Presus Neuro Bell's Palsy-Dikonversi
Presus Neuro Bell's Palsy-Dikonversi
Diajukan Oleh:
Deana Monica P27226020348
Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad
19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan
menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah. Bell’s Palsy suatu
kelumpuhan akut pada N. Fasialis Perifer yang tidak diketahui sebabnya, (Sir
Charles Bell., 1821). Jadi Bell’s Palsy adalah suatu keluhan dimana seseorang
tidak bisa menggerakkan wajahnya, dikarenakan adanya gangguan pada N.
Fasialis Perifer. Penyebab dari kelemahan N. Fasialis perifer sendiri sampai
sekarang belum ditemukan. Bell’s Palsy umumnya terjadi dengan kondisi
unilateral.
Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s
Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50
tahun, peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa
penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan
(Talavera, 2006).
Penyebab dari Bell’s palsy sendiri belum diketahui, tetapi ada yang
menyebutkan bahwa Bell’s Palsy disebabkan karena beberapa faktor seperti
pengaruh kodisi dingin, Herpes Simplex Virus (HSV), infeksi pada telinga, dan
idiopatik. Bell’s palsy merupakan penyakit pada nervus fasialis yang paling sering
terjadi. Prevalensi bell’s palsy di beberapa negara cukup tinggi. Di Inggris dan
Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun.
Di Belanda (1987) 1 penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20,000
anak per tahun. Data yang dikumpulkan di 4 buah rumah sakit di Indonesia
diperoleh frekuensi bell’s palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati, dan
terbanyak terjadi pada usia 21-30 tahun. Penderita diabetes mempunyai resiko
29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes.
Bell’s Palsy memiliki beberapa tanda-tanda, baik sensoris maupun
motoris. Tetapi Bell’s Palsy tidak selalu disertai dengan gangguan motoris. Untuk
gangguan motoris, otot-otot wajah akan mengalami kelemahan. Umumnya pasien
akan merasa malu karena kondisinya dan menarik diri dari aktivitas lingkungan
sosial. Peran fisioterapi pada kasus ini adalah melakukan stimulasi elektris dengan
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation arus faradic, Massage dan Mirror
Exercise yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot dan gerak fungsional wajah
serta mencegah terjadinya keungkinan spasme pada otot bagian yang sehat.
(Annisilva, 2010).
Bell’s palsy ditandai dengan timbul nyeri yang bevariasi di sekitar telinga
ipsilateral yang diikuti dengan adanya kelemahan pada otot-otot wajah dalam
waktu beberapa jam atau hari. Dahi tidak dapat dikerutkan, mulut tampak
mencong terlebih pada saat tersenyum lebar atau meringis, kelopak mata tidak
dapat dipejamkan, dan saat pasien disuruh menutup kelopak matanya maka bola
mata tampak berputar keatas (tanda bell). Pasien tidak dapat bersiul atau meniup,
apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh
(Harsono, 2007).
Peran seorang fisioterapi pada kasus bell’s palsy yakni mengurangi
spasme pada otot wajah, membantu meningkatkan kekuatan otot wajah dan
memperbaiki kemampuan fungsional pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa modalitas (interfensi fisioterapi), diantaranya infrared, electrical
stimulation dan massage.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu
meningkatkan kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada
wajah sebelah kiri ?
2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot,
Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang
sehat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas ir, electrical stimulation
dan massage pada kasus bell’s palsy
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas infrared pada kasus
bell’s palsy
b. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas electrical stimulation
pada kasus bell’s palsy
c. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas massage pada kasus
bell’s palsy
D. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat :
1. Bagi Rumah Sakit
Makalah ini diharapkan bisa menjadi literatur terhadap rumah sakit
mengenai penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus bell’s palsy
2. Bagi Masyarakat
Hasil makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus bell’s palsy
3. Bagi Penulis
Untuk mengetahui dan menganalisis pemberiaan terapi yang baik bagi pasin
yang mempunyai diagnosis bell’s palsy
BAB II
KAJIAN TEORI
Bell’s palsy merupakan kelumpuhan facialis tipe lower motor neuron akibat
paralisis nervus facial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak di
ketahui (idiopatik) di luar sistem syaraf pusat tanpa di sertai adanya penyakit
neurologis lainnya yang menyebabkan kelemahan atau paralisis pada satu sisi
wajah sehingga menyebabkan distorsi wajah serta menggangu fungsi normal,
seperti ganguan menutup mata, gangguan makan, ganguan bicara dan tersenyum.
Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan
gejala sisa (Talavera, 2006).
Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada
laki-laki pada kelompok umur yang sama. Pada kehamilan trisemester ketiga dan
2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya bell’s palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. Penyakit ini
dapat terjadi pada semua umur, dan setiap saat tidak didapatkan perbedaan
insidensi antara iklim panas maupun dingin. Meskipun begitu pada beberapa
penderita didapatkan riwayat terkena udara dingin, baik kendaraan dengan jendela
terbuka, tidur di lantai, atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy (Bahrudin.
Moch, 2011).
Masalah yang ditimbulkan oleh bell’s palsy yaitu seperti kelain bentuk
ekspresi wajah diantara bibir tidak asimetris, lalu pasien tidak dapat menutup mata
secara penuh, pasien tidak dapat mengerutkan dahi, saat tersenyum mulut masih
asimetris, itu semua di karenakan adanya lesi pada nervus fasialis.
Gambar 2.1
2. Struktur anatomi wajah
A. Nervus Facialis
Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri
dari:
1. Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus
presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim
serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli.
2. Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus
presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf
ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma
Sedangkan gambar otot-otot wajah dari depan dapat dilihat pada gambar 2. 3
dibawah ini:
Gambar 2.2 otot otot wajah dari anterior
3. Etiologi
Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Kartadinata dan
Tjandra R, 2011). Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang
penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:
a. Teori Infeksi Virus Herpes Zoster
Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena adanya infeksi
virus herpes zoster. Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf. Apabila
radang herpes zoster ini menyerang ganglion genikulatum, maka dapat
melibatkan paralisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes
zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal
dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy
b. Teori iskemia vaskuler
Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara
tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Kerusakan yang
ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama berhubungan dengan
oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari
tekanan langsung pada sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang
berlebihan sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah
dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang selanjutnya
menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan menjadikan
parese nervus facialis
c. Teori herediter
Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau
telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu
bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus
bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga
rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah
mengalami kelemahan atau lumpuh.
4. Patafisiologi
Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih diperdebatkan. Perjalanan saraf facialis
melalui bagian os temporalis disebut sebagai facial canal. Suatu teori menduga
edema dan ischemia berasal dari kompresi saraf facialis di dalam kanal tulang
tersebut. Kompresi ini telah nampak dalam MRI dengan fokus saraf facialis
(Seok, 2008).
Gerak aktif : pasien kesulitan menutup mata sebelah kiri , belum bisa bersiul
maksimal, saat tersenyum bibir atau sudut bibir berdeviasi ke sebelah kanan dan
mengerutkan dahi belum bisa maksimal.
Gerak pasif : dapat dilakukan dan elastisitas otot masih bagus
Gerak isometric melawan tahanan : tidak dilakukan.
5. Muscle test
10 M. Mentalis 1
11 M. Platysma 1
6. Kemampuan fungsional
Diam 20 X 0% = 0
Tersenyum 30 X 30% = 9
Bersiul 10 X 30% = 3
Jumlah 36
IV. Algoritma
V. Kode dan keterangan ICF
1. Body functions
- B250 taste function
- B730 muscle power function
- B780 sensation related to muscle and movement function
2. Activities and participation
- D550 eating
- D506 drinking
- D330 speaking
3. Environmental factors
- E310 immediate family
- E1101 drugs
- E355 health professionals
4. Body structure
- s1106 Structure of cranial nerves
- s2301 Eyelid
- s2302 Eyebrow
- s2303 External ocular muscles
- s3100 External nose
- s3204 Structure of lips
- s230 Structure around eye
5. Diagnosa fisioterapi
1. Impairment
3. Disabily
Prognosis Bell’s Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu untuk
pasien yang muda dan pasien yang lebih tua sampai 1-2 tahun. Pada sebagian
besar kasus, akan terjadi kesembuhan lengkap atau partial. Kalau kesembuhannya
partial, dapat timbul kontraktur pada sisi yang lumpuh. Kambuhnya penyakit di
sisi yang lain kadang-kadang dilaporkan
IX. Pelaksanaan terapi
1. Massage wajah
- Persiapan alat : Menyiapkan media pelicin, bedak dan tisu untuk
membersihkannya
- Persiapan pasien : Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area
terapi yang hendak dimassage dalam keadaan bersih. Sebelum massage
dilakukan, berikan penjelasan mengenai terapi yang akan dilakukan
- Pelaksanaan : Terapis berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan
pada wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis.
Kemudian usapkan pada wajah pasien dengan gerakan stroking dengan
menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah
tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan efflurage
secara gentle, gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke
bawah menuju ke telinga. Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari
dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh
otot wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah dahi menuju ke
telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju ke
arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung ke arah
telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga.
Khusus pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi.Gerakan massage
dilakukan dengan pengulangan 15x / menit dan dilakukan selama kurang lebih
5-10 menit.
2. Electrical stimulation
- Persiapan alat : Menyiapkanan alat, cek kabel, siapkan elektroda.
Cek elektroda dengan membasahi kedua elektroda yang akan dipakai dan
sentuhkan pada kulit terapis dengan cara menjepitkan elektroda diantara kedua
jari tangan. Kemudian hidupkan mesin dan naikkan intensitas perlahan-lahan.
Bila ada rasa tusuk-tusuk halus, maka arus keluar dan alat dapat
digunakan.
- Persiapan pasien : Posisi pasien tidur terlentang dengan nyaman. Area terapi
yang hendak diberikan stimulasi bebas dari pakaian dan dalam keadaan
bersih. Sebelum terapi dimulai dilakukan tes sensibilitas rasa tusuk tajam dan
tumpul. Berikan penjelasan pada pasien mengenai rasa yang ditumbulkan dari
arus faradik yaitu rasa tusuk-tusuk halus.
- Pelaksanaan : Mesin masih dalam posisi off dan tombol intensitas dalam
posisi nol. Letakkan elektroda pasif pada cervical 7, sedangkan aktif elektroda
pada motor poin otot wajah kiri. Stimulasi diberikan pada wajah kiri/ wajah
yang lesi. Hidupkan alat dan naikkan intensitas sesuai toleransi
pasien. Masing-masing motor point memerlukan 15 kali kontraksi. Untuk
mengakhiri stimulasi turunkan dahulu intensitas arusnya. Kemudian lepaskan
elektroda dari kulit pasien dan matikan alat.
3. Mirror exercise
- Persiapan alat : siapkan cermin dan minta pasien duduk didepan cermin tersebut.
- Pelaksanaan : Terdapat beberapa gerakan yang bisa dilakukan untur mirror
exercise diantaranya, menggangkat alis, mengerutkan dahi, meniup kertas,
bersiul, menggembungkan pipi, membukan menutup mata, tersenyum.
Sebelum dilakukan oleh pasien terapis terlebih dahulu dan minta pasien
melakukan nya kembali di rumah sesring mugkin.
X. Evaluasi
1. Ugo fisch scale
T1 T2 T3
Posisi Wajah T4 (26.01.12)
(19.01.12) (21.0112) (24.3.12)
Istirahat/Diam 20 x 0% = 0 20 x 0% = 0 20 x 0% = 0 20x30%=6
No Nama Otot T1 T2 T3 T4
1 M.Frontalis 1 1 3 3
2 M.Corrugator supercili 1 1 3 3
3 M.Procerus 1 1 3 3
4 M. Orbicularis Oculli 3 3 5 5
5 M. Nasalis 1 1 3 3
6 M. Depresor anguli oris 1 1 3 3
7 M. Zigomaticum mayor dan M. 1 1 3 3
Zigomatikum minor
8 M. Orbicularis oris 1 1 3 3
9 M. Buccinator 1 1 3 3
10 M. Mentalis 1 1 3 3
11 M. Platysma 1 1 3 3
Sesudah dilakukan terapi dengan infra merah, elektrikel stimulasi, massage dan
mirror exercise selama 4x terapi pada pasien atas nama Tn. S.I 70 tahun dengan
diagnosa Bell’s Palsy Kiri didapatkan hasil :
- Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi
menggunakan Ugo Fisch Scale.
- Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi
menggunakan MMT pada otot-otot wajah.
- Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai berkurang.
- Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.
DAFTAR PUSTAKA