4
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Deskripsi Singkat .................................................................... 5
C. Tujuan Pembelajaran ............................................................. 5
1. Kompetensi Dasar ............................................................. 5
2. Indikator Keberhasilan ....................................................... 5
3. Peta Kompetensi ................................................................. 7
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ....................................... 8
5
BAB III NORMA-NORMA PEMBERDAYAAN
A. Menetapkan Visi Bersama ...................................................... 27
B. Uraian Materi ........................................................................... 27
1. Intelektual ........................................................................... 27
2. Mendidik Sumber Daya Madrasah ...................................... 28
3. Menyingkirkan Rintangan-rintangan Sumber Daya
Madrasah............................................................................. 30
C. Latihan 2.................................................................................. 39
D. Rangkuman ........................................................................... 39
E. Evaluasi Materi Pokok 2 .......................................................... 40
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .............................................. 41
6
1. Langkah Pemberdayaan Madrasah .................................... 54
2. Identifikasi Pemberdayaan Madrasah ................................ 57
C. Latihan 4.................................................................................. 60
D. Rangkuman ........................................................................... 60
E. Evaluasi Materi Pokok 4 .......................................................... 61
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .............................................. 62
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Indonesia pada tahun 1945 ternyata melahirkan kebutuhan akan
banyak tenaga terdidik dan terampil untuk menangani administrasi
pemerintahan dan juga untuk membangun negara dan bangsa. Untuk
itu, pemerintah lalu memperluas pendidikan model barat yang dikenal
dengan Madrasah umum itu. Untuk mengimbangi kemajuan zaman
itu, di kalangan ummat Islam santri timbul keinginan untuk
mempermodern lembaga pendidikan mereka dengan mendirikan
madrasah.
Perbedaan utama madrasah dengan pesantren terletak pada
sistem pendidikannya. Madrasah menganut sistem pendidikan formal
(dengan kurikulum nasional, pemberian pelajaran dan ujian yang
terjadwal, bangku dan papan tulis seperti umumnya Madrasah model
Barat) sementara pesantren menganut sistem non-formal (dengan
kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian pelajaran yang tidak
seragam, sering tanpa ujian untuk mengukur keberhasilan belajar
siswa, dsb.). Ciri lain yang umumnya membedakan keduanya adalah
adanya mata pelajaran umum di madrasah. Penambahan mata
pelajaran umum pada kurikulum madrasah ini tidak berjalan seketika,
melainkan terjadi secara berangsur-angsur. Pada awalnya, kurikulum
madrasah masih 100% berisi pelajaran agama, tanpa ada pelajaran
umum (Jadi, seperti pesantren, hanya di madrasah ada bangku,
papan tulis, ulangan, ujian, dsb.) Lulusan madrasah pada masa itu tidak
dapat melanjutkan pelajarannya ke Madrasah umum yang lebih tinggi,
bahkan juga tidak dapat pindah ke Madrasah umum yang sejenjang,
karena memang kurikulumnya berbeda. Orang tua yang ingin mendidik
anaknya dalam ilmu agama dan ilmu umum terpaksa harus
menyekolahkan anaknya di dua tempat, di Sekolah umum dan di
madrasah. Pada tahun 1975, ada surat keputusan bersama tiga
menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) yang menetapkan bahwa
lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan Madrasah umum,
dapat melanjutkan ke Madrasah umum yang lebih tinggi dan siswa
2
madrasah boleh berpindah ke Madrasah umum yang sama
jenjangnya.
Lahirnya SKB 3 Menteri tahun 1975, Pada tanggal 18 April tahun
1972, presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 34
tahun 1972 tentang Tanggung-Jawab Fungsional Pendidikan dan
Latihan. Dua tahun berikutnya, Keppres itu dipertegas dengan
Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang mengatur realisasinya.
Dengan diterbitkannya SKB 3 Menteri tahun 1975 yang bertujuan
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan madrasah,
dan diterapkannya kurikulum baru pada tahun 1976 sebagai realisasi
SKB 3 Menteri tersebut; SKB 3 Menteri itu memberikan nilai positif
dengan menjadikan status madrasah yang sejajar dengan sekolah-
sekolah umum. Sisi positif lain dari SKB 3 Menteri telah mengakhiri
reaksi keras umat Islam yang menilai pemerintah terlalu jauh
mengintervensi kependidikan Islam yang telah lama dipraktikkan umat
Islam. Dengan berlakunya SKB 3 Menteri, maka kedudukan madrasah
memang telah sejajar dengan sekolah-sekolah umum. Dari segi
organisasi, madrasah sama dengan sekolah umum; dari segi jenjang
pendidikan, MI, MTs dan MA sederajat dengan SD, SMP dan SMA.
Substansi dan pembakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini
antara lain :
1. Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti
dan program khusus.
2. Program inti untuk memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan
madrasah secara kualitatif sama.
3. Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal
kemampuan siswa yang akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi
bagi sekolah dan madrasah tingkat menengah atas.
4. Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah dan madrasah
mengenai sistem kredit, bimbingan karier, ketuntasan belajar dan
sistem penilaian adalah sama.
3
5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dan sarana
pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan
diatur bersama oleh ke dua departemen tersebut.
4
antara MI/MTs/MA dan SD/SMP/SMA selain ciri khas agama
Islamnya)
Minat ummat Islam terhadap madrasah sebenarnya cukup
tinggi. Di beberapa daerah, jumlah siswa madrasah Ibtidaiyah dan
Tsanawiyah bahkan lebih banyak daripada jumlah siswa Madrasah
Dasar atau SLTP. Di mata mereka, madrasah memiliki beberapa
kelebihan jika dibandingkan dengan Madrasah umum. Madrasah,
terutama yang ada di dalam pondok pesantren, memberikan bekal
mental keagamaan (keimanan dan ketaqwaan) yang kuat kepada
siswanya. Dengan bekal mental yang kuat ini, diharapkan, apabila
mereka menjadi pemimpin di kemudian hari, mereka akan menjadi
pemimpin yang jujur, amanah, dan adil.
B. Deskripsi Singkat.
C. Tujuan Pembelajaran.
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti materi ini, peserta diklat akan memperoleh
pemahaman tentang aspek-aspek yang terkait dengan
Pemberdayaan Madrasah .
2. Indikator Keberhasilan.
Setelah selesai mengikuti pembelajaran pada modul ini peserta
dapat
5
a. Menjelaskan tentang pengertian Konsep Dasar Pemberdayaan
Madrasah;
b. Menguraikan norma-norma pemberdayaan madrasah.;
c. Menerangkan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Penyelengggaraan Madarasah
d. Memahami Analisis Sumber Daya Madrasah
e. Menjelaskan Strategi Pemberdayaan Sumber Daya Madarasah.
6
3. Peta Kompetensi
PETA KOMPETENSI
PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MADRASAH
4.2. Mengidentifikasi
4.1.Menentukan Langkah Pemberdayaan Madrasah
Sumberdaya Madrasah
8
5. Strategi Pemberdayaan Sumber Daya Madrasah.
a. Analisis Strategi
b. Pemberdayaan Sumber Daya Madrasah
c. Kewirausahaan (entrepreneurship) Madrasah
9
BAB II
A. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat
memahami Konsep Dasar Pemberdayaan Madrasah.
B. Uraian Materi
1. Pengertian Konsep
10
2. Pengertian Pemberdayaan
11
kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.
Pemberdayaan madrasah mengacu kepada kata empowerment,
yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah
dimiliki sendiri oleh madrasah. Jadi, pendekatan pemberdayaan
madrasah bertitik berat pada pentingnya madrasah lokal yang
mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka
sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu
bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku
pembangunanyan ikut menentukan masa depan dan kehidupan
madrasah secara umum, (Setiana, 2002:8).
Dalam kaitannya dengan madrasah sebagai objek yang akan
diberdayakan, dapat disampaikan bahwa pemberdayaan adalah
upaya memberikan motivasi/dorongan kepada madrasah agar
mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk menentukan
sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi
permasalahan yang mereka hadapi. Dengan demikian, rakyat harus
diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar
(empowerment of the powerless).
Pemberdayaan (empowerment) dalam studi kepustakaan
memiliki kecenderungan dalam dua proses. Pertama, proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan
kepada madrasah agar individu menjadi lebih berdaya, dan kedua,
menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau
memotivasi individu agar mempuyai kemampuan atau keberdayaan
untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses
dialog. Proses yang pertama merupakan suatu pendekatan alternatif
tehadap pembangunan yang menempatkan prioritas pada kaum
miskin.
Dalam hal ini menurut John Friedman, pembangunan alternatif
menekankan keutamaan politis untuk melindungi kepentingan
12
rakyat. Selanjutnya, tujuan dari pembangunan alternatif adalah
memanusiakan suatu sistem yang membungkam mereka dan untuk
mencapai tujuan ini diperlukan bentuk-bentuk perlawanan dan
perjuangan politis yang menekankan hak-hak mereka sebagai
manusia dan sebagai warga negara yang tersingkir.
Kartasasmita, menyatakan bahwa upaya pemberdayaan
madrasah dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: (1) menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi madrasah
berkembang (enabling); (2) memperkuat potensi atau daya yang
dimiliki madrasah (empowering); dan (3) memberdayakan
mengandung pula arti melindungi kelompok lemah agar tidak
tertindas oleh kelompok kuat, dan mencegah terjadinya persaingan
yang tidak seimbang serta eksplotasi yang kuat atas yang lemah.
Setiana 2005: 6, pada intinya, pemberdayaan madrasah bukan
membuat madrasah makin tergantung pada program-program
pemberian (charity). Karena tujuan akhirnya adalah memandirikan
madrasah, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri
kearah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan, dan
dengan menempatkan madrasah sebagai pihak utama atau pusat
pengembangan dengan sasarannya adalah madrasah yang
terpinggirkan. juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
madrasah guna menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-
masalah yang perlu diatasi. Yang intinya adalah melibatkan
partisipasi madrasah dalam proses pemberdayaan madrasah.
Dilain arti Pemberdayaan madrasah akan meningkatkan
kemampuan madrasah untuk menyampaikan kebutuhannya
kepada instansi-instansi pemberi pelayanan. Dalam ini dapat
dikatakan bahwa pemberdayaan bertujuan untuk memberikan
kekuatan terhadap rakyat agar memiliki posisi tawar terhadap
negara. Posisi tawar ini selanjutnya menjadi kekuatan untuk
mengkonntrol kekuasan negara dalam menyelenggarakan
13
manajemen pemerintah, sehingga hak-hak rakyat tidak terekploitasi
dan dapat berpartisipasi secara aktif dan bebas. Di dalam melakukan
pemberdayaan keterlibatan madrasah yang akan diberdayakan
sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat
tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan
madrasah, memliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut
efektif karena sesuai dengan kehendak, mengenali kemampuan
serta kebutuhan mereka, meningkatkan keberdayaan (empowering)
madrasah dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan
mempertanggung jawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi
(Kartasasmita, 1996:249). Untuk itu diperlukan suatu perencanaan
pembangunan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip
pemberdayaan madrasah.
Dalam perencanaan pembangunan seperti ini, terdapat dua
pihak yang memiliki hubungan yang sangat erat yaitu pertama,
pihak yang memberdayakan (Community Worker) dan kedua, pihak
yang diberdayakan (madrasah). Antara kedua pihak harus saling
mendukung sehingga madrasah sebagai pihak yang akan
diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahkan
sebagai subjek (pelaksana).
Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan
kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai
bentuk inovasi kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial
dimiliki. Di samping itu secara bertahap madrasah juga didorong
untuk meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengambil peran yang
sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses
penyadaran.
14
3. Pengertian Madrasah
15
menyebabkan madrasah lebih memahami "madrasah" sebagai
lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau
"tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan".
Para ahli sejarah pendidikan seperti A.L.Tibawi dan Mehdi
Nakosteen, mengatakan bahwa madrasah (bahasa Arab) merujuk
pada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia Islam (klasik) pra-
modern. Artinya, secara istilah madrasah di masa klasik Islam tidak
sama terminologinya dengan madrasah dalam pengertian bahasa
Indonesia. Para peneliti sejarah pendidikan Islam menulis kata
tersebut secara bervariasi misalnya, schule Nakosteen
menerjemahkan madrasah dengan kata university (universitas). la
juga menjelaskan bahwa madrasah-madrasah di masa klasik Islam
itu didirikan oleh para penguasa Islam ketika itu untuk membebaskan
masjid dari beban-beban pendidikan sekuler- sektarian. Sebab
sebelum ada madrasah, masjid ketika itu memang telah digunakan
sebagai lembaga pendidikan umum. Tujuan pendidikan
menghendaki adanya aktivitas sehingga menimbulkan hiruk-pikuk,
sementara beribadat di dalam masjid menghendaki ketenangan dan
kekhusukan beribadah. Itulah sebabnya, kata Nakosteen,
pertentangan antara tujuan pendidikan dan tujuan agama di dalam
masjid hampir-hampir tidak dapat diperoleh titik temu. Maka dicarilah
lembaga pendidikan alternatif untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pendidikan umum, dengan tetap berpijak pada
motif keagamaan. Lembaga itu ialah madrasah. George Makdisi
berpendapat bahwa terjemahan kata "madrasah" dapat disimpulkan
dengan tiga perbedaan mendasar yaitu: Pertama, kata
universitas, dalam pengertiannya yang paling awal, merujuk pada
komunitas atau sekelompok sarjana dan mahasiswa, Kedua;
merujuk pada sebuah bangunan tempat kegiatan pendidikan
setelah pendidikan dasar (pendidikan tinggi) berlangsung. Ketiga;
izin mengajar (ijazah al-tadris, licentia
16
docendi) pada madrasah diberikan oleh syaikh secara personal
tanpa kaitan apa-apa dengan pemerintahan.
Erat kaitannya dengan penggunaan istilah '''madrasah" yang
menunjuk pada lembaga pendidikan, dalam perkembangannya
kemudian istilah "madrasah" juga mempunyai beberapa pengertian
di antaranya: aliran, mazhab, kelompok atau golongan filosof dan ahli
fikir atau penyelidik tertentu pada metode dan pemikiran yang
sama.10 Munculnya pengertian ini seiring dengan perkembangan
madrasah sebagai lembaga pendidikan yang di antaranya menjadi
lembaga yang menganut dan mengembangkan pandangan atau
aliran dan mazdhab pemikiran (school of thought) tertentu.
Pandangan-pandangan atau aliran-aliran itu sendiri timbul
sebagai akibat perkembangan ajaran agama Islam dan ilmu
pengetahuan ke berbagai bidang yang saling mengambil pengaruh
di kalangan umat Islam, sehingga mereka berusaha untuk
mengembangkan aliran atau mazhabnya masing-masing,
khususnya pada periode Islam klasik. Maka, terbentuklah
madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pemikiran,
mazhab, atau aliran tersebut. Itulah sebabnya mengapa sebagian
besar madrasah yang didirikan pada masa klasik itu dihubungkan
dengan nama-nama mazhab yang terkenal, misalnya madrasah
Safi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah dan Hambaliyah. Hal ini juga berlaku
bagi madrasah-madrasah di Indonesia, yang kebanyakan
menggunakan nama orang yang mendirikannya atau lembaga yang
mendirikannya.
17
madrasah di kemudian hari. Dalam konteks mempersiapkan anak
didik menghadapi perubahan zaman akibat globalisasi ini pun
madrasah (lembaga pendidikan Islam) memiliki peran yang amat
penting. Keberhasilan madrasah dalam menyiapkan anak didik
menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks akan
menghasilkan lulusan yang akan menjadi pemimpin ummat,
pemimpin madrasah, dan pemimpin bangsa yang ikut menentukan
arah perkembangan bangsa ini. Sebaliknya, kegagalan madrasah
dalam menyiapkan anak didik menghadapi tantangan masa depan
akan menghasilkan lulusan-lulusan yang frustrasi, tersisih, dan
menjadi beban madrasah.
Dibandingkan dengan pendidikan di Madrasah umum,
madrasah mempunyai misi yang mulia. Ia bukan saja memberikan
pendidikan umum (seperti halnya Madrasah umum) tetapi juga
memberikan pendidikan agama (melalui pelajaran agama dan
penciptaan suasana kegamaan di madrasah) sehiingga, kalau
pendidikan ini berhasil, para lulusannya akan dapat hidup bahagia
di dunia ini (biasanya diukur secara ekonomis) dan hidup bahagia
di akhirat nanti (karena ketaatannya pada ajaran agama).
Madrasah yang hanya menekankan pendidikan agama dan
mengabaikan pendidikan umum mungkin hanya akan mampu
memberikan potensi untuk bahagia di akhirat saja (walaupun ini
masih lebih baik daripada hanya memperoleh kebaikan di dunia
tanpa memperoleh kebahagiaan di akhirat).
Dalam kaitannya dengan era globalisasi dan perdagangan bebas
yang penuh dengan persaingan ini, madrasah harus juga
menyiapkan anak didiknya untuk siap bersaing di bidang apa saja
yang mereka masuki. Ini dimaksudkan agar lulusan madrasah
tidak akan terpinggirkan oleh lulusan Madrasah umum dalam
memperebutkan tempat dan peran dalam gerakan pembangunan
bangsa. Mengingat dalam UUSPN (Undang-Undang tentang
18
Sistem Pendidikan Nasional), madrasah dikategorikan sebagai
Madrasah umum, maka lulusan madrasah pun berhak melanjutkan
belajarnya ke perguruan tinggi umum, baik Fakultas Ilmu Sosial
maupun Fakultas Ilmu Eksakta.
Terbukanya peluang untuk memasuki perguruan tinggi umum
ini harus dimanfaatkan oleh madrasah sebaik mungkin, terutama
untuk Fakultas Ekonomi, Teknik, dan Eksakta, yang selama ini dijauhi
oleh lulusan madrasah. Hal ini disebabkan karena bidang- bidang
ilmu itulah yang diperkirakan akan memainkan peran penting bagi
pembangunan nasional pada masa mendatang. Untuk itu, madrasah
harus meningkatkan kualitas pelajaran ilmu eksakta seperti
matematika, kimia, fisika, dan biologi. Madrasah harus
mendorong para santrinya untuk mau bekerja di bidang ekonomi,
teknik, dan ilmu eksakta murni agar bidang itu tidak hanya dikuasai
oleh lulusan non-madrasah yang belum tentu memiliki mental
keagamaan yang kuat.
Agar lulusan madrasah memiliki wawasan global, yang
memandang bahwa seluruh muka bumi milik Allah ini adalah
tempat mengabdi, maka madrasah pun harus memiliki wawasan
global. Bagaimana mungkin madrasah yang tidak memiliki
wawasan global dapat menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan
global? Madrasah harus mempersiapkan anak didiknya agar dapat
melanjutkan studi atau bekerja di luar negeri. Untuk ini, maka
penguasaan ketrampilan berbahasa asing (terutama Arab dan
Inggris) menjadi amat penting. Demikian pula pengenalan budaya
dan bangsa asing.
19
dalam mengambil suatu keputusan, beberapa prinsip-prinsip antara
lain:
20
d. Prinsip Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan haruslah menjadi bagian yang menyatu
dalam setiap upaya pengembangan komunitas. Pemberdayaan
berarti penyediaan sumber-sumber daya (source of power),
kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan bagi komunitas agar
mereka mampu meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan
masa depan mereka sendiri dan memberi warna kehidupannya.
e. Prinsip Kerjasama
Persaingan yang paling sehat sekalipun cepat atau lambat
akan sampai pada situasi saling mengungguli,saling menghambat,
saling melemahkan dan bahkan saling meniadakan. Karena itu
patut disadari bahwa seperti halnya mufakat bulat, persaingan
yang sehat itupun adalah ilusi yang tidak akan pernah tercapai.
Hal ini sangat beralasan karena persaingan sangat erat kaitannya
dengan hasrat untuk melampaui, memasang perintang,
melakukan serangan dan mendominasi pihak lain. Karena itu lebih
baik berusaha menghapuskan gagasan persaingan dengan
sehat dan mengembangkan pemahaman dan strategi persilangan
(kerjasama). Apapun bentuknya , persaingan selalu mengarah
pada situasi menang/kalah (win/loose), tetapi persilangan
(kerjasama) selalu lebih mengarah pada situasi menang/menang
(win/win).
21
dapat menghasilkan sesuatu yang tidak mengandung kekerasan.
Dalam hal ini anti kekerasan tidak saja dipahami sebagai
tiadanya kekerasan fisik diantara sesama anggota komunitas
tetapi termasuk tiadanya kekerasan struktural dimana suatu
struktur sosial dan kelembagaan yang ada yang justru menjadi
sumber kekerasan. Membiarkan adanya tekanan dari seseorang
/ pihak /kelompok kepada orang/pihak/kelompok lain di dalam
suatu komunitas dan atau pemaksaan kehendak sama saja
dengan membiarkan adanya kekerasan didalam komunitas.
22
lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian pemberdayaan
bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang
dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar,
keterlibatan dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain
yang tidak sesuai dengan pendelegasian kekuasaan atau
kekuatan sesuai potensi yang dimiliki masyarakat.
Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar
"daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari
pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai
proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan
atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari
pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum
berdaya.
Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang
dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada
hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya
untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau
kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan
potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih
alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan
potensi yang dimiliki secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian
tindakan yang dilakukan secara sistematis dan mencerminkan
pentahapan kegiatan atau upaya mengubah masyarakat yang
kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan
menuju keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau
kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka
mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau
kemampuan sehingga memiliki keberdayaan.
Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi
23
sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari masyarakat itu
sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus menyadari akan
perlunya memperoleh daya atau kemampuan.
Makna kata "pemberian" menunjukkan bahwa sumber
inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya,
kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki
kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen
pembangunan lainnya.
C. Latihan 1
D. Rangkuman
24
mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya,
berkekuatan, dan berkemampuan menuju keberdayaan.
25
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah menjawab soal evaluasi 1 di atas, cocokkan jawaban dengan kunci
jawaban yang tersedia dibagian akhir modul, hitunglah jumlah jawaban
benar. Kemudian gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Saudara.
Rumus:
26
BAB III
NORMA-NORMA PEMBERDAYAAN
A. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
Menguraikan norma-norma pemberdayaan madrasah.
B. Uraian Materi
1. Menetapkan Visi bersama (Shared Vision).
27
2. Mendidik Sumber Daya Madrasah.
28
menjadi subyek yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlaq mulia, tangguh, kreatif, mandiri, demokratis dan
profesional dibidangnya masing-masing. Kompotensi tersebut
harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti
memenuhi jenjang pendidikan.
Madrasah dalam pengelolaannya berasal dari masyarakat,
oleh masyarakat dan untuk masyarakat, sebagai cerminan
kemandirian madrasah. Kemandirian tersebut sejalan dengan
perubahan paradigma pendidikan yang diharapkan menciptakan
kemandirian dalam pengelolaannya. Sebagai bagian itegral dari
usaha pencapaian tujuan pendidikan nasional, pengelolaan
madrasah setidaknya diarahkan pada tiga kepentingan pokok yang
harus diakomodasi yaitu; (1) memberikan ruang aspirasi bagi umat
Islam secara umum dalam bidang pendidikan, (2) memperkukuh
keberadaan madrasah di tengah masyarakat, dan (3)
mengarahkan madrasah agar merespon perubahan zaman
(Masyhuri dkk, 2005). Ketiga kepentingan dimaksudkan untuk
mempertegas komitmen madrasah dalam keterlibatannya
mempersipakan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam
pembangunan.
Pengelolaan madrasah diusahakan selalu agar dapat
menonjolkan ciri khas sebagai lembaga pendidikan yang
berorientasi pada kepentingan keagamaan dan kepentingan
kewarganegaraan dengan tetap mengacu kepada UUSPN No. 20
tahun 2003. Madrasah diarahkan untuk menjadi wadah pembinaan
ruh atau praktik hidup berdasarkan nilai-nilai Islam. Selain itu
Masyhuri dkk (2005) menegaskan bahwa madrasah melakukan
pembinaan kepada peserta didik menjadi cerdas, berpengetahuan,
berkepribadian, serta produktif. Hal tersebut berarti madrasah
menjadi wadah untuk membina peserta didik yang memiliki
29
keunggulan dan daya saing yang tinggi untuk menyongsong masa
depan yang lebih baik.
Mengingat prospek tersebut di atas, madrasah harus
melakukan pembenahan dalam pengelolaanya baik yang berkaitan
dengan manajemen madrasah, sumber daya pengelola pendidikan,
pendanaan, evaluasi, proses dan sebagainya.
Pembenahan madrasah dapat mencakup beberapa ruang
lingkup diantaranya adalah pada aspek manajemen Madrasah
termasuk pembinaan dan pengembangan sumber daya guru dan
ketenagaan, kegiatan pembelajaran, partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan Madrasah, membangun tiem work dan menciptakan
kepemimpinan yang yang demokratis dan profesional.
30
Diknas, madarasah juga memiliki pendidikan agama yang
melebihi dari Madrasah umum.
c. Manajemen Madrasah
Dalam hal manajemen, seharusnya madrasah harus mampu
melakukan sesuatu manajemen yang baik, misalnya dengan
penerimaan siswa yang selektif dan komputerisasi, sehingga
madrasah juga mempunyai siswa-siswi unggulan, hasil dari
seleksi komputerisasi.
d. Sumber Dana
Sumber dana khususnya keuangan madrasah untuk
operasional Madrasah, didapat dari Biaya Operasional
Madrasah (BOS) yang diberikan pemerintah kepada pihak
Madrasah, yang semuanya untuk keperluan kemajuan siswa-
siswi, jadi tidak ada lagi pungutan kepada orang tua siswa untuk
menarik iuran berupa Persatuan Orang tua Murid dan Guru
(POMG). Semua Dana BOS digunakan untuk operasional
Madrasah, baik untuk gedung, siswa-siswi maupun untuk
keperluan lain-lain sejauh untuk keperluan madrasah.
31
e. Tenaga Pengajar
Tenaga Pengajar untuk madrasah, minimal S-1, berlatar
pendidikan untuk mengajar, menguasai bahasa Inggris dan Arab,
dan berpengalaman dalam pengajaran.
g. Sikap masyarakat
Penilaian masyarakat terhadap Madrasah, haruslah berfikir
positif, dan bersikap lebih bijak lagi, disebabkan Madrasah sudah
jauh lebih baik daripada terdahulu (di tahun 1970 an), dan kini
madrasah sudah mampu bersaing dengan Diknas, bahkan ada
beberapa madrasah jauh lebih maju daripada Madrasah Diknas.
32
baik atau tidak baik, dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.
Suatu tindakan disebut baik kalau hal itu sesuai dengan kodrat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang berakal budi yang
berbadan dan berjiwa, di cipta Tuhan, hidup bersama manusia dan
memelihara hidupnya dengan ciptaan lain
Dalam pemberdayaan madrasah, norma-norma berarti
batasan-batasan atau aturan-aturan yang harus dipatuhi, tidak
boleh melanggar dan tetap dalam satu arah, norma-norma
dalam madrasah harus dalam satu koridor yang sama yaitu
pendidikan Islam dan memajukan mutu madrasah, selain
pendidikan Islam, pendidikan umumpun dipelajari.
33
kesepakatan mendasar tentang nilai–nilai yang mengikat dan
norma yang tidak dipersoalkan oleh lingkungan budaya atau
agama manapun, yaitu sikap dasar yang diterima oleh semua
pihak.
Masyarakat yang sungguh menjunjung tinggi peran nilai
moral umumnya akan memelihara dan hidup sesuai dengan norma
yang masih berlaku. Norma dipandang sebagi tuntunan yang
mengarahkan mereka untuk hidup menjadi lebih baik. Biasanya
masyarakat yang dengan setia melaksanakan norma akan
menunjukkan kualitas tertentu yang membanggakan. Dan satu lagi
mereka tidak akan mudah dicemari atau dipengaruhi unsur-unsur
negatif dari luar. Mereka dengan sangat kritis akan
membandingkannya dengan norma yang mereka hidupi dan
jalankan. Tatanan nilai moral yang terselubung di balik norma akan
mempengaruhi pola pikir, cara pandang, tindak tanduk manusia
sebagai makhluk sosial.
j. Memperlengkapi Norma-norma
1. Norma Agama
34
jasmani dan rohani. Di Indonesia, agama terbagi atas 5 bagian
yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Contoh :
2. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan didasarkan pada hati nurani atau akhlak
manusia. Norma kesusilaan bersifat universal. Artinya,
setiap orang di dunia ini memilikinya, hanya bentuk dan
perwujudannya saja yang berbeda. Misalnya, perilaku yang
menyangkut nilai kemanusiaan seperti pembunuhan,
pemerkosaan, dan pengkhianatan, pada umumnya ditolak
oleh setiap masyarakat di mana pun.
3. Norma Kesopanan
35
yang satu dengan yang lain terkadang berbeda. Demikian
pula antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
Contoh :
• Tidak memakai perhiasan dan pakaian yang mencolok
ketika berkabung.
• Mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan
pertolongan atau bantuan.
• Meminta maaf ketika berbuat salah atau membuat kesal
orang lain.
4. Norma kebiasaan
Merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara
berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi
kebiasaan. Orang yang tidak melakukan norma ini biasanya
dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya.
Contoh :
a) Kebiasaan melakukan “selametan” atau doa bagi anak
yang baru dilahirkan.
b) Kegiatan mudik menjelang hari raya.
c) Acara memperingati arwah orang yang sudah meninggal
pada masyarakat Manggarai, Flores.
5. Norma Hukum
36
penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan
sanksi. Tujuan norma hukum adalah untuk menciptakan
suasana aman dan tentram dalam masyarakat.
Contoh :
a) Tidak melakukan tindak kriminal, seperti mencuri,
membunuh, menipu.
b) Wajib membayar pajak.
c) Memberikan kesaksian di muka sidang pengadilan.
37
l. Mengharapkan Norma-norma Pemberdayaan.
Manusia yang selalu hidup berdampingan dengan orang
lain mengharuskan adanya suatu kesadaran diri akan norma
yang telah ditentukan untuk dilaksanakan bersama. Selain
karena sifatnya yang absolut dan universal misalnya,
menghormati orang tua, norma juga bersifat objektif yang
berarti bahwa bukan manusia pribadi yang mencipta norma.
Manusia hanya menerimanya secara bebas bukan masalah
suka atau tidak Bagaimanapun norma moral lahir bukan
karena kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Norma
moral tidaklah menguntungkan seseorang atau sekelompok
orang. Norma moral lahir karena kesadaran dan kerinduan
akan hidup yang lebih baik, aman tenteram dan harmonis.
Dengan adanya norma, yang adalah pegangan atau
pedoman, aturan, tolak ukur, atau kaidah membantu orang
melihat apakah tindakan yang dilakukannya baik atau tidak
baik, pantas atau tidak pantas. Orang tidak lagi melakukan
tindakan tertentu karena kesenangan pribadi. Orang semakin
mempunyai orientasi untuk berbuat baik dan menjunjung
nilai kehidupan bersama.`
Alkisah, pada suatu malam seekor ulat bermimpi. Ia
bermimpi tentang kehidupan sesudah kematian. Karena
begitu gembira, ia langsung bangun, mencari kawan-
kawannya, dan mewartakan kabar gembira, katanya.
“sesudah mati kita akan hidup kembali sebagai kupu-kupu
yang terbang di udara bebas,” akan tetapi teman-teman ulat
bersikap skeptis dan tidak percaya. “Kau sungguh tolol”, kata
mereka, “kau takut mati dan karena itu kau mengarang cerita
ini untuk menghibur diri saja,”
Kita percaya pada Tuhan; kita harus percaya pula pada
diri kita sendiri bahwa kita sanggup saling mendengar, saling
38
belajar, dan saling membangun masyarakat majemuk
berasaskan norma-norma kemanusiaan yang diilhami iman.
Jika norma-norma dalam kehidupan bersama menjadi
landasan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat,
pasti arah hidup menjadi lebih meyakinkan dan kehidupan
bersama menjadi lebih tampak
C. Latihan 2
D. Rangkuman
39
kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Norma tidaklah
menguntungkan seseorang atau sekelompok orang. Norma moral lahir
karena kesadaran dan kerinduan akan hidup yang lebih baik, aman
tenteram dan harmonis.
Dengan adanya norma, yang adalah pegangan atau pedoman,
aturan, tolak ukur, atau kaidah membantu orang melihat apakah
tindakan yang dilakukannya baik atau tidak baik, pantas atau tidak
pantas. Orang tidak lagi melakukan tindakan tertentu karena
kesenangan pribadi. Orang semakin mempunyai orientasi untuk
berbuat baik dan menjunjung nilai kehidupan bersama.`
40
4. Arti kata “Norma” sebenarnya adalah
a. Pegangan c. Aturan e. Betul semua
b. Pedoman d. Tolak Ukur
5. Kita diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua dari kita,
dan menyayangi orang yang lebih muda, kalimat tersebut sering
kita jumpai dalam :
a. Budaya c. Norma e. Agama
b. Etika d. Sejarah
Rumus:
41
BAB IV
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PENYELENGGARAAN
MADRASAH.
A. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta sudah mampu
menerangkan dan menjelaskan tentang Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Madrasah Aliah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Ibtidaiyah,
dan Raudhatul Athfal.
B. Uraian Materi
1. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
42
perencanaan program masing-masing. Sumber pembiayaan
SPM ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
43
2. Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Madrasah
Ibtidaiyah (MI).
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Madrasah Dasar
(SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) terdiri atas :
1. 95 persen anak dalam kelompok usia 7-12 tahun ber-Madrasah
di SD/MI.
2. Angka Putus Madrasah (APS) tidak melebihi 1 persen dari
jumlah siswa yang berMadrasah.
3. 90 persen Madrasah memiliki sarana dan prasarana minimal
sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.
4. 90 persen dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi.
5. 90 persen guru SD/MI memiliki kualifikasi sesuai dengan
kompe-tensi yang ditetapkan secara nasional.
6. 95 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap
mata pelajaran.
7. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara 30 – 40 siswa.
8. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pen-
didikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam
mata pelajaran membaca,
menulis dan berhitung untuk kelas III dan mata pelajaran bahasa,
matematika, IPA dan IPS untuk kelas V.
9. 95 persen dari lulusan SD melanjutkan ke Madrasah Menengah
Pertama
(SMP)/Madrasah Tsana-wiyah (MTs).
44
3. Sebanyak 100 persen peserta didik memiliki modul Program
Paket A
4. Sejumlah 95 persen peserta didik yang mengikuti ujian akhir
Program Paket A lulus ujian kesetaraan
5. Sejumlah 95 persen lulusan Program Paket A dapat melan-
jutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SMP, MTs, atau
Program Paket B).
6. Sejumlah 90 persen peserta didik yang mengikuti uji sampel
mutu pendidikan men-dapat nilai memuaskan.
7. Sejumlah 100 persen dari tutor Program Paket A yang
diperlukan terpenuhi.
8. Sebanyak 90 persen tutor Program Paket A memiliki
kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang
ditetapkan secara nasional.
9. Sejumlah 90 persen pusat kegiatan belajar masyarakat
memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar
teknis pembelajaran.
10. Sebanyak 100 persen peserta didik memiliki sarana belajar.
11. Tersedianya data dasar kesetaraan Madrasah dasar yang
diperbarui secara terus menerus.
45
b. Angka Putus Madrasah (APS) tidak melebihi 1 persen dari
jumlah siswa yang berMadrasah.
c. 90 persen Madrasah memiliki sarana dan prasarana minimal
sesuai
dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional.
d. 80 persen Madrasah memiliki tenaga kependidikan non guru
untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non
mengajar lainnya.
e. 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi.
f. 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
g. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap
mata
pelajaran.
h. Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30 – 40 siswa.
i. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu
pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan”
dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS
di kelas I
dan II.
j. 70 persen dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Madrasah
Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) / Madrasah
Menengah Kejuruan
(SMK).
46
SPM Kesetaraan Madrasah Menengah Pertama (SMP)
47
4. Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Madrasah
Aliayah (MA).
48
1. SPM Pendidikan SMK terdiri atas :
Angka Putus Madrasah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa
yang ber-Madrasah.
a) 90 persen Madrasah memiliki sarana dan prasarana minimal
sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional.
b) 80 persen Madrasah memiliki tenaga kependidikan non guru
untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non
mengajar lainnya.
c) 90 persen dari jumlah guru SMK yang diperlukan ter-penuhi.
d) 90 persen guru SMK memiliki kualifikasi sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
e) 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap
mata pelajaran.
f) Jumlah siswa SMK perkelas antara 30 – 40 siswa.
g) 20 persen dari lulusan SMK melanjutkan ke Perguruan Tinggi
yang terakreditasi.
h) 20 persen dari lulusan SMK diterima di dunia kerja sesuai dengan
keahliannya.
49
d) Sejumlah 60 persen lulusan Program Paket C dapat
memasuki dunia kerja.
e) Sejumlah 10 persen lulusan Program Paket C dapat me-
lanjutkan ke jenjang pendidik- an yang lebih tinggi.
f) Sejumlah 90 persen peserta didik Program Paket C yang
mengikuti uji sampel mutu pendidikan mendapat nilai
memuaskan.
g) Sejumlah 100 persen tutor Program Paket C yang di-
perlukan terpenuhi.
h) Sebanyak 90 persen tutor Program Paket C memiliki
kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang
ditetapkan secara nasional.
i) Sejumlah 90 persen pusat kegiatan belajar masyarakat
memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan
standar teknis pembelajaran.
j) Tersedianya data dasar ke-setaraan Madrasah Menengah
Atas (SMA)
yang diperbarui secara terus menerus.
50
SPM Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain
atau yang sederajat terdiri atas :
a) 65 persen anak dalam kelompok 0–4 tahun meng-ikuti kegiatan
Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain atau yang sederajat.
b) 50 persen jumlah anak usia 4-6 tahun yang belum ter-layani pada
program PAUD jalur formal mengikuti program PAUD jalur non
formal.
c) 50 persen guru PAUD jalur non formal telah mengikuti pelatihan di
bidang PAUD.
C. Latihan 3
D. Rangkuman
51
E. Evaluasi Materi Pokok 3
52
Rumus:
53
BAB V
ANALISIS SUMBER DAYA MADRASAH
A. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan mampu
menganalisis Sumber Daya Madrasah.
B. Uraian Materi
1. Langkah Pemberdayaan Madrasah
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan
Langkah-langkah atau sarana (tools). Langkah-langkah
pemberdayaan madrasah merupakan syarat suatu usaha untuk
mencapai hasil yang ditetapkan. langkah-langkah tersebut dikenal
dengan unsur 6 M, yaitu man, money, materials, machines, method,
dan markets.
a. Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling
menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula
yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada
manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia
adalah makhluk kerja. Man (SDM) pada madrasah tentunya
dititik beratkan pada tenaga pengajar (guru), tenaga pengajar
(guru) pada madrasah paling rendah berpendidikan S-1,
mempunyai keterampilan mengajar, Spesialisasi sesuai mata
pelajaran, mampu berbahasa Arab dan Inggris, dan yang
terpenting lulus Test.
54
b. Money (uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat
diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai.
Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang
yang beredar dalam Institusi. Oleh karena itu uang merupakan
alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala
sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan
berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan
untuk membiayai gaji tenaga kerja, Perlengkapan yang
dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai
dari suatu organisasi.
Pada saat ini madrasah mendapat bantuan dana BOS
(Bantuan Operasional Madrasah) yang besarnya di tentukan
dengan banyaknya siswa, dana ini digunakan untuk para siswa
yang memerlukan buku-buku, uang bayaran, uang praktek dan
lain-lain, semuanya digunakan untuk siswa siswi.
c. Materials (bahan)
Materi terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan
bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih
baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus
dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu
sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa
materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki. Dalam
Madrasah tentunya material disisni, menyangkut tentang materi
pelajaran Madrasah, selain materi resmi yang sudah ditetapkan
oleh pemerintah pihak madrasahpun mempunyai materi-materi
tambahan, berupa ektrakurikuler, yang menyebabkan
Madrasah tersebut bisa maju dan menjadi favorit didunianya.
55
d. Machines (mesin)
Dalam kegiatan Institusi, mesin sangat diperlukan.
Penggunaan mesin akan membawa kemudahan atau
menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan
efesiensi kerja.
Dalam dunia madrasah, mesin disini tentunya bukan mesin-
mesin yang besar-besar seperti di pabrik, akan tetapi mesin disini
yaitu berupa perlengkapan – perlengkapan yang mendukung
sarana dan prasarana madrasah, seperti Komputer, Laptop,
mesin Fax, Telepon, LCD, TV monitor, Kulkas, Dispenser, dll,
semuanya punya peranan dan untuk kesejahteraan para SDM
yang ada di madrasah tersebut.
e. Methods (metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja.
Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya
pekerjaan. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan
cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan
berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta
uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik,
sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau
tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan
memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam
manajemen tetap manusianya sendiri.
Dalam Madrasah metode yang digunakan bermacam-
macam untuk menggoalkan kesuksesnya, tergantung dari
pimpinan/Kepala madrasahnya dalam menjalan roda
kepemimpinnanya.
56
f. Market (pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting
sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses
produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan
berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti
menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan
dalam Institusi. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan
harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya
beli (kemampuan) konsumen.
Tapi bagaimana dengan madrasah, madrasah tidak
memasarkan produk dan tidak menghasilkan produk, madrasah
hanya menghasilkan output berupa alumni-alumni yang cerdas,
pandai dan berahlaqturkarimah, untuk itu di madrasah yang
dipasarkan berupa Program kerja madrasah berupa mutu
pendidikan madrasah yang bersangkutan, Tenaga pengajar
madrasah, esktra kurikuler, Sarana prasarana madrasah,
Lingkungan madrasah dan akses jalan yang dilalui siswa.
Unsur- unsur manajemen menjadi sangat penting atau
mutlak dalam manajemen karena sebagai penentu arah
Institusi/Lembaga/Instansi dalam melakukan kegiatan tresebut.
57
yang tinggi. Ikatan ini muncul karena kombinasinya dua
kepentingan. Pertama, hasrat kuat masyarakat Islam untuk
berperan serta dalam pendidikan, dan kedua motivasi
keagamaan untuk ber-“tafaqquh fid dien”.
Kuatnya ikatan emosional keagamaan menyebabkan
lembaga pendidikan Islam menjadi “gerakan” dimana salah satu
tugas dari alumni madrasah mendirikan lembaga seperti
madrasah, Madrasah Islam, pondok pesantren dan perguruan
agama (sebagai tolok ukur keberhasilan lembaga tersebut).
Keterikatan emonsional ini, di satu sisi menjadi potensi dan
kekuatan madrasah seperti pada madrasah dan pesantren dalam
arti adanya rasa memiliki “sence of belonging) dan rasa tanggung
jawab (sense of responbility) masyarakat yang tinggi. Ini
merupakan kekuatan untuk menjamin keberlangsungan
(sustainability) hidup madrasah sebagai lembaga yang populis.
Tapi di lain pihak, ia dapat menjadi kendala, karena merasa
sebagai pemilik dan pendiri, sebagian madrasah tidak akan
begitu mudah menerima ide-ide reformasi dari luar.
58
keunggulan apa dari madarasahnya dan ciri khas apa yang
membedakan dengan madrasah/Madrasah lain ditonjolkan oleh
Madrasah ybs. Keragaman dan ketidak tergantungan dengan
pusat dan birokrasi telah membuat madrasah pada masa lalu
banyak yang ber ”gengsi”.
Konsep school based management dan community based
education yang didambakan saat ini, ironisnya merupakan
konsep yang melekat dan akrab dengan madrasah pada
awalnya. Sayang madrasah “terpaksa” meninggalkan konsep
tersebut karena tergilas dengan konsep sentralisasi dan
penyeragaman yang dilakukan pemerintah.
59
Madrasah liar (wilde scolen ordonantie) pada tahun 1905 dan
diperluas dengan ordonansi tahun 1925. Dari lulusan Lembaga
Pendidikan Islam inilah banyak lahir para tokoh Islam terrkenal
dengan sebutan kyai, ajengan, buya, syeih, ulama, ustadz,
maupun para birokrat, politikus dan pemimpin-pemimpin lslam
yang memiliki posisi penting sebagai pemimpin informal dalam
kehidupan keagamaan di masyarakat.
C. Latihan 4
D. Rangkuman
Dalam Analisis Pemberdayaan Madrasah, khususnya langkah
pemberdayaan diperlukan atau digunakan dengan 6 unsur
manajemen (man, money, materials, machine, method dan market),
tujuannya untuk mencapai keberhasilan dalam mengelola
manajemen manajemen. Keberhasilan madrasah dalam memenej
tentunya menjadi kejayaan tersendiri bagi madrasah tersebut.
Madrasah selain sebagai pusat pendidikan, juga dituntut sebagai
pusat kaderisasi bagi calon pemimpin-pemimpin muda dimasa depan,
madrasah harus jadi pelopor bagi lembaga-lembaga pendidikan yang
ada .
60
E. Evaluasi Materi Pokok 4
1. Unsur manajemen yang dapat melakukan proses untuk mencapai
tujuan, yaitu :
a. Manusia c. Bahan e. Pasar
b. Uang d. Mesin
61
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah menjawab soal evaluasi 1 di atas, cocokkan jawaban
dengan kunci jawaban yang tersedia dibagian akhir modul, hitunglah
jumlah jawaban benar. Kemudian gunakanlah rumus di bawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Saudara.
Rumus:
62
BAB VI
STRATEGI PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA MADRASAH.
A. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat mampu
menganalisis Strategi Pemberdayaan Sumber Daya Madrasah.
B. Uraian Materi
1. Analisis Strategi
63
perwakilan dari departemen dan divisi dalam Institusi harus
diikutsertakan dalam proses ini yang telah merumuskan
pernyataan visi dan misi organisasi serta audit eksternal dan
internal.
Partisipasi mereka (partisipan) memberi peluang terbaik bagi
Pejabat Eselon III dan staf untuk memperoleh pemahaman
tentang apa yang Institusi lakukan dan mengapa dilakukan serta
untuk berkomitmen dalam membantu Institusi mencapai tujuan
tujuan yang telah ditetapkan.
Seluruh partisipan dalam memberikan analisis dan pemilihan
strategi harus memiliki informasi audit eksternal dan internal
dihadapan mereka. Strategi-strategi alternatif yang diajukan para
partisipan harus dipertimbangkan dan didiskusikan dalam satu
atau serangkaian rapat. Dan harus disusun dalam bentuk tertulis.
64
• Matrik Posisi Strategis dan Evakuasi Tindakan (Strategic
Position And Action Evaluation - SPACE)
• Matrik Boston Consulting Group (BCG)
• Matrik Strategi Besar (Grand Strategic Matrix).
65
banyak tantangan. Tantangan tersebut berasal dari internal
maupun eksternal. Yang berasal dari dari internal :
a. Minimnya SDM tenaga guru dan Tata Usaha
b. Karena krisis ekonomi
Dahulu perbedaan antara Madrasah Umum dan Madrasah
sangat jauh, karena dari kurikulumnya juga berbeda. Namun, setelah
ada Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, PP 28 tahun 1990, maka sudah tidak ada lagi perbedaan
dan sudah setara menjadi Madrasah Umum yang berciri khas Islam.
Pihak yang terlibat pengembangan Madrasah senantiasa
membuat terobosan & perubahan yang kreatif. Semula Madrasah
dianggap Madrasah agama, sekarang orang-orang menyebutnya
Madrasah Umum Plus. Madrasah harus memperkaya diri dalam
banyak bidang pengajaran, tentunya tidak hanya materi agama
saja, tetapi juga ilmu-ilmu umum maupun keterampilan.
Hadits Nabi mengatakan : “Bekerjalah kamu untuk kepentingan
dunia seolah kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk
akhiratmu seakan kamu mati besok.”
Artinya : kita harus mampu bertindak proporsional dan
profesional dalam segala urusan baik berkaitan dengan kehidupan
dunia maupun akhirat.
Tantangan yang akan kita hadapi pada masa yang akan datang
adalah meningkatnya daya saing dan keunggulan kompetitif di
semua sektor riil maupun moneter yang mengandalkan
kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa mengurangi
keunggulan komparatif yang dimiliki masing-masing orang.
Hanya manusia yang berkualitas tinggi yang menang pada pasar
bebas dan tuntutan global.
66
3. Pengembangan Kurikulum.
Pengembangan kurikulum mengandung arti perubahan,
pergantian, modifikasi terhadap susunan yang ada.
Perubahan yang positif dapat menghasilkan pengembangan karena
memiliki karakteristik :
a. Perubahan harus bermanfaat, harus mempunyai arah untuk
mencapai target dan tujuan.
b. Perubahan harus berurutan menuju target, dilakukan dalam
periode tertentu.
c. Perubahan harus progresif dan membawa perbaikan.
67
a. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta
didik melalui serangkaian pengalaman belajar
b. Keberagaman dimanifestasikan sesuai dengan keperluan.
6. Pengembangan Madrasah
Pengalaman pengembangan Madrasah yang dilakukan
Kementerian Agama dengan kelebihan dan kekurangannya,
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu lulusan Madrasah agar
memiliki kompetensi yang kuat dan dapat diterima masyarakat.
68
1) Madrasah Model pada tahun 1993 dipopulerkan MTs Model ada
54 MTs tahun 1997 dikembangkan mencakup MI Model 44 MI
dan MA Model 35 MA.
2) Madrasah Unggulan. MA Insan Cendekia di Serpong, Banten,
dan Gorontalo dikelola Depag sejak tahun 2001.
3) Madrasah Terpadu. Keterpaduan proses pendidikan mulai MI s/d
MA.
4) Madrasah Terbuka. MTs terbuka mulai tahun 1996 untuk
penuntasan percepatan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
kerjasama Depag dengan Pustekom Diknas, biasanya
dilaksanakan di pondok pesantren Salafiyah.
5) Madrasah Aliyah Program Keagamaan (MAPK), berdasarkan SK
Menag No. 371 tahun 1984. Mempelajari Bahasa Arab dan ilmu-
ilmu agama secara mendalam dan komprehensif dengan sistem
asrama.
6) Madrasah Aliyah Program Kejuruan (MAPK). Diprogramkan
untuk keterampilan ada 4, yaitu: MAN Garut, MAN Kendal, MAN
Jember, dan MAN Bukit Tinggi. Sekarang sudah ada 83 MAN
Keterampilan.
b. Aspek Ketenagaan
- Kepala Madrasah
- Minimal S2 untuk MA dan S1 untuk MI dan MTs
69
- Pengalaman minimal 5 tahun menjadi kepala Madrasah
- Mampu berbahasa Arab dan Inggris
- Lulus tes (fit and proper test)
- Sistem kontrak 1 tahun
- Siap tinggal di asrama kompleks Madrasah
c. Guru
- Minimal S1
- Spesialisasi sesuai mata pelajaran
- Pengalaman mengajar minimal 5 tahun
- Mampu berbahasa Arab dan Inggris
- Lulus tes
- Sistem kontrak 1 tahun
f. Kultur Belajar
- Full day school, Student Centered Learning, & Student Inquiry
- Bahasa pengantar Bahasa Inggris dan Arab
- Kurikulum dikembangkan secara lokal melibatkan semua
komponen Madrasah.
70
g. Peran Pembina Tingkat kabupaten / Provinsi.
- Memberikan Pembinaan kepada Madrasah yang kurang
berkembang
- Memberikan arahan kepada Kepala Madrasah yang tidak
menjalani Peraturan
- Sebagai Panutan kepada Pihak Madrasah dan Kepala
Madrasah dalam berbagai hal yang berkaitan dengan Madrasah
h. Peran Pengawas.
- Mengawasi Madrasah-Madrasah agar melaksanakan tata
tertib/ peraturan sesuai dengan peraturan yang ada.
- Madrasah yang berada dalam pengawasan agar tidak keluar
dari jalur yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Mengawasi seluruh madrasah yang dalam pengawasannya
dalam pelaksanaan Ulangan Umum dan Ujian Nasional
- Mengawasi nilai – nilai Ujian Nasional yang dilaksanakan oleh
Madrasah.
i. Sarana
- Perpustakaan
- Lab (bahasa, IPA, dan Matematika)
- Lapangan Olahraga (basket, bulu tangkis, voli, dll)
- Nyaman Ruangan dan Kelas yang nyaman dan Gembira
- Memberikan suasana yang gembira
71
Agar lembaga pendidikan berkualitas, maka Kepala Madrasah
harus memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan secara
optimal.
Setiap Kepala Madrasah harus memiliki perhatian yang cukup
tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Madrasah.
Perhatian itu adalah kemauan dan kemampuan untuk
mengembangkan diri. Jika hal itu dapat dilaksanakan dengan baik,
maka dia sudah menjadi Kepala Madrasah yang profesional.
Jika semua tugas dan kewajiban sebagai Kepala Madrasah
dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka hasil efektivitas
leadership-nya akan terlihat, tampak pada indikator positif yang
terjadi dalam lingkungan Madrasah:
a. Proses pendidikan menjadi efektif
b. Tumbuhnya kepemimpinan madrasah yang kuat
c. Tenaga kependidikan dapat dikelola dengan efektif
d. Tertanamnya budaya mutu pada setiap warga madrasah
e. Terwujud teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis
f. Terbinanya partisipasi warga madrasah dan masyarakat
g. Terwujudnya akuntabilitas dalam seluruh proses pendidikan dan
pengelolaan madrasah
h. Evaluasi dan perbaikan proses belajar mengajar akan ber-
kelanjutan
i. Guru & Pegawai (TU, Pustakawan, dan Laboran)
j. Kepala Madrasah tidak bisa bekerja sendirian untuk mewujudkan
lembaga dan proses pendidikan secara optimal tanpa adanya
kontribusi aktif dari guru dan pegawai madrasah.
72
Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara
berkesinambungan dan terus-menerus. Begitu juga dengan
karyawan Madrasah, yang terdiri dari TU, pustakawan, pelayan,
tenaga kebersihan, dan penjaga Madrasah. Kepala Madrasah wajib
memperhatikan kesejahteraan mereka sesuai dengan kemampuan
Madrasah agar seluruh potensi dan kemampuan mereka dapat
diberdayakan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bagaimanapun juga kepala Madrasah tidak akan mampu bekerja
sendirian.
Semua warga Madrasah mempunyai peran yang besar dalam
mewujudkan Madrasah yang berkualitas.
a. Siswa
Lembaga dan proses pendidikan yang berkualitas tidak dapat
terwujud hanya dengan optimalisasi peran kepala Madrasah,
guru, dan karyawan semata.
Di dalamnya harus dilibatkan pula siswa secara aktif. Menurut
UNESCO, hendaknya diubah paradigma teaching (mengajar)
menjadi learning (belajar). Dengan perubahan ini, proses
pendidikan menjadi proses bagaimana belajar bersama antara
guru dan anak didik.
Harus ditanamkan visi learning to do (belajar berbuat) pada
sistem pembelajaran dengan anak didik sehingga dapat terwujud
anak didik yang punya keterampilan untuk menyelesaikan
masalah.
Selain itu, juga perlu diberikan visi learning to live together
(belajar hidup bersama) dalam sistem pembelajaran sehingga
diharapkan akan terbentuk anak didik yang sadar akan dunia
global bersama dengan banyak ragam manusia dari berbagai
etnik, agama, dan budaya.
73
Ada lagi visi learning to be (belajar menjadi diri sendiri), yaitu
memberi orientasi pada anak didik agar tumbuh berkembang
sebagai pribadi yang mandiri memiliki harga diri.
Keempat visi pendidikan ini kalau disimpulkan akan diperoleh
kata kunci “learning how to learn” (belajar bagaimana belajar).
Pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang
bersifat pemenuhan aspek kognitif saja, melainkan juga
berorientasi pada bagaimana anak didik bisa belajar dari
lingkungan, pengalaman, dan sekelilingnya.
b. Kepala Madrasah.
74
(pengawas Madrasah) atau administrator Depag Kab/Kota
maupun Kanwil.
c. Evaluasi Kurikulum.
Terjadinya perubahan kurikulum karena adanya
perubahan paradigma dalam pendidikan dan perkembangan
aspirasi masyarakat sangat pesat. Madrasah harus
menyalurkan melalui kurikulum, karena kurikulum harus selalu
berubah karena relevansinya dengan kebutuhan dan tuntutan
masalah yang berkembang di masyarakat.
Oleh karena itu, kurikulum harus dievaluasi. Prinsip evaluasi
kurikulum, yaitu :
Evaluasi berdasarkan tujuan tertentu
a. Evaluasi kurikulum harus bersifat obyektif
b. Evaluasi kurikulum harus bersifat komprehensif
c. Evaluasi kurikulum harus bersifat kooperatif
75
pengujian di-maksudkan untuk menjamin bahwa sistem
pendidikan benar-benar memberikan kompetensi yang telah
ditentukan.
Penerapan sistem pendidikan mengakui kompetensi di
mana dan bagaimanapun caranya. Penerapan sistem
pendidikan mengacu pada kompetensi yang baku.
2) Penataan Administrasi
Untuk mewujudkan Madrasah yang berkualitas, maka
penataan administrasi yang rapi dan teratur menjadi syarat
yang mutlak. Segala hal yang berkaitan dengan proses
pendidikan dan dokumentasi kelembagaan harus
diadministrasikan dengan baik. Semua ini untuk
memudahkan proses check & evaluasi terhadap
pelaksanaan kegiatan pembelajaran sejauh mana
perkembangan lembaga dalam waktu tertentu.
Administrasi yang tertib akan memperlancar proses
registrasi kesiswaan maupun regulasi keuangan sehingga
akan mudah dilakukan langkah preventif dan antisipatif.
Suatu lembaga akan dinilai bagus dengan melihat sistem
administrasi yang dikembangkan pada lembaga tersebut.
3) Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan Madrasah merupakan bagian dari
kegiatan pembiayaan pendidikan, secara keseluruhan
menuntut kemampuan Madrasah untuk merencanakan,
melaksanakan, & mengevaluasi serta mempertanggung
jawabkan secara efektif & transparan. Dalam hal ini, kepala
Madrasah memiliki tanggung jawab terhadap pe-rencanaan,
pelaksanaan evaluasi, dan tanggung jawab keuangan
Madrasah.
76
Manajemen keuangan Madrasah terkait dengan
perencanaan keuangan Madrasah, yaitu: penyusunan
anggaran dan pengembangan Rencana Anggaran Belanja
Madrasah (RAPBS).
Sukses dan tidaknya kelangsungan kegiatan belajar
mengajar akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara
penyusunan dan pengembangan rencana anggaran belanja
untuk Madrasah tersebut.
Semua itu dapat dikembangkan secara efektif jika didukung
oleh :
a) SDM yang kompeten dan memiliki wawasan luas tentang
dinamika sosial masyarakat
b) Tersedianya informasi yang akurat, tepat waktu untuk
membuat keputusan
Adanya dana yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan.
77
wirausahawan tersebut, maka pengertian kewirausahaan
dapat diartikan sebagai berikut :
Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam
perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak,
tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Achmad Sanusi,
1994).
Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and
different). (Drucker, 1959).
Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas
dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan
peluang untuk memperbaiki kehidupan. (Zimmerer, 1996).
Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk
memulai suatu usaha (star-up phase) dan perkembangan
usaha (venture growth). (Soeharto Prawiro, 1997).
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan
kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan
yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, serta
menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan
meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan
yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih
besar. (Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan
Pengusaha Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995).
Kewirausahaan adalah suatu kemampuan (ability) dalam berfikir
kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber
daya, tenaga penggerak tujuan, siasat kiat dan proses dalam
menghadapi tantangan hidup. (Soeparman Spemahamidjaja,
1977).
Kewirausahaan adalah suatu sifat keberanian, keutamaan
dalam keteladanan dalam mengambil resiko yang bersumber
pada kemampuan sendiri. (S. Wijandi, 1988).
78
Kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self-
employment). (Richard Cantillon, 1973).
Selanjutnya pengertian kewirausahaan menurut Norman M.
Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) adalah:
79
menerima reward berupa keuangan dan kepuasan serta
kemandirian personal.
Kewirausahaan Madrasah.
C. Latihan 5
D. Rangkuman
80
Strategi berasal dari Visi, Misi, Tujuan , Audit Internal dan Audit
eksternal, Strategi yang sekarang harus sesuai dengan strategi masa
lalu, sepanjang hal itu dapat menguntungkan lembaga tersebut
berhasil dengan baik.
Strategi hendaknya melibatkan banyak pejabat Eselon III dan staf,
baik dari Divisi maupun dari Institusi. Strategi yang dibuat untuk
memuluskan dan disetujui harus didiskusikan dalam suatu
serangkaian rapat dan harus disusun dalam bentuk tertulis. Beberapa
contoh strategi iuntukpengembangan yang menunjang madrasah,
yaitu aspek administrasi, aspek ketenagaan, aspek guru, aspek
kesiswaan dan aspek kultur.
Selain strategi evaluasi kurikulum dalam pengembangan
madrasah menjadi tujuan untuk meningkatkan kemajuan madrasah,
dan kurikulum selalu berubah sesuai dengan kebijakan, akan tetapi
madrasah tidak menjadi kalang kabut dengan perubahan tersebut,
malah merupakan tantangan tersendiri bagi madrasah untuk menjadi
lebih baik lagi.
Dalam kewirausahaan, madrasah juga dapat menciptakan
sesuatu yang baru serta dapat menemukan peluang untuk memperbaiki
kehidupan serta kewirausahaan artinya dapat berdiri sendiri dan
berusaha sendiri.
81
2. Yang termasuk tahap pencocokan (maching Stage)
a. Matrik Evaluasi Faktor Eksternal d. Matrik Analisa SWOT
b. Matrik Evaluasi Faktor Internal e. Matrik strategi kuantatif
c. Matrik profit Kompetitip
82
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah menjawab soal evaluasi 1 di atas, cocokkan jawaban dengan kunci
jawaban yang tersedia dibagian akhir modul, hitunglah jumlah jawaban
benar. Kemudian gunakanlah rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Saudara.
Rumus:
83
84