Anda di halaman 1dari 37

i

ANALISIS METODE PEMBELAJARAN PENGENALAN


LAMBANG BILANGAN ASLI PADA ANAK TUNAGRAHITA
RINGAN DI SALAH SATU SDLB DI PRINGSEWU
( Proposal Penelitian)

EKA INDRIANI

17052008

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN LUAR BIASA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMPUNG

2020/2021
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Identifikasi Masalah 3
1.3 Batasan Masalah 3
1.4 Rumusan Masalah4
1.5 Tujuan Penelitian 4
1.6 Manfaat Penelitian 4

BAB II PEMBAHASAN 6

2.1 Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran 6


2.1.1 Definisi Metode Pembelajaran 6
2.1.2 Macam –Macam Metode Pembelajaran 7
2.2 Tinjauan Tentang Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) 8
2.2.1 Definisi RPP 8
2.2.2 Komponen RPP 9
2.2.3 Prinsip Penyusunan RPP 10
2.3 Tinjauan Tentang Program Pembelajaran Individual (PPI) 11
2.3.1 Definisi PPI 11
2.3.2 Komponen PPI 12
2.4 Tinjauan Tentang Lambang Bilangan Asli 12
2.4.1 Definisi Lambang Bilangan Asli 12
2.4.2 Pembelajaran Lambang Bilangan Untuk ATG Ringan 13
2.5 Tinjauan Tentang Tunagrahita 14
2.5.1 Definisi Tentang Tunagrahita 14
2.5.2 Karateristik Tunagrahita 15
iii

2.5.3 Klasifikasi Tunagrahita 18


2.5.4 Kemampuan Kognitif Tunagrahita 19

BAB III METODE PENELITIAN 21

3.1 Tinjauan Tentang Tunagrahita 21


3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian 21
3.3 Teknik Pengumpulan Data 22
3.4 Instrumen Pengumpulan Data 23
3.5 Teknik Analisis Data 31

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-undang no. 20 tahun 2003 pasal 5 menyebutkan bahwa “Setiap


warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu., Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”
berdasarkan hal tersebut sudah pasti anak dengan kemampuan tidak sama
dengan anak pada umumnya atau bisa dikatakan sebagai anak dengan
kebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
kelainan dalam hal fisik ataupun mental. Dalam hal ini anak berkebutuhan
khusus memiliki hal yang sama dengan anak pada umumnya untuk dapat
mengembangkan sikap dan keterampilan sesuai dengan batas kemampuan
yang dimilikinya.

Terbatasnya perkembangan kemampuan anak di sebabkan oleh banyak


factor, salah satunya adalah anak dengan keterbatasan mental atau sering
disebut anak tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang memiliki hambatan
di bidang mental. Hambatan itu ditunjukan dengan gejala keterbelakangan
atau keterlambatan perkembangan dibanding dengan usia kronologis anak ,
serta ketika dibandingkan anak yang usia sebaya menunjukkan
keterlambatan dalam aspek kemampuan mereka. Salah satu klasifikasi dari
anak tunagrahita adalah anak tunagrahita ringan.

Tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki intelegensi antara 52-68


(Soemantri, 2012: 106) dengan keterbatasan intelektual dan kemampuan
dalam perilaku adaptif. Dengan hambatan yang dimiliki anak tunagrahita
ringan membuat mereka tidak bisa hidup mandiri serta mengakibatkan
2

mereka kesulitan dalam menerima dan mengolah informasi yang bersifat


abstrak. Kemampuan akademis anak tunagrahitapun ada di bawah rata-rata
dibandingkan dengan anak pada umumnya. Dengan kemampuan akademis
yang terbatas maka perlu adanya perhatian khusus atau layanan khusus bagi
anak tunagrahita dari guru agar perkembangan anak tunagrahita dapat
dicapai sesuai kemampuan yang dimiliki.

Kompetensi akademis yang diajarkan pada anak tunagrahita ringan dalam


sekolah salah satunya adalah pembelajaran matematika. Matematika adalah
salah satu mata pelajaran yang di ajarkan pada setiap jenjang SD, SMP,
SMA termasuk juga SLB. Sekolah luar biasa ( SLB ) merupakan sekolah
yang memberikan layanan khusus bagi anak yang memiliki keterbtasan baik
fisik, mental dan sosialnya. Kompetensi dasar yang diajarkan pada Anak
tunagrahita kelas I dalam mata pelajaran matematika salah satunya adalah
mengenal lambang bilangan asli. Bagi anak pada umumnya tentunya
kompetensi dasar ini bukan merupakan hal sulit untuk diajarkan, berbeda
dengan anak tungrahita yang memiliki hambatan intelektual, pembelajaran
pengenalan lambang bilangan asli tentunya akan menjadi lebih sulit
diajarkan terlebih lagi jika dalam kegiatan pembelajaran guru tidak
menggunakan metode yang sesuai dengan kemampuanya (Mumpuniarti,
2007, hlm. 139).

Mengingat pentingnya metode yang digunakan dalam pembelajaran


pengenalan lambang bilangan asli khususnya bagi anak tunagrahita yang
nantinya pengetahuan tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Metode yang digunakan haruslah tepat agar tujuan pembelajaran yang
di inginkan dapat tercapai. Namun fakta dilapangan menunjukan bahwa
banyak guru mengajarkan pengenalan lambang bilangan asli kepada anak
tunagrahita belum menggunakan metode yang tepat sesuai dengan
kemampuanya dan cenderung mengajar anak tunagrahita ringan secara
klasikal. Tahapan dalam pembelajaran pengenalan lamabang bilangan asli
3

belum tepat, sehingga anak tunagrahita tidak dapat menyerap materi yang
diberikan. Guru juga cenderung menggunakan media pembelajaran secara
apa adanya sehingga membuat siswa tunagrahita ringan merasa bosan dan
tidak memahami konsep yang diajarkan guru sama sekali. Padahal materi
pengenalan lambang bilangan asli merupakan hal yang cukup sulit untuk
dilakukan tanpa adanya penggunaan metode yang tepat mengingat tingkat
kecerdasan mereka yang rendah.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan


penelitian tentang bagaimanakah Metode yang digunakan guru dalam
pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli pada anak tunagrahita kelas
1 di salah satu SLB di Pringsewu .

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1.2.1. Paradigma bahwa pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli
untuk anak tunagrahita sulit diajarkan.
1.2.2. Pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli untuk anak
tunagrahita memerlukan metode yang sesuai

1.3. Batasan masalah


Berdasarkan beberapa identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi
penelitian ini pada masalah pengenalan lambang bilangan asli pada anak
tunagrahita kelas 1 yang meliputi:
1.3.1. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran pengenalan lambang
bilangan oleh guru
1.3.2. Metode pembelajaran yang digunakan dalam pengenalan lambang
bilangan
1.3.3. Alat atau media pembelajaran yang digunakan untuk menunjang
pembelajaran pengenalan lambang bilangan
4

1.4. Rumusan Masalah


Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
metode pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli pada anak
tunagrahita di tingkat SD kelas I ?
Rumusan masalah tersebut diperinci menjadi:
1.4.1 Bagaimanakah perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
pengenalan lambang bilangan asli pada anak tunagrahita ringan kelas
I?
1.4.2 Metode pembelajaran apa sajakah yang digunakan guru dalam
pengenalan lambang bilangan asli di kelas I pada salah satu SDLB di
Pringsewu ?
1.4.3 Alat atau media pembelajaran apa sajakah yang digunakan dalam
pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli pada anak
tunagrahita ringan kelas I pada salah satu SDLB di Pringsewu ?

1.5 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian dalam pengenalan lambang bilangan asli untuk anak
tunagrahita kelas I di salah satu SLB di Pringsewu yang meliputi:
1.5.1 Mengethui perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran peneganalan
lambang bilangan asli pada anak tunagrahita kelas I
1.5.2 Mengetahui metode yang di gunakan dalam pembelajaran
peneganalan lambang bilangan asli pada anak tunagrahita kelas I
1.5.3 Mengetahui alat atau media pembelajaran yang digunakan dalam
menunjang pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli untuk
anak tunagrahita kelas I .

1.6 Manfaat Penelitian


1.6.1 Bagi guru
Memberikan gambaran tentang proses pembelajaran pengenalan
lambang bilangan asli serta memberikan masukan dalam
5

pengembangan kegiatan pembelajaran berupa metode, dan


penggunaan media pembelajaran yang tepat dalam proses belajar.

1.6.2. Bagi peneliti


Memberikan ilmu serta pengalaman sebagai bekal nantinya saat
menjadi seorang pendidik.
6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Metode Pembelajaran


2.1.1 Definisi Metode Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, metode berpengaruh penting dalam
proses kegiatan pemebelajaran dan keberhasilan dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Metode berasal dari bahasa Yunani (Methodos)
yang artinya cara, jalan. Secara umum , metode diartikan sebagai cara
melakukan sesuatu . Secara khusus metode pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara atau pola yag khas dalam memanfaatkan
berbagai prinsip dasar Pendidikan.

Riyanto (Sueni, tanpa tahun) “Metode Pembelajaran adalah


seperangkat komponen yang telah dikombinasikan secara optimal
untuk kualitas pembelajaran”. Sedangkan menurut Djamarah (Afandi,
2013, hlm 16) “Metode pembelajaran ”suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Metode pemebelajaran
merupakan “cara yang terukur dan teruji secara matang untuk
mencapai maksut dan tujuan. Kaitanya dengan mengajar lebih terukur
dan sifatnya formal untuk sampai pada target yang telah ditentukan”.
(Kamsinah, 2008, hlm 103)

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode


pembelajaran merupakan seperangkat komponen yang dibuat agar
kualitas pembelajaran menjadi optimal untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
7

2.1.2 Macam-macam Metode Pembelajaran


Metode pembelajaran dalam proses pembelajaran digunakan sebagai
serangkaoan cara dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa
metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran menurut
Kamsinah (2008, hlm. 107)
2.1.2.1 Metode ceramah , dilakukan dengan cara menguraikan atau
memberikan pengertian
2.1.2.2 Metode Diskusi, memecahkan masalah dengan berbagai
tanggapan
2.1.2.3 Metode eksperimen, mencoba mengetahui proses terjadinya
sesuatu
2.1.2.4 Metode demonstrasi, menggunakan alat atau media untuk
memperjelas suatu masalah
2.1.2.5 Metode pemberian tugas, dengan cara memberikan tugas secara
bebas
2.1.2.6 Metode sosio drama, menunjukan tingkah laku kehidupan
2.1.2.7 Metode drill, dilakukan dengan latihan berulang
2.1.2.8 Metode kerja kelompok, memecahkan maslah secara bersama-
sama
2.1.2.9 Metode Tanya jawab, memcahkan masalah dengan umpan balik
2.1.2.10 Metode proyek, memecahkan maslah secara ilmiah

Sedangkan menurut Afandi dkk. (2013) macam metode pembelajaran,


yaitu :
2.1.2.1 Metode karya wisata, kegiatan pembelajaran dibawa keluar
kelas
2.1.2.2 Metode Talking Stick, kegiatan pembelajaran menggunakan
tongkat untuk menjawab pertanyaan
2.1.2.3 Metode Discovery Learning, pembelajaran dengan cara
memecahkan secara mandiri
8

2.1.2.4 Metode Brainstorming, kegiatan pembelajaran secara diskusi


berkelompok
2.1.2.5 Metode diskusi, kegiatan pembelajaran secara berkelompok
dengan mengeluarkan pendapat
2.1.2.6 Metode Pembelajaran diluar kelas, kegiatan belajar diluar kelas
untuk melihat langsung peristiwa yang ada di lapangan

Berdasarkan dari berbagai macam metode pembelajaran, metode yang


sering dipergunakan dalam proses belajar mengajar adalah metode
ceramah, metode diskusi, metode Tanya jawab, metode drill, metode
eksperimen, dan metode pembelajaran diluar kelas.

2.2 Tnjauan Tentang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


2.2.1 Pengertian RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran atau biasa disingkat menjadi RPP
merupakan acuan pegangan guru dalam proses belajar mengajar yang
didalamnya menggambarkan prosedur pembelajaran untuk mencapai
kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam standar isi. RPP
merupakan rancangan program yang dikembangkan dari suatu materi
pokok tertentu secara terperinci (Yatmini, 2016, hlm. 176). Setiap
guru wajib memiliki RPP sebagai bagian dari perangkat pembelajaran
dan syarat mutlak terselenggaranya proses belajar mengajar.

Menurut Riana dkk. (2016) RPP merupakan rencana pembelajaran


yang dikembangkan secara rinci mengacu pada silabus, buku teks
pelajaran, dan buku panduan guru. Sedangkan menurut Purwanto
(2019, hlm. 69) RPP adalah rencana pelaksanaan pembelajaran yang
dibuat untuk satu kali pertemuan atau lebih.
9

Dalam hal ini RRP bisa di katakan sebagai rencana pembelajaran yang
dibuat guru untuk satu kali pertemuan atau lebih guna untuk
memudahkan peroses belajar mengajar dan dapat meningkatkan hasil
belajar.
Setiap guru diwajibkan dalam penyususnan secara lengkap dan
sistematis agar nantinya pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, serta memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif.

2.2.2 Komponen RPP


Purwanto (2019, hlm 69) komponen RPP terdiri dari 11 komponen,
yaitu :
2.2.2.1 Identitas sekolah yang berisiskan nama sekolah, alamat dan
lain sebagainya.
2.2.2.2 Identitas mata pelajaran atau tema/subtema
2.2.2.3 Kelas/semester
2.2.2.4 Materi pokok
2.2.2.5 Alokasi waktu merupakan penetapan waktu yang sudah
ditentukan dalam pencapaian kompetensi dasar
2.2.2.6 Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan
diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan kompetensi dasar dan indikator pencapaian
kompetensi
2.2.2.7 Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butirbutir
sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
2.2.2.8 metode pembelajaran, digunakan oleh guru untuk mencapai
KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan
KD yang akan dicapai. Dalam hal ini metode yang
digunakan dalam kurikulum 13 adalah metode saintific
10

learning meliputi langkah mengamati, menanya,


mengumpulkan, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.
2.2.2.9 media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
untuk menyampaikan materi pelajaran
2.2.2.10 Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan
elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang
relevan

2.2.3 Prinsip Penyusunan RPP


Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
2.2.3.1 Memperhatikan perbedaan individu peserta didik dalam hal
tingkat intelektual, bakat, kebutuhan khusus dan kecepatan
belajar.
2.2.3.2 Partisipasi peserta didik dalam keaktifan
2.2.3.3 Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat
belajar, dan motivasi belajar siswa.
2.2.3.4 Pemberian umpan balik dan tindak lanjut
2.2.3.5 Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD,
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indicator
pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar
dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
2.2.3.6 Mengakomodasi pembelajaran tematikterpadu, keterpaduan
lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman
budaya (Purwanto, 2019:70)

2.3 Tinjauan Tentang Program Pembelajaran Individual (PPI)


2.3.1 Definisi PPI
Program pembelajaran individual yang di prakasai oleh Samuel
Gridley Howe yang dikenal dengan The Individualized Education
11

Program (IEP) atau yang disebut dengan program pembelajaran


individual (PPI) dalam bahasa Indonesia merupakan suatu bentuk
program pembelajaran khusus untuk anak berkebutuhan khusus agar
mereka mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuanya.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan Program pembelajaran


individual (PPI) memiliki arti yang sama, yaitu sama-sama merupakan
perangkat pembelajaran yang diwajibkan untuk guru sebagai acuan
pelaksaan program pembelajaran agar tujuan pemebelajaran tercapai
dengan baik. Dengan beragamnya keterbatasan yang dimiliki anak
berkebutuhan khusus antara satu dengan lainya maka PPI digunakan
sebagai suatau rancangan pembelajaran bagi ABK agar mereka
memperoleh pelayanan sesuai kebutuhannya dengan lebih
memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta
didik.

Menurut Mumpuniarti (Indrawati, 2016, hlm. 391) menyebutkan


bahwa “idealnya semua anak berkebutuhan khusus, khususnya
tunagrahita dilayani dengan program pembelajaran individual (PPI),
karena pada dasarnya setiap anak tunagrahita memiliki kebutuhan
pendidikan yang berbeda secara individual”. Dalam pelaksanaanya
guru dapat melakukan penyesuaian materi berdasarkan kemampuan
yang dimiliki anak berkebutuhan khusus baik itu dengan mengurangi
materi, menurunkan tingkat kesulitan materi, atau bahkan
menghilangkan materi.

2.3.2 Komponen Program Pembelajaran Individual (PPI)


Komponen dalam penyusunan PPI terdiri dari :
2.3.2.1 Taraf performansi/ kemampuan siswa saat ini (performance
levels) Tingkat performance level dilakukan setelah
12

dilakukan asesmen terhadap anak, sehingga guru dapat


memperoleh tentang kelemaham dan kelebihan yang
dimiliki siswa. Informasi yang diperoleh dari asesmen pada
umumnya berkaitan dengan kemampuan akademik, pola
perilaku khusus, keterampiln menolong diri, bakat
voksional, dan kemampuan berkomunikasi.
2.3.2.2 Tujuan umum (annual goal) yang akan dicapai dan Tujuan
pembelajaran khusus (shortterm objective) Informasi yang
sudah diperoleh pada tahap performance level kemudian
akan di rumuskan kebutuhan belajar siswa dan menetapkan
tujuan pembelajaran umum maupun khusus, sesuai dengan
kebutuhan.
Tujuan umum dan khusus ini akan dijadikan indicator keberhasilan
strategi pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan tujuan ini, guru
mengetahui poin-poin yang belum tercapai sehingga secara cepat akan
dapat memberikan pandangan dalam rangka melakukan evaluasi
pembelajaran. (Zulyan dkk.,2020)

2.4 Tinjauan Tentang Lambang Bilangan Asli


2.4.1 Definisi Lambang Bilangan Asli
Bilangan asli merupakan bilangan bulat yang terdiri dari angka 1 (satu)
ke atas. Pengenalan lambang bilangan asli pada anak merupakan
tahapan awal setelah anak memahami tentang bilangan asli. Dengan
mengenalkan lambang bilangan diharapkan anak akan lebih mudah
dalam memahami konsep matematika yang lainnya pada pembelajaran
di tingkat yang lebih tinggi dan menggunakan pengetahuan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Rahmat (2014) bilangan adalah “suatu konsep matematika


yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol ataupun
lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut
13

sebagai angka atau lambang bilangan. Dan angka adalah suatu tanda
atau lambang yang digunakan untuk melambangkan bilangan”.
Lambang bilangan adalah “simbol atau kata yang digunakan untuk
menyatakan suatu jumlah tertentu” (Satriana, 2013, hlm.15).
Sedangkan menurut Tajjudin dkk. (Satriana, 2013, hlm.15) lambang
bilangan merupakan “satuan dalam sistem matematika yang abstrak dan
dapat diunitkan, ditambahkan, atau dikalikan”.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa


lambang bilangan merupakan symbol yang digunakan untuk mewakili
atau menyatakan suatu jumlah tertentu, dan lambang bilangan ini
bersifat abstrak.

2.4.2 Pembelajaran Lambang Bilangan Asli untuk Tunagrahita


Dalam pembelajaran matematika anak akan memasuki tahap menegnal
lambang bilangan yang sesuai dengan kompetensi dasar yang sudah
ditetapkan oleh perdirjen. Pembelajaran bidang studi matematika untuk
pendidikan anak tunagrahita ringan diajarkan secara bertahap. Walaupun
tidak seoptimal anak pada umumnya, dibutuhkan peranan guru dalam
mengembangkan aspek spikologis anak. Pengajaran Matematika untuk
anak tunagrahita ringan hampir sama dengan anak pada umumnya, hanya
saja pengajaran Matematika untuk anak tunagrahita ringan lebih
disederhanakan dan ditambahkan dengan media pengajaran, sehingga akan
lebih cepat dipahami oleh anak.

Kemampuan mengenal lambang bilangan merupakan salah satu standar


kompetensi dalam mata pelajaran matematika yang harus dikuasai oleh
anak tunagrahita pada semester 1 kelas I SDLB dengan beberapa
kompetensi dasar yaitu, mengenal lambang bilangan sampai 10 dan
menuliskan lambang bilangan sampai 10. Indicator kemampuan yang
14

diperoleh anak tunagrahita dalam kemampuan mengenal lambang bilangan


asli adalah jika anak tunagrahita mampu menunjukkan, menyebutkan dan
memasangkan kumpulan benda dengan lambang bilangan 1 sampai 10.

Pembelajaran tentang lambang bilangan asli disesuaikan dengan tahap


perkembangan anak, memilih materi yang harus terlebih dahulu dikuasai
oleh anak. Tahapan mengenal bilangan pada anak tunagrahita tidak jauh
berbeda dengan tahapan diterapkan pada umumnya, yaitu:
a. Membilang secara berurutan 1 – 5
b. Membilang dengan benda kongkrit
c. Membilang 1 – 10 dengan benda-benda kongkrit
d. Menyebut dari sejumlah benda kongkrit
e. Menyebut nama bilangan dari sejumlah benda
f. Membaca lambang bilangan sesuai jumlah benda
g. Memasangkan lambang bilangan dan gambarnya (bendanya)
h. Membaca lambang bilangan tanpa bantuan gambar (benda) .Russefendi
(Rahmat, 2014)

2.5 Tinjuan Tentang Tunagrahita


2.5.1 Definisi Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata disbanding anak pada
umumnya. Ada beberapa istilah dalam bahasa asing dalam penyebutan
anak tunagrahita yaitu mental retardation, mentally retarded, mental
deficiency, mental defective, dan lain-lain.
Istilah tersebut sama-sama menjelaskan kondisi anak yang memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata yang ditandai dengan keterbatasan
intelegensi dan kecakapan dalam interaksi social.
15

Salah satu definisi yang dikemukakan para ahli dan diterima secara luas
serta menjadi rujukan utama yang secara resmi digunakan AAMD
(American Association on Mental Deficiency), yakni “keterbelakangan
mental menunjukan fungsi intelektual dibawah rata-rata secara jelas
dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan
terjadi pada masa perkembangan” (Kauffman & Hallahan, 1986).

Sedangkan menurut Bratanata (Effendi, 2006, hlm 89) tunagrahita


merupakan kondisi dimana anak dalam meniti tugas perkembanganya
memerlukan bantuan serta layanan yang spesifik, begitu pula dengan
program pendidikanya. Hal tersebut dikarenakan tingkat kecerdasan
yang dimiliki anak tunagrahita rendah.
Akibat dari kecerdasanya yang terganggu, anak tunagrahita memiliki
kelainan mental, atau tingkah laku. Anak tunagrahita tidak hanya
memiliki kelainan mental saja ataupun kelainan tingkah laku saja,
tunagrahita dapat berupa keduanya atau disebut juga tuagrahita ganda,
yaitu kelainan mental yang dibarengi dengan kelainan fisik. Sebagai
contoh tunagrahita dengan kelainan intelegensi disertai dengan kelainan
penglihatan. Ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.
Tidak semua anak tunagrahita memiliki kelainan fisik. Contohnya pada
tunagrahita ringan. Masalah tunagrahita ringan lebih banyak pada
kemampuan daya tangkap yang rendah.

2.5.2 Karateristik Tunagrahita


Soemantri (2012:105) Anak tunagrahita merupakan anak dengan
tahapan perkembangan yang kurang optimal dikarenakan adanya
hambatan perkembangan pada kecerdasanya. Ada beberapa
karakteristik tunagrahita , yaitu :
2.5.2.1 Karakteristik Fisik
16

Karakteristik fisik pada anak tunagrahita nampak seperti


anak pada umumnya, hanya saja anak tunagrahita sedikit
mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.
Jadi, anak tunagrahita ringan dilihat dari ciri fisiknya
memeiliki ciri yang sama denga anak pada umumnya,
seperti berat badan, tinggi badan dan koordinasi motorik

2.5.2.2 Karakteristik Psikis


Anak tunagrahita secara psikis sukar berpikir abstrak dan
logis. Kurang memiliki kemampuan analisa, asosiasi lemah,
kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah
dipengaruhi, kepribadian kurang harmonis karena tidak
mampu menilai baik dan buruk. Jadi, dapat ditegaskan
bahwa karakteristik psikis anak tunagrahita adalah anak
yang memiliki kemampuan berpikir rendah, perkataan dan
ingatannya lemah, sehinggga mengalami hambatan dalam
pelajaran di sekolah.

2.5.2.3 Karakteristik Sosial


Anak tunagrahita dalam aspek social kurang mampu
bergaul, menyesuaikan diri anak tunagrahita terbatas pada
lingkungan keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri
dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang
sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai orang
dewasa.

Menurut Soemantri dalam (2012, hlm. 105) ada 3 keterbatasan yang


menjadi karakteristik tunagrahita ringan, yaitu :
2.5.2.4 Keterbatasan Intelegensi
Inteligensi merupakan kemampuan untuk mempelajari
informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri
17

dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru,


belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif,
dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-
kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan
untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita
memiliki kekurangan dalam hal tersebut. Kapasitas belajar
anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti
menulis, berhitung, dan membaca juga sangat terbatas

2.5.2.5 Keterbatasan Sosial


Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak
tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri
sendiri dan bergaul di masyarakat. Oleh karena itu mereka
memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu
mereka berinteraksi dengan lingkungan. Anak tunagrahita
cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya,
ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak
mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana,
sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi.
Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.

2.5.2.6 Keterbatasan Fungsi Mental


Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk
menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya.
Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti
hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari
ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi suatu
kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.
18

2.5.3 Klasifikasi Anak Tunagrahita


Menurut Soemantri (2012, hlm. 106) Pengelompokan pada umumnya
didasarkan pada taraf intelegensinya, yaitu :
2.5.3.1 Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Memiliki
IQ antara 68-52. Dalam hal ini anak tunagrahita ringan
masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung
sederhana.
Tunagrahita ringan masih dapat dididik menjadi tenaga
kerja semi-skilled seperti laundry, pertanian, peternakan,
pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing
dengan baik tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-
pabrik dengan sedikit pengawasan.
Tunagrahita ringan tidak mampu melakukan penyesuaian
social secara independen, tidak dapat merencanakan masa
depan dan suka berbuat kesalahan.

2.5.3.2 Tunagrahita Sedang


Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Memiliki tingjat
intelegensi sekitar 51-36. Tunagrahita sedang dapat dididik
mengurus diri sendiri, melindungi drir sendiri, dan bahaya
seperti menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya,
berlindung dari hujan dan lainya.
Tunagrahita sedang tidak dapat didik secara akademik,
namun dapat didik untuk menurus dirinya sendiri. Dalam
kehidupan sehari-hari tunagrahita sedang membutuhkan
pengawasan yang terus-menerus.
19

2.5.3.3 Tunagrahita Berat


Tunagrahita berat sering disebut idiot. Memiliki tingkat
intelegensi antara 32-20. Anak ini sepanjang hidupnya
memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain, sehingga
berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu. Mereka
tidak tahu bahaya atau tidak bahaya. Kata-kata dan
ucapannya sangat sederhana. Kecerdasannya sampai
setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.

2.5.4 Kemampuan Kognitif Anak Tunagrahita


Anak tunagrahita perkembangangan kognitifnya sering kali
mengalami kegagalan dalam melampauan setiap periode atau tahapan
perkembangan, bahkan dalam taraf perkembangan yang paling
sederhana pun anak tunagrahita seringkali tidak mampu
menyelesaikan dengan baik.

Inhelder (Moh. Efendi, 2006, hlm. 98) menyatakan bahwa


penyandang tunagrahita berat perkembangan kognitifnya terhambat
pada tingkat perkembangan sensormotorik. Sedangkan pada anak
penyandang tunagrahita ringan perkembangan kognitifnya berhenti
pada perkembangan operasional konkret.

Dalam hal kecepatan belajar (learning rate), anak tunagrahita jauh


ketinggalan oleh anak normal, anak tunagrahita lebih banyak
memerlukan ulangan tentang bahan tersebut. Dalam kaitanya dengan
makna pelajaran, ternyata anak tunagrahita dapat mencapai prestasi
lebih baik dalam tugas-tugas diskriminasi, misalkan mengumpulkan
bentuk-bentuk yang berbeda, memisahkan pola-pola yang berbeda,
dan lain sebagainya.
20

Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi


masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas
perkembanganya. Beberapa hambatan yang tampak pada anak
tunagrahita dari segi kognitif dan sekaligus menjadi karakteristiknya,
yaitu :
2.5.4.1 Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan
sukar berfikir
2.5.4.2 Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
2.5.4.3 Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
2.5.4.4 Kemampuan sosialisasinya terbatas
2.5.4.5 Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang
dihadapi
2.5.4.6 Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang
baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat
kelas III-IV sekolah dasar.
21

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini
untuk mencari, menganalisis dan mengelola dari peristiwa langsung di
lapangan dengan memahami interaksi sosial dengan wawancara dan
observasi. Jenis penelitian ini mengharuskan peneliti mengeksplor kasus
yang ada dilapangan dari waktu wawancara dan pengumpulan data lainnya
dalam menyelidiki kasus dari sumber-sumber informan untuk menjelaskan
mengapa dan bagaiman permasalahan ini terjadi. Dalam hal ini peneliti
berfokus pada kegiatan pembelajaran matematika dalam materi penegenalan
lambang bilangan asli pada anak tunagrahita di salah satu SLB di
Pringsewu.

3.2 Subjek dan Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian bertempat di salah satu SDLB di Pringsewu. Lokasi
penelitian dipilih peneliti ingin mengetahui bagaimana metode yang
digunakan untuk mengajrakan pengenalan lambang bilangan asli pada siswa
tunagrahita ringan kelas I di salah satu SLB di Pringsewu. karena sarana dan
prasarana yang cukup lengkap sehingga sangat mendukung proses
pembelajaran untuk siswa tunagrahita. Jenjang pendidikan pun lengkap dari
SDLB hingga tingkat SMALB.

Penelitian akan dilakukan menggunakan observasi dan wawancara . Tahap


observasi dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran matematika pada
materi pengenalan lambang bilangan yang dilakukan pada jam efektif di
22

kelas dan tahap wawancara dilakukan diluar jam efektif pada guru yang
mengajar mata pelajaran matematika. Wawancara dilakukan di luar jam
efektif belajar agar kegiatan pembelajaran matematika di kelas tidak
terganggu.

Subjek penelitian ini adalah guru yang mengajar mata pelajaran matematika
di salah satu SLB di Pringsewu kelas I pada tahun pelajaran 2021/2022.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


3.3.1 Wawancara
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan data dilakukan dengan
teknik wawancara. Wawancara dilakukuan oleh pewawancara
untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan jenis wawancara terpimpin, yaitu
wawancara dilakukan dengan menggunakan sederetan pertanyaan
lengkap dan terperinci yang sudah disiapkan sebelumnya oleh
peneliti. Dalam hal ini peneliti akan mewawancarai guru kelas I,
agar diperoleh data informasi mengenai perencanaan, proses dan
evaluasi hasil dari pelaksanaan pembelajaran pengenalan lambang
bilangan asli di salah satu SLB di Pringsewu kelas I.

3.3.2 Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2006, hlm. 155) mengemukakan bahwa,
“Metode dokumentasi ialah mencari data mengenai hal-hal berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, agenda, dan sebagainya.”

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa


teknik dokumentasi ialah teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan dari catatan, dokumen atau arsip yang ada
hubungan dengan masalah yang diteliti. Adapun data yang akan
23

diambil dengan teknik ini adalah RPP yang diguanakan dalam


pembelajaran matematika materi pengenalan lambang bilangan
serta proses pembelajaran yang didokumentasikan dalam foto.
Dokumentasi ini diambil saat pembelajaran berlangsung
menggunakan kamera.

3.3.3 Observasi
Observasi diartikan sebagai suatu kegiatan mengamati
menggunakan panca indera. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan jenis observasi sistematis menggunakan pedoman
sebagai instrument pengamatan. Penelitian ini dimaksudkan untuk
melihat proses pembelajaran pengenalan lambang bilangan asli di
kelas I SLB Pringsewu secara langsung.

Dengan observasi peneliti bisa melihat langsung dan mengamati


interaksi antara guru dan siswa saat pelajaran di kelas. Peneliti
dalam melakukan observasi menggunakan instrumen berupa
panduan observasi. Adapun data yang akan diambil dengan
menggunakan metode ini yaitu: informasi mengenai bagaimana
siswa tunagrahita mengikuti pelajaran, metode, serta alat dan media
yang dipakai guru dalam pembelajaran pengenalan lambang
bilangan asli .

3.4 Instrumen Pengumpulan Data


Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk memperoleh
dan mengumpulkan data terkait informasi yang di inginkan atau di butuhkan
oleh peneliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk
pengambilan data yaitu berupa pedoman wawancara, panduan observasi
dan dokumentasi. Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen adalah
sebagai berikut:
3.4.1 Mengidentifikasi variabel-variabel dalam rumusan judul penelitian
24

3.4.2 Menjabarkan variabel tersebut menjadi sub variabel atau dimensi


3.4.3 Mencari indikator atau aspek setiap sub variabel
3.4.4 Menderetkan diskriptor dari setiap indikator
3.4.5 Merumuskan setiap descriptor menjadi butir-butir instrumen
sesuai dengan langkah tersebut maka dalam penelitian ini penyusunan
instrumen menjadi:
3.4.1 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara
secara garis besar, kemudian dalam pelaksanaannya akan
dikembangkan secara mendalam untuk mendapatkan suatu gambaran
subjek dan pemaparan gejala yang tampak sebagai suatu fenomena.
Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman wawancara sebagai
berikut:
3.4.1.1 Mengidentifikasi variabel-variabel dalam rumusan judul
penelitian
3.4.1.2 Menjabarkan variabel menjadi sub variable
3.4.1.3 Mencari indikator setiap sub variable
3.4.1.4 Merumuskan setiap deskriptor menjadi butir-butir
instrument

Tabel kisi-kisi instrumen pedoman wawancara


Variabel Indicator Descriptor
Metode Perencanaan 1) Menyusun instrument asesmen
Pembelajaran Pembelajaran 2) melakukan asesmen berdasarkan
Pengenalan Pengenalan Lambang instrumen asesmen
Lambang Bilangan Bilangan Asli Pada 3) Menganalisis hasil asesmen
Asli Pada Anak Anak Tunagrahita 4) Membuat kesimpulan dan
Tunagrahita Ringan Kelas 1 di rekomendasi
Ringan Kelas 1 di satu satu SLB di 5) Menyusun Program pembelajaran
salah satu SLB di Pringsewu individual
Pringsewu
25

ProsesPembelajaran 1) Melaksanakan pembelajaran


Pengenalan Lambang berdasarkan progam yang telah
Bilangan Asli Pada dibuat
Anak Tunagrahita 2) Mengembangkan partisipasi dan
Ringan Kelas 1 di motivasi belajar siswa
satu satu SLB di
Pringsewu
EvaluasiPembelajara 1) Cara mengevaluasi hasil
n Pengenalan pembelajaran
Lambang Bilangan
Asli Pada Anak
Tunagrahita Ringan
Kelas 1 di satu satu
SLB di Pringsewu

3.4.2 Pedoman Observasi


Pedoman observasi dalam penelitian ini berbentuk pedoman
observasi non partisipan yang berkaitan dengan aspek-aspek yang
akan diobservasi. Adapun yang akan diobservasi adalah metode
dalam proses pelaksanaan pembelajaran pengenalan lambang
bilangan pada anak tunagrahita kelas 1 di satu satu SLB di
Pringsewu.

Tahap-tahap penyusunan pedoman observasi adalah sebagai berikut:


3.4.2.1 Mengidentifikasi variabel-variabel dalam rumusan judul
penelitian
3.4.2.2 Menjabarkan variabel menjadi sub variabel
3.4.2.3 Mencari indikator setiap sub variabel
3.4.2.4 Menderetkan deskriptor dari setiap indikator
26

Tabel kisi-kisi instrumen pedoman observasi


Variable Sub variable Indicator Descriptor
Metode 1) Kegiatan  Kesiapan  memeriksa
Pembelajaran pra kelas kesiapan alat,
Pengenalan pembelajara  Apersepsi media, dan ruang
Lambang Bilangan n kelas
Asli Pada Anak  memeriksa
Tunagrahita kesiapan siswa
Ringan Kelas 1 di  Siswa duduk di
salah satu SLB di tempat
Pringsewu masingmasing dan
siap menerima
pelajaran
 Guru
menyampaikan
apersepsi sesuai
materi yang
diajarkan
 Guru
menyampaikan
kompetensi tujuan
yang akan dicapai
2) Kegiatan  Kesiapan  Guru menguasai
inti siswa materi yang
pembelajara diajarkan
n  Guru mengaitkan
materi dengan
pengetahuan lain
yang relevan dan
sesuai realita
kehidupan
27

 Guru
melaksanakan
pembelajaran
sesuai dengan
hierarki belajar
 Guru
melaksanakan
pembelajaran
sesuai dengan
tingkat
perkembangan
psikologis dan
intelegensi siswa
 Guru
melaksanakan
pembelajaran
sesuai dengan
tujuan yang akan
dicapai
 Guru
melaksanakan
pembelajaran
sesuai dengan
kebutuhan siswa
 Guru mengajar
dengan metode
yang sesuai dengan
karakteristik siswa
dan materi yang
diberikan
 Guru
28

melaksanakan
pembelajaran
secara runtut
Dalam
pembelajaran, guru
menguasai kelas
dan perhatian guru
menyeluruh
kepada siswa
 Dalam
pembelajaran, guru
menumbuhkan
kebiasaan positif
pada siswa
 Guru
menggunakan
bahasa lisan yang
jelas dan lancar
yang dipahami
siswa dengan baik
 Guru
menyampaikan
pesan sesuai
dengan
karakteristik siswa
 Guru
melaksanakan
pembelajaran
sesuai dengan
alokasi waktu yang
telah ditentukan
29

 Guru
menggunakan
media secara
efektif dan efisien
Siswa terlibat
dalam penggunaan
media
 Siswa
berpartisipasi aktif
dalam
pembelajaran
 Tumbuh keceriaan
dan antusiasme
siswa dalam
belajar
 Siswa mendapat
kesempatan untuk
menyampaikan
ide/ gagasan dalam
pembelajaran
 Guru merespon
positif partisipasi
aktif dari siswa
 Guru menunjukkan
sikap terbuka
terhadaap respon
siswa
 Guru memantau
perkembangan/
kemajuan belajar
siswa
30

 Adanya interaksi
positif antara guru
dengan siswa,
siswa dengan
siswa dan siswa
dengan sumber
belajar
 Guru melakukan
penilaian sesuai
dengan kompetensi
 Guru
menggunakan
bahasa tulis yang
baik dan benar
3) Kegiatan  Refleksi  Guru melakukan
penutup  Rangkuman refleksi
pembelajara  Tindak pembelajaran
n lanjut dengan melibatkan
siswa
 Guru memberikan
tindak lanjut pada
siswa
 Guru menyusun
rangkuman dengan
melibatkan siswa

3.5 Teknik Analisis Data


Analisis data adalah metode dalam memproses data menjadi sebuah
informasi yang diperlukan oleh peneliti. Analisis data dilakukan agar dat
yang diperoleh mudah dipahami. Adapun proses analisis data dalam
31

penelitian ini dilakukan secara simultan dengan pengumpulan data, artinya


peneliti dalam mengumpullkan data juga menganalisis data yang diperoleh
dilapangan.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam analisis data ini, adalah


sebagai berikut:

3.5.1 Reduksi Data


Reduksi data merupakan proses pemilihan, data yang diperoleh
dilapangan masih berupa data kasar sehingga dalam reduksi data,
data akan yang menjadi pusat perhatian akan di sederhanakan ,
mengabstrasikan dan transparansi data yang diperoleh baik dari
observasi, wawancara, maupun dokumentasi.

3.5.2 Penyajian data


Sajian data merupakan suatu proses pembuatan laporan penilitian
dari data yang telah di peroleh agar mudah dipahami dan
disimpulkan.. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk uraian
narasi serta dapat diselingi dengan gambar, skema, matriks, tabel,
rumus, dan lain-lain. Hal ini disesuaikan dengan jenis data yang
terkumpul dalam proses pengumpulan data, baik dari hasil observasi,
wawancara, maupun dokumentasi.

3.5.2 Penarikan simpulan dan verifikasi


Verikasi merupakan proses memeriksa dan menguji kebenaran data
yang telah dikumpulkan sehingga kesimpulan akhir didapat sesuai
dengan rumusan masalah.
Simpulan merupakan intisari dari hasil penelitian yang
menggambarkan pendapat terakhir peneliti. Simpulan ini diharapkan
memiliki hubungan sekaligus menjawab rumusan masalah yang telah
dirumuskan sebelumnya.
32

DAFTAR PUSTAKA
33

Affandi, M. dkk. (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah.


Semarang : UNISSULA PRESS.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.


Jakarta : Rineka Cipta.

Effendi, Moh. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta :


Bumi Aksara.

Fadlia, N. (2020). Penggunaan Number Rods Dalam Meningkatkan


Kemampuan Mengenal Bilangan Asli Pada Murid Tungarahita Ringan di
Slbn 1 Gowa. Jurnal Pendidikan Luar Biasa

Indriani. (2013). Penggunaan Media Kartu Bilangan untuk Meningkatkan


Kemampuan Konsep Bilangan 1-5 pada Anak Tunagrahita Ringan, riset,
12(2) , 143-151.

Kamsinah. (2008). Metode Dalam Proses Pembelajaran. Lentera Pendidikan,


11(1), 101-114.

Mumpuniarti. (2018). Kekuatan Kognitif Siswa Tunagrahita Ringan


Terhadap Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Budidaya Hortikultura ,
Jurnal Ilmu Pendidikan, Keguruan, dan Pembelajaran, 2(2), 102-109.

Putri,YP. (2016). Efektivitas Permainan Ulat Angka Untuk Meningkatkan


Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan 1 Sampai 10 Bagi Anak
Tunagrahita Ringan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 5(2), 154-164.

Purwanto,I. (2019). Upaya Meningkatkan Kompetensi Guru Sasaran Dalam


Penyusunan RPP Yang Baik Dan Benar Sesuai Kurikulum 2013, Jurnal
Ilmu Sosial dan Pendidikan, 3(1), 65-75.
34

Rahmat, Y. (tt). Upaya Meningkatkan Kemampuan Mengenal Bilangan 1 –


10 Melalui Permainan Ular Tangga Pada Anak Tunagrahita Kelas Ii Sdlb
Di Skh Negri 02 Lebak.

Riana, A. dkk. (2016). Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Rpp)


Untuk Implementasi Kurikulum 2013 di Sd Negeri 3 Banjar Jawa
Kecamatan Buleleng, Journal Edutech Universitas Pendidikan Ganesha,
5(2).

Satriana ,A. (2013). Meningkatkan Kemampuan Mengenal Lambang


Bilangan 1 Sampai 5 Melalui Media Flash Card Bagi Siswa Tunagrahita
Sedang, Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, 1(2), 13-26

Soemantri, Sutjihati. (2012). Psikolagi Anak Luar Biasa. Bandung:Refika


Aditama.

Sueni, M (tt). Metode, Model, dan Bentuk Model Pembelajaran Sugiyono.


(2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : ALFABETA.

Yatmini. (2016). Meningkatkan Kompetensi Guru Dalam Penyusunan Rpp


Yang Baik Dan Benar Melalui Pendampingan Berbasis KKG, Jurnal
Ilmiah Mandala Education, 2(2), 172-185.
Zulyan, dkk. (2020). STUDI TENTANG INDIVIDUALIZED EDUCATION
PROGRAM (IEP) BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK),
Journal of Education and Instruction, 3(2), 385-393.

Anda mungkin juga menyukai