Anda di halaman 1dari 37

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS

DENGAN METODE HIDROTERMAL

NURUL YULIS FA’IDA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Komposisi


Hidroksiapatit yang Disintesis dengan Metode Hidrotermal adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Nurul Yulis Fa’ida


NIM G74080048

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK

NURUL YULIS FA’IDA. Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis


dengan Metode Hidrotermal. Dibimbing oleh Dr. Kiagus Dahlan dan Dr. Ir.
Irmansyah, M.Si.

Kecelakaan merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya cedera di


seluruh dunia dan rata-rata korban mengalami cedera tulang. Dengan
meningkatnya kajian mengenai penanganan permasalahan ini, proses
penyembuhan cedera tulang makin lama makin mengalami perbaikan. Salah satu
metode yang banyak digunakan adalah penggunaan biomaterial. Biomaterial
tulang yang umum digunakan adalah biokeramik. Jenis biokeramik yang
digunakan salah satunya adalah hidroksiapatit. Pada penelitian ini dilakukan
sintesis hidroksiapatit. Sintesis hidroksiapatit dilakukan dengan metode
hidrotermal pada suhu 150, 200, 250, dan 300 oC selama 3 jam dan sintering pada
suhu 900 oC. Pada hasil sintesis hidroksiapatit 200 oC diberikan perlakuan yang
lebih lanjut. Pada suhu 200 oC disintesis kembali dengan variasi waktu, yaitu 1
jam dan 5 jam. Hasil dari karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy
(FTIR) untuk semua sampel menunjukan fase hidroksiapatit lebih banyak terdapat
pada suhu sintesis 200 oC. Hasil dari karakterisasi Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS) untuk semua sampel menunjukkan hidroksiapatit yang
terbentuk tidaklah murni karena masih terdapat beberapa fasa lain selain
hidroksiapatit.

Kata kunci: Atomic Absorption Spectroscopy, Fourier Transform Infrared


Spectroscopy, Hidroksiapatit, Hidrotermal
ABSTRACT

NURUL YULIS FA’IDA. Study the composition of Hydroxyapatite


Synthesized by Hydrothermal Method. Supervised by Dr. Kiagus Dahlan and Dr.
Ir. Irmansyah, M.Sc.

Accidents are the biggest factors causing injuries all over the world, and
generally resulted is the form of stress fracture. The increase in the study on the
handling procedures of this issue, the healing processes of bone injury are getting
better one of the procedures used by many people’s by using biomaterials. Bone
biomaterials commonly used are bioceramics. One of the types of bioceramics is
hydroxyapatite. In this research, the synthesis of hydroxyapatite is reported.
Synthesis of hydroxyapatite was done by hydrothermal method at a temperature of
150, 200, 250, and 300 oC for 3 hours and sintered at a temperature of 900 oC. At
200 oC synthesized hydroxyapatite was given a further treatment. At a
temperature of 200 oC synthesizing procedure was back to the time variation, i.e.
1 hour and 5 hours. The results of the characterization of Fourier Transform
Infrared Spectroscopy (FTIR) for all the samples showed hydroxyapatite phase at
a temperature of 200 oC. The results of the characterization of Atomic Absorption
Spectroscopy (AAS) for all samples showed hydroxyapatite formed is not pure
because there are also some other phases.

Keywords: Atomic Absorption Spectroscopy, Fourier Transform Infrared


Spectroscopy, Hydroxyapatite, Hydrothermal
KAJIAN KOMPOSISI YANG DISINTESIS DENGAN METODE
HIDROTERMAL

NURUL YULIS FA’IDA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan
Metode Hidrotermal
Nama : Nurul Yulis Fa’ida
NIM : G74080048

Disetujui Oleh

Dr. Kiagus Dahlan Dr. Ir. Irmansyah, M.Si


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui Oleh

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas
akhir dengan judul “Kajian Komposisi Hidroksiapatit yang Disintesis dengan
Metode Hidrotermal”.
Dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Kiagus Dahlan, M.Sc, Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si, Ibu Setia Utami Dewi, S.Si,
M.Si selaku pembimbing, serta kedua orang tua, kakak, dan semua keluarga besar
yang selalu memberikan doa, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis.
selaku pembimbing skripsi I. Penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff
akademik, Saifuddin Cahyo Adhi dan teman-teman Lapak Community yang telah
membantu dan selalu memberikan motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Nurul Yulis Fa’ida


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Perumusan Masalah 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Mineral Apatit 3
Hidroksiapatit 3
Hidrotermal 3
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 4
Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) 5
METODOLOGI PENELITIAN 7
Tempat dan Waktu Penelitian 7
Alat dan Bahan Penelitian 7
Metode Penelitian 7
Persiapan Bahan 7
Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal 7
Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 8
Karakterisasi Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil Kalsinasi Cangkang Telur 9
Hasil Sintesis Hidroksiapatit 9
Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) 10
Hasil Karakterisasi Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) 16
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 22

vi
DAFTAR TABEL

1 Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit 4


2 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 5
3 Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Suhu 10
4 Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Waktu 10
5 Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit 15
6 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor 15
7 Transmisi ion yang Menandakan Hidroksiapatit pada Sampel Variasi Waktu 16
8 Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor pada Sampel Variasi Waktu 16
9 Rasio Ca/P Variasi Suhu 17
10 Rasio Ca/P Variasi Waktu 17

DAFTAR GAMBAR

1 Spektra FTIR pada sampel dengan variasi konsentrasi dan tekanan 5


2 Atomic Absorbtion Spectroscopy 6
3 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 10
HAP pada suhu 150 oC waktu 3 jam tanpa sintering
4 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11
HAP pada suhu 150 oC waktu 3 jam dengan sintering
5 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11
HAP pada suhu 200 oC waktu 3 jam tanpa sintering
6 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 11
HAP pada suhu 200 oC waktu 3 jam dengan sintering
7 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12
HAP pada suhu 250 oC waktu 3 jam tanpa sintering
8 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12
HAP pada suhu 250 oC waktu 3 jam dengan sintering
9 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 12
HAP pada suhu 300 oC waktu 3 jam tanpa sintering
10 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 13
HAP pada suhu 300 oC waktu 3 jam dengan sintering
11 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 13
HAP pada suhu 200 oC waktu 2 jam tanpa sintering
12 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14
HAP pada suhu 200 oC waktu 2 jam dengan sintering
13 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14
HAP pada suhu 200 oC waktu 5 jam tanpa sintering
14 Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel 14
HAP pada suhu 200 oC waktu 5 jam dengan sintering
15 Hubungan Kadar Ca terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu 18
16 Hubungan Kadar P terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu 18
17 Hubungan Kadar Ca terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu 18
200 oC
18 Hubungan Kadar P terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu 19
200 oC
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode Penelitian 22
2 Diagram Alir Penelitian 23
3 Komposisi Gugus Kalsium (Ca) 24
4 Komposisi Gugus Fosfor (P) 25

viii
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kecelakaan merupakan faktor terbesar penyebab terjadinya cedera di


seluruh dunia, baik itu kecelakaan lalu lintas maupun dalam sebuah pekerjaan.
Cedera sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan lebih dari dua per
tiga dialami oleh Negara berkembang. Sebagian besar cedera yang terjadi
dikarenakan kecelakaan lalu lintas, dan rata-rata korban mengalami patah tulang
atau fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang. Pada dasarnya setiap fraktur
terdapat proses penyembuhan, akan tetapi lama dari proses penyembuhan tersebut
berbeda-beda bergantung dari jenis fraktur dan usia penderita. Dengan
meningkatnya kajian mengenai penanganan permasalahan ini, proses
penyembuhan cedera tulang dilakukan dengan menggunakan biomaterial. Sumber
biomaterial dapat diperoleh secara alami atau sintesis. Biomaterial alami yaitu
allograft, xenograft, dan autograft.1 Penggunaan bahan ini mempunyai
kelemahan seperti terjadi infeksi jika tulang donor tidak sehat, memiliki
perbedaan karakter mineral tulang dan memberikan beban tambahan pada pasien.
Untuk mengurangi efek negatif dari biomaterial alami, dikembangkanlah
biomaterial sintetik. Biomaterial tulang yang umum digunakan adalah biokeramik.
Biokeramik memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi, antithrombogenic, tidak
beracun, tidak beralergi, tidak memiliki sifat karsigonenik dan tahan lama. Jenis
biokeramik yang digunakan yaitu senyawa apatit, salah satunya hidroksiapatit.
Hidroksiapatit seringkali digunakan karena kristal apatit yang paling stabil,
biokompatibel dan osteokonduktif.2
Pada penelitian ini dilakukan sintesis hidroksiapatit dengan metode
hidrotermal. Dalam sintesis material ini digunakan sumber kalsium dari cangkang
telur ayam negeri karena telah diketahui bahwa kandungan kalsiumnya 94 %.3
Metode yang digunakan untuk sintesis hidroksiapatit yaitu metode hidrotermal.
Hidroksiapatit yang dihasilkan memiliki tingkat kemurnian yang cukup tinggi dan
jumlah yang cukup banyak kemudian dikarakterisasi menggunakan Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dan Atomic Absorbtion Spectroscopy
(AAS).

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam Penelitian ini adalah:


1. Mensintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan metode
hidrotermal.
2. Memahami pengaruh suhu dan waktu proses hidrotermal terhadap
komposisi gugus fungsi dan kandungan unsur kalsium, fosfor, dan unsur
lain hidroksiapatit yang dihasilkan dengan menggunakan spektroskopi
Fourier Transform Infrared (FTIR) dan Atomic Absorption Spectroscopy
(AAS).
2
Perumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh perbedaan suhu (150, 200, 250, dan 300 oC )


proses hidrotermal terhadap komposisi hidroksiapatit? Berapakah waktu paling
optimum ( 1, 3, dan 5 jam) proses hidrotermal untuk menghasilkan hidroksiapatit?

Hipotesis

Semakin tinggi suhu (150, 200, 250, dan 300 oC ) proses hidrotermal, maka
akan semakin murni komposisi dari hidroksiapatit yang dihasilkan. Semakin lama
waktu ( 1, 3, dan 5 jam) proses hidrotermal, maka akan semakin murni komposisi
dari hidroksiapatit.
TINJAUAN PUSTAKA

Mineral Apatit

Apatit adalah istilah umum untuk kristal mineral dengan komposisi


M10(ZO4)6X2. Elemen-elemen yang dapat menempati M antara lain Ca, Mg, Sr,
Ba, Cd, Pb, dan lain-lain. Posisi Z dapat ditempati oleh P, V, As, S, Si, Ge, gugus
fungsi CO3, dan lain-lain. Posisi X dapat ditempati oleh F, Cl, OH, O, Br, gugus
fungsi CO3, dan lain-lai. Tipe apatit diantaranya adalah oktakalsium fosfat (OKF),
tetrakalsium fosfat (TTKF), dan tipe Ca10(PO4)X yang terdiri dari hidroksiapatit
(X=OH), fluorapatit (X=F), dan cloropatit (X=Cl).4

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota


dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P dicirikan sebesar
1.67. Hidroksiapatit merupakan kristal paling stabil dibandingkan dengan tiga fase
lainnya. Penggunaan hidroksiapatit sebagai material implan untuk aplikasi medis
semakin meningkat saat ini. Beberapa penelitian seperti di India, telah
memanfaatkan bahan alam seperti batu koral, ganggang laut, dan cangkang telur
ayam sebagai sumber CaCO3 untuk pembentukkan hidroksiapatit.5
Kristal apatit banyak mengandung gugus karbon dalam bentuk karbonat.
Pada struktur hidroksiapatit, karbonat dapat menggantikan ion OH- membentuk
kristal apatit karbonat tipe A, dan bila menggantikan ion PO43- membentuk kristal
apatit karbonat tipe B.6 Sintesa serbuk hidroksiapatit telah dilakukan dengan
berbagai sumber Ca dan P, diantaranya kalsium nitrat (Ca(NO3)2) dengan
diammonium hidrogen fosfat ((NH4)2HPO4) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2)
dengan asam fosfat (H3PO4).7

Hidrotermal

Proses hidrotermal dapat didefinisikan sebagai proses mineralisasi di bawah


tekanan tinggi dan temperatur tertentu untuk melarutkan, agar terbentuk kristal
yang relatif tidak larut di bawah kondisi normal. Metode hidrotermal
memungkinkan proses pembentukan material yang dapat diproses lebih lanjut,
sehingga terbentuk padatan kristal tunggal, partikel murni atau nano-partikel.
Perkembangan teknik hidrotermal dalam berbagai penelitian telah dibandingkan
dengan metode konvensional pada pembuatan material.8
Metode hidrotermal merupakan metode yang paling tepat untuk
mendapatkan sampel dengan kualitas yang baik, kemurnian tinggi, dan
reaktivitasnya sangat tinggi. Metode ini berhubungan dengan konsep proses
pelarutan yang memerlukan energi rendah. Metode hidrotermal dapat berupa
reaksi kimia yang bersifat homogen dan heterogen yang melibatkan pelarut
dengan suhu di atas suhu ruang dan tekanan di atas 1 atmosfer pada sistem
tertutup. Kelebihan proses ini adalah dapat mempercepat interaksi antara materi
padat dan cair, dapat terbentuk fase murni dan material homogen, difusivitas
tinggi, viskositas rendah, dan meningkatnya daya larut.. 9
4
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Fourier Transform InfraRed Spectroscopy (FTIR) adalah alat yang dapat


digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikatan kimia dalam senyawa kalsium
fosfat, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur penyusunnya.
Spektroskopi inframerah ini terdapat radiasi inframerah yang akan dilewatkan
oleh sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian
dilewatkan oleh sampel. Penyerapan inframerah oleh suatu materi dapat terjadi
jika ada kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi
vibrasional molekul pada sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi.10
Setiap molekul memiliki energi tertentu dalam bervibrasi. Hal ini
bergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Pada
senyawa kalisum fosfat, gugus fungsi yang dapat diamati yaitu gugus PO4, gugus
CO3, dan gugus OH. Gugus PO4 memiliki 4 mode vibrasi, yaitu:
1. Vibrasi stretching (ν1), dengan bilangan gelombang sekitar 956 cm-1. Pita
absorpsi ν1 ini dapat dilihat pada bilangan gelombang 960 cm-1
2. Vibrasi bending (ν2), dengan bilangan gelombang sekitar 363 cm-1
3. Vibrasi asimetri stretching (ν3), dengan bilangan gelombang sekitar 1040
sampai 1090 cm-1. Pita absorpsi ν3 ini mempunyai dua puncak maksimum,
yaitu pada bilangan gelombang 1090 cm-1 dan 1030 cm-1.
4. Vibrasi antisimetri bending (ν4), dengan bilangan gelombang sekitar 575
sampai 610 cm-1.
Spektrum senyawa kalsium fosfat dapat diteliti pada pita ν4. Pita absorpsi
OH dapat juga dilihat pada spektrum kalsium fosfat, yaitu sekitar 3576 cm-1 dan
-

632 cm-1 sedangkan pita absorpsi CO3 (karbonat) dilihat pada 1545, 1450, dan 890
cm-1.11

Pada pengujian sampel hidroksiapatit yang dilakukan oleh Rahmi Solihat


menggunakan FTIR, didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit dan adanya zat pengotor pada
sampel dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit9


5
9
Tabel 2. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor

Gambar 1. Spektra FTIR pada sampel dengan variasi konsentrasi dan tekanan.9

Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS)

Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) berguna untuk menentukan unsur-


unsur logam dengan menggunakan prinsip penyerapan energi sinar atom. AAS
dapat dilihat pada Gambar 2. Fenomena AAS dibagi menjadi dua proses, yaitu
produksi atom bebas dari sampel dan serapan radiasi dari sumber luar atom.
Serapan radiasi oleh atom bebas terjadi dari keadaan energi dasar. Biasanya
transisi terjadi antara keadaan pertama dengan keadaan dasar, dikenal dengan
garis resonansi pertama. Garis resonansi pertama memiliki absorptivitas yang
paling tinggi. Atom-atom kalsium atau magnesium dalam larutan akan diuapkan
dalam api dengan suhu tinggi, yang menyebabkan terurainya ikatan-ikatan kimia
di dalam senyawa kalsium fosfat. Atom-atom tersebut akan menyerap sinar dari
sumber lampu hollow cathode. Banyaknya sinar yang diserap menunjukkan
besarnya konsentrasi logam dalam sampel.12
6

Gambar 2. Atomic Absorbtion Spectroscopy


METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika Material, Departemen Fisika


dan Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2012 sampai dengan November 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan terdiri dari reaktor hidrotermal, FTIR, AAS,


erlenmeyer, pipet, crucible, gelar piala, gelas ukur, labu takar, kertas saring,
corong, spatula, alumunium foil, furnace, neraca digital, dan ember. Sedangkan
bahan yang digunakan yaitu cangkang telur ayam, (NH4)2HPO4, dan aquades.

Metode Penelitian

Persiapan Bahan
Sumber kalsium yang digunakan dalam peneliatian ini adalah cangkang
telur ayam negeri. Sumber fosfat yang digunakan yang digunakan berasal dari
(NH4)2HPO4. Persiapan sampel ini diawali dengan membersihkan cangkang telur
dari kotoran dan memisahkan membran dari cangkang. Kemudian cangkang telur
yang sudah dibersihkan tersebut dikeringkan selama 24 jam pada suhu ruang.
Selanjutnya kalsinasi cangkang telur. Dimana cangkang telur dipanaskan
dalam furnace pada suhu 1000 oC dengan waktu penahan selama 5 jam. Setelah
proses kalsinasi ini akan dihasilkan serbuk putih CaO.

Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Hidrotermal


Pada metode hidrotermal ini, dibuat 4 variasi suhu saat dilakukan sintesis
hidrotermal sehingga tercapainya homogenisasi yaitu 150, 200, 250, dan 300 oC.
Perbandingan rasio molaritas antara kalsium dan fosfat adalah 1/0,6. Proses
menggunakan metode hidrotermal ini dilakukan dengan variasi waktu penahan
selama 1, 3, dan 5 jam serta kecepatan motor pengaduk (stirring) sebesar 300
rpm, kemudian setelah itu didiamkan selama 18 jam.
Serbuk putih CaO yang telah dihasilkan pada proses kalsinasi kemudian
ditimbang sesuai dengan perhitungan rasio Ca/P yaitu 8,016 gram. Kemudian
serbuk CaO dicampurkan dengan aquades sehingga volume mencapai 200 ml.
Selain itu, larutan untuk sumber fosfat juga dibuat dari (NH4)2HPO4 yang
ditimbang sesuai dengan perhitungan rasio Ca/P yaitu 15,846 gram. Kemudian
(NH4)2HPO4 dicampurkan dengan aquades sehingga volume mencapai 200 ml.
Larutan yang telah terbentuk dicampurkan secara bersamaan ke dalam
tabung pada hidrotermal. Atur suhu dan juga kecepatan motor pengaduk pada
hidrotermal. Setelah proses hidrotermal selesai, diamkan larutan selama 18 jam
dan saring menggunakan kertas saring. Komposit yang didapatkan setelah proses
hidrotermal ini, kemudian dikeringkan menggunakan furnace dengan suhu 110 oC
dan waktu penahan selama 5 jam. Komposit yang telah dikeringkan kemudian
8
ditimbang dan dipisahkan beberapa gram untuk dikarakterisasi dengan
menggunakan FTIR, dan AAS. Sisa dari komposit kemudian disintering pada
suhu 900 oC dengan waktu penahan selama 5 jam. Setelah di sintering, komposit
ditimbang lagi dan siap untuk dikarakterisasi menggunakan FTIR, dan AAS.

Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)


Sampel sebanyak 2 miligram dicampur dengan 100 miligram KBr,
kemudian dibuat pellet. Setelah itu, sampel dikarakterisasi dengan menggunakan
FTIR ABB MB 3000 dengan menggunakan bilangan gelombang 450 — 4000 cm-
1
.

Karakterisasi Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)


Karakterisasi dengan AAS bertujuan untuk mengukur kadar Ca2+ dalam
sampel. Sampel masing-masing sebanyak 0.1 gram ditambahkan 5 ml HCl,
kemudian dibakar di atas hot plate lalu didinginkan. Sampel sebanyak 1 ml yang
dihasilkan, dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan aquades sampai 100
ml kemudian dilakukan karakterisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kalsinasi Cangkang Telur


Sebelum diproses kalsinasi, cangkang telur ayam yang digunakan harus
dibersihkan terlebih dahulu dari zat pengotornya yaitu membran yang berada di
bagian dalam cangkang tersebut. Hal ini dilakukan agar serbuk kalsium oksida
(CaO) yang dihasilkan pada proses kalsinasi menjadi murni. Proses kalsinasi
dilakukan pada suhu 1000 oC selama 5 jam. Kalsinasi bertujuan menghilangkan
komponen-komponen organik dan mengubah senyawa kalsium karbonat (CaCO3)
pada cangkang telur ayam menjadi kalsium oksida (CaO). Kalsinasi cangkang
telur ayam dilakukan sebanyak dua kali. Pada kalsinasi yang pertama, sebanyak
135.76 gram cangkang telur menghasilkan 71.69 gram serbuk kalsium oksida.
Pada kalsinasi yang kedua, sebanyak 188.48 gram cangkang telur menghasilkan
99.95 gram serbuk kalsium oksida.

Hasil Sintesis Hidroksiapatit


Sintesis hidroksiapatit menggunakan campuran larutan antara serbuk CaO
dengan aquades dan (NH4)2HPO4 dengan aquades. Senyawa yang terbentuk dapat
diperlihatkan pada reaksi:
CaO + H2O Ca(OH)2 + H2
(NH4)2HPO4 + 2H2O 2NH4OH + H3PO4

Pencampuran ini berdasarkan pada perbandingan molaritas sebesar 1 : 0.6.


Larutan kemudian diproses menggunakan hidrotermal. Pada saat proses
hidrotermal, senyawa H2 dan NH4OH melepas. Hal ini dikarenakan H2 merupakan
gas dan NH4OH merupakan senyawa hipotesis, dimana senyawa ini merupakan
senyawa yang tidak stabil dan mudah terurai. Senyawa yang terbentuk
diperlihatkan pada reaksi:

10Ca(OH)2 + 6H3PO Ca10(PO4)6(OH)2 + 8H2O

Hasil dari proses sintesis hidroksiapatit menggunakan reaktor hidrotermal


pada variasi suhu 150, 200, 250, dan 300 oC selama 3 jam selanjutnya dilakukan
pengeringan pada suhu 110 oC selama 5 jam. Hasil dari pengeringan kemudian
dilakukan proses sintering pada suhu 900 oC selama 5 jam. Dari hasil sintering,
didapatkan massa setelah sintering yang dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan
hasil sintering dengan variasi waktu dapat dilihat pada Tabel 4. Dari Tabel 3 dan
Tabel 4 dapat dilihat bahwa massa hasil sintering lebih kecil dari jumlah massa
awal.
Hal ini dikarenakan adanya pelepasan uap air selama proses pengeringan
dan juga sintering berlangsung. Efisiensi pada Tabel 3 dan Tabel 4 diperoleh dari
rumus ( ) , dimana m’ adalah massa hasil sintering, m1 adalah
massa CaO dan m2 adalah massa (NH4)2HPO4. Sampel hidroksiapatit dengan
variasi suhu yang memiliki efisiensi terbesar yaitu pada suhu 200 oC sebesar
30.017 %, sedangkan efisiensi terkecil yaitu pada suhu 150 oC sebesar 24.992 %.
Sampel hidroksiapatit dengan variasi waktu yang memiliki efisiensi terbesar yaitu
10
o
pada suhu 200 C waktu 3 jam sebesar 30.017 %, sedangkan efisiensi terkecil
yaitu pada suhu 200 oC waktu 1 jam sebesar 21.442 %.

Tabel 3. Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Suhu

Tabel 4. Efisiensi Sampel Hidroksiapatit dengan Variasi Waktu

Hasil Karakterisasi FTIR


Dalam senyawa kalsium fosfat terdapat komponen gugus fungsi OH-, PO43-,
CO32-, dan gugus lain. Untuk mengidentifikasi gugus fungsi tersebut dilakukan
analisis dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Analisis gugus molekul pada
Spektra FTIR yang terbentuk dari sintesis hidroksiapatit dengan variasi suhu dapat
dilihat pada Gambar 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Sedangkan Analisis gugus molekul
pada spektra FTIR yang terbentuk dari sintesis hidroksiapatit dengan variasi
waktu dapat dilihat pada Gambar 11, 12, 13, dan 14.

Gambar 3. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 150 oC waktu 3 jam tanpa sintering
11

Gambar 4. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 150 oC waktu 3 jam dengan sintering

Gambar 5. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 200 oC waktu 3 jam tanpa sintering

Gambar 6. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 200 oC waktu 3 jam dengan sintering
12

Gambar 7. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 250 oC waktu 3 jam tanpa sintering

Gambar 8. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 250 oC waktu 3 jam dengan sintering

Gambar 9. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel


HA pada suhu 300 oC waktu 3 jam tanpa sintering
13

Gambar 10. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel
HA pada suhu 300 oC waktu 3 jam dengan sintering

Hasil Spektra FTIR pada variasi suhu tanpa sintering, masih terdapat gugus
OH- yang cukup tinggi. Seperti terlihat pada Gambar 3 yaitu sampel HA 150 oC
dengan waktu 3 jam tanpa sintering memperlihatkan bahwa masih terdapat gugus
OH- pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 0.662 %. Pada suhu 200 oC tanpa
sintering, gugus OH- terlihat pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 15.678 %.
Pada suhu 250 oC tanpa sintering gugus OH- terlihat pada bilangan gelombang
617 cm-1 sebesar 2.518 %. Pada suhu 300 oC tanpa sintering, gugus OH- terlihat
pada bilangan gelombang 617 cm-1 sebesar 6.753 %. Sedangkan pada suhu 150,
200, 250, dan 300 oC yang telah disintering, gugus OH- pada bilangan gelombang
617 cm-1 berturut-turut sebesar 4.738, 47.609, 29.512, dan 17.496 %. Persentase
Transmitansi gugus OH- yang tinggi ini mengartikan bahwa gugus OH- semakin
sedikit yang terdapat pada sampel. Sedangkan persentase Transmitansi OH- yang
rendah mengartikan bahwa semakin banyak gugus OH- yang terdapat pada
sampel. Adanya gugus OH- pada bilangan gelombang tersebut menunjukan bahwa
masih terdapatnya H2O pada sampel tersebut, sehingga sampel belum kering
secara optimum.

Gambar 11. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel
HA pada suhu 200 oC waktu 1 jam tanpa sintering
14

Gambar 12. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel
HA pada suhu 200 oC waktu 1 jam dengan sintering

Gambar 13. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel
HA pada suhu 200 oC waktu 5 jam tanpa sintering

Gambar 14. Spektra FTIR hubungan transmitansi dan bilangan gelombang sampel
HA pada suhu 200 oC waktu 5 jam dengan sintering
15
Pada Gambar 6 yaitu sampel HA_200_3_S terlihat bahwa terbentuk
hidroksiapatit yang paling optimum. Hal ini dikarenakan sampel memiliki pola
transmisi ion yang menandakan hidroksiapatit yang paling bagus. Selain itu, pada
sampel HA_200_3_S memiliki kemurnian yang cukup tinggi pula. Hal ini
dikarenakan sampel memiliki zat pengotor yang cukup rendah yaitu gugus
karbonat (CO32-) yang terdapat pada sampel tidak ditemukan pada bilangan
gelombang 864 cm-1. Sedangkan pada bilangan gelombang 1396 cm-1 terdapat
gugus CO32- dengan persentase transmitansi yang paling tinggi dari sampel yang
lain, yaitu sebesar 80.246 %. Hal ini mengartikan kandungan gugus CO32- yang
terdapat pada sampel sangat rendah. Transmisi ion yang menandakan
hidroksiapatit dan transmisi ion yang menandakan adanya zat pengotor pada
sampel dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 5 dan Tabel 6. Sedangkan transmisi
ion pada sampel dengan variasi waktu dapat dilihat berturut-turut pada Tabel 7
dan Tabel 8.

Tabel 5. Transmisi Ion yang Menandakan Hidroksiapatit

Tabel 6. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor


16
Tabel 7. Transmisi ion yang Menandakan Hidroksiapatit pada Sampel Variasi
Waktu

Tabel 8. Transmisi Ion yang Menandakan Zat Pengotor pada Sampel Variasi
Waktu

Hasil Karakterisasi AAS


Kadar ion Ca yang ada pada sampel dapat diketahui dengan menggunakan
AAS, sedangkan untuk mengetahui kadar ion P menggunakan spektroskopi UV-
Vis. Hasil pengukuran kadar kalsium dan fosfor pada sampel beserta besar rasio
yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10. Sampel pada variasi
suhu yang memiliki kadar Ca paling tinggi adalah sampel HA_200_3_S sebesar
459592.64 ppm. Kadar P paling tinggi terdapat pada sampel HA_300_3_S sebesar
140696.72 ppm. Sedangkan pada sampel dengan variasi waktu kadar Ca yang
paling besar terdapat pada sampel HA_200_3_S sebesar 459592.64 ppm. Kadar P
paling tinggi terdapat pada sampel HA_200_5_S sebesar 144547.92 ppm.
Rasio Ca/P HAP murni adalah 1.67. Hasil yang didapatkan dari sampel
menunjukan nilai Ca/P lebih besar dari 1.67. Pada sampel dengan menggunakan
variasi suhu, yang memiliki rasio Ca/P mendekati literatur yaitu HAP_250_3_S
sebesar 2.05. Pada sampel variasi waktu, didapatkan hasil yang mendekati yaitu
pada sampel HA_200_5_S sebesar 1.80. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena
adanya zat pengotor ataupun terbentuknya fase lain pada sampel. Zat pengotor
tersebut dapat disebabkan oleh CO32- yang berasal dari cangkang telur.
17
Tabel 9. Rasio Ca/P Variasi Suhu

Tabel 10. Rasio Ca/P Variasi Waktu

Perbandingan hubungan antara kadar Ca terhadap suhu pada sampel dengan


variasi suhu yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada
Gambar 15. Terlihat bahwa pada sampel suhu 200 oC sintering memiliki kadar Ca
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa sintering. Sedangkan pada
sampel 150, 250, dan 300 oC sintering memiliki kadar Ca yang lebih sedikit
dibandingkan dengan sampel tanpa sintering. Hal ini bisa terjadi karena adanya
zat-zat pengotor atau terbentuknya fase selain hidroksiapatit. Perbandingan
hubungan antara kadar P terhadap suhu pada sampel dengan variasi suhu yang
telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada Gambar 16. Terlihat
bahwa pada sampel yang telah mengalami proses sintering memiliki kadar P yang
jauh lebih tinggi dibandingkan pada sampel tanpa sintering.
Perbandingan hubungan antara kadar Ca terhadap suhu pada sampel dengan
variasi waktu suhu 200 oC yang telah disintering dan tanpa disintering dapat
dilihat pada Gambar 17. Terlihat bahwa pada variasi waktu 3 jam dan 5 jam yang
telah disintering memiliki kadar Ca lebih tinggi dibandingkan dengan sampel
tanpa sintering, sedangkan pada sampel variasi waktu 1 jam yang telah disintering
memiliki kadar Ca yang lebih rendah daripada sampel yang telah disintering.
Perbandingan hubungan antara kadar P terhadap suhu pada sampel variasi waktu
suhu 200 oC yang telah disintering dan tanpa disintering dapat dilihat pada
Gambar 18. Terlihat bahwa sampel yang telah disintering memiliki kadar P lebih
tinggi dibandingkan dengan sampel tanpa disintering.
18

Gambar 15. Hubungan Kadar Ca terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu

Gambar 16. Hubungan Kadar P terhadap Suhu pada Sampel Variasi Suhu

Gambar 17. Hubungan Kadar Ca terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu
suhu 200 oC
19

Gambar 18. Hubungan Kadar P terhadap Waktu pada Sampel Variasi Waktu suhu
200 oC
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Variasi suhu proses hidrotermal berpengaruh terhadap komposisi


hidroksiapatit. Semakin tinggi suhu dihasilkan hidroksiapatit dengan tingkat
kemurnian yang semakin tinggi. Pada suhu sebesar 300 oC dihasilkan kadar
kalsium dan fosfat sebesar 51.28 dan 14.07 %, tertinggi dibandingkan variasi suhu
yang lain. Berdasarkan hasil pengamatan, variasi waktu berpengaruh terhadap
rasio Ca/P. Pada sampel 5 jam setelah sintering memiliki rasio 1.80 yang
mendekati rasio literatur sebesar 1.67.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan karakterisasi hasil


kalsinasi cangkang telur terlebih dahulu menggunakan spektroskopi FTIR dan
AAS sehingga diketahui komposisi yang terkandung pada sampel. Selain itu,
perlu dilakukan variasi waktu 7 jam dan 9 jam pada proses hidrotermal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi SU. Pembuatan komposit kalsium fosfat-kitosan dengan metode sonikasi


[tesis]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2009.
2. Solechan A. Pengukuran Derajat Kristalinitas Tulang Tikus Pada Berbagai Umur
Dengan XRD [skripsi]. Depok (ID) : UI Pr. 2001.
3. Aoki H. Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Institute for Medical
and Dental Engineering. Tokyo (JP) : TMDU Pr. 1991.
4. Nurmawati M. Analisis Derajat Kristalinitas, Ukuran Kristal dan Bentuk Partikel
Mineral Tulang Manusia Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Tulang [skripsi].
Bogor (ID) : IPB Pr. 2007.
5. Berlianty A. Kajian Morfologi Proses Persembuhan Kerusakan Segmental Pada
Tulang Domba yang Diimplan Dengan Komposit Hidroksiapatit-Kitosan (HA-K)
[skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2011.
6. Riyani E, dkk. Karakterisasi Senyawa Kalsium Fosfat karbonat hasil Pengaruh
Penambahan Ion F- dan Mg2+. Biofisika. 2005; 1:82- 89.
7. Bigi A, dkk. The role of Magnesium on the Structure of Biological apatites. Calc
Tiss Ress. 1992; 50:439-444.
8. Yoshimura EK, dkk. Hydrothermal Processing of Materials: Past, Present and
Future. J Mater Sci. 2008; 43 : 2085-2103.
9. Solihat R. Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite From Eggshell: XRD, FTIR
and SEM-EDXA Characterization [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2008.
10. Chatwall G. Spectroscopy Atomic and Molecule. Himalaya Publishing House :
Bombay. 1985.
11. Mulyaningsih NN. 2007. Karakteristik Hidroksiapatit Sintetik dan Alami Pada
Suhu 1400 oC [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr. 2007.
12. Zulti Fifia. Spektroskopi Inframerah, Serapan Atomik, Serapan Sinar Tampak dan
Untraviolet Hidroksiapatit dari Cangkang Telur [skripsi]. Bogor (ID) : IPB Pr.
2008.
LAMPIRAN

Lampiran 1 Metode Penelitian


23
Lampiran 2 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan


Bahan

Kalsinasi

Larutan Kalsium dan Fosfat 1/0,6

Sintesis HA Dengan Metode Hidrotermal

Aging

Pengeringan 110oC

Beberapa Gram Sampel Sintering 900oC

Karakterisasi

FTIR AAS

Analisis / Pengolahan Data

Penyusunan Laporan

Selesai
24
Lampiran 3 Komposisi Gugus Kalsium (Ca)
Rumus mencari ketepatan
X = Massa atom relatif kalsium literatur
Y = Kadar kalsium (%)
25
Lampiran 4 Komposisi Gugus Fosfor (P)
Rumus mencari ketepatan
X = Massa atom relatif fosfor literatur
Y = Kadar fosfor (%)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1990 dari
pasangan Subur Riyanto dan Munawariah. Penulis merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan SDS
Al-Musanifiah, SLTPN 117 Jakarta, SMAN 9 Jakarta dan
melanjutkan ke perguruan tinggi negeri S1 di Departemen fisika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan penulis
aktif dalam bidang organisasi, penulis aktif sebagai anggota kominfo
HIMAFI dan acara kepanitiaan seperti ketua divisi Lead Officer pada
kegiatan Kompetisi Fisika Pesta Sains, sekretaris dan moderator pada
acara Public Speaking Departemen Fisika IPB, ketua panitia dalam
kegiatan Olimpiade Sains tingkat SDIT se-Tangerang Raya, panitia MPD, pelepasan
wisuda sebagai divisi acara dan MC, dll. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten
praktikum Eksperimen Fisika I dan juga aktif mengajar di Lembaga bimbingan belajar
maupun privat dan berwirausaha. Pada akhir tahun 2012, penulis telah bekerja sebagai
staff marketing Bimbingan Belajar Quantum Wilayah III.

Anda mungkin juga menyukai