Anda di halaman 1dari 1

CERITA RAKYAT PAHIT LIDAH

Dahulu ada seorang pangeran bernama Serunting. Ia adalah keturunan raksasa dari daerah
Sumidang. Ada satu sifat buruk yang dimilikinya, yaitu selalu iri dengan milik orang lain. Rasa iri ini
dirasakannya juga kepada saudara iparnya, adik dari istrinya sendiri yang bernama Aria Tebing. Rasa
iri tersebut berlanjut dengan pertengkaran di antara keduanya.

Pertengkaran tersebut berlanjut menjadi permusuhan besar. Penyebabnya, mereka memiliki ladang
padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Di bawah pepohonan itu ditumbuhi cendawan.
Cendawan yang menghadap ladang Aria Tebing tumbuh, menjadi logam emas, sedangkan cendawan
yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna. Serunting
menuduh Aria Tebing telah menggunakan ilmunya untuk mengubah cendawan miliknya menjadi
tumbuhan ilalang.

Pada suatu hari, terjadilah perkelahian sengit antara Serunting dan Ana Tebing. Karena Serunting
lebih sakti, Arya Tebing terdesak dan hampir terbunuh. Namun, Aria Tebing berhasil melarikan diri.
Kemudian ia menemui dan membujuk kakaknya (istri dari Serunting) untuk memberitahukan rahasia
kesaktian Serunting. Setelah mendengar rahasia kesaktiannya, Aria Tebing kembali menantang
Serunting. Serunting menerima tantangan itu. Ketika perkelahian berada pada puncaknya, Aria
Tebing hampir saja dikalahkan. Pada saat terdesak itu, Aria Tebing melihat ilalang yang bergetar.
Segera ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar itu. Serunting langsung terjatuh dan
terluka parah. Serunting kaget, karena adik iparnya dapat mengetahui rahasianya itu, padahal hanya
istrinya yang tahu. Merasa dikhianati istrinya, ia pun pergi mengembara.

Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Dewa Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib.
Kesaktian itu berupa kemampuan lidahnya mengubah sesuatu sesuai yang di inginkannya.
Selanjutnya, ia berniat kembali ke kampungnya di daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang
tersebut, ia menguji kesaktiannya. Di tepi Danau Ranau, dijumpainya hamparan pohon-pohon tebu
yang sudah menguning.

Serunting pun berkata,. “Jadilah batu.” Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. la pun
mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi menjadi batu. Sejak saat itu,
serunting mendapat julukan si Pahit Lidah. Setelah sekian lama berjalan dari satu daerah ke daerah
lainnya, si Pahit Lidah pun sadar atas kesalahannya dan ia ingin menebus segala kesalahan dengan

kebaikan. Dikabarkan, la mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu yang rimbun.
Penduduk setempat senang dan menikmati hasil hutan yang melimpah. Walaupun kata-kata yang
keluar dari mulutnya telah berbuah manis, Serunting tetap dijuluki sebagai si Pahit Lidah.

Anda mungkin juga menyukai