Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Sekuens Repetitif” ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Adapun makalah ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelasaian makalah. Harapannya ,semoga makalah ini dapat memberikan maanfaat bagi
pembaca dan menambah wawasan bagi pembaca tentang “Sekuens Repetitif”.

Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
keterbatasan dari segi penyusunan bahasa maupun segi lainnya yang penulis miliki. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah penulis perlukan untuk pengembangan
makalah ini kedepan.

Tondano, 21 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3

A. SEKUEN REPETITIF............................................................................................................3

B. CONTOH KANDUNGAN DNA GENOM REPETITIF.......................................................4

C. REGULASI EKSPRESI GEN EUKARIOTIK.......................................................................6

D. REGULASI TRANSKRIPSI..................................................................................................6

E. CIS-ACTING SEQUENCES.................................................................................................7

F. TRANS-ACKTING FACTORS..............................................................................................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................................................8

A. KESIMPULAN.....................................................................................................................8

B. SARAN.................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biologi molekuler adalah salah satu cabang ilmu dari Biologi murni. Biologi molekuler
mempelajari mengenai fungsi dan juga organisasi jasad hidup atau organisme. Organisasi
jasad hidup tersebut diteliti dari struktur dan juga regulasi molecular dari unsur penyusunnya.
Selain itu biologi molekuler juga merupakan sebuah pengkajian tentang kehidupan organisme
pada skala molekul. Biologi molekuler juga dikenal sebagai ilmu yang berkaitan dengan dunia
biomolekul seperti RNA, DNA, sintesis protein serta molekul. Biologi molekuler adalah salah
satu cabang ilmu dari Biologi murni. Biologi molekuler mempelajari mengenai fungsi dan juga
organisasi jasad hidup atau organisme. Organisasi jasad hidup tersebut diteliti dari struktur dan
juga regulasi molecular dari unsur penyusunnya. Selain itu biologi molekuler juga merupakan
sebuah pengkajian tentang kehidupan organisme pada skala molekul. Biologi molekuler juga
dikenal sebagai ilmu yang berkaitan dengan dunia biomolekul seperti RNA, DNA, sintesis
protein serta molekul. Ilmu sitogenetika telah berkembang pesat sejak tiga dekade terakhir
seiring dengan perkembangan teknologi Flourescence in Situ Hybridization (FISH). Para ahli
sitogenetika di Indonesia khususnya masih melakukan kegiatan kariotipe kromosom
berdasarkan kenampakan morfologi kromosom. Hal ini masih lazim kita jumpai pada berbagai
artikel ilmiah yang dipublikasikan oleh para peneliti di Indonesia. Hal tersebut memang tidak
salah jika diterapkan pada model tanaman dengan ukuran kromosom yang besar seperti
bawang merah, selada, gandum dan sebagainya. Akan tetapi, pasangan kromosom tidak selalu
memiliki ukuran yang sama dan kenampakan yang sama pada saat kita melakukan preparasi
kromosom dengan teknik squeeze. Hal ini disebabkan oleh keterampilan dari si pembuat
preparat kromosom tersebut, sehingga pada saat penentuan kromosom homolog cenderung
memasangkan dengan nomor kromosom yang bukan pasangannya. Selain itu, fase kromosom
(metaphase atau prometafase) terkait dengan pola kondensasi, juga akan sangat menentukan
morfologi kromosom. Lantas bagaimana jika spesies tanaman yang akan kita teliti memiliki
ukuran kromosom yang kecil? Bagaimana kita akan mengidentifikasi kromosom homolog dan
melakukan kariotipe?

1
Pada tanaman yang memiliki ukuran kromosom yang kecil seperti padi, melon,
mentimun, Abelia x grandiflora (tanaman hias subtemperate), identifikasi kromosom homolog
bukanlah perkara yang mudah. Hal ini disebabkan ukuran metafase sangat kecil (~1
mikrometer), kromosom yang terlalu mampat (condense), dan sangat sulit untuk diwarnai
dengan pewarnaan biasa menggunakan aceto-carmine, giemsa, dan sebagainya. Untuk
mengatasi masalah tersebut, baik pada model tanaman dengan ukuran yang relative besar dan
kecil, penggunaan penanda (Probe) sangat penting. Selain itu, penentuan teknik preparasi
kromosom terkait larutan fiksatif memegang peranan penting dalam menentukan fase sel yang
akan diperoleh. Salah satu contohnya adalah modifikasi larutan carnoy II yang sangat berguna
untuk menginduksi fase prometafase pada tanaman dengan ukuran kromosom yang kecil.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sekuen repatitif?

2. Bagaimana contoh andungan genom DNA Repatitif?

3. Apa itu Regulasi Gen Eukariotik?

4. Apa itu Regulasi Transkripsi?

5. Apa itu Cis-Ackting Sequences?

6. Apa itu Trans-Ackting Factors

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahii apaitu sekuen repatitif

2. Untuk mengetahui contoh kandungan Genom DNA repetitive

3. Untuk mengetahui Regulasi Gen Eukariotik

4. Untuk mengetahui Regulasi Transkripsi

5. Untuk mengetahui Cis-Ackting Sequences

6. Untuk mengetahuai Trans-Ackting Factors

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEKUENS REPETITIF
Sekuen DNA Berulang ( Tendemly Repeated DNA ) merupakan ciri dari eukariot. Pada
prokariot hampir keseluruhan genom merupakan sekuen yang khas. Sekuen berulang
( repetitive sequens DNA ) ditandai oleh banyaknya pasangan nukleotida tiap ruas, jenis
runtunan basa pada setiap ruas, banyaknya ruas rangkap tiap jenis runtunan. Berdasarkan
frekuensi pemunculannya, sekuen berulang dibagi menjadi;

1. sekuen berulang tinggi atau fraksi cepat ( highly repetitive ), yaitu berulang sampai 106
tiap genomnya. Sekuen ini terdiri dari rangkaian yang sederhana dan cenderung
berhubung an dengan kromatin sert a terkonsentrasi pada bagian dekat entromer.

2. Sekuen berulang menengah ( moderately repetitive )yang disusun oleh sekuen yang
berulang antara 10 2 sampai 10 5 dengan panjang sekuen pengulangan 400-500 pasang
basa di mana se ba gian besar tersebar di antara sekuen-sekuen yang khas. Jumlah
sekuen berulang pada spesies tertentu dapat mencapai lebih dari 90% dari total DNA.
Umumnya DNA dengan sekuen berulang tinggi terletak pada bagian heterokromatin.

Hampir keseluruhan protein kecuali histon dibentuk di bawah kendali sekuen yang khas.
Histon dibentuk ol eh sekuen berulang. Sebagian sekuen berulang menengah ditanskripsikan
ke dalam rRNA dan tRNA. RNA yang mengendalikan pembentukan protein (mRN A)
dibentuk oleh sekuen yang khas. Sebagian dari sekuen berulang tinggi tidak diekspresikan
atau tidak berfungsi dalam transkripsi. Sampai saat ini masih banyak hal yang belu m
terjawab tentang fungsi sekuen berulang, tetapi keberadaannya telah terbukti dan dapat
diterima.

3
(Gambar contoh letak DNA repetitif pada kromosom.)

DNA manusia berisi basa GC sekitar 40.3% dengan kepadatan tinggi, yaitu 1.701 g cm-3.
Fragmen dibuat dari salinan DNA tunggal yang berisi basa GC dan terdapat dalam
kelompok utama (Main band). Kelompok satelit (Satelite bands) 1.687, 1.693 and 1.697 g
cm-3 berisi fragmen DNA repetitif. Sebuah genom dapat mengandung beberapa tipe satelit
yang berbeda, dengan masing-masing unit pengulangan berbeda panjangnya 5-200 pb. DNA
menusia mengandung tiga kelompok satelit dengan empat tipe pengulangan berbeda. DNA
satelit tersebut adalah satelit I, II, dan satelit III serta DNA alfa satelit (lihat gambar 1 di
atas). Satelit I kaya akan basa AT dan tersusun 17-25 pb unit pengulangan. Kedua satelit II
dan III tersusun lebih sederhana, yaitu 5 unit pengulangan basa ATTCC. DNA alfa satelit
merupakan anggota pengulangan tandem pada semua kromosom manusia. Pajang
pengulangan ini 340 pb, terdiri dari dua sub unit, masing-masing panjangnya 170 pb. DNA
alfa satelit terjadi di kedua samping sentromer dan meluas hingga panjangnya 1000-5000
pb.

B. CONTOH KANDUNGAN DNA GENOM REPETITIF


Contoh DNA Repetitif adalah DNA satelit dekat sentromer, atau tersebar
(interspersed) di sepanjang genom, misalnya elemen Alu pada genom manusia.

4
Contoh-contohnya yaitu :

1. DNA Repetitif Tandem

DNA Repetitif Tendem biasa ditemukan pada eukariot tetapi ditemukan juga pada
prokariot dalam jumlah yang sedikit. DNA repetitif ini disebut DNA satelit, karena DNA ini
seperti pita “satelit” di dalam tabung sentrifuge. Pita satelit berisi segmen-segmen DNA repetitif,
dan karenanya memiliki kandungan GC dan berat jenis yang ringan .47 Hampir seluruh bagian
dari DNA satelit suatu genom terletak pada telomer kromosom dan telomer kromosom, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa DNA ini memainkan peranan structural pada kromosom.

Pita satelit dalam gradien densitas pada DNA eukariot adalah membuat kandungan tendem
berulang yang panjang, mungkin ribuan kb panjangnya. Sebuah genom dapat berisi tipe DNA
satelit yang seluruhnya berbeda, tiap unit perulangan yang berbeda, semua unit-unit ini dari 5<
sampai > 200 bp. Tiga pita satelit dalam DNA manusia memuat empat tipe perulangan yang
berbeda. Minisatelit dan mikrosatelit Meskipun tidak kelihatan pita satelitnya dalam gradien
densitas, dua tipe lain DNA Tandem repetitif juga disebut DNA satelit. Yaitu Minisatelit dan
mikrosatelit. Minisatelit berbentuk berkelompok dengan panjang 20 kb, dengan unit-unit
perulangan sampai 25 bp ; mikrosatelit berbentuk berkelompok yang lebih pendek, biasanya
<150 bp dan unit-unit perulangan biasanya sebesar 13 bp atau kurang.

2. Genom Wide Pengulangan yang Berseling

5
Sekuen DNA Tendem berseling membentuk hampir di sebagian besar genom manusia.
Pengulangan yang berselang-seling muncul dengan suatu mekanisme berbeda, apa dapat
mengakibatkan salinan suatu unit pengulangan yang muncul di dalam genome pada suatu
posisi yang jauh dari penempatan dari urutan asli. Yang paling sering cara ini terjadi adalah
dengan perubahan, dan pengulangan yang berselang-seling sudah tidak bisa dipisahkan dari
aktivitas transpositional.

Transposisi melalui RNA intermediet

Sebagian besar dari transposon ini merupakan retrotransposon, yaitu elemen yang dapat
ditranspos yang berpindah-pindah di dalam suatu genom dengan menggunakan suatu
intermediet RNA, transkrip dari DNA retrotransposon. Agar dapat masuk ke tempat lain,
retrotransposon RNA harus dikonversi balik menjadi DNA. Ini dikerjakan oleh enzim
transkripse balik, yang dikode didalam retrotransposon sendiri, bersama dengan suatu enzim
yang mengkatalisis inversi pada tempat baru.

DNA transposon

Tidak semua transposon memerlukan RNA intermediet, kebanyakan itu mampu menstranmos
banyak RNA direct menjadi DNA maner. Ada dua mekanisme transposisi yang jelas. Pertama,
salah satunya merupakan interaksi langsung antara donor transposon dan daerah target
menghasilkan copy elemen donor (Replikatif Transposisis). Kedua, merupakan pemotongan
elemen dan penyatuan kembali bagian yang baru (Transposisi komservatif) kedua mekanisme
ini memerlukan enzim yang biasanya dikode oleh gen dalam Transposon.

C. REGULASI EKSPRESI GEN EUKARIOTIK


Regulasi ekspresi gen eukariotik dapat berlangsung di berbagai tahap aliran informasi
genetik, mulai dari DNA sampai protein. Sebuah sel dapat mengendalikan protein yang
dibuatnya dengan jalan:

 mengatur kapan dan berapa sering sebuah gen ditranskripsikan (kontrol


transkripsi),

6
 mengatur bagaimana mRNA hasil transkripsi dipotong atau diproses (kontrol prosesing
mRNA),

 menentukan mRNA mana yang akan diekspor dari nukleus ke sitosol (kontrol lokalisasi
dan transport RNA),

 secara selektif mendegradasi molekul mRNA tertentu (kontrol degradasi RNA),

 memilih mRNA mana yang ditranslasikan oleh ribosom (kontrol translasi), dan

 secara selektif mengaktivasi atau mendeaktivasi protein setelah disintesis (kontrol


aktivitas protein). Namun demikian, sama seperti pada sel-sel prokaritik, regulasi utama
ekspresi gen eukariotik adalah kontrol pada tahap inisiasi transkripsi.

D. REGULASI TRANSKRIPSI
Regulasi Transkripsi Sebagaimana pada sel-sel bakteri, transkripsi dalam sel-sel eukariotik
dikendalikan melalui pengikatan protein-protein tertentu pada sekuens regulator spesifik pada
DNA, yang akhirnya akan memodulasi aktivitas RNA polimerase.Regulasi ekspresi gen pada
berbagai jenis sel-sel eukariotik dalam tubuh organisme multiselular yang sudah berdiferensiasi
secara paripurna ini sangat rumit. Hal ini dilakukan terutama melalui kombinasi aksi berbagai
jenis protein regulator transkripsi.Akan tetapi, ada perbedaan mendasar antara regulasi
transkripsi pada sel prokariotik dan eukariotik. Kalau pada sel-sel prokariotik, protein represor
akan menduduki sekuens operator sehingga transkripsi tidak dapat dimulai, sebaliknya pada sel-
sel eukariotik, protein-protein regulator transkripsi justru berperan untuk mempermudah aktivitas
RNA polimerase, antara lain dengan jalan mengubah densitas atau posisi nukleosom sehingga
sekuens promoter lebih terekspos dan dengan demikian lebih mudah dikenali dan diikat oleh
RNA polimerase.

Jadi, dapat dikatakan bahwa pada sel-sel prokariotik, posisi dasar (ground state) gen adalah
“on”, artinya siap untuk ditranskripsikan. Apabila ada protein represor, maka transkripsi akan
terhambat. Sebaliknya, pada sel-sel eukariotik, posisi dasar (ground state) gen adalah “off”,
artinya tidak siap untuk ditranskripsikan. Justru, protein regulator diperlukan untuk mengubah
posisi “off” menjadi “on” (gen siap ditranskripsikan).

7
Regulasi transkripsi merupakan mekanisme terintegrasi yang melibatkan sekuens sekuens
yang bekerja secara cis (cis-acting sequences) dan faktor-faktor yang bekerja secara trans (trans-
acting factors). Cis-acting sequence umumnya terdapat di arah 5' dari situs awal transkripsi
(transcriptional start site). Sekuens-sekuens ini merupakan substrat atau pasangan dari trans-
acting factors. Faktor-faktor ini membentuk ikatan dengan cis-acting sequences dan
mempersiapkan DNA dan lingkungannya untuk siap melakukan transkripsi. Karena trans-acting
factors merupakan protein, maka faktor-faktor ini juga harus dikode oleh gen-gen dalam DNA.
Dan gen-gen ini juga dapat dikendalikan oleh interaksi antara cis-acting sequences dan trans-
acting factors. Interaksi antara gen dan cis-acting sequences dan trans-acting factors merupakan
alur tahapan-tahapan dalam peristiwa genetik.

E. CIS-ACTING SEQUENCES
Sekuens yang berada di arah 5' dari situs awal atau start site transkripsi ini merupakan
bagian yang paling penting dalam inisiasi transkripsi. Disinilah dibentuk kompleks transkripsi.
Secara umum, bagian ini disebut “sekuens promoter”. Dalam genom eukariotik terdapat
beberapa sekuens yang sangat dikonservasi, salah satu di antaranya adalah yang dikenal sebagai
“TATA Box”. Sekuens ini terletak sekitar 30 ke arah upstream (-30) dari situs awal transkripsi,
dan merupakan satu-satunya sekuens yang mutlak ada dalam sekuens promoter. Sekuens lain
yang juga sering ditemukan dalam promoter, tetapi tidak selalu ada, adalah sekuens CCAAT
(disebut “CAT Box”) dan “Box GC”. Karena mutan dari ketiga sekuens ini hanya
mengekspresikan mRNA dalam jumlah sangat kecil, maka diperkirakan ketiganya merupakan
sekuens yang sangat penting dalam kompleks transkripsi.

F. TRANS-ACTING FACTORS
Trans-acting factors secara fungsional memiliki dua domain. Domain pertama dibutuhkan
untuk berikatan dengan DNA, dan domain yang kedua dibutuhkan untuk aktivasi transkripsi.
Ada beberapa kelas trans-acting factors yang sudah dikenal, dan seluruhnya mengaktivasi
transkripsi dengan jalan berikatan dengan DNA pada sekuens promoter.

8
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Sekuen DNA repetitif merupakan salah satu aspek struktur Genom yang terjadi pada semua
organisme, termasuk pada manusia. DNA repetitif adalah sekuens DNA yang mengalami
pengulangan dua atau lebih salinan sekuens yang serupa atau sama secara berurutan. Pada
umumnya, DNA repetitif pada manusia terletak pada kromosom.

DNA Repetitif Tendem biasa ditemukan pada eukariot tetapi ditemukan juga pada prokariot
dalam jumlah yang sedikit. DNA repetitif ini disebut DNA satelit, karena DNA ini seperti pita
“satelit” di dalam tabung sentrifuge. Pita satelit berisi segmen-segmen DNA repetitif, dan
karenanya memiliki kandungan GC dan berat jenis yang ringan .47 Hampir seluruh bagian dari
DNA satelit suatu genom terletak pada telomer kromosom dan telomer kromosom, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa DNA ini memainkan peranan structural pada kromosom.

B. SARAN
Saran dari kelompok kami, akan lebih baik jika kita semua lebih banyak membaca serta mencari
tahu mengenai DNA Repetitif. Karena materi tersebut sangat penting untuk bekal setelah selesai
pendidikan nanti. Mohon maaf untuk ketidaksempuranaanya makalah kami. Terima kasih.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://theayustitia.wordpress.com/2008/09/26/contoh-contoh-spesifik-kandungan-repetitif-
genom-manusia/

https://ramaninote.wordpress.com/2015/10/31/genetika-organisasi-
genom/amp/#aoh=16189861509185&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s

https://www.academia.edu/37983798/TUGAS_MAKALAH_BIOTEKNOLOGI_HASIL_T
ERNAK_LANJUTAN_METODE_REP_PCR_Repetitive_Genomic_Sequences_Polymeras
e_Chain_Reaction

http://repository.unas.ac.id/1546/1/Lamp.%20A33-Diktat-Biomol-Regulasi%20Ekspresi
%20gen.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai