Anda di halaman 1dari 15

PEMIKIRAN KONTEMPORER TEOLOGI PENGHARAPAN

PAPER

Dibuat sebagai salah satu persyaratan kelulusan mata kuliah


TEOLOGIA KONTEMPORER
Program Studi S-2 Jurusan Teologi/Kependetaan
Dosen: Dr. Mariani Febriana Lere Dawa, Th.M..

Oleh:

YEREMIA
NIM: 516072012

SEKOLAH TINGGI ALKITAB SURABAYA

FEBRUARI 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Isu

Teologi ini lahir ditengah situasi kegelapan eksistensial dari ditahun 1960-
an. Pada tahun-tahun ini berkembang suatu pemikiran dan gerakan Allah sudah
mati, sehingga menimbulkan arus ketakutan manusia akan bangkitnya Atheisme
Kristen. Ditengah situasi tersebut seorang teolog muda Jerman naik ke panggung
sejarah dengan mengusung suatu teologi, yang disebut teologi pengharapan atau
teologi masa depan. Teolog pengharapan tidak setuju dengan teolog sekular dalam
konsep mereka mengenai dunia, secara khusus dunia sebagai sejarah, sebagai
satu-satunya wilayah yang ada dan didunia inilah menjadi dasar dari wahyu. 1
Bukannya menerima apa yang kelihatannya bagi beberapa orang menjadi
kesimpulan yang tidak terhindarkan bahwa Allah tidak ada lagi didalam dunia
mereka justru membuka pertanyaan kembali atas dasar sejarah yang belum
mencapai penggenapannya. Pertanyaan mengenai Tuhan harus dijawab secara
historis, dan pertanyaan mengenai sejarah dapat dijawab hanya di masa depan.
Masa depan itu berarti kemungkinan, mungkin Allah hidup di masa depan dan
kemungkinan ini harus tetap terbuka. Tidak satupun, termasuk keberadaan Allah
dapat menghapus ketidakmungkinan dari perspektif masa kini. Mereka yang
terbuka dengan keberadaan Allah inilah yang disebut dengan teolog-teolog
Pengharapan, karena mereka tetap membiarkan cahaya pengharapan hidup dalam
teologi mereka. Para teolog Allah sudah mati menegaskan bahwa dalam era
sekuler ini, pertanyaan-pertanyaan mengenai agama tidak lagi relevan.

Lebih lanjut Moltmann berbicara tentang Allah yang ada di depan kita dan
yang akan menjadikan semuanya baru.2 Sekarang Dia dikenal dari janji-janjiNya.
Allah adalah Allah yang mempunyai masa yang akan datang sebagai sifat-Nya

1
Mariani Febriana Lere Dawa, Contemporale et Creativa: Mengenal Secara Singkat Teologi
Kontemporer, (Malang: Media Nusa Creative, 2016), hlm. 83.
2
Ibid., hal. 5.
yang hakiki. Teologi pengharapan Moltmann ingin memikirkan pengharapan
bukan sebagai penghabisan seperti yang disebutkan di dalam dogmatika Kristen
"Eskatologi" melainkan sebagai dasar dan sebagai pola pemikiran yang terus-
menerus mempengaruhi dogmatika Kristen.3 Eskatologi menurut Moltmann
adalah suatu keterbukaan kepada masa yang akan datang. Eskatologi
diinterpretasikan kembali sebagai suatu yang sentral dari doktrin Kristen. Dalam
arti inilah eskatologi dalam teologi pengharapan Moltmann berbeda dengan
eskatologi tradisional sebelumnya. Moltmann menghadirkan eskatologi sebagai
doktrin yang aktif dari pengharapan supaya mampu menjadikan harapan sebagai
alternatif masa depan. Moltmann melihat Gereja sebagai jemaat pengharapan
yang mengalami pengharapan di dalam Allah yang hadir di dalam janji-janjiNya.
Karena masih berada di dunia, maka Gereja dipanggil Allah untuk pergi dan
melayani sesama di dalam dunia, membangun dunia baru sambil menaruh harapan
kepada Kristus.

Perumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
penulis merumuskan permasalahan yang ada di dalam paper ini, yaitu: Pemikiran
Kontemporer Teologi Pengharapan. Pembahasan di dalam paper ini diharapkan
memberikan kontribusi bagi para pembaca agar dapat memberikan pengetahuan
dan membantu mengimplementasikan Teologi Pengharapan yang benar yang
sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.

Metode dan Prosedur Penulisan


Dalam upaya menjelaskan hasil penggalian ini, penulis menggali
kebenaran Firman Tuhan sebagai landasan teori dalam menyoroti Teologi
Pengharapan. Di samping itu, untuk memperkaya pembahasan ini, penulis juga
menggunakan buku-buku penunjang, diktat Stas, dan melakukan studi beberapa
literatur lainnya untuk mendukung uraian di dalam paper ini. Namun, penulis

3
Ibid., hal. 16.
menyadari jika hasil penggalian ini masih jauh dari sempurna dan perlu
dilengkapi pada hari-hari mendatang.

Sistematika Penulisan
Agar pembahasan paper ini menjadi jelas dan dapat dipahami sehingga
memberikan kontribusi bagi para pembaca, maka penulis mensistematikakan
penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan paper yang membahas tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, metode dan prosedur penulisan dan
sistematika penulisan. Bab kedua, menguraikan tentang kerangka isi dari Teologi
Pengharapan. Bab ketiga, menjelaskan tentang evaluasi teologis dari Teologi
Pengharapan secara positif dan negatif. Dan bab keempat, merupakan bagian
penutup yang memuat beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan paper ini.
BAB II
KERANGKA ISI DARI TEOLOGI PENGHARAPAN

Definisi dan Pemahaman Teologi Pengharapan


Teologi Moltmann adalah teologi futuristik di mana Allah adalah bagian
dari masa yang akan datang. Bagi Moltmann kekekalan hilang di dalam waktu.
Allah memenuhi janjinya tentang masa yang akan datang dalam janji sebuah
harapan yang akan diwujudkan. Harapan akan masa depan atau eskatologi
dimengerti sebagai keterbukaan akan masa depan. Masa akan datang adalah suatu
kuantitas yang tidak dikenal baik manusia maupun Allah. Kematian dan
kebangkitan Kristus adalah jaminan Allah akan masa yang akan datang yakni
kebangkitan akhir. Manusia seharusnya tidak pasif dalam menanti masa depan dan
melakukan perubahan masa kini sebagai wujud pengharapan masa datang. Tujuan
gereja adalah membawa perdamaian sosial, melakukan revolusi yang pantas, dan
melakukan pengharapan masa depan pada saat ini. 4

Tema Khas Teologi Feminisme

Berpikir teologis dari segi pengharapan berarti melihat seluruh teologi


dalam terang masa depan Allah.5 Inilah hal yang juga ditegaskan oleh Jurgen
Moltmann. Ia meninggalkan cara menggambarkan Allah sebagai tokoh kekal yang
tanpa bergerak berada pada tempat yang tinggi atau berada di tempat yang
terdalam dari manusia. Mengapa demikian? Karena Allah bukan berada di tempat
yang tinggi atau berada ditempat yang terdalam, tetapi Ia berjalan mendahului kita
dan dari depan menarik kita menuju masa depan. Dia adalah Allah masa depan,
yang mengajar kita berharap. Oleh karena itu, Moltmann menandaskan bahwa
gambaran Allah yang timbul dari pemikiran Yunani harus diganti dengan
gambaran Allah yang timbul dari Perjanjian Lama, yakni Allah sejarah; Allah

4
Ibid., hal. 79-80.
5
Ibid., hal. 136.
yang mencakup segala perkara duniawi, termasuk sosial-politik.6 Perjalanan
bangsa Israel menegaskan bahwa Allah itu adalah Dia yang selalu berjanji
membawa Israel menuju masa depan yang baru. Kesadaran akan Allah seperti
inilah yang menyertai perjalanan bangsa Israel bahkan hingga saat ini. Pemikiran
ini juga hendaknya menjiwai perjalanan hidup orang-orang Kristen saat ini. Di
tengah perjuangan hidup yang ditandai dengan pelbagai tantangan di dunia ini,
hendaknya Allah selalu berada di depan, yang menarik mereka agar mengalami
pembebasan bersama-Nya.

Dalam perjanjian Lama, pelaksanaan janji-janji Allah menguatkan iman


Israel terhadap kesetiaan Allah dan sekaligus membuka harapan terhadap
pelaksanaan janji-janji yang lebih sempurna.7 Pelaksanaan sementara merupakan
antisipasi eskatologis. Maksudnya adalah dalam pelaksanaan janji yang bersifat
sementara itu kepenuhan pelaksanaan janji-janji diantisipasi. Dengan demikian,
selalu ada pengharapan dalam diri orang-orang percaya.

Dalam perjanjian Baru, antisipasi eskatologis itu lebih ditegaskan lagi.


Kerajaan Allah sudah dekat, maka kita harus bertobat dan mengarahkan diri ke
masa depan. Peristiwa sangat penting yang menumbuhkan harapan baru bagi
orang beriman adalah wafat dan kebangkitan Kristus.8 Melalui peristiwa penting
ini, kebangkitan manusia diantisipasi dan dengan demikian menjadi jelas ke arah
mana seluruh dunia berkembang. Bahkan seluruh proses pembangunan dunia dan
masyarakat, segala kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan memainkan peranan
penting karena setiap penyempurnaan dunia harus dilihat sebagai satu tahap dalam
proses pelaksanaan wahyu Allah dan kerajaan-Nya. Mengimani kebangkitan
Kristus berarti bahwa orang kristiani sekarang sudah hidup dari masa depan yang
telah diantisipasi dalam kebangkitan Yesus Kristus.

Berkaitan dengan harapan dalam dinamika sejarah keselamatan manusia,


Jurgen Moltmann menguraikan pemikirannya seperti berikut ini.

6
Ibid.
7
Ibid., hal. 141.
8
Ibid., hal. 191.
Christian eschatology speaks of ‘Christ and his future’. Its language is the
language of promises. It understands history as the reality instituted by promise.
In the light of the
present promise and hope, the as yet unrealized future of the promise stands in
contradiction to given reality. The historic character of reality is experienced in
this contradiction, in the front line between the present and the promised future.
History in all its ultimate possibilities and dangers is revealed in the event of
promise constituted by the resurrection and cross of Christ. We took the promise
contained in this event, in the sense of that which is latent, hidden, prepared and
intended in this event, and expounded it against the background of the Old
Testament history of promise, perceiving at the same time the tendencies of the
Spirit which arise from these insights. The pro- missio of the universal future
leads of necessity to the universal missio of the Church to all nations.9

Jadi, eskatologi itu berbicara tentang Kristus dan masa depan-Nya. Hal ini
berkaitan dengan janji Yesus untuk menyelamatkan dunia. Yang perlu disadari
adalah janji itu memiliki latar belakangnya dalam Perjanjian Lama. Seperti yang
kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah selalu menjanjikan keselamatan
bagi umat Israel. Berkat wafat dan kebangkitan-Nya dari alam maut, Kristus
memberikan harapan baru bagi orang yang percaya; harapan akan keselamatan
kekal sekaligus memanggil para pengikut-Nya untuk mewartakan keselamatan
kepada segala bangsa.
Peristiwa penampakan Yesus yang telah bangkit merupakan pewahyuan
yang menampilkan Kristus yang akan datang dan oleh karena itu dapat
memberikan tugas perutusan kepada para rasul.10 Akan tetapi, perutusan ini hanya
dapat dimengerti dalam terang janji-janji Perjanjian Lama tentang kedatangan
Tuhan dan kebenaran-Nya. Dengan demikian, sejarah keselamatan itu bukan
hanya penting bagi para nabi, tetapi juga teologi yang dianggap oleh Moltman
sebagai penglihatan historis-eskatologis yang diberikan Allah kepada kita dalam
jangka waktu antara peristiwa salib dan parusia Kristus. Konsep ini memiliki
konsekuensi lebih lanjut yakni karena janji Allah hanya mempunyai arti kalau ada
hubungan dengan manusia yang hidup di dunia, teologi yang berlandaskan
Alkitab itu hendaknya selalu berdialog dengan dunia, termasuk ilmu pengetahuan
dan kehidupan sosial-politik.11 Dengan demikian, iman berkembang menjadi
9
Ibid., hal. 146.
10
Bdk. Jurgen Moltman, The Church in the Power of the Spirit, Munich: SCM Press Ltd, 1975,
hal. 166.
11
Ibid., hal. 176.
harapan yang berjuang melawan apa yang negatif di dunia ini sambil menderita,
tetapi tidak pernah putus asa sebab orang Kristen yang memiliki harapan
menerima salib dalam kekuatan kebangkitan.

Moltmann juga menguraikan bahwa harapan kristiani itu bersumber dari


peristiwa kebangkitan dan penampakan Kristus. Tatkala kita mengakui
kebangkitan Kristus, maka kita juga mengakui tindakan Allah di masa depan
untuk mengubah dunia. Tentang hal ini, ia menjelaskannya sebagai berikut.

The Christian hope for the future comes of observing a specific, unique event -- that
of the resurrection and appearing of Jesus Christ. The hopeful theological mind,
however, can observe this event only in seeking to span the future horizon projected
by this event. Hence to recognize the resurrection of Christ means to recognize in
this event the future of God for the world and the future which man finds in this
God and his acts. Wherever this recognition takes place, there comes also a
recalling of the Old Testament history of promise now seen in critical and
transforming light.12

Dengan kata lain, salib dan kebangkitan Kristus adalah intisari iman
kristiani dan ini mendasari pengharapan umat beriman. 13 Iman kristiani hidup dari
kebangkitan Kristus yang disalibkan dan mendambakan masa depan Kristus yang
akan terpenuhi dalam parusia. Pada salib Kristus, kematian manusia mendapat
arti bagi Allah. Manusia Yesus yang wafat pada kayu salib itu adalah Putra Allah,
dan wafatnya Putra Allah itu dirasakan baik oleh Allah Putra maupun Allah
Bapa.14 Pembedaan antarpribadi dalam Allah Tritunggal itu mencakup juga
kematian. Hal ini berlaku juga bagi keesaan dalam pembedaan itu, dan keesaan
terletak dalam Roh Kudus: di dalam Roh Kudus terjadi penyerahan Putra ke
dalam maut, dan karena Roh Kudus itu juga terlaksana kebangkitan Putra ke
dalam kemuliaan.15 Kebangkitan Kristus adalah awal kebangkitan orang-orang
mati.

Menurut Moltmann, arti eskatologis wafat dan kebangkitan Kristus


terletak pada Salib. Salib dipandang sebagai antisipasi murka Allah atas segala
12
Bdk. Id., Theology of Hope, Op.Cit., hal. 125
13
Ibid., hal. 165.
14
Bdk. Jurgen Moltman, The Crucified God, Munich: SCM Press Ltd, 1974, hal. 190.
15
Bdk. Nico Syukur Dister, Op. Cit., hal. 543.
makhluk. Kristus mewakili orang-orang berdosa dan fasik yang terpisah dari
Allah.16 Dengan demikian, Salib Kristus merupakan peristiwa penghakiman
eskatologis. Maksudnya, dalam salib itu pengadilan terakhir sudah terlaksana.
Dalam salib anak-Nya, Allah Bapa menerima kematian supaya manusia dapat
meninggal dalam damai karena mengetahui dengan pasti bahwa dalam kematian
itu ia tidak terpisah dari Allah. Melalui wafat Kristus, Allah sungguh-sungguh
terlibat dalam sejarah manusia dan akan membawa sejarah itu kepada
pemenuhannya, sebagaimana secara antisipasi sudah terlaksana dalam
kebangkitan Kristus.

Peristiwa salib dan kebangkitan Kristus merupakan landasan pengharapan


bagi pengikut Kristus. Maksudnya adalah dengan merenungkan, memahami dan
mengimani misteri Kristus ini, orang-orang Kristen menaruh seluruh perjuangan
hidupnya dengan aneka persoalannya ke dalam penyelenggaraan Kristus. Mereka
yakin bahwa Kristus akan menjadi jaminan hidup. Penderitaan hidup di dunia
akan berakhir dan yang nanti dialami adalah sukacita bersama Kristus yang
bangkit. Kebangkitan Yesus juga meyakinkan mereka bahwa peristiwa itu
(kebangkitan Kristus) adalah antisipasi kebangkitan umat beriman. Dengan kata
lain, peristiwa kebangkitan Kristus menjadi sumber kebangkitan hidup semua
orang percaya dan sebagai sebuah konfirmasi janji yang akan dipenuhi dalam
semuanya, sehingga masalah kematian pun tidak lagi menakutkan.17
Melalui Salib dan kebangkitan Yesus terdapat gambaran yang menarik
tentang ‘persaingan’ antara kematian dan hidup, ketidakhadiran Allah dan
kehadiran Allah.18 Melalui kebangkitan-Nya, Yesus menuju hidup baru, Allah
menciptakan kontinuitas di dalam diskontinuitas yang radikal ini. Selanjutnya
kontradiksi salib dan kebangkitan cocok kepada kontradiksi antara realitas masa
kini dan apa yang Allah janjikan untuk diperbuat-Nya. Pada salib-Nya Yesus
memperkenalkan diri-Nya dengan realitas masa kini dengan segala persoalannya

16
Ibid., hal. 145.
17
Bdk. Jurgen Moltman, Theology of Hope, Op.Cit., hal. 211.
18
Ibid., hal 226.
yakni dosa, penderitaan dan kematian atau apa yang Moltmann katakan adalah
keterkutukkan dan ketidakkekalan.

Pandangan Alkitab Terhadap Teologi Pengharapan

Penyataan
Moltmann melihat penyataan diri Allah di masa depan, tidak pada masa lampau
dan kini. Ia adalah Allah masa depan. Pendapat ini bertentangan dengan
pandangan Alkitab yang menyatakan bahwa Allah itu kekal, yang berkuasa pada
masa lampau, sekarang dan di masa depan (Mzm. 93:2). Tanpa mengakui Allah
yang telah bekerja pada masa lampau dan masa sekarang, orang tidak akan dapat
meyakini janji yang diberikan untuk masa yang akan datang. Justru dengan
melihat karya Allah yang telah dan sedang terjadi maka orang akan yakin bahwa
janji Allah akan dipenuhi. Sementara Pannenberg melihat sejarah sebagai alat
penyataan Allah dan menolak penyataan khusus ada sekarang. Teologi
pengharapan yang dibangun oleh Pannenberg tidak memiliki dasar yang kuat.
Memang betul bahwa Allah berkarya dalam sejarah dan melalui sejarah manusia
dapat melihat bahwa ada Allah yang bekerja. Namun demikian karena sejarah
sehingga kita tidak dapat melupakan penyataan khusus Allah yaitu Yesus Kristus
(1 Kor. 3:11). 

Dosa
Teologi pengharapan hanya melihat dosa sebagai ketidakberpengaharapan. Jelas
sekali dalam seluruh berita Alkitab bahwa dosa adalah pemberontakan kepada
Tuhan. Dosa ini berakibat fatal karena menjauhkan manusia dari Tuhan sebagai
sumber kehidupannya. Akibat dosa dirasakan oleh manusia dan seluruh alam
semesta. Kebangkitan Kristus memulihkan hubungan yang tidak beres dengan
Tuhan. Ketidakberpengharapan pada janji Tuhan hanyalah salah satu bentuk
manifestasi dosa.
Hakikat Allah
Teolog teologi pengharapan mengatakan bahwa Allah menjadi sungguh-sungguh
Allah pada saat janji-Nya sudah digenapi. Allah tidak bergantung pada apapun
juga untuk membuktikan keallahan-Nya. Apakah janji-Nya digenapi atau tidak, Ia
tetaplah Allah. Namun di dalam keseluruhan Alkitab jelas dinyatakan bahwa
Allah selalu menggenapi janji-Nya karena kasih setia-Nya (Mzm. 136). Ia telah
menyatakan diri-Nya dalam sejarah dan diakui oleh manusia sebelumnya bahwa
Ia adalah Allah. Dalam pandangan teolog pengharapan, Allah menjadi satu bagian
dari waktu yang bergerak maju menuju ke masa depan. Allah menyatakan diri
sekarang melalui janji-Nya. Ia beserta segala mahkluk ciptaan bersama
“terperangkap” dalam kurungan waktu yang telah Ia ciptakan. Allah dan manusia
tidak mengenal masa depan. Jika demikian, inti dari pemahaman teolog teologi
pengharapan adalah Allah bukanlah Allah yang berkuasa atas ciptaan-Nya tetapi
justru dikuasai oleh ciptaan-Nya sendiri. Kalau Ia adalah Allah yang dikuasai oleh
waktu maka tentunya Ia tidak dapat memenuhi janji-janji-Nya. Dalam pandangan
Alkitab, Allah adalah Pencipta waktu dan Ia berdiri di luar waktu. Pandangan
tradisional mengatakan bahwa Kristus adalah Allah yang kekal. Ia tidak berubah,
baik kemarin, hari ini, dan selamanya (Ibr. 13:8).  Eskatologi teolog teologi
pengaharapan berpusat pada manusia yang mesti memandang ke masa depan,
bukan pada Yesus Kristus. 

Kebangkitan Kristus
Pandangan teologi pengharapan yang meragukan kebangkitan tubuh Kristus,
berimplikasi pada tidak adanya kuasa yang mampu menyelamatkan seluruh umat
manusia dari kuasa maut. Padahal kematian dan kebangkitan Kristus ini adalah
merupakan jaminan Allah akan adanya kebangkitan yang akan datang. Yaitu suatu
fakta sejarah yang memberi makna pada masa depan bagi orang-orang percaya.
Kristus yang sudah bangkit itu adalah “buah sulung kebangkitan”.
Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati,
sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti
maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati
datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam
persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali
dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya:
Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada
waktu kedatangan-Nya. (1 Kor 15:20-23) Orang-orang itu sangat marah karena
mereka mengajar orang banyak dan memberitakan, bahwa dalam Yesus ada
kebangkitan dari antara orang mati (Kis 4:2). Sementara Pannenberg hanya
mengarahkan perhatian pada Yesus di masa depan. Dalam hal kebangkitan Yesus,
Pannenberg mengatakan bahwa penampakan diri Yesus merupakan awal
berdirinya gereja.

Bab III
EVALUASI TEOLOGIS DARI TEOLOGI FEMINISME
SECARA POSITIF DAN NEGATIF

Teologi Pengharapan telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi


gereja pada masa-masa kesulitan yang dialami dunia saat perang dunia
berlangsung. Namun, di samping sumbangsih yang diberikannya, tidak dapat
dipungkiri bahwa teologi ini juga problematik. Dalam bagian ini, penulis mencoba
untuk mengevaluasi Teologi Pengharapan baik secara negatif maupun positif.

Salah satu hal penting dalam berteologi adalah sumber teologi itu sendiri.
Teolog-teolog Pengharapan beranggapan bahwa teologi mereka bersumber pada
Alkitab yang diinspirasikan. Namun, ternyata yang dimaksud dengan
diinspirasikan Allah menurut mereka tidak sama dengan yang diyakini oleh iman
Kristen tradisional, karena Teologi pengharapan hanya melihat dosa sebagai
ketidakberpengaharapan, Allah menjadi sungguh-sungguh Allah pada saat janji-
Nya sudah digenapi, Pandangan teologi pengharapan yang meragukan
kebangkitan tubuh Kristus, berimplikasi pada tidak adanya kuasa yang mampu
menyelamatkan seluruh umat manusia dari kuasa maut.

Secara positif, Teologi Pengharapan dalam kehidupan tidak bisa dianggap


remeh karena teologi Pengharapan kembali membangkitkan kembali iman
percaya Kristen yang saat itu tengah memudar di dalam gereja maupun
masyarakat sebagai akibat perang dunia yang tengah terjadi sekaligus
mematahkan pandangan Allah sudah mati (God is dead). Dengan demikian,
teologi ini merupakan suatu refleksi kritis atas adanya ketidakpercayaan pada
pekerjaan Allah yang terjadi dalam kehidupan manusia ditengah peperangan
(kesulitan) yang sedang dialami bukan hanya oleh orang Kristen, tetapi juga
seluruh umat manusia. Sehingga manusia tetap melihat bahwa Allah turut bekerja
dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kian hari kian canggih.


Banyak hal yang bisa diciptakan oleh manusia. Bahkan tak jarang orang zaman ini
selalu membanggakan kemampuan hebatnya yang telah menciptakan kemajuan
sangat berarti di dunia ini. Akan tetapi, situasi ini membuat sebagian orang tidak
memerlukan Tuhan lagi, sebab manusia ternyata bisa menciptakan sendiri apa
yang berguna untuk perkembangan dunia. Situasi ini sering kali menimbulkan
persoalan penting pada zaman ini. Antara lain, hal-hal yang berbau keagamaan
disingkirkan. Hal-hal yang tidak bisa dicerna oleh akal budi dianggap tidak nyata
dan khayalan belaka. Kenyataan ini tidak membuat dunia aman atau manusia
mengalami kebahagiaan. Malahan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
mendatangkan malapetaka bagi manusia lain (misalnya, peperangan, bom
meledak di mana-mana).

Dalam terang teologi pengharapan Moltmann, di tengah-tengah situasi di


atas orang-orang kristiani disadarkan kembali akan imannya kepada Kristus. Ia
datang ke dunia untuk memberi harapan baru bagi orang-orang yang menderita.
Karena itu, mereka (gereja) harus melakukan tindakan nyata untuk pelan-pelan
mengubah situasi penderitaan ini. Gereja yang berada di dalam realitas sosial-
politik yang kompleks ini dituntut melindungi individu dan mengarahkan harapan
manusia yang menderita kepada Kristus sang pembebas. Dengan demikian, di
tengah situasi kekacauan dunia saat ini, Gereja hendaknya memiliki pengharapan
kepada Kristus yang disalibkan dan bangkit yang datang menyelamatkan orang-
orang beriman. Akan tetapi, harapan ini harus diwujudkan dalam aksi nyata yakni
bersama-sama membangun dunia ini dan berjuang menyelesaikan aneka
persoalannya.
DAFTAR PUSTAKA

Dawa, Mariani Febriana Lere, Contemporale et Creativa: Mengenal Secara


Singkat Teologi Kontemporer, Malang: Media Nusa Creative, 2016.
Dister, Nico Syukur, Teologi Sistematika II, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Moltmann, Jurgen, The Church in the Power of the Spirit, Munich: SCM Press
Ltd, 1975.

-------------------, Theology of Hope, Munich: SCM Press Ltd, 1965.

-------------------, The Crucified God, Munich: SCM Press Ltd, 1974.

http://people.bu.edu/wwildman/bce/moltmann.htm, diakses 28 Februari 2017

http://www.theopedia.com/Jurgen_Moltmann, diakses 28 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai