Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT

Mola Hidatidosa

Disusun Oleh
Valencia Suwardi
11.2018.015

Dokter Pembimbing:
dr.Edward Aipassa, Sp.OG

KEPANITERAN KLINIK ILMU PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KANDUNGAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 1 JULI 2019 – 7 SEPTEMBER 2019

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Pada umumnya kehamilan normal berakhir dengan lahirnya bayi yang cukup bulan dan
sempurna secara fisik. Tetapi kenyataannya tidak selalu demikian, sebagian kehamilan
mengalami kegagalan, tergantung pada tahap dan jenis gangguan yang terjadi. Kehamilan
tersebut dapat berakhir dengan abortus, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin
dalam rahim atau bayi lahir dengan cacat bawaan. Salah satu bentuk kegagalan kehamilan
yang berkembang tidak normal yaitu mola hidatidosa, kehamilan ini tidak disertai janin
namun hanya berupa gelembung-gelembung seperti buah anggur berasal dari vili korialis
dengan sel-sel trofoblasnya.

Lima belas sampai dua puluh persen penderita mola hidatidosa dapat berubah menjadi
ganas dan dikenal dengan tumor trofoblas gestasional. Jadi yang dimaksud dengan penyakit
trofoblas gestasional adalah mola hidatidosa yang jinak dan tumor trofoblas gestasional yang
ganas. Penyakit trofoblas adalah suatu istilah umum yang digunakan bagi sekumpulan
penyakit yang ditandai dengan adanya proliferasi dengan adanya proliferasi berlebihan dari
sel-sel trofoblas. Penyakit ini dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan asalnya, yaitu :

1. Penyakit trofoblas gestasional yang berasal dari jaringan trofoblas kehamilan


2. Penyakit trofoblas non gestasional yang berasal dari jaringan embrional

Penyakit trofoblas gestasional adalah sekumpulan penyakit yang berkaitan dengan vili
korialis, terutama sel trofoblasnya dan berasal dari suatu kehamilan, terdiri dari mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial yang bersifat jinak dan mola invasif,
koriokarsinoma, placental site trophoblastic tumor yang bersifat ganas.

Hingga saat ini penyakit trofoblas gestasional masih merupakan masalah obstetri yang
cukup serius, karena menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Morbiditas
yang dapat timbul dari penyakit ini umumnya karena penyulit yang menyertainya, seperti
perdarahan, preeklamsi berat dan tiroktosikosis dan bila terlambat ditangani dapat
menyebabkan kematian. Selain itu bila koriokarsinoma atau mola invasif terjadi pada pasien
usia muda yang masih memerlukan fungsi reproduksi, upaya pengobatannya dapat
menyebabkan pasien tersebut kehilangan fungsi reproduksinya karena tindakan histerektomi.
Hal ini berarti PTG selain merupakan masalah karena memberikan kontribusi yang cukup

2
besar bagi angka mortalitas dan morbiditas ibu, juga menjadi masalah bagi kesehatan
reproduksi. Dengan demikian diperlukan upaya yang menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan untuk menurunkan insidensi penyakit ini, mulai dari upaya prefensi,
deteksi dini dan pengobatan yang rasional, termasuk registrasi dan pemantauan kasus yang
cermat.

3
BAB 2
ILLUSTRASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU OBSTETRI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
Nama Mahasiswa : Valencia Suwardi Tanda Tangan

NIM : 11.2018.015

Dokter Pembimbing : dr.Edward Aipassa, Sp.OG

IDENTITAS PASIEN

Nama Lengkap : Ny. N Jenis Kelamin : Wanita


Tanggal Lahir(Umur) : 01-01-1986 (33 tahun 6 bulan ) Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pulau Lancang RT 003/001 Pulau Pari, DKI Jakarta, 14530

IDENTITAS SUAMI
Nama Lengkap : Tn. J Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir (umur) : 17-3-1975 (44 tahun) Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Supir
Alamat : Pulau Lancang RT 003/001 Pulau Pari, DKI Jakarta
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 6 Juli 2019
Keluhan Utama:
OS dibawa ke IGD dengan keluhan perdarahan pervaginam.
Riwayat Perjanalan Penyakit:
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien hamil 12 minggu mengatakan keluar darah
dari kemaluan disertai dengan gumpalan seperti hati ayam. Pasien mengatakan darah yang
keluar sebanyak 2 pembalut penuh dalam sehari. Pasien mengatakan dari awal kehamilan
sudah keluar flek kurang lebih 12 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh
pusing, lemas, mual dan muntah sebanyak 2 kali. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi,

4
diabetes melitus dan jantung.

Riwayat Haid:

 Haid pertama : Umur 12 tahun


 Siklus : Teratur, siklus 30 hari/bulan
 Lama haid : 6 hari
 Jumlah setara dengan 4-5 kali ganti pembalut dalam sehari
 HPHT : 11 April 2019
 Taksiran Persalinan : 18 Januari 2020

Riwayat Perkawinan

 Kawin: sudah
 Kawin: 1 kali
 Dengan suami sekarang sudah 13 tahun
 Tahun nikah: 2006

Riwayat Obstetrik
Seorang ibu usia hamil janin tunggal hidup 12 minggu dengan tanggal Hari Pertama
Haid Terakhir (HPHT) pada 11 April 2019. Selama kehamilan, pasien melakukan
pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur di bidan. Tafsiran kelahiran pasien
adalah 18 Januari 2020. Kehamilan ini merupakan kehamilan keempat pada pernikahan
pertama. (G4P4A0).
Kehamilan pertama janin tunggal hidup, lahir partus normal cukup bulan (aterm)
dibantu oleh bidan pada tahun 2007. Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan (Antenatal
care) yang teratur di bidan. Pasien tidak mengalami komplikasi atau riwayat penyakit seperti
hipertensi, diabetes melitus sewaktu kehamilan pertama.
Kehamilan kedua janin gemeli hidup, lahir partus normal cukup bulan (aterm) dibantu
oleh bidan pada tahun 2010. Pasien melakukan pemeriksaan kehamilan (Antenatal care) yang
teratur di bidan. Pasien tidak mengalami komplikasi atau riwayat penyakit seperti hipertensi,
diabetes melitus sewaktu kehamilan pertama.
Kehamilan keriga janin tunggal hidup, lahir partus normal cukup bulan (aterm)
dibantu oleh bidan di rumah sakit pada tahun 2015. Pasien melakukan pemeriksaan

5
kehamilan (Antenatal care) yang teratur di bidan. Pasien tidak mengalami komplikasi atau
riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus sewaktu kehamilan pertama.

Riwayat Keluarga Berencana


Pil KB (-) Suntikan (3 bulan) (+) IUD (-) Susuk KB (-) Lain-lain (-)
Pasien menyatakan menggunakan KB metode suntik 3 bulan yang dimulai 2015.
Pasien tidak mengalami keluhan selama pemakaian KB.
Penyakit Dahulu (tahun, diisi bila ya(+), bila tidak (-)

(-)cacar (-)malaria (-)batu ginjal / saluran kemih

(-)cacar air (-)disentri (-)burut/ hernia

(-)difteri (-)hepatitis (-)batuk rejan

(-)tifus abdominalis (-)wasir (-)campak

(-)diabetes (-)sifilis (-)alergi

(-)tonsilitis (-)gonore (-)tumor

(-)hipertensi (PEB) (-)penyakit pembuluh (-)demam rematik akut

(-)ulkus ventrikuli (-)pendarahan otak (-)pneumonia

(-)ulkus duodeni (-)psikosis (-)gastritis

Adakah kerabat yang menderita:

Penyakit Ya tidak hubungan

Alergi 

Asma 

Tuberkulosis 

HIV 

Hepatitis B 

Hepatitis C 

Hipertensi 

6
Cacat bawaan 

Lain - lain 

B. PEMERIKSAAN JASMANI
I. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 157 cm
Berat badan : 45 kg
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
Suhu : 36.7 ◦C
Pernapasan : 20x/menit (torako-abdominal)
Keadaan gizi : Normal
Sianosis :-
Edema umum :-
Cara berjalan Normal , tidak ada kelainan
Mobilisasi : Aktif

Aspek kejiwaan
Tingkah laku : wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif
Alam perasaan: biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah
Proses pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Mata
Konjungtiva anemis +/+
Sclera ikterik -/-

Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi :-
Jaringan parut : striae gravidarum Pigmentasi : merata
Pertumbuhan rambut: merata Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran
Suhu raba : hangat Lembab / kering : Lembab

7
Keringat : umum/setempat Turgor : Baik
Lapisan lemak: tipis Ikterus :-
Lain lain: - Edema : -

Kelenjar getah bening


Submandibula: tidak tampak pembesaran Leher: tidak tampak pembesaran
Supraklavikula: tidak tampak pembesaran Ketiak: tidak tampak pembesaran
Lipat paha : tidak tampak pembesaran

Dada
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran pembuluh darah
Buah dada : Puting menonjol, areola mamme membesar

Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri bentuk toraks normal, pernapasan bentuk toraks normal, pernapasan
torako-abdominal, gerakan dada torako-abdominal, gerakan dada
tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada bagian yang tertinggal,
tidak tampak ada deformitas atau tidak tampak ada deformitas atau
lesi kulit. lesi kulit.
Kanan bentuk toraks normal, pernapasan bentuk toraks normal, pernapasan
torako-abdominal, tidak ada bagian torako-abdominal, tidak ada
yang tertinggal, tidak tampak ada bagian yang tertinggal, tidak
deformitas atau lesi kulit. tampak ada deformitas atau lesi
kulit.
Palpasi Kiri Tidak ada benjolan, tidak ada Tidak ada benjolan, tidak ada
pelebaran sela iga, tidak ada nyeri pelebaran sela iga, tidak ada nyeri
tekan,tidak teraba deformitas, taktil tekan, tidak teraba deformitas,
fremitus normal taktil fremitus normal
Kanan Tidak ada benjolan, tidak ada Tidak ada benjolan, tidak ada
pelebaran sela iga, tidak ada nyeri pelebaran sela iga, tidak ada nyeri
tekan, tidak teraba deformitas, taktil tekan, tidak ada nyeri tekan, taktil
fremitus normal fremitus normal
Perkusi Kiri Sonor Sonor

8
Kanan Sonor Sonor
Auskultas Suara napas vesikuler, Ronki (-), Suara napas vesikuler, Ronki (-),
i Mengi (-) Mengi (-)

Jantung

Palpasi Ictus cordis teraba pada sela iga 4, garis mid-clavicularis kiri, sebesar 2.5 cm

Perkusi Batas atas: sela iga 2 garis parasternalis kiri

Batas kanan: sela iga 4 garis parasternalis kanan

Batas kiri: sela iga 4, garis mid-clavicularis kiri

Auskultasi BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Perut

Inspeksi : Membuncit, Striae gravidarum (+), luka bekas operasi (-)


Palpasi : Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan, teraba lunak, tidak
teraba bagian-bagian janin , ballotement dan gerakan janin
Auskultasi : bising usus (+), tidak ada suara patologis.

Pemeriksaan Obstetri
Tinggi Fundus Uteri
 3 jari diatas umbilikal

Pemeriksaan Vaginal Touche


Vulva dan Vagina
Inspeksi : Tidak tampak lesi kulit seperti kondiloma, kista atau varises.
Palpasi: Tidak tampak kelainan
Vagina:
-Tidak dilakukan
Pemeriksaan Payudara
-Tidak dilakukan

9
Tungkai dan kaki
Luka (-) Varises (-)
Edema (-) Akral hangat (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 6 Juli 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 4,6 g/dL 11.7-15.5
Hematokrit 14 % 35-47
Leukosit 11.7 103 / µL 3.6-11.0
Trombosit 283 103 / µL 150-440
GOLONGAN DARAH
Golongan Darah B -
Rhesus Positif -
HEMOSTASIS
Masa Perdarahan 1 menit 1-6 menit

PT

Pasien 13.6 detik 11.6-14.5

Kontrol 14.1 detik 12.0-16.0

INR 1.01

APTT

Pasien 30.5 detik 28.6-41.6


Kontrol 35.8 detik 28.0-39.0
KIMIA KLINIK
Glukosa Sure Step 87 mg/dL -

Hasil USG
Tanggal 1/7/2019

10
RINGKASAN (RESUME)
Anamnesis:
Seorang pasien berusia 33 tahun gravida G4P4A0, dengan usia kehamilan 12 minggu
dating ke IGD RSUD Cengkareng dengan diagnosis perdarahan pervaginam. Pasien
menyatakan bahwa 1 jam SMRS pasien mengalami perdarahan pervaginam disertai gumpalan
seperti hati ayam. Perdarahan semakin bertambah dan pasien mula merasa lemas, pusing,
mual dan muntah sebanyak2 kali. Pasien tidak mengalami riwayat penyakit seperti hipertensi,
diabetes melitus, jantung atau kelaianan darah. Pasien rutin melakukan pemeriksaan
kehamilan antenatal di bidan. Kehamilan pertama, kedua dan ketiga partus normal dan
dibantu oleh bidan tanpa adanya komplikasi. Pasien juga menyatakan tidak mengalami
riwayat penyakit sewaktu kehamilan pertama.
Working Diagnosis:

-G4P4A0 Hamil 12 minggu dengan mola hidatidosa

Differential Diagnosis

 Kehamila ektopik terganggu

11
 Abortus imminens

Terapi:

 Perbaikan KU
 Persiapan kuretase
 Tindakan kuretase
 Methotreksate 0,4mg/KgBB IM tiap hari selama 5 hari
 Actinomycin - D 12ug/KgBB 5 hari

Prognosis:
 Ad vitam: bonam
 Ad fungsionam: dubia ad bonam
 Ad sanationam: dubia ad bonam

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa suatu istilah umum untuk dua bentuk yang berbeda yaitu mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial. Merupakan suatu kegagalan reproduksi yang

12
secara histopatologis merupakan hiperplasia jaringan trofoblas yang sebagian atau seluruh
jaringan ikat vilinya menunjukan degenerasi hidropik. Persamaan keduanya adalah gambaran
hidropik pada sebagian atau seluruh vili korialis dan adanya hyperplasia trofoblas.
Perbedaannya, pada mola hidatidosa komplit tidak didapatkan janin, sedangkan pada mola
hidatidosa parsial terdapat janin yang cenderung mati secara dini. Mola hidatidosa adalah
suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar, tidak ditemukan embrio dan hampir seluruh
vili korialisnya mengalami perubahan hidropik. Keadaan ini disebut sebagai mola hidatidosa
komplit (complete mole/true mole/complete mole). Bila diantara gelembung mola ditemukan
embrio disebut mola hidatidosa parsialis (transtitional mole/incomplete mole).
Kelainan yang sudah dikenal sejak abad keenam ini telah mengalami berbagai
perkembangan, baik dalam pengertian teori, istilah, klasifikasi, maupun cara
penanggulangannya. Namun, masih banyak aspek yang belum terungkap secara jelas ataupun
kontroversial, seperti perbedaan insidensi secara geografis, etiologi, patogenesis dan faktor
resiko.
Walaupun sebagian besar penderita mola hidatidosa dapat sembuh spontan, namun bila
diagnosis dan pengelolaannya terlambat, penderita dapat meninggal karena perdarahan,
infeksi maupun akibat tumor trofoblas gestasional pasca mola hidatidosa.
Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm, ditemukan beberapa bagian yang
mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak dimasukan ke dalam mola
hidatidosa, tetapi disebut sub molaire. Baru setelah diadakan penelitian sitogenik pada tahun
1970-an oleh antara lain Kajii, Vassilokos, Szulman dan lain-lain, dicapai kesepakatan bahwa
mola hidatidosa itu terdiri dari dua jenis
1. Mola hidatidosa komplit (MHK)
2. Mola hidatidosa parsialis (MHP)

Mola hidatidosa komplit (MHK)


Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami
degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak ditemukan unsur janin.
Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hyperplasia dari
kedua lapisan trofoblas.
Secara Sitogenetik umumnya bersifat diploid 46 XX, sebagai hasil pembuahan satu
ovum, tidak berinti atau intinya tidak aktif, dibuahi oleh sperma yang mengandung 23 X
kromosom, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya MHK
bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik).

13
Kadang – kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi)
sehingga terjadi 46 XX atau 46 XY. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap
androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik yang
terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK.
Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau
gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3cm, berdinding tipis,
kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya
kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti serangkaian
buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK disebut juga kehamilan anggur. Tangkai
tersebut melekat pada endometerium. Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila
tangkainya putus terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut
diliputi oleh darah merah atau coklat tua yang sudah mengering. Sebelum ditemukan USG,
MHK dapat mencapai ukuran besar sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.

Faktor Resiko

MH dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi, pasien termuda yang
pernah dilaporkan berusia 12 tahun (Bobrow) dan tertua 57 tahun (A Pearson). Di RSHS yang
termuda 15 tahun dan yang tertua 53 tahun.
Di samping umur, faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. Acosta
Sison, menganggap bahwa MH adalah suatu kehamilan patologis, sedangkan faktor yang
menyebabkan ovum patologis ini adalah defisiensi protein kualitas tinggi (highclass protein).
Acosta Sison mengaitkan dengan kenyataan bahwa di Asia banyak sekali ditemukan MH,
yang penduduknya sebagian termasuk golongan sosioekonomi rendah yang kurang
mengkonsumsi protein.
Reynold mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke-13 dan ke-21,
mengalami asam folat dan histidine akan mengalami gangguan pembentukan thymidine, yang
merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan
kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada gilirannya akan mengalami
perubahan hidropik.
WHO Scientific Group, 1983 berkesimpulan bahwa selain usia dan gizi, riwayat obstetri
juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian MH dan kehamilan kembar tetapi multiparitas
tidak merupakan faktor resiko.

14
Laporan dari Amerika Serikat (1970 – 1977) mengatakan bahwa insidensi MH pada
kulit hitam hanya setengahnya dari wanita kulit lainnya. Menurut Teoh, di Singapura,
insidensi MH pada wanita Euroasian, dua kali lebih tinggi dari China, Melayu dan India. Di
Indonesia yang terdiri dari berpuluh-puluh etnis, sampai sekarang belum ada yang
melaporkan adanya perbedaan insidensi antar suku bangsa. Yang ada hanya laporan dari
pusat pendidikan.
Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian Kajii et al
dan Lawler et al, menunjuakn bahwa pada kasus MH lebih banyak ditemukan kelainan
Balance translocation dibandingkan dengan populasi normal (4,6% dan 0,6%). Ada
kemungkinan pada wanita dengan kelainan sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami
gangguan proses meosis berupa nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang
kosong atau yang intinya tidak aktif.

Etiologi

Walaupun MH sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih belum
diketahui apa yang menjadi penyebabnya, oleh karena itu pengetahuan tentang faktor resiko
menjadi penting agar dapat menghindarkan terjadinya MH, seperti tidak hamil pada usia yang
ekstrim dan memperbaiki gizi.

Patogenesis

Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis MHK ini, antara lain teori
hertig dan teori park.
Hertig et al menganggap bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran darah akibat
matinya embrio pada minggu ke 3 – 5 (missed abortion), sehinggga terjadi penimbunan
cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentukah kista – kista yang makin lama makin
besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung mola, sedangkan proliferasi trofoblas
merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus tadi.
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang
abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi. Bentuk yang abnormal ini
disertai pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang
akhirnya menyebabkan kematian embrio.
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik umumnya
kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya

15
tidak berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil
konsepsi dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX.
Jadi umumnya MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik). Jadi
tidak ada unsur ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik

Teori Diploid Androgenetik (modifikasi dari buku Novak’s Gynecology)

Ovum endoreduplikasi
Kosong 23 X 46 XX

Homozigot

23 X
Ovum
Kosong 46 XX

23 X Heterozigot

23 X
Ovum
46 XY
Kosong
23 Y

46 YY

Nonviable

Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan
membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk
bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur
ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional
yang paologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.
Mengapa ada ovum kosong? Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis,
yang seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut
nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK ovum inilah

16
yang dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan struktural
kromosom, berupa balance translocation.
MHK dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma sekaligus
(dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atu haploid 23Y.
Akibatnya bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan dengan dispermi tidak
terjadi endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan
dispermi, walaupun tampak sama, namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama
berasal dari satu sperma (homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma
(heterozigot). Ada yang menganggap bahwa 46XX heterozigot mempunyai potensi
keganasan lebih besar. Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap
tidak pernah bisa terjadi (nonviable)

Gejala Klinis
MHK adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh karena itu, pada
bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu dimulai
dengan amenorea, mual dan muntah. Ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa MHK,
lebih sering terjadi hiperemesis, dan keluhannya lebih hebat dari kehamilan biasa. Kemudian
perkembangannya mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus terdai melalui dua
fase, yaitu fase aktif, sebagai akibat pengaruh hormonal, dan fase pasif, akibat hasil
pembesaran kehamilan. Pada MHK tidak demikian, vili korialis yang mengalami degenerasi
hidropik, berkembang dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar
pula, sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya amenorea.
Pada kehamilan biasa , segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada kehamilan yang
sudah besar (semester tiga). Pada MHK, karena pengisian kavum uteri oleh gelembung mola
berlangsung cepat, maka pembentukan SBR, sudah terjadi pada kehamilan yang lebih muda
(24 minggu). Kemudian karena kehamilan ini abnormal badan akan berusaha untuk
mengeluarkannya, terjadilah perdarahan pervaginam. Bedanya dengan abortus biasa adalah
pada abortus biasa besarnya uterus sama dengan lamanya amenorea. Perdarahan pada MHK
dapat berupa bercak – bercak sedikit intermiten atau sekaligus banyak, sehingga dapat
menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan disertai dengan gelembung mola
sehingga mempermudah diagnosis
Di samping uterus yang lebih besar, pada MHK ditemukan peningkatan kadar hCG
(human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai usia
kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah mencapai umur 85 hari. Pada MHK

17
seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas. Oleh karena itu, berbeda dengan kehamilan
biasa, pada MHK tidak ada penurunan kadar hCG. Selama ada pertumbuhan trofoblas atau
sebelum gelembung mola keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus meningkat, sampai bisa
mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml
Sudah lama diketahui bahwa MHK kadang-kadang ditemukan perubahan pada kelenjar
tiroid, baik anatomis maupun fungsional. Walaupun ada peningkatan kadar plasma tiroksin,
tetapi gejala klinik yang ditimbulkan tidak selalu disertai dengan tiroktosikosis.
Pada kehamilan normal, plasenta membentuk Thyroid Stimulating Peptide yang
disebut Human Chorionic Thyrotropin (hCT). Pada trimester pertama, T4 meningkat antara 7
– 12 ng/100 ml, sedangkan T3 peningkatannya tidak terlalu banyak. Karena pengaruh
estrogen, terjadi peningkatan kadar TBG sehingga tidak terjadi tirotoksikosis.
Pada mola hidatidosa terjadi perubahan kadar hormon tiroid. Kadar T4 dalam serum
biasanya melebihi 12 ng/100 ml, tetapi TBG sendiri rendah, akibatnya T4 dan T3 bebas lebih
tinggi. Karena itu pada mola terjadi tirotoksikosis.
Pada mola, kadar hCG (human chorionic gonadotropin) dalam darah sangat tinggi
yang dan ini mempunyai efek stimulasi terhadap tiroid. Pada kehamilan biasa puncak hCG
biasanya tidak melebihi 100.000 mUI/ml yang tercapai antara minggu 8-12 dan kemudian
menurun kembali dan bertahan sekitar 10.000-20.000 mIU/ml sampai waktu melahirkan.
Pada mola hidatidosa kadar hCG, sebagian besar diatas 300.000mIU/ml bahkan dapat
mencapai kadar diatas 12.000.000 mIU/ml. Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi
positif antar kadar hCG dan tingginya fungsi tiroid.
Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa terjadinya hiperfungsi tiroid terjadi akibat
adanya stimulator yang dibentuk dalam jaringan trofoblas. Hershman menyebutnya sebagai
molar thyrotropin. Yang masih kontroversial adalah substansi zat tersebut. Yang jelas ada
korelasi positif antara tingginya kadar hCG dengan meningkatnya kadar T3 dan T4. Setelah
jaringan mola dievakuasi, kadar hCG akan menurun secara drastis. Hali ini diikuti dengan
turunnya T4 dan T3 sampai kembali ke kadar normal. 6
Sehubungan dengan fenomena ini banyak pakar yang menganggap bahwa stimulator
itu adalah hCG sendiri. Molar thyrotropin secara imunologis berbeda dari TSH, hCT dan
LATS.
Adanya Aktivitas Stimulasi Tiroid (AST) dari hCG serta ciri-ciri stimulatornya telah
dibuktikan melalui penelitian invitro maupun in vivo. Dikatakan bahwa struktur dan reseptor
hCG dan TSH adalah homolog, sedangkan derajat AST-nya dipengaruhi metabolisme hCG

18
sendiri. Yang lebih poten adalah hCG varian yang kehilangan gugusan beta CTP-nya yang
merupakan hasil proses deglikosiasi atau desialisasi.
Hasil penelitian di atas dapat menerangkan mengapa pada kehamilan biasa tidak
terjadi tirotoksikosis. Pada kehamilan biasa kadar hCG yang rendah akan meningkatkan
sedikit T4 dan menekan TSH, tetapi tidak cukup untuk menyebabkan tirotoksikosis.

Dasar Diagnosis
Kita harus memikirkan adanya MHK bila ditemukan hal-hal seperti di bawah ini:
1. Anamnesis
Wanita mengeluh :
a. terlambat haid (amenorea)
b. adanya perdarahan pervaginam
c. perut merasa lebih besar dari lamanya amenorea
d. walaupun perut besar, tidak merasa adanya pergerakan anak
2. Klinis Ginekologi
Pada pemeriksaaan ditemukan
a. uterus lebih besar dari tuanya kehamilan
b. tidak ditemukan tanda pasti kehamilan, seperti detak jantung anak, balotemen
atau gerakan anak.
3. Laboratorium
Kadar B-hCG lebih tinggi dari normal
4. USG
Tampak gambaran vesikuler di kavum uteri
Diagnosis pasti ditentukan oleh hasil pemeriksaan patologi anatomi.

Terapi
Terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up

Perbaikan Keadaan Umum

19
Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum penderita harus
distabilkan dahulu. Tergantung pada bentuk penyulitnya, kepada penderita harus diberikan :
1. Tranfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemik
2. antihipertensi/konvulsi, seperti pada terapi Th/preeklamsi/eklamsia
3. Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam

Evakuasi Jaringan
Karena MHK itu adalah suatu bentuk kehamilan yang patologis yang disertai dengan
penyulit, pada prinsipnya gelembung harus dievakuasi secepat mungkin

Ada 2 cara yaitu :


a. Kuret vakum
Setelah sebagian besar jaringan dikeluarkan dengan vakum, sisanya dibersihkan dengan
kuret tajam. Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali. Kuretase berikutnya harus ada
indikasi.
b. Histerektomi
Hanya dilakukan pada penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup tiga
atau lebih. Yang sering menyulitkan ialah bahwa status eutiroid klinis tidak selalu
tercapai secara sempurna setelah pemberian OAT (obat anti tiroid) karena jaringan mola
belum dikeluarkan, sehingga hCG tetap tinggi dan tetap bertindak sebagai stimulator.

Profilaksis
Ada dua cara :
1. histerektomi totalis
2. kemoterapi diberikan pada GRT yang menolak atau tidak bisa dilakukan HT, atau
wanita muda dengan hasil PA yang mencurigakan.

Caranya :
1. MTX 20 mg/hari, IM, Asam folat 10 mg 3dd1 dan cursil 35mg 2dd1, selama 5 hari
berturut-turut.
Profiklaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bemanfaat. Asam folat adalah
antidote dari MTX, cursil sebagai hepatoprotektor

20
2. Actinomycin D 1 flacon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu antidote
ataupun hepatoprotektor.

Follow Up
Seperti diketahui, 15-20% dari penderita pasca MHK bisa mengalami transformasi
keganasan menjadi TTG. Menurut hertig, keganasan bisa dalam waktu satu minggu sampai
tiga tahun pasca evakuasi.

Tujuan dari follow up ada dua :


1. untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal. Baik anatomis,
laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar β-hCG dan
kembalinya fungsi haid.
2. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat
dini.
Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap 2
minggu. Kemudian, dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan, selanjutnya enam bulan
terakhir, kontrol tiap dua bulan.

Prognosis
Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar penderita
MHK akan sehat kembali, kecuali 15 – 20% yang mungkin akan mengalami keganasan
(TTG).
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang termasuk golongan resiko tinggi,
seperti :
1. umur diatas 35 tahun
2. besar uterus di atas 20 minggu
3. kadar β-hCG di atas 105 mIU/ml
4. gambaran PA yang mencurigakan

Mola Hidatidosa Parsialis


MHP harus dipisahkan dari MHK, karena keduanya terdapat perbedaan yang mendasar,
baik dilihat dari segi patogenesisnya (sitogenetik), klinis, prognosis, maupun gambaran PA-
nya.

21
Pada MHP hanya sebagian dari vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik
sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya
plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat bertahan lama dan
akan mati dalam rahim, walaupun dalam kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus
MHP yang janinnya hidup sampai aterm.
Secara epidemiologi klinis, MHP tidak sejelas MHK, kita tidak mengetahui dengan
tepat berapa insidensinya, apa yang menjadi faktor resikonya dan bagaimana penyebaran
penyakitnya.

Patogenesis
Secara sitogenetik MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23 X) dibuahi secara
dispermi. Bisa oleh dua haploid 23 X, satu haploid 23 X san satu haploid 23Y atau dua
haploid 23 Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, 69 XYY. Kromosom 69 YYY
tidak pernah ditemukan. Jadi MHP mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid ayah
sehingga disebut Diandro Triploid. Karena disini ada unsur ibu, ditemukan bayi. Tetapi
komposisi unsur ibu dan unsur ayah tidak seimbang, satu berbanding dua. Unsur ayah yang
tidak normal itu menyebabkan pembentukan plasenta yang tidak wajar, yang merupakan
gabungan dari vili korialis yang normal dan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh
karena itu fungsinya pun tidak bisa penuh sehingga janin tidak bisa bertahan sampai besar.
Biasanya kematian terjadi sangat dini.

Teori Diandro Triploid

23 X
Ovum
Kosong 69 XXX

23 X Homozigot

23 X
Ovum
69 XXY
Kosong
23 Y Heterozigot

22
23 Y
Ovum 69 XYY
Kosong
23 Y

69 YY

Nonviable

Gejala Klinis
Berbeda dengan MHK, pada MHP sama sekali tidak ditemukan gejala maupun tanda-
tanda yang khas. Keluhannya pada permulaan sama seperti kehamilan biasa. Kalau ada
perdarahan sering dianggap seperti abortus biasa. Jarang sekali ditemukan MHP dengan besar
uterus yang melebihi tuanya kehamilan. Biasanya sama atau lebih kecil. Dalam hal terakhir
disebut Dying Mole.
Gambaran USG tidak selalu khas, tapi dapat didiagnosis bila ditemukan hal-hal sebagai
berikut. Pada jaringan plasenta tampak gambaran yang menyerupai kista-kista kecil disertai
peningkatan diameter transversa dari kantong janin.
Kadar β-hCG juga meninggi, tetapi biasanya tidak setinggi MHK. Hal ini mungkin
disebabkan pada MHP masih ditemukan vili korialis normal. Kadar yang tidak terlalu tinggi
ini tidak menyebabkan rangsangan pada ovarium. Pada MHP jarang sekali ditemukan kista
lutein. Di samping itu, MHP jarang sekali disertai penyulit seperti PEB, tiroktosikosis atau
emboli paru.

Diagnosis
Dengan tidak ditemukannya tanda-tanda yang khas, maka sulit untuk membuat
diagnosis kerja, kecuali pada kehamilan yang cukup besar, yang diagnosisnya dapat
ditentukan oleh hasil USG, dimana kita akan melihat gambaran vesikuler yang khas di
samping kantong janin, dengan atau tanpa janin.
Biasanya diagnosis dibuat secara tidak sengaja, setelah dilakukan tindakan dan
diperkuat dengan hasil pemeriksaan PA, dimana ditemukan gambaran khas sebagai berikut.
1. Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi, dan
hiperplasia trofoblas

23
2. Scalloping yang berlebihan dari vili
3. Inklusi stroma trofoblas yang menonjol
4. Ditemukan jaringan embrionik atau janin

Terapi
Karena diagnosis umumnya dibuat secara kebetulan pascakuret, biasanya evakuasi
dilakukan dengan kuret biasa. Selanjutnya tidak perlu tindakan apa-apa. Histerektomi dan
upaya profilaksis lainnya tidak dianjurkan.

Prognosis
Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu disebabkan oleh
tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%). Walupun demikian, dalam
kepustakaan ditemukan laporan tentang kasus MHP yang disertai metastase ke tempat lain.
Penderita pasca-MHP harus difollow up sama ketatnya seperti MHK.

Koriokarsinoma
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional (PTG)
dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sitotrofoblas serta
sinsitiotrofloblas (pembentuk plasenta) yang menginvasi miometrium, merusak jaringan di
sekitarnya termasuk pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan (ACS, 2010).
Koriokarsinoma ialah suatu keganasan, berasal dari jaringan trofoblas dan kanker yang
bersifat agresif, biasanya dari plasenta. Hal ini ditandai dengan metastase perdarahan yang
cepat ke paru-paru (Mirambo, et al., 2010). Koriokarsinoma adalah tumor ganas yang berasal
dari jaringan yang mengandung trofoblas, seperti: lapisan trofoblas ovum yang sedang
tumbuh, vili dari plasenta, gelembung mola, dan emboli sel-sel trofoblas dimanapun di dalam
tubuh.7

Epidemiologi

Insiden penyakit trofoblas gestasional secara keseluruhan dari berbagai Negara


dimulai dari yang rendah, 23/100.000 kehamilan (Paraguay), sampai yang tinggi
1.299/100.000 kehamilan (Indonesia). Sedangkan insiden yang dilaporkan di Amerika sekitar
110 – 120/100.000 kehamilan. Kejadian meningkat pada wanita yang memiliki keturunan
asia. Untuk insiden koriokarsinoma yang dilaporkan di Amerika terjadi sekitar 2-7/100.000
kehamilan dan terjadi sekitar 1/100.000 pada wanita berusia 15-49 tahun.8,9 Koriokarsinoma

24
merupakan kanker yang jarang terjadi karena angka kejadiannya kurang dari 20 kasus per
tahun terjadi di Inggris. Kebanyakan koriokarsinoma terjadi setelah adanya kehamilan mola.
Namun tidak menutup kemungkian untuk terjadi pada jenis kehamilan apapun atau usia
kehamilan berapapun. Namun hal ini termasuk jarang karena akan terjadi pada 1:50.000
kehamilan.7

Etiologi

Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung


menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih
dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat
metastase yang paling sering adalah paru- paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada
beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak.10
Disebutkan bahwa koriokarsinoma selama kehamilan bisa didahului oleh:
a. Mola hidatidosa ( 50% kasus )
b. Aborsi spontan ( 20% kasus )
c. Kehamilan ektopik ( 2% kasus )
d. Kehamilan normal ( 20-30% kasus )

Klasifikasi 11

Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:

a. Koriokarsinoma Villosum.

Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti
mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan villi
korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan
perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun
secara lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai
metastasis. Invasive mola berasal dari mola hidatidosa.

b. Koriokarsinoma Non Villosum.

Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului
oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa
masing-masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke
organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati

25
biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun. Apabila dibandingkan dengan jenis kanker
ginekologik lainnya, koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:

• Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu
antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan.

• Sering menyerang wanita muda

• Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan


pengobatan sitostatika

• Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan.

c. Koriokarsinoma Klinis

Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi
menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas.
Artinya ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain
(metastasis) dan mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh
pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar hCG dan adanya metastasis.

Klasifikasi lain:

a. Gestasional koriokarsinoma adalah karsinoma yang terjadi dari sel-sel trofoblas dengan
melibatkan sitotrofoblas dan sinsiotrofoblas. Hal ini biasa terjadi dari hasil konsepsi yang
berakhir dengan lahir hidup, lahir mati (still birth), abortus, kehamilan ektopik,
molahidatidosa atau mungkin juga oleh sebab yang tidak diketahui.
b. Non gestasional koriokarsinoma adalah suatu tumor ganas trofoblas yang terjadi tanpa
didahului oleh suatu fertilisasi, tetapi berasal dari germ sel ovarium. Brewer mengatakan
bahwa non gestasional koriokarsinoma juga dapat merupakan bagian teratoma. Oleh
International Union Against cancer (IUCR) diadakan klasifikasi sederhana dari penyakit
trofoblas, yang mempunyai keuntungan bahwa angka yang diperoleh dari berbagai
negara di dunia dapat dibandingkan.

Stadium 11
Berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Stadium I yang terbatas pada uterus
b. Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan vagina
c. Stadium III, mengalami metastasis ke paru-paru

26
d. Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.
Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya koriokarsinoma antara lain:
a. Faktor ovum
Ovum yang memang sudah patologik sehingga nantinya terjadi kelainan saat
perkembangannya, tetapi terlambat dikeluarkan dari Rahim.
b. Immunoselektif dari trofoblast
Dengan terjadinya kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi
berkurang dan stroma villi menjadi rapuh sehingga ada mekanisme umpan balik dan
akhirnya terjadi hyperplasia sel- sel trofoblast.
c. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada
terbentuknya mola hidatidosa.
d. Paritas tinggi
Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada
kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi
mola hidatidosa dan berikutnya menjadi koriokarsinoma.
e. Kekurangan protein
Sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila
terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus
secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion
f. Infeksi virus dan faktor kromosom
g. Konsanguinitas (perkawinan dengan kerabat dekat) 12

27
Patofisiologi
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma
dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma.
Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada
koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan
menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan
terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di
miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang
akhirnya menembus peritoneum.

Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola


hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun
sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering
mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas
dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan
evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-
sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma.
Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas
terhadap pembuluh darah.

Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau
kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler

28
setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau
intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus,
tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva.
Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis
di paru.

Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma
karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif.13

Manifestasi Klinis

Karena koriokarsinoma merupakan penyakit yang bisa menyerang banyak bagian


tubuh manusia, maka klien pun akan merasakan banyak tanda dan gejala, antara lain :14

a. Rahim membesar, perut tampak membesar


b. Peningkatan jumlah kadar ß-hCG
 Kadar ß-hCG normal pada tiap umur kehamilan berbeda, dari 5-25 IU/ml.
 Kadar ß-hCG yang dianggap mola < 100.000 IU/urine 24jam
 Kadar ß-hCG yang dianggap kanker adalah > 100.000 IU/urine 24jam >40.000
u/ml dalam interval lebih dari 4 bulan.
c. Perdarahan per vaginam
d. Batuk berdarah dan sesak nafas
e. X-ray dada menunjukkan adanya perembesan cairan di ujung kedua paru- paru
f. Sakit kepala dan hemiplegi
g. Sakit tulang belakang
h. Sklera menjadi kuning, Jaundice
i. Berat badan turun serta anorexia
Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih parah dari kehamilan
biasa
b. Kadang ada tanda toksemia gravidarum
c. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, bewarna tengguli tua atau
kecoklatan

29
d. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya (lebih besar)
e. Keluarnya jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada)

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning- kuningan yang disebut
muka mola (mola face)
- Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas
b. Palpasi
- Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan janin.
- Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
c. Auskultasi
- Tidak terdengar bunyi DJJ
- Terdengan bising dan bunyi khas
d. Pemeriksaan dalam
Terdapat pembesaran rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan cavum vagina, serta
evaluasi keadaan serviks.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Lab

Menurut The International Federation of Gynecology and Oncology (FIGO)


menetapkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosis PTG
termasuk koriokarsinoma adalah (Dhanda, Ramani, Thakur, 2014):
- Menetapnya kadar ß hCG pada empat kali penilaian dalam 3 minggu atau lebih
(misalnya hari 1,7, 14 dan 21)
- Kadar ß hGC meningkat pada selama tiga minggu berturut-turut atau lebih
(misalnya hari 1,7 dan 14)
- Tetap terdeteksinya ß hCG sampai 6 bulan pasca evakuasi mola.
- Reaksi kehamilan. Karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologic dan uji
imunologik (galli mainini dan planotest) akan positif setelah pengenceran
(titrasi)

30
 galli mainini 1/3000 (+) maka suspect mola hidatidosa atau koriokarsinoma
 galli mainini 1/2000 (+) maka kemungkinan mola atau hamil kembar

b. Uji Sonde

Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis


servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola atau koriokarsinoma.

c. Foto Rontgen

Tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3-4 bulan)

d. Ultrasonografi (USG)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan koriokarsinoma tergantung dari metastase yang terjadi


1. Pada koriokarsinoma tanpa metastase
a. Histerektomi. Biasa dilakukan pada wanita dengan usia ≥ 40 tahun atau pada wanita
yang memang menginginkan untuk dilakukan hysterektomi. Hysterektomi juga
disarankan pada infeksi berat dan perdarahan yang tidak terkendali dan resisten
terhadap kemoterapi.
b. Bilateral ooforektomi
c. Tambahan kemoterapi
d. Reseksi yang dilakukan secara lokal, pada kasus yang resisten terhadap kemoterapi
- metastase pada hati, paru, dan ginjal
- metastase pada otak jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial akibat
perdarahan atau edema sistem saraf pusat. Untuk perdarahan lokal dilakukan
angiografi, dengan disertai embolisasi arteri/vena sehingga pembuluh darahnya
tertutup.
2. Radioterapi
Dapat diberikan pada metastase sistem saraf pusaat. Diberikan 3000 cgy selama 3 minggu.
Radiasi pada metastase hati sudah jarang dilakukan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi agen tunggal menggunakan obat metotreksat, metotreksat (MTX) dan asam
folat (FA), aktinomisin D, 5-fluorourasil, etoposid.15

31
- Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan kemoterapi, dari
hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi pasien dengan koriokarsinoma
mengalami kesembuhan 90-95%
- Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D. Terapi ini digunakan untuk
koriokarsinoma yang belum bermetastase meluas ke seluruh tubuh atau dengan skala
ringan.
- Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D,
cyclosphosphamide and oncovin) Terapi komplek ini digunakan untuk
koriokarsinoma dengan skala sedang atau berat

Prognosis dan Komplikasi

Prognosis koriokarsinoma pada umumnya baik apabila dapat terdeteksi lebih dini,
juga dengan penanganan yang cepat karena neoplasma trofoblas getasional berespon baik
terhadap kemoterapi. Apabila tidak segera dilakukan tindakan, maka akan terjadi metastase
jauh karena sifat metastasenya hematogen pada : 8

1. Paru 60-95%
2. Vagina 40-50%
3. Vulva, serviks 10-15%
4. Otak 5-15%
5. Hati 5-15%
6. Ginjal 0-5%
7. Limpa 0-5%
8. Usus 0-5%

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2013.h.271-9.
2. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F. Ilmu kesehatan reproduksi:
obstetri patologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;2004.h.28-33.
3. Martaadisoebrata D. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas Gestasional.
Jakarta: EGC;2005.h.7-42.
4. Kariadi SH. Identifikasi Penduga Potensial untuk Diagnosis Tiroktosikosis Pada
Penderita Mola Hidatidosa. Disertasi UNPAD 1992.
5. Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. Ilmu kandungan.. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2011.h.208-16.
6. Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, Effendi JS. Obstetri patologi. Edisi ke 3.
Bandung: EGC;2012.h. 13-19.
7. Cancer Research UK. 2014. “Choriocarcinoma”. Available at:
http://www.cancerresearchuk.org/aboutcancer/type/GTT/choriocarcinoma/about/expla
ining-persistent-trophoblastic-disease-and-choriocarcinoma.
8. National Cancer Institute. 2015. “Gestational Trophoblastic Disease: Incidence and
Mortality”. Available at:
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/gestationaltrophoblastic/HealthPro
fessional.
9. Tie W, Tajnert K, Plavsic SK. 2013. “Ultrasound Imaging of Gestational
Trophoblastic Disease”. Donald School J Ultrasound Obstet Gynecol 2013;7(1):105-
112
10. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom,
K.D. 2005. Obstetri  Williams Edisi 21. Jakarta: EGC
11. Lurain, John R.. 2011. “Gestational trophoblastic disease II: classification and
management of gestational trophoblastic neoplasia”. American Journal of Obstetrics
& Gynecology December 2011. doi: 10.1016/j.ajog.2010.06.072.
12. Benedet, J.L., et al. 2000. “Staging classifications and clinical practice guidelines of
gynaecologic cancers”. FIGO Committe on Gynecologic Oncology. Reprinted from
International Journal of Gynecology and Obstetrics, 70 (2000) 207-312

33
13. Dhanda, Sunita, Ramani, Subhash, Thakur, Meenkashi. 2014. “Gestational
Trophoblastic Disease: A Multimodality Imaging Approach with Impact on Diagnosis
and Management”. Hindawi Publishing Corporation Radiology Research and
Practice Volume 2014, Article ID 842751.
14. Lurain, John R.. 2010. “Gestational trophoblastic disease I: epidemiology, pathology,
clinical presentation and diagnosis of gestational trophoblastic disease, and
management of hydatidiform mole”. American Journal of Obstetrics & Gynecology
December 2010. doi: 10.1016/j.ajog.2010.06.073.
15. Gilani MM, Fariba B, Behtash N, Ghaemmaghami F, Moosavi AS, Rezayof E. “The
WHO score predicts treatment outcome in low risk gestational trophoblastic neoplasia
patients treated with weekly intramuscular methotrexate”. J Can Res Ther 2013;9:38-
43.

34

Anda mungkin juga menyukai