p1 Blok 17 Kristianvieri Nainggolan 180600159
p1 Blok 17 Kristianvieri Nainggolan 180600159
BLOK 17
“Gusi Nyeri dan Gigi Palsu Longgar”
DISUSUN OLEH :
NAMA : Kristianvieri Nainggolan
NIM : 180600159
KELAS B
FASILITATOR :
Aini Hariyani Nasution, drg., Sp.Perio(K)
Seorang pasien Wanita usia 50 tahun di rujuk ke RSGM USU, dengan keluhan nyeri pada gusi gigi
geraham ketiga bawah sebelah kiri sejak 6 hari yang lalu dan terasa bengkak. Pasien meminum obat
yang diberikan oleh drg, namun bengkak tidak berkurang. Pada pemeriksaan klinik,terlihat
pembengkakan di gingiva gigi 38, warna lebih merah dari jaringan sekitarnya, nyeri tekan (+),
konsisitensi lunak, gingiva sebagian menutupi mahkota gigi 38. Edentulous pada region gigi 14 s/d
16 dan regio gigi 31 s/d 35. Pada pemeriksaan radiografi panoramik terlihat gigi molar 38, seperti
pada foto dibawah ini.
Pertanyaan :
1. Dari hasil radiografi, sebutkan klasifikasi gigi molar tiga mandibula tersebut menurut Pell &
Greogory dan Winter!
2. Apakah kemungkinan diagnosa pada kasus tersebut!
3. Jelaskan etiologi dan patofisiologi dari penyakit tersebut!
4. Jelaskan rencana perawatan dari kasus tersebut!
5. Jelaskan komplikasi dari perawatan kasus tersebut!
6. Tuliskan peresapan rasional untuk kasus tersebut di atas!
More information :
Pasien sebelumnya menggunakan gigi palsu lepasan pada sisi kiri bawah sejak sekitar 8 tahun yang
lalu. Namun gigi palsu tersebut tidak dapat digunakan lagi karena selalu goyang dan tidak nyaman
apabila di pakai. Pasien dirujuk ke RSGM USU juga untuk pembuatan gigi palsu yang baru. Pada
pemeriksaan klinis di dapatkan linggir datar pada regio gigi 31 s/d 35. Ketika gigi tiruan dibuka,
tampak adanya kemerahan pada mukosa tengah dibawah lipatan bibir depan bawah, juga kemerahan
pada mukosa linggir alveolar edentulus yang menonjol pada regio 14 s/d 16, nyeri saat ditekan.
Pertanyaan
1. Dari hasil radiografi, sebutkan klasifikasi gigi molar tiga mandibula tersebut menurut Pell
& Greogory dan Winter!
Sumber : Lita YA, Hadikrishna I. Klasifikasi impaksi gigi molar ketiga melalui
pemeriksaan radiografi sebagai penunjang odontektomi. Jurnal Radiologi
Dentomaksilofasial Indonesia 2020; 4(1): 1-5
Etiologi Impaksi:
Terjadinya gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Menurut Berger, faktor-
fator penyebab gigi impaksi antara lain:
Faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi ialah:
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan prematur pada gigi
7. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa di sekitar gigi
8. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang, antara lain karena inflamasi atau abses
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anakanak
Faktor usia juga turut berperan dalam menyebabkan terjadinya gigi impaksi tanpa harus
disertai kausa lokal, yaitu antara lainkausa prenatal (faktor keturunan dan miscegenation) dan
kausa postnatal (riketsia, anemi, tuberkulosis, sifilis kongenital, gangguan kelenjar endokrin, dan
malnutrisi).
Penyebab terjadinya mandibula sempit cukup kompleks dan hal ini terutama disebabkan
karena pertumbuhan tulang yang kurang sempurna. Terdapat teori lain yang mengatakan bahwa
pertumbuhan rahang dan gigi mempunyai tendensi bergerak maju ke arah depan. Bila pergerakan
ini terhambat oleh sesuatu yang merintanginya, bisa terjadi impaksi gigi. Sebagai contoh, adanya
infeksi, trauma, malposisi gigi, atau gigi susu yang tanggal sebelum waktunya.
Menurut teori Mendel, pertumbuhan rahang dan gigi dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Jika salah satu orang tua (ibu) mempunyai rahang kecil, dan bapak bergigi besar-besar, maka
terdapat kemungkinan salah seorang anaknya berahang kecil dan bergigi besar-besar. Pada
keadaan ini bisa terjadi kekurangan tempat erupsi untuk gigi molar ketiga sehingga berpeluang
terjadi impaksi. Sempitnya ruang erupsi gigi molar ketiga bisa juga terjadi karena pertumbuhan
rahang yang kurang sempurna. Hal ini bisa diakibatkan oleh perubahan pola makan.
Dewasa ini, manusia cenderung menyantap makanan-makanan lunak, sehingga kurang
merangsang pertumbuhan tulang rahang. Makanan lunak yang mudah ditelan menjadikan rahang
tak aktif mengunyah, sedangkan makanan berkandungan serat tinggi memerlukan kekuatan
rahang untuk mengunyah lebih lama. Proses pengunyahan yang lebih lama justru menjadikan
rahang berkembang lebih baik. Telah diketahui bahwa sendi-sendi di ujung rahang merupakan
titik tumbuh atau berkembangnya rahang. Bila proses mengunyah kurang, sendi-sendi tersebut
akan kurang aktif, sehingga rahang tidak berkembang dengan semestinya. Rahang yang
seharusnya cukup untuk menampung 32 gigi menjadi sempit. Akibatnya gigi molar ketiga yang
erupsi terakhir tidak memiliki cukup tempat untuk tumbuh
Etiopathologi perikoronitis:
Perikoronitis paling sering dijumpai pada impaksi atau gigi molar tiga yang tidak erupsi
dengan sempurna. Perikoronitis disebabkan oleh peradangan pada perikoronal akibat terjebaknya
plak dan debris makanan antara mahkota dan penutup gingiva atau operkulum di atasnya.
Ada beberapa hal lain yang memperparah perikoronitis, yaitu trauma, oklusi dan impaksi
makanan di bawah flap perikoronal. Perikoronitis dapat menyebabkan pelepasan cairan dan
eksudat seluler pada jaringan yang terinflamasi. Hal ini akan memicu sebagian besar
flap perikoronal mengalami gangguan dalam penutupan rahang apabila didukung dengan
gigi berlawanannya. Jadi , perikoronitis akut dapat dianggap sebagai infeksi mendadak atau
mungkin menjadi kronis tiba-tiba, tergantung pada system imun pasien.
Sebelum melakukan tindakan, perlu diperhatikan juga letak gigi keseluruhan terhadap
tulang dan gigi tetangganya. Sebagai contoh, bila molar kedua karies, perlu diperiksa apakah
terdapat gangren dan masih bisa dirawat atau tidak. Keadaan gigi molar kedua sangat
mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan.
Terdapat beberapa patokan untuk tindakan yang akan dilakukan bila meng hadapi kasus
molar ketiga impaksi sehubungan dengan molar kedua tetangganya, yakni sebagai berikut:
Bila gigi molar ketiga angular terhadap molar kedua, maka gigi molar kedua perlu
dicabut sedangkan gigi molar ketiga dibiarkan.
Bila gigi molar kedua dan molar ketiga karies, maka gigi molar kedua diekstraksi
terlebih dahulu, kemudian disusul molar ketiga. Pada keadaan ini, kadangkadang
diperlukan pembukaan flep. Hal ini tergantung dari banyaknya tulang yang
mengelilingi gigi.
Sering juga dijumpai gigi molar kedua yang memiliki karies pada bagian distal.
Karies tersebut terjadi akibat tekanan kronis dari gigi molar ketiga. Dalam hal ini
gigi molar kedua diekstraksi, kemudian gigi molar ketiga diambil.
5. Jelaskan komplikasi dari perawatan kasus tersebut!
Sumber : Siagian KV. Penatalaksanaan impaksi gigi molar ketiga bawah dengan
komplikasinya pada dewasa muda. Jurnal Biomedik 2011; 3(3): 186-94.
Pada anamnesis sering didapatkan keluhan sakit gigi, rahang bawah bengkak, dan
bila ditekan keluar nanah (pus). Frekuensi, lama keluhan serta riwayat pengobatan perlu
ditanyakan untuk menentukan tatalaksana. Dalam pemeriksaan fisik perlu diperiksa,
apakah infeksi telah mempunyai gejala sistemik dan adanya keterlibatan penyakit
sistemik yang memperburuk keadaan infeksi. Selain itu, penelusuran fungsi organ-organ
kepala-leher perlu dilakukan untuk mengetahui penyebaran infeksi. Jumlah dan virulensi
organisme berperan penting dalam menghasilkan enzim streptokinase dan hialuronidase,
yang memecah fibrin dan substansi dasar jaringan penyambung inang, serta memfasilitasi
terjadinya selulitis. Inang dengan sistem imun terganggu tidak mempunyai pertahanan
yang efektif terhadap masuknya mikroorganisme.
Infeksi odontogenik dapat berasal dari dua jalur, yaitu: periapikal, sebagai hasil
nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; dan periodontal, sebagai hasil
dari inokulasi bakteri pada kantong periodontal. Yang paling sering terjadi ialah melalui
jalur periapikal, yang berawal dari penyakit pulpa gigi, yang mengandung elemen
neurovaskular gigi. Invasi bakteri di pulpa gigi menghasilkan nekrosis jaringan
neurovaskular. Infeksi akan menyebar dari tulang spongiosa (cancellous bone) hingga ke
lempeng kortikal. Jika lempeng kortikal ini tipis, maka infeksi akan menembus tulang
dan mengenai jaringan lunak.
Pertahanan lokal inang, jumlah dan virulensi bakteri, serta anatomi regional
sangat menentukan patogenesis. Pada jalur periodontal, proses inflamasi terjadi bila
virulensi bakteri melebihi pertahanan lokal inang, atau adanya benda asing yang
tersangkut di sulkus ginggiva. Bakteri dan eksudat inflamasi meluas dari sulkus ginggiva
melalui ligamen periodontal ke periapikal atau area radikular akar gigi dan
memperlihatkan reaksi yang sama dengan infeksi gigi periapikal. Produk inflamasi ini
dapat juga melintasi bidang supraperiosteal ke dalam vestibulum oris atau melintasi
bidang subperiosteal ke dalam ruang badan mandibula.
6. Tuliskan peresapan rasional untuk kasus tersebut di atas!
Sumber : Pericoronitis, Antibiotic Prescribing : Antibiotics are rarely indicated in Pericoronitis
unless there is pyrexia, spreading infection and/or trismus
https://www.hse.ie/eng/services/list/2/gp/antibiotic-prescribing/conditionsand-
treatments/dental/pericoronitis/ 2019
More information :
Pasien sebelumnya menggunakan gigi palsu lepasan pada sisi kiri bawah sejak sekitar 8
tahun yang lalu. Namun gigi palsu tersebut tidak dapat digunakan lagi karena selalu goyang
dan tidak nyaman apabila di pakai. Pasien dirujuk ke RSGM USU juga untuk pembuatan
gigi palsu yang baru. Pada pemeriksaan klinis di dapatkan linggir datar pada regio gigi 31
s/d 35. Ketika gigi tiruan dibuka, tampak adanya kemerahan pada mukosa tengah dibawah
lipatan bibir depan bawah, juga kemerahan pada mukosa linggir alveolar edentulus yang
menonjol pada regio 14 s/d 16, nyeri saat ditekan.
a. Metronidazol lini pertama
Dianjurkan durasi 3 hari Dewasa 400 mg TDS 3 hari. Anjurkan pasien untuk
menghindari alkohol. Efek antikoagulan Warfarin mungkin ditingkatkan dengan
Metronidazole. Produk yang tersedia: Suspensi oral metronidazol 200mg / 5ml, 200mg
dan 400 mg tablet.
b. Amoksisilin Alternatif
Durasi yang dianjurkan 3 hari Dewasa 500mg TDS 1g 3 kali sehari. Amoksisilin sama
efektifnya dalam mengobati infeksi gigi seperti fenoksimetilpenisilin (Penicillin V)
tetapi diserap lebih baik.
Berbagai sediaan bubuk Amoksisilin untuk suspensi tersedia:
• 125mg / 1.25ml
• 125mg / 5ml
• 250mg / 5ml
* Amoksisilin dan fenoksimetil penisilin, seperti penisilin lainnya dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas termasuk ruam dan anifalaxis dan dapat menyebabkan diare. Jangan
meresepkan pasien dengan riwayat anafilaksis, urtikaria, ruam segera setelah pemberian
penisilin karena pasien ini berisiko langsung hipersensitivitas.
a. Fabrikasi gigi tiruan lengkap baru direncanakan untuk pasien dengan pencatatan
jaringan lembek dalam kondisi tidak bergeser menggunakan teknik Hobkirk.
b. Cetakan awal rahang atas dibuat dengan menggunakan hidrokoloid ireversibel (Bahan
Kesan Tulip Alginat, Cavex Holland BV, Holland) dalam nampan edentulous
berlubang dan cor primer dituang.
c. Tray khusus dibuat dengan menggunakan double spacer di atas area jaringan yang
lembek dan di wilayah mid palatine raphe.
d. Setelah dilakukan pengecekan pada tray extension yang tepat, dilakukan border
moulding secara konvensional dengan menggunakan kompon green stick impresi (DPI
Pinnacle Tracing Sticks).
e. Wax spacer dihilangkan dan cetakan dibuat dengan bahan kesan elastomer bodi sedang
(bodi medium Elite Glass, Zhermack, Jerman).
f. Nampan kemudian dikeluarkan dari mulut dan bahan cetakan diangkat di daerah
jaringan lembek dengan menggunakan pisau bedah.
g. Lubang bantuan dibuat dan baki dimuat di wilayah ini dengan bahan kesan elastomer
bodi ringan (Elite HD + light body, Zhermack, Jerman) untuk merekam jaringan
lembek.
h. Pembuatan manik-manik dan tinju pada impresi akhir dilakukan dengan metode batu
apung plester dan cor master dituang]. Gigi tiruan dibuat dan memiliki retensi dan
stabilitas yang baik dengan perekaman jaringan lembek yang tepat.