Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM SKIZOFRENIA

FARMAKOTERAPI 2
Dosen Pengampu : Apt. Heni Lutfiyati, M.Sc

Disusun oleh :

1. Halizah Damay Atmoko (18.0605.0038)


2. Aninda Tri Yuliasari (18.0605.0039)
3. Widya Krisna Murti (18.0605.0040)

PROGRAM STUDI S1-FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

MAGELANG

2020
SKIZOFRENIA

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Menguasai konsep teoritis farmasetika, farmakologi, farmakoterapi, farmasi
klinik, toksikologi, farmakoekonomi, farmakovigilance, DRP (Drug Related
Problems), Interaksi obat, EBM (Evidence-based Medicine), POR (Pengobatan
Obat Rasional), Undang-Undang kefarmasian, Kode etik profesi farmasi.
2. Mampu mengidentifikasikan masalah terkait obat dan alternatif solusinya
untuk mengoptimalkan terapi.

B. TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah melakukan praktikum ini, maka mahasiswa mampu memahami materi


skizofrenia berdasarkan lteratur yang ada dalam menyelesaikan kasus dan
penelusuran informasi.

C. DASAR TEORI

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikiatri yang kompleks, ditandai


dengan adanya gangguan berpikir berupa delusi, halusinasi, pikiran kacau dan
perubahan perilaku. Tanda lain pada skizofrenia berupa hilangnya motivasi
(avolitin), menurunnya pengendalian emosi serta sulitnya berbicara. Tiga gejala
terakhir merupakan gejala negatif yang secara kolektif sering disebut dengan
sindrom deficit (Hafifah et al., 2018)

Penyebab masih belum diketahui secara pasti. Penelitian menunjukkan


kelainan pada struktur otak dan fungsi otak. Factor genetik dan lingkungan juga
berperan dalam perkembangan penyakit ini. Kedua orang tua mengalami penyakit
ini dapat beresiko 40% menderita skozofrenia (Hafifah et al., 2018).

Beberapa patofisiologi skizofrenia berdasarkan penyebabnya adalah:


1. Peningkatan ukuran ventrikel, penurunan ukuran otak dan asimetri otak.
Penurunan volume hipokampus berhubungan dengan kerusakan
neuropsikologis dan penurunan respons terhadap antipsikotik tipikal.
2. Hipotesis dopaminergic. Skizofrenia dapat disebabkan oleh hiperaktivitas atau
hipoaktivitas dopaminergik pada area tertentu di otak serta ketidaknormalan
reseptor dopamin (DA).
3. Disfungsi glutamatergik. Penurunan aktivitas glutamatergik berkaitan dengan
munculnya gejala skizofrenia.
4. Kelainan serotonin (5-HT). Pasien skizofrenia memiliki kadar serotonin 5- HT
yang lebih tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan adanya peningkatan ukuran
ventrikel.

Gejalanya ada negatif, positif, dan kognitif. Gejala positif (gejala psikotik)
ditandai dengan munculnya gejala berupa, halusinasi (mendengar suara atau
pikiran dari luar dirinya), delusi (sikap yang aneh, sering paranoid dan timbul
kecurigaan dan gangguan berpikir (pemikiran dan ucapan tidak logis). Gejala
negatif pada skizofrenia ditandai dengan penurunan fungsi sosial dan emosional,
termasuk ekspresi, cara bicara, kemauan serta aktivitas sosial dan hedonik.
Gangguan kognitif ditandai dengan adanya gangguan dalam hal attention
(perhatian), kecepatan berpikir dan penyelesaian masalah.

Algoritma Farmakoterapi Skizofrenia


(Wells et al., 2015)

1. Farmakoterapi skizofrenia
a. Antipsikotik Generasi Pertama

Antipsikotik generasi pertama merupakan antipsikotik yang bekerja dengan


cara memblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik ini memblokir sekitar 65%
hingga 80% reseptor D2 di striatum dan saluran dopamin lain di otak. Jika
dibandingkan dengan antipsikotik generasi kedua, antipsikotik ini memiliki
tingkat afinitas, risiko efek samping ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia
yang lebih besar. Efektif digunakan untuk menangani gejala positif dan
mengurangi kejadian relaps dan memiliki efek rendah terhadap gejala negatif.
Efek samping yang ditimbulkan ekstrapiramidal akut, hiperprolaktinemia serta
tardive
dyskinesia. Efek samping tersebut disebabkan oleh blokade pada jalur
nigrostriatal dopamine dalam jangka waktu lama (Hafifah et al., 2018).

b. Antipsikotik Generasi Kedua

Antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone, olanzapine, quetiapine,


ziprasidon aripriprazol, paliperidone, iloperidone, asenapine, lurasidone dan
klozapin memiliki afinitas yang lebih besar terhadap reseptor serotonin
daripada reseptor dopamin. Sebagian besar efek sampinynya yaitu ke naikan
berat badan dan metabolism lemak. Klozapin merupakan antipsikotik generasi
kedua yang efektif dan tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Oleh
karenanya, klozapin digunakan sebagai agen pengobatan lini pertama.

Obat-obat antipsikotik dan rentang dosisnya


(Wells et al., 2015)

2. Rehabilitasi psikososial
a. Terapi Kognitif

Terapi kognitif secara signifikan meningkatkan fungsi sosial dan


memperbaiki beberapa gejala, seperti delusi dan halusinasi.

b. Social Skills Training

Penelitian oleh Shimada et al. (2013), menunjukkan bahwa SST berpotensi


meningkatkan fungsi kognitif karena adanya pengalaman belajar yang
membutuhkan ingatan dan perhatian yang berpengaruh terhadap kehidupan
sosial. Hal ini juga disebutkan oleh Kern et al. (2009), yang menyatakan bahwa
SST meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penderita skizofrenia.

c. PPANSS (Positive and Negative Syndrome Scales)

PANSS digunakan pada pasien rawat inap skizofrenia untuk mengetahui


status kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan, seperti gejala
positif, negatif, dan psikopatologi umum. PANSS terdiri dari 30 pertanyaan
yang dinilai dengan skala 1-7 tergantung pada berat atau ringannya gejala. Jika
skor PANSS pasien dari awal hingga akhir pengobatan terus menurun maka
terapi tersebut dapat dikatakan berhasil.

d. LAI (Long-acting Injectable)

Farmakoterapi, baik antipsikotik oral maupun LAI merupakan treatment


utama dalam terapi skizofrenia. LAI disarankan untuk pasien yang memiliki
tingkat kepatuhan rendah. Penelitian oleh Schreiner et al. (2017), membuktikan
bahwa sebanyak 472 partisipan yang melakukan peralihan dari oral antipsikotik
(aripiprazole, olanzapine, quetiapine, risperidone dan paliperidone
extendedrelease) menjadi paliperidone palmitat 1x selama 1 bulan memberikan
respon dan tolerabilitas yang baik.

D. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Alat dan Bahan :
Alat : laptop, LCD

Bahan : kasus, referensi penunjang

2. Cara Kerja :
a. Mahasiswa dibagi menjadi 7 kelompok.
b. Setiap kelompok diberikan satu kasus sesuai dengan materi praktikum (kasus
diberikan pada hari pelaksanaan praktikum dan penelusuran informasi
dilakukan mahasiswa pada jam kegiatan praktikum).
c. Masing-masing kelompok membuat laporan sementara yang berisi hasil
diskusi kelompok mengenai kasus.
d. Kegiatan praktikum terdiri dari pre-test, presentasi serta diskusi antar
kelompok.
e. Pada akhir praktikum, mahasiswa mengumpulkan laporan resmi dari hasil
penyempurnaan laporan praktikum sementara

E. METODE PENYELESAIAN

Kasus pada praktikum farmakoterapi 2 yang berasal dari hasil rekam medik
maupun observasi langsung ke pasien perlu adanya analisa dan diselesaikan
permasalahan tersebut. Metode yang digunakan untuk penyelesaian kasus
skizofrenia kali ini adalah menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assessment, Plan).

1. Subjective

Gejala Pasien  Perubahan tingkah laku


 Mudah lupa
 Diam
 Tremor
 Bingung
 Sulit tidur
 Rigiditas kurang
 Tidak mau berkomunikasi
 Menangis tanpa sebab
 ± 1 bulan terakhir mengamuk,
memukul, merusak, bingung
 Pernah opname beberapa hari
setelahnya tidak pernah kontrol dan
minum obat

Hasil Psikiatrik  Keadaan Umum : Rigiditas <,


hubungan jiwa sulit
 Kesadaran : Sedang
 Orientasi : Sedang
 Sikap & tingkah laku : Tidak
kooperatif, mutisme
 Roman muka : Sedikit mimik
 Afek : Tumpul
 Bentuk pikir : Autistik
 Progresi pikir kualitatif : -
 Kuantitatif : Mutisme
 Isi pikir : Sedang
 Daya ingat : Berkurang
 Hubungan jiwa : Sukar
 Perhatian : Sulit untuk memperhatikan
 Insight : Jelek

Riwayat Pengobatan  Persidal 2 mg 1–0–1


 THP 2 mg 1–0–1
 CPZ 100 mg ½-0–½

2. Objective

Jenis Pemeriksaan Hasil


Kimia Darah  Hb : 14,1 g/dL (13 - 17)
 Leukosit : 7,1 ribu/mmk (5 - 11)
 Trombosit : 246 ribu/mmk (150 -
450)
 Eritrosit : 4,71 juta/mmk (4,5 - 5,5)
 Hematokrit : 42,1% (40 - 50)
 Glukosa darah puasa : 70 mg/dL (65 -
110)
 Glukosa darah 2 jam pp : 108 mg/dL
(100 - 140)
Faal Hati  SGOT : 49 U/L ( L: <37 ; P: <31 )
 SGPT : 51 U/L ( L: <42 ; P: <32 )

Faal Ginjal  Ureum : 21 mg/dL (10 - 50)


 Kreatinin : 1,12 mg/dL ( L: 0,6-
1,1 ; P: 0,5-0,9)

3. Assessment

Pada proses assessment ini dapat dilakukan menggunakan 2 cara yaitu Evaluasi
Database Farmakoterapi dan Pendekatan Problem List.

a. Evaluasi Database Farmakoterapi

Berdasarkan data subjektif maupun objektif kasus tersebut, pasien


mengalami penyakit skizofrenia. Hal tersebut ditinjau dari gejala yang dimiliki
pasien serta hasil psikiatrik pasien. Pasien juga diberikan obat-obat psikotis
serta parkinson oleh dokter. Obat-obat ini berfungsi untuk mengendalikan
gejala-gejala yang dialami oleh pasien. Pada evaluasi ini akan dilakukan
persamaan penggunaan obat berdasarkan literatur yang ada, serta memberikan
informasi lebih terkait pengobatan non farmakologi untuk menunjang
pengobatan yang diberikan dokter. Selain itu melakukan monitoring agar pasien
selalu rutin berobat serta kontrol. Adanya evaluasi serta monitoring ini untuk
menjamin keamanan, efektivitas terapi obat, serta peluang meminimalkan atau
menghindari DTP maupun DRP.

b. Pendekatan Problem List

Problem Medik Terapi Assessment Rekomendasi


Interaksi obat CPZ 25mg 0-0-1 Monitoring Gunakan
interaksi obat monitoring dekat
dan perhatian
khusus
Interaksi obat THP 2mg 1-0-1 Monitoring Gunakan
interaksi obat monitoring dekat
dan perhatian
khusus
Interaksi Obat Persidal 2mg 1- Monitoring Gunakan
0-1 interaksi obat monitoring dekat
dan perhatian
khusus
Gangguan hati THP 2mg 1-0-1 Monitoring Gunakan
dan ginjal interaksi obat monitoring dekat
dan perhatian
khusus
Parkinsonisme THP 2mg 1-0-1 Perubahan dosis 1 mg/hari
obat kemudian
dinaikkan
bertahap dengan
dosis
pemeliharaan 5-
15 mg/hari.

4. Plan
a. Penentuan Tujuan

Tujuan dari terapi skizofrenia adalah untuk meringankan gejala yang diderita
oleh pasien, penyesuaian dosis obat yang yang diberikan dokter untuk pasien
sehingga sesuai dengan literatur yang ada, penambahan rekomendasi untuk
pengobatan non farmakologi sebagai penunjang pengobatan farmakologi, serta
melakukan monitoring obat dan terapi untuk mencegah adanya interaksi serta
efek samping yang tidak diinginkan. /Penetapan tujuan ini berfungsi untuk
memudahkan tahap-tahap terapi untuk pasien sehingga lebih teratur dan efektif.

b. Terapi Farmakologi

Pada terapi farmakologi ini, kami memiliki rekomendasi bagi pasien


mengenai obat-obatan yang dikonsumsi. Pasien yang sebelumnya
mengkonsumsi obat secara rutin dengan dosis yang telah tertera pada lampiran
kasus, akan sedikit rekomendasi perbaikan dosis. Rekomendasi terapi tersebut
bertujuan untuk menghindari DRP. Terapi farmakologi merupakan terapi yang
direkomendasikan adalah :
1) Persidal

Persidal merupakan obat psikosis akut dan kronik serta mania. Persidal
merupakan obat jenis risperidon yang digunakan untuk penyakit skizofrenia.
Obat ini dipertimbangkan sebagai obat lini pertama untuk pasien dengan
diagnosis skizofrenia. Pasien mendapatkan terapi ini dengan dosis 2 mg
untuk 2x sehari setiap pagi dan malam. Berdasarkan dosis yang diberikan
telah sesuai dengan literatur yang ada. Namun, terdapat interaksi terhadap
terapi obat yang lain sehingga rekomendasi dari kami adalah perlunya
monitoring dekat. Interaksi persidal terjadi dengan klorpromazin dimana
kedua obat tersebut dapat meningkatkan interval QTc, meningkatkan efek
dopaminergik, termasuk gejala ekstrapiramidal, dan sindrom maligna
neuroleptik, selain itu juga dapat meningkatkan sedasi (Anonim, 2020).
Penghentian obat ini setelah penggunaan jangka panjang lebih baik
dilakukan secara bertahap dengan pemantauan yang ketat untuk mencegah
resiko sindrom putus obat akut ataupun gejala kambuh yang terjadi secara
cepat (BPOM, 2020).

2) Trihexyphenidil

THP merupakan obat parkinsonisme, gangguan ekstrapiramidal karena


obat. Penggunaan obat ini harus diawasi untuk pasien dengan riwayat
penyakit hati dan ginjal. Pada terapi ini, pasien mendapatkan dosis terapi 2
mg 2 kali sehari pagi dan malam. Hal ini belum sesuai dengan literatur yang
ada dimana dosis yang kami rekomendasikan adalah 1 mg/hari kemudian
dinaikkan bertahap dengan dosis pemeliharaan 5-15 mg/hari (BPOM, 2020).
Selain itu terdapat interaksi antar obat yang terjadi. Sehingga, monitoring
serta terapi harus dilakukan secara dekat untuk menghindari interaksi
tersebut. Interaksi terjadi dengan klorpromazine dimana trihexipenidil dapat
menurunkan kadar klorpromazine dengan antagonisme farmakodinamik.
Sedangkan interaksi dengan persidal adalah persidal dapat meningkatkan
efek trihexipenidil dengan sinergisme farmakodinamik. Selain itu juga dapat
berpotensi menimbulkan efek antikolinergik aditif (Anonim, 2020). Untuk
penghentiap obat harus dilakukan secara bertahap terlebih untuk pasien yang
mendapatkan terapi jangka panjang.

3) Chlorpromazine

Chlorpromazine merupakan obat skizofrenia di mana obat tersebut perlu


adanya monitoring ketika pasien memiliki gangguan hati dan ginjal berat.
Pasien sebelumnya mendapatkan terapi dengan dosis 25 mg 1 kali sehari
setiap malam hari. Dosis tersebut telah sesuai dengan literatur yang ada
sehingga tidak perlu adanya rekomendasi terhadap dosis. namun hal yang
perlu diperhatikan adalah adanya interaksi antar obat yang diberikan oleh
dokter kepada pasien. Interaksi tersebut meliputi interaksi dengan persidal
yang telah dijelaskan pada bagian persidal sebelumnya. interaksi lain terjadi
antara chlorpromazine dengan triheksifenidil di mana chlorpromazine dapat
meningkatkan efek trihexyphenidyl dengan sinergisme farmakodinamik.
sehingga rekomendasi dari kami adalah dengan adanya terapi dan
monitoring secara dekat.

c. Terapi Non Farmakologi

Terapi pengobatan skizofrenia tidak hanya melalui jalur farmakologi.


Adapun pengobatan yang direkomendasikan yaitu non farmakologi. Terapi non
farmakologi merupakan perubahan pola hidup sehat untuk membantu
memulihkan keadaan. Terapi non farmakologi yang digunakan untuk penyakit
skizofrenia adalah :

1) Terapi Musik

Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran dan kemudian


melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi
yaitu sistem limbik. Musik yang direkomendasikan berupa musik yang
memiliki karakteristik non lirik, tempo 60 sampai 80 beat per menit, volume
yang di rekomendasikan maksimal sebesar 60 dB. Salah satu musik yang
bisa digunakan dalam penyembuhan penyakit depresi seperti musik klasik.
Musik klasik (Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan
presepsi spasial. Pada gelombang otak, gelombang alfa mencirikan perasaan
ketenangan dan kesadaran yang gelombangnya mulai 8 hingga 13 hertz.
Semakin lambat gelombang otak, semakin santai, puas dan perasaan kita
akan terasa damai, jika seseorang melamun atau merasa dirinya 3 berada
dalam suasana hati yang emosional atau tidak terfokus, musik klasik dapat
membantu memperkuat kesadaran dan meningkatkan organisasi mental
seseorang jika didengarkan selama sepuluh hingga lima belas menit.

2) Metode CAT

CAT menggabungkan latihan strategi kompensasi dengan modifikasi


lingkungan mendorong pasien untuk berinteraksi terhadap lingkungannya.
Intervensi dapat berlangsung singkat, murah praktis dan dapat di terapkan
secara menyeluruh pada kehidupan sehari-hari. Metode CAT berbasis
kelompok dikelola oleh 1-2 fasilitator untuk 4-8 orang yang dilaksanakan
dalam 12 sesi mingguan selama dua jam. Strategi ini diawali dengan
interaktif antar pasien, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan permainan
seperti mempertahankan minat dan meningkatkan motivasi. Intervensi ini
bertujuan untuk mencapai 4 domain yaitu memori, perhatian dan
kewaspadaan, pembelajaran, dan fungsi eksekutif. Setiap sesi dirancang
untuk meninjau pekerjaan dan strategi sebelumnya, kemudian
memperkenalkan dan mempraktekkan strategi kompensasi baru serta
membantu pasien dalam mengembangkan rencana secara individu untuk
menerapkan strategi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap minggu diberikan
pekerjaan rumah untuk mempromosikan penggunaan strategi di luar kelas
dan memecahkan hambatan yang muncul.

3) Memori
Tiga sesi pertama difokuskan pada memperbaiki memori dengan strategi
penggunaan kalender dan daftar. Penggunaan kalender harian diperkenalkan
dalam sesi pertama dengan dikuatkan kembali memori tersebut selama
intervensi 12 minggu. Jadwal kalender direview secara berkala untuk
memantau secara detail jumlah yang diperlukan. Selama sesi kedua, pasien
diajarkan cara membuat daftar dan bagaimana memasukkan ke dalam
kalender mereka. Sesi kedua ini diprioritaskan pada pelaksanaan tugas-tugas
dan mempraktekkannya sesuai kategori yang dibuat pasien pada kegiatan
sehari-hari. Sesi selanjutnya adalah menghubungkan tugas, dimana pasien
diajarkan untuk mengingat aktivitas yang baru, kemudian menggabungkan
secara otomatis dengan kegiatan sebelumnya 7 yang telah dilakukan sehari-
hari oleh pasien. Strategi ini digunakan untuk membentuk kebiasaan pasien
memeriksa kalender harian.

4) Perhatian dan Kewaspadaan

Tiga sesi berikutnya menargetkan tentang kewaspadaan dan tugas


percakapan untuk membantu pasien mempertahankan fokus dan perhatian.
Ada 4 aturan utama dalam mengatasi kewaspadaan berlebih saat wawancara
yaitu :

a) Menghilangkan gangguan dalam lingkungan


b) Melihat orang yang sedang berbicara
c) Parafrase apa yang dikatakan
d) Mengajukan pertanyaan dan meminta orang untuk memperlambat atau
mengulangi informasi bila diperlukan.

Pasien didorong untuk mengatakan langkah-langkah tugas dengan keras


saat melakukannya, agar tetap pada tugas dan menghindari untuk melupakan
langkah utama.

5) Belajar dan Memori


Tiga sesi pembelajaran dan memori berfokus pada perbaikan pengkodean
dan pengambilan informasi, dengan penekanan khusus dalam mengingat
nama. Pasien diminta untuk menuliskan bagian penting atau percakapan
yang mereka temui pada kehidupan sehari-hari, Teknik pengkodean lainnya
diperkenalkan dibagian ini adalah parafrase, asosiasi informasi baru dengan
informasi yang dipelajari sebelumnya, mengkategorikan, singkatan, dan
sajak. Selain itu, pasien diminta untuk memilih teknik yang lebih baik dalam
mengingat nomor telepon, nama, tanggal, arah dan informasi verbal lainnya.
Pilihan yang baik bagi pasien dalam belajar adalah strategi selalu mencatat
dan memberi kode semua jenis informasi.

6) Fungsi Eksekutif

Target pada fungsi eksekutif adalah metode pemecahan masalah dengan 6


langkah secara rinci melalui pembinaan kepribadian pada brainstorming.
Pasien berlatih untuk brainstorming dengan menghasilkan 15-20 solusi pada
sampel, kemudian melatih brainstorming dalam mengidentifikasi pemecahan
masalahnya. Setelah pasien merasa nyaman dengan brainstorming, mereka
diminta untuk menggunakan metode 6 langkah pemecahan masalah dalam
mencari pemecahan untuk masalah yang mereka temui. Metode ini meliputi
langkah-langkah berikut:

a) Mendefinisikan masalah
b) Pilihan-pilihan cara untuk mengatasi
c) Mengevaluasi biaya, kemudahan implementasi dan kemungkinan
keberhasilan
d) Mencoba memilih pemecahannya
e) Melakukan pilihan pemecahannya
f) Mengevaluasi pemecahan yang telah dilakukan

Pasien diminta untuk mengidentifikasi setidaknya 1 masalah yang mereka


ingin pecahkan pada selama beberapa sesi berikutnya, kemudian
menggunakannya melalui metode 6 langkah pemecahan masalah. Pasien
didorong untuk memantau kemajuan dan mengubah perilaku yang sesuai
melalui permainan. Metode lain meliputi strategi verbalisasi (yaitu
menggunakan self-talk ketika memecahkan masalah), uji hipotesis (mencari
konfirmasi dan bukti sebaliknya), dan selfmonitoring (mengatur strategi
pemeliharaan dan perubahan ketika bekerja atau tidak bekerja). Stimuli
seperti gambar berurutan, teka-teki pada penalaran visuospatial dan bermain
kartu digunakan untuk berlatih keterampilan ini (D & Konginan).

d. Monitoring Terapi

Nama Obat Kondisi Klinik Tanda Vital Parameter Lab


Monitoring Interaksi Obat
Klorpromazin dan Gejala Peningkatan
Persidal Ekstrapiramidal interval QTc,
dan sindrom peningkatan
maligna efek -
neuroleptik dopaminergik,
peningkatan
sedasi
Klorpromazine dan Antagonisme Penurunan -
Trihexifenidil farmakodinamik, kadar
sinergisme klorpromazine,
farmakodinamik, peningkatan
dan efek efek
antikolinergik trihexifenidil
aditif
Trihexifenidil dan sinergisme peningkatan -
Persidal farmakodinamik efek
dan efek trihexifenidil
antikolinergik
aditif
Monitoring Efek Samping Obat
Trihexifenidil Gangguan Hati SGOT, SGPT,  SGOT : 49
U/L ( L: <37
dan Ginjal Ureum,
; P: <31 )
Keratinin  SGPT : 51
U/L ( L: <42 ;
P: <32 )
 Ureum : 21
mg/dL (10 -
50)
 Kreatinin :
1,12 mg/dL (
L: 0,6-1,1 ; P:
0,5-0,9)

F. PEMBAHASAN

Skizofrenia merupakan penyakit yang terjadi di karena adanya gangguan otak


yang ditandai dengan gejala seperti halusinasi, delusi, komunikasi tidak teratur,
perencanaan yang buruk, kurang motivasi, dan afek tumpul (Ih, Putri, & Untari,
2016). Penyakit skizofrenia dapat terjadi akibat beberapa faktor karena penyakit
gangguan jiwa ini ini tidak serta merta terjadi dengan sendirinya. faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian skizofrenia antara lain adalah faktor genetik, biologis,
biokimia, psikososial, status sosial ekonomi stres, dan penyalahgunaan obat. Selain
beberapa faktor tersebut faktor - faktor lain yang mempengaruhi penyakit skizofrenia
antara lain :

1. Umur

Penderita skizofrenia lebih besar diderita oleh usia 25 sampai 35 tahun karena
resiko lebih besar 1,8 kali.

2. Jenis Kelamin
Untuk sementara waktu berdasarkan jurnal-jurnal yang yang membahas tentang
skizofrenia prevalensi antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

3. Pekerjaan

Kelompok orang yang tidak bekerja memiliki resiko sakit zulfania 6,2 kali lebih
besar daripada orang yang memiliki pekerjaan tetap. Hal ini ini disebabkan karena
orang yang telah memiliki pekerjaan lebih dapat berfikir akan memiliki masa
depan yang menjanjikan.

4. Status perkawinan

Orang yang belum menikah lebih rentan terkena penyakit skizofrenia karena
bersangkutan dengan emosi yang ada.

5. Konflik Keluarga

Kelompok yang memiliki konflik keluarga 1,13 kali lebih mudah terkena
skizofrenia.

6. Status Ekonomi

Kelompok dengan status ekonomi rendah 6 kali lebih rentan terkena skizofrenia
dibanding kelompok ekonomi menengah keatas (Zahnia & Sumekar, 2016).

Berdasarkan variabel klinik menurut ICD 10 beberapa tipe skizofrenia antara lain :

1. Skizofrenia paranoid dengan ciri utama adanya waham kejar serta halusinasi
auditorik namun fungsi kognitif dan afektif masih baik.
2. Skizofrenia hebefrenik dengan ciri utama pembicaraan yang kacau, tingkah
laku kacau, serta afektif yang datar atau inappropiate.
3. Skizofrenia katatonik dengan ciri utama gangguan pada psikologis motor yang
meliputi motoric immobility, aktivitas motorik berlebihan, negativesm yang
ekstrim, serta gerakan yang tidak dapat dikendalikan.
4. Skizofrenia tak terinci merupakan gejala yang tidak memenuhi kriteria
skizofrenia paranoid, hebefrenik, maupun katatonik.
5. Depresi pasca skizofrenia
6. Skizofrenia residual yaitu tidak pernah mengalami satu episode skizofrenia
sebelumnya serta saat ini gejala tidak menonjol.
7. Skizofrenia simpleks (Zahnia & Sumekar, 2016).

Berdasarkan penjelasan tersebut, kasus yang diperoleh oleh mahasiswa


menunjukkan bahwa pasien tersebut mengalami skizofrenia katatonik. Hal tersebut
ditinjau dari gejala yang dialami pasien berupa ketidak fungsian motorik serta afek
pada pasien serta pasien yang tidak bisa mengendalikan kegiatannya sendiri sehingga
melakukan hal-hal ekstrim. Pasien sebelumnya telah memiliki data pemeriksaan baik
berupa data psikiatrik maupun data berupa apa data objektif. Pasien memiliki bawaan
penyakit faal hati serta faal ginjal sehingga dalam pengobatan yang diberikan oleh
dokter perlu adanya rekomendasi untuk meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan. Pasien mendapatkan pengobatan secara farmakologi dari dokter serta
adanya monitoring obat selama pasien berkunjung untuk periksa sampai pasien
pulang.

Pengobatan skizofrenia memiliki tiga fase yaitu fase akut, fase stabilisasi, serta
fase pemeliharaan. Fase akut ditemui pada gambaran psikotik yang jelas seperti
waham, halusinasi, gangguan berpikir, dan lainnya. Fase stabilisasi dan fase
pemeliharaan dilakukan untuk meningkatkan proses pemulihan serta memastikan
bahwa kontrol gejala masih berlanjut (Ih, Putri, & Untari, 2016). Pengobatan secara
farmakologi yang diterima oleh pasien berupa obat persidal dengan dosis 2 mg untuk
2 kali sehari setiap pagi dan malam. Dosis tersebut telah sesuai dengan literatur yang
ada. obat persidal merupakan obat golongan psikosis yang digunakan sebagai
pengobatan lini pertama penyakit skizofrenia. namun rekomendasi dari kami adalah
untuk pengawasan lebih ketat karena adanya interaksi dengan obat yang diberikan
oleh dokter lainnya yaitu triheksifenidil serta chlorpromazine. obat selanjutnya yang
diberikan oleh dokter adalah triheksifenidil yang merupakan obat golongan
antimuskarinik yang digunakan untuk obat parkinsonisme dengan dosis 2 mg untuk 2
kali sehari pagi dan malam. Hal ini ini belum sesuai dengan literatur yang ada dimana
dosis yang seharusnya adalah 1 mg per hari yang kemudian dinaikkan secara
bertahap. Rekomendasi obat ini selain penurunan dosis adalah monitoring obat secara
ketat seperti persidal karena adanya interaksi antara obat. Selain itu triheksifenidil
merupakan obat yang memiliki peringatan untuk pasien yang memiliki gangguan hati
serta ginjal. Obat ketiga adalah chlorpromazine dimana dosis yang diberikan oleh
dokter adalah 25 mg untuk satu hari sekali setiap malam. rekomendasi dari kami
adalah obat ini perlu pengawasan ketat seperti dua obat sebelumnya selain itu perlu
adanya monitoring ketika pasien memiliki gangguan hati dan ginjal. Ketiga obat
tersebut apabila akan dihentikan maka perlu adanya penghentian bertahap apalagi
untuk pasien yang telah menggunakannya secara jangka panjang.

Selain pengobatan secara farmakologi kami merekomendasikan juga terapi non


farmakologi yang bertujuan untuk menunjang kesembuhan pasien lebih cepat. Terapi
non farmakologi meliputi perubahan pola hidup sehat serta self healing untuk terapi
psikologi. Terapi non farmakologi yang kami rekomendasikan adalah terapi musik,
metode cat, memori, perhatian dan kewaspadaan, belajar dan memori, serta fungsi
eksekutif. Terapi non farmakologi tersebut bertujuan untuk mengembalikan fungsi
kognitif pada pasien yang semakin memburuk. ketika pasien melakukan hal-hal yang
kami rekomendasikan maka pasien sedikit demi sedikit akan terbantu membaik
fungsi kognitif nya.

Monitoring untuk pasien adalah merekomendasikan pasien untuk selalu rutin


kontrol serta rutin meminum obat. Hal tersebut dikarenakan pasien pernah mengalami
penghentian obat serta tidak melakukan kontrol lagi setelah mengalami skizofrenia
tersebut. Kejadian ini memicu adanya perburukan kondisi pada pasien untuk penyakit
skizofrenia, di mana pasien yang menderita skizofrenia perlu melakukan kontrol rutin
serta tidak boleh melakukan penghentian obat secara mendadak yang akan
mengakibatkan efek-efek yang tidak diinginkan.

G. KESIMPULAN
Kesimpulan dari kasus tersebut adalah pasien tersebut memiliki data yang lengkap
yaitu data pemeriksaan psikiatri serta data objektif. Berdasarkan gejala-gejala yang
ada pasien mengalami skies of Rania katatonik karena memiliki ketidakfungsian
motorik serta afektif. Banyak faktor yang dapat memicu terjadinya penyakit
skizofrenia karena penyakit ini tidak akan terjadi dengan sendirinya. Pengobatan yang
dilakukan untuk pasien skizofrenia tidak hanya secara farmakologi namun juga secara
non farmakologi. monitoring untuk pasien harus selalu dilakukan karena pasien harus
melakukan kontrol rutin serta tidak boleh melakukan penghentian obat secara
mendadak.
LAMPIRAN KASUS

Pada tgl 3-4-2019, seorang pria berumur 23 tahun dibawa ke rumah sakit Grhasia
oleh keluarga karena mengamuk dan merusak barang-barang di rumah. ± 7 bulan
yang lalu mengalami perubahan tingkah laku, mudah lupa, diam, tremor, bingung,
sulit tidur, rigiditas kurang, tidak mau berkomunikasi, menangis tanpa sebab. ± 1
bulan terakhir mengamuk, memukul, merusak, bingung. Pria tersebut sebelumnya
pernah diopname di rumah sakit selama beberapa hari dan sepulang dari opname
tidak pernah kontrol dan tidak pernah minum obat lagi.

Dari pemeriksaan psikiatrik diperoleh:

a. Keadaan Umum : Rigiditas <, hubungan jiwa sulit


b. Kesadaran : Sedang
c. Orientasi : Sedang
d. Skp & tingkah laku: Tidak kooperatif, mutisme
e. Roman muka : Sedikit mimik
f. Afek : Tumpul
g. Proses pikir
- Bentuk pikir : Autistik
- Progresi pikir kualitatif :-
kuantitatif : Mutisme
- Isi pikir : Sedang
h. Daya ingat : Berkurang
i. Persepsi
- Halusinasi :-
- Ilusi :-
j. Hubungan jiwa : Sukar
k. Perhatian : Sulit untuk memperhatikan
l. Insight : Jelek

Penatalaksanaan Terapi : Persidal 2 mg 1–0–1

THP 2 mg 1–0–1

CPZ 100 mg ½-0–½

Data Laboratorium

1. Kimia darah

Hb : 14,1 g/dL (13 - 17)

Leukosit : 7,1 ribu/mmk (5 - 11)

Trombosit : 246 ribu/mmk (150 - 450)

Eritrosit : 4,71 juta/mmk (4,5 - 5,5)

Hematokrit : 42,1 % (40 - 50)

Glukosa darah puasa : 70 mg/dL (65 - 110)

Glukosa darah 2 jam pp : 108 mg/dL (100 - 140)

2. Faal Hati

SGOT : 49 U/L ( L: <37 ; P: <31 )

SGPT : 51 U/L ( L: <42 ; P: <32 )

3. Faal Ginjal

Ureum : 21 mg/dL (10 - 50)

Kreatinin : 1,12 mg/dL ( L: 0,6-1,1 ; P: 0,5-0,9)

Tanggal 28-7-2019 , pasien pulang

Keadaan keluar : perbaikan


Keadaan pasien saat pulang  kooperatif, koheren, tremor (+), halusinasi (–)

Terapi : Persidal 2 mg 1 – 0 – 1

THP 2 mg 1–0–1

CPZ 25 mg 0–0–1

Saran saat pasien pulang : Kontrol dan minum obat terarur

Terapi yang diperoleh :

Nama Rute 3/4 -3/5 4/5 4/5- 2/6 3/6 4/6-27/7 28/7 (pulang)
Obat

Persidal 2 p.o √ √ √ √ √ √
mg 1-0-1

THP 2 mg p.o √ √ √ √ √ √
1-0-1

CPZ 100 p.o √ √ √ √ √ CPZ


mg ½-0-
25 mg
1/2
0-0-1

Modecate i.m 3/4 √ - √ - -


inj 1 bln 1
x
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2020). Drug Intraction Checker. Retrieved from reference.medscape.com.


BPOM, P. (2020). Antipsikotik Atipikal. Retrieved from pionas.pom.go.id.
D, I. A., & Konginan, A. (n.d.). Cognitive Adaptation Training (CAT) Pada
Skizofrenia. 1-10.
Ih, H., Putri, R. A., & Untari, E. K. (2016). Perbedaan Jenis Terapi Antipsikotik
Terhadap Lama Rawat Inap Pasien Skizofrenia Fase Akut di RSJD Sungai
Bangkong Pontianak . Jurnal Farmasi Klinik Indonesia , 115-122.
Zahnia, S., & Sumekar, D. W. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Majority
Vol 5 No 4, 160-166.
Hafifah, A., Puspitasari, I., Sinuraya, R., 2018. Review Artikel : Farmakoterapi Dan
Rehabilitasi Psikososial Pada Skizofrenia. Farmaka 16.
Wells, B., Dipiro, J., Schwingehammer, T., Dipiro, C., 2015. Pharmacotherapy
Handbook 9th Edition, 9th Ed. Mcgraw-Hill Education, Inggris.

Anda mungkin juga menyukai