Anda di halaman 1dari 2

Aku Serahkan Akhir Kisahku Kepada

Waktu
Judul Cerpen Aku Serahkan Akhir Kisahku Kepada Waktu
Cerpen Karangan: Devi Sintya
Kelas: IX

Mentari menghilang di ufuk barat, menandakan hari akan memasuki waktu malamnya. Bulan
akan datang dengan sinarnya yang indah dan seribu bintang akan datang menemani malamku,
malamku yang sunyi.

Aku merenung menatap langit-langit kamarku. Waktu terasa berjalan lama, mengingat kapan
mata ini akan menghantarku ke dunia mimpi. Malam ini, waktu tidak memperbolehkan aku
untuk terlelap. Ia berusaha membuka mataku dengan dentingan jam dan alunan suara jangkrik
yang bermain di telingaku.
Seseorang, ada seseorang yang menyuruh waktu untuk melarangku pergi ke dunia mimpi,
seseorang dengan enaknya memasuki hatiku tanpa adanya izin dariku. Ia masuk dan
mengendalikan pikiranku. Membuat waktuku sia-sia untuk memikirkan sosok dirinya, yang aku
pun tak tahu, ia juga sedang memikirkanku atau tidak.

“Hai Fei” Sapa Leni, sahabat baikku. Ia adalah seseorang yang hangat, yang selalu bersamaku
ketika aku senang maupun sedih. Ia adalah teman terbaik yang pernah aku miliki. Lalu, aku
duduk di tempat biasa, yaitu berada tepat di depan meja guru. Tempat yang sama seperti penjara.
Dimana kesempatan untuk menyontek ketika ulangan dan ujian adalah nol persen.

Hatiku berdebar, ketika sosok orang yang mengambil alih pikiranku, orang yang kusukai, Zayn,
muncul dari balik pintu. Ia terlihat sangat biasa, tidak menarik dan tidak memiliki pesona. Aku
sendiri pun bingung, kenapa ia bisa membuatku jatuh hati padanya, kenapa ia selalu membuat
jantungku berdebar.

Sesekali, aku mencuri pandang padanya, sekedar untuk mengobati rasa rindu. ‘Kenapa waktu
terasa singkat?’ Desahku ketika guru memasuki kelasku dan reflek membuatku menjadi
berkonsentrasi pada pelajaran yang akan ia ajarkan. Karena, tujuan utamaku bersekolah adalah
untuk menuntut ilmu. Walaupun, fakta bahwa aku ingin menemui Zayn, tidak dapat dipungkiri.

“Dasar Cewek Galak!” Ledek Zayn padaku. Aku memarahinya karena ia tidak serius dalam
pekerjaan kelompok. Ia selalu membuatku kesal dengan ledekan-ledekan yang ia buat, dan tidak
jarang kami berdebat tentang sesuatu yang sama sekali tidak penting sehingga teman yang ada
disekitar kami menjadi terganggu. Namun dengan cara inilah, aku bisa menjadi teman akrab dan
teman dekat Zayn.

Hari ini, Tak sengaja aku mendengar Zayn digosipkan sedang dekat dengan Lulu. Tentu saja
perasaanku tidak sedamai senyum yang aku keluarkan, apalagi kepribadian Lulu sangat berbeda
denganku. Lulu adalah perempuan feminin, lemah lembut dan terkenal cantik.‘Kok aku jadi
nggak semangat ya?’ Gumamku.

Baru aku sadari, bahwa Zayn sudah menjadi separuh semangatku. Semangatku menurun,
senyum pun sulit kuukir di wajahku, dan sekolah, tidak terasa menyenangkan lagi bagiku.

Aku pun baru saja tahu, perasaanku kepada Zayn mengandung resiko yang berat, perasaan sakit
ketika hal yang tidak aku inginkan akhirnya datang. Waktu terasa lama dan setiap bayangan
Zayn yang terlintas di kepalaku akan membuat goresan luka pada perasaanku yang tulus.
Ada bagian dari diriku yang menyuruhku untuk menjauhi Zayn sebelum ia membuat perasaanku
menjadi lebih sakit. Namun, ada juga bagian dari diriku yang lain, yang menyuruhku untuk terus
menyukainya, untuk terus dekat dengannya. Aku tak tahu harus mendukung bagian diriku yang
mana. Waktu pun juga tidak dapat memilih.

“Kok lu jadi aneh akhir-akhir ini cewek galak?” Tanya Zayn ketika aku mengatakan “bodoh”
kepadanya. Aku tetap mengatakannya bodoh dengan kesal dengan omelan-omelan yang yang
tidak seharusnya aku katakan padanya. Lebih tepatnya lagi, ini seperti omelan aneh yang bahkan
aku pun juga tidak mengerti.

‘Hah? M-mana semua orang? Apa sekolah ini dari awal memang sunyi atau entahlah.’
Gumamku bingung.

“Zayn!!” Aku berteriak memanggil Zayn dan menahannya pulang. Aku meminta Zayn
menemaniku menunggu jemputan orangtuaku. Awalnya ia menolak, namun setelah aku
memohon kepadanya, ia pun setuju untuk menemaniku menunggu ibuku datang. Sesekali aku
mendengar ia mengeluh ketika ibuku tak kunjung datang. Namun, ia tetap menemaniku dengan
beribu perdebatan yang entah siapa yang memulai. Tiba-tiba, suasana menjadi sunyi.

“Zayn, lu suka kan sama Lulu?” Tanyaku memecahkan sunyi.

“Jangan sok tau lu” Tolak Zayn dan membuat hatiku menjadi sedikit tenang. Aku terus
memancing Zayn sampai aku puas atas jawabannya.

“Lu kok nanyain itu segala?” Tanya Zayn polos dan membuat jantungku berdebar-debar.
Mendengar pertanyaannya tersebut, membuat aku membeku dan gugup.

“Ya udah, nggak usah jawab” Ujarku. Aku sudah menduga bahwa ia akan bertanya tentang hal
itu. Dan aku menyesal bertanya tentang itu padanya, memang benar, penyesalan selalu datang
terlambat.

“Gue nggak pernah suka sama Lulu. Apa lu pernah ngeliat gue deket sama Lulu? gue nggak
pernah deket sama cewek.” Kali ini, Zayn yang memecahkan keheningan dan kata-katanya
membuatku menjadi gugup sekaligus senang.

“Tapi, kok lu bisa deket sama gue?” Tanyaku pada Zayn. Aku penasaran apa yang akan ia jawab
atas pertanyaan anehku itu.

“Gue bisa deket kayak gini sama lu, karena lu itu bukan cewek biasa, lebih kaya cewek aneh
yang super galak.” Ledek Zayn padaku, aku memberikan pokerface padanya. Namun ia hanya
menunjukkan senyumnya padaku, hal yang paling aku sukai pada diri Zayn.

Aku pun tahu jawaban atas pertanyaanku. Tidak apa-apa aku terus menyimpan perasaan aneh
untuk laki-laki ini, karena ia adalah separuh semangatku. Berada di dekatnya saja, aku merasa
nyaman dan bersemangat.

Aku tidak tahu akhir kisah ini, apakah akan bahagia atau malah sebaliknya. Yang aku tahu, Zayn
adalah sang penebar semangat. Aku juga tidak harus menunggu waktu. Aku percaya pada waktu,
bahwa ia akan memberikanku hari dengan disertai pelangi abadi. Waktu tidak akan
menghianatiku, karena waktu menyayangiku.

Saat ini, Zayn adalah teman yang cukup dekat denganku. Walaupun perasaan kasih sayang yang
kuberikan, lebih dari sekedar teman. Tapi, aku tetap bahagia karena aku percaya, akhir kisah ini
tidak akan melukaiku, perasaan ini tidak akan mengkhianatiku. Dan waktu, akan memberikan
akhir terbaik untuk kisahku ini. Kuserahkan halaman terakhir kisahku ini, kepada waktu.

Anda mungkin juga menyukai