018). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Joseph dkk tahun 2015, melaporkan bahwa riwayat pernah dirawat dirumah sakit disertai
demam karena virus dan mengkonsumsi obat-obatan dapat berperan dalam etiologi
kelainan ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dan dkk, tahun 2011 bahwa
enteropati sensitive gluten dilaporkan pada beberapa pasien dengan LAD dewasa.
Meskipun, pasien memiliki kasus ini tanpa riwayat atu gejala.
Pasien LAD menghasilkan autoantibodi IgA terhadap berbagai komponen domain
ekstraseluler dari struktur penghubung pada merman basal. Struktur yang menghubungkan
ini (hemidesmosome) menyatukan sitoskleton keratinosit basal dari epitel ke dermis.
Glikoprotein BP-180 (jenis kolagen XVII) adalah komponen hemidesmosome, yang
ditargetkan oleh autoantibodi IgA pada pasien LAD dan penyakit lainnya seperti pemfigoid
bulosa. Hipotesis yang menyatakan sistem imunologi pasien LAD peka terhadap antigen
eksternal (misalnya virus) mirip dengan beberapa domain dalam struktur protein. Beberapa
faktor penginduksi dapat melepaskan massif pembebasan antibody dan perkembangan
penyakit. Bula muncul setelah pengendapan autoantibodi IgA dan neutrophil bermigrasi ke
jaringan ikat disebelah membrane basal (Patsasi, 2013).
2.3 Gambaran Klinis Linear IgA disease
Linear IgA disease menunjukkan gambaran klinis mengenai kulit dan membrane
mukosa. Secara karakteristik, lesi cenderung terlihat dengan pola seperti kumpulan
permata, dimana terdapat lesi baru pada perifer. Pada pasien dewasa, lesi banyak mengenai
tungkai dan wajah. Membrane mukosa terlibat hingga 80% pada pasien. Lesi oral terlihat
multiple, ulser nyeri disertai bula yang sudah pecah. Terkadang berbentuk cheilitis erosive
atau deskuamatif gingivitis (Culton dkk, 2014; Rashid dkk, 2019).
LAD dibagi menjadi dua jenis berdasarkan usia: 1) Linear IgA bullous dermatosis
pada dewasa dan 2) Linear IgA bullous dermatosis pada anak-anak. Pada dewasa rata-rata
pasien yang terkena berusia 40 tahun, dengan insiden tinggi pada pasien usia 60-65 tahun
dan paling banyak terdapat pada perempuan. Pembentukan vesikel heterogen merupakan
gambaran yang terdapat pada pasien dewasa, bertentangan dengan klasik pola pembentukan
vesikel. Tipe pembentukan vesikel pada kasus LAD mendukung dalam menegakkan
diagnosis pada pasien dewasa. Gambaran khas lainnya yaitu terdapat lesi ocular, oral, dan
genital, serta adanya keterlibatan kulit. Namun ada beberapa kasus yang dilaporkan hanya
melibatkan mukosa mulut tanpa manifestasi kulit dan sebaliknya. Pada rongga mulut
mukosa yang terlibat yaitu pada palatum durum, palatum durum, dan mukosa bukal,
bersamaan dengan lesi pada konjungtiva, laring, faring, trakea, mukosa vagina, atau sulkus
balanopreputial. Keterlibatan mata sebesar 50% dan Sebagian besar sembuh tanpa bekas
luka, namun terdapat kebutaan (Valle dkk, 2004; Joseph dkk, 2015).
Gambar 1. Linear IgA disease dengan gingivitis deskuamatif (Regan dkk, 2004)

Gambar 2. Ulserasi pada mukosa bukal kanan (Regan dkk, 2004)

2.4 Patogenesis Linear IgA disease


Respon imun seluler dan humoral yang terlibat dalam pathogenesis kedua jenis
LAD. Sel B dan immunoglobulin terlibat dalam luka jaringan, seiring dengan sel T spesifik
antigen yang menghasilkan sitokin, sel imun seluler alami, dan enzim (Wang dkk, 2017).
Patofisiologi pembentukan celah subepidermis pada LAD yang dipicu obat, melalui
aktivasi sel T spesifik sebagai reaksi imunologi terhadap obat yang dapat memicu sitokin
Th2, interleukin (IL)-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan TGF, mengarah pada produksi antibody IgA
taget terhadap protein yang mampu merespon perlekatan membrane dasar seperti BP180,
protein 120-kDa, protein 97-kDa, dan glikoprotein transmembrane. Antigen BP 180
diidentifikasi dari pemfigoid pada subepitel. Jalur alternative yang disarankan untuk
aktivasi plasmin dari plasminogen melalui keratonosit yang mengarah pada pembentukan
kolagen XVII. Sementara aktivasi neutrophil mengubah promatrixmetalloproteinase-9
menjadi matrix metalloproteinase-9 (Joseph dkk, 2015).
2.5 Histopatologis Linear IgA disease
LAD sulit untuk dibedakan secara klinis dengan kelainan bullous autoimun, mucous
membrane pemphigoid, bullous pemphigoid dan dermatitis herpetiform. Pemeriksaan
histopatologi menunjukkan subepitel melepuh dengan infiltrasi neutrophil pada epidermis.
Pentingnya, mendeteksi sirkulasi autoantibodi IgA merupakan hal penting dalam
mendiagnosis. Mikroskopi IF langsung terhadap endapan IgA linear sepanjang membrane
dasar. Menggunakan mikroskopi tidak langsung pada kulit, antibody IgA dari pasien
dengan LAD mengikat sehingga terjadi rupture. Selanjutnya, ectodomain BP180
rekombinan atau supernatant konsentrasi dari biakan keratinosit digunakan dalam
imunobloting untuk mengetahui sensitivitas autoantibodi IgA terhadap ectodomain BP180.
ELISA menggunakan rekombinan BP180 juga digunakan untuk mengukur jumlah IgA
pada pasien (Genovese dkk, 2019).
Secara histologi, biopsy insisi perilesi dilaporkan menunjukkan blister subepidermal
dibawah membrane dasar dengan infiltrasi neutrophil, eosinophil, dan limfosit. Endapan
IgA dapat terllihat menggunakan DIF, yang terlihat endapan linear pada membrane dasar,
sementara hasil akan negative untuk immunoglobulin dan fibrinogen, yang
membedakannya dari lesi vesikulobulosa. Sangat jarang, endapan granular IgG dan C3
yang terlihat pada LAD anak-anak. Juga dilaporkan bahwa endapan IgA pada “mirror
image pattern” dipertimbangkan dalam diagnosis LAD (Joseph dkk, 2015).
Gambar 3. Mukosa bukal, subepitel mengandung eosinophil (Regan dkk, 2004)

Gambar 4. Mukosa bukal. Ilustrasi immunofluorescence langsung dengan pita subeoitel


linear IgA (Regan dkk, 2004)
2.6 Perawatan Linear IgA disease
Perawatan LAD sulit dan tidak pasti pada semua kasus. Dapsone dipertimbangkan
sebagai first line obat untuk LAD dan digunakan sebagai sistem terapi obat tunggal, tetapi
digunakan dengan pertimbangan untuk toleran dan hemolisis. Obat tersebut juga digunakan
dengan kortikosteroid sistemik. Flucloxacillin dan sulfa methoxy pyridazine merupakan
obat second line dan juga dapat digunakan dengan steroid. Obat-obatan lain seperti sulfa
pyridine, corticosteroid, colchicine, tetracycline, nicotinamide dan immunoglobulin
intravena juga dilaporkan memberikan hasil yang memuaskan. Tacrolimus juga dilaporkan
dapat digunakan sebagai obat topical sebagai tambahan (Verma dkk, 2013; Mustafa dkk,
2015).
Berdasarkan penelitian Joseph dkk (2015), perawatan diawali dengan terapi obat
tunggal dengan dosis tinggi pada prednisolone yang memberikan hasil diluar dugaan dan
dapsone diberikan selama 2 minggu untuk menggantikan obat tersebut, sementara tetap
diperiksa jumlah sel darah merah dan kekurangan glucose-6-phosphate dehydrogenase.
Setelah respon tidak efektif, terapi kombinasi diberikan dengan dapsone dan prednisolone
dan pasien memberikan respon baik dengan tanda berkurangnya gejala dan lesi.
2.7 Diagnosis Banding Linear IgA disease
DIF pada jaringan segar merupakan gold standar untuk diagnosis pada LAD.
Manifestasi khas endapan IgA secara linear di sepanjang membrane dasar. Terkadang,
imunoreaktan seperti IgG, IgM, dan C3 komplemen juga dapat diperiksa. Ketika terdapat
IgA dan imunoreaktan lainnya, sulit untuk membedakan LAD dari kelainan blistering
subepidermis, seperti pemphigoid dan epidermolysis bullosa acquisita. Meskipun, IgG jenis
utama pada autoantibodi pada kelainan tersebut. Karena itu, LAD dapat dibedakan dari
kelainan lainnya dengan membandingkan intensitas fluorescence pada IgA dan IgG
terhadap gambaran klinis dan imunopatologi. Kasus terkini, endapan IgA dan IgM
diperiksa, meskipun IgG tidak terdeteksi. Terdapat pendapat para peneliti bahwa
diskontinuitas pada endapan IgA menandakan adanya kerusakan imun ringan pada area
membrane dasar, yang sesuai dengan lesi oral ringan dan separasi focal pada epitel dari
lamina propria. Pemeriksaan lebih lanjut dibutuhkan untuk memastikan jika ada keraguan
(Dan dkk, 2011; Dharman dan Arvind, 2017; Zingade dkk, 2018).
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Kasus

Seorang pasien wanita berusia 75 tahun melaporkan ke Departemen Patologi Mulut


dengan keluhan sensasi terbakar di rongga mulut dan kesulitan menelan selama 2 tahun
terakhir. Pasien lemah dan kurus tanpa riwayat penyakit sistemik yang dinyatakan
sebelumnya, meskipun dia memberikan riwayat demam akibat virus 2 tahun sebelumnya
dan pernah dirawat di rumah sakit. Pasien memiliki riwayat kebiasaan mengunyah buah
pinang bersama dengan tembakau selama 50 tahun terakhir dan dilaporkan berhenti dari
kebiasaan itu 3 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan ekstra oral, terdapat beberapa nodul 0,5 mm yang tersebar di
daerah wajah dan leher. Ada lesi papular di leher yang tampaknya telah pecah dan sembuh
dengan jaringan parut. Mata kemerahan dan ada bekas luka yang terlihat di konjungtiva
bulbar mata kanan. Pasien juga melaporkan riwayat vesikel genital dan ulserasi berulang,
tetapi tidak ada yang diperhatikan selama pemeriksaan medis oleh dokter kulit selama
kunjungan ini. Kelenjar getah bening submandibular teraba secara bilateral, lunak dan
bebas bergerak.

Pada pemeriksaan intraoral, terlihat ulserasi eritematosa yang tidak teratur pada
palatum keras, palatum lunak, dan mukosa alveolar, yang ditutupi oleh lapisan
pseudomembran putih keabu-abuan. Multiple, utuh, dan transparan dengan ukuran diameter
3 - 5 mm di palatum keras anterior. Pada mukosa bukal kanan, ulserasi tidak teratur dengan
halo erythematous, ditutupi oleh rawa putih keabu-abuan terlihat dalam kaitannya dengan
16 dan 17 (Gambar 3 dan gambar 4). Kebersihan mulut pasien buruk, dengan kalkulus dan
deposisi plak yang signifikan pada gigi dan gingiva menunjukkan perubahan eritematosa
menyeluruh.
Gambaran klinis dari kasus ini adalah terdapat vesikel dan bula disertai dengan
ulserasi tidak teratur yang umum dan symblepharon (pembentukan bekas luka) di mata
kanan mengarah ke diagnosis sementara pemfigoid cicatricial.
Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil peningkatan trombosit dan eritrosit,
hasil pemeriksaan histopatologi didapatkan epitel skuamosa bertingkat dengan acanthosis
ringan dan pembentukan celah subepitel dan dasar jaringan ikat tedapat infiltrasi limfosit
dan neutrofil yang padat dan difus. DIF menunjukkan deposit linear positif hanya IgA , IgM,
IgG, C3 dan fibrinogen negatif pada DIF , IIF diuji negatif untuk antibodi yang bersirkulasi.

Pasien memulai terapi prednisolon (20 mg) monodrug selama 2 minggu. Karena
tidak ada respon yang diamati selama 2 minggu, maka obat diubah menjadi dapson (25 mg)
selama 2 minggu. Dengan tidak ada pengurangan gejala yang diinginkan, diputuskan untuk
memulai dengan terapi kombinasi prednisolon (20 mg) dan dapson (25 mg) dengan
pemantauan nilai hematologis yang tepat. Pasien menunjukkan perbaikan drastis pada
gejala dan ulserasi segera sembuh. Obat-obatan secara bertahap meruncing dari waktu ke
waktu dan dihentikan karena lesi sembuh

3.2 Diskusi

LAD adalah kelainan autoimun yang jarang, kronis, dengan keterlibatan kulit dan
mukosa. Kausu ini pertama kali dibahas pada tahun 1901 dan pada tahun 1979 diakui
sebagai entitas terpisah dari dermatitis herpetiformis berdasarkan pada imunopatologi.
Insidensi pertama kali dilaporkan terdapat di China, Malaysia, Sri lanka, dan Thailand.
Angka kejadian pertahun 250.000 di Inggris. Berdasarkan literatur yang ada, dilaporkan
kasus paling sedikit di India dan pertama kali kasus tersebut dilaporkan di India selatan
pada tahun 1997. Etiologi penyakit ini masih belum diketahui. Beberapa penulis
mengatakan kelainan ini mungkin dipicu oleh obat-obatan seperti vankomisin dan insulin,
infeksi dan mungkin berhubungan dengan keganasan. Dalam kasus ini, riwayat pernah
dirawat di rumah sakit disertai demam karena virus dan mengkonsumsi obat-obatan dapat
berperan dalam etiologi dari kelainan ini.
Patofisiologi pembentukan celah subepidermal di LAD akibat obat, adalah dengan
aktivasi reaksi imunologis spesifik T-sel untuk obat yang melepaskan Th 2 sitokin,
interleukin (IL) -4, IL-5, IL-6, IL-10 dan mentransformasikan faktor pertumbuhan-β,
menyebabkan kelebihan produksi antibodi IgA yang ditargetkan terhadap protein yang
bertanggung jawab atas perlekatan membran basal seperti BP 180, protein 120-kDa, protein
hemidesmosomal 97-kDa dan glikoprotein transmembran. BP 180 antigen telah
diidentifikasi dari pemfigoid dalam pemisahan subepitel. Pada jalur klasik plasmin yang
diaktifkan dari plasminogen oleh keratinosit akan menyebabkan pembelahan kolagen tipe
XVII. Sementara neutrofil yang teraktivasi mengubah promatrixmetalloproteinase-9
menjadi matrix metalloproteinase-9, inaktivasi inhibitor α1-proteinase menyebabkan
kemotaksis neutrofil, akhirnya menyebabkan pemisahan subepitel dengan neutrophil
elastase.

LAD dibagi menjadi dua jenis berdasarkan usia: 1) Dermatosis bulosa IgA linier
pada anak-anak dan 2) Dermatosis bulosa IgA linier pada dewasa. Pada dewasa rata-rata
terjadi pada individu yang berusia lebih dari 40 tahun dengan insidensi tinggi pada usia 60-
65 tahun dan pada perempuan paling banyak terkena. Pembentukan vesikel heterogen
adalah gambaran klinis yang terdapat pada LAD dewasa, yang berbeda dengan pola
pembentukan vesikel, digambarkan sebagai keterlibatan mukosa 'cluster permata' dalam
varian anak-anak. Jenis pembentukan vesikel dalam kasus ini mendukung diagnosis LAD
dewasa. Ciri khas lainnya adalah adanya lesi okular, oral, dan genital, umumnya dengan
adanya keterlibatan kulit bersamaan. Kasus ini memiliki lesi mata dan oral yang khas pada
saat pemeriksaan. Meskipun tidak ada lesi genital atau kulit pada saat pemeriksaan, tetapi
pasien memberikan riwayat keterlibatan genital. Lesi papula yang sembuh pada kulit wajah
mungkin merupakan bagian dari manifestasi kulit dari kondisi tersebut. Bula yang dilihat
sebagai bagian dari lesi umumnya, dengan tanda Nikolsky negatif. Ada beberapa kasus
yang dilaporkan hanya melibatkan mukosa mulut tanpa manifestasi kulit dan sebaliknya.
Pada mukosa mulut terdapat prevalensi kejadian pada palatum durum, palatum molle dan
mukosa bukal, bersamaan dengan lesi pada konjungtiva, laring, faring, trakea, mukosa
vagina, atau sulkus balanopreputial. Keterlibatan permukaan eksternal lebih banyak pada
batang, ekstremitas dan perineum. Keterlibatan mata sebesar 50% dan sebagian besar
sembuh tanpa bekas luka, namun terdapat kebutaan, seperti pada pemfigoid cicatricial.

Secara histologis, biopsi insisi perilesi dilaporkan menunjukkan terdapat lepuhan


pada subepidermal di bawah membran dasar dengan infiltrasi neutrofil, eosinofil dan
limfosit. Endapan IgA dapat dilihat dengan menggunakan DIF, yang terlihat endapan linier
di membran dasar, sementara itu hasil untuk imunoglobulin dan fibrinogen negatif,
sehingga membedakannya dari lesi vesiculobullous lainnya. Endapan granular IgG dan C3
sangat jarang dapat terlihat pada dermatosis bulosa IgA linier pada masa kanak-kanak.
Dilaporkan juga bahwa endapan IgA “mirror image pattern”dianggap lebih umum pada
LAD.

Saat membandingkan LAD dengan penyakit vesiculobullous lainnya yang


menghasilkan pemecahan subepitel seperti pemfigoid, dermatitis herpetiformis dan
epidermolisis bullosa, DIF menunjukkan deposisi linear IgG dan C3 dalam membran basal
pemfigoid bulosa. Pemfigoid membran mukosa menunjukkan IgG linier dan C3 pada
membran basal dengan IgA pada 20% kasus. Epidermolysis bullosa menunjukkan deposisi
linear IgG, IgM, IgA, dan C3.

Teknik salt-splint adalah teknik yang digunakan dalam diagnosis gangguan bulous
subepidermal. Dalam teknik ini, jaringan diinkubasi dalam larutan natrium klorida 1,0 M
selama 72 jam pada suhu 4 ° C, yang menyebabkan epitel terpisah dari jaringan ikat pada
membran basal. Jaringan ikat membran basal mengandung kolagen dan laminin tipe IV dan
tipe VII, dan epidermisnya mengandung antigen yang terkait dengan hemidesmosom
(antigen plectin dan BP BP-230).

Pada epidermolisis bullosa acquista, IgG positif hanya pada dasar jaringan ikat.
Sedangkan pada LAD dan pemfigoid bulosa, positif imunofluoresensi terlihat pada
epidermal dan dasar jaringan ikat. IIF hanya positif untuk sepertiga pasien dan negatif pada
dua pertiga kasus. Teknik salt-splint digunakan sebagai tambahan DIF untuk mendeteksi
imunoglobulin dalam lesi dengan lepuhan subepidermal. Dalam kasus ini jenis kelamin,
usia dan gambaran klinis yang diamati dari pasien meliputi distribusi vesikel asimetris pada
palatum, adanya keterlibatan okuler, bersama dengan hasil histopatologi terdapat blister
subepitel, endapan linear IgA sepanjang membran basal dan tidak adanya imunoglobulin
dan fibrinogen lain pada DIF serta temuan negatif pada IIF ini adalah LAD tipe dewasa.

Dapson dianggap sebagai obat lini pertama untuk LAD dan digunakan sebagai
sistem terapi monodrug, tetapi harus digunakan dengan pertimbangan daya tahan dan
hemolisis tubuh pasien. Obat ini dapat digunakan dengan kortikosteroid sistemik.
Flucloxacillin dan sulfamethoxypyridazine adalah obat lini kedua dan dapat juga digunakan
bersama dengan steroid. Obat-obatan lain seperti sulfapyridine, kortikosteroid, colchicine,
tetracycline dan nicotinamide dan intravena imunoglobulin juga telah dilaporkan
memberikan hasil yang memuaskan. Tacrolimus juga telah dilaporkan digunakan untuk
pengobatan topikal sebagai tambahan. Dalam kasus ini, pengobatan dimulai dengan terapi
monodrug dosis tinggi prednisolon tetapi tidak hasil yang diharapkan sehingga diberikan
dapson selama 2 minggu sebagai obat pengganti, sambil tetap memeriksa jumlah sel darah
merah dan kadar defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Karena responnya tidak efektif,
terapi kombinasi diberikan dengan dapson dan prednisolon dengan hasil yang lebih baik,
gejala dan lesi terjadi pengurangan.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Linear IgA disease merupakan kelainanan autoimun kronik yang langka. Faktor
pemicu terhadap produksi autoantibodi IgA pada pasien dengan LAD tidak jelas.
Meskipun, induksi pada pasien respon autoimun IgA terhadap membrane dasar epidermis
dipicu oleh infeksi virus, obat-obatan (vankomisin, diklofenak, dan captopril), dan
keganasan yang diduga. Linear IgA disease menunjukkan gambaran klinis mengenai kulit
dan membrane mukosa. Secara karakteristik, lesi cenderung terlihat dengan pola seperti
kumpulan permata, dimana terdapat lesi baru pada perifer. Dapsone dipertimbangkan
sebagai first line obat untuk LAD dan digunakan sebagai sistem terapi obat tunggal, tetapi
digunakan dengan pertimbangan daya tahan dan hemolisis pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Zingade J, Pavan G, dan Arun K. 2018. Etiopathogenesis and recent diagnostic modalities
of pemphigus: A review. International journal of applied dental sciences. Vol.4, No.2.
Regan E, Anita Bane, Stephen F, dkk. 2004. Linear IgA disease presenting as desquamative
gingivitis. American medical association. Vol.130.
Pinto A, A Gabusi, Servidio, dkk. 2013. A case of linear IgA disease limited to the oral
mucosa. Annall dl Stomatologis. Vol.2.
Angiero F, Stefano B, Rolando C, dkk. 2007. A rare case of desquamative gingivitis due to
linear IgA disease. In vivo. Vol.21.
Saccucci M, Gabriele D, Maurizio B, dkk. 2018. Autoimmune disease and their
manifestations on oral cavirty: diagnosis and clinical management. Journal of
immunology research.
Patsatsi A. 2013. Chronic bullous disease or linear IgA dermatosis of childhood. Journal of
genetic syndromes & gene therapy. Vol.4, No.6.
Culton D, Zhi Liu, dan Luis A. 2014. Autoimmune bullous skin disease. Skin disease
Chaper 65.
Genovese G, Luigia V, Daniele F, dkk. 2019. Linear IgA bullous dermatosis in adults and
children: a clinical and immunopathological. Orphaned journal of rare diseases.
Vol.14, No.115.
Verma R, Biju V, Vijendran P, dkk. 2013. Linear IgA disease in an adult with unusual
clinical features. Indian dermatology online journal. Vol.4, No.2.
Mustafa M, Stephen R, Bruce R, dkk. 2015. Oral mucosal manifestations of autoimmune
skin diseases. Autoimmunity reviews. Vol.14.
Dharman S dan Arvind M. 2017. Oral mucous membrane pemphigoid- two case reports
with varies clinical presentation. Journal of Indian society of periodontology. Vol.20,
No.6.
Joseph T, Paradeesh S, dan KU Goma. 2015. Linear IgA dermatosis adult variant with oral
manifestations: a rare case report. Journal of oral and maxillofacial pathology. Vol.19,
No.1.
Wang X, Pengfei Song, dan Jing Wang. 2017. Report a case of linear IgA bullous
dermatosis during gestation and minor review for features of different subtypes and
differential diagnosis. Journal of dermatology research and therapy. Vol.3, No.1.
Shah S, Brooke Mohr, dan Palak P. 2017. Linear IgA bullous dermatosis mimicking oral
lichen planus. Proc (Bayl Univ Med). Vol.30, No.3.
Aswani R, Ramesh S, Milind B, dkk. 2014. Linear IgA disease: a rare entity. Journal of
evolution of medical and dental. Vol.3, No.43.
Dan H, Rui Lu, Wei Li, dkk. 2011. Linear IgA disease limited to the oral mucosa. Journal
Am Acad Dermatol.
Rashid H, Aniek L, Gilles F, dkk. 2019. Oral lesions in autoimmune bullous diseases.
American journal of clinical dermatology. Vol.20.
Valle A, Jose M, dan Angel M. 2004. Oral manifestations caused by the linear IgA disease.
Oral medicine and pathology. Vol.9.

Anda mungkin juga menyukai