Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kacang kedelai atau kedelai (Glycine max L.) ialah tanaman yang termasuk

dalam tanaman pangan utama. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama

yang menyehatkan karena mengandung protein tinggi dan memiliki kadar kolesterol

yang rendah. Kedelai dapat digunakan sebagai produk olahan pertanian yang

berkualitas. Kedelai diproduksi sebagai bahan mentah pembuatan tahu dan tempe.

Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun baik sebagai

bahan pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar

(pabrik) hingga skala kecil (rumah tangga).

Indonesia seringkali mengalami musim kemarau panjang yang pada akhirnya

menyebabkan kekeringan dan paceklik. Perlakuan kekeringan pada saat fase

reproduktif kedelai dapat menurunkan hasil biji sebanyak 25-46% (Rosenzweig et al.,

2003; Suhartina dan Suyamto, 2005; Suhartina dan Nur, 2005).

Di Indonesia produksi kedelai masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan

negara-negara lain. Rendahnya produksi yang didapatkan petani disebabkan oleh berbagai

faktor, antara lain kultur teknis yang sederhana dan pemakaian varitas lokal yang

potensinya masih rendah. Usaha untuk meningkatkan produksi kedelai pada tanah masam

dapat ditempuh dengan cara: (l) mengembangkan varietas toleran terhadap keracunan Al,

Mn atau yang sanggup menyerap hara fosfor, walaupun ketersediaan hara ini rendah sekali

1
dalam tanah , (2) mengurangi bahkan meniadakan kendala-kendala tanah masam itu sendiri

dengan memanipulasi sifat fisika dan kimia tanah malalui pengapuran, pemupukan dan

pemberian pupuk kandang (bahan organik), atau (3) kombinasi dari kedua pendekatan

tersebut.

Pada umumnya kedelai ditanam menjelang musim kemarau setelah panen padi.

Pada pola tanam seperti itu, dihadapi kendala utama berupa: 1. Jika tanaman kedelai

belum memasuki fase panen namun musim tanam padi telah tiba, maka tanaman

kedelai terpaksa dipanen sebelum saatnya: 2. Tanaman kedelai akan mengalami

cekaman kekeringan, bisa di akhir fase pertumbuhan maupun sepanjang hidupnya.

Upaya untuk menangani masalah tersebut adalah menyediakan kedelai yang toleran

terhadap kekeringan yang dapat dilihat dari karakter penanda pada tanaman, seperti

akar, batang, daun, dan buah.

Cekaman kekeringan merupakan kondisi dimana kadar air tanah berada pada

kondisi yang minimum untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Gardner

(1991), pengaruh cekaman kekeringan pada stadi vegetatif dapat mengurangi laju

pelebaran daun dan LAI pada tingkat perkembangan berikutnya. Cekaman air yang

parah dapat menyebabkan penutupan stomata, yang mengurangi pengambilan

karbondioksida dan produksi berat kering. Lebih lanjut Yasemin (2005) menyatakan

bahwa selama terjadi cekaman kekeringan terjadi penurunan laju fotosintesis yang

disebabkan oleh penutupan stomata dan terjadinya penurunan transport elektron dan

kapasitas fosforilasi didalam kloroplas daun. Abayomi (2002) melaporkan bahwa pada

tanaman tebu yang mengalami cekaman kekeringan terjadi penurunan pada

2
pertumbuhan daun, laju penambahan luas daun, luas daun, dan indek luas daun.

Menurut Borges (2005), pada stadia vegetatif tanaman kedelai yang mengalami

cekaman kekeringan menunjukan pertumbuhan lambat dan daun sempit serta buku

batang yang pendek sehingga penampilan tanaman akan kerdil dengan daun kecil,

cepat berbunga, defisiensi unsur hara baik makro maupun mikro dan potensi hasil yang

rendah.

Menururt Arif (1999) cekaman kekeringan pada tahap awal pembungaan

menyebabkan berkurangnya hasil panen sampai 10 %. Pada tahap awal pembungaan

dan awal pengisian polong akan terjadi kerontokan pada polong bagian bawah. Lebih

lanjut. Borges (2005), menjelaskan bahwa cekaman kekeringan pada waktu

pembungaan menyebabkan kerontokan bunga, cekamam kekeringan pada stadia

pembentukan polong akan menyebabkan jumlah polong yang terbentuk turun

jumlahnya dan terjadi kerontokan, serta cekaman kekeringan pada stadia pengisian

polong menyebabkan menurunnya jumlah polong isi dan ukuran biji.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah karakter penanda pada tanaman dapat dijadikan sebagai salah satu faktor

penentu tanaman toleran kekeringan?

2. Bagaimana tingkat toleransi galur-galur kedelai terhadap cekaman kekeringan?

3. Bagaimana respon pertumbuhan tanaman pada pemberian air dengan konsentrasi

yang berbeda?

3
C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui adanya karakter penanda dari tanaman yang menunjukkan

toleran terhadap kekeringan.

2. Mengetahui tingkat toleransi galur-galur kedelai terhadap cekaman

kekeringan.

3. Mengetahui respon pertumbuhan tanaman terhadap frekuensi pemberian air.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Dapat mengenali karakter pada tanaman sebagai penanda toleran kekeringan.

2. Dapat memberikan informasi

4
II. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran

Kedelai umumnya ditanam pada tanah sawah sesudah tanaman padi maupun pada

lahan kering. Kedelai dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, antara lain

alluvial, regosol grumosol, latosol maupun andosol (Satuan Pengendali Bimas, 1983).

Keadaan fisik tanah yang dikehendaki tanaman kedelai adalah kelembaban tanah

berada pada sekitar kapasitas lapang, kandungan hara cukup, tanah cukup mengandung

P dan K, konsistensinya gembur, bebas dari gulma, dan kandungan airnya cukup

(Sutami dan Suyono, 1990). Derajat keasaman tanah yang cocok bagi kedelai adalah

pada kisaran nilai pH 5,8-7, meskipun pada nilai pH 4,5 tanaman kedelai masih dapat

tumbuh dan berkembang (Sumarno dan Hartono, 1986).

Tanaman kedelai tergolong ke dalam tanaman C3 yang dapat beradaptasi baik

pada kondisi sejuk dan lembab ke kondisi panas dan kering. Intensitas cahaya yang

tinggi, efisiensi fotosintesis tanaman kedelai lebih rendah daripada tanaman C4.

Menurut Gardner et al. (1991), rendahnya efisiensi fotosintesis disebabkan adanya

fotorespirasi yang mengakibatkan hilangnya CO2 dalam jaringan fotosintetik.

Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai dengan

ketinggian kurang dari 750 meter di atas permukaan laut, tetapi yang terbaik adalah di

dataran rendah yang beriklim kering dan cukup irigasinya (Rismunandar, 1983).

5
Kedelai merupakan tanaman hari pendek, yaitu tanaman tidak akan berbunga bila

penyinaran (panjang hari) melampaui batas kritis. Tanaman yang mengalami lama

penyinaran kurang dari batas kritis, maka akan mengalami pembungaan. Dengan lama

penyinaran 12 jam, semua varietas kedelai dapat berbunga dan tergantung dari varietas

dan umur tanaman. Tanaman kedelai yang lama penyinarannya melebihi peride kritik

akan meneruskan pertumbuhan vegetatifnya tanpa pembungaan.

Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pertumbuhan terbaik tanaman kedelai terjadi pada suhu 29,4oC dan menurun bila suhu

lebih rendah. Suhu yang lebih rendah dari 23,9oC akan memperlambat pembungaan

kedelai dan setiap penurunan suhu sebesar 0,55oC memperlambat pembungaan dua

sampai tiga hari.

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan leh

tanaman pada suatu periode untuk dapat tumbuh dan prduksi secara nrmal. Kebutuhan

air tanaman meliputi evaptranspirasi (ET) besarnya dipengaruhi oleh jenis tanaman dan

faktor klimatologi.

Kedelai merupakan tanaman yang cukup tahan terhadap kekeringan. Cekaman

tersebut sampai pada batas tertentu yang masih dapat ditahan leh kedelai. Air

diperlukan dari mulai tumbuh sampai stadia pengisian polong. Kekeringan yang terjadi

pada fase pertumbuhan vegetatif menyebabkan tanaman menjadi kerdil, sedangkan

kekeringan yang terjadi selama stadia pembungaan atau pengisian polong berakibat

gagalnya hasil tanaman kedelai (Satuan Pengendali Bimas, 1983).

6
Semua proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang penting

memerlukan air. Unsur-unsur hara dari tanah yang diperlukan tanaman harus larut atau

dilarutkan dalam air sebelum dapat diserap oleh akar dan ditranslokasikan ke seluruh

bagian tanaman (Heddy, 2002).

Air sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk menjalankan aktivitas

metabolismenya. Menurut Gardner et al. (1991), fungsi air bagi tanaman sebagai

pelarut dan medium berbagai reaksi kimia, medium untuk transport (zat terlarut organic

dan anorganik) medium yang memberikan turgor bagi tanaman, hidrasi dan netralisasi

muatan pada molekul-molekul koloid, bahan baku untuk fotosintesis, dan evaporasi air

untuk mendinginkan permukaan tanaman.

Keberadaan air sangat diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang.

Status air merupakan faktor pembatas yang penting pada proses fotosintesis. Kadar air

yang paling baik bagi pertumbuhan tanaman adalah kadar air pada kapasitas lapang.

Keadaan kapasitas lapang biasanya dapat dicapai pada musim hujan ataupun pada

perlaihan musim hujan dan kemarau. Tanaman dapat mengalami kekurangan air pada

musim kemarau, apalagi pada tanaman yang tumbuh di lahan kering. Perbedaan kadar

air dalam tanah akan menyebabkan perbedaan respon pertumbuhan tanaman.

Kekurangan air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman. Menurut Heddy

(2002), tanaman yang kekurangan air akan terganggu metablismenya dan akan

mengalami kelayuan.

Kekurangan air pada tanaman kedelai terjadi karena ketersediaan air dalam media

tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut.

7
Didalam tanah walaupun air dalam kondisi cukup tersedia, tanaman dapat mengalami

cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi karena kecepatan absorpsi tidak dapat

mengimbangi kekurangan air melalui proses transpirasi. Pengaruh cekaman kekeringan

pada tanaman kedelai bergantung pada varietas, besar dan lamanya cekaman, serta

masa pertumbuhan tanaman.

Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman kedelai pada dasarnya adalah

menekan pertumbuhan tanaman kedelai baik akar maupun tajuk tanaman sehingga

menyebabkan penurunan bobot total tanaman. Dampak cekaman kekeringan pada fase-

fase pertumbuhan kedelai, sebagai berikut:

1. Pada fase pertumbuhan aktif, kekeringan akan menghambat pertumbuhan

dalam dan meluruhkan daun-daun pada cabang-cabang bawah.

2. Pada fase pembungaan, kekeringan akan meningkatkan kerontokan bunga.

3. Pada fase pembentukan polong, kekeringan menghambat pembentukan

polong dan meluruhkan polong yang baru terbentuk.

4. Pada fase pengisian polong, kekeringan akan mengurangi jumlah, kepadatan

serta ukuran biji dan akhirnya menurunkan kualitas hasil biji.

Menurut Borges (2004), kekurangan air menyebabkan daun kedelai menjadi

kering, kecil, melengkung, dan tegak. Daun menjadi lebih cepat mengalami penuaan

dan gugur lebih cepat dibandingkan dengan tanaman kedelai dalam keadaan kecukupan

air. Adanya periode-periode deficit air tersebut mengakibatkan tanaman kedelai

menderita cekaman kekeringan dan produktivitas tanaman dari musim ke musim

8
sangat berfluktuatif, bahkan menurun tajam bila kemarau panjang terjadi

(Widyatmoko, 2005).

Kekurangan air akan mengakibatkan penutupan stomata pada daun yang akan

mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan akan mengurangi laju

fotosintesis. Di samping itu penutupan stomata merupakan faktor yang sangat penting

dalam perlindungan mesophyta terhadap cekaman air yang berat.

Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang baik mempunyai sostem

perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh pada tempat yang kering.

Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan akar, kedalam penetrasi,

dan diameter akar. Peningkatan pertumbuhan akar dibawah kondisi cekaman air ringan

sampai sedang sangat penting dalam menyadap persediaan air baru bagi suatu tanaman.

Hasil penelitian Nour dan Weibel (1978) menunjukkan bahwa, kultivar-kultivar

sorghum yang lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perakaran lebih banyak,

volume akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada galur-galur yang

rentan kekeringan.

Menurut Hall dan Twidwell (2002), kekurangan air pada saat awal fase

pembentukan biji atau pada saat polong yang terbentuk mencapai seperdelapan panjang

maksimumnya akan mengurangi hasil lebih banyak jika dibandingkan dengan

kekurangan air dalam jumlah yang sama pada saat fase pertumbuhan yang lain. Borges

(2004) menyebutkan bahwa polong kedelai yang masih muda akan gugur bila tanaman

kedelai mengalami kekurangan air pada saat pengisian polong.

9
B. Hipotesis

1. Karakter penanda seperti akar, batang, daun, dan buah dapat dijadikan sebagai

salah satu faktor yang menunjukkan tanaman toleran kekeringan.

2. Tingkat toleransi galur-galur kedelai terhadap kekeringan, yaitu toleran.

3. Tanaman dengan kadar air 90% dari kapasitas lapang, 50% dari kapasitas

lapang, dan 30% dari kapasitas lapang dapat tumbuh dengan baik.

10
III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Screen House, Fakultas Pertanian, UNSOED,

Purwokerto. Waktu pelaksanaannya, yaitu bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Juni

2015.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sembilan galur kedelai dan

dua varietas kedelai agak toleran kekeringan yaitu varietas Slamet dan varietas Dering,

pupuk, dan tanah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain polybag, alat penyiraman,

kertas label, handcounter, timbangan, timbangan analitik, penggaris, dan alat tulis.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu sembilan galur kedelai (G1,

G2, G3, G4, G5, G6, G7, G8, G9) dan dua varietas kedelai sebagai pembanding yaitu

varietas Slamet (V1) dan varietas Dering (V2). Faktor kedua adalah kadar air tanah

dengan tiga taraf, yaitu kadar air 90% kapasitas lapang (KL1), kadar air 60% kapasitas

lapang (KL2), dan kadar air 30% kapasitas lapang (KL3) dengan tiga ulangan, sehingga

11
jumlah keseluruhan unit penelitian adalah 99 unit. Kombinasi perlakuan yang diuji

cobakan, yaitu V1KL1, V2KL2, G1KL1, G1KL2, G1KL3, G2KL1, G2KL2, G2KL3,

G3KL1, G3KL2, G3KL3, G4KL1, G4KL2, G4KL3, G5KL1, G5KL2, G5KL3,

G6KL1, G6KL2, G6KL3, G7KL1, G7KL2, G7KL3, G8KL1, G8KL2, G8KL3,

G9KL1, G9KL2, G9KL3.

D. Variabel Pengamatan

1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang yang berbatasan dengan

permukaan tanah sampai titik tumbuh atau ujung batang utama. Pengamatan dimulai

saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam (hst) sampai fase vegetatif berakhir (±

umur 30-40 hari setelah tanam), dengan interval dua minggu sekali.

2. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung berdasarkan banyaknya daun yang tumbuh, dan dilakukan

saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam (hst) sampai fase vegetatif berakhir (±

umur 3 bulan setelah tanam), dengan interval 14 hari sekali.

3. Jumlah Daun Trifoliat

Jumlah daun trifoliat dihitung dengan cara menghitung jumlah daun pada setiap

cabang tanaman yang tumbuh.

4. Bobot Segar Tanaman (g)

Bobot segar tanaman merupakan bobot semua bagian tanaman (tajuk dan akar)

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

12
5. Bobot Kering Tanaman (g)

Bobot kering tanaman merupakan bobot semua bagian tanaman (tajuk dan akar)

setelah dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam (sampai kering mutlak), kemudian

ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.

6. Jumlah Cabang

Perhitungan dilakukan untuk menentukan jumlah cabang pada setiap tanaman

yaitu dengan menghitung pada bagian tanaman yang tumbuh.

7. Luas Daun (cm2)

Luas daun diukur dengan menggunakan metode gravimetri, yaitu daun dijiplak

dengan menggunakan kertas. Kertas utuh ditimbang dan dihitung luasnya. Gambar

pada kertas setelah daun dijiplak ditimbang, dan dibandingkan dengan berat dan luasan

kertas utuh yang digunakan (Sitompul dan Guritno, 1995). Luas daun dihitung

berdasarkan perbandingan berat replika daun dengan berat total kertas, dengan rumus

sebagai berikut:

wr
LD  x LK
wt

Keterangan:

LD : Luas daun

Wr : Berat bersih replika daun

Wt : Berat total kertas

LK : Luas total kertas

13
8. Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/minggu)

Tanaman destruksi yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan tanaman

dibersihkan dan dikeringanginkan selama 24 jam. Untuk menghindari kelayuan daun,

maka segera dilakukan pengukuran luas daun. Bagian – bagian tanaman (daun, batang,

akar) masing – masing dipisahkan. Kemudian bahan dikeringkan dalam oven pada

suhu 60 ºC selama 2 x 24 jam. Setelah bobot kering konstan tercapai, dilakukan

pengukuran bobot kering.

Laju Asimilasi Bersih (LAB) dihitung menurut Garder et al., (1991) dengan

rumus:

W 2  W 1 ln A2  ln A1
LAB  x
t 2  t1 A2  A1

Keterangan:

W1 = Bobot kering tanaman pengamatan awal

W2 = Bobot kering tanaman pengamatan akhir

T1 = Waktu pengamatan awal

T2 = Waktu pengamatan akhir

A1 = Luas daun pengamatan awal

A2 = Luas daun pengamatan akhir

9. Laju Pertumbuhan Tanaman (g/cm2/minggu)

Tanaman destruksi yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan tanaman

dibersihkan dan dikeringanginkan selama 24 jam. Bagian – bagian tanaman (daun,

batang, akar) masing – masing dipisahkan. Kemudian bahan dikeringkan dalam oven

14
pada suhu 60º C selama 2 x 24 jam. Setelah bobot kering konstan tercapai, dilakukan

penimbangan untuk pengukuran bobot kering (Sumarsono, 2000).

Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT) dihitung dengan rumus:


W 2  W1
LPT 
P(t 2  t1)

Keterangan:

P = Luas tanah (m2)

W2 = Bobot kering tanaman pada pengamatan kedua (akhir)

W1 = Bobot kering tanaman pada pengamatan kesatu (awal)

t2 = Waktu (umur tanaman) pengamatan kedua (akhir)

t1 = Waktu (umur tanaman) pengamatan kesatu (awal)

10. Umur Panen (hst)

Diamati pada saat 80% polong pada populasi tanaman per unit percobaan telah

mencapai fase masak fisiologis, yang ditandai dengan perubahan warna polong

menjadi kecoklatan, batang tanaman tidak berwarna hijau lagi dan beberapa daun telah

kering atau rontok.

11. Indeks Panen

Indeks panen dihitung dengan rumus (Sitompul dan Guritno, 1995) :

Y
HI 
W

Keterangan :

HI = Harvest index

15
Y = Hasil tanaman

W = Berat kering total tanaman

12. Berat Segar Akar (g)

Berat segar akar diperoleh dengan cara menimbang seluruh akar yang ada pada

tiap tanaman, yang telah dikeringanginkan.

13. Berat Kering Akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan cara menimbang seluruh akar yang ada pada

tiap tanaman yang telah dioven selama 2 x 24 jam.

14. Jumlah Polong Isi per Tanaman (buah)

Jumlah polong isi dihitung berdasarkan semua polong yang berisi pada tanaman

15. Jumlah Biji per Tanaman (butir)

Jumlah biji per tanaman dihitung berdasarkan jumlah biji yang ada pada tanaman.

16. Bobot 1000 Biji

Bobot 100 biji diperoleh dengan menimbang 100 biji kedelai yang diambil dari

masing – masing sampel pada setiap petakan setelah panen.

17. Produksi per Satuan Luas (ton/ha)

Produksi per petak efektif adalah bobot segar dan bobot kering pada tanaman

yang berada dalam petak efektif. Hasil yang diperoleh pada petak efektif dikonversikan

ke dalam ton/ha.

16
E. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah uji F dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf beda nyata 5% (Gomez et al., 1995), uji korelasi dan

uji regresi untuk mendapatkan pola respon tanaman kedelai terhaap penurunan kadar

air tanah.

F. Pelaksanaan

1. Persiapan

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Inceptisol yang diambil

dari lahan belakang Fakultas Ilmu kesehatan UNSOED. Tanah tersebut sebelum

digunakan, dikeringanginkan terlebih dahulu, kemudian diayak dengan ayakan yang

berukuran mesh 2 mm. sampel tanah tersebut diambil untuk diukur kadar air tanahnya.

Kebutuhan tanah per polybag didapatkan dari perbandingan antara lubang tanam per

hektar dengan jarak tanam 20x20 cm dengan berat tanah satu hektar adalah 2,05 x 106

kg jika diasumsikan kedalaman akar adalah 20 cm. adapun perhitungan kebutuhan

tanah per polybag adalah sebagai berikut:

10.000 𝑚2
Lubang tanam 1 ha =
20 𝑐𝑚 𝑥 20 𝑐𝑚

10.000 𝑚2
=
400𝑥10-4 𝑚2

= 250.000 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚

17
2.050.000 𝑘𝑔
Kebutuhan tanah per polybag =
250.000 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚

= 8,2 𝑘𝑔/𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚

2. Penanaman

Dua hari sebelum penanaman, benih dikecambahkan terlebih dahulu pada baki

yang berbeda sesuai dengan varietas atau galurnya masing-masing. Satu hari kemudian

dilakukan penyiraman air hingga 100% kapasitas lapang, pemupukan dasar dan

pestisida Furadan 3-G serta pemasangan label pada setiap polybag. Pemupukan

dilakukan dengan mencampurkan pupuk secara merata pada tanah dalam setiap pot.

Dua hari setelah benih kedelai dikecambahkan penanaman dilakukan. Benih yang telah

dikecambahkan ditanam dengan jumlah tiga tanaman per polybag. Setelah tanaman

berumur dua minggu setelah tanam, dilakukan penjarangan dengan menyisakan satu

tanaman yang pertumbuhannya terbaik.

3. Perlakuan

Perlakuan terdiri dari cekaman kekeringan, yaitu 90% dari kapasitas lapang, 60%

dari kapasitas lapang, dan 30% dari kapasitas lapang. Pemberian air dilakukan sesuai

kebutuhan air setiap perlakuan dengan cara ditimbang.

Pemberian air dilakukan setiap hari dengan tetap mempertahankan bobot total

polybag (bobot polybag + tanah) sejak awal penanaman sampai akhir masa tanam

(bobot tanaman diabaikan). Kadar air dalam polybag dengan perlakuan tercekam

dipertahankan pada kondisi 90%, 60%, dan 30% dari kapasitas lapang.

18
Kondisi air tanah 90%, 60%, dan 30% dari kapasitas lapang diketahui dengan

menimbang poliag beserta isinya, dan jika berat polybag lebih rendah dari berat

polybag mula-mula (pada saat tanam) maka dilakukan penambahan air sampai berat

polybag kembali ke asal. Tanaman mulai diperlakukan dengan cekaman kekeringan

saat berumur 30 hari setelah tanam atau pada saat R1 (berbunga).

4. Pemeliharaan

Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk SP-18 sebanyak 3 gram/polybag

dan KCl 0,3 gram/polybag pada saat penanaman dan pemberian pupuk urea sebanyak

0,43 gram/polybag satu minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan setiap satu

minggu. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan keadaan hama dan

penyakit yang menyerang pada saat itu. Pencegahan serangan cendawan dilakukan

penyemprotan dengan fungisida Dithane M-45 pada saat 25 hari setelah tanam,

sedangkan pengendalian terhadap hama ulat dan hama polong dilakukan sejak dua

minggu setelah tanam sampai dua minggu sebelum panen dengan menggunakan

insektisida.

5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali dan disesuaikan dengan variable

yang diamati.

6. Panen

Panen dilakukan pada saat polong tanaman telah masak panen dan daun-daun

telah gugur. Polong yang masak ditandai dengan berubahnya warna polong dari hijau

19
menjadi kecoklatan. Polong dari tiap galur dan varietas dimasukkan dalam kantong-

kantong kertas yang terpisah.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abayomi, Y.A. 2002. Sugarbeet Leaf Growth and Yield Response to Soil Water Deficit.
African Crop Science Journal 10(1).

Adie, M.M. 2007. Panduan pengujian individual, kebaruan, keunikan, keseragaman


dan kestabilan kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen
Pertanian Republik Indonesia. 12 hlm.

Adisarwanto, 2007. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Arif, R.S. 1999. Respon Morfologi Beberapa Galur dan Varietas Kedelai Untuk
Mengatasi Cekaman Kekeringan. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. 38pp.

Asadi, B., D.M. Arsyad, H. Zahara, Darmijati. 1997. Pemuliaan kedelai untuk toleran
naungan. Buletin Agrobio 1:15-20.

Borges, R. 2005. Crops-Soybean. www.blackwell.com. (on-line). Diakses 24 Maret


2015.

Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayur-
sayuran. Satuan Pengendali Bimas. Jakarta

Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit
UI Press, Jakarta. 428p.

Rosenzweig, V.E., D.V. Goloenko, O.G. Davydenko, and O.V. Shablinskaya. 2003.
Breeding strategies for early soybeans in Belarus. Plant Breed. 122(5):456 - 458.

Suhartina dan A. Nur. 2005. Evaluasi galur-galur harapan kedelai hitam toleran
terhadap kekeringan. Laporan Akhir Tahun: Hasil Penelitian Komponen
Teknologi Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Tahun 2005. Balai
Penelitian Tanaman Kacang- Kacangan dan Umbi-umbian Malang.

Suhartina dan Suyamto. 2005. Evaluasi galur kedelai untuk toleran kekeringan dan
berbiji besar. Laporan Akhir Tahun: Hasil Penelitian Komponen Teknologi
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Tahun 2004. Buku II. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian Malang.

21
Yasemin. 2005. The Effect of Drought on Plant and Tolerance Mechanisms. G.U. J. of
Science 18(4) : 723 – 740.

22

Anda mungkin juga menyukai