Anda di halaman 1dari 2

D.

Prosedur Aversi

1. Konsep dasar prosedur Aversi

Prosedur aversi telah digunakan secara luas untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan
gangguan perilaku yang spesifik, melibatkan pengasosian tingkah laku simtomatik dengan suatu
stimulus yang menyakitkan atau tidak menyenangkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan
terhambat kemunculannya (Corey, 1997). Kendali prosedur aversi dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu penarikan atau tidak menghadirkan pengukuh positif dan penggunaan berbagai bentuk
hukuman. Contoh penarikan pengukuh positif adalah mendiamkan atau tidak mengabaikan
kemarahan anak yang meledak-ledak tatkala anak sedang marah agar kebiasaan marahnya hilang;
atau mendiamkan anak yang "cengeng" agar kebiasaan cengeng anak hilang. Contoh penggunaan
hukuman pada prosedur aversi misalnya pemberian kejutan listrik kepada anak autism ketika
tingkah laku spesifik yang tidak diinginkan muncul; pemberian obat mual kepada peminum alkohol
untuk mengurangi keinginan minum alkohol; memberikan hadiah sesuatu yang tidak menyenangkan
kepada seseorang.

2. Prinsip-prinsip prosedur aversi

Prosedur aversi adalah metode yang paling kontroversial yang digunakan oleh para ahli
terapi perilaku meskipun digunakan secara luas sebagai metode untuk membawa orang-orang
kepada tingkah laku yang diinginkan. Kondisi-kondisi diciptakan, sehingga orang-orang melakukan
apa yang diharapkan dari mereka dalam rangka menghindari konsekuensi-konsekuensi aversi.
Sebagian besar lembaga sosial menggunakan prosedur aversi untuk mengendalikan para anggotanya
dan untuk membentuk perilaku individu agar sesuai dengan apa yang telah digariskan. Misalnya,
gereja dengan menggunakan pengucilan; perusahaan-perusahaan dengan menggunakan pemecatan
dan penangaulan pembayaran upah; pemerintah dengan menggunakan denda dan hukuman
penjara.

Dalam setting yang lebih formal dan teraputik prosedur aversi digunakan dalam penanganan
berbagai tingkah laku maladaptif, mencakup minum alkohol secara berlebihan, ketergantungan obat
bius, merokok, kompulsi, fetisisme, berjudi, homoseksualitas, dan penyimpangan seksual yang lain
(Corey, 1997). Prosedur aversi merupakan metode utama dalam penanganan alkoholisme. Seorang
alkoholik tidak dipaksa untuk menjauhkan diri dari alkohol, tetapi justru disuruh meminum alkohol.
Akan tetapi, setiap tegukan alkohol disertai dengan pemberian ramuan yang membuat si alkoholik
merasa mual, dan kemudian muntah. Si alkoholik lambat laun akan merasa sakit, bahkan meskipun
hanya melihat botol alkohol saja ia merasa sakit. Bila ini sudah terjadi, maka ia berangsur-angsur
akan menghentikan minum alkohol. Namun demikian, perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
spontaneous recovery (kembali secara spontan) bila masa penahanan diri hanya berjalan singkat.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam prosedur aversi adalah (Corey, 1997)
sebagai berikut:

a. Prosedur aversi menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaptive dalam suatu


periode, sehingga terdapat kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternatif yang adaptif dan
yang akan terbukti memperkuat dirinya sendiri.

b. Prosedur aversi yang menggunakan hukuman sedapat mungkin dikurangi, bila ada alternatif lain
yang lebih mengarah pada pengukuh positif. Bila terpaksa menggunakan hukuman, hindari cara-cara
yang mengakibatkan klien merasa ditolak secara pribadi.
c. Klien dibantu agar ia mengetahui bahwa konsekuensi-konsekuensi aversi diasosiasikan hanya
dengan tingkah laku maladaptif yang spesifik, bukan tingkah laku pada umumnya.

Menurut Kanfer dan Phillips (1970) dan Walker, et.al. (1981) menyatakan bahwa ada tiga
paradigma prosedur aversi dasar, yaitu:

a. Hukuman: stimulus yang tidak menyenangkan diberikan dengan segera bila munculnya respons
dengan tujuan mengurangi terjadinya perilaku yang menyertai tidak diinginkan secara khusus.

b. Melarikan diri dan menghindar: pada kondisi melarikan diri stimulus yang tidak diinginkan diakhiri
pada saat terjadinya pola respons yang diinginkan telah dipilih sebelumnya; sedangkan kondisi
menghindar terjadi pada saat perilaku yang diinginkan dan telah dipelajari mencegah munculnya
perilaku yang tidak diinginkan dan telah dipilih sebelumnya.

c. Kondisioning klasik: suatu stimulus yang tidak diinginkan dipasangkan dengan stimulus lain yang
dipilih; pada akhirnya menghasilkan stimulus lain yang memperoleh sifat yang menyebabkan reaksi-
reaksi yang tidak menyenangkan sama dengan reaksi yang ditimbulkan oleh stimulus yang tidak
diinginkan.

3. Implementasi prosedur aversi

Meskipun prosedur aversi dapat mengontrol perilaku dengan berbagai cara, prosedur aversi
tersebut pada dasarnya digunakan karena dua alasan (Walker, et.al. 1981), yaitu pertama, prosedur
aversi digunakan untuk mengurangi atau menghambat perilaku yang tidak diinginkan dengan
memberikan konsekuensi-konsekuensi aversi sesuai dengan perilaku yang muncul. Kedua; prosedur
aversi digunakan untuk membuat stimulus menyenangkan menjadi kurang menarik dengan
menghubungkan stimulus itu dengan beberapa stimulus yang tidak diinginkan yang telah dipilih
sebelumnya.

Prosedur aversi telah menjadi prosedur yang kontroversial pada konteks modifikasi perilaku
dalam terapi perilaku. Penggunaan hukuman pada situasi terapeutik telah ditingggalkan bertahun-
tahum oleh para terapis, dikarenakan penggunaan hukuman dianggap tidak efektif, tidak bermoral,
dan tidak etis. Satu kesalahpahaman yang terkenal adalah bahwa teknik-teknik yang berlandaskan
hukuman merupakan perangkat yang paling penting bagi para terapis tingkah laku. Walters & Grusec
(1977), menyatakan bahwa hukuman dapat efektif dalam menekan perilaku, bahkan dapat berfungsi
sebagai pengukuh yang kuat. Namun demikian, penggunaan hukuman hendaknya dilakukan secara
etis sehingga dapat diterima oleh subjek sebagai upaya perbaikan bagi dirinya. Beberapa problem
perilaku yang berupa kecanduan alkohol, kecanduan narkotika, berjudi, agresif baik fisik maupun
verbal, serta pelupa, obesitas dapat dimodifikasi secara efektif melalui prosedur aversi (Edi
Purwanta, 1998).

Hukuman jangan sering digunakan meskipun mungkin para klien sendiri menginginkannya
melalui penggunaan hukuman. Apabila cara-cara yang merupakan alternatif bagi hukuman ada
(tersedia), maka hukuman jangan digunakan. Cara-cara yang positif yang mengarah pada tingkah
laku yang baru dan lebih layak harus dicari serta digunakan sebelum terpaksa menggunakan
pengukuh-pengukuh negatif.

Anda mungkin juga menyukai