Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KIMIA UMUM

“BIOMOLEKUL (KARBOHIDRAT DAN ASAM NUKLEAT)”

DOSEN PENGAMPU :

MAKHARANY DALIMUNTHE, S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8 :

IMELDA CECILIA SITANGGANG(4203121059)

MARISSA SIRAIT

NATASYA AUDINA

THREE MAN SAING

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA/B

FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................................ 2

KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

BIOMOLEKUL....................................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

KARBOHIDRAT.................................................................................................................................................5

ASAM NUKLEAT...............................................................................................................................................8

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan.........................................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................................19
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telahmemberikan kesempatan pada
penulis untukmenyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah berjudul “BIOMOLEKUL(KARBOHIDRAT DAN ASAM
NUKLEAT)”ini tepat waktu.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas dosen pada bidang mata kuliah KimiaUmum. Selain
itu, penulis juga berharap agar maklah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang
biomolekul .

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada IbuMakharanyDalimunthe, S.Pd,


M.Pd sebagai dosen matakuliah.Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 15 Maret 2021

Penulis

Kelompok8
BAB I PENDAHULUAN

BIOMOLEKUL

Makhluk hidup, baik tumbuhan, hewan maupun manusia terdiri dari unit-unit terkecil yang
disebut sel. Molekul yang menyusun sel organisme disebut biomolekul. Ukuran, bentuk, dan
reaktivitas kimiawi biomolekul memungkinkan biomolekul bukan hanya sebagai unsur
pembentuk struktur sel, tetapi juga berperan dalam transformasi energi yang berlangsung secara
dinamis dan berkesinambungan yang disebut dengan logika molekul keadaan hidup.

Ada 3 biomolekul utama yang disintesis oleh sel yaitu 1) asam nukleat (DNA dan
RNA), yang disusun oleh monomer nukleotida dan terdapat dalam kromosom inti sel sebagai
supramolekulnya, 2) protein yang disusun oleh monomer asam amino, terdapat sebagian besar
dalam plasma membrane, 3) karbohidrat seperti selulosa yang disusun monomer glukosa,
terdapat dalam dinding sel tumbuhan. Semua biomolekul mempunyai fungsi spesifik di dalam sel
dan terorganisasi di dalam sel .

Tiap spesies atau organism hidup mengandung biomolekul yang khas bagi setiap organisme
seperti asam nukleat dan protein.

Tiap makromolekul dibangun oleh unit-unit atau monomer yang lebih kecil, sehingga disebut
dengan mikromolekul. Tiap mikromolekul tersebut menjalankan lebih dari satu fungsi. Misalnya
asam-asam amino tidak hanya berfungsi sebagai penyusun protein, tetapi juga berfungsi sebagai
penyusun hormone, alkaloid, pigmen. Nukleotida bukan hanya sebagai penyusun asam nukleat,
ternyata juga berfungsi sebagai koenzim (misalnya NAD) dan molekul pembawa energi
(misalnya ATP). Semua organisme hidup menggunakan mikromolekul (unit pembangun) yang
sama. Makhluk hidup yang hidup dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme. Metabolisme
adalah keseluruhan reaksi kimia yang terjadi di dalam sel, meliputi proses penguraian dan
sintesis molekul kimia yang menghasilkan dan membutuhkan energi yang dikatalis oleh enzim.
Pemahaman tentang biomolekul dan metabolisme sel sangat penting untuk mendukung kemajuan
IPTEK bidang biologi sel dan molekuler untuk memecahkan permasalahan masyarakat antara
lain mengidentifikasi jenis penyakit, misalnya virus HIV dan SARS ataupun virus flu burung dan
penyakit lainnya.
BAB II PEMBAHASAN

KARBOHIDRAT

Karbohidrat merupakan makromolekul yang penting bagi tongkat kehidupan mahluk hidup.
Senyawa karbohidrat menyumbangkan 70 – 80% sumber energi untuk aktivitas manusia.
Konsumsi rata-rata karbohidrat dalam makanan sekitar 65% dan energi yang dihasilkan dari
metabolisme selular karbohidrat tersebut akan digunakan untuk metabolisme biomolekul lainnya
seperti protein, lemak dan asam nukleat. Selain itu, lebih dari 90% komponen penyusun
tumbuhan kering adalah karbohidrat. Secara umum, karbohidrat merupakan senyawa
polihidroksialdehid atau polihidroksiketon dan derivatnya dalam bentuk unit tunggal yang
sederhana maupun unit kompleks. Pada tumbuhan, glukosa disintesis dari karbon dioksida (CO2)
dan air (H2O) melalui proses fotosintesis dan disimpan dalam bentuk pati atau selulosa. Binatang
mensintesis karbohidrat dari lipid gliserol dan asam amino, akan tetapi derivat karbohidrat yang
digunakan oleh binatang diambil dari tanaman. Glukosa bisa diabsorpsi langsung dalam aliran
darah dan gula bentuk lain akan diubah menjadi glukosa dalam liver sehingga glukosa
merupakan jenis karbohidrat yang penting. Sebagai sumber utama energi pada mamalia, glukosa
dapat disintesis menjadi glikogen sebagai cadangan makanan, ribosa dan deoksiribosa pada asam
nukleat, galaktosa pada laktosa susu, glikolipid dan kombinasi dengan protein (glikoprotein dan
proteoglikan).

Nama karbohidrat (“hidrat karbon”) berasal dari rumus empiris senyawa-senyawa kelompok ini


yang dapat dinyatakan dengan Cx(H2O)y. Sebagai contoh, glukosa memiliki rumus molekul
C6H12O6 atau C6(H2O)6. Namun, karbohidrat sebenarnya bukanlah hidrat dari karbon.
Karbohidrat merupakan senyawa polihidroksialdehida ataupun polihidroksiketon.

Penggolongan karbohidrat

Berdasarkan hasil hidrolisisnya, karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi:

 Monosakarida, yaitu karbohidrat yang paling sederhana, tidak dapat dihidrolisis menjadi
karbohidrat yang lebih sederhana. Misalnya, glukosa, fruktosa, ribosa, dan galaktosa.
 Disakarida, yaitu karbohidrat yang bila dihidrolisis terurai menjadi dua molekul
monosakarida. Misalnya: sukrosa terdiri dari satu molekul glukosa dan satu molekul
fruktosa,maltosa terdiri dari dua molekul glukosa laktosa terdiri dari satu molekul glukosa
dan satu molekul galaktosa

 Polisakarida, yaitu karbohidrat yang bila dihidrolisis terurai menjadi banyak (lebih dari
10) molekul monosakarida. Misalnya: amilum (pati) yang merupakan polimer dari D-
glukosa.
Amilum dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu amilosa (~20%) dan amilopektin (~80%).
Amilosa berbentuk rantai lurus dengan ikatan glikosida α-1,4’-. Amilopektin berbentuk rantai
bercabang yang juga dihubungkan ikatan α-1,4’, dengan percabangan melalui ikatan glikosida α-
1,6’.

glikogen yang merupakan polimer dari D-glukosa bercabang dengan ikatan glikosida α-1,4’- dan
α-1,6’-.

selulosa yang merupakan polimer dari D-glukosa lurus dengan ikatan glikosida β-1,4’-.

Uji karbohidrat

 Uji Molisch

Uji ini digunakan untuk menunjukkan adanya karbohidrat dalam sampel. Mula-mula larutan
sampel diberi beberapa tetes larutan α-naftol, lalu diberi H2SO4 pekat secukupnya hingga
terbentuk dua lapisan cairan. Bila terbentuk cincin warna merah keunguan, larutan sampel
mengandung karbohidrat.

 Uji Fehling dan Uji Benedict

Uji ini digunakan untuk menunjukkan adanya gula pereduksi, yaitu monosakarida dan disakarida
(kecuali sukrosa). Gula pereduksi akan bereaksi dengan pereaksi Fehling ataupun pereaksi
Benedict menghasilkan endapan merah bata Cu2O.

 Uji iodin

Uji ini digunakan untuk menunjukkan adanya amilum. Larutan sampel yang mengandung
amilum (amilosa) setelah diberi larutan iodin akan Menghasilkan warna biru.
ASAM NUKLEAT

Asam nukleat adalah biomolekul yang berperan penting dalam penurunan sifat-sifat genetik
dan sintesis protein. Ada dua jenis asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat (DNA =
deoxyribonucleic acid) dan asam ribonukleat (RNA = ribonucleic acid). DNA maupun RNA
merupakan polimer dari nukleotida. Nukleotida terdiri atas tiga komponen, yaitu:

 Gula pentosa

Gula pentosa penyusun DNA adalah 2-deoksi-D-ribosa, sedangkan gula pentosa penyusun RNA
adalah D-ribosa.

 Gugus fosfat

Gugus fosfat menghubungkan satu nukleotida dengan nukleotida yang lain. Pada gugus fosfat
terbentuk ikatan fosfodiester yang mengikat gula pentosa dari dua molekul nukeotida.

 Basa nitrogen

Lima basa nitrogen yang menyusun asam nukleat adalah adenin, guanin, sitosin, timin, dan
urasil. Adenin, guanin, dan sitosin terdapat pada DNA maupun RNA. Sedangkan, timin hanya
terdapat pada DNA dan urasil hanya terdapat pada RNA.
Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada
DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik (mengandung
C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan pirimidin. Basa purin
mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu cincin
(monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G). Akan
tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA basa pirimidin
terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada timin dan sebagai gantinya terdapat
urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil pada posisi nomor 5
sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.

Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah yang
memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N pada
suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan lain,
identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya sehingga secara skema
kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan basanya
saja.

Nukleosida dan nukleotida

Penomoran posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan tanda aksen (1’, 2’, dan
seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin basa. Posisi 1’
pada gula akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1) pada basa
pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik. Kompleks gula-basa ini dinamakan
nukleosida.

Di atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa
nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan
sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai
nukleosida monofosfat. Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah
nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin
trifosfat) adalah nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.

Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat berupa
adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin. Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat macam, yaitu
adenosin monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin monofosfat.
Sementara itu, jika gula pentosanya adalah deoksiribosa seperti halnya pada DNA, maka (2’-
deoksiribo) nukleosidanya terdiri atas deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan
deoksitimidin.

 Ikatan fosfodiester

Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam nukleat
terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara gugus hidroksil
(OH) pada posisi 5’ gula pentosa dan gugus hidroksil pada posisi 3’ gula pentosa nukleotida
berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara kimia gugus fosfat berada
dalam bentuk diester.

Oleh karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan gula pada
nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua nukleotida yang
berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai polinukleotida yang masing-
masing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.

Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri, rantai
polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang terikat pada
posisi 5’ gula pentosa. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung P atau ujung 5’. Ujung yang
lainnya berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3’ gula pentosa sehingga ujung ini
dinamakan ujung OH atau ujung 3’. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan rantai
polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.

Pada pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif. Inilah
alasan pemberian nama ’asam’ kepada molekul polinukleotida meskipun di dalamnya juga
terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang merupakan anion asam kuat atau
merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.

 Sekuens asam nukleat

Telah dikatakan di atas bahwa urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu molekul asam
nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul asam nukleat cukup dengan
menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya, dalam penulisan sekuens asam nukleat
ada kebiasaan untuk menempatkan ujung 5’ di sebelah kiri atau ujung 3’ di sebelah kanan.
Sebagai contoh, suatu sekuens DNA dapat dituliskan 5’-ATGACCTGAAAC-3’ atau suatu
sekuens RNA dituliskan 5’-GGUCUGAAUG-3’.
Jadi, spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga harus dilihat
dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens sama tidak berarti keduanya
sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari arah yang berlawanan (yang satu 5’→ 3’,
sedangkan yang lain 3’→ 5’).

Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul DNA
yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam berbagai teknik yang
berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga berplilin (double
helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul tangga berpilin ini.

Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai polinukleotida
yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan. Fosfat dan gula pada
masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N menghadap ke
arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai pasangan - pasangan basa
antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu rantai akan berpasangan dengan basa T pada
rantai lainnya, sedangkan basa G berpasangan dengan basa C. Pasangan-pasangan basa ini
dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah (nonkovalen). Basa A dan T dihubungkan oleh
ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan basa G dan C dihubungkan oleh ikatan hidrogen
rangkap tiga. Adanya ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai

polinukleotida terikat satu sama lain dan saling komplementer. Artinya, begitu sekuens basa pada
salah satu rantai diketahui, maka sekuens pada rantai yang lainnya dapat ditentukan.
Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak antara kedua
rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap. Dengan perkataan lain, kedua
rantai tersebut sejajar. Akan tetapi, jika rantai yang satu dibaca dari arah 5’ ke 3’, maka rantai
pasangannya dibaca dari arah 3’ ke 5’. Jadi, kedua rantai tersebut sejajar tetapi berlawanan arah
(antiparalel).

Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, di dalam setiap
putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa yang tegak lurus di
dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya dijumpai
apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam rendah seperti halnya
yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup. DNA semacam ini dikatakan berada dalam bentuk
B atau bentuk yang sesuai dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang lain, misalnya bentuk
A, akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam tinggi. Pada bentuk A
terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain itu, ada pula bentuk Z, yaitu bentuk
molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri. Bermacam-macam bentuk DNA ini
sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu ke yang lain bergantung kepada kondisi
lingkungannya.

 Modifikasi struktur molekul RNA

Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak memiliki
struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi akibat terbentuknya ikatan
hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri (intramolekuler).

Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu RNA
duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer RNA (tRNA), dan RNA
ribosomal (rRNA). Struktur mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA
dan rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur molekul RNA
tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.

 Sifat-sifat Fisika-Kimia Asam Nukleat


Di bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat. Sifat-sifat
tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia,
viskositas, dan kerapatan apung.

 Stabilitas asam nukleat

Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder RNA,
sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di
antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di
antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa dan
molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak
berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan spesifitas
perpasangan basa. Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan
(stacking interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga
perpasangan tersebut menjadi kuat.

 Pengaruh asam

Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100ºC, asam
nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya. Namun, di
dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja
yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.

Pengaruh alkali

Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik
basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk
keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya,
perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen sehingga pada akhirnya
rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada
pH netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA
karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.

 Denaturasi kimia

Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH netral.
Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2). Pada
konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen.
Artinya, stabilitas struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda
mengalami denaturasi.

 Viskositas

DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena diameternya
hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian,
DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku
sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya itulah molekul
DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri
ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
 Kerapatan apung

Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant density)-
nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi, misalnya
sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan tersebut, yakni
sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka
garam CsCl yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien kerapatan.
Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai dengan
kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan
(equilibrium density gradient centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik.

Oleh karena dengan teknik sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar tabung dan
protein akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA maupun dari protein.
Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan analisis DNA karena kerapatan apung
DNA (ρ) merupakan fungsi linier bagi kandungan GC-nya. Dalam hal ini, ρ = 1,66 + 0,098%
(G+C).

 Sifat-sifat Spektroskopik-Termal Asam Nukleat

Sifat spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan absorpsi sinar UV, hipokromisitas,
penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA, serta denaturasi termal dan
renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut ini.

 Absorpsi UV

Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang
bersifat aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV.
Panjang gelombang

untuk absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah 260 nm atau
dikatakan λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai untuk protein
yang mempunyai λmaks = 280 nm. Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat
digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan perkiraan kemurniannya.

 Hipokromisitas

Meskipun λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang
bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi
pada λ 260 nm (A260) memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi
yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang
diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA) atau RNA, dan nilai terendah
dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh pengikatan
basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan
nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan relatif
hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya,
ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
 Penghitungan konsentrasi asam nukleat

Konsentrasi DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA dengan
konsentrasi 1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan konsentrasi yang sama
untuk molekul ssDNA atau RNA mempunyai A260 lebih kurang sebesar 25. Nilai
A260 untuk ssDNA dan RNA hanya merupakan perkiraan karena kandungan basa
purin dan pirimidin pada kedua molekul tersebut tidak selalu sama, dan nilai A260
purin tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang selalu
mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya sudah pasti.

 Kemurnian asam nukleat

Tingkat kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260
terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sebesar 1,8.
Sementara itu, RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sekitar 2,0. Protein,
dengan λmaks = 280 nm, tentu saja mempunyai nisbah A260 /A280 kurang dari 1,0.
Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280 lebih
dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh RNA. Sebaliknya, suatu sampel DNA yang
memperlihatkan nilai A260 /A280 kurang dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh
protein.

 Denaturasi termal dan renaturasi

Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan
denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan
nilai absorbansi yang meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA dan
sebagian daerah pada RNA) akan berubah menjadi molekul rantai tunggal.

Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek
akan terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang.
Tidaklah demikian halnya pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat
koperatif karena denaturasi pada kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT
akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya.

Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh
atau melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel
DNA, dan berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang
panjang.

DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara
didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang
diperoleh. Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi
pada beberapa bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan
perlahan-lahan dapat mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda
seperti semula. Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai
asam nukleat yang berbeda dinamakan hibridisasi.
 Superkoiling DNA

Banyak molekul dsDNA berada dalam bentuk sirkuler tertutup atau closed-circular
(CC), misalnya DNA plasmid dan kromosom bakteri serta DNA berbagai virus.
Artinya, kedua rantai membentuk lingkaran dan satu sama lain dihubungkan sesuai
dengan banyaknya putaran heliks (Lk) di dalam molekul DNA tersebut.

Sejumlah sifat muncul dari kondisi sirkuler DNA. Cara yang baik untuk
membayangkannya adalah menganggap struktur tangga berpilin DNA seperti
gelang karet dengan suatu garis yang ditarik di sepanjang gelang tersebut. Jika kita
membayangkan suatu pilinan pada gelang, maka deformasi yang terbentuk akan
terkunci ke dalam sistem pilinan tersebut. Deformasi inilah yang disebut sebagai
superkoiling.

 Interkalator

Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa
faktor yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu
dapat menurunkan jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik
dapat menambah jumlah pilinan. Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan
interkalator seperti etidium bromid (EtBr). Molekul ini merupakan senyawa
aromatik polisiklik bermuatan positif yang menyisip di antara pasangan-pasangan
basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat divisualisasikan menggunakan
paparan sinar UV.
BAB III. PENUTUP

Kesimpulan

Ada 3 biomolekul utama yang disintesis oleh sel yaitu 1) asam nukleat (DNA dan
RNA), yang disusun oleh monomer nukleotida dan terdapat dalam kromosom inti sel sebagai
supramolekulnya, 2) protein yang disusun oleh monomer asam amino, terdapat sebagian besar
dalam plasma membrane, 3) karbohidrat seperti selulosa yang disusun monomer glukosa,
terdapat dalam dinding sel tumbuhan. Semua biomolekul mempunyai fungsi spesifik di dalam sel
dan terorganisasi di dalam sel . Tiap spesies atau organism hidup mengandung biomolekul yang
khas bagi setiap organisme seperti asam nukleat dan protein.

Tiap makromolekul dibangun oleh unit-unit atau monomer yang lebih kecil, sehingga disebut
dengan mikromolekul. Tiap mikromolekul tersebut menjalankan lebih dari satu fungsi. Misalnya
asam-asam amino tidak hanya berfungsi sebagai penyusun protein, tetapi juga berfungsi sebagai
penyusun hormone, alkaloid, pigmen. Nukleotida bukan hanya sebagai penyusun asam nukleat,
ternyata juga berfungsi sebagai koenzim (misalnya NAD) dan molekul pembawa energi
(misalnya ATP). Semua organisme hidup menggunakan mikromolekul (unit pembangun) yang
sama. Makhluk hidup yang hidup dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme. Metabolisme
adalah keseluruhan reaksi kimia yang terjadi di dalam sel, meliputi proses penguraian dan
sintesis molekul kimia yang menghasilkan dan membutuhkan energi yang dikatalis oleh enzim.

Secara umum, karbohidrat merupakan senyawa polihidroksialdehid atau polihidroksiketon dan


derivatnya dalam bentuk unit tunggal yang sederhana maupun unit kompleks. Pada tumbuhan,
glukosa disintesis dari karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) melalui proses fotosintesis dan
disimpan dalam bentuk pati atau selulosa. Binatang mensintesis karbohidrat dari lipid gliserol
dan asam amino, akan tetapi derivat karbohidrat yang digunakan oleh binatang diambil dari
tanaman. Glukosa bisa diabsorpsi langsung dalam aliran darah dan gula bentuk lain akan diubah
menjadi glukosa dalam liver sehingga glukosa merupakan jenis karbohidrat yang penting.
Sebagai sumber utama energi pada mamalia, glukosa dapat disintesis menjadi glikogen sebagai
cadangan makanan, ribosa dan deoksiribosa pada asam nukleat, galaktosa pada laktosa susu,
glikolipid dan kombinasi dengan protein (glikoprotein dan proteoglikan).

Asam nukleat adalah biomolekul yang berperan penting dalam penurunan sifat-sifat genetik
dan sintesis protein. Ada dua jenis asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat (DNA =
deoxyribonucleic acid) dan asam ribonukleat (RNA = ribonucleic acid). DNA maupun RNA
merupakan polimer dari nukleotida.

Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada
DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik (mengandung
C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan pirimidin. Basa purin
mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu cincin
(monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G). Akan
tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA basa pirimidin
terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada timin dan sebagai gantinya terdapat
urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil pada posisi nomor 5
sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. Prinsip DasarIlmuGizi. Jakarta: GramediaPustaka Utama,2009.

Hart, Harold, 2003, Kimia Organik, Jakarta: Erlangga, Hal.129.

http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Siti%20Latifah
%20A_054413/BenZena.Com

http://study2life.com/KOMP/TEMAEN2/tugas%20akhir/benzena.html

http://uanipa2010.blogspot.com/2009/11/benzena-dan-turunannya-dan-polimer.html

Murray, Robert K. Daryl K. Granner. Victor W. Radwell. Biokimia Harper Edisi27.Jakarta:


PenerbitBukuKedokeran (EGC), 2009.

Sloane, Ethel. Anatomi DanFisiologiUntukPemula. jakarta: PenerbitBuku


Kedokteran (EGC), 2003.

https://www.studiobelajar.com/biomolekul/

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa
Hendarmin).pg 60-110

Anda mungkin juga menyukai