Anda di halaman 1dari 11

BAHASA ARAB PADA MASA JAHILIYYAH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Pemikiran Bahasa Arab
Dosen Pengampu: Dr. Mahfudz Siddiq, Lc. M.A

Disusun oleh :

Muhammad Mulkan (1900018028)

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2020
Pendahuluan

Pada zaman sekarang minat untuk mempelajari tentang bahasa arab mulai dari
sejarahnya perkembanganya maupun struktur bentuk kalimatnya menurun dikalangan sekolah
maupun perkuliahan. Padahal jika dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lainnya, bahasa
arab amatlah sangat penting khususnya bagi kaum muslim baik dari segi kebahasaan maupun
pemikiran-pemikiran tentang bahasa arab.

Jikalau mengetahui bahwa kitab-kitab yang berisi pengetahuan asal mulanya


berbahasa arab, pasti kita akan sering mengkaji dan mempelajarinya. Hanya saja orang-orang
barat telah mencuri kitab-kitab itu ketika perang salib atau perang dunia kedua, kemudian
mempelajari dan menerjemahkannya keberbagai bahasa serta membuang buku-buku itu ke
laut sehingga air laut berubah menjadi hitam atau yang sering kita dengar sekarang dengan
nama laut hitam. Maka, perlu pengkajian lebih dalam dan mempelajari lagi bahasa dan sastra
arab yang sangat begitu indah tersebut.1

Selain bersyair, tradisi lain yang dimiliki bangsa Arab adalah berdagang. Untuk
keperluan perdagangan ini bangsa Arab memiliki pasar-pasar dekat Mekkah, seperti: Ukaz,
Majanna dan Dzul Majaz. Di pasar pasar dagang biasanya juga diiringi dengan pasar sastra
(suq al-Adab), di mana orang-orang Arab berlomba-lomba menunjukkan kehebatannya dalam
membuat syi‘ir.

Tradisi berdagang sudah mendarah daging bagi orang Arab Quraish, dan tetap
dilestarikan Islam dengan memberi aturan kejujuran dan cara berdagang yang baik.
Sedangkan pasar dagang zaman Jahiliyyah didampingi pasar sastra (suq al-Adab), pada masa
Nabi mengalami perubahan tema dan isi yang cukup radikal yang berbeda dengan masa
Jahiliyyah.2

Kehidupan Pada Masa Jahiliyyah

Secara umum, periode Makkah pra-Islam disebut sebagai periode Jahiliyyah yang
berarti kebodohan dan barbarian. masyarakat Makkah pra-Islam adalah masyarakat yang
tidak memiliki takdir keistimewaan tertentu, tidak memiliki nabi tertentu yang terutus dan
memimpin serta tidak memiliki kitab suci khusus yang terwahyukan dan menjadi pedoman
hidup.

1
Qomi Akit Jauhari, Perkembangan Sastra Arab, (Lingua Scientia, 2011) hal. 61
2
Wildana Wargadinata Dan Laily Fitriani, Sastra Arab Dan Lintas Budaya, (Malang: UIN Malang
Press) Hal. 43.
Sehubungan dengan sejarah kemanusiaan, hukum Jahiliyyah ternyata membuat
keberpihakan pada kelompok tertentu yang dapat disebut memiliki karakter rasial, feudal dan
patriarkhis.

Sifat pertama, rasial, yang terdapat pada hukum Jahiliyyah bisa ditunjukkan dengan
adanya perasaan kebangsaan yang berlebihan dan kesukuan serta adanya pembelaan terhadap
orang-orang yang berada dalam komunitas kesukuan yang sama. Benar atau salah posisi
seseorang di dalam hukum, asal dia dinilai sebagai suku yang sama, pasti akan selalu dibela
mati-matian ketika berhadapan dengan orang yang berbeda suku dengannya.3

Karakter feudal pada hukum Arab pra-Islam tergambar dengan adanya superioritas
yang dimiliki oleh kaum kaya dan kaum bangsawan di atas kaum miskin dan lemah.
Kehidupan dagang yang banyak dijalani oleh orang Arab Makkah pada waktu itu yang
mengutamakan kesejahteraan materi. Kaum kaya dan bangsawan Arab pra-Islam adalah
pemegang tampuk kekuasaan dan sekaligus menjadi golongan yang makmur dan sejahtera di
Makkah, kebalikan dari kaum miskin dan lemah.

Karakter berikutnya yang melekat kuat pada hukum Jahiliyyah adalah patriarkhis.
kaum lelaki pada waktu itu memegang kekuasaan yang tinggi dalam relasi laki-laki dengan
perempuan, diposisikan lebih tinggi di atas kaum perempuan, Kaum perempuan mendapatkan
perlakuan diskriminatif, tidak adil dan bahkan dianggap sebagai biang kemelaratan dan
symbol kenistaan. Dalam sistem hukum Jahiliyyah, perempuan tidak memperoleh hak
warisan, bahkan dijadikan sebagai harta warisan itu sendiri.4

Sistem hukum selain milik Allah sebagaimana dinyatakan dalam Surat al-Maidah: 50
disebut Allah sebagai ḥukm al-jahiliyyah atau sistem hukum Jahiliyyah. Muḥammad Ḥusein
al-Ṭabaṭabai menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hukum Jahiliyyah adalah sistem
hukum yang disusun berdasarkan hawa nafsu. Orang-orang yang berpaling dari hukum Allah
kemudian menjadikan hukum Jahiliyyah sebagai panglima.5

Islam kemudian datang dengan sejumlah aturan yang membatasi pergaulan dan
interaksi kaum wanita. Demi keseimbangan sosial dan kenyamanan hidup bermasyarakat,
etika pergaulan ini Allah tetapkan agar ketimpangan dan keserawutan hidup bisa dicegah dan
3
Abd. Rahim Amin, Hukum Islam Dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyyah: Studi Hsitoris
tentang karakter Egaliter Hukum Islam, (Jurnal Hukum Diktum, 2012) hal. 2
4
Abd. Rahim Amin, Hukum Islam Dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyyah: Studi Hsitoris
tentang karakter Egaliter Hukum Islam,... hal. 3-4
5
Muhammad Husein al-Tabtaba’i, al-Mizan fi Tafsir al-Quran (Libanon: Muassasah al-A’la li al-
Matbu’at, 1991), hal. 365.
ditanggulangi. Tentu saja sejumlah aturan ini bukan untuk memasung kebebasan dan
membatasi hak-hak hidup manusia.

Persoalan interaksi tidak bisa berjalan dengan bebas aturan dan sekehendak hati.
Proses interaksi yang kondusif dan benilai positif adalah akumulasi dari perilaku masyarakat
yang tertib, bertanggungjawab dan mengindahkan norma-norma pergaulan. Tanpa hal itu,
ketentraman hidup yang menjadi cita-cita bersama akan sulit dipertahankan.6

Bangsa arab pra islam menjadikan adat sebagai hukum dengan berbagai bentuknya,
dalam perkawinan mereka mengenal berbagai macam, diantaranya:

Istibdla, yaitu seorang suami meminta kepada istrinya supaya berjimak dengan laki-
laki yang dipandang mulia atau memiliki kelebihan tertentu seperti keberanian dan
kecerdasan. Selama istri “bergaul” dengan laki-laki tersebut, suami menahan diri dengan
tidak berjimak dengan istrinya sebelum terbukti bahwa istrinya hamil. Tujuan perkawinan
semacam ini adalah agar istri melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki oleh laki-
laki yang menyetubuhinya yang tidak dimiliki oleh suaminya. Seperti seorang suami
merelakan istrinya berjimak dengan raja sampai terbukti hamil agar memperoleh anak yang
berasal dari orang terhormat.

Poliandri, yaitu beberapa lelaki berjimak dengan seorang perempuan. Setelah


perempuan itu hamil dan melahirkan anak, perempuan tersebut memanggil semua lelaki yang
pernah menyetubuhinya untuk berkumpul di rumahnya. Setelah semuanya hadir, perempuan
tersebut memberitahukan bahwa ia telah dikaruniai anak hasil hubungan dengan mereka;
kemudian perempuan tersebut menunjuk salah seorang dari semua laki-laki dan yang
ditunjuk tidak boleh menolak.

Maqthu, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya meninggal
dunia. Jika seorang anak ingin mengawini ibu tirinya, dia melemparkan kain kepada ibu
tirinya sebagai tanda bahwa ia menginginkannya, sementara ibu tirinya tidak memiliki
kewenangan untuk menolak. Jika anak laki-laki tersebut masih kecil, ibu tiri diharuskan
menunggu sampai anak itu dewasa. Setelah dewasa, anak tersebut berhak memilih untuk
menjadikannya isteri atau melepaskannya.

Badal, yaitu tukar menukar isteri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan tujuan untuk
memuaskan hubungan sex dan menghindari dari kebosanan.
6
Abdul Sattar, Respons Nabi Terhadap Tradisi Jahiliyyah: Studi Reportase Hadis Nabi, (Jurnal
Theologia, 2017) hal. 189
Shighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya kepada
seorang laki-laki tanpa mahar.

Mengenai tatanan masyarakat Arab pra Islam yang cenderung merendahkan harkat
dan martabat wanita, dengan suatu bentuk kejahatan-kejahatan sosial yakni memperlakukan
wanita secara sewenang-wenang: poligami yang tak terbatas, tidak adanya hak pemilikan,
dan kelaziman membunuh bayi perempuan.7

Perkembangan Bahasa Pada Masa Jahiliyyah

Semua kebudayaan dan peradaban di dunia mengalami suatu periode perubahan yang
mendalam, termasuk kebudayaan dan peradaban bangsa Arab dengan segala totalitasnya.
Salah satu keistimewaan bangsa Arab adalah komposisi mereka yang mempunyai perhatian
besar terhadap bahasa dan keindahan sastranya karena mereka memiliki perasaan yang halus
dan ketajaman penilaian terhadap sesuatu.8

Pada masa mukhadhramun yakni masa di mana seorang penyair Arab hidup di dua
zaman yaitu jahili (500-622 M) dan awal Islam sampai Umayyah (622-750 M). Pada masa ini
penyair banyak mengenyam dan merasakan perbedaan cipta rasa karya sastra, yang sangat
jauh perbedaannya. Bahkan, aspek kehidupan secara global pada masa jahili adalah zaman
yang penuh dengan kegelapan, kehancuran moral dan kebodohan.

Perlu digarisbawahi, kata jahili ini dinisbatkan oleh Rasulullah, untuk menyebutkan
zaman sebelum datangnya islam. Karena melihat prespektif peringainya atau moralitas yang
buruk, kasar, suka berperang, membunuh, berjudi dan sebagainya, yang secara total jauh dan
bertentangan dengan ajaran misionarisnya Rasulullah. Setelah datangnya Islam, semua
berubah total, Islam memberikan jalan cahaya kepada bangsa Arab saat itu, supaya memilih
jalan kembali kepada risalah yang sudah ditetapkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail sebagai
nenek moyang mereka.9

Karya sastra pada periode Jahiliyyah menggambarkan keadaan hidup masyarakat di


kala itu, di mana mereka sangat fanatik dengan kabilah atau suku mereka, sehingga syair-
syair yang muncul tidak jauh dari pembanggaan terhadap kabilah masing-masing. Demikian
juga khutbah yang kebanyakan berfungsi sebagai pembangkit semangat berperang membela
kabilahnya, namun demikian karya-karya sastra pada periode Jahiliyyah juga tidak luput dari
7
Muhammad Satir, Kehidupan Sosial Masyarakat Arab Masa Awal Kehadiran Pendidikan Islam, (Al-
Fikr, 2019), hal. 44-45
8
Dyah Nurul Azizah, Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab, (Tsaqofah dan Tarikh, 2020) hal. 123
9
http://ukonpurkonudin.blogspot.com/?m=1
nilai-nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang. Hampir
seluruh syair-syair dan khutbah pada masa Jahiliyyah diriwayatkan dari mulut ke mulut
kecuali yang termasuk ke dalam Al-Mu’allaqat, hal ini disebabkan masyarakat Jahiliyyah
sangat tidak terbiasa dengan budaya tulis menulis, umumnya syair-syair Jahiliyyah dimulai
dengan mengenang puing-puing masa lalu yang telah hancur.10

Menurut sebagian sastrawan, sastra Arab telah ada beberapa abad sebelum Masehi.
Akan tetapi karya sastra (syair) tersebut yang ada sampai sekarang adalah karya sastra yang
lahir dua abad sebelum Islam. Hal ini bukan berarti bahwa sebelum itu orang Arab tidak
mengenal sastra, tetapi yang dapat direkam hanya sampai pada zaman Muhalhil saja. Oleh
sebab itu ia dianggap sebagai perintis pertama sastra Arab Jahiliyyah.

Masyarakat Arab Jahiliyyah dikenal sebagai masyarakat yang tidak bisa membaca dan
menulis (ummi). Maka satu-satunya yang dapat diandalkan ketika mereka menerima
informasi adalah kekuatan hafalan. Di samping itu, juga adanya faktor eksternal yang sangat
dominan, yaitu mereka terdorong untuk menghafal al-Ayyam (peristiwa penting) dan al-
Ansab (genealogi) yang menjadi kebanggaan. Dua jenis pengetahuan ini banyak tersimpan
dalam karya sastra baik berupa syair maupun berupa prosa. Maka amat wajar kalau pada
masa Jahiliyyah karya sastra disosialisasikan melalui sarana tradisi oral.11

Genre sastra Arab Jahiliyyah yang paling populer adalah jenis syi’r (puisi) di samping
amtsal (semacam pepatah atau kata-kata mutiara), dan pidato pendek yang disampaikan oleh
para pujangga yang disebut sebagai prosa liris. Dan semua itu dihapal di luar kepala secara
turun-temurun oleh orang-orang Arab yang memang terkenal dengan kemampuan daya hapal
yang sangat tinggi.

Dalam kesusastraan Jahiliyyah, terdapat perbedaan antara jenis puisi dan jenis prosa.
Dibandingkan dengan jenis sastra puisi, sastra dalam bentuk prosa tercatat dalam sejarah
sastra lebih terbelakang. Hal itu disebabkan karena prosa lebih membutuhkan kepandaian
menulis atau tadwin (pengumpulan), sementara keterampilan menulis baru dikuasai oleh
orang Arab pada masa-masa belakangan setelah Islam lahir. Dan hal ini tidak terjadi pada
puisi yang telah dicatat dalam ingatan para ruwat (pencerita) tanpa harus mencatatnya dalam
pengertian yang sebenarnya.12

10
Qomi Akit Jauhari, Perkembangan Sastra Arab,... hal. 62
11
Marzuki Mustamar, Kodifikasi Sastra Arab Periode Klasik (Jahily), (Jurnal Lingua, 2006) hal. 62
12
Haeruddin, Karakteristik Sastra Arab Pada masa Pra Islam, (Nady Al-Adab, 2016) hal. 37
Secara garis besar, karya sastra adab dibedakan atas dua genre ( ‫) النوع‬, yaitu puisi (

‫) الشع ر‬, dan prosa (‫) النثر‬.

Secara kategoris, puisi bisa dibedakan atas puisi perasaan ( ‫) الشعر الغنائي أو الوجداين‬, puisi

cerita ( ‫) الشع ر القصصي أو امللحمي‬, puisi perumpamaan ( ‫) الشعر التمثيلي‬, dan puisi pengajaran ( ‫الشعر‬

‫) التعليمي‬.

Prosa bisa dibedakan atas prosa tertulis dan prosa tak tertulis. Prosa tertulis meliputi

prosa naratif (‫ ) القصة‬dan prosa non naratif ( ‫) املق ال‬. Prosa naratif meliputi biografi ( ‫) الرواية‬,

kisah (‫) القصة‬, cerita pendek dan novel. Adapun prosa non naratif bisa dibedakan atas prosa

subyektif (argumentasi/persuasi) ( ‫ ) املقا ل الذايت‬dan prosa obyektif (deskripsi/eksposisi) ( ‫املقال‬

‫) املوضوعي‬.

Prosa tak tertulis meliputi pidato ( ‫) اخلطابة‬, ceramah baik ceramah audiovisual ( ‫احملاضر ة‬

) maupun ceramah auditorial (‫ )احلديث االذاعي‬dan drama (‫) املس رحية‬. Drama sendiri dibedakan

atas drama komedi (‫ ) امللهاة‬dan drama nonkomedi (‫) املأساة‬.13

Natsr atau prosa. Pada periode ini terdapat beberapa jenis natsr, di antaranya :
khutbah, wasiat, hikmah dan watsal.

Khutbah yaitu serangkaian perkataan yang jelas dan lugas yang disampaikan kepada
khalayak ramai dalam rangka menjelaskan suatu perkara penting.

Sebab-sebab munculnya khutbah pada periode Jahiliyyah :

• Banyaknya perang antar kabilah

• Pola hubungan yang ada pada masyarakat Jahiliyyah seperti saling mengucapkan
selamat, bela sungkawa dan saling memohon bantuan perang.

• Kesemrawutan politik yang ada kala itu

13
https://mifty-away.tripod.com/id55.html
• Menyebabkan buta huruf, sehingga komunikasi lisan lebih banyak digunakan dari
pada tulisan

• Saling membanggakan nasab dan adat istiadat

Ciri-ciri khutbah dapat dilihat dari kalimatnya yang ringkas, kemudian lafadznya yang
jelas, makna yang mendalam, bersajak, kemudian sering diadukan dengan sya’ir, hikmah, dan
matsal.
Wasiat yaitu nasihat seseorang yang akan meninggal dunia atau akan berpisah kepada
seseorang yang dicintainya dalam rangka permohonan untuk mengerjakan sesuatu. Wasiat
memiliki banyak persamaan dengan khutbah hanya saja umumnya wasiat lebih ringkas.
Hikmah yaitu kalimat yang ringkas yang menyentuh yang bersumber dari pengalaman
hidup yang dalam, di dalamnya terdapat ide yang lugas dan nasihat yang bermanfaat.
Contoh hikmah :
‫أفة الرأي اهلوى‬

“Perusak akal sehat manusia adalah hawa nafsunya”


‫مصارع الرجال حتت بروق الطمع‬

“Kehancuran seorang lelaki terletak di bawah kilaunya ketamakan”


Matsal yaitu kalimat singkat yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu,
digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan peristiwa
asal di mana matsal tersebut diucapkan
Contoh matsal :
‫سبق السيف العذل‬

“Perang telah mendahului celaan”


Walaupun puisi di awal islam kehilangan gema dan daya tariknya yang semula sangat
menyihir dan menghipnotis masyarakat Jahiliyyah karena turunnya Al-Quran, akan tetapi
syair bagi bangsa arab adalah sesuatu yang sangat sakral dan melekat pada jati diri kehidupan
mereka masing-masing.14
Bait-bait syair karya penyair Jahiliyyah, Ar-Raqqad bin Al-Mundzir bin Dhirar Adh-
Dhibbi menggambarkan keadaan masa tersebut :
Apabila anak kuda betina warna merah kekuning-kuningan teah mengetahui
punggungnya,

14
Qomi Akit Jauhari, Perkembangan Sastra Arab,... hal. 63-64
Maka Tuhan pun akan mengobarkan peperangan di antara suku-suku,
Dan menyalakan api dengan ranting-ranting kayu bakarnya,
Dengan nyala yang tidak mampu ditimbulkan oleh perapian tungku.
Umair At-Taghabi yang dikenalkan dengan sebutan Al-Quthami, menggambarkan
kegemaran masyarakat Jahiliyyah terhadap peperangan dalam bait-bait syairnya berikut :
Terkadang di atas unta saudara kami,
Tiada yang dapat kami temukan terkecuali sesosok mayat saudara kami.
Contoh lain :
‫تعلّم فليس املرأ يولد عاملا * وليس أخ علم هو جاه ل‬

“Belajarlah, karena tidaklah seseorang itu dilahirkan dalam keadaan berilmu”


“Dan tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang bodoh”
Dan syair dalam bahasa arab ada bermacam-macam bentuk, ada yang berbentuk
mansifati,memuji, celaan ratapan dan ada juga yang berbentuk ungkapan hikmah.15
Kesimpulan
Secara umum, periode Makkah pra-Islam disebut sebagai periode Jahiliyyah yang
berarti kebodohan dan barbarian. masyarakat Makkah pra-Islam adalah masyarakat yang
tidak memiliki takdir keistimewaan tertentu, tidak memiliki nabi tertentu yang terutus dan
memimpin serta tidak memiliki kitab suci khusus yang terwahyukan dan menjadi pedoman
hidup. Sehubungan dengan sejarah kemanusiaan, hukum Jahiliyyah ternyata membuat
keberpihakan pada kelompok tertentu yang dapat disebut memiliki karakter rasial, feudal dan
patriarkhis.

Islam kemudian datang dengan sejumlah aturan yang membatasi pergaulan dan
interaksi kaum wanita. Demi keseimbangan sosial dan kenyamanan hidup bermasyarakat,
etika pergaulan ini Allah tetapkan agar ketimpangan dan keserawutan hidup bisa dicegah dan
ditanggulangi. Tentu saja sejumlah aturan ini bukan untuk memasung kebebasan dan
membatasi hak-hak hidup manusia.

Bisa juga dikatakan bangsa Jahiliyyah ini loyal terhadap kaumnya, rela berkorban dan
siap elakukan apapun untuk membela dan menolong kaumnya.

Karya sastra pada periode Jahiliyyah menggambarkan keadaan hidup masyarakat di


kala itu, di mana mereka sangat fanatik dengan kabilah atau suku mereka, sehingga syair-
syair yang muncul tidak jauh dari pembanggaan terhadap kabilah masing-masing. Demikian

15
Qomi Akit Jauhari, Perkembangan Sastra Arab,... hal. 65
juga khutbah yang kebanyakan berfungsi sebagai pembangkit semangat berperang membela
kabilahnya, namun demikian karya-karya sastra pada periode Jahiliyyah juga tidak luput dari
nilai-nilai positif yang dipertahankan oleh Islam seperti hikmah dan semangat juang. Hampir
seluruh syair-syair dan khutbah pada masa Jahiliyyah diriwayatkan dari mulut ke mulut
kecuali yang termasuk ke dalam Al-Mu’allaqat, hal ini disebabkan masyarakat Jahiliyyah
sangat tidak terbiasa dengan budaya tulis menulis, umumnya syair-syair Jahiliyyah dimulai
dengan mengenang puing-puing masa lalu yang telah hancur.

DAFTAR PUSTAKA
https://mifty-away.tripod.com/id55.html diakses 8 maret 2021 16.36 WIB
http://ukonpurkonudin.blogspot.com/?m=1 diakses 8 maret 2021 15.57 WIB
Abd. Rahim Amin, Hukum Islam Dan Transformasi Sosial Masyarakat Jahiliyyah: Studi
Hsitoris tentang karakter Egaliter Hukum Islam, (Jurnal Hukum Diktum, 2012)
Abdul Sattar, Respons Nabi Terhadap Tradisi Jahiliyyah: Studi Reportase Hadis Nabi,
(Jurnal Theologia, 2017)
Dyah Nurul Azizah, Karakteristik Prosa dalam Sastra Arab, (Tsaqofah dan Tarikh, 2020)
Haeruddin, Karakteristik Sastra Arab Pada masa Pra Islam, (Nady Al-Adab, 2016)
Marzuki Mustamar, Kodifikasi Sastra Arab Periode Klasik (Jahily), (Jurnal Lingua, 2006)
Muhammad Husein al-Tabtaba’i, al-Mizan fi Tafsir al-Quran (Libanon: Muassasah al-A’la
li al-Matbu’at, 1991)
Muhammad Satir, Kehidupan Sosial Masyarakat Arab Masa Awal Kehadiran Pendidikan
Islam, (Al-Fikr, 2019)
Qomi Akit Jauhari, Perkembangan Sastra Arab, (Lingua Scientia, 2011)
Wildana Wargadinata Dan Laily Fitriani, Sastra Arab Dan Lintas Budaya, (Malang: UIN
Malang Press)

Anda mungkin juga menyukai