Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“ASPEK HUKUM DAN ETIK DALAM KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT”

Dosen pembimbing :

Ns. Revi Neini Ikbal. M.Kep

Oleh Kelompok 1

1. Dede Rahma Aldany


2. Fanny Zarani
3. Marsya Fauziah
4. Maya Febrianti
5. Monika Aulia Yasandi
6. Nadia Abde Pertiwi
7. Rahmah Putri R.H
8. Tesya Nofiniq
9. Yelvi Kesri Yohana
10. Widya Rahma Syari

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

ALIFAH PADANG

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah yang alhamdulillah tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurrna. Oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah.

Terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang membimbing kami dalam


menyelesaikan makalah tentang konsep keluarga sejahtera dan konsep dasar asuhan
keperawatan keluarga. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Padang, Desember 2019

Kelompok 1

1
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Tujuan penulisan ...................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Defenisi moral dan etik...........................................................................................5
B. Prinsip etik .........................................................................................................................5
C. Dilemma etik ......................................................................................................................8
D. Landasan etik keperawatan ................................................................................................9
E. Tanggung jawab etik kegawadaruratan ..............................................................................9
F. Masalah etik kegawadaruratan……………………………………………………10
G. UU terkait kegawatdaruratan ……………………………………………………10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………..14

DAFTARPUSTAKA ……………………………………………………………………..15

ii
2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai suatu profesi , keperawatan memiliki unsur – unsur penting yang


bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan yaitu respon manusia
sebagai fokus telaahan, kebutuhan dasar manusia sebagai lingkup garapan
keperawatan dan kurang perawatan diri merupakan basis intervensi keperawatan baik
akibat tuntutan akan kemandirian atau kurangnya kemampuan.

Keperawatan juga merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat terapeutik


atau kegiatan praktik keperawatan yang memiliki efek penyembuhan terhadap
kesehatan (Susan, 1994 : 80). Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya
yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU Kesehatan No. 23, 1992).

Menurut Effendy (1995), perawatan adalah pelayanan essensial yang


diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan yang
diberikan adalah upaya mencapai derajat kesehatan semaksimal mungkin sesuai
dengan potensi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan di bidang promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan.

Merawat mempunyai suatu posisi sentral. Merawat merupakan suatu kegiatan


dalam ruang lingkup yang luas yang dapat menyangkut diri kita sendiri, menyangkut
sesuatu yang lain dan menyangkut lingkungan. Jika kita merawat sesuatu, kita
menginginkan hasil yang dicapai akan memuaskan. Jadi kita akan selalu berusaha
untuk mencapai sesuatu keseimbangan antara keinginan kita dan hasil yang akan
diperoleh.

Gawat adalah suatu kondisi dimana korban harus segera ditolong apabila tidak
segera di tolong akan mengalami kecacatan atau kematian. Sedangkan, darurat adalah
suatu kondisi dimana korban harus segera di tolong tapi penundaan pertolongan tidak
akan menyebabkan kematian / kecacatan. Sehingga. Effendy (1995), mendefinisikan
perawatan kegawat daruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis.

3
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian moral dan etik
2. Mengatahui prinsip etik
3. Mengatahui dilema etik
4. Mengatahui landasan etika keperawatan
5. Mengatahui tanggung jawab etik kegawatdaruratan
6. Mengatahui Masalah etik pada kegawatdaruratan
7. Mengatahui Undang-undang terkait kegawatdaruratan

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Moral dan Etika


Kata etika berasal dari bahasa Yunani, “Ethos”, atau ”Taetha” yang berarti
tempat tinggal, padang rumput, karakter , watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat
moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah,
tindakan kebajikan dan suara hati. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-
tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan "self
control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Seseorang dikatakan baik atau buruk bukanlah
dilandaskan atas satu tindakannya saja, melainkan atas dasar pola tindakannya secara
umum.
Moral, berasal dari kata latin yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Moral
adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang ,erupakan “ satndar prilaku “
dan “ nilai-nilai “ yang harus diperhatikan bila seseorang menjadi anggota masyarakat
dimana ia tinggal.
Moral mempunyai arti tentang perilaku dan keharusan masayarakat,
sedangkan etika mempunyai arti prinsi-prinsip dibelakan keharusan tersebut.

B. Prinsip Etik
Prinsip-prinsip etika yang relevan harus dipertimbangkan ketika dilema etik
muncul.  Terdapat beberapa prinsip-prinsip etik yang terkait dam pengaturan
perawatan gawat darurat, prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan hormat
dan martabat bagi semua yang terlibat dalam pengambialn keputusan.
1. Menghargai otonomi (facilitate autonomy)
Suatu bentuk hak individu dalam mengatur kegiatan/prilaku dan tujuan
hidup individu. Kebebasan dalam memilih atau menerima suatu tanggung
jawab terhadap pilihannya sendiri. Prinsip otonomi menegaskan bahwa
seseorang mempunyai kemerdekaan untuk menentukan keputusan dirinya
menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian dari apa yang didiperlukan dalam
5
ide terhadap respect terhadap seseorang, menurut prinsip ini adalah menerima
pilihan individu tanpa memperhatikan apakah pilihan seperti itu adalah
kepentingannya. (Curtin, 2002). Permasalahan dari penerapan prinsip ini
adalah adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang dipengaruhi oleh
banyak hal, seperti tingkat kesadaran, usia, penyakit, lingkungan Rumah Sakit,
ekonomi, tersedianya informsi dan lain-lain. Contoh: Kebebasan pasien untuk
memilih pengobatan dan siapa yang berhak mengobatinya sesuai dengan yang
diinginkan.

2. Kebebasan (freedom)
Prilaku tanpa tekanan dari luar, memutuskan sesuatu tanpa tekanan
atau paksaan pihak lain. Bahwa siapapun bebas menentukan pilihan yang
menurut pandangannya sesuatu yang terbaik.
Contoh : Klien dan keluarga mempunyai hak untuk menerima atau
menolak asuhan keperawatan yang diberikan.

3. Kebenaran (Veracity)
Melakukan kegiatan/tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika
yang tidak bertentangan (tepat, lengkap). Suatu kewajiban untuk mengatakan
yang sebenarnya atau untuk tidak membohongi orang lain. Kebenaran
merupakan hal yang fundamental dalam membangun hubungan saling percaya
dengan pasien. Perawat sering tidak memberitahukan kejadian sebenarnya
pada pasien yang memang sakit parah. Namun dari hasil penelitian pada
pasien dalam keadaan terminal menjelaskan bahwa pasien ingin diberitahu
tentang kondisinya secara jujur.
Contoh : Tindakan pemasangan infus harus dilakukan sesuai dengan
SOP yang berlaku dimana klien dirawat.

4. Keadilan (Justice)
Hak setiap orang untuk diperlakukan sama . Merupakan suatu prinsip
moral untuk berlaku adil bagi semua individu. Artinya individu mendapat
tindakan yang sama mempunyai kontribusi yang relative sama untuk kebaikan
kehidupan seseorang. Prinsip dari keadilan menurut beauchamp dan childress
adalah mereka uang sederajat harus diperlakukan sederajat, sedangkan yang
6
tidak sederajat diperlakukan secara tidak sederajat, sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Ketika seseorang mempunyai kebutuhan kesehatan yang besar, maka
menurut prinsip ini harus mendapatkan sumber-sumber yang besar pula,
sebagai contoh: Tindakan keperawatan yang dilakukan seorang perawat baik
dibangsal maupun di ruang VIP harus sama.

5. Tidak Membahayakan (Nonmaleficence)


Tindakan/ prilaku yang tidak menyebabkan kecelakaan atau
membahayakan orang lain.(Aiken, 2003). Contoh : Bila ada klien dirawat
dengan penurunan kesadaran, maka harus dipasang side driil.

6. Kemurahan Hati (Benefiecence)


Menyeimbangkan hal-hal yang menguntungkan dan
merugikan/membahayakan dari tindakan yang dilakukan. Melakukan hal-hal
yang baik untuk orang lain. Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik
dan tidak merugikan orang lain/pasien. Prinsip ini sering kali sulit diterapkan
dalam praktek keperawatan. Berbagai tindakan yang dilakukan sering
memberikan dampak yang merugikan pasien, serta tidak adanya kepastian
yang jelas apakah perawat bertanggung jawab atas semua cara yang
menguntungkan pasien.Contoh: Setiap perawat harus dapat merawat dan
memperlakukan klien dengan baik dan benar.

7. Kesetiaan (fidelity)
Memenuhi kewajiban dan tugas dengan penuh kepercayaan dan
tanggung jawab, memenuhi janji-janji. Veatch dan Fry mendifinisikan sebagai
tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan. Tanggung jawab
dalam konteks hubungan perawat-pasien meliputi tanggung jawab menjaga
janji, mempertahankan konfidensi dan memberikan perhatian/kepedulian.
Peduli kepada pasien merupakan salah satu dari prinsip ketataatan. Peduli
pada pasien merupakan komponen paling penting dari praktek keperawatan,
terutama pada pasien dalam kondisi terminal . Rasa kepedulian perawat
diwujudkan dalam memberi asuhan keperawatan dengan pendekatan
individual, bersikap baik, memberikan kenyamanan dan menunjukan
7
kemampuan profesional. Contoh: Bila perawat sudah berjanji untuk
memberikan suatu tindakan, maka tidak boleh mengingkari janji tersebut.

C. Dilema Etik
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua (atau lebih) landasan
moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu
kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip.
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat
menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi
banyak rintangan untuk melakukannya.
Nilai-nilai, keyakinan dan filosofi individu memainkan peranan penting pada
pengambilan keputusan etik yang menjadi bagian tugas rutin perawat. Peran perawat
ditantang ketika harus berhadapan dengan masalah dilema etik, untuk memutuskan
mana yang benar dan salah; apa yang dilakukannya jika tak ada jawaban benar atau
salah; dan apa yang dilakukan jika semua solusi tampak salah.
Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional.
Kerangka pemecahan dilema etik adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan data dasaR
2. Mengidentifikasi konflik
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
4. Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
6. Membuat keputusan

Dilema sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara


dua atau lebih prinsip etis. Penetapan keputusan terhadap satu pilihan, dan harus
membuang yang lain menjadi sulit karena keduanya sama-sama memiliki kebaikan
dan keburukan apalagi jika tak satupun keputusan memenuhi semua kriteria.
Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan adanya dampak emosional
seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional.

D. Landasan Aspek Legal Keperawatan


Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan. Aspek
legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan
8
kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu
Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik
Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.
Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan.
Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga
kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga
berjenjang.
Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam
bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi
kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen
Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran.
Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau
kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing-masing.

E. Tanggung jawab Etika Dalam Keperawatan Gawat Darurat


Selain kewajiban etik perawat pada keperawatan kritis harus memiliki
tanggung jawab dan tanggunggugat kepada pasien beberapa masalah hukum yang
melibatkan perawat diantaranya:
1. Lisensi
Perawat yang terlibat dalam keperawatn kritis harus memiliki lisensi
sebagai standar bahwa perawat tersebut dapat bertanggung jawab dan
bertanggung gugat terhadap pasien yang ditangani.  Lisensi ini dibutuhkan
pada keperawatan gawat darurat diantaranya lisensi dari PPNI yang
didapatkan dengan melalui ujian kompetensi, lisensi pelatihan keperawatn
gawat darurat (pelatihan PPGD) .

2. Tuntutan perkara
Perawat dalam melaksanakan perawatn kritis harus memperhatikan
segala prosedur yang ada.  Ketika perawat tidak dapat melaksanakan tugas
dengan benar maka akan terjadi tuntutan atau masalah-masalah hukum. 
Masalah hukum yang dapat dihadapi dapat berupa pidana atau perdata.  Oleh
karena itu perawat kritis dalam melakukan keperawatan gawat darurat atau
kritis harus bersikap baik pada pasien ataupun keluarga.

9
F. Masalah Etik Pada Kegawatdaruratan
1. Informed consent
Implementasi dari informed consent terdiri dari tiga unsur yakni kompetensi,
sukarela, dan pengungkapan informasi. Kompetensi mengacu pada kemampuan
seseorang untuk memahami informasi mengenai perawatan medis atau perawatan
yang diusulkan. Kemampuan pasien untuk memahami informasi yang relevan
merupakan prasyarat penting untuk partisipasi pasien dalam proses pengambilan
keputusan dan harus dievaluasi secara cermat sebagai bagian dari proses informed
consent. Pasien memberikan informed consent harus bebas dari rasa tertekan
(paksaan). Pasien kritis / gawat darurat biasanya tidak memiliki kapasitas mental
untuk memberikan informed consent karena sifat penyakit atau pengobatan yang
dilakukan. Jika pasien tidak mampu secara mental, maka informed consent
diperoleh dari keluarga terdekat atau pihak yang ditunjuk oleh penasehat hukum
pasien.
Persetujuan harus diberikan secara sukarela, tanpa paksaan atau penipuan,
untuk persetujuan secara hukum yang mengikat. Sukarela yang dimaksudkan
termasuk kebebasan dari tekanan anggota keluarga, penyedia layanan kesehatan,
dan penanggung jawab biaya. Orang yang melakukan persetujuan harus berdasarkan
pada keputusan mereka pada pengetahuan yang cukup. Informasi dasar dianggap
perlu untuk pengambilan keputusan, meliputi:
a. Diagnosis masalah kesehatan pasien yang spesifik.
b. Durasi dan tujuan dari pengobatan atau prosedur yang diusulkan.
c. Kemungkinan kesembuhan dari intervensi yang diusulkan.
d. Manfaat dari intervensi medis atau keperawatan.
e. Potensi risiko yang umumnya dianggap berbahaya
f. Alternatif intervensi dan kelayakannya.
g. Prognosis jangka pendek dan jangka panjang jika tidak bersedia dilakukan
intervensi yang diusulkan.

Tugas perawat tidak memberikan informasi pada pasien untuk memperoleh


informed consent, karena itu adalah peran dokter yang menangani pasien tersebut.
Tanggung jawab perawat adalah untuk menyaksikan penandatanganan pada
informed consent. Jika pasien belum jelas mengenai keterangan informed concent
atau penjelasan-penjelasan yang berhubungan dengan kondisi kesehatan dan
10
pengobatan yang diusulkan perewat berkewajiban untuk menerangkan kembali
sehingga pasien itu paham. Walaupun kadang kala itu akan mengganggu hubungan
antara perawat dengan tim medis tertentu. Penjelasan yang diberikan perawat ini
berdasarkan dari prinsip etik dan peran perawat.

2. Keputusan mengenai tindakan mempertahankan hidup


Bagi pasien yang menderita masalah kesehatan yang menyangkut
kelangsungan dan kualitas hidup diperlukan keputusan yang tidak
mengesampingkan hak-hak dari pasien.  Masalah-masalah kritis seperti koma,
kematian otak, CPR dan DNR biasanya banyak memerlukan keputusan yang
menyangkut dilema etik.  Keputusan yang diambil oleh tenaga medis harus sesuai
dengan keinginan dan keputusan yang telah disepakati dengan keluarga.

3. Masalah Kematian Dan Menjelang Ajal


a. Patient self- determinatioan Act
Perawat dan pasien harus lebh awal dalam mendiskusikan surat resmi
(advance directives) dari pasien ketika kesehatan pasien masih dalam kondisi
yang lebih baik tidak dalam masa keritis. Hal ini dikarenakan keputusan yang
akan diambil akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk mendiskusikan
proses pembuatan keputusan. Perawat harus menghormati keputusan dan
keingnan pasien dalam mengakhiri hidupnya, perawat juga harus menghormati
persepsi pasien mengenai kualitas hidup dalam perawatan diakhir hidupnya
dan menurut keyakinan atau adat dar masing – masing pasien.
b. Advance directive          
Pengajuan surat resmi adalah komunikasi spesifik tentang tindakan
medic yang dipilih oleh pasien.beberapa tipe pengajuan surat resmi yang biasa
ada yaitu surat perintah untuk melakukan DNR, perintah menghentikan
kehidupan, surat wasiat dll.hal ini penting bag perawat untuk mengetahui jenis
surat atau perintah yang ditandatangani atau dimiliki pasien dan pengajuan itu
harus didikuti. Jika hal ini tidak dipatuhi atau dilaksanakan akan
mengakibatkan gugatan.

4. Transplantasi Organ dan jaringan

11
Metode bedah semakin berkembang dan terapi obat immunosupresive semakin
efektif dalam meningkatkan jumlah maupun jenis organ dan jaringan yang berhasil
ditransplantasikan .
Profesi perawatan kritis atau gawat darurat harus memastikan bahwa
keputusan untuk menarik perawatan diri dibuat secara terpisah dari keputusan untuk
menyumbangkan organ. Disamping itu, donor jantung setelah kematian sering
dilakukan dalam operasi. anggota perawatan kritis perlu membuat rencana
perawatan pasien meninggal sebagai mana mestinya. pendonor harus meninggal
sesuai dengan kebijakan rumah sakit yang ditentukan sebelum pengadaan organ.
Tidak adanya proses pengadaan organ menjadi penyebab langsung kematian.

G. Undang-Undang Terkait Kegawatdaruratan


1. Dalam Undang undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009 Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 Ayat (1) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna  yang menyediakan pelayanan rawat Inap, Rawat
Jalan dan Rawat Darurat.  Ini membuktikan bahwa rumah sakit wajib
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien atau penderita dengan arti
kata setiap rumah sakit wajib memiliki sarana, pra sarana dan SDM dalam
pengelolaan pelayanan gawat darurat, ini membuktikan adanya kepastian hukum
dalam pelayanan gawat darurat di rumah sakit”. Gawat darurat adalah suatu
kondisi klinik yang memerlukan pelayanan medis. Gawat  Darurat medis adalah
suatu kondisi dalam pandangan penderita, keluarga, atau siapapun yang
bertanggung jawab dalam membawa penderita  ke rumah sakit memerlukan
pelayanan medis segera. Penderita gawat darurat memerlukan pelayanan yang
cepat, tepat, bermutu dan terjangkau. (Etika dan HukKesehatan,  Prof.Dr.Soekijo
Notoatmojo 2010).
2. Kepmenkes RI Nomor  1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang  Registrasi dan
Praktik Keperawatan, Pasal 20, Dalam darurat yang mengancam jiwa
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan
diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, Pelayanan dalam
keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditujukan untuk
penyelamatan jiwa. 
3. Permenkes Nomor RI HK.02.02.MENKES/148/2010, tentang regitrasi dn izin
praktik keperawatan Pasal 10 Ayat (1), Dalam darurat yang mengancam jiwa
12
seseorang/pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan
diluar kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal  8, Pasal 11 poin (a)
Perawat berhak Memperoleh perlindungan hukum.
4. Permenkes Nomor  152/Menkes/Per/IV/2007  Tentang Izin dan penyelenggaran
Praktik Kedokteraan dan kedokteran Gigi, BAB III Pasal  15 Ayat  (I), Dokter
dan dokter Gigi dapat memberilan pelimpahan suatu tindakan kedokteran  dan
tindakan  kedokteran gigi  , kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatn lainnya
secara tertulis.  

Landasan Hukum Pelayanan Gawat Darurat

a. UU NO 9 Tahun 1960 Pokok Kesehatan


b. UU NO 6 Tahun 1963 Tenaga Kesehatan
c. UU NO 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
d. UU NO 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
e. UU NO 36 Tahun  2009 Kesehatan
f. UU NO 44 TAHUN 2009 Rumah sakit
g. PP NO 32 TAHUN 1996 Tenaga Kesehatan
h. PP NO 51 Tahun  2009 Pekerjaan Kefarmasian
i. Berbagai Peraturan Menteri Kesehatan

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kegiatan kegawatan daruratan sehari hari dan bencana peran perawat
sangat signifikan oleh sebab itu pengembangan pengetahuan dan
keterampilan  keperawatan khususnya tentang gawat darurat dan bencana harus terus
menerus dikembangkan, disisi lain tuntutan akan kepastian hukum legalitas perawat
profesional juga harus ditempatkan secara proporsional dengan arti kata adanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Disamping wajib dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi profesi
kesehatan juga mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya,
dan diwajibkan juga untukmengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam
meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan pelayanan kesehatan secara
maksimal, bagi perawat tanggap darurat tentu saja diharuskan memiliki keterampilan
kegawat-daruratan, semisalnya pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD), pelatihan
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Nursing Emergency, General Emergency
Life Support, Manajemen Bencana, simulasi tanggap darurat dan lain sebagainya,
sebagai bagian dari kompetensi perawat tanggap darurat. (Materi dari berbagai
sumber).

14
DAFTAR PUSTAKA

Adhelia dikutip pada jum’at 9 Mei 2014 Dilema Etik dalam Keperawatan Kritis

Guwandi,J. (2002). Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta : Balai
penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Klein, Sole. 2009. Critical Care Nursing: fifth edition. Unitide Site of America: Sevier.

Potter & Perry. 2005.  Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek.
EGC; Jakarta.

Aziz, Alimul Hidayat. 2002. Keperawatan Kegawat Daruratan. Jakarta: EGC.

Rizka, Aditya.2012.mengkaji Kebutuhan Pasien


Kritis. (http://theadityarizka.blogspot.com/2012/10/mengkaji-kebutuhan-promosi-
kesehatan.html). Diakses tanggal 31 Agustus 2014

Smeltzer dan Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.

Soekidjo, Notoatmodjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kegawat Daruratan. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Wahit Iqbal Mubarak, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan (Kegawat Daruratan). Jakarta: CV


Sagung Seto.

15

Anda mungkin juga menyukai