Anda di halaman 1dari 29

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI DENGAN MODALITAS

INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE


PADA KASUS BELL’S PALSY KIRI DI RSUD M. NATSIR KOTA
SOLOK

Diajukan Oleh:
Deana Monica P27226020348

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad
19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan
menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah. Bell’s Palsy suatu
kelumpuhan akut pada N. Fasialis Perifer yang tidak diketahui sebabnya, (Sir
Charles Bell., 1821). Jadi Bell’s Palsy adalah suatu keluhan dimana seseorang
tidak bisa menggerakkan wajahnya, dikarenakan adanya gangguan pada N.
Fasialis Perifer. Penyebab dari kelemahan N. Fasialis perifer sendiri sampai
sekarang belum ditemukan. Bell’s Palsy umumnya terjadi dengan kondisi
unilateral.
Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s
Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50
tahun, peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati
perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa
penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan
(Talavera, 2006).
Penyebab dari Bell’s palsy sendiri belum diketahui, tetapi ada yang
menyebutkan bahwa Bell’s Palsy disebabkan karena beberapa faktor seperti
pengaruh kodisi dingin, Herpes Simplex Virus (HSV), infeksi pada telinga, dan
idiopatik. Bell’s palsy merupakan penyakit pada nervus fasialis yang paling sering
terjadi. Prevalensi bell’s palsy di beberapa negara cukup tinggi. Di Inggris dan
Amerika berturut-turut 22,4 dan 22,8 penderita per 100,000 penduduk per tahun.
Di Belanda (1987) 1 penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20,000
anak per tahun. Data yang dikumpulkan di 4 buah rumah sakit di Indonesia
diperoleh frekuensi bell’s palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati, dan
terbanyak terjadi pada usia 21-30 tahun. Penderita diabetes mempunyai resiko
29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes.
Bell’s Palsy memiliki beberapa tanda-tanda, baik sensoris maupun
motoris. Tetapi Bell’s Palsy tidak selalu disertai dengan gangguan motoris. Untuk
gangguan motoris, otot-otot wajah akan mengalami kelemahan. Umumnya pasien
akan merasa malu karena kondisinya dan menarik diri dari aktivitas lingkungan
sosial. Peran fisioterapi pada kasus ini adalah melakukan stimulasi elektris dengan
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation arus faradic, Massage dan Mirror
Exercise yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot dan gerak fungsional wajah
serta mencegah terjadinya keungkinan spasme pada otot bagian yang sehat.
(Annisilva, 2010).
Bell’s palsy ditandai dengan timbul nyeri yang bevariasi di sekitar telinga
ipsilateral yang diikuti dengan adanya kelemahan pada otot-otot wajah dalam
waktu beberapa jam atau hari. Dahi tidak dapat dikerutkan, mulut tampak
mencong terlebih pada saat tersenyum lebar atau meringis, kelopak mata tidak
dapat dipejamkan, dan saat pasien disuruh menutup kelopak matanya maka bola
mata tampak berputar keatas (tanda bell). Pasien tidak dapat bersiul atau meniup,
apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh
(Harsono, 2007).
Peran seorang fisioterapi pada kasus bell’s palsy yakni mengurangi
spasme pada otot wajah, membantu meningkatkan kekuatan otot wajah dan
memperbaiki kemampuan fungsional pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa modalitas (interfensi fisioterapi), diantaranya infrared, electrical
stimulation dan massage.
B. Rumusan Masalah
1. Bagimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu
meningkatkan kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada
wajah sebelah kiri ?
2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot,
Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang
sehat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas ir, electrical stimulation
dan massage pada kasus bell’s palsy
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas infrared pada kasus
bell’s palsy
b. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas electrical stimulation
pada kasus bell’s palsy
c. Mengetahui apakah terdapat pengaruh modalitas massage pada kasus
bell’s palsy
D. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian diharapkan memberi manfaat :
1. Bagi Rumah Sakit
Makalah ini diharapkan bisa menjadi literatur terhadap rumah sakit
mengenai penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus bell’s palsy
2. Bagi Masyarakat
Hasil makalah ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai penatalaksanaan fisioterapi terhadap kasus bell’s palsy
3. Bagi Penulis
Untuk mengetahui dan menganalisis pemberiaan terapi yang baik bagi pasin
yang mempunyai diagnosis bell’s palsy
BAB II
KAJIAN TEORI

1. Definisi Bell’s Palsy

Bell’s palsy merupakan kelumpuhan facialis tipe lower motor neuron akibat
paralisis nervus facial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak di
ketahui (idiopatik) di luar sistem syaraf pusat tanpa di sertai adanya penyakit
neurologis lainnya yang menyebabkan kelemahan atau paralisis pada satu sisi
wajah sehingga menyebabkan distorsi wajah serta menggangu fungsi normal,
seperti ganguan menutup mata, gangguan makan, ganguan bicara dan tersenyum.
Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun
pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan
gejala sisa (Talavera, 2006).
Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada
laki-laki pada kelompok umur yang sama. Pada kehamilan trisemester ketiga dan
2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya bell’s palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat. Penyakit ini
dapat terjadi pada semua umur, dan setiap saat tidak didapatkan perbedaan
insidensi antara iklim panas maupun dingin. Meskipun begitu pada beberapa
penderita didapatkan riwayat terkena udara dingin, baik kendaraan dengan jendela
terbuka, tidur di lantai, atau bergadang sebelum menderita bell’s palsy (Bahrudin.
Moch, 2011).
Masalah yang ditimbulkan oleh bell’s palsy yaitu seperti kelain bentuk
ekspresi wajah diantara bibir tidak asimetris, lalu pasien tidak dapat menutup mata
secara penuh, pasien tidak dapat mengerutkan dahi, saat tersenyum mulut masih
asimetris, itu semua di karenakan adanya lesi pada nervus fasialis.
Gambar 2.1
2. Struktur anatomi wajah
A. Nervus Facialis
Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri
dari:
1. Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus
presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim
serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli.
2. Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus
presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf
ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma

Saraf fasialis memiliki nukleus yang terletak di dalam medulla oblongata.


Saraf fasialis memiliki akar saraf motorik yang melayani otot-otot mimik dan akar
sensorik khusus (nervus intermedius). Saraf ini muncul di permukaan anterior
antara pons dan medulla oblongata (angulus pontocerebelaris). Akar sarafnya
berjalan bersama nervus vestibulo-cochlearis dan masuk ke meatus akustikus
internus pada pars petrosa dari tulang temporal Saraf terletak di antara alat
keseimbangan dan pendengaran yaitu cochlea dan vestibulum saat berjalan dari
meakus akustikus internus menuju ventrolateral. Saraf memasuki kanalis fasialis
di dasar dari meatus dan berbelok ke arah dorsolateral. Saraf menuju dinding
medial dari kavum timpani dan membentuk sudut di atas promontorium yang
disebut ganglion genikulatum. Saraf kemudian berjalan turun pada dinding dorsal
kavum timpani dan ke luar dari os temporal melalui foramen stylomastoideus.
Saraf tetap berjalan menembus glandula parotis untuk memberi persarafan pada
otototot mimik (Mujaddidah, 2017).
Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :
(1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion
sfenopalatinum sebagai saraf petrosus superfisialis mayor yang akan
menuju glandula lakrimalis.
(2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis
minor yang melalui ganglion otikum membawa serabut sekreto-motorik ke
kelenjar parotis.
(3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :
a. Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan saraf ini
menyebabkan hiperakusis.
b. Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi
sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda
timpani juga mempunyai serabut yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke
kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis

Gambar 2.1 perjalanan nervus fasialis Mujaddidah, 2017


B. Otot-otot wajah
Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :

NO Nama otot Fungsi Persarafan


1. M. Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis
2. M. Corugator supercilli Mendekatkan N. zigomaticum dan
kedua pangkal alis temporalis
3. M procerus Mengerutkan kulit N. Zigomatikum,
antara kedua alis N.Temporalis,
N. Buccal

4. M. Orbicularis Ocull Menutup kelopak N.Fasialis,


mata N.Temporalis, N.
Zigomatikus
5. M. Nasalis Mengembangkan N. Fasialis
cuping hidung
6. M. Depresor anguli oris Menarik ujung N. Fasialis
mulut ke bawah
7. M. Zigomaticum mayor Tersenyum N. Fasialis
dan M. Zigomatikum
minor
8. M. Orbicularis oris Bersiul N. Fasialis
N.Zigomatikum
9. M. Buccinator Meniup sambil N. Fasialis,
menutup mulut N. Zigomatikum,
N. Mandibular,
N. Buccal
10. M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan
N. Buccal
11. M. Platysma Meregangkan kulit N. Fasialis
leher
Tabel 2.1 otot wajah berserta fungsinya

Sedangkan gambar otot-otot wajah dari depan dapat dilihat pada gambar 2. 3
dibawah ini:
Gambar 2.2 otot otot wajah dari anterior
3. Etiologi
Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Kartadinata dan
Tjandra R, 2011). Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang
penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut:
a. Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena adanya infeksi
virus herpes zoster. Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf. Apabila
radang herpes zoster ini menyerang ganglion genikulatum, maka dapat
melibatkan paralisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes
zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal
dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy
b. Teori iskemia vaskuler

Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara
tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Kerusakan yang
ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama berhubungan dengan
oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari
tekanan langsung pada sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang
berlebihan sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah
dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang selanjutnya
menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan menjadikan
parese nervus facialis
c. Teori herediter

Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena


faktor herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang
bersifat menurun
d. Pengaruh udara dingin

Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau
telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu
bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus
bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga
rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah
mengalami kelemahan atau lumpuh.
4. Patafisiologi
Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih diperdebatkan. Perjalanan saraf facialis

melalui bagian os temporalis disebut sebagai facial canal. Suatu teori menduga

edema dan ischemia berasal dari kompresi saraf facialis di dalam kanal tulang

tersebut. Kompresi ini telah nampak dalam MRI dengan fokus saraf facialis

(Seok, 2008).

Bagian pertama dari canalis facialis segmen labyrinthine adalah yang


paling sempit, foramen meatus dalam segmen ini hanya mempunyai diameter 0,66
mm. Yang bertempat dan diduga paling sering terjadi kompresi saraf facialis pada
Bell’s palsy. Karena sempitnya canalis facialis, keadaan ini nampaknya wajar
apabila inflamasi, demyelinasi, iskemia, atau proses kompresi mungkin
mengganggu konduksi neural pada tempat ini (NINDS, 2014).
Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion geniculatum.
Jika lesi proksimal dari ganglion geniculatum, kelemahan motorik diikuti dengan
abnormalitas pengecapan dan autonom. Lesi antara ganglion geniculatum dan
chorda tympani menyebabkan efek sama, namun tanpa gangguan lakrimasi. Jika
lesi berada pada foramen stylomastoideus, ini mungkin hanya menyebabkan
paralisis wajah (NINDS, 2014).

Gambar 2.3 anatomi saraf wajah (Tiemstra and Khatkhate, 2007)


5. Tanda dan gejala
Onset Bell’s palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus mencapai
kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam waktu
lima hari. Nyeri di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan selama satu
atau dua hari. Terganggunya saraf facial di foramen stylomastoid dapat
menyebabkan kelumpuhan di seluruh otot ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis
dan lipatan kulit juga terpengaruh, garis dahi menghilang, lipatan palpebra
melebar, dan lid margin mata tidak tertutup. Kantong mata bawah dan punctum
jatuh, disertai air mata yang menetes melewati pipi. Makanan yang mengumpul di
antara gigi, pipi dan saliva yang menetes dari sudut mulut. Penderita juga
mengeluh ada rasa tebal atau mati rasa dan terkadang mengeluh nyeri di wajah.
Jika lesi berada di saluran saraf facialis di atas chorda tympani tetapi di
bawah ganglion genikulatum, semua gejala dapat timbul ditambah kehilangan rasa
di lidah 2/3 anterior di sisi yang sama dengan lesi. Jika lesi mempengaruhi saraf di
otot stapedius maka dapat terjadi hyperakustikus yaitu penderita sensitif dan
merasa nyeri bila mendengar suara-suara yang keras. Jika ganglion genikulatum
terpengaruh, produksi air mata dan air liur mungkin berkurang. Lesi di daerah ini
dapat berpengaruh juga pada saraf vestibulokoklearis yang menyebabkan tuli,
tinnitus dan pusing yang berputar (dizziness) (Morgan M and Nathwani D, 1992).
6. Prognosis
Prognosis Bell’s Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu
untuk pasien yang muda dan pasien yang lebih tua sampai 1-2 tahun. Menjaga
agar muka tetap hangat dan selanjutnya hindarkan agar tidak terbuka, terutama
terhadap angin dan debu. Lindungi mata dengan kasa steril kalau perlu. Muka
dapat ditahan dengan mengaitkan pita atau kawat pada sudut mulut dan diikatkan
sekitar telinga. Stimulasi listrik sesudah hari keempat belas dapat dikerjakan untuk
membantu mencegah atrofi otot. Lakukan massage perlahan-lahan kearah atas
pada otot-otot yang terkena selama 5-10 menit, dua-tiga kali sehari, untuk
menjaga tonus otot. Pemanasan dengan memakai lampu inframerah dapat
mempercepat penyembuhan. Pada sebagian besar kasus, akan terjadi kesembuhan
lengkap atau partial. Kalau kesembuhannya partial, dapat timbul kontraktur pada
sisi yang lumpuh. Kambuhnya penyakit di sisi yang lain kadang-kadang
dilaporkan ((Seok, 2008).
7. Problem fisioterapi
a. Impairment
Keterbatasan fisik (impairment) yang dijumpai pada pasien dengan
kondisi Bell’s Palsy kiri ini adalah: (1) Adanya penurunan kekuatan otot-otot
wajah sisi kiri, (2) Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri, (3)
Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena
kontraksi terus menerus pada sisi yang sehat, (4) Potensial terjadinya kontraktur
otot wajah sisi kanan.
b. Functional limitation
Adanya gangguan fungsi atau keterbatasan fungsi yang disebabkan oleh
impairment yang berhubungan dengan motorik.
Adanya keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak bisa menutup rapat,
berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul
disisi kiri saat mengunyah oleh karena kelemahan otot wajah pada sisi kiri
c. Disabily
Pasien masih bisa melakukan aktivitas ditengah masyarakat seperti gotang
royong, kerja bakti, jaga malam tapi pasien merasa kurang percaya diri karena
wajah nya yang tidak simetris.
8. Teknologi intervensi fisioterapi
Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi pada
kasus Bell’s Palsy karena pengaruh udara dingin Electrical Stimulation dan
Massage.
1. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik
a. Definisi
Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang
mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50-100 cy/detik.
Istilah faradik mula-mula digunakan untuk arus yang keluar dari faradik
coil, suatu induction coil. Arus ini merupakan bolak-balik yang
tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase yang tidak sama. Fase pertama
dengan intensitas rendah dan durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi
dan durasi pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua sekitar
1 milisecond (0,001 detik).
b. Efek fisiologis
Efek fisiologis terhadap sensoris akan menimbulkan rasa tertusuk halus
dan efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efek terhadap motorik adalah kontraksi
tetanik yang akan lebih mudah menimbulkan kontraksi. Arus faradik lebih enak
bagi pasien karena durasinya pendek.
c. Efek terapeutik
- Fasilitasi kontraksi otot
Apabila otot mengalami kesulitan untuk mengadakan kontraksi, stimulasi
elektris dapat membantunya terutama kontraksi otot yang terhambat oleh nyeri
atau injury yang baru, dimana stimulasi dapat memberikan fasilitas lewat
mekanisme muscle spindel.
- Mendidik kembali kerja otot
Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan kontraksi dan membantu
memperbaiki perasaan gerak. Otot hanya mengenal gerak,
sehingga stimulasi diberikan untuk menimbulkan gerakan yang
normal. Stimulasi ini merupakan permulaan latihan-latihan aktif.
- Melatih otot-otot yang paralysis
Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak sampai pada otot yang
disarafi. Akibatnya kontraksi voluntari hilang. Apabila saraf belum
mengalami degenerasi, stimulasi dengan arus faradik disebelah distal kerusakan
akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian stimulasi dengan
arus faradik dapat digunakan untuk melatih otot-otot yang paralisis.
- Penguatan dan hypertrofi otot-otot
Untuk mendapatkan penguatan dan hypertrofi, otot perlu berkontraksi
dalam jumlah yang cukup serta beban (tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut
harus dipenuhi bila stimulasi dimaksudkan untuk penguatan. Apabila suatu otot
sangat lemah berat dari bagian tubuh yang bergerak memberikan cukup beban.
Dalam hal ini stimulasi dapat meningkatkan kekuatan otot.
- Memeperbaiki aliran darah dan lymfe
Aliran darah dapat dipelancar oleh adanya pemompaan dari otot yang
berkontraksi dan relaksasi. Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara
maksimal dengan menggunakan arus faradik.
- Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan
Apabila terjadi offusi kedalam jaringan maka perlengketan jaringan akan
mudah terjadi. Perlengketan tersebut dapat dicegah dengan selalu mengerakan
struktur-struktur didaerah tersebut. Jika latihan latihan-latihan aktif tidak
dimungkinkan, stimulation electrical dapat diberikan. Perlengketan yang telah
terjadi dapat dibebankan dan diulur dengan kontraksi otot
d. Metode pelaksanaan arus faradic
- Stimulasi secara grup
Pada metode ini semua otot dari suatu group otot berkontraksi bersama.
Satu elektrode dipasang pada nerve trunk atau daerah origo, sedangkan satu lagi
dipasang pada daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua otot dari
grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat efektif untuk mendidik otot yang
bekerja secara group.
- Stimulasi motor point
Keuntungan menggunakan metode motor point adalah masing-masing
otot berkontraksi sendiri-sendiri dan kontraksinya optimal. Sedangkan kerugian
metode ini ialah apabila otot yang dirangsang banyak, maka sulit untuk
mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk masing-masing otot.

Gambar 2.4 motor point otot-otot wajah yang disarafi N. facialis


2. Massage
a. Definisi
Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu
manipulasi yang dilakukan dengan tangan yang ditujukan pada jaringan lunak
tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik pada jaringan saraf, otot, maupun
sirkulasi
b. Teknik-teknik massage
Pada kasus Bell’s Palsy teknik massage yang diberikan yaitu stroking,
effleurage, finger kneading dan tapping. Stroking atau gosokan ringan
adalah manipulasi yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh
permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya
tidak tentu. Efek stroking adalah penenangan dan mengurangi rasa nyeri.
Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang ringan dan
halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari
dagu ke atas ke pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini
harus dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada otot-otot wajah.
Efek dari effleurage adalah membantu pertukaran zat-zat dengan mempercepat
peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses
peradangan.
Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari dengan cara
memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang
terkena lesi dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger kneading
adalah memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot.
Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang ritmis
dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah dilakukan dengan ujung-ujung jari.
Efek dari tapping adalah merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi.
c. Aplikasi massage
Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy bertujuan untuk mencegah
terjadinya perlengketan jaringan dengan cara memberikan penguluran pada
jaringan yang superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan
pemberian massage wajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan
mekanisme pumping action pada vena sehingga memperlancar sirkulasi darah
dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan elastisitas otot dapat tetap terpelihara
serta mencegah timbulnya perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat
dicegah
Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage ini membantu
mempertahankan tonus otot wajah agar tidak kaku.
Gambar 2.5 arah gerakan massage pada wajah
d. Indikasi massage
Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage, antara lain:
spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus perlengketan jaringan, kelemahan otot
jaringan, dan kasus- kasus kontraktur.
e. Kontraindikasi massage
Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada beberapa kondisi
yang merupakan kontra indikasi pemberian massage, yaitu: darah yang
mengalami infeksi, penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti:
tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas, daerah peradangan
akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.
3. Mirror exercise
a. Definisi
Mirror exercise adalah intervensi terapeutik yang relatif baru yang berfokus
pada menggerakkan anggota tubuh yang tidak rusak. Hal ini adalah bentuk citra
dengan cermin digunakan untuk menyampaikan rangsangan visual ke otak melalui
pengamatan bagian tubuh yang tidak terpengaruh saat individu melakukan
serangkaian gerakan
b. Teknik mirror exercise
Terdapat beberapa gerakan yang bisa dilakukan untur mirror exercise
diantaranya, menggangkat alis, mengerutkan dahi, meniup kertas, bersiul,
menggembungkan pipi, membukan menutup mata, tersenyum. Sebelum dilakukan
oleh pasien terapis terlebih dahulu dan minta pasien melakukan nya kembali di
rumah sesring mugkin.

Gambar 2.5 contoh latihan mirror exercise tampak anterior

Gambar 2.6 contoh latihan mirror exercise tampak lateral


BAB III
LAPORAN STATUS KLINIS
I. Identitas Pasien
Nama : Bapak Safri Ilyas
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : pensiunan guru
Alamat : Tanah Garam, Kota Solok
II. Segi Fisioterapi
1. Deskripsi pasien dan keluhan utama
Kelemahan otot wajah kiri
Kurang lebih 1 bulan yang lalu, pasien sering tidur pada larut malam dan duduk
di warung sampai larut malam saat bangun tidur pasien mengeluh wajah sebelah
kiri terasa lemas. Kemudian pasien datang ke RSUD M. Natsir Kota Solok untuk
memeriksakan dirinya ke dokter setelah dilakukan pemeriksaan pasien dirujuk ke
Rehabilitasi medik untuk diberikan tindakan Fisioterapi lebih lanjut dengan
kondisi wajah sebelah kiri lemas dan merot ke kanan.
2. Data medis pasien
- DIAGNOSIS MEDIS : Bell’s Palsy sinistra
- Diagnosa klinis : kelemahan otot wajah kiri
- Diagnosa topis : wajah kiri
- Diagnosa etiologi : Idiopatic
III. Pemeriksaan fisioterapi
1. Pemeriksaan tanda vital (umum)
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Denyut nadi : 73 kali/menit
- Pernapasan : 24 kali/menit
Kesadaran : composmentis
2. Inspeksi atau observasi
Inspeksi statis : Wajah tampak asimetris, mulut merot ke kanan, mata sebelah kiri
berair, alis pada sisi yang lesi atau kiri lebih rendah dari pada yang kanan.
Inspeksi dinamis : Saat mengangkat alis, kerutan dahinya hanya terlihat pada
sisi yang sehat, saat menutup mata sisi yang sakit belum dapat menutup dengan
sempurna dan terlihat pergerakan bola matanya, saat bersiul dan tersenyum wajah
kiri belum bisa simetris atau masih mencong ke kanan.
3. Palpasi
- Suhu wajah antara sisi kanan dan kiri teraba sama
- Pada sisi yang lesi atau kiri terasa lebih kendor dari pada yang kanan.
- Ada spasme pada otot-otot wajah yang sebelah kanan.
4. Joint test

Gerak aktif : pasien kesulitan menutup mata sebelah kiri , belum bisa bersiul
maksimal, saat tersenyum bibir atau sudut bibir berdeviasi ke sebelah kanan dan
mengerutkan dahi belum bisa maksimal.
Gerak pasif : dapat dilakukan dan elastisitas otot masih bagus
Gerak isometric melawan tahanan : tidak dilakukan.
5. Muscle test

No Nama Otot Nilai


1 M.Frontalis 1
2 M.Corrugator supercili 1
3 M.Procerus 1
4 M. Orbicularis Oculli 3
5 M. Nasalis 1
6 M. Depresor anguli oris 1
7 M. Zigomaticum mayor dan M. 1
Zigomatikum minor
8 M. Orbicularis oris 1
9 M. Buccinator 1

10 M. Mentalis 1
11 M. Platysma 1

6. Kemampuan fungsional

Posisi Wajah Skor

Diam 20 X 0% = 0

Mengerutkan dahi 10 X 30% = 3

Menutup mata 30 X 70%= 21

Tersenyum 30 X 30% = 9

Bersiul 10 X 30% = 3

Jumlah 36

IV. Algoritma
V. Kode dan keterangan ICF
1. Body functions
- B250 taste function
- B730 muscle power function
- B780 sensation related to muscle and movement function
2. Activities and participation
- D550 eating
- D506 drinking
- D330 speaking
3. Environmental factors
- E310 immediate family
- E1101 drugs
- E355 health professionals
4. Body structure
- s1106 Structure of cranial nerves
- s2301 Eyelid
- s2302 Eyebrow
- s2303 External ocular muscles
- s3100 External nose
- s3204 Structure of lips
- s230 Structure around eye
5. Diagnosa fisioterapi
1. Impairment

Keterbatasan fisik (impairment) yang dijumpai pada pasien dengan


kondisi Bell’s Palsy kiri ini adalah: (1) Adanya penurunan kekuatan otot-otot
wajah sisi kiri, (2) Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri, (3)
Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) oleh karena
kontraksi terus menerus pada sisi yang sehat, (4) Potensial terjadinya kontraktur
otot wajah sisi kanan.
2. Functional limitation

Adanya gangguan fungsi atau keterbatasan fungsi yang disebabkan oleh


impairment yang berhubungan dengan motorik.
Adanya keterbatasan fungsi seperti mata kiri tidak bisa menutup rapat,
berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul
disisi kiri saat mengunyah oleh karena kelemahan otot wajah pada sisi kiri

3. Disabily

Pasien masih bisa melakukan aktivitas ditengah masyarakat seperti gotang


royong, kerja bakti, jaga malam tapi pasien merasa kurang percaya diri karena
wajah nya yang tidak simetris.
VI. Progam fisioterapi
1. Tujuan jangka panjang
- Melanjutkan tujuan jangka pendek
- Meningkatkan aktifitas fungsional semaksimal mungkin seperti makan
agar tidak mengumpul pada sisi yang lesi, minum/ berkumur agar tidak
bocor serta meningkatkan kepercayadirian pasien.
2. Tujuan jangka pendek
- Meningkatkan kekuatan otot
- Mencegah potensial terjadinya atrofi otot sisi kiri
- Mencegah potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan oleh
karena kontraksi terus menerus pada sisi wajah kanan
- Mencegah potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan
3. Teknologi intervensi fisioterapi
- IR ( infrared)
- ES (Electrical stimulation )
- Massage wajah
- Mirror exercise
VII. Rencana evaluasi
1. MMT otot wajah
2. Ugo fisch scale
VIII. Prognosis

Prognosis Bell’s Palsy kesembuhan akan terjadi dalam waktu 2 - 8 minggu untuk
pasien yang muda dan pasien yang lebih tua sampai 1-2 tahun. Pada sebagian
besar kasus, akan terjadi kesembuhan lengkap atau partial. Kalau kesembuhannya
partial, dapat timbul kontraktur pada sisi yang lumpuh. Kambuhnya penyakit di
sisi yang lain kadang-kadang dilaporkan
IX. Pelaksanaan terapi
1. Massage wajah
- Persiapan alat : Menyiapkan media pelicin, bedak dan tisu untuk
membersihkannya
- Persiapan pasien : Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area
terapi yang hendak dimassage dalam keadaan bersih. Sebelum massage
dilakukan, berikan penjelasan mengenai terapi yang akan dilakukan
- Pelaksanaan : Terapis berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan
pada wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis.
Kemudian usapkan pada wajah pasien dengan gerakan stroking dengan
menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah
tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan efflurage
secara gentle, gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke
bawah menuju ke telinga. Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari
dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh
otot wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah dahi menuju ke
telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju ke
arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung ke arah
telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga.
Khusus pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi.Gerakan massage
dilakukan dengan pengulangan 15x / menit dan dilakukan selama kurang lebih
5-10 menit.
2. Electrical stimulation
- Persiapan alat : Menyiapkanan alat, cek kabel, siapkan elektroda.
Cek elektroda dengan membasahi kedua elektroda yang akan dipakai dan
sentuhkan pada kulit terapis dengan cara menjepitkan elektroda diantara kedua
jari tangan. Kemudian hidupkan mesin dan naikkan intensitas perlahan-lahan.
Bila ada rasa tusuk-tusuk halus, maka arus keluar dan alat dapat
digunakan.
- Persiapan pasien : Posisi pasien tidur terlentang dengan nyaman. Area terapi
yang hendak diberikan stimulasi bebas dari pakaian dan dalam keadaan
bersih. Sebelum terapi dimulai dilakukan tes sensibilitas rasa tusuk tajam dan
tumpul. Berikan penjelasan pada pasien mengenai rasa yang ditumbulkan dari
arus faradik yaitu rasa tusuk-tusuk halus.
- Pelaksanaan : Mesin masih dalam posisi off dan tombol intensitas dalam
posisi nol. Letakkan elektroda pasif pada cervical 7, sedangkan aktif elektroda
pada motor poin otot wajah kiri. Stimulasi diberikan pada wajah kiri/ wajah
yang lesi. Hidupkan alat dan naikkan intensitas sesuai toleransi
pasien. Masing-masing motor point memerlukan 15 kali kontraksi. Untuk
mengakhiri stimulasi turunkan dahulu intensitas arusnya. Kemudian lepaskan
elektroda dari kulit pasien dan matikan alat.
3. Mirror exercise
- Persiapan alat : siapkan cermin dan minta pasien duduk didepan cermin tersebut.
- Pelaksanaan : Terdapat beberapa gerakan yang bisa dilakukan untur mirror
exercise diantaranya, menggangkat alis, mengerutkan dahi, meniup kertas,
bersiul, menggembungkan pipi, membukan menutup mata, tersenyum.
Sebelum dilakukan oleh pasien terapis terlebih dahulu dan minta pasien
melakukan nya kembali di rumah sesring mugkin.
X. Evaluasi
1. Ugo fisch scale

T1 T2 T3
Posisi Wajah T4 (26.01.12)
(19.01.12) (21.0112) (24.3.12)

Istirahat/Diam 20 x 0% = 0 20 x 0% = 0 20 x 0% = 0 20x30%=6

Mengerutkan 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3


dahi

Menutup mata 30x70%=21 30x70%=21 30x100%=30 30x100%=30

Tersenyum 30x30%=9 30x30%=9 30x30%=9 30x30%=9

Bersiul 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3 10x30%=3

Jumlah 36poin 36 poin 45poin 51poin

2. Kekuatan otot wajah dengan MMT

No Nama Otot T1 T2 T3 T4
1 M.Frontalis 1 1 3 3
2 M.Corrugator supercili 1 1 3 3
3 M.Procerus 1 1 3 3
4 M. Orbicularis Oculli 3 3 5 5
5 M. Nasalis 1 1 3 3
6 M. Depresor anguli oris 1 1 3 3
7 M. Zigomaticum mayor dan M. 1 1 3 3
Zigomatikum minor
8 M. Orbicularis oris 1 1 3 3
9 M. Buccinator 1 1 3 3

10 M. Mentalis 1 1 3 3

11 M. Platysma 1 1 3 3

XI. Hasil terapi akhir

Sesudah dilakukan terapi dengan infra merah, elektrikel stimulasi, massage dan
mirror exercise selama 4x terapi pada pasien atas nama Tn. S.I 70 tahun dengan
diagnosa Bell’s Palsy Kiri didapatkan hasil :
- Nilai Ugo Fisch meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi
menggunakan Ugo Fisch Scale.
- Kekuatan otot meningkat dibuktikan dengan pemeriksaan dan evaluasi
menggunakan MMT pada otot-otot wajah.
- Rasa tebal-tebal pada wajah sisi kiri mulai berkurang.
- Bibir yang merot sudah berkurang tapi expresi wajah masih asimetris.
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Penerbit Gadjah


Mada University Press
Annsilva. 2010. Bell’s Palsy,
http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell’spalsy-case-report/ (diakses
tanggal 10 Juni 2017)
Bahrudin, M. (2011). Retrieved Bell's Palsy. Jurnal Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran. Vol 1 No 1. 32-25
Mujaddidah, N. (2017). Tinjauan anatomi klinik dan manajemen bell’s
palsy. Qanum Medika. vol 1 no 2. 1-11
NINDS, 2014. Bell’s palsy Fact Sheet, http://www.ninds.nih.gov/disord
ers/bells/detail_bells.htm
Seok JI, Lee DK and Kim KJ, 2008. The usefulness of clinical findings in
localising lesions in Bell’s palsy: comparison with MRI. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 79(4):418- 420.
Kartadinata dan Tjandra R, 2011, Rehabilitasi Medik Bell’s palsy, Siaran
RRI, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Kariadi Semarang
Morgan M and Nathwani D, 1992. Facial palsy and infection: the
unfolding story. Clin Infect Dis. 14(1):263- 271.
1. Ugo Fisch scale
Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan
mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita bell’s palsy. Penilaian
dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata,
tersenyum, dan bersiul. Pada tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi
sakit dengan sisi yang sehat. (Lumbantobing 2006)
Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :
a. 0 % (zero) : Asimetris Komplit tidak ada gerakan volunter samasekali.
b. 30 % (poor): Simetris ringan, kesembuh cenderung ke asimetris, ada gerakan
volunter.
c. 70 % (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung normal.
d. 100 % (normal) : Simetris komplit (normal).
Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah
menjadi score dengan kriteria sebagai berikut :
1) Saat istirahat : 20 point
2) Mengerutkan dahi : 10 point
3) Menutup mata : 30 point
4) Tersenyum : 30 point
5) Bersiul : 10 point
Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point.
Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan
masing-masing point. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian
tersebut.
2. Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah
Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan
skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing, Yaitu :
a) Nilai 0 (zero) : Tidak ada kontraksi yang tampak
b) Nilai 1 (trace) : Kontraksi minimal
c) Nilai 3 (fair) : Kontraksi sampai dengan simetris sisi normal dengan maksimal
d) Nilai 5 (normal ) : Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris.

Anda mungkin juga menyukai