DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD IKRAM
(19023014009)
LABORATORIUM
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, karena hanya berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan buku ajar untuk mata kuliah TEKNIK DIGITAL Semester III Universitas Islam Makassar.
Pada kesempatan ini pula, penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada semua pihak terutama rekan-rekan pengajar Program Studi Teknik Elektro Universitas Islam Makassar, yang
telah banyak memberikan masukan ide, saran, dan kritik demi meningkatkan qualitas penyampaian buku ini.
Akhirnya penulis berharap buku ini berguna bagi setiap orang yang membaca/mempelajarinya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar..................................................................................................................1
Daftar Isi............................................................................................................................2
Modul I
Elemen- Elemen Rangkaian Digital.............................................................................3
Modul II
Operasi Data Biner.......................................................................................................24
Modul III
Logika Kombinasional.................................................................................................41
Modul IV
Rangkaian Sequensial...................................................................................................48
Modul V
Rangkaian Kombinasional Dengan MSI Dan SLI.......................................................58
Modul VI
Register Dan Counter Pada Rangkaian Sequensial MSI dan SLI...............................81
Modul VII
Assigment Test.............................................................................................................103
Daftar Pustaka...................................................................................................................111
2
Modul I
PENGERTIAN UMUM
Rangkaian digital meliputi setiap aspek kehidupan kita, peralatan ini tidak hanya
digunakan pada sistem/peralatan teknik saja, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan komsumen lainnya seperti personal computer, microwave oven,
automobile, airline reservation system, telephone exchange, digital voltmeter,
calculator, dan lain sebagainya. Semua itu melibatkan rangkaian digital untuk
tujuan pemrosesan informasi dan/atau membentuk fungsi kontrolyang
diinginkan.
Pada hampir semua aktifitas, kita selalu berhubungan dengan quantitas dan
pengukuran. Informasi ini diperoses dalam bentuk digital yang dapat
diekspresikan dalam bentuk elektronik.
3
Volume
Volume
(a) (b)
a. Penambahan Volume secara discrete
b. Penambahan Volume secara continous
Gambar diatas menunjukkan 2 gelas kimia yang sedang diisi air , yang satu diisi
dari kran (tap) dengan air menetes, sedangkan yang lain dengan kran mengucur.
Keadaan air pada gelas kimia (a) mempunyai sifat digital, dimana perubahan
volume yang kecil itu sama dengan satu tetes air dan kenaikan volumenya naik
menurut step-step. Pada gelas (b), volume air naik secara kontinyu, maka ini
merupakan sifat analog.
LOGIKA BINER
4
akan terjadi pulsa. Dan pulsa merupakan komponen yang sangat penting dalam
rangkaian dan
5
sistem digital, sebagai contoh level tegangan yang berubah dari tinggi ke randah
atau rendah ke tinggi.
SISTEM BILANGAN
Pengertian Umum.
n n-1 1 0 -1 -n
a n . R + a n-1 . R + … + a 1 . R + a 0 . R + a -1 . R + … + a -n . R ……. 1)
Basis Bilangan
Dalam sistem digital ada beberapa sistem bilangan yang sering dipakai,
diantaranya :
6
- Bil. Biner bilangan dasar yang dipakai untuk menipulasi data pada hardware.
7
- Bil. Oktal , bilangan ini dipakai pada sispemrograman untuk komputer
generasi awal.
- Bil Desimal adalah bilangan yang setiap hari kita pakai.
- Bil Hexidesimal adalah bilangan yang dipakai untuk manipulasi data pada
software operasi microproccessor saat ini.
Conversi Bilangan
Untuk mengetahui hubungan antara jenis bilangan satu dengan yang lain, maka
perlu dijelaskan bagaimana sistem konversi bilangan tsb, dengan menggunakan
referensi bilangan yang paling kita kenal yaitu Bil. Desimal.
8
Konversi Bilangan Desimal ke Bilangan Lain
41 : 2 = 20 sisa 1 a0
20 : 2 = 10 sisa 0 a1
10 : 2 = 5 sisa 0 a2
5:2 = 2 sisa 1 a3
2:2 = 1 sisa 0 a4
1:2 = 0 sisa 1 a5
Maka :
( 41 )10 = (a5 a4 a3 a2 a1 a0 )2 = ( 1 0 1 0 0 1 )2
Untuk konversi dari bil desimal pecahan ke bilangan lain dapat menggunakan
metode yang sama dengan bilangan bulat biasa, tetapi disini menggunakan
perkalian. Dan lebih jelasnya dapat dijelaskan dengan contoh berikut.
9
Contoh :
Konversikan bilangan ( 0,6875 )10 ke bilangan biner
Maka :
( 0,6875 )10 = ( 0 , a –1 a -2 a -3 a -4 )2 = ( 0 , 1 0 1 1 )2
0 0000 00 0
1 0001 01 1
2 0010 02 2
3 0011 03 3
4 0100 04 4
5 0101 05 5
6 0110 06 6
7 0111 07 7
8 1000 10 8
9 1001 11 9
10 1010 12 A
11 1011 13 B
12 1100 14 C
13 1101 15 D
14 1110 16 E
15 1111 17 F
10
Bilangan OKTAL dan HEXADESIMAL
Konversi dari dan ke bilangan biner, oktal, hexadesimal mempunya peran yang
sangat penting dalam komputer digital. Karena ketiga jenis bilangan tersebut
memiliki hubungan yang unik 23 = 8 dan 24 = 16 , setiap sati digit bilangan oktal
merupakan konversi dari 3 digit biner dan setiap digit dari hexadesimal
merupakan konversi dari 4 bilangan biner.
Konversi dari bilangan biner ke bilangan oktal dapat dilakukan dengan
mengelompokkan bilangan biner setiap 3 digit , yang dimulai dari titik biner
(koma “,”) ke kiri dan ke kanan, contoh dibawah ini menggambarkan prosedur
di atas.
11
1.2. OPERASI ARITMATIKA
1.5.1. PENJUMLAHAN
11 0
27 3 A
4 8 + B
32 1 A+B
12
0 + 0 = 0
0 + 1 = 1
1 + 0 = 1
1 + 1 = 102
0 0 0 0
0 1 0 1
1 0 0 1
1 1 1 0
Untuk penjumlahan biner dengan digit lebih dari satu, dapat dijelaskan dengan
contoh-contoh berikut :
Contoh :
A = 1010 B = 0100
1 0 1 0
0 1 0 0 +
S= 1 1 1 0
C= 1 0 0 0
Maka A + B = 1 1 1 0
13
Contoh :
A = 1010 B = 0010
0 1 0
1 0 1 0
+
0 0 1 0
S= 11 0 0
C= 00 1 0
Maka A + B = 1 1 0 0
Contoh :
A = 1010 B = 1110
1 1 0
1 0 1 0
+
1 1 1 0
S= 10 0 0
C= 11 1 0
Maka A + B = 1 1 0 0 0
14
PENGURANGAN
0 - 0 = 0
0 - 1 = 1
1 - 0 = 1
102 - 1 = 1
Jika kita mengurangkan bilangan, kadang kita harus meminjam dari bit yang
lebih tinggi. Pinjam (borrow) ini dibutuhkan jika kita mengurangkan 0 dengan 1
. Dalam hal ini, jika 1 dipinjam dari bit berikutnya maka akan timbul 102 pada
baris yang dikurangi, contoh-contoh dibawah ini menggambarkan sistem di atas.
Contoh :
1 1 A 1 1 A
0 1 - B 1 0 - B
1 0 A-B 0 1 A-B
Contoh :
1 0 1 A
0 1 1 - B
0 1 0 A-B
15
KOMPLEMEN
Jika harga tersebut disubstitusikan , dua tipe tsb akan diberinama komplemen 2
dan komplemen 1 untuk bilangan biner, atau komplemen 10 dan komplemen 9
untuk bilangan desimal.
1.5..3.1. Komplemen r
Suatu bilangan positif N dalam basis-r dengan bilangan bulat sebanyak n digit,
maka komplemen r dari N dapat didefinisikan sebagai r n - N untuk N 0 dan 0
untuk N = 0. Contoh-contoh berikut ini akan memperjelas definisi diatas :
16
dari bit yang lebih tinggi jika digit yang dikurangi lebih kecil dari digit
17
pengurangannya. Jika pengurangan ini dikembangkan pada komponen digital,
metode diatas terlihat kurang efisien maka disini dikembangkan dengan metode
komplemen dan penjumlahan komplemen.
Contoh :
Menggunakan komplemen 10 kurangkan 72532 – 3250
M=72532 72532
N=03250
Komplemen 10 dari N = 9 6 7 5 0 + 96750
End Carry 1 69282
Maka hasilnya = 6 9 2 8 2
Contoh :
Kurangkan ( 3250 – 72532)10
M=03250 03250
N=72532
Komplemen 10 dari N = 2 7 4 6 8 + 27468
Tanpa Carry 0 30718
Hasilnya = - (komplemen 3 0 7 1
8)
18
=-69282
19
Contoh :
Gunakan komplemen 2 untuk menunjukkan pengurangan (M – N) dari bilangan
biner:
M=1010100 1010100
N=1000100
Komplemen 2 dari N = 0 1 1 1 1 0 0 + 0111100
End Carry 1 0010000
Hasilnya = 0 0 1 0 0 0 0
M=1000100 1010100
N=1010100
Komplemen 2 dari N = 0 1 0 1 1 0 0 + 0101100
Tanpa Carry 0 1110000
Hasilnya = - (komplemen 2 dari 1110000)
=-10000
1.5..3.3. Komplemen ( r – 1 )
Suatu bilangan N pada basis r dengan bagian bilangan bulat sebanyak n digit dan
bagian pecahan m digit, maka komplemen ( r – 1 ) dari N didefinisikan sebagai r n-r-
m
-N. Contoh-contoh secara numerik dapat diberikan sebagai berikut :
20
=74,361
6
- Komplemen 1 dari (101100)2 adalah (2 -1)10 – (101100)2 =
(111111 – 101100)2 = 010100
- Komplemen 1 dari (0,0110)2 adalah ( 1 – 2-4)10 – (0,0110)2 =
( 0,1111 – 0,0110 )2 = 0,1001
21
1.5.3.4. Pengurangan dengan komplemen ( r – 1 )
Contoh :
Menggunakan komplemen 9 kurangkan 72532 – 3250
M=72532 72532
N=03250
Komplemen 9 dari N = 9 6 7 4 9 + 96749
End Carry
1 69281
+ 1
69282
Maka hasilnya = 6 9 2 8 2
Contoh :
Kurangkan ( 3250 – 72532)10
M=03250 03250
22
N=72532
Komplemen 9 dari N = 2 7 4 6 7 + 27467
Tanpa 0
30717
Carry Hasilnya = - (komp. 9 dari 3 0
7 1 7)
=-69282
Contoh :
Gunakan komplemen 1 untuk menunjukkan pengurangan (M – N) dari bilangan
biner:
M=1010100 1010100
N=1000100
Komplemen 1 dari N = 0 1 1 1 0 1 1 + 0111011
End Carry 1 0001111
End-around-carry + 1
0010000
Hasilnya = 1 0 0 0 0
M=1000100 1010100
N=1010100
Komplemen 1 dari N = 0 1 0 1 0 1 1 + 0101011
Tanpa Carry 0 1101111
Hasilnya = - (komplemen 1 dari 1101111)
=-10000
23
Modul II
Pada bab yang lalu telah dijelaskan bahwa suatu informasi dapat dikodekan
dalam bentuk biner yang hanya mempunyai 2 kemungkinan. Pada bab ini akan
dibahas tentang hubungan variabel-variabel biner.
Operasi Logika
Suatu sistem logika dapat digambarkan dengan suatu blok yang mempunyai satu
set input yang menerima data biner dan mempunyai satu jalur output atau lebih.
Jika sistem itu adalah Kombinasional maka output datanta mempunyai fungsi
logika langsung atau dengan kata lain output tidak mempengaruhi input.
Input I1 Z1
I2 Z2 Output
. SISTEM LOGIKA .
In Z3
Jika input diwakili dengan I dan outputnya adalah Z seperti terlihat pada gambar
4.1. maka :
Zt = f ( It)
Dimana Zt adalah output dan It adalah input saat t.
24
Rangkaian penjumlah (adder) adalah suatu contoh dari rangkaian
Kombinasional. Jika input mewakili 2 bilangan, misalnya 2 dan 3 maka
keluaran yang diharapkan adalah 5 dengan kata lain outputnya akan 5 jika
inputnya 2 dan 3.
Sebuah rangkaian sequential juga dapat digambarkan seperti gambar 4.1. yang
mana mempunyai input dan output. Tapi ada satu hal yang membedakan antara
Sequential dan Kombinasional, yaitu pada sequential outputnya tidak hanya
tergantung pada inputnya tetapi juga tergantung pada input sebelumnya pada
operasi waktu tertentu. Maka :
Zt = f ( I1, I2, …, It )
Dimana It adalah input data pada selang waktu t. Output dari rangkaian ini
tergantung pada nilai input saat t dan semua input sebelumnya , oleh karena itu
input yang diberikan pada selang waktu t tidak selalu mempunyai output yang
sama.
Contoh :
Suatu rangkaian bilangan 1, 4, 2, 5, 2 merupakan contoh dari sistem sequential
yang disalurkan sekali setiap selang waktu t. maka urutan output dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Dalam memory ada beberapa lokasi dimana data dapat disimpan, dan yang
mengatur lokasi ini disebut address (alamat). Ada input kontrol lain yang sangat
penting untuk mengatur memory ke dalam mode Read (baca) atau mode Write
(tulis).
Address
MEMORY
Data Out
Data In
Control Read/
Write
Tiga tipe dari sistem logika ini mempunyai hubungan yang unik. Sebuah
rangkaian kombinasional dapat dikonversikan dalam sistem sequential dengan
cara menambah feedback dari beberapa outputnya untuk menimbulkan internal
input. Sedangkan rangkaian sequential sederhana mempunyai peralatan
memory, maka dapat dikatakan bahwa sebuah rangkaian memory dapat
dibentuk sebagai fungsi kombinasional.
26
LOGIKA DAN STATEMEN (PERNYATAAN)
Analisa dari sistem biner pertama kalinya dilakukan oleh seorang ahli matematika
, George Boole (1815 – 1884) beberapa puluh tahun sebelum revolusi elektronik
dan komputer. Teori Boole ini sangat relevan dengan operasi yang ditampilkan
oleh data biner dalam sistem elektronik.
Contoh :
Keadaan cuaca ini dapat digambarkan dalam persamaan Boole dengan variabel
S untuk Salju, R untuk Temperatue Rendah, dan M unutk mendung, maka :
S = R AND M
Fungsi logika antara 2 (dua) variabel input adalah AND (dan) dan symbol dari
AND adalah ‘.’ dan persamaan diatas dapat dituliskan :
S = R. M
Persamaan ini menyatakan bahwa S itu benar jika dan hanya jika R benar dan M
benar. Pernyataan ini mewakili suatu statemen “ akan terjadi Salju Jika
temperatur rendah dan mendung”.
Setiap persamaan boole mempunyai truth table yang berupa daftar nilai output
untuk setiap kemungkinan kombinasi input.
Truth table untuk persamaan S = R . M dapat dibuat sebagai berikut :
27
- Ada 4 (empat) kemungkinan kombinasi input (R dan M) yaitu (salah, salah),
(salah, benar), (Benar salah), dan (benar, banar).
- S akan benar jika R benar dan M benar.
ALJABAR BOOLEAN
Prinsip logika yang ditemukan George Boole ini dikembangkan lebih lanjut oleh
Augusto De Morgan. Dan teori dari Boole ini biasa disebut Aljabar Boolean
(Boolean Algebra).
28
GERBANG LOGIKA DASAR (BASIC LOGIC GATES)
Aljabaric
Name Symbol Truth Table
Function
A B F
A F=A.B
0 0 0
AND GATE F or 0
B F=AB 1 0
1 0 0
1 1 1
A B F
A 0 0 0
OR GATE F F=A+B 0 1 1
B 1 0 1
1 1 1
A F
0 1
NOT GATE A F F = A' = A
1 0
A B F
A 0 0 1
NAND GATE F F=A.B 0 1 1
B 1 0 1
1 1 0
A B F
A 0 0 1
NOR GATE F F=A+B 0 1 0
B 1 0 0
1 1 0
A B F
F=A+B 0 0 0
EX-OR A
GATE F or 0 1 1
B F = A' B + A B' 1 0 1
1 1 0
A B F
EX-NOR A 0 0 1
F F=A+B 0 1 0
GATE B 1 0 0
1 1 1
29
Hukum-Hukum dalam Aljabar Boolean
OR AND NOT
X+0=X X.0 =0
X+X=X X.X=X
X + X’ = 1 X . X’ = 0
b. Hukum Komutatif
1. X + Y = Y + X (Hukum Komutatif)
2. X . Y = Y . X (Hukum Komutatif)
c. Hukum Asosiatif
1. X + (Y + Z) = (X + Y) + Z (Hukum Asosiatif)
2. X (Y.Z) = (X.Y) Z (Hukum Asosiatif)
d. Hukum Distributif
1. X (Y + Z) = X Y + X Z (Hukum Distributif)
2. X + YZ = (X + Y)(X + Z) (Hukum Distributif)
e. Teori De Morgan
1. (X + Y)’ = X’ Y’ (Teori De Morgan)
2. (X.Y)’ = X’ + Y’ (Teori De Morgan)
f. Hukum Absorbsi
1. A + (A.B) = A (Hukum Absorbsi)
2. A (A + B) = A (Hukum Absorbsi)
30
g. Teori Penyusutan (Minimization)
1. AB + AB’ = A (Teori Penyusutan)
2. (A + B) (A + B’) = A (Teori Penyusutan)
3. A + A’. B = A + B (Teori Penyusutan)
4. A (A’ + B) = A . B (Teori Penyusutan)
1. X + X’ Y = (X + X’)(X + Y) = 1. (X + Y) = X + Y
2. X(X’ + Y) = XX’ + XY = 0 + XY = XY
3. X’Y’Z + X’YZ + XY’ = X’Z (Y’ + Y) + XY’ = X’Z + XY’
4. XY + X’Z + YZ = XY + X’Z + YZ(X + X’)
= XY + X’Z + XYZ + X’YZ
= XY(1 + Z) + X’Z(1 + Y)
= XY + X’Z
5. (A + B + C)’ = (A + X)’
= A’X’
= A’ . (B + C)’
= A’ . (B’. C’)
= A’B’C’
Sebuah variabel biner dapat ditampilkan dalam bentuk normal (x) atau dalam
bentuk komplemen (x’). Ini dapat kita lihat jika dua variabel biner x dan y
dikombinasikan menggunakan operasi ‘AND’. Karena setiap variabel dapat
diekspresikan dalam bentuk tertehtu, maka terdapat 4 kombinasi input : x’y’,
x’y, xy’, dan xy. Setiap kemungkinan tersebut mewakili satu kombinasi input
yang disebut Minterm atau Standart Product. Hal ini dapat diperjelas bahwa n
variabel mewakili 2n kombinasi input (Minterm).
31
Begitu juga, n variabel yang diekspresikan dalam operasi ‘OR’ dimana
kombinasi inputnya biasa disebut Maxterm atau Standart Sum. Hal diatas dapat
digambarkan pada tabel dibawah ini.
Minterm Maxterm
0 0 0 x’y’z’ m0 x+y+z M0
0 0 1 x’y’z m1 x + y + z’ M1
0 1 0 x’yz’ m2 x + y’ + z M2
0 1 1 x’yz m3 x + y’ + z’ M3
1 0 0 xy’z’ m4 x’ + y + z M4
1 0 1 xy’z m5 x’ + y + z’ M5
1 1 0 xyz’ m6 x’ + y’ + z M6
1 1 1 xyz m7 x’ + y’ + z’ M7
x y z f1 f2
0 0 0 0 0
0 0 1 1 0
0 1 0 0 0
0 1 1 0 1
1 0 0 1 0
1 0 1 0 1
1 1 0 0 1
1 1 1 1 1
32
f1 = x’y’z + xy’z’ + xyz = m1 + m4 + m7 (Minterm/Sum Of Product)
Komplemen dari fungsi diatas diambil berdasarkan logika ‘0’, komplemen dari
f1 dapat dibaca sebagi berikut :
f1’ = x’y’z’ + x’yz’ + x’yz + xy’z + xyz’
= m0 + m2 + m3 + m5 + m6
dan komplemen dari f1’ adalah
f1 = (x + y + z)(x +y’ + z’)(x + y’ + z’)(x’ + y + z’)(x’ + y’ + z)
= M0 . M2 . M3 . M5 . M6 (Maxterm/Product Of Sum)
KARNOUGH MAP
Pada bab yang lalu telah dibahas tentang aljabar boolean yang mana dapat
digunakan untuk menyederhanakan suatu rangkaian digital.
Akan tetapi jika rangkaian itu mencapai tingkat kesulitan (complexity) tertentu,
maka persamaan aljabar yang didapat akan sangat rumit, dan mungkin akan
timbul berbagai macam bentuk persamaan. Karena dengan metode boolean itu
tidak mempunyai prosedur/step-step yang khusus dalam proses manipulasi.
Metode ini pertama kalinya diciptakan oleh Veitch dan dikembangkan lebih
lanjut oleh Karnough, oleh karena itu metode ini biasa disebut Diagram Veitch
atau Karnough Map .
33
Map ini adalah sebuah diagram yang terdiri dari beberapa kotak dimana setiap
kotaknya mewakili 1 (satu) kombinasi input, dimana map ini menunjukkan
bahwa semua kemungkinan yang timbul dapat diexpresikan dalam bentuk yang
standar.
Gambar 2.5-1 menunjukkan suatu contoh map dengan 2 (dua) variabel input.
Ada 4 (empat) kombinasi input untuk 2 (dua) variabel input, maka map itu berisi
4 (empat) kotak.
Satu untuk setiap kombinasi input . Gambar 5-1 (b) digunakan untuk
menunjukkan hubungan antara kotak-kotak itu dengan dua variabel input.
y
x 0 1
m0 m1 0 x’ y’ x’ y
m2 m4 1 x y’ xy
Penggunaan dari map ini dapat digambarkan dalam suatu contoh berikut.
Contoh 1 :
Fungsi xy (seperti ditunjukkan gambar 5-2 (a) adalah sama dengan m3 maka ‘1’
dituliskan pada kotak m3.
F(xy) = (m3) = xy
Sama halnya dengan fungsi x + y (gambar 5-2 b) ada 3 kotak dengan tanda
‘1’ F = (x + y) = x’y + xy’ + xy = m1 + m2 + m3
34
Ketiga kotak tersebut dapat ditemtukan dari perpotongan variabel x pada baris
ke dua dan variabel y pada kolom 2 dimana kotak tsb memiliki variabel x atau y.
y y
x 0 1 x 0 1
0 0 1
1 1 1 1 1
A/ xy b/ x + y
Gambar 2.5-2. Penulisan Fungsi ke dalam Map.
Pada gambar 2.5-3 menunjukkan sebuah map dengan 3 (tiga) variabel input.
Untuk 3 (tiga) variabel input mempunyai 8 kombinasi input (2 3 = 8), maka map
ini mempunyai 8 kotak.
35
Dalam hal ini input kombinasi tidak disusun berdasarkan urutannya, tetapi
disusun seperti terlihat pada gambar 5-3.
Yz
X 00 01 11 10
Penggunaan dari map ini dapat dijelaskan dalam suatu contoh berikut.
Contoh 2 :
yz
x 00 01 11 10
1 1 1
xz
Contoh 3 :
Sederhanakan fungsi boolean dibawah ini
: F = x’yz + x’yz’ + xy’z’ + xy’z
Langkah pertama ‘1’ dituliskan pada setiap kotak yang diperlukan untuk
mewakili fungsi tersebut (seperti gambar dibawah ini )
36
yz
x 00 01 11 10
1 1 1 x’y
2 1 1 xy’
Maka fungsi diatas dapat langsung kita sederhanakan dengan hasil sebagai
berikut:
F = x’y + xy’
Contoh 4 :
Sederhanakan F = x’yz + xy’z’ + xyz + xyz’
Penyelesaian :
yz
x 00 01 11 10
0 1 yz
1 1 1 1 xz
F = yz + xz
Contoh 5 :
F = A’ C + A’ B + AB’ C + BC
Jika satu persamaan memiliki kurang dari 3 (tiga) variabel input maka ini
mempunyai ‘1’ lebih dari satu kotak.
37
Untuk mencari kotak yang berhubungan dengan A’ C, kita harus
memperhitungkan satu persatu A’ (baris pertama) dan C dua kolom tengah),
maka A’ C ada pada posisi kotak 001 dan 011 maka pemetaan dapat
diperlihatkan pada gambar berikut :
BC
A 00 01 11 10
0 1 1 1 A’ B
1 1 1 C
F = A’ B + C
Contoh 6 :
F (x,y,z) = ( 0, 2, 4, 5, 6 )
Yz
X 00 01 11 10
0 1 1 z
1 1 1 1
xy’
F (x,y,z) = ( 0, 2, 4, 5, 6 )
= xy’ + z’
38
MAP DENGAN EMPAT VARIABEL INPUT
Map untuk fung boolean dengan 4 (empat) variabel input dapat ditunjukkan
pada gambar 2.5-4. Pada gambar (a) menunjukkan daftar dari 16 kombinasi
input, dan gambar (b) menunjukkan hubungan dari setiap kombinasi input.
yz
wx 00 01 11 10
Penyelesaian :
yz
wx 00 01 11 10
00 1 1 1 w’z’
01 1 1 1
11 1 1 1
xz’
10 1 1
y’
39
Contoh 8 :
F = A’ B’ C’ + B’ C D’ + A’ B C D’ + A B’ C’
Penyelesaian :
CD
AB 00 01 11 10
00 1 1 1 A’ C D’
01 1
11
1 1
10 1 B’ D’
B’ C’
F = B’ D’ + B’ C’ + A’ C D’
Tugas :
40
Modul III
LOGIKA KOMBINASIONAL
PROSEDUR DESAIN
Truth table untuk rangkaian kombinasional terdiri dari kolom input. Jumlah dari
kombinasi input ditentukan oleh 2n dimana n adalah jumlah variabel input. Harga
biner dari output ditentukan dari analisa pernyataan masalah. Dan output mungkin
berharga ‘0’ atau ‘1’ untuk setiap kombinasi input yang valid. Tetapi
spesifikasinya mungkin menunjukkan bahwa beberapa kombinasi input yang tidak
41
mungkin terjadi. Kombinasi ini disebut kondisi tak menentu (Don’t Care
Condition).
Fungsi output yang ditunjukkan dalam truth table memberikan definisi yang
pasti dari rangkaian kombinasi. Tapi kadang-kadang seorang desainer harus
menggunakan intuisi dan pengalamannya untuk menginterpretasikan masalah
yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat. Jika interpretasi itu salah maka
rangkaian logika yang dihasilkan akan salah. Persamaan fungsi boolean yang
dihasilkan dari truth table disederhanakan menggunakan metode-metode yang
tersedia seperti manipulasi aljabar Boolean, metode map dll.
42
KONVERSI KODE
Untuk konversi dari kode biner A ke kode biner B, jalur input harus mensupply
kombinasi bit dari elemen-elemen seperti ketentuan kode A dan jalur output
harus membangkitkan kombinasi bit yang sesuai dengan kode B.
Kode-kode biner untuk digit desimal itu sendiri memiliki bermacam-macam
kemungkinan kombinasi . Disini dapat ditunjukkan beberapa kemungkinan
kombinasi seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :
0 0 0 0 0 0 0 1 1
1 0 0 0 1 0 1 0 0
2 0 0 1 0 0 1 0 1
3 0 0 1 1 0 1 1 0
4 0 1 0 0 0 1 1 1
5 0 1 0 1 1 0 0 0
6 0 1 1 0 1 0 0 1
7 0 1 1 1 1 0 1 0
8 1 0 0 0 1 0 1 1
9 1 0 0 1 1 1 0 0
43
BCD (8 4 2 1) merupakan konversi langsung dari sedimal ke kode biner. Kode
biner yang pernah digunakan dalam beberapa komputer generasi awal adalah
EXCESS-3 dimana kode ini dibentuk sesuai dengan harga BCD setelah
ditambah dengan 3.
Contoh :
Desimal 3 -------------- 2 + 3 = 5 Kode Excess-3 adalah 0 1 0 1
Prosedur desain untuk konversi kode dapat digambarkan dengan mengambil
contoh Konversi BCD ke kode Excess-3. Kombinasi bit untuk BCD dan kode
Excess-3 dapat dilihat pada tabel 6.1.
Karena kedua kode tersebut menggunakan 4 bit untuk mewakili digit desimal,
maka terdapat 4 variabel input dan 4 variabel output.
Keempat variabel input disimbolkan A B C D dan outputnya disimbolkan w x y
z. Dan didapatkan tabel kebenaran (truth table) seperti pada tabel 6.2. dibawah ini.
44
X = don’t care condition
Jika kita analisa, bila terdapat 4 variabel input maka akan terdapat 16 kombinasi
input tetapi pada tabel 3.1. hanya ada 10. Maka 6 kombinasi input yang tidak
tercantum pada tabel tersebut disebut kondisi tak menentu atau don’t care
combination. Seperti terlahat pada tabel 3.2.
01 1 1
11 X X X X
10 1 X X
Z = D’
CD
AB 00 01 11 10
00 1 1
01 1 1 CD
11 X X X X
10 1 X X
C’D’
Y= C D + C’ D’
45
CD
AB 00 01 11 10
00 1 1 1 B’C
01 1
11 X X X X
10 1 X X
BC’D’ B’D
CD
AB 00 01 11 10
00 BD
01 1 1 1
11 X X X X BC
10 1 1 X X
W = A + BC + BD
Z = D’
Y = CD + C’D’ = CD + (C + D)’
X = B’C + B’D + BC’D’
= B’(C + D) + BC’D’
= B’(C + D) + B(C + D)’
W = A + BC + BD
= A + B(C + D)
46
Rangkaian logika dari persamaan dapat digambarkan seperti gambar 6.1.
Didalamnya dapat kita lihat bahwa gerbang OR yang memiliki output C + D
telah digunakan secara parsial oleh 3 output.
D' Z
D CD
C Y
(C + D)'
C+D
B
X
W
A
47
Modul IV
RANGKAIAN SEQUENSIAL
PENDAHULUAN
Pada rangkaian digital kombinasional yang telah dibahas pada bab terdahulu,
dikatakan bahwa output rangkaian kombinasional adalah sepenuhnya tergantung
dari input yang ada untuk segala keadaan.
Rangkaian
Internal Input Kombinasional Elemen
Memory
Blok diagram untuk rangkain sequensial dapat dilihat pada gambar diatas.
Sistem ini terdiri dari rangkaian kombinasionaldengan elemen memory yang
membentuk jalur feed-back (umpan balik).
Rangkaian sequensial menerima informasi biner dari input eksternal. Input biner
ini digabungkan dengan state (keadaan) ekemen memory saat itu, akan
menentukan nilai output biner. Keadaan itu juga menentukan kondisi untuk
48
perubahan state (keadaan) pada elemen memory. Blok diagram diatas
49
menunjukkan bahwa output eksternal dari rangkaian sequensial bukan hanya
merupakan fungsi dari input eksternal tetapi juga state (keadaan) elemen
memory saat itu. Rangkaian sequensial mengikuti urutan dari input, output dan
state internal.
waktu waktu
tp bit n bit n+1
Amplitudo
tp << T
Qn Qn+1
0 T 2T (n - 1)T nT (n + 1)T
Adapun perpindahan keadaan tegangan pada pulsa akan digunakan oleh sistem
sequensial untuk mentrigger (memicu) untuk bekerja, gambaran detail dari
perpindahan ini dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
50
LEVEL
+5 Volt
Logika '1'
tr = rise Time
tf = falling time
0 volt (GND)
tf
Logika '0'
tr
51
FLIP – FLOP (FF)
Q
flip-flop
Rangkaian flip-flop dapat dibentuk dari 2 (dua) NAND Gate atau 2 (dua) NOR
Gate. Dan rangkaian tersebut adalah dasar dari flip-flop yang dapat digunakan
untuk membentuk rangkaian yang lebih compleks. Hubungan silang dari output
satu gerbang ke input gerbang yang lain merupakan jalur feed-back. Setiap flip-
flop ini mempunyai 2 (dua) output (Q dan Q’) dan dua input Set (S) dan Reset
(R). Flip-flop tipe ini biasa disebut flip-flop S-R sambungan langsung atau
(Latch).
52
S
Q
R Q
Truth table (tabel kebenaran) dari rangkaian diatas dapat ditunjukkan pada tabel
dibawah ini.
S R Q Q’ KONDISI
1 0 0 1
1 1 0 1 Setelah S=1, R= 0
0 1 1 0
1 1 1 0 Setelah S= 0, R = 1
Rangkaian S-R flip-flop ini akan menunjukkan kondisi output flip-flop yang
tetap jika kedua inputnya berlogika ‘1’. Pada aplikasinya, input Set (S)
diberikan logika ‘0’ menyebabkan output Q menjadi logika ‘1’ dan Q’ akan
berlogika ‘0’, maka akan membuat flip-flop ini pada keadaan SET.
Setelah input set kembali ke logika ‘1’ dan input Reset ( R ) berlogika ‘0’
menyebabkan perubahan ke keadaan clear (Reset). Jika kedua inputnya
diberikan logika ‘0’ maka kedua outputnya menjadi berlogika ‘1’ dan kondisi
ini disebut kondisi tak terdefinisi (Undeterminate), keadaan ini harus dihindari
untuk dapat
53
beroperasi secara normal. Maka rangkain ini diklasifikasikan sebagai rangkaian
Sequensial Asinkron.
S A
SQ
Q
Clk
Clk
B
R Q
Q
R
Sebelum adanya clock, output dari dua NAND gate terdekat dengan input
adalah berlogika ‘1’. Apapun keadaan input S-R nya, saat seperti ini flip-flop
dalam keadaan tidak bekerja atau disable.
Saat diberikan clock, flip-flop akan bekerja , output A dan B serta output Q dan
Q’ tergantung dari input S-r. Operasi dari rangkaian dapat dilihat pada tabel
kebenaran, dan hal ini dapat dicek perbaris menggunakan rangkaian pada
gambar 4.2.3.
Waktu kondisi input S = R = berlogika ‘1’ maka Q = Q’ = 1 , hal ini
menyimpang dari ketentuan bahwa Q’ merupakan komplemen dari Q. maka
keadaan ini disebut keadaan tak terdefinisi (Undeterminate).
54
Tabel 4.2.1. Truth Table Flip-flop S-R dengan Clock
0 0 0 1 0 1 Tidak berubah
0 0 1 0 1 0
0 1 0 1 0 1 Reset
0 1 1 0 0 1 Q = 0, Q’ = 1
1 0 0 1 1 0 Set
1 0 1 0 1 0 Q = 1, Q’ = 0
1 1 0 1 1 1 Tak terdefinisi
1 1 1 0 1 1 (Undeterminate)
IC (Integrated Circuit) untuk flip-flop S-R ini jarang dipakai karena masih
terdapat kondisi tak terdefinisi saat S = R = ‘1’, sedangkan ada tipe-tipe flip-flop
lain yang lebih handal untuk mengerjakan sistem yang sama.
D-Type Flip-flop atau flip-flop tipe-D ini merupakan modifikasi dari flip-flop S-
R dengan Clock yang hanya mempunyai 1 (satu) input D. Modifikasi itu
dilakukan dengan menambahkan Not Gate yang dihubungkan dengan kedua (S
dan R) pada flip-flop S-R, sehingga R merupakan komplemen dari S. Maka
operasi dari tipe-D ini lebih sederhana dibandingkan dengan flip-flop S-R
dengan Clock.
55
D S Q DQ
Clk Clk Clk
R Q Q
Setelah input clock (Clk) berubah dari logika ‘0’ ke logika ‘1’ , bit biner data
pada input D dipindahkan ke output Q, maka output Q setelah clock akan sama
dengan input D. Oleh karena itu flip-flop tipe-D disebut juga Data transfer.
0 0 1 0 1
0 1 0 0 1
1 0 1 1 0
1 1 0 1 0
56
J-K FLIP-FLOP
J-K flip-flop merupakan versi lain dari modifiksi flip-flop S-R. Flip-flop ini
mempunyai daya guna yang tinggi, karena dapat menghindari kondisi
undeterminate.
Flip-flop ini mempunyai 2 input yang disebut J dan K, dan data set hubungan
feedback yaitu output komplemen Q’ dikombinasikan dengan input J dan clock
melalui gerbang NAND, sedangkan output Q dikombinasikan dengan terminal
K dan clockmelalui gerbang NAND juga.
J JQ
Q
Clk Clk
K Q K Q
57
Tabel 4.2.3.. Truth Table J-K flip-flop
0 0 0 1 0 1 Tetap
0 0 1 0 1 0
0 1 0 1 0 1 Reset
0 1 1 0 0 1
1 0 0 1 1 0 Set
1 0 1 0 1 0
1 1 0 1 1 0 Toggle
1 1 1 0 0 1
58
Modul V
RANGKAIAN KOMBINASIONAL DENGAN MSI
(MEDIUM SCALE INTEGRATION) DAN LSI (LARGE
SCALE INTEGRATION)
Ada beberapa rangkaian MSI dan LSI yang dapat diaplikasikan langsung ke
desain dan pengembangan dari rangkaian kombinasional. Teknik-teknik ini
menggunakan prinsip-prinsip umum dari decoder, multiplexer, Read Only
Memory (ROM), programmable logic array (PLA). Keempat IC tersebut
memiliki aplikasi yang sangat luas.
PENJUMLAH (ADDER)
0 + 0 = 0 ------- 1 digit
0 + 1 = 1 ------- 1 digit
1 + 0 = 1 ------- 1 digit
1 + 1 = 10 ------- 2 digit
59
Rangakaian kombinasi yang menampilkan penjumlahan dari 2 bit disebut
penjumlah setengah (Half Adder). Dan yang menampilkan penjumlahan 3 bit
disebut penjumlah penuh (Full Adder).
Kenyataannya full adder dapat dibentuk dari 2 half adder dan 1 OR Gate.
HALF ADDER
Dari keterangan global tentang half adder diatas, kita dapat melihat bahwa
rangkaian ini membutuhkan 2 input biner dan 2 output biner. Variabel input
terdiri dari bit yang akan dijumlahkan (AUGEND), dan bit yang penjumlah
(ADDEN). Dan variabel output terdiri dari hasil penjumlahan / SUM (S) dan
carry (C).
Jika 2 bit input kita beri simbol x dan y, sedangkan outputnya adalah S (hasil
penjumlahan) dan C (carry). Kemudian kita buat truth table seperti dibawah ini :
x y C S
0 0 0 0
0 1 0 1
1 0 0 1
1 1 1 0
Persamaan fungsi boolean untuk 2 output dapat ditentukan daru truth table :
S = x’y + xy’ = x y
C = xy
60
Dan rangkaian logikanya dapat ditunjukkan pada diagram dibawah ini :
x
S
y
Dan disimbolkan :
x y
HA
C S
FULL ADDER
61
Maka truth table untuk full adder adalah sebagai berikut :
x y Z C S
0 0 0 0 0
0 0 1 0 1
0 1 0 0 1
0 1 1 1 0
1 0 0 0 1
1 0 1 1 0
1 1 0 1 0
1 1 1 1 1
Hubungan input output dari rangkaian full adder dapat diekspresikan dalam 2
fungsi boolean (satu untuk setiap fungsi membutuhkan metode map untuk
penyederhanaan).
Untuk Output S =
yz
x 00 01 11 10
0 1 1 x’y
1 1 1 xy’
1 1 1 1 xy
xz
C = xy + xz + yz
62
Dari hasil penyederhanaan dengan menggunakan mapping ini yang berupa
persamaan dalam bentuk Sum Of Product (SOP) sudah tidak dapat
disederhanakan lagi, hal ini menyebabkan jumlah gerbang yang digunakan
menjadi relatif banyak sehingga kurang effisien.
Bentuk konfigurasi yang lain dari full adder dapat dikembangkan dengan
pendekatan prosedur matematis (penjumlahan 3 buah bilangan 1 bit), sehingga
didapatkan full adder dapat dibentuk dari 2 (dua) half Adder dan 1 (satu) OR
gate seperti gambar dibawah ini.
y S
Sehingga didapat persamaan dari rangkaian (gambar 5.1.3) full adder adalah
sebagai berikut :
S =z(xy )
C = z(xy’ + x’y) + xy
x y
Cout FA Cin
63
Gambar 5.1.4. Simbol Full Adder
64
Persamaan yang dihasilkan dari 2 pendekatan tersebut yaitu dengan mapping
dan prosedur matematis adalah sama, hal ini dapat dibuktikan dibawah ini :
Hasil Penjumlahan S :
S = z (x y)
= z’ ( x’y + xy’ ) + z ( x’y + xy’)
= z’ ( x’y + xy’ ) + z [ (x’y)’ . (xy’)’ ]
= z’ ( x’y + xy’ ) + z [ (x + y’) . (x’ + y) ]
= z’ ( x’y + xy’ ) + z ( xx’ + xy + x’y’ + yy’ )
= z’ ( x’y + xy’ ) + z ( xy + x’y’ )
= x’yz’ + xy’z’ + x’y’ z + xyz
Pada sub-bab diatas telah dibahas maslah full adder yang membentuk penjumlah
2 bit dan carry yang timbul sebelumnya. Dua bilangan biner dari n-bit, setiap
bitnya dapat ditambahkan dengan menggunakan rangkaian tersebut. Untuk
memperlihatkan sistem penjumlahan ini, marilah kita lihat contoh berikut :
Misalnya :
A = 1 0 1 1
B = 0 0 1 1 , maka
S = 1 1 1 0
65
Metode penjumlahan ini dapat ditunjukkan dibawah ini :
- Yang dijumlahkan 1 0 1 1 Ai x
- Penjumlah 0 0 1 1 Bi + y
Rangkaian dari penjumlah ini dapat dibentuk dengan beberapa Full Adder
(sesuai dengan jumlah bit yang dijumlahkan) yang dihubungkan secara cascade,
dengan carry output dari suatu full adder dihubungkan ke carry input dari full
adder berikutnya :
x3 y3
x2 y2 x1 y1 x0 y0
Cout FA FA FA FA Cin
S3 S2 S1 S0
Jika rangkaian 4-bit Full Adder ini dikemas dalam paket IC, maka IC ini
mempunyai 4 (empat) terminal untuk bit yang dijumlahkan dan 4 (empat)
terminal untuk bit-bit penjumlah, dan 2 terminal untuk carry input dan carry
output. Dan 4-bit Full Adder telah dibentuk dalam IC TTL 74283.
66
x3 y3 x2 y2 x1 y1 x0 y0
Cout 4 BIT
FAFULL ADDERF A FA F Cin
S3 S2 S1 S0
Gambar 5.2.2. Blok Diagram 4-bit Full Adder (IC TTL 74283)
67
DECODER
n
Decoder yang dimaksud adalah biasa disebut decoder n ke m jalur dimana m 2
, dan ini bertujuan untuk membangkitkan output 2n (atau kurang) dari n variabel
input. Decoder ini juga banyak digunakan pada konversi kode seperti decoder
BCD to 7-Segment.
D0 = x'y'z'
D1 = x'y'z
x
D2 = x'yz'
y
D3 = x'yz
z
D4 = xy'z'
D5 = xy'z
D6 = xyz'
D7 = xyz
Enable
68
Sebagai contoh, amati rangkaian decoder 3 ke 8 jalur seperti terlihat pada gambar
5.1.1. Untuk 3 buah input yang dikodekan dalam 8 output, setiap output
mewakili satu kombinasi input.
Ada 3 gerbang not yang berfungsi sebagai inverter dan 8 gerbang NAND untuk
membangkitkan setiap kombinasi input. Aplikasi khusus dari rangkaian ini
adalah untuk mengkonversikan BCD ke Oktal. Variabel input mewakili sebuah
bilangan biner dan outputnya akan mewakili 8 digit dalam sistem oktal. Dekoder
3 ke 8 jalur ini telah dibuat dalam satu paket IC TTL tipe 74 138, dengan tabel
kebenaran seperti dibawah ini.
Input Output
x Y z D0 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7
0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1
1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
69
Latihan 5.1.
Desain sebuah decoder dari BCD ke Desimal , dalam hal ini adalah 10 digit
desimal yang diekspresikan dalam BCD (4 bit).
Maka Decoder tersebut akan membentuk 4 ke 10 jalur ( Decoder BCD ke
Desimal).
Dengan ketentuan menggunakan tabel kebenaran berikut ini.
TABEL 5.3.2. Truth Tabel Decoder 4 ke 10 Jalur
Input Output
W X Y Z
0 0 0 0 D0
0 0 0 1 D1
0 0 1 0 D2
0 0 1 1 D3
0 1 0 0 D4
0 1 0 1 D5
0 1 1 0 D6
0 1 1 1 D7
1 0 0 0 D8
1 0 0 1 D9
1 0 1 0 Don’t Care
1 0 1 1 Don’t Care
1 1 0 0 Don’t Care
1 1 0 1 Don’t Care
1 1 1 0 Don’t Care
1 1 1 1 Don’t Care
70
Untuk memudahkan penggambaran perlu dilakukan penyederhanaan dengan
metode mapping.
YZ
WX 00 01 11 10
00 D0 D1 D3 D2
01 D4 D5 D7 D6
11 X X X X
10 D8 D9 X X
Contoh penyederhanaan :
D3 = X’ YZ
D8 = WZ’
D9 = WZ
Sedangkan Decoder BCD ke Desimal ini sudah dikemas dalam IC TTL dengan
tipe 74 42.
DEMULTIPLEXER (DEMUX)
71
Sebuah decoder 3 ke 8 jalur dengan sebuah enable input yang dibentuk dari
gerbang NAND dapat diperlihatkan pada gambar 8.1. dengan truth table yang
ada pada TABEL 5.4.1. dibawah ini.
(En) x y z D0 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7
1 x x x 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1
0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1
0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1
0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0
Semua output akan berlogika ‘1’ jika Enable input (En) berlogika ‘1’ untuk
semua kombinasi input (x, y, ,dan z). Jika Enable (En) berlogika ‘0’ maka
rangkaian ini beroperasi seperti decoder biasa. Ini menunjukkan bahwa Enable
input tersebut adalh aktif rendah (low) atau akan aktif apabila diberikan logika
‘0’.
Demultiplexer adalah suatu rangkaian yang menerima informasi dari satu jalur
n
(satu terminal) dan mentransfer informasitersebut ke salah satu dari 2
72
kemungkinan jalur output. Perubahan fungsi dari Decoder menjadi Demultiplexer
dapat dilihat pada blok diagram dibawah ini menggunakan Decoder 2 ke 4 jalur.
D0 D0
x
DECODER 2 DEMULTIPLEXER
TO 4 LINE D1 En 1 TO 4 LINE
D1
y
D2 D2
D3 D3
En
x y
A
MSB
D0
x
B
DECODER 2
TO 4 LINE D1
y
C D2
D3
En
D4
x
DECODER 2
TO 4 LINE D5
y
D6
D7
En
73
Gambar 5.4.2. Decoder 3 ke 8 yang terbentuk dari 2 buah decoder 2 ke 4 jalur.
74
ENCODER
Encoder adalah suatu fungsi digital yang mempunyai operasi kebalikan dari
n
Decoder. Encoder mempunyai 2 (atau kurang) jalur input dan n jalur output
n
membangkitkan kode biner untuk 2 variable input.
Satu contoh Encoder dapat dilihat pada gambar 8.4, yaitu Encoder oktal ke biner
memiliki 8 input dan 3 output yang membangkitkan bilangan biner tertentu.
D0
X = D4 + D5 + D6 + D7
D1
D2
D3 Y = D2 + D3 + D6 + D7
D4
D5
D6 Z = D1 + D3 + D5 + D7
D7
75
Tabel 5.5.1. Truth Table dari Encoder Oktal ke Biner.
INPUT OUTPUT
D0 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 X Y Z
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1
0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1
0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0
0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1
Encoder dalam gambar 5.5.1. ini mengasumsikan bahwa hanya satu jalur input
sama dengan ‘1’1 pada setiap waktu. Jika ada dua atau lebih logika ‘1’ maka
rangkaian ini tidak berarti.
Karena jika suatu rangkaian mempunyai 8 variabel input, maka akan mempunyai
8
2 = 256 kombinasi input. Sedangkan disini yang mempunyai arti hanya 8
kombinasi input, kombinasi yang laian adalah pada kondisi diabaikan (don’t care).
MULTIPLEXER
76
Seleksi untuk jalur input tertentu dikontrol oleh satu set jalur seleksi. Multiplexer
4 jalur ke 1 jalur adalah ditunjukan pada gambar 5.6.1.
I0
I1
Y
I2
I3
S1
MULTIPLEXER 4 x 1
S0
I I0
N I1 MUX
I2 4 X 1 Y OUTPUT
P I3
U S1S0
T
JALUR SELEKSI
77
Tabel 5.6.1. Truth Table Multiplexer 4 x 1
S0
S1 Y
0 0 I0
0 1 I1
1 0 I2
1 1 I3
Setiap jalur input (I0 sampai dengan I3) dihubungkan ke salah satu input AND
gate. Jalur seleksi S0 dan S1 digunakan untuk memilih AND gate tertentu (lihat
gambar 5.6.1.). Tabel kebenaran (truth table) 9.1. menunjukkan daftar input
output untuk setiap kombinasi input dari jalur seleksi.
Multiplexer juga bisa disebut pen-seleksi data (atau data selektor) karena
rangkaian ini memilih salah satu dari beberapa input dan mengontrol informasi
biner ke jalur output.
n n
Pada umumnya, Multiplexer 2 ke 1 jalur disusun dari sebuah decoder n ke 2
n
dan ditambah dengan 2 jalur input untuk setiap input AND gate. Keluaran dari
AND gate itu dihubungkan ke input OR gate untuk membentuk satu jalur output.
Multiplexer biasa disebut dengan MUX.
78
Jika kita memiliki suatu fungsi boolean dengan n+1 variabel, maka kita pilih
salah satu variabel sebagai input multiplexer dari I0, I1, …,In-1, sedangkan
sisanya dihubungkan dengan jalur seleksi. Dengan demikian , akan membentuk
n n
fungsi n variabel dengan 2 ke 1 multiplexer (2 x 1 MUX).
Sebagai contoh :
Kita memiliki fungsi boolean F (A,B,C) = (1, 3, 5, 6) Untuk meng-
implementasi-kan fungsi diatas, ikuti prosedur dibawah ini :
1. Fungsi diatas memiliki 3 variabel (A, B, dan C) dengan tabel kebenaran
sebagai berikut :
Minterm A B C F
0 0 0 0 0
1 0 0 1 1
2 0 1 0 0
3 0 1 1 1
4 1 0 0 0
5 1 0 1 1
6 1 1 0 1
7 1 1 1 0
2. Pilih salah satu variabel sebagai input multiplexer, misalnya kita pilih
variabel A sebagai input multiplexer.
3. Maka variabel yang tersisa adalah 2 variabel yaitu variabel B (msb) dan C
(lsb), yang akan kita hubungkan ke jalur seleksi Multiplexer. Dari variabel
n
yang tersisa maka multiplexer yang tepat untuk dipakai adalah 2 ke 1
79
4. Buat tabel implementasi dengan MUX 4x1 dan variabel terpilih adalah A.
I0 I1 I2 I3
A’ 0 1 2 3
A 4 5 6 7
I0 I1 I2 I3
A’ 0 1 2 3
A 4 5 6 7
Dan hasil tabel implementasi dapat dibaca dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika dalam 1 kolom input, kedua-duanya tidak dilingkari, maka terminal
input tersebut dihubungkan ke ‘0’.
b. Jika dalam 1 kolom input, kedua-duanya dilingkari, maka terminal input
tersebut dihubungkan ke ‘1’.
c. Jika dalam 1 kolom input, salah satu minterm yang dilingkari maka perlu
dilihat pada baris mana yang dilingkari. Jika yang dilingkari berada pada
baris A’ maka terminal input tersebut dihubungkan ke A’, begitu juga jika A,
maka terminal input tersebut dihubungkan ke A (lihat tabel implementasi).
80
d. Gambarkan rangkaian hasil implementasi.
0 I0
1 I1 MUX Y F
I2 4 X 1
A
I3
S1S0
B
C
81
Modul VI
Rangkaian sequensial dengan clock terdiri dari satu kelompok flip-flop dan
gerbang-gerbang kombinasional yang dihubungkan untuk membentuk sebuah
jalur feed-back. Flip-flop itu penting, karena dengan keberadaannya, rangkaian
tersebut dapat mengurangi jumlah kebutuhan gerbang, sedangkan pada
rangkaian kombinasional murni tidak memiliki jalur feed-back.
Rangkaian yang hanya terdiri dari flip-flop bisa juga disebut rangkaian
sequensial biarpun tanpa gerbang kombinasional.
Register adalah suatu kelompok sel-sel penyimpan biner yang baik untuk
menahan informasi biner. Satu kelompok flip-flop merupakan sebuah register,
karena setiap flip-flop adalah sebuah sel yang mampu menyimpan satu-bit
informasi. Sebuah register n-bit memiliki 1 kelompon n flip-flop dan mampu
untuk menyimpan informasi biner yang berisi n-bit. Selain mempunyai flip-flop,
sebuah register kadang mempunyai gerbang kombinasional untuk menjalankan
pemrosesan data secara spesifik. Flip-flop digunakan untuk menahan informasi
biner dan gerbang kombinasional digunakan untuk mengontrol kapan dan
bagainama informasi itu ditransfer ke dalam register.
Counter (pencacah) adalah sebuah register yang bekerja saat adanya pulsa input
82
yang dialirkan melalui urutan keadaan yang telah ditentukan. Gerbang-gerbang
83
dalam counter dihubungkan sedemikian rupa untuk menghasilkan urutan
tertentu dari keadaan biner pada register. Meskipun counter adalah type khusus
dari register, orang sering membedakan mereka dengan memberi nama khusus
‘counter’.
Suatu register yang dapat melakukan pergeseran informasi biner ke kiri atau ke
kanan disebut register geser. Konfigurasi logika dari sebuag register geser terdiri
dari sebuah rangkaian flip-flop yang dihubungkan secara cascade, yaitu output
dari salah satu flip-flop dihubungkan ke input flip-flop berikutnya. Dan semua
flip-flop menerima pulsa clock dalam waktu yang bersamaan dan menyebabkan
pergeseran dari satu keadaan ke keadaan berikutnya.
Ditinjau dari sistem input-outputnya register geser tebagi menjadi :
a. Serial Input Serial Output (SISO)
b. Serial Input Paralel Output (SIPO)
c. Paralel Input Paralel Output (PIPO)
d. Paralel Input Serial Output (PISO)
Serial Input ditentukan oleh data yang masuk ke flip-flop paling kiri (Data
Input) dan serial output diambil dari output flip-flop paling kanan (QD).
D D Q D Q D Q
Input Data
Output Data
Q Clk Clk Clk
Clk Q Q
Clock
Q
Q
84
Operasi kerja dari rangkaian ini dapat digambarkan melalui tabel kebenaran dan
timing diagram dibawah ini.
Clock QA QB QC QD
0 0 0 0 0
1 1 0 0 0
2 0 1 0 0
3 1 0 1 0 Out paralel
4 1 1 0 1
5 0 1 1 0
6 0 0 1 1 Data terakhir
7 0 0 0 1
8 0 0 0 0
Timing diagram
DATA = 1 1 0 1(Lsb)
CL OCK 1 2 3 4 5 6 7 8 9
QA
B
Q
C
Q
D
Q
Dari Operasi diatas dapat dilihat bahwa data yang pertama kali dimasukkan ke
input (input data) akan keluar ke output (QD) setelah clock yang ke 4. Dan data
terakhir akan keluar ke output (QD) setelah clock yang ke 7.
85
Serial Input Paralel Output (SIPO)
Pengambilan inputnya sama dengan hift register SISO, tetapi outputnya diambil
dari output Q dari setiap flip-flop (QA,QB, QC, QD).
QA QB QC QD
DQ DQ DQ DQ
Input
Data Clk Clk Clk Clk
Q Q Q Q
Cl
oc
k
Sedangkan operasi dari register ini dapat dijelaskan seperti pada Tabel 6.1.1 dan
timing diagram pada gambar 6.1.2. (SISO). Akan tetapi output SIPO akan
terjadi setelah clock ke 4, semua data yang diinputkan telah tertransfer ke output
paralel (QA, QB, QC, QD).
86
Paralel Input Paralel Output (PIPO)
Pada sistem ini, semua input masuk ke input masing-masing flip-flop dan
ditransfer secara bersama-sama ke setiap output flip-flop saat diberikan clock
(hanya 1 kali).
QA QB QC QD
DQ DQ DQ DQ
Clk Clk Clk Clk
Q Q Q Q
Cl
oc
k
DA DB DC DD
Input
Data
Paralel
Rangkaian dari sistem ini agak sedikit berbeda dengan jenis register geser
lainnya, pada sistem ini data diinputkan secara paralel dan akan ditransfer ke
output dalam bentuk serial (satu per satu).
Sedangkan rangkaian PISO ini dapat dibentuk dengan bermacam-macam cara
antara lain dengan menggunakan flip-flop yang ditambahkan dengan beberapa
gerbang kombinasional, menggunakan multiplexer dan counter, dll.
87
COUNTER (PENCACAH)
DEFINISI
Rangkaian sequensial yang bekerja menurut suatu urutan yang telah ditentukan
berdasarkan pulsa input disebut COUNTER (Pencacah). Pulsa input, biasanya
disebut count pulse (pulsa hitung), mungkin berupa pulsa digital atau pulsa yang
berasal dari sumber lain dan merupakan interval waktu tertentu atau acak.
Counter ini dapat dijumpai pada hampir semua peralatan yang berisi logika
digital. Biasanya digunakan untuk menghitung jumlah suatu kejadian dan juga
berguna untuk membangkitkan urutan waktu (timing sequence) untuk
mengontrol operasi dari suatu sistem digital.
Sebuah counter yang bekerja berdasarkan urutan biner disebut counter biner
(binary counter). Sebuah n-bit counter biner tersusun dari n flip-flop dan dapat
menghitung dalam biner dari 0 sampai dengan 2n –1.
Suatu contoh, diagram kondisi (state diagram) untuk 3-bit counter ditunjukkan
pada gambar 10.1. di bawah ini . Seperti kondisi biner yang berada dalam
lingkaran, output dari flip-flop akan mengulangi urutan hitungan, dengan kata
lain hitungan akan kembali ke 0 setelah mencapai 111.
000
111 001
110 010
101 011
100
88
Dalam counter ini hanya mempunyai 1 (satu) inputan, yaitu pulsa hitung (count
pulse), output nya tergantung dari kondisi flip-flop saat itu (present state). Dan
kondisi berikutnya juga tergantung keadaan flip-flop saat itu . Karena keadaan
diatas maka counter ini ditentukan oleh urutan hitungan (count sequence) yaitu
urutan state biner.
Binary counter atau counter biner adalah counter yang menghitung pulsa yang
masukdan menghasilkan output berupa bilangan biner.
4-bit binary counter adalah counter yang terdiri dari 4 buah flip-flop dengan 4
buah terminal output dan memiliki hitungan dari 0000 (0) sampai 1111 (15)
yang berupa bilangan biner.
D (LSB) C B A
J Q J Q J Q JQ
Input
Clk Clk Clk Clk
K Q K Q K Q K Q
Reset
Keempat flip-flop diatas dihubungkan secara cascade, hanya ada 1 (satu) flip-
flop saja yang dihubungkan langsung ke sumber (input), sehingga bekerjanya
secara bertahap, oleh karena itu counter tersebut disebut Assynchronous
Counter atau Serial Counter. Tabel 10.1. dibawah ini menunjukkan kerja 4-bit
binary counter.
89
TABEL 6.2.1. Tabel kebenaran 4-bit binary counter.
Clock QA QB QC QD
0 0 0 0 0
1 0 0 0 1
2 0 0 1 0
3 0 0 1 1
4 0 1 0 0
5 0 1 0 1
6 0 1 1 0
7 0 1 1 1
8 1 0 0 0
9 1 0 0 1
10 1 0 1 0
11 1 0 1 1
12 1 1 0 0
13 1 1 0 1
14 1 1 1 0
15 1 1 1 1
Counter ini terbentuk dari J-K flip-flop yang memiliki sistem pentriggeran
tebing turun (negative edge triggering) atau valid jika terjadi perubahan signal
dari logika 1 ke logika 0.
Assumsi awal (clock ke 0) semua output adalah 0 (0000), dan hal ini dapat
dilakukan dengan menghubungkan terminal reset ke ground sesaat, dengan
demikian counter tersebut siap untuk menghitung.
Saat pulsa pertama (clock ke 1) masuk atau clock bergerak dari 1 ke 0 maka QD
akan berubah dari 0 ke logika 1. Pada flip-flop C, pada terminal clock, pulsa
bergerak dari 0 ke logika 1, sehingga output QC akan tetap berlogika 0.
Sedangkan output Qb dan QA juga akan tetap 0 karena inputnya masih tetap,
Maka setelah pulsa pertama keadaan output counter (QA,QB,QC,QD) adalah
0001.
90
Pada saat pulsa ke 2 datang, maka QD akan berubah dari logika 1 ke logika 0.
Perubahan ini diteruskan ke flip-flop C sehingga QC berubah dari logika 0 ke
logika 1, dan perubahan ini tidak mentrigger flip-flop B dan flip-flop A
sehingga QB dan QA tetap berlogika 0.
Gambar 6.2.3. memperlihatkan timing diagram dari 4-bit binary counter tersebut.
CL OCK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
QD
C
Q
B
Q
A
Q
imal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0 1 2 3
Des
Jika kita perhatikan frequensi dari keempat output counter pada timing diagram
tersebut, nampak bahwa QD = ½ f pulsa input, Frequensi QC = ½ f ; Frequensi QB
QD
91
Dengan demikian 4-bit binary counter mampu membagi frequensi menjadi 16
kali. Oleh karena itu 4-bit binary counter bisa disebut devide by 16 counter atau
modulus 16 counter (Modulo 16).
Decimal Counter
Decimal counter atau biasa disebut sebagai BCD Counter adalah merupakan
counter yang dapat menghitung dari 0 s/d 9 (memiliki 10 hitungan), oleh karena
itu bisa disebut modulus 10 (modulo 10) yang disingkat Mod 10.
Secara prinsip, counter ini memiliki cara kerja yang sama dengan binary
counter, hanya saja hitungannya dibatasi sampai 9.
D (LSB) C B A
J Q J Q J Q JQ
Input
Clk Clk Clk Clk
K Q K Q K Q K Q
92
TABEL 6.2.2. Truth Table dari Decimal Counter.
Clock QA QB QC QD
0 0 0 0 0
1 0 0 0 1
2 0 0 1 0
3 0 0 1 1
4 0 1 0 0
5 0 1 0 1
6 0 1 1 0
7 0 1 1 1
8 1 0 0 0
9 1 0 0 1
10 1 0 1 0
--------- Posisi Reset
Decimal counter ini dapat dirakit menggunakan IC TTL 7490 atau 7493 dimana
kedua IC tersebut telah dilengkapi dengan NAND gate didalamnya.
Dengan menggunakan IC TTL 7493 ini, juga dapat dibentuk Modulo counter,
seperti Modulo (Mod) 4, Mod 4, Mod 5, Mod 8 dan sebagainya.
93
Up – Down Counter
Dari cara penghitungannya, ada 2 jenis counter yaitu Up-Counter (penghitung
naik) dan Down-Counter (penghitung turun), akan tetapi pada aplikasinya kedua
jenis counter ini banyak dikemas dalam satu paket rangkaian yang biasa disebut
Up/Down Counter.
Up/Down counter ini dapat disusun menggunakan J-K flip-flop atau D flip-flop
yang dihubungkan cascade seperti pada binary counter.
J Q 0 0 JQ 0 0 U
p
Input 1 0 1 1
Clk Clk C
2 1 0 2 o
K Q 3 1 K 1 Q 3
u
n
t
4 0 0 0
94
B (LSB) A
J Q J Q
INPUT A
Clk 0
Clk
B
K Q
UP/DOWN K Q
B (LSB) A
J Q J Q
INPUT A
Clk 0
B
Cl
k
Q
K Q
UP/DOWN
K
95
Tabel 6.2.3. Truth Table 2-bit Up/Down Counter
CL OCK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Up/ Down
B
Q
A
Q
imal 0 1 2 3 0 1 0 3 2 1 0
Des
96
Synchronous Counter (Pencacah Sinkron)
Tabel eksitasi ini dapat dibuat berdasarkan urutan hitungan, Untuk efisiensinya
counter ini disusun dengan menggunakan flip-flop T (T-flip-flop).
Untuk mendasai rangkaian logika dari counter ini, maka kita harus
menyederhanakan tiap input flip-flop dengan menggunakan metode mapping.
97
A1A0
A2 00 01 11 10
0 1
1 1
A1A0
TA2= A1A0
A1A0
A2 00 01 11 10
0 1 1
1 1 1
TA1= A0
A1A0
A2 00 01 11 10
0 1 1 1 1
1 1 1 1 1
TA0= 1
A0 A1 A2
TQ TQ
1TQ Clk
Q Clk Clk
Q Q
Reset
Input
98
Synchronous Up/ Down Counter dengan Mode Control
Output dari keempat master-slave flip-flop ditrigger oleh perubahan logika input
clock dari low ‘0’ ke high ‘1’ atau biasa disebut pentriggeran tebing naik, dan
jika enable input berlogika low atau ‘0’.Jika enable input berlogika ‘1’ maka
counter tidak bekerja (inhibit). Perubahan logika (level) untuk enable input dan
up/down input hanya boleh dilakukan saat clock input berlogika ‘1’. Arah
penghitungan (naik/turun) counter dapat ditentukan melalui logika dari terminal
up/down, jika terminal up/dowm berlogika ‘0’ maka counter akan akan
melakukan penghitungan naik (up), dan jika berlogika ‘1’ maka counter
melakukan penghitungan turun (down).
Counter ini dapat diprogram, output counter dapat diset dengan cara
memasukkan data yang diinginkan ke terminal data input , dan memberikan
logika ‘0’ sesaat pada terminal LOAD, selanjutnya output akan berubah sesuai
perubahan input clock. Fasilitas ini menyebabkan counter ini dapat digunakan
untuk membentuk counter Modulo-N yaitu merubah jumlah hitungan dengan
cara merubah data input (preset Input).
Terminal input clock, up/down, dan load ter-buffer dengan inverter (NOT Gate)
guna memperkecil kebutuhan pengendali, hal ini dapat mengurangi pengendali
clock yang diperlukan pada penyembungan panjang.
Dua buah output telah disediakan untuk melaksanakan fungsi cascade yaitu
ripple clock dan max/min pencacahan. Output max/min menghasilkan pulsa
logika
99
tinggi (‘1’) dengan lebar pulsa kira-kira sama dengan satu periode clock jika
counter mencapai hitungan minimum dan maximum.
Output ripple clock menghasilkan pulsa output logika rendah (‘0’) sesaat
dengan lebar pulsa sama dengan logika rendah dari clock input jika counter
mencapai perubahan dari maximum ke minimum atau sebaliknya.
Fasilitas :
- Penghitungan BCD 8-4-2-1 atau binary
- Satu jalur control penghitungan up/down
- Memiliki input control enable
- Output ripple clock untuk cascade
- Load control yang dapat di-set secara asynchron
- Parallel Output
- Datat dicascadekan untuk aplikasi n-bit counter
100
Input Outputs Inputs
161514131211109
1 2 3 4 5 6 7 8
101
LOAD L
A H
B H
DATA
INPUTS C H
D L
CLOCK 5 6 7 9 10 11 12 13 14
1 2 3 4 8
DOWN / UP
L
ENABLE
L H
QA H L
H
QB H
L
QC H
QD L H
L
MAX/MIN
RIPPLE
CLOCK
0122 22 1 0
7 8 9 9 8 7
Desimal
102
Type Average Typical Clock Typical Power
Propagation Frequency Dissipation
Delay
190 , 191 20 ns 25 MHz 325 mW
LS 190 , LS 191 20 ns 25 Mhz 100 mW
103
Modul VII
ASSIGNMENT TEST
GERBANG LOGIKA
Vcc(5V)
1k
H L1
L S1
220
Vcc(5V)
1k
H S2 220
L L2
Vcc(5V)
1k
S3
H
Gambar 7.1- 1.
Set saklar input S1, S2 , S3 dan catat output tampilan pada L1 dan
(low).
INPUT OUTPUT
S3 S2 S1 L1 L2
0 0 0
0 0 1
0 1 0
0 1 1
1 0 0
1 0 1
1 1 0
104
1 1 1
105
ALJABAR BOOLEAN
Buatlah Rangkaian logic kombinasi di bawah ini ( Gambar 5.2 ) :
Kondisi : Jika suhu >70 derajad C atau Itensitas Cahaya >200 lm,
suhu >
70oC (A)
100
omh
?
Intensitas cahaya
> 200 lm (B)
kelembaban
< 30 % (C)
Gambar 7 - 2
Tugas
2. Buktikan :
XY + Y Z + XZ = X Y + X Z
(X + X Y Z) + (X + X Y Z)(X + X Y Z) = X + Y Z
106
4-BIT FULL ADDER
1. Jelaskan cara Kerja, fungsi Kerja masing-masing pin (terminal) dari rangkaian
dibawah ini dan buktikan dengan operasi matematis.
5
14
Vcc
Output Carry
1
Cout
Data Input 3 A3
A
8 A2
7483
15
10 A1
S3
16
A0 2
4
S2
B3
Data Input 7 S1 Data Output
B B2 S0
11
B1 6 S
M B0
9
Cin Gnd
1312
Mode Select
107
SHIFT REGISTER
Lihat databook IC 7496 (5-bit shift register) dan pelajari kerja dari shift register
ini dengan menggunakan timing diagramnya.
L1
L2
L3
L4
220
220
220
220
clear
Gnd
Gnd
serial input
16 9
RQAQBQC12 QDQE SE IC 7496
5 bit shift register X
TABCUsDES
18LOAD
Vcc(5V)
Vcc(5V)
Vcc(5V)
S1
S3
S4
H
HL
HL
S2
Vcc(5V)
HL
Vcc(5V)
CLOCK
Gambar 7.4.1
108
Ripple Counter
L1
L2
L3
L4
220
220
220
220
L H
V
c
c(
S 5
1 V SD SD SD SD
J Q J Q J Q J Q
Cp Cp Cp Cp
K Q K Q K Q K Q
CD CD CD CD
Vcc(5V)
S2
HL
Gambar 7.5.1
109
Modulo-N Binary Counter
180
Vcc(5V)
Q0
Q3
ST
Ck
GND
14 A 1312 Q0 11 Q3 109 Q1 8 Q2
IC 7493
BRO1RO2
1234 56 7
Vcc(5V)
Vcc(5V) Vcc(5V)
1k 1k
HH
S1 S2
L L
110
UP/DOWN COUNTER
16 15 14 13 12 11 10 9
1 2 3 4 5 6 7 8
B G Up
74LS190
CONNECTION DIAGRAM
LOAD
DATA INPUT A
DATA INPUT B
DATA INPUT C
DATA INPUT D
CLOCK
DOWN/UP
ENABLE
QA
QB
QC
QD
MAX/MIN
RIPPLE CLOCK
TIMING DIAGRAM
74LS190
111
2. Rencanakan sebuah tachometer digital dengan maximum pengukuran
9999 rpm. Dengan periode perubahan tampilan 1/128 detik.
112
DAFTAR PUSTAKA
1984.
113