PAPER
Oleh:
YEREMIA
NIM: 516072012
FEBRUARI 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Teologi ini lahir ditengah situasi kegelapan eksistensial dari ditahun 1960-
an. Pada tahun-tahun ini berkembang suatu pemikiran dan gerakan Allah sudah
mati, sehingga menimbulkan arus ketakutan manusia akan bangkitnya Atheisme
Kristen. Ditengah situasi tersebut seorang teolog muda Jerman naik ke panggung
sejarah dengan mengusung suatu teologi, yang disebut teologi pengharapan atau
teologi masa depan. Teolog pengharapan tidak setuju dengan teolog sekular dalam
konsep mereka mengenai dunia, secara khusus dunia sebagai sejarah, sebagai
satu-satunya wilayah yang ada dan didunia inilah menjadi dasar dari wahyu. 1
Bukannya menerima apa yang kelihatannya bagi beberapa orang menjadi
kesimpulan yang tidak terhindarkan bahwa Allah tidak ada lagi didalam dunia
mereka justru membuka pertanyaan kembali atas dasar sejarah yang belum
mencapai penggenapannya. Pertanyaan mengenai Tuhan harus dijawab secara
historis, dan pertanyaan mengenai sejarah dapat dijawab hanya di masa depan.
Masa depan itu berarti kemungkinan, mungkin Allah hidup di masa depan dan
kemungkinan ini harus tetap terbuka. Tidak satupun, termasuk keberadaan Allah
dapat menghapus ketidakmungkinan dari perspektif masa kini. Mereka yang
terbuka dengan keberadaan Allah inilah yang disebut dengan teolog-teolog
Pengharapan, karena mereka tetap membiarkan cahaya pengharapan hidup dalam
teologi mereka. Para teolog Allah sudah mati menegaskan bahwa dalam era
sekuler ini, pertanyaan-pertanyaan mengenai agama tidak lagi relevan.
Lebih lanjut Moltmann berbicara tentang Allah yang ada di depan kita dan
yang akan menjadikan semuanya baru.2 Sekarang Dia dikenal dari janji-janjiNya.
Allah adalah Allah yang mempunyai masa yang akan datang sebagai sifat-Nya
1
Mariani Febriana Lere Dawa, Contemporale et Creativa: Mengenal Secara Singkat Teologi
Kontemporer, (Malang: Media Nusa Creative, 2016), hlm. 83.
2
Ibid., hal. 5.
yang hakiki. Teologi pengharapan Moltmann ingin memikirkan pengharapan
bukan sebagai penghabisan seperti yang disebutkan di dalam dogmatika Kristen
"Eskatologi" melainkan sebagai dasar dan sebagai pola pemikiran yang terus-
menerus mempengaruhi dogmatika Kristen.3 Eskatologi menurut Moltmann
adalah suatu keterbukaan kepada masa yang akan datang. Eskatologi
diinterpretasikan kembali sebagai suatu yang sentral dari doktrin Kristen. Dalam
arti inilah eskatologi dalam teologi pengharapan Moltmann berbeda dengan
eskatologi tradisional sebelumnya. Moltmann menghadirkan eskatologi sebagai
doktrin yang aktif dari pengharapan supaya mampu menjadikan harapan sebagai
alternatif masa depan. Moltmann melihat Gereja sebagai jemaat pengharapan
yang mengalami pengharapan di dalam Allah yang hadir di dalam janji-janjiNya.
Karena masih berada di dunia, maka Gereja dipanggil Allah untuk pergi dan
melayani sesama di dalam dunia, membangun dunia baru sambil menaruh harapan
kepada Kristus.
Perumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,
penulis merumuskan permasalahan yang ada di dalam paper ini, yaitu: Pemikiran
Kontemporer Teologi Pengharapan. Pembahasan di dalam paper ini diharapkan
memberikan kontribusi bagi para pembaca agar dapat memberikan pengetahuan
dan membantu mengimplementasikan Teologi Pengharapan yang benar yang
sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
3
Ibid., hal. 16.
menyadari jika hasil penggalian ini masih jauh dari sempurna dan perlu
dilengkapi pada hari-hari mendatang.
Sistematika Penulisan
Agar pembahasan paper ini menjadi jelas dan dapat dipahami sehingga
memberikan kontribusi bagi para pembaca, maka penulis mensistematikakan
penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan paper yang membahas tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, metode dan prosedur penulisan dan
sistematika penulisan. Bab kedua, menguraikan tentang kerangka isi dari Teologi
Pengharapan. Bab ketiga, menjelaskan tentang evaluasi teologis dari Teologi
Pengharapan secara positif dan negatif. Dan bab keempat, merupakan bagian
penutup yang memuat beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan paper ini.
BAB II
KERANGKA ISI DARI TEOLOGI PENGHARAPAN
4
Ibid., hal. 79-80.
5
Ibid., hal. 136.
yang mencakup segala perkara duniawi, termasuk sosial-politik.6 Perjalanan
bangsa Israel menegaskan bahwa Allah itu adalah Dia yang selalu berjanji
membawa Israel menuju masa depan yang baru. Kesadaran akan Allah seperti
inilah yang menyertai perjalanan bangsa Israel bahkan hingga saat ini. Pemikiran
ini juga hendaknya menjiwai perjalanan hidup orang-orang Kristen saat ini. Di
tengah perjuangan hidup yang ditandai dengan pelbagai tantangan di dunia ini,
hendaknya Allah selalu berada di depan, yang menarik mereka agar mengalami
pembebasan bersama-Nya.
6
Ibid.
7
Ibid., hal. 141.
8
Ibid., hal. 191.
Christian eschatology speaks of ‘Christ and his future’. Its language is the
language of promises. It understands history as the reality instituted by promise.
In the light of the
present promise and hope, the as yet unrealized future of the promise stands in
contradiction to given reality. The historic character of reality is experienced in
this contradiction, in the front line between the present and the promised future.
History in all its ultimate possibilities and dangers is revealed in the event of
promise constituted by the resurrection and cross of Christ. We took the promise
contained in this event, in the sense of that which is latent, hidden, prepared and
intended in this event, and expounded it against the background of the Old
Testament history of promise, perceiving at the same time the tendencies of the
Spirit which arise from these insights. The pro- missio of the universal future
leads of necessity to the universal missio of the Church to all nations.9
Jadi, eskatologi itu berbicara tentang Kristus dan masa depan-Nya. Hal ini
berkaitan dengan janji Yesus untuk menyelamatkan dunia. Yang perlu disadari
adalah janji itu memiliki latar belakangnya dalam Perjanjian Lama. Seperti yang
kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah selalu menjanjikan keselamatan
bagi umat Israel. Berkat wafat dan kebangkitan-Nya dari alam maut, Kristus
memberikan harapan baru bagi orang yang percaya; harapan akan keselamatan
kekal sekaligus memanggil para pengikut-Nya untuk mewartakan keselamatan
kepada segala bangsa.
Peristiwa penampakan Yesus yang telah bangkit merupakan pewahyuan
yang menampilkan Kristus yang akan datang dan oleh karena itu dapat
memberikan tugas perutusan kepada para rasul.10 Akan tetapi, perutusan ini hanya
dapat dimengerti dalam terang janji-janji Perjanjian Lama tentang kedatangan
Tuhan dan kebenaran-Nya. Dengan demikian, sejarah keselamatan itu bukan
hanya penting bagi para nabi, tetapi juga teologi yang dianggap oleh Moltman
sebagai penglihatan historis-eskatologis yang diberikan Allah kepada kita dalam
jangka waktu antara peristiwa salib dan parusia Kristus. Konsep ini memiliki
konsekuensi lebih lanjut yakni karena janji Allah hanya mempunyai arti kalau ada
hubungan dengan manusia yang hidup di dunia, teologi yang berlandaskan
Alkitab itu hendaknya selalu berdialog dengan dunia, termasuk ilmu pengetahuan
dan kehidupan sosial-politik.11 Dengan demikian, iman berkembang menjadi
9
Ibid., hal. 146.
10
Bdk. Jurgen Moltman, The Church in the Power of the Spirit, Munich: SCM Press Ltd, 1975,
hal. 166.
11
Ibid., hal. 176.
harapan yang berjuang melawan apa yang negatif di dunia ini sambil menderita,
tetapi tidak pernah putus asa sebab orang Kristen yang memiliki harapan
menerima salib dalam kekuatan kebangkitan.
The Christian hope for the future comes of observing a specific, unique event -- that
of the resurrection and appearing of Jesus Christ. The hopeful theological mind,
however, can observe this event only in seeking to span the future horizon projected
by this event. Hence to recognize the resurrection of Christ means to recognize in
this event the future of God for the world and the future which man finds in this
God and his acts. Wherever this recognition takes place, there comes also a
recalling of the Old Testament history of promise now seen in critical and
transforming light.12
Dengan kata lain, salib dan kebangkitan Kristus adalah intisari iman
kristiani dan ini mendasari pengharapan umat beriman. 13 Iman kristiani hidup dari
kebangkitan Kristus yang disalibkan dan mendambakan masa depan Kristus yang
akan terpenuhi dalam parusia. Pada salib Kristus, kematian manusia mendapat
arti bagi Allah. Manusia Yesus yang wafat pada kayu salib itu adalah Putra Allah,
dan wafatnya Putra Allah itu dirasakan baik oleh Allah Putra maupun Allah
Bapa.14 Pembedaan antarpribadi dalam Allah Tritunggal itu mencakup juga
kematian. Hal ini berlaku juga bagi keesaan dalam pembedaan itu, dan keesaan
terletak dalam Roh Kudus: di dalam Roh Kudus terjadi penyerahan Putra ke
dalam maut, dan karena Roh Kudus itu juga terlaksana kebangkitan Putra ke
dalam kemuliaan.15 Kebangkitan Kristus adalah awal kebangkitan orang-orang
mati.
16
Ibid., hal. 145.
17
Bdk. Jurgen Moltman, Theology of Hope, Op.Cit., hal. 211.
18
Ibid., hal 226.
yakni dosa, penderitaan dan kematian atau apa yang Moltmann katakan adalah
keterkutukkan dan ketidakkekalan.
Penyataan
Moltmann melihat penyataan diri Allah di masa depan, tidak pada masa lampau
dan kini. Ia adalah Allah masa depan. Pendapat ini bertentangan dengan
pandangan Alkitab yang menyatakan bahwa Allah itu kekal, yang berkuasa pada
masa lampau, sekarang dan di masa depan (Mzm. 93:2). Tanpa mengakui Allah
yang telah bekerja pada masa lampau dan masa sekarang, orang tidak akan dapat
meyakini janji yang diberikan untuk masa yang akan datang. Justru dengan
melihat karya Allah yang telah dan sedang terjadi maka orang akan yakin bahwa
janji Allah akan dipenuhi. Sementara Pannenberg melihat sejarah sebagai alat
penyataan Allah dan menolak penyataan khusus ada sekarang. Teologi
pengharapan yang dibangun oleh Pannenberg tidak memiliki dasar yang kuat.
Memang betul bahwa Allah berkarya dalam sejarah dan melalui sejarah manusia
dapat melihat bahwa ada Allah yang bekerja. Namun demikian karena sejarah
sehingga kita tidak dapat melupakan penyataan khusus Allah yaitu Yesus Kristus
(1 Kor. 3:11).
Dosa
Teologi pengharapan hanya melihat dosa sebagai ketidakberpengaharapan. Jelas
sekali dalam seluruh berita Alkitab bahwa dosa adalah pemberontakan kepada
Tuhan. Dosa ini berakibat fatal karena menjauhkan manusia dari Tuhan sebagai
sumber kehidupannya. Akibat dosa dirasakan oleh manusia dan seluruh alam
semesta. Kebangkitan Kristus memulihkan hubungan yang tidak beres dengan
Tuhan. Ketidakberpengharapan pada janji Tuhan hanyalah salah satu bentuk
manifestasi dosa.
Hakikat Allah
Teolog teologi pengharapan mengatakan bahwa Allah menjadi sungguh-sungguh
Allah pada saat janji-Nya sudah digenapi. Allah tidak bergantung pada apapun
juga untuk membuktikan keallahan-Nya. Apakah janji-Nya digenapi atau tidak, Ia
tetaplah Allah. Namun di dalam keseluruhan Alkitab jelas dinyatakan bahwa
Allah selalu menggenapi janji-Nya karena kasih setia-Nya (Mzm. 136). Ia telah
menyatakan diri-Nya dalam sejarah dan diakui oleh manusia sebelumnya bahwa
Ia adalah Allah. Dalam pandangan teolog pengharapan, Allah menjadi satu bagian
dari waktu yang bergerak maju menuju ke masa depan. Allah menyatakan diri
sekarang melalui janji-Nya. Ia beserta segala mahkluk ciptaan bersama
“terperangkap” dalam kurungan waktu yang telah Ia ciptakan. Allah dan manusia
tidak mengenal masa depan. Jika demikian, inti dari pemahaman teolog teologi
pengharapan adalah Allah bukanlah Allah yang berkuasa atas ciptaan-Nya tetapi
justru dikuasai oleh ciptaan-Nya sendiri. Kalau Ia adalah Allah yang dikuasai oleh
waktu maka tentunya Ia tidak dapat memenuhi janji-janji-Nya. Dalam pandangan
Alkitab, Allah adalah Pencipta waktu dan Ia berdiri di luar waktu. Pandangan
tradisional mengatakan bahwa Kristus adalah Allah yang kekal. Ia tidak berubah,
baik kemarin, hari ini, dan selamanya (Ibr. 13:8). Eskatologi teolog teologi
pengaharapan berpusat pada manusia yang mesti memandang ke masa depan,
bukan pada Yesus Kristus.
Kebangkitan Kristus
Pandangan teologi pengharapan yang meragukan kebangkitan tubuh Kristus,
berimplikasi pada tidak adanya kuasa yang mampu menyelamatkan seluruh umat
manusia dari kuasa maut. Padahal kematian dan kebangkitan Kristus ini adalah
merupakan jaminan Allah akan adanya kebangkitan yang akan datang. Yaitu suatu
fakta sejarah yang memberi makna pada masa depan bagi orang-orang percaya.
Kristus yang sudah bangkit itu adalah “buah sulung kebangkitan”.
Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati,
sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti
maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati
datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam
persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali
dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya:
Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada
waktu kedatangan-Nya. (1 Kor 15:20-23) Orang-orang itu sangat marah karena
mereka mengajar orang banyak dan memberitakan, bahwa dalam Yesus ada
kebangkitan dari antara orang mati (Kis 4:2). Sementara Pannenberg hanya
mengarahkan perhatian pada Yesus di masa depan. Dalam hal kebangkitan Yesus,
Pannenberg mengatakan bahwa penampakan diri Yesus merupakan awal
berdirinya gereja.
Bab III
EVALUASI TEOLOGIS DARI TEOLOGI FEMINISME
SECARA POSITIF DAN NEGATIF
Salah satu hal penting dalam berteologi adalah sumber teologi itu sendiri.
Teolog-teolog Pengharapan beranggapan bahwa teologi mereka bersumber pada
Alkitab yang diinspirasikan. Namun, ternyata yang dimaksud dengan
diinspirasikan Allah menurut mereka tidak sama dengan yang diyakini oleh iman
Kristen tradisional, karena Teologi pengharapan hanya melihat dosa sebagai
ketidakberpengaharapan, Allah menjadi sungguh-sungguh Allah pada saat janji-
Nya sudah digenapi, Pandangan teologi pengharapan yang meragukan
kebangkitan tubuh Kristus, berimplikasi pada tidak adanya kuasa yang mampu
menyelamatkan seluruh umat manusia dari kuasa maut.
PENUTUP
Moltmann, Jurgen, The Church in the Power of the Spirit, Munich: SCM Press
Ltd, 1975.