Pengunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan, antara lain: a. Sulit untuk memperhitungkan secara tetap marginal cost untuk jasa tertentu, dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan sebagai pengganti walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan. b. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek (short run marginal cost) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal cost). Dalam kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan konsumen full cost sendirian. c. Marginal cost pricing bukan bearti full cost recovery. Historic capital cost tidak mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika sumber daya yang terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan adanya penghematan yang dikorbankan (opportunity loss) dalam pemakaian alternatif sumber daya tersebut. Kerugian tersebut harus diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang berasal dari pemakaian harga di atas marginal cost. d. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan: Hanya meraka yang menerima manfaat yang membayar. Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan hanya dalam menyediakan pelayanan tersebut. e. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih untuk minum dan mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga” yang ditentukan oleh marginal cost. f. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling tidak untuk jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk diskriminasi harga, (seperti tariff progesif) yang mungkin digunakan. 7. Kompleksitas Strategi Harga a. Two-part tariffs: banyak kepentingan publik (seperti listrik) dipungut dengan two-parts tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. b. Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, untuk periode pucak yang harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum). c. Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda dapat diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan pelayanna yang dimaksudkan untuk orang miskin. d. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan (equity) dan kemampuan publik untuk membayar. e. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas margina cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.
DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik: Penentuan Harga Pelayanan Publik. Edisi IV. Yogyakarta: Andi