MAKALAH
Dipresentasikan pada Mata Kuliah Profesi Keguruan
SEM 6 Tahun 2020
Dosen Pembimbing: Dr. H. AH. Choiron, M. Ag.
1
Khusnul Wardan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta: CV Budi Utama, 2019, hal.110
2
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan Dan Pengajaran, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1990,
hal.61
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana Kategori Guru ?
2. Bagaimana Prototipe Guru ?
3. Bagaimana Kategori dan Prototipe Guru Menurut Profesi Keguruan ?
C. PEMBAHASAN
1. Kategori Guru
3
Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm. 145
abstraknya tinggi mampu menghadapi masalah, sedangkan guru yang
berpikir abstraknya rendah akan bingung dalam menghadapi suatu masalah
dan hanya melakukan kebiasaan-kebiasaan rutin.
Berpikir abstrak dan imajinatif adalah kemampuan untuk
memindahkan konsep dan visualisasi, mengidentifikasi, kemampuan untuk
menangkap, mengkategorisasikan dan mengumpulkan. Untuk memilih-
milih kondisi yang ada digunakan matriks sebagai berikut :
A K A K
+−¿ ++¿
II I
Komitmen
Rendah Tinggi
IV III
−−¿ −+¿
A K A K
Rendah
Matrikulasi kedua variabel yaitu tingkat abstraksi dan tingkat komitmen,
ditujukan untuk menentukan tolok ukur bagi pengkategorian tipe guru. Atas
4
Nurlaela Isnawati, “Guru Positif-Motivatif”. Laksana : Jogjakarata, 2010. Hal 129.
5
Pieter Alex Sahertian, Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi Tenaga
Kependidikan, Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, 1992, hlm. 6
dasar tersebut, maka dapat dikategorikan empat kategori tipe guru, sebagai
berikut:
a. Kuadran I (guru yang profesional)
Tipe guru semacam ini memiliki tingkat abstraksi yang tinggi
maupun tingkat tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Guru dengan
tipe ini benar-benar profesional melalui meningkatnya kemampuan secara
terus menerus, dimana orang yang profesional selalu mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan dirinya terus menerus. Baik siswa
maupun teman sejawat bersama-sama diajak untuk menunaikan tugas dan
kewajibannya, menentukan berbagai alternatif, membuat program yang
rasional dan mengembangkan serta melaksanakan rencana kegiatan yang
tepat.
Tidak hanya melaksanakan hal-hal tersebut di atas untuk kelasnya
saja, tetapi untuk seluruh sekolah. guru dengan tipe ini dihargai oleh
teman-teman sejawat dan dihormati, serta dianggap sebagai pemimpin
yang selalu mau membantu siapa saja yang membutuhkan bantuannya.
Tidak hanya mampu mencetuskan ide-ide, aktifitas maupun sarana
penunjang, tetapi juga terlibat secara aktif dalam melaksanakan suatu
rencana hingga selesai. Sehingga guru dengan tipe kuadran I adalah
seorang pemikir sekaligus pelaksana yang baik.
b. Kuadran II (guru yang suka kritik)
Prototipe semacam ini memiliki tingkat tanggung jawab dan
komitmen rendah tetapi tingkat berpikir abstrak tinggi. Guru dengan tipe
ini pandai, mempunyai kemampuan berbicara yang tinggi, selalu
mencetuskan ide-ide besar tentang apa yang bisa dikerjakan di kelas dan di
sekolah. Guru tipe ini bisa mengajukan ide atau rencana-rencana besar
secara gamblang dan memikirkan langkah-langkah pelaksanaannya demi
tercapainya program yang telah direncanakan, tetapi jika diberi tugas guru
dengan tipe ini tidak mau menerima, guru seperti ini disebut pengamat
yang analitik (analitical observer), sebab ide-idenya tidak terwujud. Ia
tahu apa yang harus ia kerjakan tetapi tidak bersedia mengorbankan waktu,
tenaga, dan perhatian khusus untuk melaksanakannya.
c. Kuadran III (guru yang terlalu sibuk)
Guru seperti ini memiliki tingkat tanggung jawab dan komitmen
yang tinggi tetapi tingkat abstraksinya rendah. Guru dengan tipe ini sangat
energetik, antusias, dan penuh kemauan, ia juga berkeinginan untuk
menjadi guru yang lebih baik dan membuat situasi kelas lebih menarik
sesuai dengan keadaan murid. Guru tipe ini bekerja sangat keras dan
biasanya ketika pulang dari sekolah membawa tugas-tugas sekolah untuk
dikerjakan di rumah. Sayangnya tujuan-tujuan yang baik tersebut terhalang
oleh kurangnya kemampuan guru untuk menyelesaikan persoalan dan
jarang sekali melaksanakan segala sesuatu secara realistis.
Guru semacam ini digolongkan sebagai pekerja yang tidak memiliki
tujuan yang pasti. Salah satu faktor ialah kurangnya persatuan dan
perhatian karena terlalu sibuk dengan beban kerja yang bermacam-macam,
ia biasanya terlibat dalam berbagai kegiatan tetapi seringkali bingung,
ketakutan karena dibanjiri oleh tugas yang bertumpuk-tumpuk sehingga
membebani dirinya sendiri. Akibatnya guru semacam ini belum
menyelesaikan usaha-usaha peningkatan kerja secara tuntas dan sudah
mulai lagi dengan melaksanakan tugas atau program baru.
d. Kuadran IV (guru yang tidak bermutu)
Guru semacam ini mempunyai tingkat abstraksi dan tingkat
komitmen serta tanggung jawab yang rendah. Ia termasuk guru yang
kurang bermutu. Guru dengan tipe ini hanya melakukan tugas rutin tanpa
tanggung jawab dan perhatiannya hanya sekedar untuk mempertahankan
pekerjaannya. Guru hanya memiliki sedikit inovasi untuk meningkatkan
kompetisinya, ia tidak tertarik untuk memikirkan perubahan apa yang
perlu dibuat dan hanya puas dengan melakukan tugas rutin yang dilakukan
dari hari ke hari.6
6
Pieter Alex Sahertian, Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi Tenaga
Kependidikan, Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, 1992, hlm. 7-10
Pengetahuan tentang prototipe guru diatas akan membantu kita
merancangkan program pembinaan dan pengembangan profesi guru menuju ke
tingkat pencapaian tujuan yang profesional.7
7
Pieter Alex Sahertian, Paradigma Kategori Guru Kaitannya dengan Profesionalisasi Tenaga
Kependidikan, Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang, 1992, hlm. 10
8
Dewi Safitri, Menjadi Guru Profesional, Riau: PT. Indragiri Dot Com, 2019, hlm.51
seorang guru agar bisa menjadi guru yang profesional. Hal ini tidak lain demi
meningkatkan mutu pendidikan masyarakat Indonesia. Selain itu, guru juga
merupakan jenis pekerjaan yang sangat lekat dengan citra kemanusiaan. Di
tangan seorang guru lah, masyarakat menggantungkan harapan dalam
mencerdaskan generasi muda. Karena itu, perlu dipahami bebrapa kriteria dari
seorang guru profesioanal, yaitu:
a. Memilikki keahlian dalam mendidik
Setiap orang bisa saja bekerja sebagai seorang guru, tetapi tidak
semuanya bisa menjadi guru yang benar-benar memiliki skill dan keahlian
dalam mendidik. Diperlukan beberapa upaya maksimal dan tak mengenal
lelah untuk mencapai tingkatan seorang guru profesional, positif, dan
penuh motivasi. Berikut ini beberapa potensi positif yang harus dimiliki
dalam mendidik:
1) Memiliki kemampuan intelektual yang memadai, terutama yang
berkaitan dengan materi pelajaran yang di ampu.
2) Memiliki kemampuan untuk memahami visi dan misi pendidikan,
sehingga dapat membuat skala prioritas dan dapat bekerja secara
terarah.
3) Memiliki keahlian dalam mentransfer ilmu pengetahuan atau
menguasai metodologi pembelajaran dengan baik. Hal ini penting
dimiliki masing-masing guru agar apa yang mereka ajarkan benar-
benar tepat sasaran dan efektif.
4) Memiliki pemahaman yang baik tentang konsep perkembangan siswa.
Hal ini juga penting agar dalam mengajar, guru dapat menilai sampai
sejauh mana keberhasilan mereka, apa saja kendala yang dihadapi dan
bagaimana menemukan solusi yang tepat.
5) Memiliki kemampuan mengelola dan mengatur siswa sehingga
kegiatan belajar bisa berjalan efektif.
6) Memiliki kreativitas dan menguasai “seni mendidik” sehingga
kegiatan belajar dapat diikuti anak didiknya dengan menyenangkan.
b. Posisikan diri sebagai guru yang berkualitas
Persoalan-persoalan pendidikan yang sering muncul dimasa ini
bukan hanya berkenaan dengan mahalnya biaya pendidikan. Namun,
persoalan lain yang tak boleh ironis adalah minimnya jumlah guru yang
memiliki kualitas. Profesi yang dinilai memiliki tenaga berkelas tinggi
masih dianggap sebagai hak milik dari bidang pekerjaan yang “elit” seperti
teller bank, dokter, insinyur dan psikolog. Padahal, guru seharusnya juga
merupakan sebuah profesi yang sangat mulia dan karenanya layak
mendapat penghormatan yang tinggi di masyrakat. Mengingat begitu
pentingnya peran guru bagi proses perubahan dan perbaikan di
masyarakat, maka sudah sepantasnya kalau profesi guru ini ditempatkan
pada posisi yang terhormat.
Namun, tinggi rendahnya kualitas sebagai seorang guru sebaiknya
tidak ditentukan oleh penilaian masyarakat, melainkan lebih kepada
keberhasilan anak didiknya. Jika ingin menjadi seorang guru yang hebat,
maka tunjukkan skill, dedikasi dan pengorbanan yang maksimal demi
meraih kemajuan pendidikan. Sehingga kelas masyarakat luas dapat
menilai sendiri sejauh mana kualitas dari seorang guru tersebut.9
D. ANALISIS
Menurut Analisis Kami, desawa sekarang guru dengan berbagai kompetensi
yang dimilikinya sangat beragam. Dimana ada guru yang berkategorikan guru
lemah yang mempunyai tingkat abstraksi rendah dan tingkat komitmennya juga
rendah. Kemudian ada guru yang energik yang punya tanggung jawab dan punya
komitmen tinggi, akan tetapi tingkat abstraksinya rendah. Selanjutnya ada guru
konseptor yang hanya pandai membuat konsep-konsep baru tentang
pembelajarannya akan tetapi tidak mampu mewujudkannya. Dan yang terakhir
yaitu, guru Profesional, dimana tipe ini merupakan tipe yang paling baik dari tipe-
tipe lainnya. Guru profesional ini merupakan guru yang ideal dalam pembelajaran
yang mempunyai kemampuan yang lengkap dari tipe-tipe lainnya sehingga guru-
guru sekarang diharap mampu menjadi guru-guru profesional. Tetapi dengan
keadaan sesungguhnya yang terjadi dilapangan, guru dengan kemampuan kompeten
9
NurlaelaIsnawati, Guru Positif-Motivasif, Yogyakarta: Laksana, 2010, hlm.118-122
yang dimilikinya sangat susah untuk bisa berubah atau adaptasi dengan segala
perkembangan ternologi yang ada. Sehingga banyak guru yang kemampuannya
hanya disitu-situ saja tidak berkembang. Kebanyakan guru yang seperti ini terjadi
pada guru-guru yang terbilang sudah senior. Para guru muda kebanyakan mereka
sudah mengikuti perkembangan teknologi yang sudah ada. Akan tetapi, berbeda
dengan Perguruan Tinggi, dosen di tuntut untuk selalu mengikuti perkembangn
teknologi. Karena di perguruan tinggi teknologi akan selalu berkembang dan wajib
untuk digunakan. Sehingga tidak terjadi ketimpangan (ketidak seimbangan) pada
mahasiswa baru. Mahasiswa harus benar-benar dituntut untuk adaptasi untuk
mengikuti dosennya. Sementara di sekolah atau madrasah teknologi tidak terlalu
dikembangkan.
E. KESIMPULAN
1. Secara umum, kategori guru didasarkan pada hakikat dasar manusia yaitu
berfikir abstrak dan memiliki komitmen. Komitmen sendiri akan disertai
dengan tanggung jawab. Maka dari itu, kategeri guru diantaranya : guru yang
memiliki tingkat berfikir abstrak, guru yang memiliki tingkat komitmen, guru
yang memiliki tanggung jawab.
2. Pengukuran terkait prototipe guru dapat dilakukan dengan menggunakan
paradigma atau model analisis yaitu, garis berpikir abstrak dan garis komitmen
yang digambarkan bersilang, yang bergerak dari tingkat rendah ke tingkat yang
lebih tinggi, dan garis tingkat berpikir abstrak secara vertikal dan garis
komitmen secara horisontal. Atas dasar tersebut, maka dikategorikan empat sisi
(kuadran), yang mana dari empat sisi tersebut diperoleh empat prototipe guru
sesuai dengan kuadrannya, yaitu : Kuadran I (guru yang profesional), Kuadran
II (guru yang suka kritik), Kuadran III (guru yang terlalu sibuk), Kuadran IV
(guru yang tidak bermutu).
3. Sedangkan kategori dan prototipe guru dalam profesi keguruan adalah guru
yang professional. Dimana guru yang professional memiliki kriteria memiliki
keahlian dalam mendidik, serta dapat memposisikan diri sebagai guru yang
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA