Anda di halaman 1dari 15

PROFESI KEGURUAN

(Kategori dan Prototipe Guru)

MAKALAH
Dipresentasikan pada Mata Kuliah Profesi Keguruan
SEM 6 Tahun 2020
Dosen Pembimbing: Dr. H. AH. Choiron, M. Ag.

Disusun Oleh: Kelompok 06

1. Safinatun Najah (1710610006)


2. Bella Puspa Anggreini (1710610009)
3. Laily Rachma Innayah (1710610036)
4. Fadhilatul Muakhiroh (1710610039)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
TAHUN 2020
A. PENDAHULUAN
Guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Guru merupakan sebuah profesi di bidang pendidikan.1 Guru
memiliki tugas yang sangat penting, karena guru yang mengembangkan ilmu
pengetahuan dan memperbaiki masyarakat melalui peserta didik. Sekolah
merupakan sumber untuk memperoleh kebaikan dan guru yang ikhlas dapat
mengangkat derajat umat. Gurulah yang telah menanamkan pada diri peserta
didiknya akhlak yang baik, dan dari gurulah kebaikan-kebaikan akan diterima oleh
peserta didik. Oleh sebab itu, gurulah yang mempunyai kesempatan besar untuk
memperbaiki hal-hal yang buruk yang tersebar di masyarakat melalui peserta didik.
Guru bukan hanya tenaga pengajar saja, guru menjadi sumber perbaikan,
menjadi contoh, menjadi tauladan, dan memberikan bimbingan kepada peserta
didiknya agar tetap berada dijalan yang benar.2 Terdapat banyak kategori guru di
Indonesia yang diukur dari tingkat abstraksi yang tinggi sampai rendah dan tingkat
komitmen tinggi sampai rendah. Sehingga guru di Indonesia ini memiliki
kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan tingkat abstraksi dan
komitmen yang dimiliki guru. Dalam makalah ini, penyusun akan membahas
mengenai kategori dan prototipe guru.

1
Khusnul Wardan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019, hal.110
2
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan Dan Pengajaran, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990,
hal.61
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana Kategori Guru ?
2. Bagaimana Prototipe Guru ?
3. Bagaimana Kategori dan Prototipe Guru Menurut Profesi Keguruan ?

C. PEMBAHASAN
1. Kategori Guru

Kemampuan guru dibedakan menjadi kelompok-kelompok yang disebut


dengan kategori.3 Peran guru adalah sebagai fasilitator atau moderator, tugas
guru adalah memberikan stimulus guna membantu peserta didik agar dapat
belajar sendiri serta merimuskan pengertiannya sendiri. Guru juga
mengevaluasi gagasan peserta didiknya, apakah sesuai atau belum. Dalam
pembinaan profesi keguruan, terdapat dua kemampauan dasar yang perlu
dimiliki oleh seorang guru yang mbersumber dari hakekat manusia, yaitu
tingkat berfikir abstrak, dan tingkat komitmen. Komitmen ini tentunya disertai
tanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut, berikut kategori guru :

a. Guru yang memiliki tingkat berfikir abstrak


Guru yang tingkat berpikirnya abstrak dan imajinatif yang tinggi,
punya kemampuan untuk berdiri di depan kelas dan dengan mudah
menghadapi masalah-masalah belajar mengajar seperti manajemen kelas,
disiplin, menghadapi sikap acuh tak acuh dari siswa dan mampu
menentukan alternatif pemecahan masalah. Ia juga dapat merancangkan
berbagai program belajar dan dapat memimpin siswa dari berfikir nyata ke
berfikir konseptual.
Ada kemungkinan sementara guru yang sibuk menganut paham
“Banking Concept”, menurut Paulo Freire; yaitu mengajar dikelas dianggap
sebagai bank, masukkan uang akan keluar bunganya. Mengajar dan
mendidik tidak demikian halnya. Subjek didik bukan sebuah manusia, tetapi
seorang manusia. Praktek mendidik seperti ini disebut tidak manusiawi (The
humanization, menurut Paulo Freire). Jadi guru yang tingkat berpikir

3
Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 145
abstraknya tinggi mampu menghadapi masalah, sedangkan guru yang
berpikir abstraknya rendah akan bingung dalam menghadapi suatu masalah
dan hanya melakukan kebiasaan-kebiasaan rutin.
Berpikir abstrak dan imajinatif adalah kemampuan untuk
memindahkan konsep dan visualisasi, mengidentifikasi, kemampuan untuk
menangkap, mengkategorisasikan dan mengumpulkan. Untuk memilih-
milih kondisi yang ada digunakan matriks sebagai berikut :

Rendah Sedang Tinggi


1. Bingung bila 1. Dapat memecahkan 1.Dalam
menghadapi suatu masalah menghadapi
masalah 2.Dapat menaksir masalah dapat
2. Tidak mengetahui suatu atau dua mencari alternatif
cara bertindak kemungkinan pemecahan
bila menghadapi pemecahan 2.Dapat
masalah masalah menggeneralisasi
3. Berkata gaya tak 3.Mengalami berbagai berbagai alternatif
mampu, gangguan berpikir pemecahan dalam
tolonglah saya bila memikirkan memecahkan
4. Memiliki hanya suatu program suatu masalah
satu atau dua yang bersifat
kebiasaan dalam komprehensip
merespon suatu
masalah

Guru-guru yang memiliki kemampuan berpikir abstrak yang rendah


tidak mampu melihat dengan jelas problema yang dihadapi di kelas waktu
mengajar dan bila menghadapi kerja selalu bingung. Mereka tidak tahu apa
yang dikerjakan dan selalu memerlukan petunjuk dari atasan untuk
menyelesaikan suatu masalah. Mereka selalu menampakkan diri seolah-olah
mata pelajaran yang diberikan itu paling hebat dan sukar dikerjakan dan
banyak sekali memberikan pekerjaan rumah tetapi tidak pernah dibahas dan
diperiksa.
Sedangkan guru yang tingkat abstraknya tinggi selalu mampu melihat
masalah itu dari berbagai perspektif (apakah dari dirinya sendiri, dari siswa,
dari orang tua, kepala sekolah dan sebagainya) serta mampu mengabstraksi
berbagai alternatif pemecahan masalah. Mereka juga memikirkan berbagai
kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dan jarang sekali sekarang
ini guru ikut memikirkan dan menerangkan mengapa murid mengalami
kesulitan dalam memahami konsep matematika atau sulit membaca; ia
paling banyak hanya mengeluh.
b. Guru yang memiliki tingkat komitmen
Komitmen adalah kecenderungan untuk merasa terlibat aktif dengan
penuh tanggung jawab. Komitmen lebih luas daripada kepedulian (concern).
Comitment is longer than concern, because it includes time and effort.
Seorang guru yang peduli terhadap tugas berati ia memiliki tingkat
kepedulian yang tinggi. Tingkat kepedulian harus diikuti pula dengan etik
profesional, bahwa ia memiliki komitmen terhadap jabatan guru. Secara etis
ia terikat kepada sumpah jabatan, ialah bahwa tugas pokoknya
memanusiakan manusia bukan mencari keuntungan pribadi.
Konsekuensi dari komitmen ini ia harus menyediakan waktu dan
energi dalam melakukan tugasnya. Komitmen ini tidak diperoleh sejak lahir,
tetapi harus dipelajari dan dikenal. Bagaimana membentuk rasa cinta pada
tugas sebagai guru. Program pendidikan harus mampu mengubah sikap
calon guru untuk kemudian dapat mencintai jabatan guru.
Rendah Tinggi
1. Tingkat keperdulian 1. Tingkat keperdulian untuk
(concern) terhadap siswa siswa dan rekan sejawat
sedikit sekali tinggi
2. Kurang menyediakan 2. Selalu menyediakan waktu,
waktu dan tenaga untuk tenaga yang cukup untuk
membahas masalah- membantu siswa
masalah 3. Sangat concern terhadap
3. Hanya memperdulikan orang lain dan
satu tugas memperdulikan orang lain.

c. Guru yang memiliki tanggung jawab


Untuk bisa menjadi seorang guru yang bertanggung jawab Imam
Ghazali mensyaratkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1) Jika mengajar merupakan keahlian dan profesi milik seorang guru,
maka sifat utama yang harus dimiliki guru adalah kasih sayang. Dengan
sifat ini, seorang guru dapat menumbuhkan rasa percaya diri yang besar
pada diri siswa. Dengan kasih sayang dan rasa percaya diri yang tinggi,
maka akan tercipta situasi yang kondusif bagi siswa untuk belajar
dengan semakin giat dan rajin.
2) Meskipun sangat susah untuk menerapkan faktor kedua ini, tidak ada
salahnya jika anda merenungkan pendapat Imam Ghazali yang
mengatakan bahwa mengajarkan ilmu itu pada dasarnya merupakan
kewajiban agama bagi setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
Karena itu, tidaklah pantas bagi seorang guru untuk menuntut upah dari
aktivitas mengajarnya itu. Mungkin, “mengajar tanpa dibayar” seperti
ini sudah tidak cocok diterapkan di zaman modern ini. Tetapi, makna
terpenting yang bisa anda renungkaan adalah jangan jadikan gaji yang
sedikit sebagai alasan untuk mengajar dengan kurang tulus dan kurang
bersemangat.
3) Seorang guru yang bertanggung jawab harus selalu mengingatkan
siswanya bahwa tujuan dari pengajaran adalah untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan, untuk memperbaiki diri, dan untuk mengabdi pada
sesama. Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan,
perselisihan, dan pertengkaran dengan sesama guru yang lain agar tidak
menimbulkan kesan negatif bagi siswa-siswanya.
4) Pada saat mengajar, seorang guru hendaknya menggunakan cara-cara
simpatik, halus, anti kekerasan, menjauhi cacian, menghindari makian,
dan lain sebagainya. Dalam hal ini, seorang guru hendaknya jangan
menyebarluaskan kesalahan-kesalahan siswanya di depan umum. Hal
ini dapat membuat si anak memiliki jiwa yang keras, menentang,
membangkang, dan bahkan memusuhi gurunya.
5) Anda harus tampil sebagai seorang teladan atau panutan yang baik
dihadapan siswa-siswa anda. Dalam hal ini, anda harus bersikap toleran
dan mau menghargai orang lain, termasuk siswa siswi anda. Jangan
pernah mencela ilmu-ilmu yang tidak menjadi keahlian atau spesialisasi
anda.
6) Anda harus mengajar dengan cara-cara yang sesuai dengan tingkat atau
kemampuan pemahaman siswa. Janganlah memberi pelajaran yang
belum dapat dicerna oleh siswa.
7) Seorang guru yang bertanggung jawab adalah guru yang mampu
memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan siswanya.
Selain itu, ia juga harus memahami bakat, tabiat dan karakter kejiwaan
siswanya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kepada siswa yang
kemampuannya dalam menyerap pelajaran kurang, hendaknya seorang
guru tidak mengajarkan hal-hal yang rumit. Jika tidak, maka akan
timbul rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu dalam
diri siswa.
8) Seorang guru yang bertanggung jawab adalah guru yang berpegang
teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk
merealisasikannya. Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan
sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip yang telah dikemukakannya agar guru tidak kehilangan
wibawanya. Jika tidak, guru akan menjadi sasaran penghinaan dan
ejekan para siswa, yang pada gilirannya akan menyebabkan ia
kehilangan kemampuan dalam mengatur kelas. Ia tidak lagi mampu
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada siswa-siswanya.4
2. Prototipe Guru
Tingkat berpikir abstrak dan tingkat komitmen dapat digunakan sebagai
dasar dalam mengadakan assessment terhadap guru secara individual.
Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan paradigma atau model
analisis yaitu, garis berpikir abstrak dan garis komitmen yang digambarkan
bersilang, yang bergerak dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi, dan
garis tingkat berpikir abstrak secara vertikal dan garis komitmen secara
horisontal. Atas dasar tersebut, maka dikategorikan empat sisi (kuadran), dan
dari empat sisi tersebut diperoleh empat prototipe guru.5
Abstrak
Tinggi

A K A K
+−¿ ++¿
II I

Komitmen
Rendah Tinggi

IV III
−−¿ −+¿
A K A K

Rendah
Matrikulasi kedua variabel yaitu tingkat abstraksi dan tingkat komitmen,
ditujukan untuk menentukan tolok ukur bagi pengkategorian tipe guru. Atas
4
Nurlaela Isnawati, “Guru Positif-Motivatif”. Laksana : Jogjakarata, 2010. Hal 129.
5
Pieter Alex Sahertian, Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi Tenaga
Kependidikan, Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, 1992, hlm. 6
dasar tersebut, maka dapat dikategorikan empat kategori tipe guru, sebagai
berikut:
a. Kuadran I (guru yang profesional)
Tipe guru semacam ini memiliki tingkat abstraksi yang tinggi
maupun tingkat tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Guru dengan
tipe ini benar-benar profesional melalui meningkatnya kemampuan secara
terus menerus, dimana orang yang profesional selalu mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan dirinya terus menerus. Baik siswa
maupun teman sejawat bersama-sama diajak untuk menunaikan tugas dan
kewajibannya, menentukan berbagai alternatif, membuat program yang
rasional dan mengembangkan serta melaksanakan rencana kegiatan yang
tepat.
Tidak hanya melaksanakan hal-hal tersebut di atas untuk kelasnya
saja, tetapi untuk seluruh sekolah. guru dengan tipe ini dihargai oleh
teman-teman sejawat dan dihormati, serta dianggap sebagai pemimpin
yang selalu mau membantu siapa saja yang membutuhkan bantuannya.
Tidak hanya mampu mencetuskan ide-ide, aktifitas maupun sarana
penunjang, tetapi juga terlibat secara aktif dalam melaksanakan suatu
rencana hingga selesai. Sehingga guru dengan tipe kuadran I adalah
seorang pemikir sekaligus pelaksana yang baik.
b. Kuadran II (guru yang suka kritik)
Prototipe semacam ini memiliki tingkat tanggung jawab dan
komitmen rendah tetapi tingkat berpikir abstrak tinggi. Guru dengan tipe
ini pandai, mempunyai kemampuan berbicara yang tinggi, selalu
mencetuskan ide-ide besar tentang apa yang bisa dikerjakan di kelas dan di
sekolah. Guru tipe ini bisa mengajukan ide atau rencana-rencana besar
secara gamblang dan memikirkan langkah-langkah pelaksanaannya demi
tercapainya program yang telah direncanakan, tetapi jika diberi tugas guru
dengan tipe ini tidak mau menerima, guru seperti ini disebut pengamat
yang analitik (analitical observer), sebab ide-idenya tidak terwujud. Ia
tahu apa yang harus ia kerjakan tetapi tidak bersedia mengorbankan waktu,
tenaga, dan perhatian khusus untuk melaksanakannya.
c. Kuadran III (guru yang terlalu sibuk)
Guru seperti ini memiliki tingkat tanggung jawab dan komitmen
yang tinggi tetapi tingkat abstraksinya rendah. Guru dengan tipe ini sangat
energetik, antusias, dan penuh kemauan, ia juga berkeinginan untuk
menjadi guru yang lebih baik dan membuat situasi kelas lebih menarik
sesuai dengan keadaan murid. Guru tipe ini bekerja sangat keras dan
biasanya ketika pulang dari sekolah membawa tugas-tugas sekolah untuk
dikerjakan di rumah. Sayangnya tujuan-tujuan yang baik tersebut terhalang
oleh kurangnya kemampuan guru untuk menyelesaikan persoalan dan
jarang sekali melaksanakan segala sesuatu secara realistis.
Guru semacam ini digolongkan sebagai pekerja yang tidak memiliki
tujuan yang pasti. Salah satu faktor ialah kurangnya persatuan dan
perhatian karena terlalu sibuk dengan beban kerja yang bermacam-macam,
ia biasanya terlibat dalam berbagai kegiatan tetapi seringkali bingung,
ketakutan karena dibanjiri oleh tugas yang bertumpuk-tumpuk sehingga
membebani dirinya sendiri. Akibatnya guru semacam ini belum
menyelesaikan usaha-usaha peningkatan kerja secara tuntas dan sudah
mulai lagi dengan melaksanakan tugas atau program baru.
d. Kuadran IV (guru yang tidak bermutu)
Guru semacam ini mempunyai tingkat abstraksi dan tingkat
komitmen serta tanggung jawab yang rendah. Ia termasuk guru yang
kurang bermutu. Guru dengan tipe ini hanya melakukan tugas rutin tanpa
tanggung jawab dan perhatiannya hanya sekedar untuk mempertahankan
pekerjaannya. Guru hanya memiliki sedikit inovasi untuk meningkatkan
kompetisinya, ia tidak tertarik untuk memikirkan perubahan apa yang
perlu dibuat dan hanya puas dengan melakukan tugas rutin yang dilakukan
dari hari ke hari.6

6
Pieter Alex Sahertian, Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi Tenaga
Kependidikan, Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, 1992, hlm. 7-10
Pengetahuan tentang prototipe guru diatas akan membantu kita
merancangkan program pembinaan dan pengembangan profesi guru menuju ke
tingkat pencapaian tujuan yang profesional.7

3. Kategori dan Prototipe Guru dalam Profesi Keguruan


Guru yang dibutuhkan dalam sekolah yaitu guru yang profesional, yaitu
guru yang dapat menempatkan dirinya pada profesinya. Guru adalah orang
yang profesional, artinya secara formal mereka disiapkan oleh lembaga atau
institusi pendidikan yang berwenang. Mereka di didik secara khusus untuk
memperoleh kompetensi sebagai guru, yaitu meliputi pengetahuan,
keterampilan, kepribadian, serta pengalaman dalam bidang pendidikan.8
Dengan demikian, menjadi pribadi yang profesioanl itu merupakan satu
kesatuan antara konsep dan integritas yang dipadukan dengan skill atau
keahlian.
Khusus pada profesi guru, menjadi profesional merupakan sebuah
tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi karena guru jelas-jelas bertanggung
jawab pada kesuksesan anak-anak didiknya. Menjadi guru memang
mensyaratkan adanya keahlian tertentu minimal guru harus menguasai secara
mendalam dan memahami materi pelajaran yang ia ajarkan. Apabila seorang
guru tidak menguasai materi pelajaran yang diampunya, maka lunturlah
profesionalismenya. Dengan pemahaman seperti ini, kita bisa memahami kalau
tidak semua orang bisa menjadi guru, bahwa menjadi guru itu tidak mudah.
Bahkan, ada banyak lembaga pendidikan yang mengangkat seorang guru
semata-mata dengan pertimbangan “yang penting ia bisa mengajar”, tanpa
memikirkan sejauh mana keahlian, loyalitas dan dedikasi si calon guru.
Padahal seorang guru memegang peranan yang penting dalam dunia
pendidikan, terutama memberantas kebodohan dan mengantarkan anak
didiknya menuju kesuksesan.
Mengingat bahwa profesi guru merupakan profesi yang sangat mulia dan
memiliki banyak tanggung jawab, maka diperlukan upaya maksimal dari

7
Pieter Alex Sahertian, Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi Tenaga
Kependidikan, Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, 1992, hlm. 10
8
Dewi Safitri, Menjadi Guru Profesional, Riau: PT. Indragiri Dot Com, 2019, hlm.51
seorang guru agar bisa menjadi guru yang profesional. Hal ini tidak lain demi
meningkatkan mutu pendidikan masyarakat Indonesia. Selain itu, guru juga
merupakan jenis pekerjaan yang sangat lekat dengan citra kemanusiaan. Di
tangan seorang guru lah, masyarakat menggantungkan harapan dalam
mencerdaskan generasi muda. Karena itu, perlu dipahami bebrapa kriteria dari
seorang guru profesioanal, yaitu:
a. Memilikki keahlian dalam mendidik
Setiap orang bisa saja bekerja sebagai seorang guru, tetapi tidak
semuanya bisa menjadi guru yang benar-benar memiliki skill dan keahlian
dalam mendidik. Diperlukan beberapa upaya maksimal dan tak mengenal
lelah untuk mencapai tingkatan seorang guru profesional, positif, dan
penuh motivasi. Berikut ini beberapa potensi positif yang harus dimiliki
dalam mendidik:
1) Memiliki kemampuan intelektual yang memadai, terutama yang
berkaitan dengan materi pelajaran yang di ampu.
2) Memiliki kemampuan untuk memahami visi dan misi pendidikan,
sehingga dapat membuat skala prioritas dan dapat bekerja secara
terarah.
3) Memiliki keahlian dalam mentransfer ilmu pengetahuan atau
menguasai metodologi pembelajaran dengan baik. Hal ini penting
dimiliki masing-masing guru agar apa yang mereka ajarkan benar-
benar tepat sasaran dan efektif.
4) Memiliki pemahaman yang baik tentang konsep perkembangan siswa.
Hal ini juga penting agar dalam mengajar, guru dapat menilai sampai
sejauh mana keberhasilan mereka, apa saja kendala yang dihadapi dan
bagaimana menemukan solusi yang tepat.
5) Memiliki kemampuan mengelola dan mengatur siswa sehingga
kegiatan belajar bisa berjalan efektif.
6) Memiliki kreativitas dan menguasai “seni mendidik” sehingga
kegiatan belajar dapat diikuti anak didiknya dengan menyenangkan.
b. Posisikan diri sebagai guru yang berkualitas
Persoalan-persoalan pendidikan yang sering muncul dimasa ini
bukan hanya berkenaan dengan mahalnya biaya pendidikan. Namun,
persoalan lain yang tak boleh ironis adalah minimnya jumlah guru yang
memiliki kualitas. Profesi yang dinilai memiliki tenaga berkelas tinggi
masih dianggap sebagai hak milik dari bidang pekerjaan yang “elit” seperti
teller bank, dokter, insinyur dan psikolog. Padahal, guru seharusnya juga
merupakan sebuah profesi yang sangat mulia dan karenanya layak
mendapat penghormatan yang tinggi di masyrakat. Mengingat begitu
pentingnya peran guru bagi proses perubahan dan perbaikan di
masyarakat, maka sudah sepantasnya kalau profesi guru ini ditempatkan
pada posisi yang terhormat.
Namun, tinggi rendahnya kualitas sebagai seorang guru sebaiknya
tidak ditentukan oleh penilaian masyarakat, melainkan lebih kepada
keberhasilan anak didiknya. Jika ingin menjadi seorang guru yang hebat,
maka tunjukkan skill, dedikasi dan pengorbanan yang maksimal demi
meraih kemajuan pendidikan. Sehingga kelas masyarakat luas dapat
menilai sendiri sejauh mana kualitas dari seorang guru tersebut.9

D. ANALISIS
Menurut Analisis Kami, desawa sekarang guru dengan berbagai kompetensi
yang dimilikinya sangat beragam. Dimana ada guru yang berkategorikan guru
lemah yang mempunyai tingkat abstraksi rendah dan tingkat komitmennya juga
rendah. Kemudian ada guru yang energik yang punya tanggung jawab dan punya
komitmen tinggi, akan tetapi tingkat abstraksinya rendah. Selanjutnya ada guru
konseptor yang hanya pandai membuat konsep-konsep baru tentang
pembelajarannya akan tetapi tidak mampu mewujudkannya. Dan yang terakhir
yaitu, guru Profesional, dimana tipe ini merupakan tipe yang paling baik dari tipe-
tipe lainnya. Guru profesional ini merupakan guru yang ideal dalam pembelajaran
yang mempunyai kemampuan yang lengkap dari tipe-tipe lainnya sehingga guru-
guru sekarang diharap mampu menjadi guru-guru profesional. Tetapi dengan
keadaan sesungguhnya yang terjadi dilapangan, guru dengan kemampuan kompeten

9
NurlaelaIsnawati, Guru Positif-Motivasif, Yogyakarta: Laksana, 2010, hlm.118-122
yang dimilikinya sangat susah untuk bisa berubah atau adaptasi dengan segala
perkembangan ternologi yang ada. Sehingga banyak guru yang kemampuannya
hanya disitu-situ saja tidak berkembang. Kebanyakan guru yang seperti ini terjadi
pada guru-guru yang terbilang sudah senior. Para guru muda kebanyakan mereka
sudah mengikuti perkembangan teknologi yang sudah ada. Akan tetapi, berbeda
dengan Perguruan Tinggi, dosen di tuntut untuk selalu mengikuti perkembangn
teknologi. Karena di perguruan tinggi teknologi akan selalu berkembang dan wajib
untuk digunakan. Sehingga tidak terjadi ketimpangan (ketidak seimbangan) pada
mahasiswa baru. Mahasiswa harus benar-benar dituntut untuk adaptasi untuk
mengikuti dosennya. Sementara di sekolah atau madrasah teknologi tidak terlalu
dikembangkan.

E. KESIMPULAN
1. Secara umum, kategori guru didasarkan pada hakikat dasar manusia yaitu
berfikir abstrak dan memiliki komitmen. Komitmen sendiri akan disertai
dengan tanggung jawab. Maka dari itu, kategeri guru diantaranya : guru yang
memiliki tingkat berfikir abstrak, guru yang memiliki tingkat komitmen, guru
yang memiliki tanggung jawab.
2. Pengukuran terkait prototipe guru dapat dilakukan dengan menggunakan
paradigma atau model analisis yaitu, garis berpikir abstrak dan garis komitmen
yang digambarkan bersilang, yang bergerak dari tingkat rendah ke tingkat yang
lebih tinggi, dan garis tingkat berpikir abstrak secara vertikal dan garis
komitmen secara horisontal. Atas dasar tersebut, maka dikategorikan empat sisi
(kuadran), yang mana dari empat sisi tersebut diperoleh empat prototipe guru
sesuai dengan kuadrannya, yaitu : Kuadran I (guru yang profesional), Kuadran
II (guru yang suka kritik), Kuadran III (guru yang terlalu sibuk), Kuadran IV
(guru yang tidak bermutu).
3. Sedangkan kategori dan prototipe guru dalam profesi keguruan adalah guru
yang professional. Dimana guru yang professional memiliki kriteria memiliki
keahlian dalam mendidik, serta dapat memposisikan diri sebagai guru yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Isnawati, Nurlaela. Guru Positif-Motivatif. Laksana : Jogjakarata, 2010.


Pidarta, Made. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Safitri, Dewi. Menjadi Guru Profesional. Riau: PT. Indragiri Dot Com, 2019.
Sahertian, Pieter Alex. Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi
Tenaga Kependidikan. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, 1992.
Wardan, Khusnul. Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019.
Yunus, Mahmud. Pokok-pokok Pendidikan Dan Pengajaran. Jakarta: PT Hidakarya
Agung, 1990.

Anda mungkin juga menyukai