Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PATOFISIOLOGI

GANGGUAN FUNGSI KELENJAR REPRODUKSI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

MILLA RAHMAWATI (P032014401021)

NABILLAH ATHAVIARDI (P032014401024)

PUTRI AZKIA (P032014401030)

YULIANI (P032014401042)

DOSEN : Ns. NIA KHUSNIYATI, S.Kep, M.Kep

D3 KEPERAWATAN 1 A

POLTEKKES KEMENKES RIAU

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Gangguan Fungsi Kelenjar Reproduksi” ini dengan
lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah PATOFISIOLOGI. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data
yang kami peroleh dari beberapa buku dan situs blog di internet. Tak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah PATOFISIOLOGI atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat diselesaikan
dengan semestinya.

Selanjutnya kami menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya


sempurna. Sehingga saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun
guna menambah kualitas serta mutu dari makalah tersebut.kami berharap
semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita semua.

Pekanbaru, 5 April 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...........................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................2

BAB I....................................................................................................................3

1.1. Latar Belakang............................................................................................3

1.2. Tujuan.........................................................................................................3

1.3. Manfaat.......................................................................................................4

BAB II...................................................................................................................5

2.1. Pengertian Hipogonadisme.........................................................................5

2.2. Etiologi Hipogonadisme.............................................................................5

2.3. Patofisiologi Hipogonadisme......................................................................7

2.4. Manifestasi Klinik......................................................................................9

2.5. Komplikasi................................................................................................10

BAB III................................................................................................................11

3.1. Kesimpulan...............................................................................................11

3.2. Saran.........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................12

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pola klinis pubertas sangat bervariasi. Pada 95% anak laki-laki
pembesaran genetalia mulai antara usia 9,5-13,5 tahun, yang mencapai
maturasi antara 13-17 tahun. Pada sebagian kecil anak laki-laki normal,
pubertas mulai setelah usia 15 tahun. 50% anak laki-laki, rambut pubis
tumbuh pada usia 11 tahun, dan pada usia 13-17,5 tahun, rambut ini
jumlahnya ekuivalen dengan jumlah rambut orang laki-laki dewasa normal.
Pada beberapa anak laki-laki, perkembangan pubertas selesai pada kurang
dari 2 tahun, tetapi pada anak lain pertumbuhan ini dapat memerlukan waktu
lebih lama dari pada usia 4,5 tahun. Pertumbuhan cepat remaja terjadi lebih
lambat pada anak laki-laki dari pada anak perempuan sejalan dengan tingkat
maturasi seksual, misalnya, kecepatan puncak perubahan dalam ketinggian
tidak dapat dicapai pada anak laki-laki sampai genetalia berkembang dengan
baik, tetapi pada anak perempuan kecepatan pertumbuhan biasanya ada pada
maksimalnya ketika puting dan areola telah berkembang tetapi sebelum ada
perkembangan payudara lain yang berarti.
Kemajuan yang cepat dalam pemahaman interaksi hipothalamus-kelenjar
pituitari-gonad yang terlibat dengan pubertas dan pada diagnosa klinis
penyimpangan perkembangan pubertas telah dimungkinkan dengan
pemeriksaan yang sangat diperbaiki untuk hormon kelenjar pituitaria dan
gonad yang dapat diukur pada sejumlah kecil darah. Dengan GnRH juga
dimungkinkan untuk membedakan antara defek kelenjar pituitari primer
dengan hipothalamus pada penderita hipogonadotropik.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan kami membuat makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian hipogonadisme

3
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi hipogonadisme
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadisme
4. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinik hipogonadisme
5. Untuk mengatahui dan memahami komplikasi dari hipogonadisme
6. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan hipogonadisme
7. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan hipogonadisme

1.3 MANFAAT PENULISAN


Mahasiswa bisa menambah wawasan tentang penyakit hipogonadisme ini.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hipogonadisme

Hipoganadisme adalah suatu keadaan dimana terjadi difisiensi hormon


gonad. Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone
androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria
dan wanita.

2.2. Etiologi Hipogonadisme

Beberapa peneliti membagi hipogonadisme pada pria ke dalam beberapa


kelompok yang berbeda. Pedoman yang diterbitkan oleh Asosiasi Urologi
Eropa pada tahun 2012 membagi hipogonadisme pada pria menjadi empat
kelas, yakni

1. Hipogonadisme primer disebabkan oleh insufisiensi testis;

2. Hipogonadisme sekunder yang disebabkan oleh disfungsi hipotalamus


hipofisis;

3. Hipogonadisme onset lambat; dan

4. Hipogonadisme karena insensitivitas reseptor androgen.

a. Primer

Untuk hipogonadisme primer tentunya terjadi akibat adanya masalah


pada testis,kadar testoteron yang rendah juga disertai dengan
meningkatnya hormon gonadotropik,seperti:

 Infeksi kelenjar gonad

 Atropi kelenjar gonad

 Kondisi testis yang tidak turun

5
 Adanya komplikasi dari penyakit gondongan

 Di akibatkan oleh trauma pada testis seperti misalnya dikebiri


atau terjadi kecelakaan

 Adanya infeksi pada testis

 Adanya sindrom Klinefelter

 Sedang menjalani proses pengobatan kanker

 Adanya radang pada buah zakar

 Hemokromatosis

b. Sekunder

Hipogonadisme sekunder terjadi disebabkan karena adanya


gangguan pada kelenjar hipotalamus atau pituitari, yaitu suatu bagian
otak yang berfungsi sebagai pengantar sinyal pada testis untuk
memproduksi testosteron, seperti contohnya di bawah ini :

 Tumor hifofisis

 Kerusakan hipothalamus untuk mensekresi GnRH.

 Hipersekresi prolaktin di hipofisis anterior

 Hiposekresi FSH dan LH

 Adanya sindrom Kallmann

 Penyakit HIV/AIDS

 Adanya faktor penuaan

 Adanya penyakit tumor

 Kegemukan atau obesitas

6
 Adanya penggunaan obat-obatan tertentu

 Adanya penyakit peradangan seperti contohnya sarkoidosis,


histiositosis dan TBC

Sementara itu American Association of Clinical


Endocrinologists'' membagi hipogonadisme ini menjadi dua kelas,
yakni hipogonadisme hipogonadotropik dan hipogonadisme
hipergonadotropik.

Pada wanita, Hipogonadisme hipergonadotropik atau kegagalan


ovarium mungkin terjadi karena kelainan kromosom, gangguan
autoimun , infeksi (mumps oophoritis), dan iradiasi atau obat
sitotoksik.

Banyak kasus hipogonadisme hipergonadotropik adalah idiopatik


bahkan setelah penyelidikan yang ekstensif. Dan Hipogonadisme
hipogonadotropik dapat disebabkan baik penyebab kongenital seperti
sindrom Kallmann (defisiensi gonadotropin terisolasi dan anosmia)
atau penyebab yang didapat seperti tumor hipofisis, nekrosis
hipofisis (sindrom Sheehan), stres dan penurunan berat badan
berlebihan (anoreksia nervosa).

2.3. Patofisiologi
Folitropin (FSH) dan lutropin (LH dilepaskan dihipofisis anterior, dan
dirangsang oleh pelepasan pulsatil gonadoliberin (gonadotropin-releasing
hormone, GnRH). Sekresi pulsatil dari gonadotropin ini dihambat oleh prolaktin.
LH mengatur pelepasan testosteron dari sel leydig di testis. Testosterone, dengan
mekanisme umpan balik negatif, menghambat pelepasan GnRH dan LH.
Pembentukan inhibin, yang menghambat pelepasan FSH, dan androgen binding
protein (ABP) ditingkatkan oleh FSH di sel Sertoli testis. Testosterone atau
dihidrotestosteron yang dibentuk dari testosterone di sel sertoli dan di beberapa

7
organ meningkatkan pertumbuhan penis, tubulus seminiferus, dan skrotum.
Testosteron dan FSH diperlukan dalam pembentukan dan pematangan
spermatozoa. Selain itu, testosterone merangsang aktivitas sekretorik prostat
(menurunkan viskositas ejakulat) dan vesikula seminalis (campuran antara
fruktosa dan prostaglandin), serta aktivitas sekretorik kelenjar sebasea dan
keringat di daerah aksila dan genitalia. Testosteron meningkatkan ketebalan
kulit, pigmentasi skrotum, dan eritropoiesis.
Testosterone juga mempengaruhi tinggi badan dan postur badan dengan
meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang (anabolisme protein), pertumbuhan
longitudinal, dan mineralisasi tulang serta penyatuan lempeng epifisis.
Testosterone merangsang pertumbuhan laring (kedalaman suara),
pertumbuhan rambut pada daerah pubis dan aksila, pada dada dan wajah
(janggut); keberadaannya penting dalam kebotakan pada laki-laki. Hormone ini
juga merangsang libido dan perilaku agresif. Akhirnya, hormone ini merangsang
retensi elektrolit di ginjal, mengurangi konsentrasi lipoprotein berdensitas tinggi
(HDL) di dalam darah, dan mempengaruhi distribusi lemak. Penurunan
pelepasan androgen dapat disebabkan oleh kekurangan GnRH. Bahkan sekresi
GnRH nonpulsatil merangsang pembentukan androgen secara tidak adekuat.
Keduanya dapat terjadi pada kerusakan di hipotalamus (tumor, radiasi, perfusi
yang abnormal, kelainan genetik) serta sters psikologis dan fisik.
Konsentrasi GnRH (dan analognya) yang tinggi dan menetap akan
menurunkan pelepasan gonadotropin dengan menurunkan jumlah reseptornya.
Penyebab lain adalah penghambatan pelepasan gonadotropin pulsatil oleh
prolaktin serta kerusakan di hipofisis (trauma, infark, penyakit autoimun, tumor,
hiperplasia) atau di testis (kelainan genetic, penyakit sistemik yang berat).
Akhirnya, efek androgen dapat dihambat oleh kelainan enzim pada sintesis
hormon, misalnya pada defisiensi reduktase genetic atau kelainan reseptor
testosteron.

8
2.4. Manifestasi Klinik

A. Pria

1) Defisiensi hormon pada masa kanak-kanak (prepubertas)


Gambaran klinisnya adalah enukoidisme, orang-orang enukoid
yang berusia di atas 20 tahun, biasanya tinggi, bahu sempit dan
otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip dengan wanita dewasa).
Selain itu genitalia kecil, suara memiliki nada tinggi,
pertumbuhan rambut pubis wanita yaitu segitiga dengan dasar di
atas, bukan pola segitiga yang dasarnya di bawah seperti yang
dijumpai pada pria normal.

2) Defisiensi post pubertas


Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-
kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah
tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang
memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan
progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya
pertumbuhan otot.

B. Wanita

Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia


eksterna serta penurunan libido.
Dampak Terhadap Sistem Lain
1) Sistem Reproduksi
a. Atropi testis dan ovariu
b. Impotensi
c. Kehilangan/penurunan libido
d. Genetalia kecil
e. Atropi payudara

9
2) Sistem Muskuloskeletal
a. Otot kecil
b. Pertumbuhan otot kurang
3) Sistem Integumen
a. Pertumbuhan rambut tubuh jarang

2.5. Komplikasi
Akibat hipogonadisme yang terlambat ditangani dapat diobati sesuai
dengan usia orang tersebut pertama kali memiliki hipogonadisme (selama
perkembangan janin, masa pubertas, atau dewasa).
Masa Perkembangan Janin
Seorang bayi mungkin lahir dengan:
o Alat kelamin yang ambigu

o Alat kelamin yang abnormal

Masa Pubertas
Perkembangan pada masa pubertas biasanya tidak lengkap atau tertunda,
sehingga menimbulkan:

o Kurangnya atau ketiadaan jenggot serta rambut/ bulu tubuh

o Gangguan pada penis dan pertumbuhan testis

o Pertumbuhan yang tidak proporsional, lengan dan kaki biasanya lebih


panjang

o Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)

Masa Dewasa
Komplikasi mungkin termasuk:
o Infertilitas
o Disfungsi ereksi
o Penurunan dorongan seks
o Kelelahan

10
o Kehilangan atau lemahnya otot
o Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)
o Kurangnya jenggot atau rambut/bulu tubuh dan Osteoporosis

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone
androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria
dan wanita. Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-
kadang mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan
menderita depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi
impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan
berkurangnya pertumbuhan otot. Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi
payudara dan genetalia eksterna serta penurunan libido. Dengan penggantian
hormon dan perawatan yang tepat penderita hipogonadisme baik laki –laki
maupun perempuan dapat hidup normal.

3.2. SARAN
Pemakalah berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam
menambah pengetahuan mengenai Hipogonadisme. Pemakalah menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu mengharapkan krtik
dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan di masa yang akan datang

11
DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai