Anda di halaman 1dari 2

Suatu ketika Nabi Sulaiman ‘as bersama tentara-tentara pengawalnya yang terdiri dari manusia dan

jin mengadakan perjalanan jauh. Di tengah jalan ia bertemu dengan sekelompok semut yang
:sedang bekerja mengangkut makanan ke sarangnya. Seekor semut berseru kepada kawanannya
       
   
“Wahai sekalian semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh
Sulaiman dan bala tentaranya sedangkan mereka tidak menyadari” (QS. Al-Naml: 18)

Nabi Sulaiman yang dianugerahi Allah kemampuan mengerti bahasa para binatang di antara
kelebihan-kelebihannya yang lain hanya tersenyum demi mendengar perkataan seekor semut itu.
Sulaiman pun langsung memanjatkan doa:
          
        
    
Maka Dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) Perkataan semut itu. dan Dia berdoa: "Ya
Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai;
dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (An-Naml :
19)

Sungguh luar biasa sikap yang ditunjukkan oleh nabi Sulaiman, seorang yang memiliki kekuasaan
yang besar dan harta kekayaan yang berlimpah, dikawal oleh pasukan besar manusia dan jin,
berkemampuan mengerti dan berbahasa bahasa binatang, yang terpatri dalam kalbunya dan
terucap dari mulutnya adalah rasa syukur atas anugerah yang dicurahkan Allah kepadanya.
Kebanyakan manusia seringkali lupa bersyukur tatkala ia mendapatkan sedikit saja kenikmatan
apalagi banyak. Berbeda dengan Nabi Sulaiman, yang karena sikap kerendahan hatinya pantas
ditunjuk oleh Allah sebagai nabi yang harus kita teladani perbuatan dan tingkah lakunya, justru tak
lupa bersyukur atas seluruh kenikmatan yang diperolehnya kepada Allah.
Syukur adalah seutama-utama tingkah laku. Jika kita membaca Al-Qur`an, membuka lembaran
pertamanya, akan kita temukan bahwa kitab suci pun memulai segala pengetahuannya dengan
ungkapan rasa syukur kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dengan ungkapan
alhamdu li Allahi Rabbi-l-‘alamin (segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam).
Mengapa syukur menjadi tingkah laku utama? Karena nikmat Allah sudah begitu besar dan
begitu banyak terlimpah kepada kita semua. Rasanya begitu malu jika kita masih meminta-minta
kepada Allah, padahal sudah begitu banyak yang Ia curahkan. Kita terlalu banyak meminta tapi
sedikit sekali bersyukur. Seharusnya kita banyak bersyukur tapi juga banyak meminta, karena Allah
justru akan marah jika kita tidak meminta kepada-Nya. Ini menandakan bahwa sebanyak apapun
kita meminta nikmat Allah tidak jua habis dikuras. Allah sendiri menggambarkan dengan cara yang
sangat cantik sekali seberapa banyak nikmat yang dapat Ia limpahkan kepada sekalian makhluk-
Nya. Allah berfirman:
           
      
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah
lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula)". (Q.S. AL-KAHFI : 109)

Nikmat Allah begitu banyak, bahkan kehidupan hari ini adalah sebagian dari nikmat Allah
subhanahu wata’ala. Dengan diberikan kehidupan kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk
membuktikan diri sebagai orang-orang yang pantas mendapat ridha Allah dan memasuki surga-
Nya. Ingatlah bahwa orang-orang yang telah meninggal berharap diberikan lagi kehidupan agar
diberikan lagi kesempatan beribadah dan beramal, karena jika maut sudah menjemput kesempatan
berbuat kebaikan sudah musnah dan harapan hidup di akhirat dengan keadaan berbahagia telah
pupus.

Nikmat Allah begitu banyak, bahkan nafas dan detak jantung yang bekerja saat ini adalah sebagian
nikmat Allah subhanahu wata’ala. Banyangkanlah, jika kita menderita sesak napas saja, sudah
begitu menderitanya kita, apalagi jika nafas ini dicabut oleh Allah, atau bayangkanlah jika detak
jantung ini terlalu cepat atau terlalu lambat, sudah begitu sakitnya terasa oleh kita, apalagi jika
jantung sudah tak lagi bekerja memompa darah ke seluruh tubuh. Ingatlah, karena  itu, untuk selalu
bersyukur. Wajar kiranya Rasulullah dan para ulama mengajarkan kita untuk memulai hari dengan
ungkapan rasa syukur, melalui doa sederhana yang diajarkan guru-guru agama sejak kita masih
kecil:
ُ ‫هلل ا َّلذِى أَ ْح َيا َنا َب ْعدَ َما أَ َما َت َنا َوإِ َل ْي ِه ال ُّن‬
‫شو ُر‬ ِ ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد‬
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan kepada-Nya-
lah tempat kembali”.

Hadirin rahimakumullah,

Lalu apakah syukur itu? Syukur jelas bukanlah sekadar hamdalah yang diucapkan dengan sangat
fashih, tetapi ia lebih berupa pengakuan sungguh-sungguh bahwa semua rejeki dan anugerah yang
menghadirkan perasaan nikmat dalam jiwa kita tidak didapat dengan usaha kita sendiri, melainkan
berasal hanya dari Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu, orang yang bersyukur akan terpaku
dalam hatinya bahwa “semua kenikmatan, pengetahuan, kemampuan, kekuasaan, dan harta yang
kumiliki ini karena kehendak dan perbuatan Allah subhanahu wata’ala, bukan karena kehendak dan
perbuatan usahaku sendiri.”

Dengan pengakuan ini maka orang yang bersyukur akan menempatkan Allah sebagai sumber
kenikmatan yang didapatnya. Kemudian kita memahami bahwa Allah adalah sumber kebaikan yang
kita ketahui dari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Maka dari itu, orang yang bersyukur akan
memanfaatkan semua pengetahuan, kemampuan, kekuasaan, harta dan segala kenikmatan lainnya
untuk kebaikan. Dengan berbuat kebaikan menggunakan rejeki dari Allah itu, orang yang bersyukur
akan menciptakan kehidupan yang baik, kemakmuran masyarakat pun lahir, ketenteraman tercipta,
stabilitas terpelihara dan peradaban yang maju pun akan menghampiri hidupnya dan bangsanya.

Orang yang tidak bersyukur disebut oleh Allah dengan kufr atau dijabarkan lagi oleh ulama dengan
sebutan kufr ni’mah. Kata kufrjuga berarti ingkar terhadap Allah. Orang yang ingkar disebut dengan
kafir. Karena itu, orang yang tidak bersyukur berarti mengingkari bahwa pengetahuan, kemampuan,
kekuasaan, harta dan segala kenikmatan lain yang diperolehnya berasal dari Allah. Dalam hatinya
ia merasa bahwa nikmat yang didapatnya berasal dari usaha dirinya sendiri. Dengan ini maka orang
yang tidak bersyukur disamakan Allah dengan orang yang ingkar terhadap Allah, atau disebut
dengan orang kafir. Di sini kita mengetahui bahwa ternyata sebutan kafir tidak hanya disematkan
kepada orang yang bukan Islam yang ingkar terhadap Allah dan hari akhir serta tak beramal saleh,
tetapi juga dikenakan kepada orang muslim yang tidak bersyukur.

Dengan demikian, rasa syukur mengandung unsur ketauhidan karena ia berhubungan dengan
pengakuan akan kemahakuasaan Allah subhanahu wata’ala. Rasa syukur juga mengandung unsur
ajaran akhlak dalam Islam, sebab ia berhubungan dengan perbuatan baik yang dilakukan orang
bersyukur, yang jika dilakukan akan mendatangkan kebaikan dan kenikmatan yang lebih banyak
lagi dan sebaliknya jika nikmat dipergunakan untuk perbuatan buruk dan jahat akan mendatangkan
keburukan dan kejahatan yang lebih besar lagi. Inilah nampaknya makna yang terkandung dalam
firman Allah:
َ ‫ش َك ْر ُت ْم أَل َ ِزيدَ َّن ُك ْم ۖ َو َلئِنْ َك َف ْر ُت ْم إِنَّ َع َذ ِابي َل‬
‫شدِي ٌد‬ َ ْ‫َوإِ ْذ َتأ َ َّذنَ َر ُّب ُك ْم َلئِن‬
“Jika Engkau bersyukur atas nikmat-nikmat-Ku maka akan kutambahkan nikmat-nikmat itu, tetapi
jika Engkau kufr (ingkar tidak mengakui bahwa itu semua dari-Ku) maka azab-Ku sangatlah pedih”
(QS. Ibrahim:7)

Semoga kita semua digolongkan oleh Allah termasuk dalam golongan hamba-hamba-Nya yang
shalih sebagai mana doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam tadi

Anda mungkin juga menyukai