BST Farida Dermatitis Atopik
BST Farida Dermatitis Atopik
DERMATITIS ATOPIK
Oleh
Preseptor :
Dr. dr. Satya Wydya Yenny, Sp.D.V.E, Subsp, D.K.E, M. Ag, FINSDV, FAADV
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis atopik merupakan kondisi inflamasi kronik pada kulit yang dihubungkan
dengan gatal, nyeri, dan gangguan tidur. Dermatitis Atopik (DA) bersifat kronis dan
residif yang disebabkan oleh reaksi alergi dan bersifat menurun. Dermatitis atopik
dapat berkembang menjadi penyakit atopik lainnya, misalnya asma dan rhinitis alergi.
Seseorang dengan DA akan lebih rentan terkena asma dan rhinitis alergi dibandingkan
seseorang tanpa dermatitis atopik.1
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiopatogenesis
Pada DA terdapat 2 tipe sel dendritik dengan afinitas tinggi terhadap IgE
(reseptor IgE yang mengandung mieloid) yaitu sel Langerhans (SL) dan sel epidermal
dendritik inflamasi (SEDI). SL yang mengandung IgE tampaknya berperan penting
pada presentasi alergen kulit pada sel Th2 yang memproduksi IL-4, dimana pada DA
akut Th2 yang terlibat dan sitokin terutama IL-4, IL-5 dan IL-13 serta penurunan
IFN-γ, yang memediasi perubahan isotipe imunoglobulin ke sintesis IgE dan
meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada sel-sel endotelial. Berbeda halnya
dengan DA kronis yang melibatkan produksi sitokin Th1, IL-12, IL-18, dan IL-5,
serta IFN-γ yang mengalami upregulation dalam keratinosit.12
3. Genetik
Bila salah satu orang tua memiliki riwayat DA, maka insiden terkena DA menjadi
dua kali lipat pada anaknya. Insiden ini menjadi tiga kali lipat bila riwayat DA
ditemukan pada kedua orang tua.25 Terdapat 2 kromosom yang berkaitan erat dengan
DA yaitu kromosom 1q21 dan kromosom 17q25. Hal ini masih paradoksal karena
psoriasis dengan gambaran klinis yang berbeda juga terkait dengan kromosom yang
sama. Selain itu, kedua kromosom tersebut tidak terkait dengan penyakit atopi
lainnya. Juga ditemukan peran kromosom lainnya seperti 5q31-33 sebagai penyandi
gen sitokin Th2.12
Faktor-faktor pencetus lainnya
DA merupakan hasil interaksi kompleks dari berbagai faktor, antara lain genetik,
sistem imun, disfungsi sawar kulit dan berbagai faktor pencetus lainnya baik yang
bersifat alergik maupun non alergik.13
Makanan
Banyak studi yang selama bertahun-tahun meneliti hubungan antara DA dan
hipersensitifitas terhadap makanan pada anak dan dewasa. Diperkirakan 30-40% bayi
dan anak usia muda menderita DA sedang sampai berat dengan alergi makanan
sebagai faktor pencetus. Prevalensi tertinggi alergi makanan dijumpai pada bayi,
menurun pada usia anak, dan makin berkurang pada dewasa. Makanan yang paling
sering sebagai faktor pencetus ialah telur, susu, gandum, kedele, dan kacang tanah.14
Alergi makanan sering dimulai pada tahun pertama kehidupan dimana saluran
cerna bayi baru lahir akan terpapar dengan protein makanan dalam ASI serta
lingkungan sekitar yang dikelilingi bakteri. Hal ini merupakan suatu perubahan
dramatis dengan kondisi bayi sebelumnya di dalam rahim yang hanya menelan air
ketuban steril dan bebas alergen. Umumnya akibat proses sensitisasi dan reaksi
hipersensitifitas spesifik terhadap protein makanan, terbentuk IgE spesifik terhadap
makanan. Alergen makanan cepat diabsorpsi dan melewati sawar mukosa saluran
cerna melalui aliran darah, kemudian dibawa ke seluruh tubuh dan menyebar ke sel
mast di kulit sehingga menimbulkan rasa gatal dan menyebabkan lesi DA. Hampir
85% pasien dengan DA menunjukkan tingginya kadar total IgE.14
Tabel 1. Jenis makanan dan protein
Staphylococcus aureus
Infeksi S. aureus paling sering terjadi, diperkirakan sekitar 90% pada DA.18,20,29
Hal ini dikarenakan kemampuan bakteri tersebut untuk menyekresi toksin yang
dikenal sebagai superantigen. Bahan ini akan menstimulasi aktivasi sel T dan
makrofag. Mekanisme meningkatnya kolonisasi S. aureus pada DA masih belum
diketahui pasti, diduga akibat kombinasi berbagai faktor. Menggaruk merupakan
salah satu faktor penting karena dapat meningkatkan pengikatan bakteri akibat
terganggunya fungsi sawar kulit.13
Gambar 4. Peran Staphylococcus aureus pada patogenesis dermatitis atopi
2.4 Klasifikasi
Dermatitis atopik diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan organ tubuh, yaitu
dermatitis atopik murni dan dermatitis atopik dengan kelainan di organ lain.
Dermatitis atopik murni hanya terdapat di kulit, sedangkan DA dengan kelainan di
organ lain, misalnya asma bronkial, rhinitis alergi, serta hipersensitivitas terhadap
berbagai allergen polivalen. Dermatitis atopik murni terdiri atas 2 tipe, yaitu tipe
intrinsik dan ekstrinsik. Dermatitis atopik intrinsik adalah dermatitis atopik tanpa
bukti hipersensitivitas terhadap allergen polivalen dan tanpa peningkatan kadar IgE
total serum. Sedangkan dermatitis atopik ekstrinsik bila terbukti pada uji kulit
terdapat hipersensitivitas terhadap allergen hirup dan makanan.1
Kriteria diagnosis dermatitis atopik di Indonesia yang paling sering digunakan yaitu
kriteria Hanifin- Rajka yang terdiri dari kriteria mayor dan minor.1
Kriteria Hanifin Rajka
1. Kriteria mayor (harus terdapat 3)
Pruritus (gatal)
Morfologi dan distribusi lesi: Wajah dan ekstensor pada bayi dan likenifikasi
fleksural pada dewasa
Bersifat kronik eksaserbasi
Ada riwayat atopi di keluarga
2. Kriteria minor (harus terdapat 3 atau lebih)
Xerosis/kulit kering
Iktiosis
Hiperlinearis palmaris
Keratosis pilaris
Alergi tipe I / peningkatanserum IgE
Dermatitis tangan / kaki Cheilitis
Dermatitis papilla mamae
Terdapat peningkatan S. aureus dan virus herpes simpleks
Keratosis perifolikuler
Pitiriasis alba
Awitan usia dini
Konjungtivitis berulang
Lipatan Dennie-Morgan
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritem
Gatal bila berkeringat
Intoleran terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan atau emosi
White dermographism dan delayed blanch response
Kriteria William yang lebih sederhana untuk menentukan diagnosis penyakit DA
sebagai berikut.1
Harus ada: Kulit gatal (atau tanda garukan pada anak kecil)
Ditambah dengan adanya tiga ataupun lebih tanda-tanda berikut:
1. Riwayat perubahan kulit di fosa kubiti, poplitea, bagian anterior dorsum
pedis, atau di sekitar leher (termasuk kedua pipi pada anak dengan usia kurang
dari 10 tahun)
2. Riwayat asma atau hay fever pada anak-anak (riwayat atopi kurang dari 4
tahun pada generasi 1 di dalam keluarga)
3. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun.
4. Dermatitis pada bagian fleksural (pipi, dahi, dan paha bagian lateral pada anak
usia kurang dari 4 tahun)
5. Awitan terjadi di bawah usia 2 tahun (tidak dinyatakan pada anak kurang dari
4 tahun)
Penentuan derajat keparahan dermatitis atopik berhubungan dengan terapi yang akan
diberikan. Derajat keparahan dermatitis atopik menggunakan skala yang diajukan
oleh seorang ahli dermatologi Eropa, yaitu dengan menggunakan indeks Scoring for
Atopic Dermatitis (SCORAD)1. Penilaian SCORAD:
A. Penilaian luas penyakit
Pada penilaian ini, luas lesi kulit yang dihitung adalah lesi inflamasi dan tidak
termasuk kulit kering dengan menggunakan metode “rule of nine” dan selanjutnya
lesi digambarkan pada selembar kertas kosong untuk kemudian dievaluasi. Luas
telapak tangan pasien menggambarkan 1% dari luas permukaan tubuh. Namun pada
anak yang berusia kurang dari 2 tahun, terdapat sedikit perbedaan dalam penilaian
“rule of nine”, yaitu pada area kepala dan tungkai bawah.1
B. Penilaian intensitas
1. Immunoglobulin
2. Bakteriologi
Pada kulit penderita dermatitis atopik yang aktif biasanya sering dijumpai
bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus walaupun tanpa gejala klinis
infeksi.17
Merupakan uji kulit yang sering dilakukan pada anak yang dicurigai
menderita dermatitis atopik. Tempat uji adalah pada volar lengan bawah
dengan jarak 2 cm dari pergelangaan tangan dan lipat siku. Setelah
meletakkan alergen pada permukaan kulit kemudian kulit ditusuk dengan
kedalaman 1 mm dengan menggunakan lanset. Sebagai kontrol positif
digunakan histamin dan untuk kontrol negatif digunakan larutan gliserin.
Reaksi terhadap alergen dibaca 15 menit kemudian dan dikatakan positif bila
dijumpai rasa gatal, eritema dan urtikaria.17
Prognosis dermatitis atopik secara umum baik asalkan pasien menghindari factor
pencetus, rutin kontrol, makan obat teratur, dan menggunakan obat topical secara
teratur.1
2.9 Komplikasi
Dermatitis atopik dapat berkembang menjadi asma bila tidak dilakukan tatalaksana
dan pencegahan yang baik Pencegahan: Pencegahan terjadinya kekambuhan
dilakukan dengan penghindaran pencetus atau dengan pemberian antihistamin
generasi baru jangka panjang.1
BAB 3
LAPORAN KASUS
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36.2°C
Status gizi : BB: 16.67 kg TB: 113 cm
Status Generalis
Rambut : hitam, tidak mudah rontok, alopesia tidak ada
Kepala : normochepal, dalam batas normal
Mata : konjungitva hiperemis -/-, hiperlakrimasi -/-, sekret -/-, area
hitam di palpebra inferior (+/+)
Tampak lingkaran hitam dibawah kelopak mata kiri dan kanan
Tampak garis dennie morgan di kelopak mata bawah kanan dan kiri
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Paru :
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak ada pembesaran jantung
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Irama jantung reguler, bising jantung (-), mumur (-)
Regio Abdomen:
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik, edem tidak ada
Status Dermatologikus
Lokasi : Ektremitas atas, ekstremitas bawah, dan wajah
Distribusi : simetris
Bentuk : bulat - tidak khas
Susunan : diskret - konfluens
Batas : tegas – tidak tegas
Ukuran : miliar – plakat
Efloresensi : plak eritema, likenifikasi disertai ekskoriasi, dan macula serta papul
pada daerah eskremitas atas, ekstremitas bawah, dan wajah, disertai adanya bercak-
bercak hipopigmentasi dan hiperpigmentasi merata di punggung, dada, ekstremitas
atas, dan ekstremitas bawah
Status Venereologikus
Tidak dilakukan pemeriksaan
Foto Pasien
RESUME
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun datang dibawa ibunya ke Poli Kulit
dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil dengan keluhan gatal-gatal disertai bintik-bintik
kemerahan, bercak kemerahan disertai sisik putih halus, bercak-bercak putih, luka
lecet, adanya keropeng yang terasa gatal di sekitar lipatan lutut, lipatan lengan, wajah,
dada, kedua lengan atas, punggung, dan tungkai yang semakin bertambah sejak 7 hari
yang lalu. Pasien gatal-gatal sejak usia 4 tahun. Pasien merasakan gatal semakin
bertambah apabila pasien berkeringat. Pasien merasakan gatal ketika berada di
lingkungan suhu dingin dan ketika musim hujan. Pasien juga sering merasakan gatal
sampai terbangun dari tidur dengan skor 7. Gatal-gatal yang dirasakan kambuh
sebulan 2 kali. Pasien sering menggaruk bintik merah sehingga menimbulkan luka
lecet dan keropeng. Pasien merasakan kulit kering diseluruh badan, muncul
kemerahan yang terasa kering di kedua sudut bibir. Pasien bersin-bersin ketika pagi
hari dan suhu dingin. Pasien memiliki alergi udang, cumi, tongkol, ayam, telur, dan
santan. Ibu pasien mengeluhkan adanya bercak-bercak putih di punggung, dada, dan
tangan pasien. Riwayat memakai pakaian tebal tidak ada.
Dari pemeriksaan dermatologikus ditemukan adanya lesi di lokasi : lipatan
lutut, lipatan lengan, dan tungkai bawah, distribusi simetris, berbentuk bulat - tidak
khas, susunan diskret - konfluens, batas tegas-tidak tegas, ukuran miliar-plakat,
efloresensi didapatkan plak eritema, likenifikasi disertai ekskoriasi dan makula serta
papul pada daerah lipatan lutut, lipatan lengan dan tungkai pasien. Ayah dan ibu
pasien memiliki atopi berupa bersin-bersin ketika berada di lingkungan dengan suhu
dingin. Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan. Berdasarkan pemeriksaan
status dermatologikus, ditemukan lesi di lokasi ektremitas atas, ekstremitas bawah,
dan wajah dengan distribusi simetris, bentuk bulat - tidak khas, susunan diskret –
konfluens, batas tegas – tidak tegas, ukuran miliar – plakat, efloresensi plak eritema,
likenifikasi disertai ekskoriasi, dan macula serta papul pada daerah eskremitas atas,
ekstremitas bawah, dan wajah, disertai adanya bercak-bercak hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi merata di punggung, dada, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah.
Diagnosis Kerja
Dermatitis atopik fase anak derajat sedang (dengan nilai SKORAD 39,7)
Diagnosis Banding
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, tidak ada diagnosis
banding dari penyakit pasien
Pemeriksaan Laboratorium dan Anjuran
Pemeriksaan immunoglobulin IgE
Uji bakteriologi
Uji tusuk (Skin Prick Test)
Tatalaksana
Umum
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa penyakit yang dialami pasien
disebabkan oleh gangguan sawar kulit dan sistem imun pada pasien atau keluarganya
yang memiliki riwayat atopi terhadap pajanan allergen.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga cara merawat kulit pasien dengan mandi
menggunakan air hangat, tidak lebih dari 10 menit, menggunakan sabun netral, pH
rendah, hipoalergenik, berpelembab, segera setelah mandi 3 menit mengoleskan
pelembab 2-3 kali sehari atau bila masih teraba kering.
Menghindari faktor pencetus.
Membersihkan alas kasur, selimut dan karpet agar tidak berdebu.
Mencegah garukan agar luka lecet tidak bertambah.
Menghindari memakai baju berlapis atau kegiatan yang berkeringat.
Menjelaskan kepada pasien untuk selalu menggunakan pelembab untuk membuat
kulit menjadi lembab dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Khusus
Topikal: krim mometason furoat 0.1% 2 kali sehari
Krim Urea 10% dioleskan sesering mungkin setelah mandi.
Sistemik: Loratadine 1x10 mg/ hari.
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
BAB 4
DISKUSI
1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2019. 167–183 p.
2. C A. Overview of Atopic Dermatitis. AJMC. 2017;23(8).
3. Yeung DYM, Tharp M, Boguniewicz M. Atopic dermatitis. In: Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 8thed. New York: Mc Graw
Hill; 2012.p.165-82.
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic dermatitis, eczema, and non
infectious immuodeficiencies disorder. In: Gabbedy R, Pinczewski S, editors.
Andrews’ disease of the skin. 11th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2011.p.62-70.
5. Pohan SS. Dermatitis atopik: masalah dan penatalaksanaan. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin 2006;18(8):165-71.
6. Rubel D, Thirumoorty T, Soebaryo RW, Weng SC, Gabriel TM, Villafuerte
LL, et al. Consensus guidelines for the management of atopic dermatitis: an
asia-pacific perspective. J of Dermatol 2013; 40:160-71.
7. Sugito TL, Boediardja SA, Wisesa TW, Prihanti S, Agustin T. Buku panduan
dermatitis atopik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011.
8. Budianti WK., Widaty S., Poesponegoro EH., Wiryadi BE. Patogenesis
pruritus pada dermatitis atopik. MDVI 2010; 37(10):190-7.
9. Torres T, Ferreira EO, Goncalo M, Bastos PD, Selores M FP. Update on Atopic
Dermatitis. Acta Med Port. 2019;32(9):606–13.
10. Watson W, Kapur S. Atopic dermatitis. Allergy, Asthma & Clinical
Immunology. 2011:7;S4
11. Brown SJ, Irvine AD. Atopic eczema and the filaggrin story. Semin Cuan
Med Surg. 2008:27:128-37.
12. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi ke5). Jakarta: FKUI, 2007; p.129-58
13. Dahbi SM, Renz H. Role of inhalant allergens in atopic dermatitis. In:
Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, editors. Text book of Atopic Dermatitis.
London: Informa UK Ltd, 2008; p.101-15
14. Bieber T. Atopic dermatitis. Ann Dermatol. 2010: 22(2):125-37.
15. Esmail FT. Skin barrier function and atopic eczema. Current Allergy and
Clinical Immunology. 2011:24(4):193-8.
16. Suarez AL, Feramisco JD, Koo J, Steinhoff M. Psychoneuroimmunology of
psychological stress and atopic dermatitis: pathophysiologic and therapeutic
updates. Acta Derm Venereol. 2012;92(1):7-15.
17. M N. Atopy patch testing with airborne allergens. Acta Dermatoverologica.
2013; 22:39–42.
18. Burns T. Rook’s Textbook dermatology edisi ke-8. Blackwell Publishing.
2010; 24-40.
19. Werfel T. Classification, Clinical features and Differential Diagnosis of
Atopic Dermatitis. dalam: Werfel T, W. Kiess, J. M. Spergel. Atopic
Dermatitis in Childhood and Adolescence. Switzerland: Karger publisher;
2011;15: 2-20.
20. KEMENKES. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. 2013;417-422.